BOOK Wahyudi Kriswandani Pengembangan pembelajaran matematika SD Unit 3

(1)

PENDEKATAN DAN STRATEGI

PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Pendahuluan

Pemilihan pendekatan dan strategi pembelajaran merupakan bagian yang cukup penting dalam merencanakan proses pembelajaran matematika. Untuk itu perlu dibahas secara khusus dalam bab ini. Bab ini terdiri atas 2 sub Unit, yaitu (1). Pendekatan pembelajaran matematika, dan (2). Kriteria pemilihan strategi pembelajaran, dan (3). Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM), sebagai faktor pemilihan Strategi Pembelajaran. Dengan demikian setelah mempelajari Unit ini Anda diharapkan mampu:

1. Menjelaskan pendekatan pembelajaran matematika yang cocok dalam pembelajaran matematika. 2. Menjelaskan tentang berbagai macam pendekatan pembelajaran matematika yaitu

Pendekatan Pemecahan Masalah Matematika, Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik, Pendekatan Ketrampilan Proses, dan Pendekatan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.

3. Mendeskripsikan faktor-faktor penentu (kriteria) pemilihan Strategi Pembelajaran. Materi Unit ini akan membekali Anda dengan berbagai acuan yang akan dipergunakan dalam memilih pendekatan dan merancang strategi pembelajaran di SD-MI. Dengan demikian, pembelajaran yang dilaksanakan di SD-MI makin efisien dan efektif. Proses pembelajaran yang dilakukan bukan hanya untuk mencapai tujuan pembelajaran tetapi juga untuk pembentukan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama seperti yang diharapkan dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, Anda diharapkan membaca secara bertahap dan berlanjut uraian dalam Unit ini . Setiap Anda membaca uraian tersebut, usahakan mengingat kembali pengalaman dalam membelajarkan murid-murid Anda, serta cermati apakah pengalaman mengajar tersebut telah sesuai dengan gagasan yang Anda baca. Selamat Belajar dan sukses buat Anda semua.


(2)

SUB UNIT 1

PENDEKAKATAN PEMBELAJARAN

A. Pengertian Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Di dalam pendekatan pembelajaran mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pusat pembelajarannya makan pendekatan pembelajaran dibedakan atas dua jenis yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Pendekatan pembelajaran dilihat dari urutan konsep yang akan diajarkan dapat dibedakan menjadi 5 jenis pendekatan pembelajaran, yaitu:

1. Pendekatan Spiral, merupakan suatu prosedur pembahasan konsep yang dimulai dari yang sederhana ke kompleks, dari kongkret ke abstrak, dari cara yang intuitif ke analisis, dari penyidikan ke penguasaan dalam jangka waktu yang cukup lama dan dalam selang waktu yang terpisahi-pisah

2. Pendekatan Induktif, merupakan suatu prosedur pembahasan konsep berdasarkan penalaran induktif, yaitu berangkat dari hal-hal khusus dibawa ke hal umum yang merupakan kesimpulan

3. Pendekatan Deduktif, merupakan suatu prosedur pembahasan konsep berdasarkan penalaran deduktif, yaitu berangkat dari hal yang umum dibawa kepada hal yang khusus. Penalaran deduktif biasanya menggunakan pola silogisme

4. Pendekatan Analitik, merupakan suatu prosedur pembahasan bahan pelajaran dimulai dari yang tidak diketahui dicari langkah-langkah selanjutnya yang berhubungan dengan yang diketahui dan biasanya digunakan untuk menyelesaikan soal

5. Pendekatan Sintetik, merupakan suatu prosedur pembahasan bahan pelajaran dimulai dari yang diketahui dicari langkah-langkah selanjutnya yang berhubungan dengan yang tidak diketahui.

Untuk menentukan atau memilih pendekatan, hendaknya berangkat dari perumusan tujuan yang jelas. Setelah tujuan instruksional ditentukan, kemudian memilih pendekatan pembelajaran yang dipandang efisien dan efektif. Pemilihan pendekatan


(3)

pembelajaran ini harus memenuhi criteria efisien yang diimbangi dengan efektifitas. Kriteria yang lain adalah memilih pendekatan pembelajaran dengan melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan pembelajaran siswa dituntut untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

Dengan demikian guru dituntut untuk memilih pendekatan pembelajaran yang tepat saat melalukan proses pembelajaran matematika. Kemampuan memilih pendekatan merupakan sarana serta usaha guru dalam menciptakan kondisi kelas yang memungkinkan siswa dapat menyusun pengetahuan sendiri, dan memberikan kesempatan secara luas terhadap siswa untuk mengembangkan kemampuan secara optimal.

Seiring berlalunya waktu, seiring dengan pemenuhan tuntutan masyarakat terhadap pendidikan dan seiring dengan perkembangan manusia maka terjadilah reformasi di dunia pendidikan terutama di Indonesia. Pembelajaran di Indonesia semula berbasis pada paradigma mengajar dan setelah terjadi reformasi di dunia pendidikan Indonesia, maka pembelajaran di Indonesia berubah menuju pada paradigma belajar. Reformasi ini berakibat pada orientasi pembelajaran di Indonesia, dimana yang semula berorientasi pada hasil, berubah menjadi berorientasi pada poses dan hasil. Selain itu, pusat pembelajaran di Indonesia yang semula berpusat pada guru sehingga gurulah aktor satu-satunya yang mendominasi pembelajaran, maka berubah menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa dan posisi guru berubah menjadi pendamping dan fasilitator.

Reformasi pendidikan ini juga berlaku pada pembelajaran matematika. Reformasi dalam pendidikan matematika ini berupaya untuk menciptakan pembelajaran matematika yang manusiawi, atau pembelajaran matematika yang humanistik dimana pembelajaran matematika ini bermuara pada pembelajaran matematika yang menyenangkan bagi siswa dan siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Berbagai macam pendekatan pembelajaran matematika yang akan dibahas disini adalah Pendekatan Pemecahan Masalah Matematika, Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik, Pendekatan Ketrampilan Proses, dan Pendekatan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.

