Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efektivitas

2.1.1 Pengertian Efektivitas

Efektivitas mempunyai arti yang berbeda–beda bagi setiap orang, tergantung pada kerangka acuan yang dipakai. Beberapa sarjana sosial, efektifitas sering kali ditinjau dari sudut kualitas kehidupan pekerja (orang yang melakukan suatu tindakan). Rumusan mengenai efektivitas kegiatan atau program bergantung pada masalah, seberapa berhasilnya pencapaian sasaran yang dinyatakannya.

Menurut Mahmudi dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: efektivitas merupakan hubungan antara

output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap

pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan. Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan (Mahmudi, 2005: 92).

Agung Kurniawan dalam bukunya Transformasi Pelayanan Publik mendefinisikan efektivitas sebagai berikut: efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya. Secara singkat pengertian efektivitas adalah melakukan atau mengerjakan sesuatu tepat pada sasaran (Kurniawan, 2005: 109).

Efektivitas adalah hasil yang dicapai pekerja dibandingkan jumlah hasil produksi lain dengan jangka waktu tertentu. Rancangan yang digunakan untuk mempelajari efektivitas ialah memadukan faktor–faktor organisasi, seperti struktur


(2)

dan teknologi, dengan faktor-faktor individual, seperti motivasi, rasa keterikatan dan prestasi kerja. Kegiatan ini berdasarkan keyakinan bahwa setiap model efektivitas yang dinamis harus meneliti jalannya proses perilaku dan usaha individual mempengaruhi prestasi organisasi. Kata kunci pengertian ini adalah kata efektif karena pada akhirnya keberhasilan kepemimpinan dan organisasi diukur dengan konsep efektivitas itu sendiri. Efektivitas berarti kuantitas atau kualitas keluaran barang atau jasa (Handoko, 2000: 105).

Organisasi merupakan kumpulan dari individu dan kelompok sehingga keefektifan organisasi pada dasarnya adalah merupakan fungsi dari keefektifan individu dan kelompok. Secara sederhana organisasi adalah kesatuan susunan yang terdiri dari sekelompok orang yang mempunyai tujuan yang sama, dapat dicapai secara bersama, dimana dalam melakukan tindakan itu ada pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab bagi tiap-tiap personal yang terlibat di dalamnya untuk mencapai tujuan organisasi (Indrawijaya, 2000: 227).

Organisasi biasanya berada dalam lingkungan yang bergejolak dengan sumber daya yang terbatas, lingkungan yang berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman, perubahan tersebut akan mempengaruhi efektivitas organisasi. Dalam lingkungan demikian organisasi harus tanggap dan pandai mengantisipasi perubahan agar organisasi tersebut tetap dapat mempertahankan keberadaannya dan dapat berfugsi maka organisasi itu harus efektif (Thoha, 2007: 98).

Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan. Dalam artian efektivitas merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam pengertian teoritis atau praktis, tidak ada persetujuan yang universal mengenai apa yang dimaksud dengan efektivitas. Berbagai pandangan yang dikemukakan oleh para ahli berbeda-beda


(3)

tentang pengertian dan konsep efektivitas dipengaruhi oleh latar belakang dan keahlian yang berbeda pula.

Efektivitas dalam kegiatan organisasi dapat dirumuskan sebagai tingkat perwujudan sasaran yang menunjukkan sejauh mana sasaran telah dicapai. Efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan operasional (Sumaryadi, 2005: 105). Pada dasarnya efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana seseorang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini dapat diartikan, apabila sesuatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, dapat dikatakan efektif tanpa memperhatikan waktu, tenaga dan yang lain.

Sementara menurut Gibson, efektivitas organisasi dapat diukur sebagai berikut: 1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai

2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan

3. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap 4. Perencanaan yang matang

5. Penyusunan program yang tepat 6. Tersedianya sarana dan prasarana

7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik (Gibson, dalam Tangkilisan, 2005: 65)

Tujuan mempelajari perilaku organisasi adalah membuat agar organisasi menjadi lebih efektif melalui perbaikan yang berkesinambungan. Berikut ini 4 cara menilai efektivitas organisasi menurut Kreitner dan Kinicki dapat dilakukan dengan empat kriteria, yaitu pencapaian tujuan, akuisisi sumberdaya, proses internal dan kepuasan konstituensi.


(4)

1. Pencapaian Program, suatu organisasi dianggap efektif apabila dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara hasil atau output dengan tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi.

2. Akuisisi Sumberdaya, suatu organisasi dianggap efektif apabila organisasi tersebut dapat diperoleh input atau faktor-faktor produksi yang dibutuhkan, seperti bahan baku, modal, keahlian teknis, dan manajerial. 3. Proses Internal, suatu organisasi dianggap efektif apabila memiliki sistem

yang sehat. Suatu organisasi memiliki sistem yang sehat jika informasi mengalir dengan lancar, serta adanya komitmen, kepercayaan, loyalitas dan kepuasan karyawan.

4. Startegi/Strategic Constituency, suatu organisasi dianggap efektif apabila adanya kepuasan pihak-pihak yang berkepentingan. Konstitunsi strategi adalah sekelompok individu yang memiliki andil dalam organisasi, seperti penyedia sumberdaya, pengguna produk, produsen output organisasi, kelompok-kelompok yang kerjasamanya penting untuk kelangsungan hidup organisasi, dan mereka yang hidupnya dipengaruhi oleh organisasi (Sunyoto & Burhanudin, 2011: 7-8).

Definisi-definisi tersebut menilai efektivitas dengan menggunakan tujuan akhir atau tujuan yang diinginkan. Kenyataan dalam upaya mencapai tujuan akhir, perusahaan harus mengenali kondisi-kondisi yang dapat menghalangi tercapainya tujuan, sehingga dapat diterima pandangan yang menilai efektivitas organisasi sebagai ukuran seberapa jauh sebuah organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai.


(5)

Dalam mengukur efektivitas suatu kegiatan atau aktifitas perlu diperhatikan beberapa indikator, yaitu :

1. Pemahaman program 2. Tepat Sasaran

3. Tepat waktu 4. Tercapainya tujuan

5. Perubahan nyata (Sutrisno, 2007 : 125-126).

Beberapa pendapat para ahli yang telah dikemukakan dapat diambil kesimpulan bahwasanya efektifitas merupakan alat ukur untuk menentukan keberhasilan suatu program sesuai dengan tujuan pelaksanannya.

2.1.2 Pendekatan Terhadap Efektivitas

Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu :

1. Pendekatan Sasaran

Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan ini dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Selain tercapainya tujuan, efektifitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan. Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran efektivitas dengan pendekatan ini adalah sasaran yang realistis untuk memberikan hasil yang maksimal berdasarkan sasaran resmi dengan memperhatikan permasalahan yang ditimbulkannya, dengan memusatkan perhatian terhadap aspek output yaitu


(6)

dengan mengukur keberhasilan program dalam mencapai tingkat output yang direncanakan.

