Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dengan Produktivitas Kerja Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Pasaman Barat

11

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Konsep Produktivitas Kerja
2.1.1 Pengertian Produktivitas
Secara umum, produktivitas adalah ukuran dari output atau keluaran dari

barang dan jasa pelayanan yang dihasilkan dengan input atau masukan berupa
hasil kerja, investasi yang ditanam dan peralatan (Cascio, 2003). Holcomb (2002)
Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil/output (jam perawatan pasien
perhari pasien) dengan masukan/input (upah gaji dan keuntungan). Produktivitas
didefenisikan sebagai efisien dan efektif dalam memberikan kualitas pelayanan
untuk kepuasan pasien (Cherry, 1990). Robbins (2005) menyatakan produktivitas
sebagai ukuran besarnya biaya sumberdaya, dan menyamakan produktivitas
dengan prestasi kerja. Organisasi dikatakan produktif jika organisasi itu mencapai
tujuan-tujuannya, dan mencapainya dengan melakukan upaya transformasi input
menjadi output dengan biaya paling rendah.
Produktivitas adalah ukuran seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk

melakukan pekerjaan pada unit pelayanan dan bagaimana melakukan hal itu
secara baik. Aspek kualitas produktivitas berbeda dengan efisiensi. Kebutuhan
staf dianggarkan tergantung pada produktivitas pekerja (Fried & Fottler, 2008).
Produktivitas keperawatan didefinisikan sebagai rasio dari jam perawatan pasien
perhari pasien untuk biaya gaji dan tunjangan yang dibayarkan kepada staf oleh
organisasi (Kohr et al., 2012).

11

Universitas Sumatera Utara

12

Produktivitas secara umum didefenisikan sebagai: Keluaran
Masukan
Hanson menerjemahkan defenisi ini kedalam :
Jam Staf yang Dibutuhkan x 100 = Produktivitas
Jam Staf yang Diberikan
Produktivitas dalam keperawatan dihubungkan dengan efisiensi penggunaan
perawat klinis dalam penyampaian asuhan keperawatan untuk menghindari

pemborosan dan keefektifan perawatan tersebut relatif terhadap kualitas dan
ketepatannya. Brown menunjukkan bahwa produktivitas di USA mengalami
kemunduran. Ia menyebutkan sebagai bukti tuntutan ini meningkatkan biaya
pekerja tanpa diikuti peningkatan kinerja. Hal ini disebabkan oleh faktor
kurangnya pengalaman pekerja, teknologi yang rendah (peralatan yang kurang),
dan kurangnya penelitian, pengembangan, peraturan pemerintah, rendahnya etos
kerja, meningkatnya ukuran, dan birokrasi dalam bisnis dan industry serta erosi
etik manajerial (Swansburg, 2000). Menurut ILO standar produktifitas kerja
berkisar 65%-85%. Standar waktu kerja perawat adalah 7 jam shift pagi, 7 jam
shift sore dan 10 jam shift malam (Gillies, 1994). Secara umum rata-rata jam
produktif perhari karyawan adalah 6 - 6,5 jam perhari dari 8 jam perhari atau
75%-80%, sedang sisanya digunakan untuk kegiatan yang non produktif seperti
aktifitas administratif, bersifat pribadi seperti kebutuhan untuk berobat, ke kamar
mandi (toilet) dan lainnya (Mochal, 2001).
Berdasarkan beberapa uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
Produktivitas merupakan konsep yang menghubungkan output dan input,

Universitas Sumatera Utara

13


produktivitas mendapat perhatian yang cukup besar, hal ini didasarkan bahwa
sebenarnya produktivitas manapun bersumber dari individu yang melakukan
kegiatan,

produktivitas erat

kaitannya

dengan efisiensi dan efekivitas.

Produktivitas keperawatan merupakan jumlah jam kerja perawat pada pasien per
hari.
2.1.2 Ciri-ciri Pegawai yang Produktif
Ciri-ciri pegawai yang produktif yaitu:
1) Lebih dari memenuhi kualifikasi pekerjaan
Kualifikasi pekerjaan dianggap sebagai hal yang mendasar, karena
produktivitas tinggi tidak mungkin tanpa kualifikasi yang baik. Pengamatan
yang khas adalah cerdas, cepat, kompeten secara professional, kreatif,
inovatif, memahami pekerjaannya, bekerja dengan cerdik, selalu mencari

perbaikan, dianggap memiliki nilai pengawasannya, memiliki catatan prestasi
yang berhasil dan selalu meningkatkan diri.
2) Bermotivasi tinggi
Motivasi sebagai faktor kritis akan memungkinkan setiap pegawai yang
memiliki motivasi untuk berada pada jalan kearah produktivitas tinggi.
Pengamatan yang khas adalah dapat memotivasi diri sendiri, tekun,
mempunyai kemauan keras untuk bekerja, bekerja efektif dengan tanpa
pengawasan, menyukai tantangan, selalu ingin bertanya mempergunakan
ketidakpuasan yang konstruktif, berorientasi pada sasaran atau pencapaian
hasil, sealu tepat waktu dan ingin menepati waktu, tingkat energi tinggi dan
dapat mengarahkan energi dengan benar, ia akan puas setelah melakukan

Universitas Sumatera Utara

14

pekerjaan dengan baik, percaya bahwa bekerja wajar sehari-hari perlu
diimbangi dengan gaji yang wajar dan mampu memberi andil lebih dari yang
diharapkan.
3) Mempunyai orientasi pekerjaan positif

Sikap seseorang terhadap pekerjaanya sangat baik dalam mempengaruhi
kinerjannya.

Faktor

positif dikatakan sebagai faktor utama

dalam

produktivitas pegawai. Pengamatan yang khas adalah menyukai pekerjaan
dan membanggakannya, menetapkan standar yang tinggi, mempunyai
kebiasaan kerja yang baik, selalu terlibat dalam pekerjaanya, cermat dapat
dipercaya, menghormati manajemen dan tujuannya, mempunyai hubungan
baik dengan manajemen, dapat menerima pengarahan serta luwes dan dapat
menguasai diri.
4) Dewasa
Pegawai

yang


dewasa

memperlihatkan

kinerja

yang

konsisten.

Pengamatan yang khas adalah berintegrasi tinggi, mempunyai rasa tanggung
jawab yang kuat, mengetahui kekuatan dan kelemahan sendiri, mandiri dan
percaya diri, ia pantas memperoleh penghargaan hidup dari dunia nyata,
mantap secara emosional, dapat bekerja efektif walaupun dalam tekanan,
dapat bekerja dari pengalaman, mempunyai ambisi yang sehat.
5) Dapat bergaul dengan efektif
Kemampuan untuk memantapkan hubungan antar pribadi yang positif
adalah asset yang dapat meningkatkan produktivitas. Pengamatan yang khas
adalah mempergunakan kecerdasan sosial, pribadi yang menyenangkan,