B.

Beberapa Pendekatan Pembelajaran yang Digunakan dalam

Pembelajaran Matematika

1. Pendekatan Pemecahan Masalah Matematika

Misalkan ada seorang yang berasal dari Pulau Luar Jawa yang bepergian ke Pulau Jawa. Ia tentunya tidak dapat memahami Pulau Jawa dalam waktu singkat sehingga Ia akan


(4)

mengalami kesulitan dalam hal berkomunikasi, tata krama, adat istiadat, daerah, waktu, makan, transportasi, dan sebagainya dimana itu merupakan masalah yang terkait dengan adaptasi orang tersebut dengan daerah baru yang dia kunjungi. Bayangan masalah tentang perkara ini, sangat relatif dihadapi oleh banyak orang karena setiap orang mempunyai kepribadian, wawasan, dan latar belakang yang berbeda sehingga ada sebagian orang menganggap hal tersebut bukan masalah yang besar, dan ada sebagian orang yang menganggap hal tersebut merupakan masalah yang besar dan sulit. Masalah itu bersifat relatif tergantung siapa yang mengalami dan bagaimana ia menyikapi.

Pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya (Aisyah, 2006). Pada umumnya soal-soal matematika dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu soal rutin dan soal nonrutin. Soal rutin adalah soal latihan biasa yang dapat diselesaikan dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Soal jenis ini banyak terdapat dalam buku ajar dan dimaksudkan hanya untuk melatih siswa menggunakan prosedur yang sedang dipelajari di kelas. Sedangkan soal nonrutin adalah soal yang untuk menyelesaikannya diperlukan pemikiran lebih lanjut karena prosedurnya tidak sejelas atau tidak sama dengan prosedur yang dipelajari di kelas.

Dengan kata lain, soal nonrutin ini menyajikan situasi baru yang belum pernah dijumpai oleh siswa sebelumnya. Dalam situasi baru itu, ada tujuan yang jelas yang ingin dicapai, tetapi cara mencapainya tidak segera muncul dalam benak siswa. Memberikan soal-soal nonrutin kepada siswa berarti melatih mereka menerapkan berbagai konsep matematika dalam situasi baru sehingga pada akhirnya mereka mampu menggunakan berbagai konsep ilmu yang telah mereka pelajari untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Jadi soal nonrutin inilah yang dapat digunakan sebagai soal pemecahan masalah. Dan pemecahan masalah dalam pengajaran matematika dapat diartikan sebagai penggunaan berbagai konsep, prinsip, dan keterampilan matematika yang telah atau sedang dipelajari untuk menyelesaikan soal nonrutin. (Aisyah, 2006). Adapun penjelasan tentang pemecahan masalah matematika telah Anda pada semester sebelumnya pada matakuliah Pemecahan Masalah Matematika yang secara singkat dapat dilihat dari penjelasan berikut ini yang diusulkan oleh George Polya (dalam Hudojo, 1988), yaitu :

1. Memahami masalah

2. Membuat rencana untuk menyelesaikannya

3. Melaksanakan rencana yang dibuat pada langkah kedua 4. Memeriksa ulang jawaban yang diperoleh.


(5)

Model ini memperlihatkan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses yang terdiri dari beberapa langkah yang saling berkaitan walaupun setiap langkah itu tidak selalu harus dilalui. Setelah kita memahami masalah, mungkin saja tanpa sadar kita memasuki tahap perencanaan atau mungkin langsung dapat melihat jalan penyelesainnya tanpa harus melalui tahap perencanaan. Namun pemeriksaan ulang terhadap jawaban yang diperoleh perlu dilakukan untuk melihat bagaimana sebenarnya masalah diselesaikan, dan lebih penting lagi, untuk mendapat pola pemecahan masalah yang nantinya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang serupa.

2. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia

Realistic Mathematics Eeducation (RME), yang diterjemahkan sebagai pendidikan

matematika realistik (PMR), adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute,

Utrecht University di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans

Freudenthal (1905 – 1990), bahwa matematika adalah kegiatan manusia (human activity). Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Matematika dilihat sebagai kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali ini dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Dunia nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu proses

mematematikakan dunia nyata. Proses ini digambarkan oleh de Lange sebagai lingkaran yang


(6)

Gambar 1

Alur pelaksanaan matematika realistic menurut oleh de Lange

Matematisasi dibedakan menjadi dua, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Kedua proses ini digambarkan oleh Gravenmeijer sebagai proses penemuan kembali Matematisasi horizontal adalah proses penyelesaian soal-soal kontekstual dari dunia nyata. Dalam matematika horizontal, siswa mencoba menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata dengan cara mereka sendiri, dan menggunakan bahasa dan symbol mereka sendiri. Sedangkan matematisasi vertikal adalah proses formalisasi konsep matematika. Dalam matematisasi vertikal, siswa mencoba menyusun prosedur umum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langung tanpa bantuan konteks. Dalam istilah Freudenthal (dalam van den Heuvel-Panhuisen, 1996) matematisasi horizontal berarti bergerak dari dunia nyata ke dalam dunia simbol, sedangkan matematisasi vertikal berarti bergerak di dalam dunia simbol itu sendiri. Dengan kata lain, menghasilkan konsep, prinsip, atau model matematika dari masalah kontekstual sehari-hari termasuk matematisasi horizontal, sedangkan menghasilkan konsep, prinsip, atau model matematika dari matematika sendiri termasuk matematisasi vertikal.

Proses pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah kontektual sebagai awal dalam belajar matematika sebagai ganti dari pengenalan konsep benda abstrak. Dengan demikian proses pengembangan konsep-konsep dan ide-ide dari matematika bermula dari dunia nyata. Dunia nyata ini tidak berarti konkret secara fisik dan kasat mata, tetapi juga termasuk yang dapat dibayangkan oleh pikiran anak.