2. Pendekatan Sumber

Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Lembaga harus mampu memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan system agar dapat efektif.Pendekatan ini didasatkan pada teori mengenai keterbukaan system suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungan dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan autput yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya. Sumber-sumber yang ada pada lingkungan seringkali bersifat langka dan bernilai tinggi. Mendapatkan berbagai jenis sumber untuk memelihara sistem dari suatu lembaga merupakan kriteria yang digunakan untuk mengukur efektivitas.

3. Pendekatan Proses

Pendekatan proses dianggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan yang ada berjalan dengan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efesiensi serta kesehatan lembaga (Cunningham, 1978: 635).


(7)

2.2 Kebijakan Publik dan Kebijakan sosial 2.2.1 Kebijakan Publik

Kebijakan (policy) adalah sebuah instrument pemerintah bukan saja dalam artian government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula

govermance yang menyentuh pengelolaan sumber daya publik (Suharto, 2007: 3).

Banyak defenisi mengenai kebijakan publik. Sebagian ahli memberi pengertian kebijakan publik dalam kaitannya dengan keputusan atau ketetapan pemerintah untuk melakukan suatu tindakan yang dianggap akan membawa dampak bagi kehidupan warganya. kebijakan publik pada umumnya mengandung pengertian mengenai

“Whatever government choose to do or not to do”. Artinya kebijakan publik adalah

“apa saja yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan” (Bridgman dan Davis, dalam Suharto, 2007: 3).

Sebuah kebijakan yang diambil oleh pemerintah awalnya tidak serta merta langsung diagendakan menjadi sebuah kebijakan publik. Ada tahap-tahap sebuah masalah pada akhirnya diagendakan oleh pemerintah untuk diambil kebijakannya. Pemerintah melihat apakah masalah itu menyebar luas di masyarakat, bahkan sampai membuat masyarakat bingung, sehingga pemerintah perlu mengambil tindakan berupa kebijakan mengenai masalah tersebut agar tidak terjadi kekacauan di masyarakat.

Kebijakan publik sedikitnya mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum atas pernyataan-pernyataan yang ingin dicapai.

2. Proposal tertentu yang mencerminkan keputusan-keputusan pemerintah yang telah terpilih.


(8)

4. Program, yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana penggunaan sumber daya lembaga dan strategi pencapaian tujuan.

5. Keluaran, yaitu apa yang nyata telah disediakan oleh pemerintah, sebagai produk dari kegiatan tertentu.

6. Teori yang menjelaskan bahwa jika melakukan X maka diikuti oleh Y.

7. Proses yang panjang dalam priode waktu tertentu yang relatif panjang (Hogwood dan Gunn, dalam Suharto, 2007: 5).

Kebijakan dibuat berdasarkan teori, modal atau hipotesis mengenai sebab dan akibat. Kebijakan-kebijakan senantiasa bersandar pada asumsi mengenai prilaku. Kebijakan selalu mengandung insentif yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Kebijakan harus mampu memperkirakan keberhasilan yang dicapai dan juga mengatasi kegagalan yang mungkin terjadi. Misalnya jika bahan bakar minyak dinaikkan maka akan banyak pula perusahaan yang menaikkan harga produksinya yang berakibat pada naiknya harga barang-barang yang mengakibatkan masyarakat kelas menengah ke bawah semakin sulit memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kebijkan biasanya diciptakan dalam situasi ketidakpastian dan diuji di lingkungan dimana kebijakan itu diterapkan. Para pembuat kebijakan belajar dengan menemukan dan memperbaiki kesalahan dalam membuat asumsi yang mungkin terjadi dengan model-model kebijakan. Sebuah proses kebijakan yang baik biasanya merumuskan asumsi-asumsinya secara jelas sehingga para pelaksana kebijakan memahami teori dan model kebijakan yang mendukung keputusan dan rekomendasi didalamnya. Banyaknya kepentingan dalam perumusan sebuah kebijakan, perbaikan dalam kebijakan berikutnya tidak selalu mudah dilakukan. Temuan di lapangan mengenai konsekuensi kebijakan perlu dicatat dan didokumentasikan secara baik dalam sebuah naskah kebijakan, sehingga dapat dipelajari.


(9)

Seorang analisis kebijakan dari Amerika, Aron dan Wildavsky menyatakan bahwa “kita berharap bahwa hipotesis baru dapat dikembangkan menjadi teori yang mampu menjelaskan kenyataan yang lebih baik” (Bridgeman dan Davis, dalam Suharto, 2007: 8-9). Teori-teori yang baik yang didukung oleh hasil evaluasi merupakan dasar yang dapat dipakai untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan publik.

2.2.2 Kebijakan sosial

Adanya kebijakan publik yang dibuat pemerintah maka lahirlah kebijakan sosial yang merupakan salah satu bentuk dari upaya yang dilakukan pemerintah untuk penaggulangan kemiskinan diantaranya kebijakan sosial dalam bentuk pemberdayaan masyarakat, seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat yang merupakan bantuan langsung masyarakat.

Kebijakan sosial adalah salah satu bentuk dari kebijakan publik. Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak (Bessant, Watts, dan Smith, dalam Suharto, 2007 : 10).

Dalam garis besar, kebijakan sosial diwujudkan dalam tiga kategori, yakni perundang-undangan, program pelayanan sosial, dan sistem perpajakan. Berdasarkan kategori ini, maka dapat dinyatakan bahwa setiap perundang-undangan, hukum atau peraturan daerah yang menyangkut masalah dan kehidupan sosial adalah wujud dari kebijakan sosial. Namun, tidak semua kebijakan sosial berbentuk perundang-undangan (Suharto, 2007: 11).

Kebijakan sosial seringkali melibatkan program-program bantuan yang sulit dilihat secara kasat mata. Karenanya, masyarakat luas kadang-kadang sulit mengenali kebijakan sosial dan membedakannya dengan kebijakan publik lainnya.


(10)

Secara umum kebijakan publik lebih luas daripada kebijakan sosial. Kebijakan transportasi, jalan raya, air bersih, pertahanan dan keamanan merupakan beberapa kebijakan publik. Sedangkan kebijakan mengenai jaminan sosial, seperti bantuan sosial dan asuransi sosial yang umumnya diberikan bagi kelompok miskin atau rentan, adalah contoh kebijakan sosial (Suharto, 2007: 11-12).

Kebijakan sosial dan kebijakan publik yang penting di negara-negara modern dan demokratis, semakin maju dan demokratis suatu negara maka semakin tinggi perhatian negara tersebut terhadap pentingnya kebijakan sosial. Sebaliknya di negara-negara miskin dan otoriter kebijakan sosial kurang mendapat perhatian. Kebijakan sosial pada hakekatnya merupakan kebijakan publik dalam bidang kesejahteraan sosial. Dengan demikian makna kebijakan pada kata kebijakan sosial adalah kebijakan publik sedangkan makna sosial menunjuk pada bidang atau sektor yang menjadi garapannya yaitu bidang kesejahteraan sosial.

