Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan Pendekatan RME pada Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Negeri Sumberejo 01 Tahun Pelajaran 2017/2018

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

  Pada bab II ini berkaitan dengan variable penelitian, variable terikat merupakan hasil belajar Matematika, sedangkan variable bebas merupakan pendekatan pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME). Kajian teori diawalidari Hasil Belajar Matematika mulai dari hakikat matematika, definisi belajar, definisi hasil belajar dan ranah hasil belajar. Berikutnya adalah kajian teori yang terkait dengan pendekatan pembelajaran (RME) dimulai dari pengertian, karakteristik, langkah- langkah pendekatan pembelajaran (RME), analisis komponen-komponen pendekatan pembelajaran (RME), dan penerapan pendekatan pembelajaran (RME). Kajian teori yang ketiga terkait dengan hasil belajar Matematika yang meliputi pengertian hasil belajar Matematika dan pengukuran hasil belajar Matematika.

2.1.1 Hasil Belajar Matematika

2.1.1.1 Hakikat Matematika

  Matematika berasal dari bahasa Yunani, mathein atau mathenien yang berarti mempelajari dan juga diduga berkaitan erat dengan bahasa sansekerta medha atau widya yang artinya kepandaian ketahuan atau intelegensia (Wahyudi, 2012: 9). Permendiknas No.22 Tahun 2006 menyatakan bahwa matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin serta memajukan daya pikir manusia James dan James (Suherman, 2001: 18) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.Johnson dan Rising (Suherman, 2001:19) mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik dan didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, direpresentasikan dengan simbol.

  Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu universal tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan, tentang pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian logik yang terbagi atas tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.

2.1.1.2 Definisi Belajar

  Banyak ahli yang telah mengemukakan definisi darikata belajar. Hamalik (2014) mendefinisikan belajar sebagai modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman yang diartikan bahwa belajar adalah suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yaitu mengalami. Baharuddin (2010:11) menyatakan bahwa belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap.Hilgrad dan Bower (Baharuddin, 2010:13) menyatakan bahwa belajar memiliki pengertia memperoleh pengetahuan atau mengausai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman dan mendapatkan informasi atau menemukan.

  Salah satu teori yang membahas definisi belajar adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (Baharuddin, 2010:118) menyatakan bahwa ketika manusia belajar, terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi. Proses organisasi merupakan sebuah prosesketika manusia menghubungkan informasi yang diterimanya dengan struktur pengetahuan yang sudah disimpan atau sudah ada sebelumnya, sedangkan proses adaptasi adalah mengintegrasikan pengetahuan yang diterima serta mengubah struktur pengetahuan baru sehingga akan terjadi kesinambungan. Menurut Vygotsky (Rachmawati, 2015: 75-77) belajar akan terjadi apabila anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas tersebut masih berada dakam jangkauan kemampuan anak.

  Berdasarkan beberapa definisi belajar tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah sebuah proses untuk mencapai berbagai kompetensi,

2.1.1.3 Definisi Hasil Belajar

  Kunandar (2013:62) menyatakan bahwa hasil belajar dalah kompetensi atau kemampuan tertentu baik kognitif, afektif maupun psikomotorik yang dicapai atau dikuasai peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar. Sudjana (Majid, 2014:27) mengemukakan salah satu keberhasilan proses belajar mengajar dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa.Majid (2014:28) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hal yang dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar, sedangkan sisi dari guru hasil belajar adalah selesainya bahan pelajaran.

  Salah satu yang bisa dilakukan untuk mengukur hasil belajar adalah melalui pengukuran dan evaluasi pembelajaran yang ditujukan untuk mengetahui tingkat perkembangan siswa. Penggunaan instrumen penilaian dapat disesuaikan dengan dengan tujuan dan aspek yang hendak dinilai dengan menggunakan tes bentuk essay dan tes bentuk objektif, serta instrumen nontes yang relevan.

  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah keberhasilan proses belajar yang diukur secara bertahap untuk mengetahui tingkatan kemajuan dan pemahaman siswa dalam sebuah proses pembelajaran.

2.1.2 Hakikat Pembelajaran Matematika di SD

  Permendiknas No.22 Tahun 2006 menyatakan bahwa matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diwajibkan pada pendidikan dasar. Berikut ini akan membahas karakteristik siswa SDserta karakteristik pembelajaran matematika di SD.

2.1.2.1 Karakteristik Siswa SD

  Nasution (Djamarah, 2011: 123) menyatakan bahwa masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia 6 tahun hingga 11 atau 12 tahun. Pada usia tersebut untuk pertama kalinya anak menerima pendidikan formal. Piaget (Baharuddin, 2010:123) menjelaskan bahwa anak pada tahap operasional konkret usia 7

  • –11 tahun dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-
peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk yang berbeda.

