ANALISA DESKRIPTIF TERHADAP KELENGKAPAN .

MEDIA MASSA

Laporan Penelitian

Peneliti Momon Sudarma NIP. 150.346.528 MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 KOTA BANDUNG 2007

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Analisa Deskripsi Terhadap Kelengkapan Komponen Peta Dalam

Peta yang Dipublikasikan Media Massa

Waktu Penelitian

: Juli - Agustus 2007

Biaya Penelitian

: Pribadi

Peneliti

: Momon Sudarma

NIP

Gol/Pangkat

: III-a / Penata Muda

Lokasi Kerja : MAN 2 Kota Bandung Instansi

: Departemen Agama Kota Bandung

Dinyatakan : Sah dan telah dilaporkan kepada pihak Sekolah pada tanggal ditandatanganinya laporan penelitian ini.

Bandung, September 2007

Mengetahui, Kepala MAN 2 Kota Bandung

Drs. Wawan Sofyan NIP. 150.251.533

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Peta merupakan alat bantu utama dalam mendukung kelancaran proses belajar mengajar. Kehadiran peta atau atlas dalam PBM Geografi selain menjadi ciri utama pembelajaran juga memberikan bantuan dalam mendukung pemahaman mengenai berbagai konsep, analisa dan fakta geografi. Oleh karena itu, menghadirkan peta dalam proses belajar mengajar menjadi sesuatu hal yang penting.

Seiring dengan perkembangan zaman dan maraknya media massa, ternyata peta pun dijadikan alat bantu kalangan media massa untuk menjelaskan peristiwa atau pemberitaan yang akan disampaikan kepada masyarakat (publik). Baik media massa nasional maupun lokal, telah menggunakan peta sebagai alat bantu penjelasan dan penegasan mengenai peta. Hal ini dapat ditunjukkan dalam beberapa jenis media massa yang ada di masyarakat, seperti Kompas, Pikiran Rakyat, Galamedia, Tribun Jabar dan Koran Sindo.

Melihat maraknya penggunaan peta oleh media massa ini, penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai keakurasian dan kelengkapan komponen peta yang digunakan oleh kalangan Melihat maraknya penggunaan peta oleh media massa ini, penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai keakurasian dan kelengkapan komponen peta yang digunakan oleh kalangan

Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengetahui keakurasian dan kelengkapan komponen peta dalam peta yang dipublikasikan media massa kepada masyarakat. Dengan harapan, melalui penelitian ini dapat ditemukan beberapa karakter dasar peta yang ada di media massa.

Tuntasnya penulisan laporan penelitian ini, penulis sadari mendapat bantuan dari berbagai pihak, khususnya kalangan siswa-siswi kelas XII MAN 2 Kota Bandung yang turut berpartisipasi dalam mendata dan mengumpulkan sebaran peta yang ada di media massa. Atas bantuan dan partisipasinya penulis mengucapkan banyak terima kasih. Dan kepada pihak Perpustakaan MAN 2 Kota Bandung penulis pun memberikan apresiasi yang tinggi atas izin dan kesempatan kepada penulis untuk menggunakan beberapa referensi yang tersedia di perpustakaan.

Rekan-rekan seprofesi di MAN 2 Kota Bandung sudah tentu merupakan kekayaan sumberdaya intelectual (intellectual capital) yang tidak ternilai harganya, dan yang memberikan Rekan-rekan seprofesi di MAN 2 Kota Bandung sudah tentu merupakan kekayaan sumberdaya intelectual (intellectual capital) yang tidak ternilai harganya, dan yang memberikan

Yang terhormat, Kepala Madrasah dan Tim Manajemen Madrasah, penulis mengucapkan tarima kasih atas berbagai kesempatan yang diberikan penulis untuk relajar dan mengasah pemahaman dan keterampilan edukatif di lembaga ini. Semua sarana belajar dan kesempatan belajar tersebut merupakan momen indah dalam meningkatkan keterampilan edukatif yang penulis miliki selama ini.

Akhirnya, semoga sumbangsih pemikiran ini dapat bermanfaat dan berguna bagi generasi muda atau siapapun yang mau belajar hidup di muka bumi ini. Kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini, penulis berdoa semoga Allah Swt memberikan balasan yang layak menurut perhitungan-Nya. Amin.

Terima kasih.

Bandung, September 2007 Peneliti,

Momon Sudarma

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ii Kata Pengantar

iii Daftar Isi

iv Daftar Tabel BAB I

Pendahuluan

1.1 Rasionalisasi

1.2 Maksud dan Tujuan

1.3 Kegunaan Penelitian BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

TINJAUAN

PUSTAKA,

2.1 Tinjauan Pustaka

2.2 Desain Penelitian

2.3 Hipotesis Kerja BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Deskripsi Sumber Penelitian

3.2 Data Yang Terkumpul

3.3 Kenampakkan Jenis Peta

3.4 Kenampakkan Komponen Peta

3.5 Analisa Kelengkapan Komponen Peta

3.6 Keunikan Kenampakan Peta di media

BAB IV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Kesimpulan

4.2 Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA BIODATA PENELITI

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 2.1 : Perbandingan Pendapat Mengenai Jumlah Komponen Peta Tabel 2.2 : Data Komponen Peta di Media Massa Gambar 2.1 : Alur Riset Penampakkan Peta di Media Massa

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Rasionalisasi Peta merupakan salah satu alat bantu pembelajaran, khususnya pelajaran geografi. Bagi guru geografi atau siswa yang sedang belajar geografi, kehadiran peta merupakan sesuatu hal yang tidak bisa dihindarkan. Bahkan, dengan alasan seperti ini pulalah banyak kalangan menyebutkan bahwa salah satu keunikan dan ciri khas geografi itu yaitu senantiasa ada peta dalam setiap pembahasannya. Ciri unik seperti ini, merupakan satu konsekuensi logis dari karakter ilmu geografi yang berusaha untuk mengembangkan model analisa interrelasi dalam konteks keruangan. Sehingga satu fenomena sosial ataupun fenomena fisik bumi harus dilihat dari sudut pandang keruangannya.

Dalam konteks proses belajar mengajar, peta merupakan media belajar sekaligus alat bantu pembelajaran yang berfungsi untuk mendukung penjelasan informasi yang akan disampaikan kepada peserta didik. Dengan adanya peta sejumlah informasi bumi akan dapat dengan mudah dan efektif disampaikan kepada peserta didik.