Ada dua pendekatan dalam mendefenisikan kebijakan sosial sebagai sebuah kebijakan publik yaitu pendekatan pertama mendefenisikan kebijakan sosial sebagai seperangkat kebijakan negara yang dikembangkan untuk mengatasi masalah sosial melalui pemberian pelayanan sosial dan jaminan sosial. Pendekatan kedua mendefenisikan kebijakan sosial sebagai disiplin studi yang mempelajari kebijakan-kebijakan kesejahteraan, perumusan dan konsekuensinya. Meskipun kedua pendekatan ini memiliki orientasi berbeda baik sebagai ketetapan pemerintah maupun sebagai bidang studi keduanya menekankan bahwa kebijakan sosial adalah salah satu kebijakan publik yang menyangkut pembangunan kesejahteraan sosial (Spicker, Bergman dan Davis, dalam Suharto, 2007: V).

Kebijakan sosial melibatkan program-program bantuan yang dilihat secara kasat mata, karenanya masyarakat luas sulit mengenali kebijakan sosial dan


(11)

membedakannya dengan kebijakan publik lainnya. Secara umum kebijakan publik lebih luas dari kebijakan sosial. Kebijakan transportasi, jalan raya, air bersih merupakan contoh kebijakan publik, sedangkan contoh kebijakan sosial seperti kebijakan mengenai jaminan sosial seperti bantuan sosial dan asuransi sosial umumnya diberikan bagi kelompok yang miskin.

2.3 Kemiskinan

Secara umum istilah miskin atau kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang kurang atau minim, dalam hal ini konsep kurang maupun minim dilihat secara komparatif antara kondisi nyata kehidupan pribadi atau sekelompok orang disatu pihak dengan kebutuhan pribadi atau sekelompok orang dilain pihak. Pengertian minim disini bersifat relatif, dapat berbeda dengan rentang waktu yang berbeda. Dapat pula berbeda dengan lingkungan yang berbeda (Siagian, 2012: 4-5).

Kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka telah mampu mencapai kehidupan yang layak (Mencher, dalam Siagian, 2012: 5).

Seorang pakar ekonomi membagi kemiskinan kedalam beberapa dimensi yaitu: 1. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan pemenang

dan pengkalah. Pemenang umumnya adalah negara-negara maju, sedangkan negara-negara berkembang seringkali semakin terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi.

2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsisten yaitu kemiskinan akibat rendahnya pembangunan, kemiskinan perdesaan yaitu kemiskinan akibat peminggiran perdesaan dalam proses pembangunan,


(12)

kemiskinan perkotaan yaitu kemiskinan yang sebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan.

3. Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak, dan kelompok minoritas.

4. Kemiskinan konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk (Cox, dalam Seabrook, 2006: 31).

Kemiskinan dilihat dari sisi poverty profile masyarakat. Kemiskinan tidak hanya menyangkut persoalan kesejahteraan semata, tetapi kemiskinan menyangkut persoalan kerentanan, ketidakberdayaan, tertutupnya akses kepada berbagai peluang kerja, menghabiskan sebagian besar penghasilannya untuk kebutuhan konsumsi, angka ketergantungan yang tinggi, rendahnya akses terhadap pasar, dan kemiskinan terefleksi dalam budaya kemiskinan yang diwarisi dari satu generasi kegenerasi berikutnya (Seabrook, 2006: 34).

Dapat disimpulkan bahwa kemiskinan tidak bisa hanya dipandang dari sisi kurangnya pemenuhan kebutuhan pokok semata sebagai akibat kerentanan dan ketidakberdayaan seperti yang selama ini banyak didefinisikan dalam kebijakan-kebijakan tentang pengentasan kemiskinan. Kemiskinan juga harus dipandang dari pengertian kemiskinan relatif sehingga kebijakan yang diambil dapat memberikan solusi terhadap akar permasalahan kemiskinan yang sebenarnya.


(13)

2.4 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat sebenarnya mengacu kapada kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat. Jadi pendekatan pemberdayaan masyarak titik beratnya adalah penekanan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sebagai obyek, tetapi justru sebagai subyek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum (Setiana, 2005: 5-6).

Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjukkan pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya (Suharto, 2009: 57-58).

Dalam konsep pemberdayaan masyarakat, perlu diketahui potensi atau kekuatan yang dapat membantu proses perubahan agar dapat lebih cepat dan terarah, sebab tanpa adanya potensi atau kekuatan yang berasal dari masyarakat itu sendiri maka seseorang, kelompok, organisasi atau masyarakat akan sulit bergerak untuk melakukan perubahan. Kekuatan pendorong ini didalam masyarakat harus ada atau


(14)

bahkan diciptakan lebih dulu pada awal proses perubahan dan harus dapat dipertahankan selama proses perubahan tersebut berlangsung (Setiana, 2005: 6).

Konsep pemberdayaan tidak mempertentangkan pertumbuhan dan pemerataan, tetapi konsep ini berpandangan bahwa dengan pemerataan tercipta landasan yang lebih luas untuk pertumbuhan dan yang akan menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan. Ada 5 prinsip dasar dari konsep pemberdayaan masyarakat sebagai berikut:

1. Pemberdayaan masyarakat memerlukan break-even dalam setiap kegiatan yang dikelolanya, meskipun orientasinya berbeda dari organisasi bisnis, dimana dalam pemberdayaan masyarakat keuntungan yang diperoleh didistribusikan kembali dalam bentuk program atau kegiatan pembangunan lainnya.

2. Pemberdayaan masyarakat selalu melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan.

3. Dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, kegiatan pelatihan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari usaha pembangunan fisik.

4. Dalam implementasinya, usaha pemberdayaan harus dapat memaksimalkan sumber daya, khusus dalam hal pembiayaan yang berasal dari pemerintah, swasta maupun sumber-sumber lainnya.

5. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus dapat berfungsi sebagai penghubung antara kepentingan pemerintah yang bersifat makro dengan kepentingan masyarakat yang bersifat mikro (Rubin, dalam Adi, 2003: 55). Pembangunan perdesaan harus melakukan empat upaya besar yang saling berkaitan yaitu:


(15)

1. Memberdayakan ekonomi masyarakat desa yang memerlukan masukan modal, bimbingan teknologi, dan pemasaran untuk memandirikan masyarakat desa.

2. Meningkatkan kualitas sumber daya penduduk pedesaan dengan peningkatan pendidikan, kesehatan, dan gizi sehingga memperkuat produktivitas dan daya saing.

3. Membangun prasarana pendukung perdesaan yang cukup karena lokasi perkampungan terpencil, seperti jalan, jaringan telekomunikasi dan penerangan, yang masih merupakan tanggung jawab pemerintah. Keikutsertaan masyarakat desa setempat dalam gotong-royong harus diutamakan.

4. Mengatur kelembagaan perdesaan, yaitu berbagai lembaga pemerintah dan lembaga kemasyarakatan desa. Pemerintahan desa harus mampu menampung aspirasi dan menggali aspirasi masyarakat (Kartasasmita, dalam Jayadinata, 2006: 3).

Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang terpinggirkan, termasuk kaum perempuan. Demikian pula masyarakat lain yang terabaikan. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi orang lain untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat meningkatkan untuk menganalisis kondisi dan potensi serta masalah-masalah yang perlu diatasi. Masyarakat berperan serta dalam proses pengambilan keputusan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan sampai tahap penilaian kegiatan yang dikembangkan oleh dan untuk mereka.