Universitas Sumatera Utara

15

berkomunikasi yang efektif, bekerja produktif serta memperagakan sikap
yang positif dan antusias (Timpe, 2000).
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, baik yang
berhubungan tenaga kerja maupun yang berhubungan dengan lingkungan
perusahaan dan kebijaksanaan pemerintah secara keseluruhan. Beberapa ahli
mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja,
antara lain menurut Ilyas (2000), faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja
antara lain adalah:
a. Faktor lingkungan, antara lain ekonomi, sosial budaya, hukum dan politik
b. Faktor personel, meliputi motivasi, tujuan, kemampuan, moral pendidikan,
tingkat penghasilan, gizi dan kesehatan.
c. Faktor oganisasi, meliputi struktur, teknologi, dan iklim kerja,
d. Faktor manajerial, meliputi komunikasi, kepemimpinan, pengambilan
keputusan, motivasi, tujuan, penentuan dan penggunaan sumber daya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas menurut Timpe (2000), adalah

sebagai berikut:
a. Faktor lingkungan: ekonomi, sosial budaya, hukum dan politik
b. Faktor individu: motivasi, tujuan, kemampuan, moral, pendidikan, tingkat
penghasilan, gizi dan kesehatan.
c. Faktor organisasi: struktur, tehnologi dan iklim kerja, dan

Universitas Sumatera Utara

16

d. Faktor manajerial: komunikasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan,
memberikan informasi, menyusun tujuan, penentuan dan penggunaan
sumber daya manusia.
Penelitian Letvak (2008), menemukan bahwa faktor yang terkait dengan
menurunnya produktivitas kerja perawat adalah usia, lama bekerja sebagai
perawat, kualitas pelayanan yang diberikan, stres kerja, memiliki cedera
pekerjaan, dan memiliki masalah kesehatan. Sehingga pemimpin perawat dapat
melakukan upaya tambahan pada perubahan yang diperlukan untuk meningkatkan
lingkungan kerja dirumah sakit untuk mengurangi stres kerja, meningkatkan
kemampuan perawat dalam memberikan kualitas pelayanan, dan menjamin

kesehatan dan keselamatan perawat. Mengurangi stres pekerjaan, memberikan staf
yang adekuat sehingga kualitas pelayanan dapat tersedia akan meningkatkan
kepuasan kerja. Untuk menjamin kualitas pelayanan keperawatan pasien dirumah
sakit secara adekuat dan produktif merupakan kekuatan yang sangat penting.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah:
1.

Pekerjaan yang menarik, yakni apabila seseorang karyawan senang dan
menurutnya menarik suatu pekerjaan tertentu, maka hasilnya akan jauh lebih
memuaskan dibandigkan dengan suatu pekerjaan yang dianggap biasa-biasa
saja.

2.

Upah baik, yakni pada dasarnya seseorang bekerja mengharapkan imbalan
yang sesuai dengan jenis pekerjaannya. Karena adanya upah yang sesuai
dengan keinginan, maka timbul pula rasa gairah kerja.

Universitas Sumatera Utara


17

3.

Keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan, yakni bekerja pada pekerjaan
yang memerlukan perlindungan tubuh, ataupun juga memberikan training
sebelumnya untuk pekerjaan yang akan dilakukannya. Dengan terpenuhinya
jaminan atas pekerjaan, maka dalam bekerja tidak akan adalagi perasaan
was-was atau ragu.

4.

Penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan, yakni bila seseorang
karyawan tetap tahu kegunaan dari pekerjaan, dan juga sudah tahu betapa
sangat pentingnya pekerjaannya. Maka dalam mengerjakan pekerjaannya
karyawan akan lebih meningkatkan produktivitas.

5.

Lingkungan dan suasuana kerja yang baik, yakni hal itu akan membawa

pengaruh yang baik pula pada segala pihak, baik bagi para pekerja,
pimpinan atupun hasil pekerjaannya.

6.

Promosi dan perkembangan diri sejalan dengan perkembangan, yakni
seseorang akan bangga terhadap perusahaan tempat dia bekerja apabila
mengalami kemajuan yang pesat, apalagi sampai terkenal di masyarakat.
Hal ini pula yang mengangkat derajat kebanggaan pada diri si pekerja
berikut pekerjaannya. Timbul rasa bangga itu merupakan keuntungan juga
bagi peusahaan Karena secara tidak langsung, si pekerja membawa promosi
perusahaan dan menjaga citra perusahaan agar tetap baik di masyarakat.

7.

Merasa terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi, yakni dengan demikian
pekerja akan merasa bahwa dirinya benar-benar dibutuhkan dalam
perusahaan, dan ada rasa memiliki.

Universitas Sumatera Utara

18

8.

Pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi, yakni seorang
pekerja yang diberi perhatian besar oleh pimpinannya akan mendorong
motivasi pekerja untuk bekerja lebih giat lagi melalui pendekatan keluarga.

9.

Kesetiaan pemimpin pada si pekerja, yakni kesetiaan merupakan basis dari
kepercayaan pekerja terhadap perusahaan dimana tempat dia bekerja.

10.

Disiplin kerja yang keras, yakni biasanya mereka akan merasa enggan akan
displin kerja yang keras tapi tidak juga dipungkiri bahwa disiplin kerja
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja yaitu
dengan cara paksaan (Anoraga, 2001).
2.1.4 Pengukuran Produktivitas
Pengukuran produktivitas meliputi empat tingkatan, yaitu
-

Pengukuran produktivitas tingkat nasional (makro)

-

Pengukuran produktivitas tingkat industry (sektor)

-

Pengukuran produktivitas tingkat perusahaan (mikro)

-

Pengukuran produktivitas tingkat produksi (parsial)

Pengukuran produktivitas tenaga kerja termasuk pengukuran produktivitas
tingkat produksi, dirumuskan sebagai berikut :
P=O
I
Keterangan:
P = Produktivitas tenaga kerja
O = Output atau hasil kerja yang sebenarnya
I = Input atau jumlah jam kerja sebenarnya (Sunyoto, 2015).

Universitas Sumatera Utara

19

Produktivitas tenaga kerja dapat digambarkan dengan rumusan sebagai
berikut.
Produktivitas TK = Hasil sebenarnya
Total hari kerja sebenarnya
Keterangan :
- Hasil sebenarnya adalah hasil actual perperiode tertentu
- Total hari kerja sebenarnya adalah merupakan hasil perkalian antara jumlah
karyawan pada suatu periode tertentu dengan hari kerja aktif dalam periode
yang bersangkutan (Hasibuan, 1996).
Untuk melihat produktivitas sumber daya manusia di rumah sakit, maka
ACHIEVE models digunakan untuk melihat perspektif sumber daya manusia di
rumah sakit yang telah diperkenalkan oleh Hersey and Goldsmith (1980),
ACHIEVE singkatan dari tujuh dimensi: kemampuan (ability), kejelasan (clarity),
bantuan (help) insentif (incentive), evaluasi (evaluation), validitas (validity),
lingkungan (environment). Dimensi tersebut adalah:
1.

Kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) hal ini mengacu pada
pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan tugas sukses yang meliputi
pengetahuan yang berkaitan dengan tugas, pengalaman yang berkaitan
dengan tugas dan manfaat yang terkait dengan tugas.

2.

Kejelasan (konsepsi atau imajinasi peran) hal ini sesuai dengan konsepsi dan
penerimaan metode kerja, tempat dan cara untuk berurusan dengan pekerjaan.
Konsepsi ini membutuhkan kejelasan dalam tujuan dan cara berbeda dalam
menjangkau mereka.

Universitas Sumatera Utara

20

3.

Bantuan (dukungan organisasi) berupa dukungan organisasi termasuk sumber
daya manusia , anggaran , fasilitas, aksesibilitas produk dan kualitas.