Dalam pembelajaran Matematika realistik, siswa belajar matematisasi masalah-masalah kontektual. Dalam proses ini siswa telah melakukan proses matematisasi horizontal. Pada awalnya siswa mencoba untuk memecahkan masalah secara informal (menggunakan bahasa sendiri). Tetapi setelah beberapa waktu, siswa familiar dengan proses-proses


(7)

pemecahan masalah yang serupa, mereka akan menggunakan bahasa yang lebih formal dan diakhiri proses penemuan siswa dalam suatu algoritma. Proses yang dilalui siswa sampai menemukan algoritma disebut matematisasi vertikal (Treffer, 1987. dalam Ahmad Fausan, 2001 : 2).

a. Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik

Terdapat lima karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik (Lauge, 1987 : 75 – 76 dalam Suwarsono, 2001 : 40, sebagai berikut:

1. Digunakan kontek nyata untuk diekplorasi

2. Digunakan instrument-instrumen vertikal, seperti : model-model dan diagram-diagram, skema-skema, simbol-simbol. Dimana diagram-diagram itu dikembangkan oleh siswa sendiri dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang merupakan keterkaitan antara model situasi dunia nyata yang relevan dengan lingkungan siswa ke dalam model matematika. Sehingga dari proses matematisasi horizontal menuju ke matematisasi vertikal.

3. Menggunakan kontribusi. Kontribusi pada proses pembelajaran diharapkan dating dari konstruksi dan produksi siswa sendiri yang mengarahkan mereka kea rah formal.

4. Terdapat interaksi yang terus menerus antara siswa yang satu dengan yang lain, juga antara siswa dengan pembimbing, sehingga setiap siswa mendapat manfaat positif dari interaksi tersebut.

5. Terdapat banyak keterkaitan antara berbagai bagian dari materi pembelajaran. Dalam RME pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Dengan keterkaitan ini memudahkan siswa dalam proses pemecahan masalah.

b. Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika Realistik

Langkah-langkah dalam pembelajaran mateamtika realistic adalah sebagai berikut: Langkah Pertama memahamai masalah/soal konteks guru memberikan

masalah/persoalan kontekstual dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Langkah ini sesuai dengan karakteristik 1 – PMR, yaitu menggunakan masalah kontekstual.

Langkah Kedua Menjelaskan masalah kontekstual. Langkah ini dilaksanakan apabila ada siswa yang belum paham dengan masalah yang diberikan. Jika semua siswa sudah memahami maka lanagkah ini tidak perlu dilakukan. Pada lanagkah ini guru menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian tertentu yang belum dipakai siswa. Langkah ini sesuai dengan karakteristik 4 – PMR, yaitu adanya interaksi antara siswa dengan guru maupun dengan siswa yang lain.


(8)

Langkah ke tiga Menyelesaikan masalah kontekstual siswa secara kelompok atau individu. Dalam menyelesaikan masalah atau soal siswa diperbolehkan berdeda dengan siswa yang lain. Dengan menggunakan lembar kegiatan siswa, siswa mengerjakan soal dalam tingkat kesulitan yang berbeda. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri-sendiri. Guru hanya memberikan arahan berupa pertanyaan langkah atau pertanyaan penggiring agar siswa mampu menyelesaikan masalah sendiri. Ini sesuai dengan karakteristik 2 – PMR.

Langkah ke empat Membandingkangkan dan mendiskusikan jawaban. Guru memfasilitasi diskusi dan menyediakan waktu untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara kelompok, dan selanjutnya dengan diskusi kelas. Langakah ini sesuai dengan karakteristik 3 – PMR dan 4 – PMR yaitu menggunakan kontribusi siswa dan interaksi antar siswa yang satu dengan yang lain.

Langkah ke lima Menyimpulkan hasil diskusi. Guru mengarahkan untuk menarik kesimpulan suatu konsep, lalu guru meringkas atau menyelesaikan konsep yang termuat dalam soal.

Gambar 2 Penemuan dan Pengkonstruksian konsep (Diadopsi dari Van Reeuwijk,1995)


(9)

3. Pendekatan Ketrampilan Proses

Pendekatan keterampilan proses pada hakikatnya adalah suatu pengelolaan kegiatan belajar-mengajar yang berfokus pada pelibatan siswa secara aktif dan kreatif dalam proses pemerolehan hasil belajar (Conny, 1992) . Pendekatan keterampilan proses ini dipandang sebagai pendekatan yang oleh banyak pakar paling sesuai dengan pelaksaksanaan pembelajaran di sekolah dalam rangka menghadapi pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat dewasa ini. Dalam pembelajaran matematika pun, pendekatan keterampilan proses ini sangat cocok digunakan. Struktur matematika yang berpola deduktif kadang-kadang memerlukan proses kreatif yang induktif. Untuk sampai pada suatu kesimpulan, kadang-kadang dapat digunakan pengamatan, pengukuran, intuisi, imajinasi, penerkaan, observasi, induksi bahkan mungkin dengan mencoba-coba. Pemikiran yang demikian bukanlah kontradiksi, karena banyak objek matematika yang dikembangkan secara intuitif atau induktif.

Pendekatan keterampilan proses akan efektif jika sesuai dengan kesiapan intelektual. Oleh karena itu, pendekatan keterampilan proses harus tersusun menurut urutan yang logis sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa. Misalnya sebelum melaksanakan penelitian, siswa terlebih dahulu harus mengobservasi atau mengamati dan membuat hipotesis. Alasannya tentulah sederhana, yaitu agar siswa dapat menciptakan kembali konsep-konsep yang ada dalam pikiran dan mampu mengorganisasikannya. Dengan demikian, keberhasilan anak dalam belajar matematika menggunakan pendekatan keterampilan proses adalah suatu perubahan tingkah laku dari seorang anak yang belum paham terhadap permasalahan matematika yang sedang dipelajari sehingga menjadi paham dan mengerti permasalahannya.