Dasar proses pemberdayaan adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya sangat luas dan berguna serta kemauan mereka untuk menjadi


(16)

lebih baik. Proses pemberdayaan bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumberdaya alam maupun sumber daya manusia. Melalui proses pemberdayaan masyarakat diharapkan akan dikembangkan lebih jauh pola pikir yang kritis dan sistematis.

Proses pemberdayaan sangat bermanfaat untuk dinas dan instansi lain dalam peningkatan pelayanan yang lebih tanggap bagi kebutuhan pelanggan yang telah diidentifikasi oleh masyarakat sendiri. Proses pemberdayaan masyarakat akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menyampaikan kebutuhannya kepada instansi-instansi dapat menyesuaikan serta memperbaiki pelayanannya.

Tim pemberdayaan masyarakat didukung oleh lembaga pelaksana. Peran utama tim pemberdayaan masyarakat adalah mendampingi masyarakat dalam melaksanakan proses pemberdayaan masyarakat. Peran tim pemberdayaan pada awal proses sangat aktif tetapi akan berkurang selama proses berjalan sampai masyarakat sudah mampu melanjutkan kegiatannya secara mandiri.

2.5. Pengembangan Masyarakat

Pengembangan masyarakat intinya adalah bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Pengembangan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya membantu anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama dengan mengidentifikasikan kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pengembangan masyarakat sering diimplementasikan dalam bentuk:


(17)

1. Proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan anggota masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhan.

2. Kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggung jawab. Pengembangan Masyarakat terdiri dari dua konsep, yaitu pengembangan dan masyarakat. Secara singkat, pengembangan atau pembangunan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Bidang-bidang pembangunan biasanya meliputi beberapa sektor, yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sosial-budaya. Masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu:

1. Masyarakat sebagai sebuah tempat bersama, yakni sebuah wilayah geografi yang sama. Sebagai contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan di daerah perkotaan atau sebuah kampung di wilayah perdesaan.

2. Masyarakat sebagai kepentingan bersama, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh, kepentingan bersama pada masyarakat etnis minoritas atau kepentingan bersama berdasarkan identifikasi kebutuhan tertentu seperti halnya pada kasus para orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus atau bekas para pengguna pelayanan kesehatan mental.

Istilah masyarakat dalam pengembangan masyarakat biasanya diterapkan terhadap pelayanan-pelayanan sosial kemasyarakatan yang membedakannya dengan pelayanan-pelayanan sosial kelembagaan. Pelayanan perawatan manusia lanjut usia yang diberikan di rumah mereka dan di pusat-pusat pelayanan sosial kemasyarakatan, sedangkan perawatan manula di sebuah rumah sakit khusus manusia lanjut usia adalah contoh pelayanan sosial kelembagaan.


(18)

Istilah masyarakat juga sering dikontraskan dengan negara. Misalnya, sektor masyarakat sering diasosiasikan dengan bentuk-bentuk pemberian pelayanan sosial yang kecil, informal dan bersifat bottom-up, sedangkan lawannya, yakni sektor publik sering diartikan sebagai bentuk-bentuk pelayanan sosial yang relatif lebih besar. Pengembangan masyarakat berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang tidak beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun oleh diskriminasi berdasarkan kelas sosial, suku, jender, jenis kelamin, usia, dan kecacatan (Susantyo, 2008: 39-40).

2.5.1. Model-Model Pengembangan Masyarakat

Pengembangan masyarakat terdiri atas tiga model yang berguna dalam memahami konsep pekerjaan sosial dengan masyarakat yaitu:

1. Pengembangan masyarakat lokal, proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Anggota masyarakat dipandang bukan masyarakat sebagai sistem klien yang bermasalah melainkan sebagai yang unik dan memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan.

2. Perencanaan sosial adalah sebagai proses pragmatis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam memecahkan masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, kebodohan, dan kesehatan masyarakat yang buruk.

3. Aksi sosial, tujuan dan sasaran utama aksi sosial adalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan dan struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan, pendistribusian sumber dan


(19)

pengambilan keputusan. Aksi sosial berorientasi pada tujuan proses dan tujuan hasil. Masyarakat diorganisir melalui proses penyadaran, pemberdayaan, dan tindakan-tindakan aktual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip demokratis, kemerataan dan keadilan (Soetomo, 2006: 131).

2.5.2. Peranan Pekerja Sosial Dalam Pengembangan Masyarakat Paradigma generalis dapat memberi petunjuk mengenai fungsi kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat serta menunjukkan peranan-peranan dan strategi sesuai dengan fungsi tersebut. Ada beberapa strategi dalam pengembangan masyarakat. Strategi tersebut disesuaikan dengan peranan pekerja sosial dalam pelaksanaan pengembangan masyarakat meliputi:

1. Fasilitator

Peranan fasilitator sering juga disebut sebagai pemungkin sebagai tanggung jawab untuk membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau transisional. Pengertian ini didasari oleh visi pekerjaan sosial bahwa setiap perubahan terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha klien sendiri, dan perana pekerja sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu melakukan perubahan yang ditetapkan dan disepakati bersama. 2. Broker

Dalam konteks pekerja sosial dengan masyarakat, peran pekerja sosial sebagai broker tidak jauh berbeda dengan peran broker di pasar modal. Seperti halnya di pasar modal, pekerjaan sosial dengan masyarakat terdapat klien atau konsumen namun, demikian pekerja sosial yang menjadi broker mengenai


(20)

kualitas pelayanan sosial dilingkungannya menjadi sangat penting dalam memenuhi keinginan kliennya memperoleh keuntungan maksimal.

3. Mediator

Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Pekerja sosial dapat memerankan sebagai fungsi kekuatan ketiga untuk menjembatani anatara anggota kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam peran pekerja sosial sebagai mediator meliputi kontak perilaku, negosiasi, mendamai pihak ketiga, serta berbagai macam resolusi konflik.

4. Pembela

Peran pembelaan dapat dibagi dua yaitu advokasi kasus dan advokasi kuasa. Apabila pekerja sosial melakukan pembelaan atas nama seorang klien secara individual, maka ia berperan sebagai pembela kasus. Pembelaan kuasa terjadi manakala klien yang dibela pekerja sosial bukanlah individu melainkan sekelompok anggota masyarakat.

5. Pelindung

Dalam melakukan peran sebagai pelindung, pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon korban, dan populasi yang beresiko lainnnya. Peranan sebagai pelindung mencakup penerapan sebagai kemampuan yang menyangkut: kekuasaan, pengaruh, otoritas, dan pengawasan sosial (Parsons, Jorgensons dan Hernandez, dalam Susantyo, 2008: 51-52).


(21)

2.6 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandir Perdesaan

2.6.1 Latar Belakang PNPM Mandiri Perdesaan

Pelaksanaan PNPM merupakan kelanjutan dari program Pengembangan Kecamatan sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan beserta program pendukunganya seperti PNPM : Generasi dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus untuk pengembangan daerah tertinggal, pasca bencana dan konflik.

Mulai tahun 2007 Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. PNPM-MP adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan.Pendekatan PNPM-MP merupakan pengembangan dari PPK, yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan PPK adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat (Departemen Dalam Negeri RI, 2008: 1).

Berdasarkan Buku Pedoman Umum PNPM MP Tahun 2008 yang menyatakan bahwa visi PNPM Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan.