Pada sisi lain, seorang guru atau para peserta didik tidak selamanya bisa dihadirkan dalam ruang kelas. Masih banyak sekolah yang merasakana kekurangan fasilitas belajar yang berupa peta. Lebih jauhnya lagi, yaitu masih banyak sekolah yang kekurangan peta yang layak untuk digunakan sebagai sumber belajar. Artinya, ada sekolah yang memiliki peta baik Indonesia maupun peta dunia, namun keadaan sudah memprihatinkan. Karena sering banyak digunakan atau mungkin kurang mendapat perawatan yang baik, sehingga banyak peta yang sudah Pada sisi lain, seorang guru atau para peserta didik tidak selamanya bisa dihadirkan dalam ruang kelas. Masih banyak sekolah yang merasakana kekurangan fasilitas belajar yang berupa peta. Lebih jauhnya lagi, yaitu masih banyak sekolah yang kekurangan peta yang layak untuk digunakan sebagai sumber belajar. Artinya, ada sekolah yang memiliki peta baik Indonesia maupun peta dunia, namun keadaan sudah memprihatinkan. Karena sering banyak digunakan atau mungkin kurang mendapat perawatan yang baik, sehingga banyak peta yang sudah

Dalam konteks seperti ini, upaya kreatif para guru untuk memanfaatkan sumber belajar lain, menjadi sangat penting. Guru atau pihak manajemen sekolah dituntut untuk memiliki kreativitas yang unggul dalam memanfaatkan sumberdaya lingkungan untuk dijadikan sebagai sumber belajar mengajar bagi anak didiknya di sekolah. Termasuk dalam masalah penyediaan peta geografi.

Bila seorang guru terjebak pada sikap menanti datantnya bantuan alat dan media belajar peta geografi dari Pemerintah, mungkin membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Oleh karena itu, perlu ada upaya kreatif dan aktif dari para guru dan manajemen sekolah dalam memanfaatkan sumberdaya lingkungan sebagai bagian dari upaya mendukung lancarnya proses belajar mengajar.

Salah satu sumberdaya lingkungan yang bisa digunakan untuk sumber belajar yaitu media massa. Semenjak lahirnya gerakan reformasi di Indonesia, banyak diterbitkan media massa, baik yang berskala lokal maupun nasional.

Hal yang cukup unik, kalangan pers atau jurnalis ini, menggunakan peta sebagai bagian dari ’menu’ pemberitaan yang disampaikan kepada masyarakat. Bahkan, Harian Umum Kompas dalam memberitakan mengenai ”Kilasan Kawat Sedunia” senantiasa menyertakan peta dasar Dunia. Dari peta dasar Dunia itu, Kompas mendeskripsikan lokasi kejadian yang akan diberitakan dalam beritakan dalam ”Kilasan Kawat Sedunia” tersebut.

Kehadiran peta di media massa ini, satu sisi merupakan satu keuntungan besar dan peluang besar bagi dunia pendidikan, khususnya kalangan geografi. Karena dengan adanya peta di media massa ini, para guru geografi dapat menggunakannya sebagai salah satu sumber belajar geografi. Pada sisi yang lain, ternyata peta-peta yang dipublikasikan media massa itu tidak memiliki standar yang sama mengenai sebuah peta.

Khusus bila dilihat dari komponen peta yang harus ada dalam sebuah peta, ternyata tidak semua media massa mempublikasikan peta dengan menyertakan komponen peta secara lengkap. Bila ada sebuah peta yang tidak menyertakan komponen peta secara lengkap, tidak mustahil dapat menyebabkan salahpenafsiran (misinterpretation) terhadap peta tersebut. Bagi mereka yang baru belajar geografi atau kurang terbiasa dengan peta, maka peta yang komponen petanya tidak lengkap dapat menyebabkan kesulitan dalam mengartikan peta tersebut. Dengan kata lain, alih-alih dapat memudahkan penyampaian informasi, peta yang tidak menyertakan komponen peta yang lengkap dapat memberikan informasi yang keliru kepada para pembacanya.

Seiring dengan hal ini dan berlandaskan pada pemikiran seperti itu, kajian ini akan melakukan ”Analisa Deskripsi Terhadap Kelengkapan Komponen Peta Dalam Peta yang Dipublikasikan Media Massa”.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari riset ini yaitu untuk menganalisis kelengkapan komponen peta pada peta yang dipublikasikan media massa. Pentingnya analisa deskripsi ini seiring dengan peran media Maksud dari riset ini yaitu untuk menganalisis kelengkapan komponen peta pada peta yang dipublikasikan media massa. Pentingnya analisa deskripsi ini seiring dengan peran media

Dengan memperhatikan maksud penelitian tersebut, dapat dikemukakan tujuan penelitian yang dapat diraih dari hasil penelitian ini ::

a. Mendapatkan penjelasan (deskripsi) variasi jenis peta yang digunakan pelaku media dalam memanfaatkan peta sebagai bagian dari berita media massa.

b. Mendapatkan hasil analisa dan deskripsi kritis mengenai komponen atau unsur-unsur peta pada peta yang digunakan media cetak.

c. Menemukan unsur/komponen tambahan yang digunakan media dalam mengoptimalkan peta sebagai media dan alat bantu informasi.

d. Mencuatkan fungsi khusus peta pada media massa terkait terkait dengan wacana yang disampaikan.

1.3 Kegunaan Penelitian

Merujuk pada maksud dan tujuan penelitian, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk kepentingan tertentu sesuai dengan konteksnya masing-masing. Baik pihak guru geografi, pembuat peta atau pun peserta didik dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam menggunakan peta yang diambil dari media massa.

a. Hasil penelitian dapat dijadikan input dan bahan pertimbangan para guru dalam memanfaatkan peta sebagai sumber belajar, dan pada akhirnya para guru dapat

yang cermat, proporsional, objektif dan kritis dalam menggunakan peta yang bersumber pada media massa (media cetak).

menunjukkan sikap

b. Menjadi bahan masukan (input) bagi para pelaku media massa dalam memanfaatkan peta sebagai alat bantu informasi. Sehingga pada akhirnya, peta tidak hanya diposisikan sebagai gambar yang menutup ruang kosong koran, namun benar-benar menjadi bagian dari informasi penting bagi masyarakat.

c. Memberikan wawasan tambahan, analisis serta deskripsi kritis bagi peserta didik mengenai kualitas dan keakurasian peta yang dipublikasikan media massa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS KERJA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Peta Istilah peta berasal dari bahasa Inggeris yaitu map. Kata map itu sendiri, menurut Yusman Hestiyanto (2005:21) berasal dari bahasa Yunani yaitu mappa yang berarti taplak atau kain penutup meja. Dari konsep seperti inilah, kemudian peta diartikan sebagai sesuatu gambar yang dibuat pada bidang datar (kertas atau kain). Ilmu yang mempelajari peta disebut kartografi dan pelakunya disebut kartograf.