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa keunggulan pendekatan keterampilan proses di dalam proses pembelajaran, antara lain adalah :

1. siswa terlibat langsung dengan objek nyata sehingga dapat mempermudah pemahaman siswa terhadap materi pelajaran,

2. siswa menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari, 3. melatih siswa untuk berpikir lebih kritis,

4. melatih siswa untuk bertanya dan terlibat lebih aktif dalam pembelajaran, 5. mendorong siswa untuk menemukan konsep-konsep baru,

6. memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar menggunakan metode ilmiah. Pendekatan keterampilan proses ini berbeda dengan pendekatan tradisional, karena di dalam pembelajaran dengan pendekatan tradisional, guru hanya memberikan materi


(10)

pelajaran yang berfokus pada pemberian konsep-konsep, informasi, dan fakta yang sebanyak-banyaknya kepada siswa. Akibatnya, hasil belajar yang diperoleh siswa pun hanya terbatas pada aspek pengetahuan saja, sedangkan aplikasinya belum tentu dapat dilakukan. Padahal di dalam pembelajaran matematika, siswa juga dituntut untuk mengalihgunakan informasi yang diperolehnya pada bidang lain dan bahkan di dalam kehidupan sehari-hari. Siswa juga harus mampu mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika dalam berbagai bentuk seperti tabel, grafik, diagram, dan lain-lain. Dengan demikian, penerapan pendekatan tradisional di dalam pembelajaran matematika tidakkah cocok.

Prinsip-prinsip Pendekatan Keterampilan Proses

Dalam membahas pendekatan keterampilan proses, prinsip-prinsip tentang pendekatan tersebut menjadi hal mutlak yang harus Anda pahami. Satu hal yang harus kita sepakati bersama, bahwa dalam pembelajaran yang dilakukan orientasinya tidak hanya produk belajar, yakni hasil belajar yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran saja, melainkan lebih dari itu. Pembelajaran yang dilakukan juga diarahkan pada bagaimana memperoleh hasil belajar atau bagaimana proses mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan terpenuhi.

Untuk mencapai tujuan di atas, terdapat sejumlah prinsip yang harus Anda pahami (Conny, 1992), yang meliputi:

a. kemampuan mengamati, b. kemampuan menghitung, c. kemampuan mengukur,

d. kemampuan mengklasifikasikan, e. kemampuan menemukan hubungan, f. kemampuan membuat prediksi (ramalan), g. kemampuan melaksanakan penelitian,

h. kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data, i. kemampuan menginterpretasikan data, dan

j. kemampuan mengkomunikasikan hasil. a. Kemampuan Mengamati

Mengamati merupakan salah satu keterampilan yang sangat penting untuk memperoleh pengetahuan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Kegiatan ini tidak sama dengan kegiatan melihat. Pengamatan


(11)

dilaksanakan dengan memanfaatkan seluruh panca indera yang mungkin biasa digunakan untuk memperhatikan hal yang diamati, kemudian mencatat apa yang diamati, memilah-milah bagiannya berdasarkan kriteria tertentu, juga berdasarkan tujuan pengamatan, serta mengolah hasil pengamatan dan menuliskan hasilnya. Contoh: siswa mengamati benda-benda yang berbentuk lingkaran.

b. Kemampuan Menghitung

Kemampuan menghitung dalam pengertian yang luas, merupakan salah satu kemampuan yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dikatakan bahwa dalam semua aktivitas kehidupan semua manusia memerlukan kemampuan ini. Contoh: siswa menghitung garis tengah yang diperlukan untuk keliling suatu lingkaran. c. Kemampuan Mengukur

Dalam pengertian yang luas, kemampuan mengukur sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dasar dari kegiatan ini adalah perbandingan. Contoh: siswa mengukur panjang garis tengah lingkaran.

d. Kemampuan Mengklasifikasi

Kemampuan mengklasifikasi merupakan kemampuan mengelompokkan atau menggolongkan sesuatu yang berupa benda, fakta, informasi, dan gagasan. Pengelompokan ini didasarkan pada karakteristik atau ciri-ciri yang sama dalam tujuan tertentu, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Contoh: siswa mengelompokkan benda-benda yang berbentuk lingkaran dengan yang bukan. e. Kemampuan Menemukan Hubungan

Kemampuan ini merupakan kemampuan penting yang perlu dikuasai oleh siswa. Yang termasuk dalam kemampuan ini adalah: fakta, informasi, gagasan, pendapat, ruang, dan waktu. Kesemuanya merupakan variabel untuk menentukan hubungan antara sikap dan tindakan yang sesuai. Contoh: siswa menentukan waktu yang dibutuhkan oleh siswa lain yang dapat menempuh lintasan lapangan berbentuk lingkaran dengan garis tengah dan waktu tertentu.

f. Kemampuan Membuat Prediksi (Ramalan)

Ramalan yang dimaksud di sini bukanlah sembarang perkiraan, melainkan perkiraan yang mempunyai dasar atau penalaran. Kemampuan membuat ramalan atau perkiraan yang didasari penalaran, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam teori penelitian, kemampuan membuat ramalan ini disebut juga kemampuan menyusun hipotesis. Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu. Dalam kerja


(12)

ilmiah, seorang ilmuwan biasanya membuat hipotesis yang kemudian diuji melalui eksperimen. Contoh: Siswa meramalkan mana yang lebih panjang jarak tempuhnya jika dua buah benda yang berlainan jari jari digelindingkan. Siswa kemudian membuat hipotesis tentang rumus keliling lingkaran.

g. Kemampuan Melaksanakan Penelitian (Percobaan)