4.

Insentif (niat) karyawan secara alami cenderung untuk melakukan tugas-tugas
yang berakhir di penghargaan dan menahan diri dari tugas-tugas lainnya.

5.

Evaluasi (umpan balik operasi) dilakukakan pada tindakan sehari-hari, adanya
umpan balik dan penilaian. Jika orang-orang tidak menyadari kekurangan
mereka, perbaikan tindakan mereka tidak dapat diharapkan.

6.

Validitas (ketepatan) hal ini disebut keputusan proporsional dan realistis yang
dibuat oleh manajer untuk sumber daya manusia.

7.

Lingkungan (proporsionalitas lingkungan) merupakan faktor-faktor lain yang
dapat mempengaruhi tindakan bahkan ketika memiliki kemampuan yang
diperlukan, kejelasan, dukungan, dan insentif. Lingkungan berupa komponen
kunci persaingan, perubahan kondisi pasar, peraturan pemerintah, persiapan
dan praktik sumber daya dan lingkungan (faktor luar dan penyesuaian
lingkungan).
Pengukuran produktivitas kerja perawat menurut Nayeri (2011) yaitu

komponen produktivitas terdiri dari 4 dimensi: 1) efektif 2) efisien 3) komitmen
4) kehadiran bagi pasien. Pengukuran produktivitas perawat termasuk diantaranya
efisiensi dan efektivitas. Efisiensi merupakan sebagian identifikasi yang sering
dalam pengukuran produktivitas, tujuan pengukuran efisiensi yaitu cepat tanggap,
kehadiran, dapat dipercaya, ketelitian, dapat beradaptasi dan secara ekonomis
dapat melakukan penghematan. Variabel terakhir ditujukan pada rasio waktu yang
dihargai dalam jam bekerja perawat terhadap jumlah tempat tidur yang terpakai.

Universitas Sumatera Utara

21

Sementara efektivitas menunjukkan pada keamanan, kelayakan, dan keunggulan
pelayanan. Efektivitas didefenisikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan
tujuan. Tujuan pengukuran efektivitas yaitu menunjukkan kemampuan dalam
melaksanakan prosedur, ketepatan memprioritaskan kegiatan, penampilan kerja
secara profesional dan sesuai dengan standar, memberikan informasi yang jelas
dan tepat pada orang lain, serta kemampuan perawat bekerja sama dengan orang
lain (Curtin, 1984 dalam Cherry, 1990).
Produktivitas dapat diukur dengan menghitung jumlah jam kerja perawat
pada pasien per hari (Swansburg, 1999). Jam per hari pasien (HPPD) merupakan
metrik yang telah digunakan selama beberapa dekade untuk anggaran departemen
keperawatan dan menentukan produktivitas keperawatan (Kirby, 2015). Jumlah
jam per hari pasien (HPPD) adalah jam asuhan keperawatan yang diberikan per
hari per pasien oleh berbagai tingkatan personil keperawatan. HPPD ditentukan
dengan membagai total jam produktif perawat dengan jumlah pasien (Marquis &
Huston, 2013). NHPPD adalah pemantauan beban kerja keperawatan yang
sistematis dan pengukuran sistem yang digunakan untuk menentukan jumlah
perawat yang dibutuhkan untuk penyediaan pelayanan/jasa dalam area tertentu.
Metode NHPPD ini digunakan untuk menghitung jumlah jam keperawatan
langsung yang dibutuhkan untuk memberikan perawatan pasien dan sebagai
kerangka kerja untuk membangun daftar keperawatan. Model ini terdiri dari tujuh
(7) kategori yang berisi kriteria spesifik untuk mengukur aktivitas pasien,
keragaman, kompleksitas dan tugas keperawatan yang diperlukan.

Kategori

selaras dengan nilai jam selama 24 jam mulai 3,0 jam sampai 7,5 jam per pasien.

Universitas Sumatera Utara

22

Ini secara kolektif diistilahkan dalam Prinsip Panduan NHPPD (Department of
Health and Human Service Tasmania, 2011). Jam keperawatan per hari per pasien
(NHPPD) digunakan untuk menentukan kebutuhan staf masing-masing unit secara
harian dan setiap shift demi shift (Douglas & Mayewski, 1996)
Defenisi Data NHPPD (Department of Health and Human Service
Tasmania, 2011) :
Jam Keperawatan Termasuk waktu keperawatan untuk keperawatan langsung
Produktif
dan jam keperawatan tidak langsung
Jam Langsung
Termasuk jam keperawatan yang memberikan perawatan
pasien secara langsung
Jam
tidak Termasuk jam keperawatan yang tidak tersedia untuk
langsung
perawatan pasien
Jam
Non- Setiap jenis cuti untuk perawat, Ini termasuk tetapi tidak
produktif
terbatas pada: cuti pribadi, cuti tahunan, kompensasi pekerja,
cuti belajar, cuti hamil, cuti keluarga, cuti orang tua, hari
tidak bekerja yang masih harus dibayar,
Batasan Pasien
Seseorang yang menerima makanan dan akomodasi tapi
rumah sakit tidak menerima tanggung jawab untuk
pengobatan dan perawatan.
Hari perawatan Menunjukkan pada waktu yang sebenarnya ada untuk pasien
pasien
di bangsal / unit
Rata-rata
hari Jumlah hari perawatan pasien dibagi dengan spesifik jumlah
perawatan
hari dalam jangka waktu tertentu (misalnya kalender bulan,
tahun).
Turnover
Pasien masuk dan keluar, dan transfer masuk dan keluar
dibagi dengan hari perawatan pasien pada periode tertentu,
dinyatakan sebagai persentase.
Jam perawatan langsung per pasien per hari (DNHPPD) sebagai jam
perawatan yang disediakan oleh setiap perawat dialokasikan untuk pasien
perorangan, Jam Perawatan tidak langsung Per Pasien per hari (INHPPD) sebagai
jam keperawatan tidak langsung dialokasikan untuk pasien seperti libur/cuti,
pendidikan, manajemen, dll, dialokasikan secara proporsional ke setiap pasien.
Produktivitas berarti pengukuran produktivitas tiap unit (misalnya, persen jam

Universitas Sumatera Utara

23

produktif / non produktif pada unit, terdiri dari individu perawat/ produktivitas
staf (jam perawatan langsung/total jam) (Harper, 2016).
Situmorang (1994 dalam Julianti, 2009) mengatakan bahwa kegiatan
keperawatan selama memberikan asuhan keperawatan terbagi dalam tiga kategori,
yaitu:
a.

Kegiatan keperawatan langsung (direct care).
Kegiatan keperawatan langsung adalah kegiatan yang difokuskan pada klien
dan keluarganya, meliputi komunikasi dengan klien dan keluarganya,
pemeriksaan atau kontrol klien, mengukur tanda-tanda vital, tindakan atau
prosedur keperawatan atau pengobatan, nutrisi dan eliminasi, kebersihan
klien, mobilisasi, transfusi, serah terima klien, pemeriksaan specimen untuk
pemeriksaan laboratorium, termasuk pendidikan kesehatan.

b.