  Menurut Piaget (Wahyudi, 2012:1) karakteristik siswa SD berada pada tahap operasional kongkret, dimana siswa memasukkan informasi melalui operasi benda- benda kongkret. Dalam periode operasi kongkret, karakteristik berpikir anak adalah kombinavisitas atau klasifikasi, reversibilitas, asosiasivitas, identitas, korespondensi. Kombinasivitas atau klasifikasi adalah suatu operasi dua kelas atau lebih yang dikombinasikan ke dalam suatu kelas yang lebih besar sehingga anak dapat membentuk variasi relasi kelas dan mengerti bahwa beberapa kelas dapat dimasukkan ke kelas lainnya. Reversibilitas adalah operasi kebalikan, setiap operasi logik atau matematika dapat dikerjakan dengan operasi kebalikan. Asosiasivitas adalah suatu operasi terhadap beberapa kelas yang mengombinasikan menurut sebaran urutan. Identitas adalah suatu operasi yang menunjukkan adanya unsur nol yang bila dikombinasikan dengan unsur atau kelas hasilnya tidak berubah.

  Berdasarkan pengertian tersebut, siswa SD memerlukan operasi benda-benda konkret untuk memahami sebuah informasi. Meskipun demikian siswa sudah mampu mengkasifikasikan sebuah informasi, melakukan operasi kebalikan mengombinasikan urutan yang ada dan mengidentifikasi suatu informasi yang ada.

2.1.2.2 Karakteristik Pembelajaran Matematika di SD

  Suherman (2001:55) berpendapat bahwa fungsi matapelajaran matematika adalah sebagai alat, pola pikir dan ilmu atau pengetahuan yang hendaknya dijadikan acuan dalam pembelajaran matematika. Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi misalnya persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal matematika. Belajar matematika bagi para siswa juga merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian tersebut. Yang dimaksud matematika sebagai ilmu atau pengetahuan adalah ditemukan kesempatan untuk mencoba mengembangkan penemuan-penemuan sepanjang mengikuti pola pikir yang sah.

  Telah dijelaskan bahwa siswa SD merupakan tahap awal anak menerima pendidikan formal. Wahyudi (2012:1) menyatakan bahwa matematika merupakan matapelajaran yang bersifat abstrak. Hal tersebut bukan berarti matematika tidak dapat diajarkan pada siswa SD.

  Suherman (2001:56-57) mengemukakan dua tujuan dari pembelajaran matematika di SD, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum pembelajaran matematika adalah memberikan penekanan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa dan memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya. Adapun tujuan khusus pembelajaran matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah, memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dan memiliki pandangan yang cukup luas dan sikap logis, kritis, cermat dan disiplin serta menghargai kegunaan.

2.1.3. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

2.1.3.1 Pengertian Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

  Pendekatan matematika realistik atau dalam bahasa Inggris disebut Realistic Mathematic Education (RME) adalah pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak pada hal- hal yang “real” bagi siswa (Zukardi, 2003: 2). Pendekatan RME adalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan oleh Freudenthal di Belanda pada tahun 1973.Pendekatan ini menekankan keterampilan proses dalam mempelajari matematika, berdiskusi dan berkolaborasi, beragumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya dapat menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah, baik secara individu

  Pendekatan RME sudah melalui proses ujicoba dan penelitian lebih dari 42 tahun, implementasinya telah terbukti berhasil merangsang penalaran dan kegiatan berpikir siswa. Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pembelajaran matematika di sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematikaatau pengetahuan matematika formal. Mekanisme tersebut merupakan proses pembentukan konsep-konsep matematika yang terbentuk berdasarkan adanya masalah-masalah yang ada di dalam dunia nyata.Menurut Yuwono (2001: 3), pembelajaran yang berorientasikan pada RME dapat dicirikan oleh: a.

  Pemberian perhatian yang besar pada “reinvention” yakni siswa diharapkan dapat membangun konsep dan struktur matematika bermula dari intuisi mereka masing-masing; b. Pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkrit atau dari sekitar siswa; c.

  Selama proses pematematikaan siswa mengkonstruksi gagasannya sendiri, tidak perlu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya; d.