Penelitian merupakan kegiatan para ilmuwan di dalam kegiatan ilmiah. Namun, dalam kehidupan sehari-hari penelitian (percobaan) merupakan kegiatan penyelidikan untuk menguji gagasan-gagasan melalui kegiatan eksperimen praktis. Kegiatan percobaan umumnya dilaksanakan dalam mata pelajaran eksakta seperti fisika, kimia, dan biologi. Sedangkan untuk mata pelajaran non eksakta, kegiatan yang biasa dilakukan adalah penelitian sederhana yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan. Contoh: siswa melakukan percobaan untuk menemukan rumus keliling lingkaran.

h. Kemampuan Mengumpulkan dan Menganalisis Data

Kemampuan ini merupakan bagian dari kemampuan melaksanakan penelitian. Dalam kemampuan ini, siswa perlu menguasai bagaimana caracara mengumpulkan data dalam penelitian baik kuantitatif maupun kualitatif. Contoh: siswa mengumpulkan data yang diperoleh dari percobaan, menganalisis data tersebut, dan membuat kesimpulan berupa rumus keliling lingkaran

i. Kemampuan Menginterpretasikan Data

Dalam kemampuan ini, siswa perlu menginterpretasikan hasil yang dperoleh dan disajikan dalam bentuk tabel, diagram, grafik, atau histogram. Contoh: siswa menginterpretasikan hubungan antara garis tengah dan keliling lingkaran dengan menggunakan grafik yang diperoleh dari percobaan.

j. Kemampuan Mengkomunikasikan Hasil

Kemampuan ini merupakan salah satu kemampuan yang juga harus dikuasai siswa. Dalam kemampuan ini, siswa perlu dilatih untuk mengkomunikasikan hasil penemuannya kepada orang lain dalam bentuk laporan penelitian, paper, atau karangan. Contoh: siswa membuat laporan tentang hasil percobaan menentukan rumus keliling lingkaran


(13)

4. Pendekatan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM)

Pembelajaran matematika yang di siapkan oleh seoarang guru sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam menerima pelajaran. Dalam pembelajaran matematika dikenal istilah PAKEM sebagai upaya menciptakan sistem lingkungan belajar yang memberi peluang murid terlibat secara aktif (fisik, intelektual, dan atau emosional), mengembangkan kreativitas, dan menyenangkan (menggairahkan untuk belajar), serta dapat mewujudkan tujuan pembelajaran (instruksiona! dan pengiring) secara optimal. Seperti telah dikemukakan bahwa belajar itu pada prinsipnya selalu bermakna ada keaktifan, sehingga yang diupayakan dalam PAKEM adalah mengoptimalkan keaktifan murid itu.

Demikian pula prinsip efektif, setiap pembelajaran selalu berusaha mencapai tujuan seoptimal mungkin, baik melalui dampak instruksional maupun dampak pengiring. Prinsip ketiga dari PAKEM yakni menyenangkan menuntut situasi pembelajaran yang menggairahkan dan menantang murid untuk belajar, karena pembelajaran dapat memenuhi kebutuhan untuk maju (need achievement) dari murid. Sedangkan kreativitas merupakan prinsip yang makin penting, dan oleh karena itu memerlukan kajian tersendiri. Kreativitas mencakup kawasan berpikir (berpikir kreatif), fantasi dan penciptaan sesuatu yang baru, dan sebagainya. Pengembangan fantasi dan daya cipta dapat dilakukan melalui antara lain mengarang, kerajinan tangan dan kesenian, dan lain-lain; sedangkan berpikir kreatif memerlukan pengembangan tersendiri, di samping berpikir kritis yang telah menjadi bagian penting dalam pembelajaran di sekolah.

a. Kriteria Strategi Pembelajaran dari PAKEM

PAKEM sebagai suatu pendekatan pembelajaran di SD-MI telah memuat di dalamnya kriteria utama dalam pemilihan strategi pembelajaran. Secara garis besar, keempat kriteria pembelajaran dalam PAKEM adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran Aktif

Pembelajaran aktif mendapat perhatian utama dalam Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (Pendekatan CBSA) yang sangat mengutamakan derajat keaktifan murid yang tinggi. Demikian pula dengan Pendekatan Ketrampilan Proses (PKP) juga mengutamakan keaktifan dalam pembelajaran dalam bentuk meproseskan perolehan dalam pembelajaran. Dalam rangka kajian PAKEM, perlu ditekankan bahwa keaktifan siswa tersebut tidak hanya keterlibatan fisik, tetapi yang utama adalah keterlibatan mental, khususnya keterlibatan intelektual-emosional. Keterlibatan intelektual dapat berbentuk


(14)

mendengarkan ceramah, berdiskusi, melakukan pengamatan, memecahkan masalah, dan sebagainya, sehingga memberi peluang terjadinya asimilasi dan atau akomodasi kognitif terhadap pengetahuan baru, serta terbentuknya meta-kognisi (kesadran dan kemampuan mengendalikan proses kognitifnya itu). Di samping itu, dapat pula dalam bentuk latihan keterampilan intelektual, seperli menyusun rencana/program, menyatakan gagasan, dan sebagainya. Keterlibatan emosional dapat berbentuk penghayatan terhadap perasaan, nilai, sikap, menguatnya motivasi, dan sebagainya dalam pengembangan ranah afektif.

Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam upaya mengoptimalkan keaktifan murid dalam belajar, baik dari segi yang belajar maupun dari segi yang mengelola proses pembelajaran itu, Prinsip-prinsip belajar itulah yang harus diperhatikan dalam menerapkan CBSA, antara lain: (1) penumbuhan motivasi, baik motivasi intrinsik maupun ekstrinsik, (2) pemantapan latar dari yang akan dipelajari, khususnya pemberian apersepsi/kaitan, (3) mengupayakan keterarahan kepada suatu fokus, seperti suatu konsep inti ataupun permasalahan, sehingga siswa dapat memusatkan perhatian dan mengaitkan/menghubungkan keseluruhan bahan yang sedang dipelajari, (4) belajar sambil bekerja, bermain ataupun kegiatan lainnya, (5) penyesuaian dengan perbedaan individual, (6) peluang untuk bekerja sama dengan berbagai pola interaksi, (7) peluang untuk menemukan sendiri informasi/konsep, (8) penumbuhan kepekaan mencari masalah dan memecahkannya, (9) mengupayakan keterpaduan, baik asimilasi maupun akomodasi kognitif ( Sulo Lipu La Sulo, 1990: 9-10).

Untuk mewujudkan prinsip belajar di atas, terdapat beberapa hal yang diperhatikan guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran, antara lain: (1) mengupayakan variasi kegiatan dan suasana belajar dengan penggunaan berbagai strategi pembelajaran, (2) menumbuhkan prakarsa siswa untuk aktif dan kreatif dalam kegiatan pembelajaran, (3) mengembangkan berbagai pola interaksi dalam pembelajaran, baik antara guru dan siswa maupun antar siswa, (4) menggunakan berbagai sumber belajar, baik yang dirancang (by design) maupun yang dimanfaatkan (utilization), dan (5) pemantauan yang intensif dan diikuti dengan pemberian balikan yang spesifik dan segera (Sulo Lipu La Sulo, 1990: 10). Terdapat sejumlah indikator sebagai petunjuk kadar keterlibatan murid dalam kegiatan pembelajaran, yaitu gejala-gejala yang menampak, baik di dalam prilaku murid dan guru maupun dalam bentuk alat, organisasi kegiatan serta iklim kerja sementara pembelajaran itu berlangsung. Indikator-indikator tersebut haruslah dijadikan petunjuk apakah pembelajaran itu telah cukup mengaktifkan muridnya secara optimal, atau masih ada yang perlu ditingkatkan/dikembangkan agar keaktifan murid itu dapat


(15)

optimal.

2. Pembelajaran Kreatif

Pembelajaran kreatif menekankan pada pengembangan kreatifitas, baik mengenai pengembangan kemampuan imajinasi dan daya cipta (al. mengarang, kerajianan tangan, kesenian, dll) maupun yang utama yakni pengembangan kemampuan berpikir kreatif. Pengembangan kemampuan berpikir kereatif haruslah seimbang dengan pengembangan kemampuan berpikir rasional logis. Pembelajaran di SD-MI, pada umumnya telah banyak mengupayakan pengembangan kemampuan berpikir rasional logis, utamanya melalui pembelajaran matematika (latihan mengerjakan soal matematika dengan jawaban tunggal) dan pertanyaan tertutup (jawabannya tunggal) dalam berbagai mata pelajaran. Yang perlu mendapat perhatian dan upaya yang lebih banyak, adalah pengembangan kemampuan berpikir kreatif., baik melalui pembelajaran matematika maupun pembelajaran lainnya.

Meskipun mempunyai kaitan yang erat, namun dapat dibedakan antara berpikir kritis dan berpikir kreatif. Kedua jenis berpikir tersebut dapat dikaitkan dengan beberapa pendapat tentang berpikir. Edward de Bono membedakan antara (1) berpikir vertikal yakni logis yang lasim digunakan orang, dan (2) berpikir lateral yakni cara berpikir yang tidak lasim dan berbeda dari yang biasa digunakan orang pada umumnya. J.P. Guilport dan beberapa pakar lainnya membedakan antara (1) berpikir konvergen yakni berpikir memusat yang cenderung memilih cara-cara tradisional dan yang rutin dalam pemecahan masalah, dan (2) berpikir divergen yakni berpikir memencar yang cenderung mencari cara-cara baru yang tak lasim, bahkan kadang-kadang nyentrik, dalam memecahkan persoalan. Berpikir rasional logis yang kritis pada umumnya termasuk dalam berpikir vertikal atau berpikir konvergen, sedang berpikir kreatif termasuk dalam berpikir lateral atau berfikir divergen. Perlu ditekankan bahwa klasifikasi tersebut bukanlah sesuatu yang bertentangan dan saling meniadakan, karena kedua jenis berpikir itu (vertikal dan lateral, konvergen dan divergen, ataupun kritis dan kreatif) dapat berkembang sepenuhnya dalam diri seseorang.Selanjutnya, berpikir itu erat kaitannya dengan fungsi otak besar (cerebrum). Otak tersebut terdiri atas dua bagian, yakni (1) belahan kiri yang berhubungan dengan fungsi tubuh sebelah kanan, dan (2) belahan kanan yang berhubungan dengan fungsi tubuh sebelah kirl. Dalam kaitannya dengan berpikir, kedua belahan otak tersebut mempunyai fungsi yang berbeda. Beberapa pakar seperti Betty Edwards dan Conny R. Semiawan (dari Sulo Lipu La Sulo, 2006:2) menyatakan


(16)

bahwa pada orang biasa (bukan kidal), belahan otak kiri lebih berfungsi untuk berpikir linier, logis, rasional, memorisasi dan persepsi kognitif konvergen; sedangkan belahan otak kanan berfungsi untuk menyimak situasi keseluruhan secara holistik, imaginatif, kreatif dan sistematik. Dengan demikian, pengembangan secara seimbang antara berpikir kritis dan berpikir kreatif akan memberi peluang pengembangan kedua belahan otak tersebut secara seimbang. Pengembangan berpikir logis/kritis sangat sesuai dengan pelatihan intelektual yang menuntut jawaban tunggal dan pasti umpamanya latihan dengan pertanyaan tertutup (matematika 4 x 3 = .... ), tes objektif, tes isian singkat, dll. Sedang pengembangan berpikir kreatif dilakukan dalam latihan intelektual yang menuntut jawaban jamak dan bervariasi, umpamanya pertanyaan terbuka (mengapa, apa alasannya, apa bukti/contohnya, dll) dalam pembelajaran matematika dengan pertanyaan/soal yang jawaban jamak (al: : .... x .... = 12 ), dalam menjawab soal/tes essei, dsb. Pembelajaran dengan metode tanya jawab yang berisi pertanyaan-pertanyaan kognitif tingkat tinggi (aplikasi, analisis, sintesis, dan atau evaluasi), dengan metode diskusi (yang memberi kebebasan murid mengemukakan pendapat), metode curah pendapat, metode debat, dll merupakan sarana yang baik untuk pengembangan kemampuan berpikir kreatif itu.