Peta merupakan alat utama di dalam ilmu geografi, selain foto udara dan citra satelit. Melalui peta, seseorang dapat mengamati ketampakkan bumi lebih luas dari batas pandangan mata manusia (Mulyo dan Suhandini, 2004:19).

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, konsep peta berkembang dengan pesat. Banyak para ahli, baik ilmu social maupun di luar ilmu social, menggunakan konsep peta dalam menjelaskan wacana yang akan disampaikan kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan popularitasnya ‘peta geografi’ dalam berbagai aspek kehidupan manusia.

Impliasi dari kondisi ini menyebabkan adanya perkembangan konsep peta dalam dunia akademik. Merujuk pada referensi yang ada, setidaknya ada empat jenis konsep ‘peta’ yang sering digunakan masyarakat.

Pertama, ada yang disebut dengan peta bintang. Yaitu peta yang digunakan oleh kalangan astronomi dalam memetakan letak dan posisi bintang dan benda langit diantara bintang atau benda- benda langit yang lainnya. Dalam konteks ini, pengertian peta yang dikemukakan oleh Agus Sudarsono (2007:2) lebih tepat pada peta astronomi, atau peta geografi yang dikaitkan dengan peta astronomi.

Peta adalah gambaran yang mewakili suatu wilayah geografis bumi untuk membantu menemukan tempat atau memahami keadaan suatu tempat serta menjelaskan dan menggambarkan kondisi suatu tempat di bumi, planet, bulan dan posisi bintang di angkasa.

Dalam sejarah geografi dan astronomi, masyarakat Yunani dianggap sebagai orang pertama yang memiliki kemampuan dalam membaca peta bintang. Lahirnya Astrologi atau zodiac yang kemudian dikenal sebagai rasi bintang dengan symbol dewa-dewa Yunani, merupakan bukti nyata kemampuan masyarakat Yunani dalam membaca peta bintang.

Pembacaan peta bintang secara ilmiah, kemudian dikembangkan oleh ilmuwan Muslim. Ilmu Falak merupakan istilah lain yang digunakan kalangan ilmuwan Muslim untuk memetakan letak dan posisi bintang. Peran dan fungsi ilmu falak (astronomi) bagi kalangan muslim ini yaitu selain mendukung pada usaha pengembangan ilmu, juga dimanfaatkan untuk kepentingan pelaksanaan ibadah (ritual Islam) seperti sholat dan puasa (shaum).

Kedua, kalangan ilmuwan psikologi atau pendidikan modern menggunakan konsep ‘peta’ untuk memetakan “letak dan posisi” sebuah konsep dalam sebuah wacana. Konsep ini biasa disebut dengan ‘peta konsep’ atau ‘peta mental’.

Howard Gardner (1993, 2007) menyebutkan bahwa peta konsep memberikan kemudahan untuk meningkatkan daya ingat dan kemampuan analisis seseorang. Dengan adanya peta konsep, seseorang akan memiliki kemampuan untuk menguasai struktur ilmu dan atau tahapan pemahaman mengenai sebuah wacana yang sedang dipelajarinya.

Ketiga, perkembangan sains dan teknologi melahirkan adanya peta digital. Yaitu peta yang dibuat dengan berbasiskan pada teknologi komputer. Dengan adanya komputer, teknik pembuatan dan animasi peta akan dapat disusun dengan lebih baik, efektif, dan lebih sempurna.

Terakhir, yaitu peta bumi atau peta geografi. Yang dimaksud dengan peta geografi yaitu media yang menggambarkan mengenai letal dan posisi daerah di planet bumi.

Wardiyatmoko (2004:18) mengatakan bahwa :

Peta adalah gambaran konvensional dari permukaan bumi yang diperkecil sebagaimana kenampakannya dari atas dan dilengkapi dengan tulisan, skala, mata angin dan simbol- simbol. Dengan kata lain, peta adalah gambaran konvensional permukaan bumi atau gambaran permukaan bumi yang diperkecil dengan skala.

Peta merupakan alat yang sangat penting dalam geografi karena mempunyai beberapa fungsi. Yusman Hestiyanto (2005:21) antara lain (1) menunjukkan posisi atau lokasi suatu wilayah di permukaan bumi, (2) menggambarkan bentuk dan persebaran berbagai gejala di permukaan bumi, dan (3) menggambarkan kondisi fisik dan kondisi sosial suatu wilayah.

Selain pandangan-pandangan tersebut, ada pendapat yang dikemukakan ICA, Erin Raisz dan RM Soetardjo Soerjosoemarno yang penting untuk dicermati (dalam Mulyo dan Suhandini, 2004:20).

ICA (International Cartigraphic Association) menyatakan bahwa ”peta adalah suatu gambaran atau represntasi unsur- unsur ketampakkan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi, ICA (International Cartigraphic Association) menyatakan bahwa ”peta adalah suatu gambaran atau represntasi unsur- unsur ketampakkan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi,

Erin Raisz berpendapat bahwa ’peta adalah gambaran konvensional dari permukaan bumi yang diperkecil sebagai ketampakkan jika dilihat dari atas dengan ditambah tulisan- tulisan sebagai tanda pengenal”.

RM Soetardjo Soerjosoemarno mengajukan pendapat bahwa peta ”adalah suatu lukisan dengan tinta dari seluruh atau sebagian permukaan bumi yang diperkecil dengan perbandingan ukuran yanag disebut skala atau kedar.

Merujuk pada pandangan-pandangan tersebut dapat dikemukakan bahwa yang dimaksudkan peta dalam penelitian ini, yaitu gambaran permukaan bumi baik secara keseluruhan maupun sebagian muka bumi dengan ukuran yang diperkecil melalui teknik skala disertai keterangan mengenai simbol fenomena bumi dan digambar pada bidang datar.

Setiap orang geografi senantiasa dituntut untuk memiliki kemampuan penggunaan peta. Karena dengan menggunakan peta ini, seseorang dapat melihat sebaran dan keterkaitan antara satu komponen geografi dengan komponene yang lainnya.

Namun demikian, dalam perkembangan zaman ini, penggunaan peta tidak hanya digunakan oleh para ahli geografi.

Pencinta alam, pramuka, rencana pembangunan regional, dan juga media massa merupakan beberapa kelompok sosial yang sering menggunakan peta sebagai alat bantu informasi.

2.1.2 Komponen Peta Sebuah peta yang lengkap memiliki komponen-komponen informasi yang menjadi ciri sebuah peta. Bila ada gambar sebuah wilayah, misalnya gambar pulau Indonesia, tidak akan dikatakan sebagai sebuah peta bila tidak memiliki informasi yang disertai dengan komponen peta sebagai pendukungnya. Oleh karena itu, kelengkapan sebuah peta sangat dipengaruhi oleh komponen peta yang menyertai gambaran permukaan bumi tersebut.