  Hasil pemikiran siswa dikonfrontir dengan hasilpemikiran siswa yang lainnya. Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain. Jadi pembelajaran tidak mulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat dan selanjutnya diikuti dengan contoh, namun sifat, definisi, teorema itu diharapkan “seolah-olah ditemukan kembali” oleh siswa (Soedjadi, 2001: 2). Jelas bahwa dalam pembelajaran matematika realistik siswa ditantang untuk aktif bekerja bahkan diharapkan agar dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya.

  Menurut Marpaung (2001: 3

  • –4),pendekatan RME bertolak dari masalah-
mengeluarkan idenya, siswa sharing ide-idenya artinya siswa bebas mengkomunikasikan ide-idenya satu sama lain, guru membandingkan ide-ide itu dan membimbing mereka untuk mengambil keputusan tentang ide mana yang lebih baik buat mereka.Dalam pembelajaran matematika realistik, kegiatan inti diawali dengan masalah kontekstual, siswa aktif, siswa dapat mengeluarkan ide-idenya, siswa mendiskusikan dan membandingkan jawabannya dengan temannya. Guru memfasilitasi diskusi dengan temannya dan mengarahkan siswa untuk memilih suatu jawaban yang benar. Selanjutnya guru dapat meminta beberapa siswa untuk mengungkapkan jawabannya. Melalui diskusi kelas jawaban siswa dibahas/ dibandingkan, guru membantu menganalisa jawaban-jawaban siswa. Jawaban siswa mungkin salah semua, mungkin benar semua atau sebagian benar sebagian salah. Jika jawaban benar maka guru hanya menegaskan jawaban tersebut. Jika jawaban salah guru secara tidak langsung memberitahu letak kesalahan siswa yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa yang menjawab soal atau siswa lainnya. Selanjutnya siswa dapatmemperbaiki jawabannya dari hasil diskusi, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.Marpaung menambahkan bahwa dalam pembelajaran melalui pendekatan realistik dapat juga digunakan metode ceramah tetapi tidak digunakan secara terus menerus. Selain itu pula dapat diselingi dengan metode pemecahan masalah, metode diskusi, belajar kelompok, belajar individual cooperative learning, siswa menjelaskan kepada temannya, siswa meminta temannya yang mengerjakan lalu rotasi.

2.1.3.2. Karakteristik Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

  Frudenthal, Gravemeijer (Tarigan, 2006:4) mengemukakan empat tahap dalam proses guided reinvention, yaitu; (a) tahap situasional, (b) tahap referensial, (c) tahap umum, (d) tahap formal.Namun, konsep guided reinvention dianggap masih terlalu global untuk menjadi karakteristik dari RME. Oleh sebab itu, perlu adanya karakteristik yang lebih khusus untuk membedakan antara RME dengan pendekatan lain. Dengan dasar itulah dirumuskan lima karakteristik RME sebagai pedoman

  1. Pembelajaran harus dimulai dari masalah yang diambil dari dunia nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman mereka. Sebab pembelajaran yang langsung diawali dengan matematika formal cenderung menimbulkan kecemasan matematika (mathematics anxiety).

  2. Dunia abstrak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai dengan abstraksi yang harus dipelajari siswa. Model dapat berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa. Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada di sekitar siswa.

  3. Siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan guru. Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi penyelesaian masalah sehingga diharapkan akan diperoleh berbagai varian dari pemecahan masalah tersebut.

  4. Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antar guru dan siswa maupun siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam pembelajaran matematika. Siswa dapat berdiskusi dan bekerja sama dengan siswa lain, bertanya, dan menanggapi pertanyaan serta mengevaluasi pekerjaan mereka. Hubungan diantara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah lain dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling terkait dalam menyelesaiakan masalah (Aisyah, 2007: 7.18 – 7.19).

2.1.3.3. Langkah-langkah Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

  Secara umum langkah-langkah pembelajaran Realistic Mathematics

  

Education (RME) menurut Shoimin (2014: 150) dapat dijelaskan sebagai berikut:

  Langkah 1 : Memahami masalah kontekstual Pada langkah pertama ini guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan siswa diminta untuk memahami masalah tersebut, guru menanyakan kepada siswa apa saja yang belum dipahami pada permasalahan yang telah diberikan. Guru menjelaskan soal atau masalah dengan memberikan bimbingan berupa petunjuk atau saran

  Langkah 2 : Menyelesaikan masalah kontekstual Siswa mengolah permasalahan yang sudah diberikan oleh guru dan memikirkan strategi atau cara untuk memecahkan masalah, setelah itu siswa melakukan proses pemecahan masalah dengan cara atau strateginya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga akan terjadi perbedaan penyelesaian masalah antara siswa satu dengan ang lainya. Peran guru hanya mengamati, memotivasi, dan bimbingan seperlunya terhadap siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang sudah diberikan, sehingga siswa dapat memecahkan masalah tersebut dengan penyelesainya sendiri.