Kegiatan keperawatan tidak langsung (indirect care).
Kegiatan keperawatan tidak langsung (indirect care) adalah kegiatan yang
tidak langsung pada klien tetapi berhubungan dengan persiapan atau kegiatan
untuk melengkapi asuhan keperawatan seperti: mendokumentasikan hasil
pengkajian,

membuat

mendokumentasikan

diagnosa
tindakan

keperawatan,
keperawatan

menyusun

yang

telah

intervensi,
dilakukan,

mendokumentasikan hasil evaluasi keperawatan, melakukan kolaborasi
dengan dokter tentang program terapi/visite, mempersiapkan status klien,
mempersiapkan

fomulir

untuk

memeriksa

laboratorium/

radiologi,

mempersiapkan alat untuk pelaksanaan tindakan keperawatan/ pemeriksaan
atau tindakan khusus. Masih merupakan kegiatan tidak langsung yaitu

Universitas Sumatera Utara

24

merapikan lingkungan klien, menyiapkan atau memeriksa alat dan obat
emergensi, melakukan koordinasi/konsultasi dengan tim kesehatan lainnya,
mengadakan atau mengikuti pre dan post konferens, keperawatan/kegiatan
ilmiah keperawatan dan medis, memberikan bimbingan dalam melakukan
tindakan keperawatan, melakukan komunikasi tentang obat klien dengan
pihak farmasi/apotik, mengirim/menerima berita klien melalui telepon dan
membaca status klien.
c.

Kegiatan non keperawatan (pribadi perawat)
Kegiatan pribadi perawat adalah kegiatan untak memenuhi keperluan
perawat, seperti, sholat, makan, minum, kebersihan diri, duduk di nurse
station, ganti pakaian dan ke toilet, dengan lokasi 15% dari total waktu kerja
setiap shift. Kegiatan lain perawat dan tidak produktif adalah kegiatan yang
tidak terkait dengan tugas dan tanggung jawab sebagai perawat, merupakan
kegiatan pribadi, misalnya: nonton TV, baca koran, mengobrol, telepon
urusan pribadi, pergi keluar ruangan/ pergi untuk keperluan pribadi atau
keluarga, datang terlambat dan pulang lebih awal dari jadwal.
Indikator produktivitas keperawatan, yaitu

1.

Biaya keperawatan, berupa persentase jumlah pendapatan perawat
berdasarkan jam yang digunakan untuk pelayanan keperawatan langsung.

2.

Turnover, yaitu jumlah posisi yang kosong perunit/ tiap bulan dibagi dengan
jumlah pekerja.

3.

Absen, yaitu persentase waktu perawat yang digunakan untuk absen.

4.

Biaya orientasi, persentase waktu perawat yang digunakan untuk orientasi.

Universitas Sumatera Utara

25

5.

Biaya pendidikan, persentase waktu perawat yang digunakan untuk
melanjutkan pendidikan (Hall, 2003).
2.1.5 Meningkatkan Produktivitas
Ranftl dalam Timpe (2000), menyatakan ada tujuh kunci untuk mencapai

produktivitas dan kreatifitas yang tinggi yaitu:
1.

Keahlian, manajemen yang bertanggung jawab;

2.

Kepemimpinan yang luar biasa; dari semua faktor, kepemimpinan
manajerial memiliki pengaruh terbesar dalam produktivitas;

3.

Kesederhanaan organisasional dan operasional; susunan organisasi harus
diusahakan agar sederhana, luwes dan dapat disesuaikan dengan perubahan;

4.

Kepegawaian yang efektif;

5.

Tugas yang menantang;

6.

Perencanaan dan pengendalian tujuan;

7.

Pelatihan manajerial khusus.
2.1.6 Memperbaiki Produktivitas Keperawatan
Produktivitas keperawatan meningkat hasilnya dengan menambahkan

laporan pengetahuan dan keterampilan kedalam teori manajemen keperawatan.
Profesional dapat menentukan nilai produktivitasnya sendiri. Profesional dapat
melakukan secara mandiri untuk mengembangkan sikap inovatif dan penggunaan
teknologi, meningkatkan penampilan dengan tanggung jawab untuk kegiatan yang
konstruktif dan menindaklanjuti, bertindak sesuai dengan standar praktik,
memperhatikan/ mengikuti hal-hal terbaru, dan mau menerima saran/kritik dari
masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

26

Pengusaha harus keluaran keperawatan secara objektif dan membayarnya
dalam bentuk gaji, bonus, dan promosi. Terdapat beberapa kemajuan dalam
keperawatan dalam bentuk standar praktek, jenjang klinis, dan model-model
sejawat. Hal ini membutuhkan dukungan selama ditempat kerja dengan
menghormati martabat individu perawat, mendorong untuk tanggung jawab
mencapai tujuan profesi dan mendukung seutuhnya terhadap penilaian profesional
perawat (Swansburg, 2000)
2.2

Kualitas Kehidupan Kerja (Quality of Work Life)
2.2.1 Pengertian Kualitas Kehidupan Kerja
Pengertian kualitas kehidupan kerja menurut Ivancevich (2001) adalah

konsep yang agak umum yang berhubungan dengan beberapa aspek dari
pengalaman kerja yang meliputi beberapa faktor antara lain: manajemen, gaya
pengawasan, kebebasan dan otonomi untuk membuat keputusan terhadap
pekerjaan, pemuasan kebutuhan psikis terhadap lingkungan sekitar, keamanan
kerja, kepuasan jam kerja dan tugas penting. Dessler (2002) mengatakan bahwa
kualitas kehidupan kerja merupakan suatu keadaan dimana para pegawai dapat
memenuhi kebutuhan mereka yang penting dengan bekerja dalam organisasi.
Menurut Robbins (2002) kualitas kehidupan kerja menggambarkan suatu
proses bagaimana suatu organisasi merespon kebutuhan karyawan dengan cara
mengembangkan mekanisme sedemikian rupa sehingga para karyawan tersebut
memiliki kesempatan membuat keputusan untuk merancang kehidupannya di
dalam lingkup pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

27

Cascio

(2003)

menyatakan

bahwa

terdapat

dua

cara

dalam

menjelaskan kualitas kehidupan kerja yaitu: Pertama, kualitas kehidupan
kerja dipandang sebagai sekumpulan persepsi karyawan mengenai rasa aman
dalam bekerja, kepuasan kerja, dan kondisi untuk dapat tumbuh dan
berkembang sebagai manusia. Kedua, kualitas kehidupan kerja dipandang
sebagai sekumpulan sasaran yang ingin dicapai melalui kebijakan organisasi
seperti:

kondisi

kerja

yang

aman,

keterlibatan

kerja,

kebijakan

pengembangan karir, kompensasi yang adil dan lain-lain.
Kualitas Kehidupan Kerja (QWL) didefinisikan sejauhmana seorang
karyawan puas dengan pribadi dan kebutuhan dalam bekerja melalui partisipasi di
tempat kerja dalam mencapai tujuan organisasi. QWL ditemukan dapat
mempengaruhi komitmen dan produktivitas pekerja dalam organisasi perawatan
kesehatan (Almalki, 2012).
Kualitas Kehidupan Kerja Keperawatan (Quality of Nursing Work Life
QNWL) adalah membangun hubungan teoritis dengan Kualitas Kehidupan Kerja
(QWL), yang lebih ekstensif dipelajari dan divalidasi sebagai alat untuk lebih
memahami dan memberi efek produktivitas dan pemenuhan profesional. Kualitas
kehidupan kerja perawat merupakan sejauh mana perawat merasa puas mengenai
kebutuhan pribadi mereka

(pertumbuhan,

kesempatan,

keamanan)

serta

persyaratan organisasi (peningkatan produktivitas, penurunan turnover) melalui
pengalaman mereka dalam organisasi tempat kerja mereka untuk mencapai tujuan
organisasi (Brooks & Anderson, 2005).