Dalam buku pelajaran yang banyak digunakan oleh para pendidik di lingkungan pendidikan formal, terdapat perbedaan mengenai jumlah komponen peta. Bahkan istilah komponen pun kadang ditukarpindahkan dengan istilah unsur peta. Dalam penelitian ini, istilah komponen peta akan digunakan untuk menunjukkan komponen atau unsur peta menurut pendapat yang lain.

Ada perbedaan dasar mengenai jumlah komponen peta. Wardiyatmoko (W) menyebutkan ada 14 komponen peta, sementara Yusman Hestianto (YW) hanya menyebutkan 9 komponen dan memisahkan bahasan mengenai ’proyeksi’ diluar Ada perbedaan dasar mengenai jumlah komponen peta. Wardiyatmoko (W) menyebutkan ada 14 komponen peta, sementara Yusman Hestianto (YW) hanya menyebutkan 9 komponen dan memisahkan bahasan mengenai ’proyeksi’ diluar

yang dikemukakan Wardiyatmoko (2002) sesungguhnya hanya merupakan penjelasan dari lettering itu sendiri. Oleh karena itu, tidak perlu dikategorikan sebagai satu komponen yang terpisah dari yang lainnya. Demikian pula dengan warna peta. Dalam pandangan peneliti, warna peta merupakan contoh lain dari simbol peta. Berdasarkan pertimbangan ini, komponen peta yang dikemukakan Wardiyatmoko dapat disederhanakan.

Jenis huruf

sebagaimana

Tabel 2.1

Perbandingan Pendapat Mengenai Jumlah Komponen Peta

1 Judul X X X X 2 Garis Astronomis

X X X 3 Garis Tepi

X X X 4 Inset

X X 5 Skala

X X X X 6 Sumber Peta

X X X X 7 Tahun Pembuatan

X X X X 8 Mata Angin

X X X X 9 Simbol peta

X X X 10 Warna Peta

X X 11 Legenda

X X X 12 Lettering

X X 13 Jenis Huruf lettering

X 14 Proyeksi peta

X 15 Tipe Peta

Diolah Peneliti, 2007

Dari data tersebut dan untuk kepentingan penyederhanaan analisis, maka dalam penelitian ini akan menggunakan komponen peta yang relatif banyak dikenal oleh masyarakat dan dapat mewakili pada semua pendapat tersebut. Simpul analisanya, dalam penelitian ini hanya digunakan 11 (sebelas) komponen peta, yaitu judul, skala, legenda, garis tepi, garis astronomi, inset, simbol, mata angin, lettering, tahun pembuatan dan sumber pembuatan.

Penjelasan umum mengenai ke sebelas komponen peta tersebut, yaitu :

1) Judul. Peta harus diberi judul. Fungsi judul yaitu memberikan keterangan umum mengenai isi dan

tipe peta dimaksud. Letak atau posisi penulisan judul dapat dilakukan di sembarang tempat, sepanjang tidak mengganggu isi peta pada umumnya. Dengan kata lain, judul peta dapat diletakkan di sisi luar kanan peta, sisi luas kiri peta, atau dibagian tengah atas luar peta.

2) Skala. Skala peta merupakan angka yang menunjukkan perbandingan jarak di peta dengan

jarak sesungguhnya. Oleh karena itu, pencantuman skala merupakan hal pokok dan terpending dalam pembuatan peta. Cara penulisan skala dan letak penulisannya dapat dilakukan secara variatif. Jenis skala ada yang menggunakan skala batang, skala garis, skala angka, atau skala lettering (kalimat).

3) Garis Astronomis. Garis astronomis berfungsi untuk menentukan letak dan posisi suatu wilayah 3) Garis Astronomis. Garis astronomis berfungsi untuk menentukan letak dan posisi suatu wilayah

4) Garis Tepi Peta. Yaitu garis yang memisahkan area peta dengan area di luar peta. Garis tepi ini biasanya persegiempat dengan menggunakan garis tabal, atau garis ganda. Bila dilihat dalam konteks wacana atau area dari sebuah gambar, maka dengan adanya garis tepi peta menunjukkan bahwa ada wilayah yang termasuk area peta dan ada wilayah yang bukan area peta.

5) Legenda. Yaitu ruang yang berfungsi sebagai penjelasan terhadap berbagai simbol atau keterangan yang ada dalam sebuah peta. Dengan kata lain, legenda merupakan keterangan-keterangan simbol yang digunakan dalam peta.

6) Inset. Yang dimaksud dengan inset yaitu peta tambahan dan pendukung untuk memperjelas posisi dan letak daerah yang sedang dikaji. Fungsi inset ini untuk memperjelas kedudukan daerah yang sedang dikaji dengan daerah yang ada di sekitarnya.

7) Mata Angin. Dengan adanya arah mata angin, pembaca peta dapat menentukan arah geografi (Barat, Utara, Selatan dan Timur).

8) Lettering. Lettering yaitu semua tulisan dan angka yang digunakan dalam peta. Pada dasarnya, setiap penamaan simbol atau angka yang digunakan dalam peta menggunakan huruf standar. Namun ada beberapa kode etik yang secara konvensional diakui oleh kalangan kartografi, yaitu (1) judul peta ditulis dengan huruf cetak besar yang tegak, tinggio hurut disesuaikan dengan besar peta, (2) kenampakkan di air, seperti sungai, laut, rawa dan danau menggunakan huruf bersirip danmiring, besar kecilnya disesuaikan dengan strategisnya, (3) tulisan sungai ditulis memanjang sesuai dengan arah sungai, cara penulisan dapat dilakukan di atas atau dibawah 8) Lettering. Lettering yaitu semua tulisan dan angka yang digunakan dalam peta. Pada dasarnya, setiap penamaan simbol atau angka yang digunakan dalam peta menggunakan huruf standar. Namun ada beberapa kode etik yang secara konvensional diakui oleh kalangan kartografi, yaitu (1) judul peta ditulis dengan huruf cetak besar yang tegak, tinggio hurut disesuaikan dengan besar peta, (2) kenampakkan di air, seperti sungai, laut, rawa dan danau menggunakan huruf bersirip danmiring, besar kecilnya disesuaikan dengan strategisnya, (3) tulisan sungai ditulis memanjang sesuai dengan arah sungai, cara penulisan dapat dilakukan di atas atau dibawah

9) Tahun Pembuatan. Daerah yang ada dipermukaan bumi senantiasa berubah. Hal ini bisa disebabkan karena perubahan kebijakan politik, dinamika politik maupun gejala alam yang menyebabkan adanya perubahan permukaan bumi. Oleh karena itu, untuk keakurasian sebuah peta, perlu dicantumkan tahun pembuatan peta. Fungsi utama tahun pembuatan yaitu memperjelas mengenai kapan peta tersebut disusun, sehingga setiap pembaca dapat membaca maksud dan keterangan peta dengan tepat.