  Langkah 3 : Membandingkan dan Mendiskusikan Jawaban Guru meminta siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka melalui cara berpasangan sebangku ataupun kelompok kecil. Selanjutnya, hasil dari diskusi yang telah dilakukan oleh siswa melalui teman sebangku maupun kelompok kecil dibandingkan dalam diskusi kelas dengan memberi kesempatan pada masing- masing kelompok untuk mempresentasikan cara penyelesainya dan alasan dari jawabanya yang dipimpin oleh guru.

  Langkah 4 : Menarik Kesimpulan Berdasarkan hasil diskusi kelompok maupun diskusi yang telah dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentag konsep, teorema, prinsip, atau prosedur matematika yang terkait dengan masalah kontekstual yang baru saja diselesaikan

2.1.3.4. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan RME

  Beberapa keunggulan/kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran RME menurut Sakinah (2014) antara lain: a.

  Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa dan suasana tegang tidak tampak.

  b.

  Materi dapat dipahami oleh sebagian besar siswa.

  c.

  Alat peraga adalah benda yang berada di sekitar, sehingga mudah didapatkan. e.

  Guru menjadi lebih kreatif membuat alat peraga.

  f.

  Siswa mempunyai kecerdasan cukup tinggi tampak semakin pandai. Adapun kekurangan pembelajaran menggunakan pendekatan RME menurut

  Sakina yaitu: a.

  Sulit diterapkan dalam suatu kelas yang besar(40- 45 orang).

  b.

  Dibutuhkan waktu yang lama untuk memahami materi pelajaran.

  c.

  Siswa yang mempunyai kecerdasan sedang memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu memahami materi pelajaran. Adapun solusinya yaitu: a.

  Diterapkan dalam suatu kelas yang kecil (30-35 orang).

  b.

  Melakukan persiapan yang matang untuk memahami materi pelajaran.

  c.

  Guru menggunakan media pembelajaran yang mudah dipahami siswa.

  d.

  Guru membentuk siswa bekerja dengan kelompok sehingga siswa bisa memahami materi pelajaran dengan temannya.

2.2. Penelitian Tindakan Kelas ( PTK )

  Terdapat berbagai jenis penelitian pendidikan, dalam penelitian ini menggunakaan jenis penelitian tindakan kelas yang sering disingkat PTK. Berikut ini akan dijelaskan definisi, prinsip, model, dan keunggulan dari PTK.

2.2.1 Definisi PTK

  Menurut Slameto (2015:143), penelitian tindakan adalah suatu penelitian yang dikembangkan bersama-sama antara peneliti dan decision masker tentang variabel- variabel yang dapat dimanipulasi dan segera digunakan untuk menentukan kebijakan dan pembangunan. Mulyasa (2013: 11) menyatakan bahwa PTK merupakan suatu upaya untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok peserta didik dengan memberikan sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan. Arikunto (2015: 4) menjelaskan bahwa PTK adalah penelitian yang memaparkan terjadinya sebabakibat dari perlakuan, sekaligus memaparkan apa saja yang terjadi ketika perlakuan diberikan, dan memaparkan seluruh proses sejak awal pemberian tindakan. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa PTK adalah sebuah penelitian berdasarkan problem/masalah dari dalam kelas dan dilaksanakan di dalam kelas dengan melakukan sebuah tindakan yang disengaja dimunculkan. Hal yang diteliti PTK adalah kegiatan belajar peserta didik dengan memberikan sebuah tindakan kemudian memaparkan terjadinya seba-akibab dalam kegiatan tersebut. Seluruh proses pemberian perlakuan sampai dengan dampak dark perlakuan harus dipaparkan.

2.3. Penelitian yang relevan

  Terdapat beberapa penelitian telah menerapkan pendekatan RME dalam upaya meningkatkan hasil belajar matematika, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Ningtias, Andesty Dwi. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Realistic Mathematics Educationterhadap Hasil Belajar dan Nilai Karakter Matematika Siswa Kelas V SDN 05 Kota Bengkulu. Berdasarkan hasil uji hipotesis pada peningkatan hasil belajar siswa diperoleh bahwa thitung2,33 > ttabel1,99 artinya terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan pada ranah kognitif siswa antara model pembelajaran RME dan model pembelajaran ekspositori. Berdasarkan hasil uji hipotesis pada nilai karakter Matematika siswa diperoleh bahwa t hitung2,10 > ttabel1,99 artinya terdapat perbedaan nilai karakter Matematika siswa yang signifikan antara model pembelajaran RME dan model pembelajaran ekspositori. Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran RMEterhadap hasil belajar ranah kognitif dan nilai karakter Matematika siswa.