Universitas Sumatera Utara

28

2.2.2 Pentingnya Kualitas Kehidupan Kerja
Konsep dari kepuasan individu dinyatakan dalam quality of work life
(QWL). Konsep QWL mengungkapkan pentingnya penghargaan terhadap
manusia dalam lingkungan kerjanya. Peran penting dari QWL adalah mengubah
iklim kerja agar organisasi secara teknis dan manusiawi membawa kepada QWL
yang lebih baik (Luthan, 1995).
Keuntungan

yang

didapat

organisasi

yang

lingkungannya

menyelenggarakan QWL secara efektif, yaitu karyawan akan memiliki perasaan
memiliki (sense of belonging), perasaan ikut bertanggungjawab (sense of
responsibility) dan kesediaan berpartisipasi (sense of participation) yang tinggi
terhadap kegiatan organisasi, dan bahkan pada keseluruhan organisasinya. Dalam
pengertian yang lebih sederhana, QWL yang diselenggarakan secara efektif akan
menciptakan dan mengembangkan loyalitas dan dedikasi yang tinggi pada
organisasi dan bahkan pada para pemimpin (manajer).
Untuk itulah perlu diselenggarakan kegiatan pengembangan organisasi
melalui kegiatan memperbaiki dan meningkatkan pelaksanaan kualitas kehidupan
kerja, sebagai upaya pimpinan dalam mewujudkan efektivitas organisasi.
Keberhasilan organisasi dalam pelaksanaan QWL akan berdampak meningkatkan
motivasi kerja anggota organisasi, dan secara terus menerus akan bermanfaat
dalam memperbaiki dan meningkatkan prestasi kerjanya (Tjahyanti, 2013).
2.2.3 Tujuan Kualitas Kehidupan Kerja
Kualitas kehidupan kerja merupakan upaya untuk mencapai kinerja yang
unggul, produktivitas yang tinggi dan upaya untuk mencapai kepuasan diri dan

Universitas Sumatera Utara

29

lingkungan kerja yang optimal (Arifin, 1999). Untuk mempertahankan dan
meningkatkan kualitas kehidupan kerja yang dialami oleh perawat professional
mengharuskan perawat lebih terampil dan produktif dalam pekerjaan mereka.
Kualitas kehidupan kerja perawat dirumah sakit yang sangat rendah akan
mengakibatkan tingginya ketidakhadiran perawat dan turnover. Namun dengan
meningkatnya kualitas kehidupan kerja, kinerja staff meningkat, stress berkurang,
absensi menurun dan turnover juga akan menurun (Hall, 2003)
Menurut Arnold dan Feldman (1986) kualitas kehidupan kerja bertujuan
untuk menciptakan kondisi organisasi yang dapat memelihara pembelajaran dan
perkembangan individu yang membantu individu dengan substansi yang
mempengaruhi dan mengontrol individu tentang apa yang dapat mereka lakukan
dan bagaimana melakukannya, dan membantu individu dan melakukan pekerjaan
yang berarti dalam pelayanannya sebagai sumber pelayanan sehingga memperoleh
penghargaan dalam pekerjaannya.
2.2.4 Komponen Kualitas Kehidupan Kerja
Cascio (2003) menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja terdiri dari
communication, conflict resolution, career development, employee participation,
pride, equitable compensation, a sale environment, job security, wellness. Hal ini
dapat dilihat pada gambar berikut:

Universitas Sumatera Utara

30

Gambar 2.1 Komponen Kualitas Kehidupan Kerja
Menurut Cascio (2003) Peranan organisasi untuk memperbaiki kualitas
kehidupan kerja (Quality of Work Life) merupakan usaha untuk memenuhi
kebutuhan karyawan baik fisik maupun psikologis yang terdiri dari beberapa
komponen, diantaranya :
1.

Kompensasi yang seimbang (equitable compensation)
Gaji yang diterima individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji
yang diterima umum, cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak
dan mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang lain
dalam posisi yang sama (Robbins, 2002). Menurut Cascio (2003), kompensasi
atau sistem upah adalah cara menghargai jasa yang telah diberikan anggota
pada organisasi. Penghargaan itu dapat berbentuk kompensasi langsung atau
upah tetap berupa uang yang diberikan berdasarkan tenggang waktu tertentu,
misalnya perbulan, perminggu, perhari atau perjam. Disamping itu terdapat
juga kompensasi tidak langsung, berupa tunjangan, insentif, biaya pengobatan,

Universitas Sumatera Utara

31

uang lembur, uang makan, asuransi, bonus dll. Sistem reward dalam suatu
organisasi termasuk pada imbalan yang diberikan kepada karyawan
memungkinkan mereka untuk memuaskan berbagai kebutuhannya sesuai
dengan standar hidup karyawan yang bersangkutan dan sesuai dengan standar
pengupahan dan penggajian yang berlaku di pasaran kerja. Sistem imbalan ini
mencakup gaji, tunjangan, bonusā€bonus dan berbagai fasilitas lain sebagai
imbalan jerih payah karyawan dalam bekerja.
Sistem gaji berbasis kemampuan memberikan imbalan kepada karyawan
atas kemampuan kerja dan kompetensi yang mereka tunjukkan. Dalam jenis
sistem penggajian ini, jabatan karyawan tidak mencerminkan kategori gajinya
tetapi kemampuannya. Banyak organisasi menggunakan sistem gaji variabel
(variable pay), dimana kompensasi individu bergantung pada kinerjanya,
sebanyak 90% organisasi di AS menggunakan rancangan gaji variabel ini,
demikian juga dengan 81% organisasi di Kanada dan Taiwan. Gaji variabel
belum begitu marak diterapkan di Eropa tetapi terus berkembang (Robbin,
2010).
Ketidakjelasan standar upah, secara umum akan mempengaruhi kualitas
kehidupan kerja dan kualitas hidup. Tanpa upah yang mencukupi akan sulit
untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa aman, untuk mencapai harga
diri, pertubuhan dan aktualisasi diri. Kesetaraan dan keadilan dalam upah
merupakan penentu yang penting terhadap motivasi dan kepuasan kerja.
Karyawan yang diperlakukan secara tidak adil bisa berhubungan dengan
pekerjaan dan rendahnya kualitas kehidupan kerja mereka (Idrus, 2006). Hasil

Universitas Sumatera Utara

32

penelitian Moradi (2014) menunjukkan bahwa gaji tidak mempengaruhi
kualitas kehidupan kerja perawat di Rumah Sakit Kashans.
2.