Sebuah peta adalah informasi mengenai keadaan alam. Sedangkan dilain pihak, permukaan bumi bukanlah sesuatu hal statis. Permukaan bumi merupakan permukaan yang dinamis. Dalam ukuran tertentu, untuk setiap waktunya terjadi perubahan- Sebuah peta adalah informasi mengenai keadaan alam. Sedangkan dilain pihak, permukaan bumi bukanlah sesuatu hal statis. Permukaan bumi merupakan permukaan yang dinamis. Dalam ukuran tertentu, untuk setiap waktunya terjadi perubahan-

10) Sumber Pembuatan. Hal yang tidak kalah pentingnya lagi, yaitu perlunya pencantuman mengenai sumber pembuatan peta. Di Indonesia sumber pembuatan peta biasanya dialamatkan pada Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional).

11) Simbol. Dalam sebuah peta terdapat bebereapa informasi yang membutuhkan penyederhanaan.

Penunjukkan fenomena gunung, sungai, dan laut akan lebih sederhana dan memudahkan si pembaca peta bila menggunakan simbol. Dalam konteks inilah, simbol berfungsi untuk menyederhanakan fenomena alam yang bersifat kompleks, luas dan atau berulang- ulang.

Gambar sebuah gunung atau danau merupakan satu fenomena alam yang sangat kompleks. Sementara ruang peta sangat terbatas. Oleh karena itu, dibutuhkan ada simbol mengenai fenomena alam yang bersifat kompleks tersebut. Demikian pula kalau menunjukkan adanya fenomena sejumlah gunung, atau sejumlah pemukiman. Bila digambar merujuk pada model asli bentuk alami benda tersebut, akan sangat menyulitkan dan tidak efektif. Maka kehadiran simbol dalam peta menjadi sesuatu hal yang sangat penting dalam memudahkan fenomena alam yang kompleks, luas dan berulang- ulang.

Kesebelas komponen peta tersebut, akan dijadikan sebagai bahan analisis terhadap kelengkapan dan keakurasian peta yang Kesebelas komponen peta tersebut, akan dijadikan sebagai bahan analisis terhadap kelengkapan dan keakurasian peta yang

2.2 Kerangka Pikir Peta adalah alat bantu pembelajaran. Dengan adanya peta

diharapkan proses pembelajaran mengenai pokok bahasan geografi dapat disampaikan lebih efektif dan tepat sasaran. Nilai efektifitas penggunaan peta dalam pembelajaran geografi dapat dilihat dari sisi kemudahan anak untuk mengenali letak dan lokasi sebuah daerah. Sehingga pembelajaran mengenai hal tersebut dapat dilakukan secara tepat sasaran, dan tidak bersifat verbalisme.

Sebuah proses pembelajaran geografi yang tidak menyertakan peta, terkhusus lagi dalam tahapan pengenalan lokasi dan wilayah, dapat menyebabkan kebingungan dan ketidakjelasan maksud dan arah guru dalam menjelaskan masalah tersebut. Pada konteks inilah, proses pembelajaran akan bersifat abstrak dan sulit dipahami oleh anak didik. Kendati dapat dipahami, mereka akan terjebak pada pemahaman yang verbalis, artinya mengenal konsep tapi kurang mengenal terhadap lokasi yang sesungguhnya. Merujuk pada pemahaman ini, maka kehadiran sebuah peta menjadi alat bantu pembelajaran yang efektif dan tepat sasaran dalam proses pembelajaran geografi.

Terkait dengan masalah ini, keterbatasan kepemilikan peta di sebuah sekolah kerap kali menjadi salah satu penghambat para guru geografi dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran geoegrafi.

Untuk mengantisipasi dan memecahkan masalah ini, salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah menggunakan media massa sebagai sumber tambahan dalam penyediaan peta. Dengan kata lain, peta di media massa dijadikan alat bantu (tambahan) dalam mengisi kekosongan ketersediaan peta di sekolah.

Dengan fungsi seperti ini, penampakan sebuah peta dalam sebuah media, sejatinya harus benar-benar menampakkan diri sebagai alat bantu dalam menyampaikan informasi yang efektif dan akurat. Pra syarat seperti ini merupakan prasyarat rasional ( raisan d’tre) atau penalaran yang wajar (common sense) terhadap penampakan sebuah peta.

Tuntutan kenampakkan peta di media massa secara tepat ini bukan hanya sangat dibutuhkan untuk para pelajar di sekolah namun terkait pula dengan fungsi media massa dalam memberikan informasi kepada masyarakat.

Sebagaimana dipahami bersama, media massa adalah media informasi public yang memiliki tanggungjawab social untuk memberikan informasi yang akurat dan berimbang kepada masyarakat. Kebutuhan ini dimaksudkan untuk membangun Sebagaimana dipahami bersama, media massa adalah media informasi public yang memiliki tanggungjawab social untuk memberikan informasi yang akurat dan berimbang kepada masyarakat. Kebutuhan ini dimaksudkan untuk membangun

Kesimpangsiuran informasi (misinformation) potensial terjadi oleh beberapa sebab. Satu sisi bisa disebabkan karena orang salah mengartikan informasi mengenai peta yang dipublikasikan media massa. Pada konteks ini kemampuan diri dan kejelian dari si pembaca menjadi faktor penentu ketepatan seseorang dalam membaca sebuah peta.

Pada sisi lain, kesimpangsiuran dalam membaca peta ini dapat terjadi karena adanya kenampakan peta di media massa yang kurang lengkap atau tidak akuran. Misalnya saja masalah jarak sebuah lokasi. Sebuah peta yang tidak menyertakan skala, potensial menyebabkan terjadinya kesalahan interpretasi mengenai jarak lokasi sebuah tempat. Karena tidak skala atau tidak ada perbandingan jarak antara jarak skala dengan jarak sebenarnya, maka jarak lokasi yang jauh dapat diinterpretasikan (terbaca) dekat, dan atau sebaliknya.

Oleh karena itu, keakurasian penampakan peta oleh media massa, merupakan satu kebutuhan utama untuk membangun kesehatan informasi dan komunikasi.