Sedangkan Misi PNPM Mandiri Perdesaan adalah:


(22)

b. Kelembagaan sistem pembangunan partisipatif . c. Pengefektifan fungsi dan peran pemerintah lokal.

d. Peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sarana sosial dasar ekonomi masyarakat.

e. Pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan.

Dalam rangka mencapai visi dan misi PNPM MP, strategi yang dikembangkan yaitu menjadikan rumah tangga miskin sebagai kelompok sasaran, menguatkan sistem pembangunan partisipatif, serta mengembangkan kelembagaan kerja sama antar desa. Berdasarkan visi, misi, dan strategi yang dikembangkan, maka PNPM Mandiri Perdesaan lebih menekankan pentingnya pemberdayaan sebagai pendekatan yang dipilih. Melalui PNPM Mandiri Perdesaan diharapkan masyarakat dapat menuntaskan tahapan pemberdayaan yaitu tercapainya kemandirian dan keberlanjutan, setelah tahapan pembelajaran dilakukan melalui Program Pengembangan Kecamatan.

2.6.2 Tujuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan

Tujuan umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.

Sedangkan tujuan khususnya meliputi:

1. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan.


(23)

2. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan, sumber daya lokal.

3. Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif.

4. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat.

5. Melembagakan pengelolaan dana bergulir.

6. Mendorong terbentuk dan berkembangnya badan kerja sama antar desa.

7. Mengembangkan kerjasama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan.

2.6.3 Jenis dan Kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan

Lingkup kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan pada prinsipnya adalah peningkatan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin perdesaan secara mandiri melalui peningkatan partisipasi masyarakat (terutama masyarakat miskin, kelompok perempuan dan kelompok yang terpinggirkan), meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintahan, meningkatnya modal sosial masyarakat serta inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna.

Usulan kegiatan yang dapan di danai dalam PNPM Mandiri Perdesaan dapat diklasifikasikan atas 4 jenis kegiatan yang meliputi :

1. Kegiatan pembangunan atau perbaikan prasarana sarana dasar yang dapat memberikan manfaat jangka pendek maupun jangka panjang secara ekonomi bagi masyarakat miskin atau rumah tangga miskin.


(24)

2. Peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan termasuk kegiatan pelatihan pengembangan keterampilan masyarakat.

3. Kegiatan peningkatan keterampilan kelompok usaha ekonomi terutama bagi kelompok usaha yang berkaitan dengan produksi berbasis sumber daya lokal 4. Penambahan permodalan simpan pinjam untuk kelompok perempuan.

2.6.4 Prinsip Dasar dan lokasi sasaran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan

PNPM Mandiri Perdesaan menekankan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut : a. Bertumpu pada pembangunan manusia. Pelaksanaan PNPM Mandiri

Perdesaan senantiasa bertumpu pada peningkatan harkat dan martabat manusia dari pada pembangunan fisik seutuhnya.

b. Otonomi. Dalam pelaksanaan PNPM Mandiri, masyarakat memiliki hak dan kewenangan mengatur diri secara mandiri dan bertanggungjawab tanpa intervensi negatif dari luar.

c. Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kapasitas masyarakat.

d. Berorientasi pada masyarakat miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung.

e. Partisipasi. Masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran atau dalam bentuk materil.


(25)

f. Kesetaraan dan keadilan gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya disetiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan.

g. Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyarawah dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin. h. Transparansi dan Akuntabel. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai

terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggunggugatkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif.

i. Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumberdaya yang terbatas.

j. Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya saat ini tapi juga di masa depan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan (Departemen Dalam Negeri RI, 2008: 2-3).

Lokasi sasaran PNPM-MP meliputi seluruh kecamatan perdesaan di Indonesia yang dalam pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dan tidak termasuk kategori kecamatan-kecamatan yang bermasalah dalam PPK/ PNPM Mandiri Perdesaan.

Kelompok Sasaran PNPM MP yaitu: a. Rumah Tangga Miskin di perdesaan b. Kelembagaan masyarakat di perdesaan


(26)

2.7 Program Simpan Pinjam Perempuan.

2.7.1 Pengertian Simpan Pinjam Perempuan.

Merupakan kegiatan pemberian permodalan untuk kelompok perempuan yang mempunyai kegiatan simpan pinjam. Adapun yang menjadi tujuan umum program Simpan Pinjam Perempuan adalah untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam di perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan serta mendorong pengurangan rumah tangga miskin dan penciptaan lapangan kerja.

Sedangkan tujuan khusus adalah:

1. Mempercepat proses pemenuhan kebutuhan pendanaan usaha ataupun sosial dasar.

2. Memberikan kesempatan kaum perempuan meningkatkan ekonomi rumah tangga melalui pendanaan peluang usaha.

3. Mendorong penguatan kelembagaan simpan pinjam perempuan.

Ketentuan dasar program SPP PNPM Mandiri Perdesaan adalah:

1. Kemudahan, artinya masyarakat miskin dengan mudah dan cepat mendapatkan pelayanan pendanaan kebutuhan tanpa syarat agunan.

2. Terlembagakan, artinya dana kegiatan SPP disalurkan melalui kelompok yang sudah mempunyai tata cara dan prosedur yang sudah baku dalam pengelolaan simpanan dan pengelolaan pinjaman.

3. Keberdayaan, artinya proses pengelolaan didasari oleh keputusan yang professional oleh kaum perempuan dengan mempertimbangkan pelestarian dan pengembangan dana bergulir guna meningkatkan kesejahteraan.


(27)

4. Pengembangan, artinya setiap keputusan pendanaan harus berorientasi pada peningkatan pendapatan sehingga meningkatkan pertumbuhan aktivitas ekonomi masyarakat pedesaan.

5. Akuntabilitas, artinya dalam melakukan pengelolaan dana bergulir dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (Departemen Dalam Negeri, 2008: 58)

2.7.2 Ketentuan Pendanaan Bantuan Langsung Masyarakat

Dana BLM adalah dana yang disediakan oleh PNPM-MP untuk mendanai kegiatan usaha melalui proses perencanaan dengan ketentuan alokasi dana kegiatan SPP per kecamatan maksimal 25% dari alokasi BLM. Dengan ketentuan kelompok SPP adalah sebagai berikut:

1. Kelompok yang dikelola anggotanya perempuan, yang satu sama saling mengenal, memiliki kegiatan tertentu dan pertemuan rutin yang sudah berjalan sekurang-kurangnya satu tahun.