  Andre Putrawan, . (2013). Penerapan Realistic Mathematic Education (RME) Untuk Meningkatkan Pemahaman Kognitif Siswa Kelas VII B Mts. Nw Montong Baan Pada Materi Segi Empat Tahun Pelajaran 2013/2014. Hasil penelitian menunjukkan jumlah rata-rata pada siklus 1 sebesar 68,5 dan pada siklus II dengan rata-rata sebesar 74,42 dengan ketuntasan klasikal siklus 1 di peroleh 80,76% dan siklus dua sebesar 88,46%.

  I Made Sunari Adi. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran RME Berbantuan Media Semi Konkret Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Gugus 8 Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar Tahun Ajaran 2013/2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang di belajarkan melalui model pembelajran RME berbantuan media semi konkret dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran secara konvensional. berdasarkan hasil analisis diperoleh thitung sebesar 2,29, dengan menggunakan taraf signifikansi 5%

  (α = 0,05) atau taraf kepercayaan 95% dengan dk = 68 diperoleh ttabel sebesar 2,000. ini berarti thitung > ttabel (2,29 > 2,00). Berdasarkan hasil penelitian yang relevan tersebut, maka penelitian tindakan kelas ini juga akan memilih pendekatan RME untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika pada kelas 5 SD N Sumberejo 01 Kec.Pabelan sebagai upaya memperbaiki proses pembelajaran guna meningkatkan hasil belajar dalam materi pecahan.

2.4. Kerangka Berfikir

  Penelitian ini dilakukan karena hasil belajar matematika siswa masih di bawah KKM yang ditentukan sekolah, oleh karena itu peneliti ingin menggunakan pendekatan RME untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.Kerangka berpikir disusun untuk merancang alur proses pembelajaran yang telah dibagi menjadi kondisi awal dan tindakan. Adapun kerangaka berpikir dalam penelitian ini adalah kondisi awal guru menggunakan pendekatan pembelajaran yang bersifat abstrak tanpa dimulai dengan benda konkret. Menurut Piaget siswa SD pada tahap ini masuk dalam fase operasional konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra, sehingga hasil belajar siswa masih rendah. Untuk itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan RME, di mana dalam pendekatan RME ini Guru menggunakan benda konkret yang ada dilingkungan sekitar sekitar yang berkaitan dengan masaah dalam kehidupan sehari-hari (contextual problems), kemudian siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematika yang berlangsung Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini digambarkan melalui bagan pada Gambar 1.

  Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian 2.5. Hipotesis Tindakan

  Dari refleksi kajian teori, penelitian yang relevan dan kerangka pikir maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam

  Tindakan Kondisi awal Guru menggunakanpendekatan pembelajaran yang bersifat abstrak Guru menggunakan Pendekatan RME Hasil belajar matematika siswa masih rendah Didugaterdapat peningkatan hasil belajar matematika Siswa SD dalam menurut Piaget masuk dalam operasional konkret Kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah- kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.

  1. Menggunakan Benda Konkret 2. contextual problems 3. menemukan konsep 4. interaktif 5. looking for problems-solving problem-mengorganisir bahan belajar pembelajaran matematika untuk siswa kelas 5 SD N Sumberejo 01 Kec.Pabelan Semester I Tahun pembelajaran 2017/2018.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Desain Pembelajaran Tematik Integratif Berbasis Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Kelas 4 Sekolah Dasar

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Desain Pembelajaran Tematik Integratif Berbasis Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Kelas 4 Sekolah Dasar

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Desain Pembelajaran Tematik Integratif Berbasis Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Kelas 4 Sekolah Dasar

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Desain Pembelajaran Tematik Integratif Berbasis Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Kelas 4 Sekolah Dasar

0 0 77

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatakan Hasil Belajar IPA Materi Ekosistem Kelas 5 Menggunakan Discovery Based Learning (DBL) di SD Isdiman Jambu, Tahun Pelajaran 2016–2017

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Model Pembelajaran Koopertif Tipe Student Team-Achievement Division (STAD)

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Melalui Model Pembelajaran Problem Based Lerning (PBL) pada Siswa Kelas 1 Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Melalui Model Pembelajaran Problem Based Lerning (PBL) pada Siswa Kelas 1 Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 35

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Melalui Model Pembelajaran Problem Based Lerning (PBL) pada Siswa Kelas 1 Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Melalui Model Pembelajaran Problem Based Lerning (PBL) pada Siswa Kelas 1 Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 88