Simpul dari pemikiran ini, sebuah media massa wajib memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat, termasuk dalam menggunakan peta sebagai alat bantu penyampaian Simpul dari pemikiran ini, sebuah media massa wajib memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat, termasuk dalam menggunakan peta sebagai alat bantu penyampaian

Dalam konteks inilah, tanggungjawab akademik untuk mencermati kelengkapan komponen peta dalam sebuah media massa menuntun penulis untuk melakukan analisis terhadap kenampakkan peta di media massa yang terbit di Indonesia.

1.4 Desain Penelitian Dalam mencapai maksud dan tujuan penelitian ini, akan dilakukan penelitian langsung terhadap penampakan peta yang dipublikasikan media massa. Teknik ini dilakukan dengan harapan dapat menemukan informasi yang akurat dan mampu menjawab pertanyaan penelitian sebagaimana diajukan dalam rumusan penelitian di awal.

Jenis penelitian ini adalah deskripsi analitis. Yaitu dimaksudkan untuk mengungkap, menjelaskan, dan menganalisis kenampakkan peta yang dipublikasikan media massa. Penelitian ini lebih merupakan penelitian kualitatif, kendatipun dalam pelaksanaannya memanfaatkan data statistic (prosentasi) mengenai fenomena kenampakkan peta yang dipublikasikan. Kendati demikian pemanfaatan analisis statistic ini tidak dijadikan Jenis penelitian ini adalah deskripsi analitis. Yaitu dimaksudkan untuk mengungkap, menjelaskan, dan menganalisis kenampakkan peta yang dipublikasikan media massa. Penelitian ini lebih merupakan penelitian kualitatif, kendatipun dalam pelaksanaannya memanfaatkan data statistic (prosentasi) mengenai fenomena kenampakkan peta yang dipublikasikan. Kendati demikian pemanfaatan analisis statistic ini tidak dijadikan

Teknik penarikan sampel yang digunakan yaitu model penelitian incidental. Artinya menggunakan peta yang muncul di media massa tanpa harus terikat dengan tanggal terbit media massa atau kasus/berita yang dipublikasikan media massa. Teknik ini digunakan dengan tujuan untuk mempermudah mendapatkan data peta yang dipublikasikan media massa. Karena dalam pengamatan awal dan asumsi peneliti, media massa tidak memiliki jadwal khusus mengenai penerbitan peta dalam media massanya. Oleh karena itu, pendekatan ini lebih rasional dibandingkan dengan menggunakan metode pembatasan waktu terbit, berita yang dipublikasikan atau jenis media yang akan dikaji.

Secara lebih rinci, langkah-langkah desain penelitian yang digunakan ini, yaitu :

a. Pada tahap pertama, dilakukan pengumpulan berbagai contoh kenampakan peta yang dipublikasikan media massa. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencari koran (media massa) a. Pada tahap pertama, dilakukan pengumpulan berbagai contoh kenampakan peta yang dipublikasikan media massa. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencari koran (media massa)

b. Setelah tahap pengumpulan data, dilakukan tahap kedua yaitu klasifikasi peta. Tahapan ini dilakukan untuk mengeliminasi peta dari gambar permukaan bumi, sketsa, bagan atau denah suatu wilayah.

c. Tahap ketiga, yaitu dilakukan analisa terhadap penampakan-penampakan peta yang terkumpul. Seiring dengan maksud dan tujuan penelitian, maka dalam tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk menemukan jawaban atau alternatif dari pertanyaan- pertanyaan penelitian.

d. Tahap keempat yaitu simpulan sementara analisa kenampakan peta. Yang dimaksud dengan simpulan sementara ini, yaitu simpulan dari hasil analisa kenampakan peta yang dipublikasikan.

e. Terakhir yaitu generalisasi. Tujuan dari generalisasi yaitu menjadi simpulan akhir penelitian, yang memadukan antara hasil penelitian dengan kerangka teori serta peran media massa dalam konteks penyiaran informasi kepada masyarakat.

Seiring dengan kerangka penelitian, serta desain penelitian yang digunakan, maka secara lebih sederhana proses penelitian dan langkah penelitian ini dipetakan dalam gambar 2.1.

Hal yang perlu ditegaskan dari gambar tersebut, proses penelitian ini bersifat bertahap dan berkelanjutan. Artinya estela tahap satu dan selanjutnya, bila diperlukan akan dilakukan tahapan penelitian ke tahap satu kembali, sampai jawaban merasa penuh, dan dianggap mampu menjawab pertanyaan penelitian. Pendekatan ini penulis lakukan, sesuai dengan karakter dari penelitian kualitatif.

Tahap Pengumpulan

Tahap Klasifikasi

• Mengumpulkan • Peta peta yang dimuat

Tahap pada media cetak

diklasifikasikan

berdasarkan jenis Analisa

dan tema

Kerangka Teori Kesimpula

• Jenis Peta n Awal • Komponen

Peta

• Fungsi Peta

Gambar 2.1 Alur Riset Penampakan Peta di Media Massa

2.3 Hipotesis Kerja Dalam penelitian ini, digunakan hipotesis bimbingan (guidance hypotetis), artinya menggunakan hipotesisi sebagai pemandu dalam melakukan analisa terhadap komponen peta yang dipublikasikan media massa. Dalam merumuskan hipotesis bimbingan ini, ada beberapa asumsi yang dijadikan landasan pemikiran dalam penelitian.

a. Media massa sebagaimana yang dimaksud oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, merupakan media informasi public yang harus mengedepankan objektivitas pemberitaan.

b. Pelaku media memiliki kesadaran yang tinggi dalam memposisikan dirinya sebagai actor utama dalam menyajikan informasi yang benar, sebagaimana diamanatkan dalam UU Pers.

c. Para pelaku media akan berusaha untuk menyajikan peta sebagai bagian dari informasi yang mendukung pada penjelasan mengenai informasi yang akan disampaikan pada masyarakat.

Merujuk pada asumsi penelitian tersebut, dapat dirumuskan hipotesisi bimbingan, “komponen peta yang disajikan dalam peta media massa merupakan informasi yang mendukung pada isi pemberitaan. Sifat dan peran peta tersebut, lebih sekedar memperjelas isi informasi daripada memberikan informasi yang menyeluruh mengenai isi pemberitaan tersebut”.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Deskripsi Sumber Sumber data yang digunakan dalam riset ini yaitu media

massa yang dipublikasikan di Indonesia, khususnya media massa berbahasa Indonesia. Pengambilan keputusan untuk mengambil sumber media berkarakter seperti ini, yaitu (a) adanya kenyataan bahwa media massa berbahasa Indonesia merupakan media massa yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, (b) media massa nasional pada saat ini sudah banyak inisiatif dan kreativitasnya dalam menggunakan peta sebagai alat bantu penyampaian informasi kepada masyarakat.