Komunikasi (communication)
Komunikasi adalah perpindahan dan pemahaman makna. Komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi antara dua orang atau lebih. Komunikasi
organisasi adalah semua pola, jaringan, dan sistem dari komunikasi dalam
sebuah organisasi. Kedua jenis komunikasi tersebut penting bagi para manajer
(Robbins, 2010). Berdasarkan hasil penelitian Swansburg (1990), bahwa lebih
dari 80% waktu digunakan manajer untuk berkomunikasi, 16% untuk
membaca, dan 9% untuk menulis. Pengembangan keterampilan dalam
komunikasi merupakan kiat sukses bagi seorang manajer keperawatan
(Nursalam, 2014).
Komunikasi secara terbuka baik melalui manajemen langsung maupun
melalui serikat pekerja, pertemuan grup (Cascio, 2003). Individu tidak
dilayani dengan sikap curiga, mengutamakan konsep egalitarianism, adanya
mobilitas untuk bergerak ke atas, merasa bagian dari suatu tim, mendapat
dukungan dari kelompok-kelompok primer dan terdapat rasa hubungan
kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan (Robbins, 2002). Dalam
suatu penelitian oleh Pincus (1986), komunikasi para perawat dengan
pengawas tingkat menengah dan dengan eksekutif tingkat atas memiliki
pengaruh yang kuat dalam kepuasan kerja mereka dan pengaruh yang lemah
dalam produktifitas perawat (Gillies, 1994).

Universitas Sumatera Utara

33

3.

Keselamatan lingkungan kerja (save environment)
Contohnya perusahaan membentuk komite keselamatan, tim gawat
darurat, dan program keselamatan (Cascio, 2003). Lingkungan kerja, artinya
tersedianya lingkungan kerja yang kondusif, termasuk didalamnya penetapan
jam kerja, peraturan yang berlaku, kepemimpinan serta lingkungan fisik.
Lingkungan ini sangat penting terutama bagi keselamatan dan kenyamanan
karyawan dalam menjalankan tugasnya (Cascio, 1992 dalam Arifin, 2012).
Individu tidak ditempatkan kepada keadaan yang dapat membahayakan fisik
dan kesehatan mereka, waktu kerja mereka juga sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan. Begitu juga umur adalah sesuai dengan tugas yang
dipertanggungjawabkan kepada mereka (Robbins, 2002).

4.

Penyelesaian konflik (conflict resolution)
Konflik secara umum didefenisikan sebagai perselisihan internal atau
eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai, atau perasaan antara dua
orang atau lebih. Penelitian oleh American Management Association
menemukan bahwa manajer keperawatan sekarang menghabiskan rata-rata
20% waktunya untuk mengatasi konflik (Marquis & Huston, 2010).
Pertentangan

(konflik)

merupakan

suatu

pertentangan

diantara

kesempatan-kesempatan yang mendukung atau menentang. Manajer perawat
secara rutin terlibat dalam pertentangan

melalui peranan pimpinan,

koordinator, penengahnya yang berhubungan dengan para karyawan kesehatan
yang lain. Ketika disusun secara efektif, pertentangan dapat memandu kearah
keputusan-keputusan kelompok yang berkualitas tinggi, ketika mengatasinya

Universitas Sumatera Utara

34

dengan cara yang tidak efektif, pertentangan dapat memberikan moral kepada
karyawan,

menyeimbangkan

penampilan

kerja,

dan

memperendah

produktifitas karyawan (Gillies, 1994).
Penelitian yang dilakukan oleh Thomas dan Kilmann dalam Gillies (1994)
untuk menentukan apakah suatu perilaku yang lebih disukai seseorang dalam
situasi pertentangan/konflik merupakan akomodasi, penghindaran diri,
kolaborasi, persaingan, atau perjanjian, untuk meneliti staf perawat dan
manajer dalam 20 RS West Coast, penghindaran diri merupakan gaya
pertentangan manajemen yang paling sering digunakan. Menurut Cascio
(2003), penyelesaian konflik dapat dilakukan melalui manajemen membuka
jalur formal untuk menyampaikan keluhan atau permasalahan.
5.

Keterlibatan karyawan (employee involvement)
Karyawan diberi otonomi, kerja yang mereka lakukan memerlukan
berbagai kemahiran, selain itu karyawan diberi tujuan dan perspektif yang
diperlukan tentang tugas yang akan karyawan lakukan. Karyawan diberikan
kebebasan bertindak dalam menjalankan tugas yang diberikan dan juga
karyawan terlibat dalam membuat perencanaan (Robbins, 2002). Cascio
(2003), partisipasi karyawan dapat dilakukan dengan dengan membentuk tim
peningkatan kualitas, membentuk tim keterlibatan karyawan, dan mengadakan
pertemuan partisipasi karyawan.
Ada beragam manfaat dari memiliki karyawan yang partisipatif. Pertama,
karyawan yang tinggi partisipasinya 2,5 kali lebih besar kemungkinannya
untuk menjadi karyawan berkinerja terbaik daripada rekannya yang kurang

Universitas Sumatera Utara

35

partisipasif.

Selain

itu,

perusahaan dengan

karyawan

yang

tingkat

partisipasinya tinggi memiliki tingkat retensi yang tinggi, sehingga biaya
rekrutmen dan pelatihan tetap rendah. Dan kedua dampak ini, kinerja yang
lebih tinggi dan biaya yang lebih rendah, berkontribusi terhadap kinerja
finansial yang unggul (Robbin, 2010). Hasil penelitian Anggoro (2006)
menunjukkan bahwa adanya hubungan antara keterlibatan perawat dengan
produktivitas kerja perawat di ruang rawat inap RSU FK UKI.
6.

Fasilitas yang tersedia (wellness)
Menurut Cascio (2003), fasilitas yang tersedia berupa kegiatan dengan
mengadakan,

meningkatkan

dan

memperbaiki

dana

kesehatan

atau

penggantian biaya pengobatan dan perawatan pada dokter atau rumah sakit,
program kesegaran jasmani, program rekreasi, program konseling gangguan
psikis. Dilingkungan organisasi berskala menengah atau besar, bahkan dapat
dilakukan dengan mendirikan dan menyelenggarakan poliklinik mata,
perawatan gigi, atau bahkan mungkin juga dengan mendirikan dan
menyelenggarakan sebuah rumah sakit. Hasil penelitian Anggoro (2006)
komponen fasilitas yang tersedia mempunyai hubungan yang paling kuat
dengan produktivitas dibandingkan dengan kedua komponen lainnya (yaitu
komponen keterlibatan perawat, rasa bangga terhadap rumah sakit).
7.

Pengembangan karir (career development)
Rivai (2004), yang menyatakan bahwa pengembangan karir merupakan hal
yang penting dimana manajemen dapat meningkatkan produktivitas,
meningkatkan sikap karyawan terhadap pekerjaannya dan membangun

Universitas Sumatera Utara

36

kepuasan kerja yang lebih tinggi. Teori kebutuhan Maslow menurut Robbins
(2007), yang menyebutkan bahwa kebutuhan manusia dibedakan atas
kebutuhan order tinggi seperti kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan
kebutuhan aktualisasi diri. Pengembangan karir merupakan salah satu jalan
untuk membentuk aktualisasi diri dalam organisasi.
Pengembangan karir adalah perencanaan dan implementasi rencana karir
dan dapat dipandang sebagai proses hidup kritis yang melibatkan individu
dan pegawai. Rencana Karir adalah tentang eksplorasi, kesempatan, dan
perubahan. Pengembangan karir diselesaikan melalui pengkajian diri sendiri
dan lingkungan kerja, analisis kerja, pendidikan, pelatihan, pencarian kerja
dan akuisisi, serta pengalaman kerja diri sendiri (Marquis & Huston, 2010).
Contoh pengembangan karir dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan,
evaluasi kinerja dan promosi jabatan atau kenaikan pangkat (Cascio, 2003).
Hasil penelitian Anggoro (2006) menunjukkan bahwa adanya hubungan
antara pengembangan karir dengan produktivitas kerja perawat di ruang rawat
inap RSU FK UKI.
8.