2. Mempunyai kegiatan simpan pinjam dengan aturan pengelolaan dana simpanan dan dana pinjaman yang telah disepakati.

3. Telah mempunyai modal dan simpanan dan anggota sebagai sumber dana pinjaman yang diberikan kepada anggota.

4. Kegiatan pinjaman pada kelompok masih berlangsung dengan baik.

5. Mempunyai organisasi kelompok dan admnistrasi secara sederhana (Departemen Dalam Negeri RI, 2008: 58-59).


(28)

2.7.3 Mekanisme Pengelolaan

Mekanisme tetap mengacu pada alur kegiatan PNPM-MP akan tetapi perlu memberikan beberapa penjelasan dalam tahapan sebagai berikut :

a. Musyawarah Antar Desa Sosialisasi

Dalam musyawarah antar desa Sosialisasi dilakukan sosialisasi Ketentuan dan Persyaratan untuk kegiatan SPP sehingga pelaku-pelaku tingkat desa memahami adanya kegiatan SPP dan dapat memanfaatakan.

b. Musyawarah Desa Sosialisasi

Musyawarah desa sosialisasi dilakukan sosialisasi Ketentuan dan Persyaratan untuk kegiatan SPP ditingkat desa sehingga pelaku-pelaku tingkat desa memahami adanya kegiatan SPP dan melakukan proses lanjutan.

c. Musyawarah Dusun

Identifikasi kelompok sesuai dengan ketentuan tersebut termasuk kondisi anggota. Kader melakukan identifikasi perkembangan kelompok SPP dan melakukan kategorisasi kelompok yang terdiri dari kelompok pemula, kelompok berkembang dan kelompok siap. Proses kategoriasi kelompok mengacu pada ketentuan kategori perkembangan kelompok, rumah tangga miskin yang belum menjadi anggota kelompok agar dilakukan tawaran dan fasilitasi untuk menjadi anggota kelompok sehingga dapat menjadi pemanfaat, proses yang terakhir adalah hasil musyawarah dusun dituangkan dalam berita acara dengan dilampiri daftar kelompok yang diidentifikasi, kelompok SPP dengan daftar pemanfaat yang diusulkan, peta sosial dan peta rumah tangga miskin, rekap kebutuhan pemanfaat.

d. Musyawarah desa dan Musyawarah Khusus Perempuan Merupakan tahapan seleksi di tingkat desa adalah :


(29)

1. Penentuan usulan desa adalah proses penentuan keputusan usulan desa yang akan dikompetisikan di tingkat kecamatan. Penentuan usulan ini melalui keputusan musyawarah kusus perempuan.

2. Hasil keputusan ini melalui musyawarah khusus perempuan merupakan usulan desa untuk kegiatan SPP. Hasil keputusan diajukan berdasarkan kelompok-kelompok yang diajukan dalam paket usulan desa.

3. Dalam penulisan usulan kelompok adalah tahapan yang menghasilkan proposal kelompok yang akan dikompetisikan di tingkat kecamatan. Dalam penulisan usulan SPP paling tidak harus memuat hal sebagai berikut : Sekilas kondisi kelompok SPP, gambaran usaha dan daftar calon pemanfaat.

e. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses verifikasi kegiatan SPP adalah : 1. Penetapan Formulir Verifikasi

Penetapan formulir verifikasi merupakan proses penyesuaian dengan contoh format formulir yang telah tersedia.

2. Proses Pelaksanaan Verifikasi

Verifikasi kelompok SPP mencakup pengalaman Kegiatan Simpan Pinjam, persyaratan Kelompok, kondisi Kegiatan Simpan Pinjam, penilaian khusus, jumlah RTM, dan penilaian kelompok.


(30)

Tabel 2.1

Kategorisasi Tingkat Perkembangan Kelompok Tabel Indikator Perkembangan Kelompok SPP

Indikator Nilai =1 Nilai=2 Nilai=3 Nilai=4 Ikatan Pemersatu Ikatan pemersatu adalah domisili atau geografis atau keluarga Ikatan pemersatu kegiatan simpan pinjam kurang dari satu tahun

Ikatan pemersatu kegiatan simpan pinjam antara satu tahun sampai tiga tahun Ikatan pemersatu kegiatan simpan pinjam

lebih dari tiga tahun Kegiatan anggota untuk kegiatan bersama Belum mempunyai kegiatan secara rutin Mempunyai kegiatan tetapi belum terencana dengan baik Mempunyai kegiatan simpan pinjam yang masih berjalan dengan baik Mempunyai kegiatan simpan pinjam yang terus berkembang dengan baik Pengurus Belum

mempunyai pengurus yang disepakati oleh anggota Pengurus belum mempunyai pertemuan tetapi belum secara rutin Pengurus mempunyai pertemuan rutin tetapi belum mempunyai agenda pertemuan pertemuan terencana Pengurus mempunyai pertemuan rutin dan mempunyai agenda pertemuan yang terencana dengan baik Aturan kelompok Belum ada kesepakatan untuk tujuan bersama Mempunyai kesepakatan untuk mencapai tujuan bersama tetapi tidak secara

tertulis Mempunyai aturan tertulis tetapi belum seluruhnya dilaksanakan Mempunyai AD/ADRT yang telah dilaksanakan dengan baik Iuran anggota Belum mempunyai iuran anggota secara wajib Mempunyai iuran, tetapi belum mencukupi unuk operasional kelompok Mempunyai iuran wajib dan

sukarela untuk operasional kelompok Mempunyai iuran wajib, sukarela dan simpanan sebagai modal kelompok Administr asi kelompok Belum mempunyai administrasi secara tertulis Mempunyai administrasi tertulis tetapi belum mempunyai laporan tertulis Mempunyai administrasi dan laporan tertulis tetapi belum secara rutin dipertanggungja wabkan Mempunyai administrasi dan laporan tertulis dan rutin dipertanggungj awabkan


(31)

f. Musyawarah Antar Desa Prioritas Usulan

Evaluasi akhir dengan model prioritas kebutuhan dengan mempertimbangkan hasil verifikasi yang mengutamakan calon pemanfaat Rumah Tangga Miskin lalu dilakkan perengkingan. Hasil perankingan SPP sudah dapat menunjukkan kebutuhan pendanaan BLM untuk SPP sehingga sudah dapat ditentukan kelompok-kelompok layak yang akan didanai dari BLM. Untuk kelompok yang layak dan akan didanai BLM tahap selanjutnya adalah melakukan penyempurnaan dokumen usulan misalnya Kartu Tanda Penduduk, Perjanjian Pinjaman, dan sebagainya. Kompetisi kelompok SPP lebih mempertimbangkan pengurangan Rumah Tangga Miskin, kategori kelompok, kelayakan kelompok pengusul.

g. Musyawarah Antar Desa Penetapan Usulan

Pada tahapan ini keputusan pendanaan mencakup Penentuan pendanaan usulan dengan menentukan kelompok-kelompok yang telah memenuhi syarat perankingan dapat didanai dengan dana BLM PNPM. Dalam MAD penetapan usulan ini dimungkinkan adanya mundurnya kelompok yang akan didanai sesuai dengan MAD Prioritas Usulan sehingga ranking selanjutnya yang akan menerima, jika terjadi tidak sama jumlah kebutuhan pada kelomok terakhir maka agar diputuskan melalui musyawarah. Bagi kecamatan yang telah mengelola dana bergulir PNPM-MP maka pada MAD dapat juga dilakukan proses MAD perguliran.

h. Penetapan Persyaratan

Penetapan persyaratan pinjaman yang tertuang dalam Perjanjian Pinjaman paling tidak mencakup hal-hal sebagai berikut : Penentuan jasa pinjaman dengan ketentuan, jangka waktu pinjaman sumber dana BLM PNPM-MP


(32)

maksimal 12 bulan, angsuran langsung dari kelompok ke Unit Pengelola Kegiatan.