Seiring dengan perjalanan tahapan riset yang dilakukan, media massa yang dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian ini yaitu media nasional yang diwakili Kompas, media Daerah Pikiran Rakyat dan media local yaitu Tribun Jabar atau Galamedia. Keempat media massa ini dianggap sebagai media representasional untuk mewakili kategorinya masing-masing.

3.2 Data Yang Terkumpul

Tahap pengumpulan data merupakan tahapan yang paling sulit dilakukan, karena tidak setiap hari media massa baik nasional maupun local menyajikan pemberitaan yang menyertakan peta. Akibat dari kondisi seperti ini, penelitia menerapkan metode incidental sampling.

Dengan menggunakan metode sampling seperti ini, peluang ketidakhadiran peta dalam satu hari pemberitaan media massa bukan sesuatu hal yang meresahkan. Peneliti senantiasa berusaha untuk mengumpulkan data sesuai dengan kehadiran peta pada media massa tersebut.

Dalam menggenapkan metode incidental sampling ini, peneliti pun menghubungi sumber-sumber dokumen Koran dan media massa, baik dikantor tempat kerja (yaitu di Komite Perencana Provinsi Jawa Barat) maupun perorangan yang berlangganan koran. Melalui model kerja seperti ini, menyebabkan (a) jangka waktu terbitan Koran tidak ada dalam kurun waktu yang sama, (b) kurun waktu terbit koran terbentang sangat panjang, yaitu mulai dari tahun 2006-2007, (c) kasus-kasus yang tertuang dalam peta yang dipublikasikan media massa menjadi sangat beragam.

Keadaan seperti ini sesungguhnya tidak merupakan satu hambatan dan bukan satu kelemahan. Karena yang menjadi fokus penelitian ini adalah kelengkapan dan keakurasian komponen Keadaan seperti ini sesungguhnya tidak merupakan satu hambatan dan bukan satu kelemahan. Karena yang menjadi fokus penelitian ini adalah kelengkapan dan keakurasian komponen

Dari kelima media massa yang dijadikan sumber penelitian, terkumpul data sebagai berikut :

TABEL 3.1

DATA KOMPONEN PETA DI MEDIA MASSA

Tribun

Pikiran Rakyat Jabar Sindo No.

- x X x X 2 Legenda

- - - x - 3 Inset

- - - x - 4 Latering

Tepat - -

- - - - X 5 Garis tepi

Tidak x x x x x -

- X x x X 6 Garis Astronomis

- - - - - Tahun

7 Pembuatan

- - - - - 8 Sumber

- - - - - Pembuatan

9 Skala

- - - - - 10 Mata Angin

- - - x - 11 Simbol

xxx

JUMLAH ITEM

Diolah peneliti, 2007

Tabel tersebut tidak menunjukkan prioritas dalam analisa dan pembahasan penelitian ini. Dengan kata lain, tabel tersebut tidak menunjukkan bahwa Kompas merupakan sumber utama dalam proses penelitian ini. Penulisan tersebut disertakan dengan menggunakan skala ruang lingkup semata, yaitu Kompas diposisikan sebagai representasi dari koran nasional, kemudian Pikiran Rakyat sebagai representasi wakil daerah, dan Galamedia serta Tribun sebagai wakil dari koran lokal.

Di lain pihak table tersebut pun difungsikan sebagai data ratting penggunaan peta sebagai alat bantu informasi. Dengan kata lain, merujuk pada peta tersebut bahwa Kompas merupakan media massa yang paling sering memunculkan peta sebagai alat bantu penyampaian informasi.

3.3 Kenampakan Jenis Peta

Jenis peta yang ditampilkan media massa pada umumnya bukanlah peta geologis atau sejenisnya. Jenis peta yang ditampilkan media massa lebih menekankan pada aspek administrasi yang kemudian dibubuhi dengan informasi- informasi actual yang sedang menjadi bahasannya. Oleh karena Jenis peta yang ditampilkan media massa pada umumnya bukanlah peta geologis atau sejenisnya. Jenis peta yang ditampilkan media massa lebih menekankan pada aspek administrasi yang kemudian dibubuhi dengan informasi- informasi actual yang sedang menjadi bahasannya. Oleh karena

Peta media massa disebut berpusat pada wilayah administrasi, dapat dipahami selaras dengan peran dan fungsi peta di m edia massa tersebut, yaitu sebagai bagian ‘pelengkap’ informasi yang akan disampaikan. Dalam keadaan seperti itu, maka upaya menggunakan peta di media massa sebagai peta akademik dengan sudut pandang geografi belum dapat dilakukan. Karena sesungguhnya jenis peta yang ditampilkan pun, relative lebih sederhana dan kurang memberikan informasi menyeluruh mengenai kenampakakan muka bumi.

Simpulan awal pemikiran seperti itu, dapat dirasakan pula ketika membaca hasil akumulasi data mengenai komponen peta yang dimuat dalam sebuah peta di media massa. Nilai-nilai komponen peta yang termasuk cirri unik dan kekhasan peta akademik (seperti skala, garis astronomis, tahun pembuatan) justru kurang mendapat perhatian yang seksama dari pembuat peta di media massa. Terlebih lagi bila seseorang bertanya mengenai jenis proyeksi yang digunakan dalam membuat peta tersebut, maka pertanyaan-pertanyaan tersebut akan sulit untuk ditemukan dari peta yang dimuat di media massa.

Pengamatan dan analisa terhadap sumber informasi yang terkumpul, jenis peta yang digunakan media massa yaitu peta Pengamatan dan analisa terhadap sumber informasi yang terkumpul, jenis peta yang digunakan media massa yaitu peta

Yang dimaksud dengan gambar permukaan bumi yaitu gambar permukaan bumi yang tidak memperhatikan aspek skala dan proyeksi. Oleh karena itu, gambar permukaan bumi ini sesungguhnya belum bisa disebut peta karena tidak mengandung komponen-komponen dasar sebuah peta. Namun demikian, gambar permukaan bumi dapat dijadikan sebagai peta dasar untuk menyampaikan informasi mengenai kasus yang sedang terjadi di muka bumi.