Rasa bangga terhadap perusahaan (pride)
Kebanggaan pada organisasi pada dasarnya menggambarkan kepuasan
kerja, yang secara implisit didasari oleh berkembangnya perasaan ikut
memiliki (sense of belonging) dan perasaan ikut bertanggungjawab (sense of
responsibility) terhadap kemajuan dan perkembangan yang telah dicapai
organisasi dalam kehidupan bersama dengan masyarakat/lingkungan sekitar.
Kebanggaan terhadap organisasi seperti itu, dapat terjadi karena kehadirannya

Universitas Sumatera Utara

37

diterima, dihargai dan dibutuhkan oleh masyarakat dilingkungan sekitarnya.
Kegiatan untuk mengefektifkan organisasi berdasarkan kebanggaan itu, dapat
dilakukan melalui peningkatan kepedulian pada masalah sosial dengan ikut
bersama masyarakat mencari cara penyelesaiannya (Cascio, 2003). Penelitian
Anggoro (2006) rasa bangga terhadap perusahaan termasuk komponen yang
paling berpengaruh terhadap produktivitas.
9.

Rasa aman terhadap pekerjaan (job security)
Rasa aman terhadap pekerjaan contohnya yaitu program pensiun dan status
karyawan tetap (Cascio, 2003). Suatu pekerjaan dapat memberi sumbangan
dalam menetapkan dan mengembangkan kapasitas individu. Kemahiran dan
kapasitas individu itu dapat dikembangkan dan dipergunakan dengan
sepenuhnya, selanjutnya peningkatan peluang kenaikan pangkat dan promosi
dapat diperhatikan serta mendapatkan jaminan terhadap pendapatan (Robbins,
2002). Hasil penelitian Anggoro (2006) bahwa hubungan rasa aman terhadap
pekerjaan dengan produktivitas menunjukkan hubungan yang sedang.
Hasil penelitian Rahayu (2013) tentang gambaran kualitas kehidupan kerja

perawat di Rumah Sakit Daerah Balung Jember menunjukkan sebanyak 94,54%
reponden menyatakan baik terhadap partisipasi, sebanyak 96,36% responden
menyatakan baik terhadap pengembangan karir, sebanyak 81,82% responden
menyatakan baik terhadap penyelesaian masalah yang ada di rawat inap, sebanyak
80% responden menyatakan baik terhadap komunikasi di rawat inap, sebanyak
63,63% responden menyatakan baik terhadap fasilitas yang tersedia, sebanyak
50,91 % responden menyatakan buruk terhadap rasa aman dalam pekerjaan,

Universitas Sumatera Utara

38

sebanyak 60% responden menyatakan baik terhadap keselamatan lingkungan
kerja, sebanyak 52,73% responden menyatakan tidak bangga, dan sebanyak
81,82% responden menyatakan buruk terhadap kompensasi. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah responden yang memiliki persepsi baik terhadap komponen
kualitas kehidupan kerja antara lain partisipasi karyawan, pengembangan karir,
penyelesaian masalah,

komunikasi,

fasilitas

yang tersedia,

keselamatan

lingkungan kerja dan responden yang memiliki persepsi buruk terhadap
komponen kualitas kehidupan kerja antara lain rasa aman terhadap pekerjaan,
rasa bangga terhadap institusi, dan kompensasi yang seimbang.
Hasil penelitian Artha (2014) menunjukkan bahwa dari 79 responden,
mayoritas (78%) menyatakan kualitas kehidupan kerja perawat tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja perawat di Rumah Sakit Umum
Daerah Indrasari Rengat Kabupaten Indragiri Hulu Riau berada pada kategori
baik. Adapun hasil komponen kualitas kehidupan kerja perawat menunjukkan
bahwa keterlibatan karyawan berada pada kategori tinggi sebesar 79,7%,
Pengembangan karir sebesar 86,1%, Penyelesaian masalah sebesar 88,6%,
Komunikasi sebesar 91,1%, fasilitas yang didapat sebesar 72,2%, rasa aman
terhadap pekerjaan sebesar 100%, keselamatan lingkungan kerja sebesar 67,1%,
kompensasi yang seimbang sebesar 91,1%, rasa bangga terhadap institusi sebesar
93,7%.
Menurut Dessler (1984) kualitas kehidupan kerja berarti keadaan dimana
para pegawai dapat memenuhi kebutuhan mereka yang penting dengan bekerja
dalam organisasi, dan kemampuan untuk melakukan hal itu bergantung pada

Universitas Sumatera Utara

39

apakah terdapat adanya :
1.

Perlakuan yang fair, adil dan suportif terhadap para pegawai.

2.

Kesempatan bagi setiap pagawai untuk menggunakan kemampuan secara
penuh dan kesempatan untuk mewujudkan diri yaitu untuk menjadi orang
yang mereka rasa mampu mewujudkannya.

3.

Komunikasi terbuka dan saling mempercayai diantara semua pegawai.

4.

Kesempatan bagi semua pegawai untuk berperan secara aktif dalam
pengambilan keputusan-keputusan penting yang melibatkan pekerjaanpekerjaan mereka.

5.

Kompensasi yang cukup dan fair.

6.

Lingkungan yang aman dan sehat.

Delapan konsep utama QWL menurut Walton yaitu: 1) kompensasi yang
adil dan adekuat 2) Kondisi kerja yang sehat dan aman 3) Kesempatan langsung
untuk menggunakan dan mengembangkan kapasitas manusia 4) Kesempatan
untuk melanjutkan pertumbuhan dan keamanan 5) Integrasi sosial dalam
organisasi kerja 6) Konstitusionalisme 7) Pekerjaan dan jumlah ruang hidup 8)
Relevansi sosial kehidupan kerja (Horst et al., 2014).

Universitas Sumatera Utara

40

Gambar 2.2 Delapan dimensi konstruksi QWL Walton

Menurut Nayeri (2011) Perawat merupakan salah satu di antara karyawan
yang hidupnya dipengaruhi oleh kualitas kehidupan kerja (QWL) sebagai
konsekuensi dari perubahan dinamis dalam lingkungan kerja. Beban kerja yang
berlebihan dan kondisi kerja yang buruk adalah isu-isu dalam keperawatan.
Penilaian QWL merupakan upaya penting dan dasar untuk menangani masalah
ini. Selain itu, produktivitas staf adalah tujuan dari organisasi. Jika hubungan
antara QWL dan produktivitas menjadi jelas, manajer dapat memberikan kondisi
untuk mempromosikan QWL bagi personil untuk menjadi produktif. Nayeri
melakukan penelitian tentang kualitas kehidupan kerja dan produktivitas sejumlah
perawat di Iran, ada 5 point dalam mengevaluasi QWL perawat diantaranya yaitu;
1) kondisi kerja 2) promosi pekerjaan 3) imbalan gaji dan reward 4) otonomi 5)
dukungan manajemen-hubungan personal. Komponen produktivitas terdiri dari 4
dimensi, yaitu : 1) efektif 2) efisien 3) komitmen 4) kehadiran bagi pasien.