3. Pembelajaran efektif.

Aspek efektivitas pembelajaran merupakan kriteria penting dalam setiap pembelajaran yakni tercapainya tujuan pembelajaran. Tujuan yang diinginkan dalam pembelajaran itu mencakup penguasan IPTEKS sebagai bahan ajar, tetapi juga pembentukan keterampilan / kemampuan belajar yang lebih efektif dan efisien (belajar bagaimana belajar), bahkan pembentukan kemampuan meta-kognisi (kemampuan pengendalian proses kognitif itu sendiri). Efektifitas pembelajaran nampak pada perubahan perilaku (kognitif/afektif/psikomotorik) yang relatif tetap seperti yang ditetapkan sebagai tujuan pembelajaran/indikator/kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum SD-MI.

Pencapaian tujuan pembelajaran itu haruslah didalam latar pencapaian tujuan pendidikan yang lebih umum (seperti yang ditetapkan dalam Tujuan Umum Pendidikan Nasional atau TUPN). Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mendidik, yang secara serentak dapat mencapai dua sisi penting dari tujuan pendidikan di sekolah yakni (1) memiliki/menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS), dan (2) membangun diri pribadi sebagai pemanggung eksistensi manuasia. Meskipun keduanya mungkin terjadi hubungan timbal balik, tetapi pemantapan kesejatian diri (being) lebih penting


(17)

dari pada apa yang tergolong sebagai milik (having) yakni memiliki IPTEKS itu (Fuad Hasan, 1996, dari Sulo Lipu La Sulo, 1999: 31). Dengan demikian, pembelajaran efektif haruslah dipandang sebagai pembelajaran yang mendidik, yang secara serentak mengembangkan jati diri (kepribadian) muridnya serta membantu muridnya untuk memiliki IPTEKS. Perlu ditekankan bahwa pencapaian kedua sisi tujuan pendidikan di sekolah itu akan mampu diwujudkan bukan hanya melalui pembelajaran (baik dampak instruksional maupun dampak pengiring), tetapi juga keteladanan guru dan seluruh personil sekolah lainnya. Dengan demikian, pendidikan di sekolah diharapkan dapat mewujudkan tujuan pendidikan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, yakni manusia Indonesia sebagai fakta a priori, yang kemudian dibangun dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian dan kemahiran lainnya sebagai fakta a posteriori (Fuad Hasan, 1996, dari Sulo Lipu La Sulo, 1999: 31-32) Seperti diketahui, fungsi dan tujuan pendidikan nasional memberikan tekanan yang seimbang dan serasi kedua sisi tujuan pendidkan itu seperti ternyata dalam Undang- undang RI No. 20 Tahun 2003 , pasal 3) sebagai berikut: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan, dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Undangundang, 2003:5-6). Dengan demikian, pencapaian Tujuan Umum Pendidikan Nasional (TUPN) tersebut diatas seyogianya menjadi acuan umum dalam penilaian efektivitas pebelajaran di SD-MI, yakni apakah pembelajaran yang dilaksanakan itu telah ikut serta secara nyata untuk mewujudkan TUPN itu.

5. Pembelajaran menyenangkan

Aspek ini berkaitan dengan motivasi dan minat murid dalam belajar yang harus terus ditumbuhkan dan dikembangkan selama pembelajaran berlangsung. Kesenangan belajar bukan hanya karena lingkungan belajar yang menggairahkan (mungkin belajar sambil bermain, menggunakan lingkungan alam sekitar, dsb), tetapi juga karena terpenuhinya hasrat ingin tahu (need achievement) murid. Pembelajaran yang menyenangkan memerlukan dukungan pengelolaan kelas dan menggunakan media pembelajaran, alat bantu dan atau sumber belajar yang tepat. Pembelajaran yang menyenangkan dapat juga tercipta karena proses pembelajaran disesuaikan dengan kharakteritsik belajar murid (seperti: konkrit, holistik,


(18)

manipulatif, dll), dengan menerapkan Pendekatan CBSA dan atau Pendekatan Ketrampilan Proses.

Salah satu upaya untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan adalah dengan menggunakan permainan edukatif sebagai sarana belajar, dengan kata lain, belajar sambil bermain. Seperti diketahui, dunia anak-anak seusia murid SD-MI adalah dunia bemain Melalui permainan, mereka itu mengembangkan diri serta mulai memahami status dan perannya dalam kelompok teman sebayanya, yang sangat bermanfaat untuk memahami dan menunaikan status dan perannya dalam masyarakat kelak setelah dewasa.. (Catatan: di SD-MI, murid belajar sambil bermain, bandingkan/bedakan hal itu dengan pembelajaan di Taman Kanak-kanak, yakni: bermain sambil belajar). Pembelajaran melalui permainan edukatif telah banyak diteliti dan dikaji sebagai upaya melakukan inovasi pembelajaran di sekolah. Terdapat satu prinsip utama dalam pemilihan pemainan edukatif itu dalam pembelajaran, yakni harus mengandung secara selaras dan seimbang antara komponen menyenangkan dan komponen pencapaian tujuan pembelajaran. Contoh pembelajaran menyenangkan dalam Pembelajaran Matematika. Untuk pembelajaran matematika, telah pula dikembangkan berbagai permainan yang dapat dipergunakan, diantaranya sbb:

1. Operasi hitung dengan kartu. Murid dibagi dalam kelompok kecil (sekitar 3 orang) yang bertanding secara kelompok berpasangan. masing-masing kelompok memegang sejumlah kartu yang telah ditulisi angka berbeda-beda (umpama 1-10 di kelas awal). Setelah kartu dikocok, dua kelompok mengambil satu kartu dan kelompok lainnya berlomba menyebut jumlahnya. Pemenangnya adalah yang tepat dan cepat menjawab. Dapat pula dengan operasi hitung lainnya: seperti bilangan yang besar dikurangi yang lebih kecil (selisihnya), perkalian, dll.