Di media elektronik dan atau media massa kadang banyak dimunculkan gambar-gambar mengenai bentuk permukaan bumi. Bagi masyarakat awam, gambar-gambar permukaan bumi tersebut kadang dianggapnya sebagai sebuah peta. Padahal sesungguhnya gambar tersebut bukanlah peta, namun baru sebatas gambar permukaan bumi. Karena sebuah gambar permukaan bumi dapat dikategorikan sebagai sebuah peta manakala gambar permukaan bumi tersebut baik secara keseluruhan maupun sebagian muka bumi memiliki ukuran yang diperkecil melalui teknik skala disertai keterangan mengenai simbol Di media elektronik dan atau media massa kadang banyak dimunculkan gambar-gambar mengenai bentuk permukaan bumi. Bagi masyarakat awam, gambar-gambar permukaan bumi tersebut kadang dianggapnya sebagai sebuah peta. Padahal sesungguhnya gambar tersebut bukanlah peta, namun baru sebatas gambar permukaan bumi. Karena sebuah gambar permukaan bumi dapat dikategorikan sebagai sebuah peta manakala gambar permukaan bumi tersebut baik secara keseluruhan maupun sebagian muka bumi memiliki ukuran yang diperkecil melalui teknik skala disertai keterangan mengenai simbol

Terkait dengan makna peta seperti itu, maka yang dijadikan sebagai peta dasar dalam peta di media massa kadang merupakan peta dasar umum yang bersumber gambar permukaan bumi dan bukan peta dasar sebagaimana yang dimaksud dari ‘peta’ itu sendiri. Oleh karena itu, peta dasar dalam media massa itu lebih cenderung menunjukkan gambar permukaan (peta) umum yang hanya menyertakan ibukota suatu daerah, jalan raya besar dan kemudian informasi yang akan disampaikan. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila para pembaca akan dengan mudah menemukan lokasi-lokasi yang akan dituju.

Dengan menggunakan jenis peta dasar, lokasi-lokasi yang akan dimunculkan dalam peta, hanyalah titik-titik lokasi yang dianggap penting dan menjadi bagian dari kelengkapan informasi yang akan disampaikannya.

3.4 Kenampakan Komponen Peta

Sebagaimana dikemukakan pada tinjauan pustaka sebelumnya, buku-buku penunjang atau buku paket yang beredar di masyarakat baik yang berbentuk LKS (Lembar Kerja Siswa) maupun buku paket umum, tidak memiliki kesamaan dalam jumlah komponen utama yang ada dalam peta. Satu buku hanya menyertakan 9 komponen, sedangkan sumber yang lain ada yang mencantumkan 10 komponen. Namun demikian ada beberapa poin komponen peta yang dianggap sama dan menjadi bagian dari komponen peta.

Selaras dengan pandangan ini, akan dilakukan analisa terhadap kenampakan komponen peta yang dimunculkan dalam media massa. Komponen peta yang dimaksudkan tersebut, yaitu judul, latering, simbol, skala, legenda, garis astronomis, garis tepi, arah mata angin, tahun pembuatan, dan sumber pembuatan.

Hasil pengamatan terhadap sumber data riset dapat dikemukakan sebagai berikut.

a. Judul. Judul peta pada peta-peta yang dipublikasikan media massa menunjukkan keanekaragaman tertentu. Pada satu sisi ada yang menggunakan judul lokasi administratif, dan pada bagian lain banyak yang a. Judul. Judul peta pada peta-peta yang dipublikasikan media massa menunjukkan keanekaragaman tertentu. Pada satu sisi ada yang menggunakan judul lokasi administratif, dan pada bagian lain banyak yang

Kasus banjir di Sambas, Kompas menggunakan judul peta ”Sambas”, dan bukan ”banjir Sambas”.

Di lihat judul peta, sesungguhnya peta tersebut dapat dikategorikan sebagai peta umum. Karena judul petanya tidak menunjukkan informasi spesifik sebagaimana yang akan dikemukakan dalam peta tersebut. Namun pada sisi lain, di lihat dari kerangka umum informasi yang sedang dikemukakannya, yaitu mengenai banjir Sambas, maka sesungguhnya pihak pengelola dapat menggunakan peta khusus.

Pada contoh lain, Kompas (26/12/07) ketika menyampaikan informasi daerah rawan bencana alam di Jawa Barat, menggunakan judul peta, ”Daerah Rawan Bencana Alam di Jawa Barat”. Penyertaan judul tersebut, merupakan indikasi nyata bahwa jenis peta yang digunakannya adalah peta khusus (spesifik pada kasus rawan bencana alam).

b. Lettering

Secara umum cara penulisan nama-nama geografi sudah menunjukkan ketepatan cara penulisan. Judul peta ditulis dengan huruf capital tegak, nama ibukota provinsi ditulis dengan huruf tegak dan kapital pada huruf pertama saja (seperti Bedegul di Bali), nama provinsi di tulis dengan huruf capital.

Terkait dengan ukuran bentuk huruf –meminjam analisa dan peraturan sebagaimana yang dikemukakan Wardiyatmoko — penulisan nama-nama geografi ’darat’ sudah dilakukan dengan tepat. Pada umumnya, media massa sudah menunjukkan hasil yang tepat terkait dengan cara penulisan nama geografi darat.

Di lain pihak, lettering dalam penamaan identitas geografi yang terkait dengan ’air’ merupakan komponen peta yang kurang mendapat perhatian dari pembuat peta pada media massa. Etika penulisan nama atau identitas sebuah lokasi dalam sebuah peta, kiranya kurang mendapat perhatian dari kalangan media.

Pembuat peta di Kompas (27/12/06), misalnya, ketika menuliskan identitas ”LAUT JAWA” ditulis dengan huruf tegak. Padahal menurut teori, sebagaimana dikemukakan dalam kajian pustaka, nama geografi yang terkait dengan air harus ditulis miring (italic). Dengan kata lain, identitas geografi ”LAUT JAWA” seharusnya ditulis ”LAUT JAWA”, dan tulisan ”SAMUDRA HINDIA”, ditulis ”SAMUDRA HINDIA”. Kasus serupa pun diperlihatkan kembali pada penulisan ”LAUT BALI” (Kompas, 6/12/06), yang seharusnya ditulis ”LAUT BALI”

c. Skala

Penampakan peta dalam sebuah peta merupakan satu kebutuhan mutlak. Bagi seorang pembaca peta yang baru, skala ini dapat berfungsi untuk mengukur jarak dan luas wilayah, sehingga dirinya dapat mengambil kesimpulan terhadap rencana mengunjungi daerah tersebut.

Misalnya seorang pembaca peta pemula akan berkunjung ke Bandung - Jawa Barat. Pada saat dia Misalnya seorang pembaca peta pemula akan berkunjung ke Bandung - Jawa Barat. Pada saat dia

Kompas merupakan media yang sering menggunakan skala sebagai bagian dari informasi peta. Jenis skala yang digunakan Kompas pada umumnya skala batang. Misalnya :

180 km