Universitas Sumatera Utara

41

2.3

Landasan Teori
Kualitas kehidupan kerja merupakan faktor organisasi yang semakin

penting dalam fasilitas pelayanan kesehatan (Barzegar, 2012). Perawat merupakan
salah satu di antara karyawan yang hidupnya dipengaruhi oleh kualitas kehidupan
kerja (QWL) sebagai konsekuensi dari perubahan dinamis dalam lingkungan kerja
(Nayeri, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Nayeri (2011) menunjukkan bahwa
hubungan signifikan antara dan kualitas kehidupan kerja (QWL) perawat dengan
produktifitas, terdapat 5 point dalam mengevaluasi QWL perawat diantaranya
yaitu; 1) kondisi kerja 2) promosi pekerjaan 3) imbalan gaji dan reward 4)
otonomi 5) dukungan manajemen-hubungan personal.
Delapan konsep utama QWL menurut Walton (1980) dalam Horst et al,
(2014) yaitu: 1) kompensasi yang adil dan adekuat 2) Kondisi kerja yang sehat
dan aman 3) Kesempatan langsung untuk menggunakan dan mengembangkan
kapasitas manusia 4) Kesempatan untuk melanjutkan pertumbuhan dan keamanan
5) Integrasi sosial dalam organisasi kerja 6) Konstitusionalisme 7) Pekerjaan dan
jumlah ruang hidup 8) Relevansi sosial kehidupan kerja.
Cascio (2003) menguraikan sembilan komponen penting dalam kualitas
kehidupan kerja yaitu: (1) keterlibatan karyawan, (2) kompensasi yang seimbang,
(3) rasa aman terhadap pekerjaan, (4) keselamatan lingkungan kerja, (5) rasa
bangga terhadap institusi, (6) pengembangan karir, (7) fasilitas yang tersedia, (8)
penyelesaian masalah, dan (9) komunikasi, sedangkan Dessler (1984) menyatakan
komponen kualitas kehidupan kerja adalah: (1) perlakuan yang fair, adil, dan

Universitas Sumatera Utara

42

suportif terhadap para pegawai, (2) kesempatan bagi tiap pegawai untuk
menggunakan kemampuan secara penuh, (3) kesempatan untuk mewujudkan diri,
(4) kesempatan untuk berperan secara aktif dalam pengambilan keputusankeputusan penting yang melibatkan pekerjaan mereka.
Menurut Hersey dan Goldsmith (1980) produktivitas sumber daya manusia
terdiri dimensi: 1) kemampuan (ability), 2) kejelasan (clarity), 3) bantuan (help),
4) insentif (insentive), 5) evaluasi (evaluation), 6) lingkungan (enviroment), dan
7) validitas (validity). Model ini disebut ACHIEVE models. Adapun yang dinilai
dari produktivitas kerja perawat berdasarkan konsep Curtin (1984) dalam Cherry
(1990) dimana komponen produktivitas terdiri dari yaitu : efektifitas dan efisiensi.
Menurut Nayeri (2011) komponen produktivitas terdiri dari 4 dimensi, yaitu : 1)
efektif 2) efisien 3) komitmen 4) kehadiran bagi pasien. Swansburg (1999)
produktivitas dapat diukur dengan menghitung jumlah jam kerja perawat pada
pasien perhari (NHPPD).
Berdasarkan uraian teoritis mengenai kualitas kehidupan kerja, dan
hubungannya dengan produktivitas kerja perawat serta penelitian terdahulu yang
mendasari penelitian ini, maka kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

43

Kualitas kehidupan kerja
Nayeri (2011):
1. Kondisi kerja
2. Promosi pekerjaan
3. Imbalan
gaji dan reward
2.4 As
4. Otonomi
5. Dukungan manajemen-hubungan personal.
Cascio (2003):
1. Kompensasi yang seimbang
2. Komunikasi
3. Keselamatan lingkungan kerja
2.5
4. Penyelesaian konflik
5. Keterlibatan karyawan
2.6
6. Fasilitas
yang tersedia
7. Pengembangan karir
2.7 bangga
As terhadap perusahaan
8. Rasa
9. Rasa aman terhadap pekerjaan.
Walton
2.8 dalam
As Horst (2014):
1. Kompensasi yang adil dan adekuat
2. Kondisi
2.9 Asdan lingkungan pekerjaan yang
aman dan sehat
3. Kesempatan untuk menggunakan dan
mengembangkan kemampuan
4. Kesempatan
untuk
melanjutkan
pertumbuhan dan keamanan
5. Integrasi sosial dalam lingkungan kerja
6. Konstitusionalisme
7. Pekerjaan dan jumlah ruang hidup
8. Relevansi sosial kehidupan kekaryaan
Dessler (1984):
1. Perlakuan yang fair, adil, dan suportif
terhadap para pegawai.
2. Kesempatan bagi tiap pegawai untuk
menggunakan kemampuan secara penuh.
3. Kesempatan untuk mewujudkan diri.
4. Kesempatan untuk berperan secara aktif
dalam pengambilan keputusan-keputusan
penting yang melibatkan pekerjaan mereka.

Produktivitas Kerja
Hersey dan Goldsmith (1980)
1. Kemampuan (ability)
2. Kejelasan (clarity)
3. Bantuan (help)
4. Insentif (incentive)
5. Evaluasi (evaluation)
6. Lingkungan
(environment)
7. Validitas (validity)
Curtin (1984) dalam Cherry
(1990)
1. Efektivitas
2. Efisiensi
Nayeri (2011)
1. Efektif
2. Efisien
3. Komitmen
4. Kehadiran bagi pasien
Swansburg (1999)
Jam kerja perawat pada pasien
perhari (NHPPD)

Skema 2.1. Kerangka Teori Penelitian

Universitas Sumatera Utara

44

2.4 Kerangka Konsep
Berdasarkan teori yang telah diuraikan dalam tinjauan pustaka di atas,
bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi produktivitas, namun tidak semua
hal tersebut diteliti, oleh karena menyesuaikan dengan kondisi RSUD Pasaman
Barat. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang diamati atau diukur melalui penelitian yang dilakukan.
Peneliti merangkum hal-hal penting yang menjadi kerangka konsep dalam
penelitian ini. Landasan konseptual yang dijadikan referensi untuk mengungkap
variabel ini adalah berdasarkan teori Cascio (2003), alasannya yaitu banyak
digunakan untuk melihat kualitas kehidupan kerja bagi perawat, diambil sembilan
komponen dari kualitas kehidupan kerja yaitu : kompensasi, pengembangan karir,
lingkungan keselamatan kerja, komunikasi, keterlibatan perawat, penyelesaian
masalah, fasilitas yang tersedia, rasa bangga terhadap institusi dan rasa aman
terhadap pekerjaan. Adapun yang dinilai dari produktivitas kerja perawat
berdasarkan NHPPD, maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

45

Karekteristik perawat, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

Umur
Jenis kelamin
Status perkawinan
Tingkat pendidikan
Lama kerja

Kualitas kehidupan kerja:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kompensasi yang seimbang
Komunikasi
Keselamatan lingkungan kerja
Penyelesaian konflik
Keterlibatan perawat
Fasilitas yang tersedia
Pengembangan karir
Rasa bangga terhadap rumah
Keterangan
sakit :
9. Rasa aman terhadap p