i. Pencairan Dana

Ketentuan pencairan dana bantuan langsung masyarakat adalah pencairan melalui desa yang dan dilakukan 100 persen pada setiap kelompok, bersamaan ketua TPK memberikan dana SPP setelah dikurangi Operasional UPK dua persen dan operasional desa tiga persen,setelah itu kelompok membuat perjanjian pinjaman dengan UPK sebagai lampiran kuitansi serta menyerahkan kuitansi permanfaat kepada UPK. Setelah itu dilanjutkan dengan pengelolaan dokumen dan administrasi di UPK maupun di kelompok.

j. Penetapan Daftar Tunggu

Daftar tunggu ditetapkan diberita acara. Selain menetapkan daftar tunggu juga menetapkan mekanisme, dan persyaratan dalam pendanaan kelompok yang termasuk daftar tunggu.

k. Pelestarian dan Pengembangan Kegiatan

Dasar-dasar dalam rangka mewujudkan pelestarian kegiatan adalah : 1. Adanya dana program simpan pinjam perempuan yang produktif dan

bertambah jumlahnya untuk penyediaan kebutuhan pendanaan masyarakat miskin.

2. Adanya pelestarian prinsip PNPM-MP terutama keberpihakan kepada orang miskin dan transparansi.

3. Penguatan kelembagaan baik dalam aspek permodalan ataupun kelembagaan kelompok.


(33)

Sedangkan Pengembangan kelompok simpan pinjam perempuan diarahkan sebagai lembaga pengelola simpanan dan pinjaman yang professional, akuntabel sehingga mampu menarik masyarakat untuk berpartisipasi dalam program tersebut (Departemen Dalam Negeri RI, 2008: 59-64).

2.8 Kerangka Pemikiran

Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran, kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Upaya untuk menanggulanginya dengan pendekatan multidisiplin yang berdimensi pemberdayaan. Pemberdayaan yang tepat harus memadukan aspek-aspek penyadaran, peningkatan kapasitas dan pendayagunaan (Departemen Dalam Negeri RI, 2008: 1).

Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjukkan pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya (Suharto, 2009: 57-58).

Pemerintah melalui kegiatan PNPM-MP seperti:


(34)

2. Kegiatan peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan termasuk kegiatan pelatihan pengembangan.

3. Keterampilan masyarakat atau pendidikan non formal.

4. Penambahan permodalan simpan pinjam kelompok perempuan.

Program Nasional pemberdayaan Masyarakat Mandiri perdesaan adalah salah satu program pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Sasaran PNPM-MP adalah masyarakat miskin di perdesaan, termasuk didalamnya kaum perempuan

Melalui kebijakan sosial pemerintah mulai memberdayakan potensi yang dimiliki masyarakat untuk dikembangkan. Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang terpinggirkan, termasuk kaum perempuan. Demikian pula masyarakat lain yang terabaikan. Dengan adanya kebijakan publik yang berujung kepada kebijakan sosial maka proses pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan sosial sosial bagi bangsa indonesia.

Salah satu kegiatan PNPM-MP adalah Program Simpan Pinjam Perempuan merupakan kegiatan untuk kaum perempuan yang memiliki kelompok simpan pinjam,yang memiliki tujuan umum yaitu, untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan dan mendorong penanggulangan rumah tangga miskin. Sedangkan tujuan khusus program Simpan Pinjam Perempuan yakni, mempercepat proses pemenuhan kebutuhan pendanaan usaha ataupun sosial dasar, memberikan kesempatan kaum perempuan meningkatkan ekonomi rumah tangga melalui pendanaan peluang usaha, dan mendorong penguatan kelembagaan simpan pinjam oleh kaum perempuan.


(35)

Untuk melihat keefektifan pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di kecamatan Bangun Purba kabupaten Deli Serdang dapat dilihat dari teori efektivitas dengan indikator sebagai berikut:

1. Pemahaman program, yaitu dilihat dari sejauh mana anggota kelompok SPP dapat memahami program SPP.

2. Tepat sasaran, yaitu dilihat dari apakah anggota kelompok SPP yang sudah diberikan sosialisasi mengenai pemahaman program adalah sasaran yang sesuai dengan program SPP PNPM-MP.

3. Tepat waktu, yaitu dilihat dari apakah penggunaan waktu untuk program pemberdayaan kelompok perempuan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.

4. Tercapainya Tujuan, yaitu dilihat dari pencapaian tujuan yang ditetapkan melalui berbagai kegiatan pemberdayaan dan sosialisasi.

5. Perubahan nyata, yaitu dilihat dari bagaimana program tersebut memberikan dampak yang baik maupun adanya perubahan nyata bagi kelompok SPP.


(36)

Untuk memperjelas alur pemikiran tersebut, dapat dilihat bagan kerangka pemikiran dapat dilihat bagan berikut:

Bagan 2.1 Bagan Alur Pemikiran

PNPM-MP di Kecamatan B P b

Program Simpan Pinjam Perempuan

Indikator Efektivitas Pelaksanaan Program dilihat dari:

1. Pemahaman program 2. Tepat sasaran

3. Tepat waktu

4. Tercapainya Tujuan

5 P b h

Kegiatan PNPM-MP

1. Kegiatan pembangunan atau perbaikan sarana dan prasarana

2. Kegiatan peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan termasuk kegiatan pelatihan pengembangan 3. Keterampilan masyarakat atau pendidikan non formal 4. Penambahan permodalan simpan pinjam kelompok

perempuan.

Kelompok Simpan Pinjam Perempuan Tahun Anggaran


(37)

2.9 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.9.1 Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji. Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep-konsep yang diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep-konsep dalam suatu penelitian disebut dengan definisi konsep. Secara sederhana defenisi diartikan sebagai batasan arti.

Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti. Dengan kata lain, peneliti berupaya menggiring para pembaca hasil penelitian itu untuk memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh si peneliti, jadi definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 136-138).

Untuk lebih memahami pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

1. Efektivitas dalam penelitian ini adalah keberhasilan suatu program berdasarkan pemahaman program, ketepatan sasaran, ketepatan waktu, maka tercapai target yang mengarah pada perubahan nyata yang diharapkan pada program.

2. Pelaksanaan program dalam penelitian ini adalah penerapan seperangkat program atau kebijakan yang memiliki tujuan yang ingin dicapai oleh individu, kelompok, pemerintah maupun masyarakat.


(38)

3. Program Simpan Pinjam Perempuan dalam penelitian ini adalah salah satu program kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan yang dalam kegiatan pemberian modal usaha untuk kelompok perempuan yang mempunyai kegiatan simpan pinjam pada tahun 2011.

4. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan dalam penelitian ini adalah salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan, untuk lebih mendorong upaya peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat di perdesaan.

5. Efektivitas pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang dalam penelitian ini adalah suatu pelaksanaan program untuk kemandirian masyarakat oleh PNPM-MP bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan peningkatan ekonomi masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

2.9.2 Defenisi Operasional

Perumusan definisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan definisi konsep. Jika perumusan definisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa objek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan definisi operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011: 141).


(39)

Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang diukur melalui indikator sebagai berikut:

1. Pemahaman program, meliputi:

a. Sumber informasi responden tentang program SPP

b. Pemahaman responden setelah mendapatkan informasi program SPP c. Pengenalan terhadap kelompok

d. Frekuensi pertemuan sesame anggota kelompok e. Aturan pengolahan dana SPP

f. Sumber dana program SPP

g. Peranan fasilitator dalam sosialisasi 2. Tepat sasaran, meliputi:

a. Ikatan pemersatu responden b. Kegiatan bersama kelompok c. Aturan kelompok

d. Administrasi kelompok e. Tipe rumah

f. Responden tercatat sebagai keluarga miskin di kantor Desa 3. Tepat waktu, meliputi:

a. Tahun renponden menjadi anggota kelompok SPP b. Frekuensi bantuan dan waktu pemberian bantuan

c. Waktu pemberian penyuluhan kepada responden setelah menjadi anggota kelompok SPP


(40)

4. Tercapainya Tujuan, meliputi:

a. Pengembangan potensi kegiatan simpan pinjam b. Kemudahan dalam akses pendanaan usaha c. Terpenuhinya kebutuhan pendanaan usaha

d. Meningkatkan upaya penanggulangan rumah tangga miskin 5. Perubahan Nyata, meliputi:

Tabel 2.2 Perubahan Nyata

No Kriteria Sebelum

Mengikuti Program SPP

Setelah Mengikuti Program SPP 1. Mata pencaharian pokok

2. Mata pencaharian tambahan keluarga 3. Sistem penjualan usaha

4. Sering tidaknya menabung 5. Tempat menabung


(1)

Untuk melihat keefektifan pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di kecamatan Bangun Purba kabupaten Deli Serdang dapat dilihat dari teori efektivitas dengan indikator sebagai berikut:

1. Pemahaman program, yaitu dilihat dari sejauh mana anggota kelompok SPP dapat memahami program SPP.

2. Tepat sasaran, yaitu dilihat dari apakah anggota kelompok SPP yang sudah diberikan sosialisasi mengenai pemahaman program adalah sasaran yang sesuai dengan program SPP PNPM-MP.

3. Tepat waktu, yaitu dilihat dari apakah penggunaan waktu untuk program pemberdayaan kelompok perempuan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.

4. Tercapainya Tujuan, yaitu dilihat dari pencapaian tujuan yang ditetapkan melalui berbagai kegiatan pemberdayaan dan sosialisasi.

5. Perubahan nyata, yaitu dilihat dari bagaimana program tersebut memberikan dampak yang baik maupun adanya perubahan nyata bagi kelompok SPP.


(2)

Untuk memperjelas alur pemikiran tersebut, dapat dilihat bagan kerangka pemikiran dapat dilihat bagan berikut:

Bagan 2.1 Bagan Alur Pemikiran

PNPM-MP di Kecamatan B P b

Program Simpan Pinjam Perempuan

Indikator Efektivitas Pelaksanaan Program dilihat dari:

1. Pemahaman program 2. Tepat sasaran

3. Tepat waktu

4. Tercapainya Tujuan

5 P b h

Kegiatan PNPM-MP

1. Kegiatan pembangunan atau perbaikan sarana dan prasarana

2. Kegiatan peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan termasuk kegiatan pelatihan pengembangan 3. Keterampilan masyarakat atau pendidikan non formal 4. Penambahan permodalan simpan pinjam kelompok

perempuan.

Kelompok Simpan Pinjam Perempuan Tahun Anggaran


(3)

2.9 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.9.1 Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji. Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep-konsep yang diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep-konsep dalam suatu penelitian disebut dengan definisi konsep. Secara sederhana defenisi diartikan sebagai batasan arti.

Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti. Dengan kata lain, peneliti berupaya menggiring para pembaca hasil penelitian itu untuk memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh si peneliti, jadi definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 136-138).

Untuk lebih memahami pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

1. Efektivitas dalam penelitian ini adalah keberhasilan suatu program berdasarkan pemahaman program, ketepatan sasaran, ketepatan waktu, maka tercapai target yang mengarah pada perubahan nyata yang diharapkan pada program.

2. Pelaksanaan program dalam penelitian ini adalah penerapan seperangkat program atau kebijakan yang memiliki tujuan yang ingin dicapai oleh individu, kelompok, pemerintah maupun masyarakat.


(4)

3. Program Simpan Pinjam Perempuan dalam penelitian ini adalah salah satu program kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan yang dalam kegiatan pemberian modal usaha untuk kelompok perempuan yang mempunyai kegiatan simpan pinjam pada tahun 2011.

4. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan dalam penelitian ini adalah salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan, untuk lebih mendorong upaya peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat di perdesaan.

5. Efektivitas pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang dalam penelitian ini adalah suatu pelaksanaan program untuk kemandirian masyarakat oleh PNPM-MP bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan peningkatan ekonomi masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

2.9.2 Defenisi Operasional

Perumusan definisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan definisi konsep. Jika perumusan definisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa objek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan definisi operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011: 141).


(5)

Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang diukur melalui indikator sebagai berikut:

1. Pemahaman program, meliputi:

a. Sumber informasi responden tentang program SPP

b. Pemahaman responden setelah mendapatkan informasi program SPP c. Pengenalan terhadap kelompok

d. Frekuensi pertemuan sesame anggota kelompok e. Aturan pengolahan dana SPP

f. Sumber dana program SPP

g. Peranan fasilitator dalam sosialisasi 2. Tepat sasaran, meliputi:

a. Ikatan pemersatu responden b. Kegiatan bersama kelompok c. Aturan kelompok

d. Administrasi kelompok e. Tipe rumah

f. Responden tercatat sebagai keluarga miskin di kantor Desa 3. Tepat waktu, meliputi:

a. Tahun renponden menjadi anggota kelompok SPP b. Frekuensi bantuan dan waktu pemberian bantuan

c. Waktu pemberian penyuluhan kepada responden setelah menjadi anggota kelompok SPP


(6)

4. Tercapainya Tujuan, meliputi:

a. Pengembangan potensi kegiatan simpan pinjam b. Kemudahan dalam akses pendanaan usaha c. Terpenuhinya kebutuhan pendanaan usaha

d. Meningkatkan upaya penanggulangan rumah tangga miskin 5. Perubahan Nyata, meliputi:

Tabel 2.2 Perubahan Nyata

No Kriteria Sebelum

Mengikuti Program SPP

Setelah Mengikuti Program SPP 1. Mata pencaharian pokok

2. Mata pencaharian tambahan keluarga 3. Sistem penjualan usaha

4. Sering tidaknya menabung 5. Tempat menabung


Dokumen yang terkait

Efektivitas Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Tigalingga Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi

8 81 118

Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP) Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Kampung Bilah Kecamatan Bilah Hilir Kabupaten Labuhan Batu

0 57 124

Sosialisasi Pemanfaatan Fasilitas Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan (Study Deskriptif di Desa Purbadolok, Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbanghasundutan)

4 63 111

Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan ( Studi Kasus Irigasi Pertanian Di Desa Aritonang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara)

3 57 116

Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Di Desa Longkotan Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi

2 64 128

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

5 58 146

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

0 0 11

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

0 0 15

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

0 0 2

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

0 0 14