2. Untuk pemahiran pengenalan lambang bilangan dapat dilakukan secara terpadu dengan mata pelajaran penjas, sebagai berikut:


(19)

a. Menjelang akhir pembelajaran penjas di lapangan, guru mengelompokkan murid putra dan putri, serta membagikan lambang bilangan kepada semua murid (umpama murid putra dan putri masing berjumlah 15 orang, berarti lambang bilangan yang dibagikan adalah 1-15);

b. Murid diatur dalam satu lingkaran secara berurutan sesuai lambang bilangan miliknya ( umpama mulai dengan 1, disebelah kanannya pemegang 2, demikian seterusnya, sehingga pemegang 15 berada disebelah kiri pemegang 1);

c. Kelompok putri pemegang 1 diberi bola basket mini, dan putra diberi bola kaki mini;

d. Guru memberi aba-aba kepada pemegang nomor berapa bola akan diarahkan dengan (1) putri melemparkan bola basket, dan (2) putra menendang bola kaki. Demikian seterusnya, sampai selesai pembelajaran penjas yang dipadukan dengan matematika itu.

Pembelajaran sambil bermain itu dapat merupakan selingan yang menyenangkan bagi murid, yang dapat disertai dengan pemberian hadiah bagi murid yang tidak pernah membuat kesalahan dalam melempar (umpama dengan hadiah berupa bendera kecil, dll), dan atau denda bagi murid yang membuat kesalahan (dengan tugas tambahan seperti menyebutkan lambang bilangan dengan menghitung mundur dari besar sampai yang kecil). Pembelajaran dengan variasi yang mengkombinasikan antara pembelajaran terpada (penjas dan matematika) dan dilakukan dalam permainan dapat menyenangkan murid dalam belajar.

C.Penerapan PAKEM dalam Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran yang mengutamakan keaktifan dan kreativitas sehingga efektif dan menyenangkan peserta didik menuntut penguasaan berbagai metode mengajar serta berbagai ketrampilan dasar mengajar. Penguasaan berbagai metode mengajar tersebut akan memberi keleluasaan untuk memilih metode yang sesuai dengan tujuan, materi, peserta didik, dan lain-lain sehingga dapat diterapkan prinsip-prinsip dari PAKEM secara optimal. Dari sisi lain, keleluasaan dalam memilih metode sesuai dengan strategi pembelajaran yang dipilih itu harus ditunjang oleh penguasaan berbagai ketrampilan dasar mengajar; umpamanya sebagai contoh, penggunaan metode tanya jawab harus didukung oleh kemampuan guru yang memadai tentang ketrampilan bertanya. Terdapat sejumlah metode pengajaran yang dapat dipilih/digunakan dalam suatu pembelajaran tertentu, seperti:


(20)

eeramah, tanya jawab, diskusi kelompok kecil, kerja kelompok, pemberian tugas, demonstrasi, eksperimen, simulasi, pengajaran penemuan, dan sebagainya. Pemilihan dan penggunaan berbagai metode mengajar itu berpeluang untuk menerapkan prinsip PAKEM seeara optimal, utamanya dengan menggunakan kombinasi berbagai metode sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.

Sebagai contoh, metode pemberian tugas digunakan untuk melakukan kegiatan individual, hasil keja indvidual dibandingkan dan didiskusikan dalam kelompok kecil, dan dilanjutkan dengan kegiatan klasikal berupa laporan hasil diskusi kelompok kecil (dalam diskusi pleno). Dari sisi lain, penggunaan berbagai metode mengajar itu harus ditunjang dengan penguasaan guru terhadap berbagai ketrampilan dasar mengajar, seperti: bertanya, rnengadakan variasi, menjelaskan, pemberian penguatan, membuka dan menutup pelajaran, mengajar kelompok kecil dan perorangan, mengelola kelas, membimbing diskusi kelompok keeil, dan sebagainya. Seperti diketahui, penggunaan berbagai ketrampilan dasar mengajar itu merupakan bekal awal guru dalam melaksanakan pembelajaran Penguasaan berbagai ketrampilan dasar mengajar akan sangat membantu guru dalam menerapkan berbagai metode mengajar. Selanjutnya, dengan penguasaan yang baik tentang berbagai ketrampilan dasar mengajar dan metode mengajar, akan memberi peluang bagi guru untuk memilih strategi pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajarannya.

Latihan

Setelah mengkaji dengan cermat sub Unit ini, kerjakanlah tugas berikut :

1. Dari pendekatan yang sudah Anda pelajari di atas mana yang sering Anda gunakan dalam mengajar matematika.

2. Berdasarkan soal nomor satu (1) buatlah sebuah contoh urutan pembelajaran untuk menjelaskan sebuah konsep matematika yang ada di kelas tinggi!

3. Manakah di antara 4 (empat) kriteria/prinsip PAKEM yang telah sering Anda laksanakan, dan mana pula yang paling kurang Anda laksanakan ? Mengapa demikian atau apa alasannya?

4. Apa hambatan Anda dalam mengembangkan kreativitas siswa Anda, utamanya berpikir kreatif?

5. Menurut pendapat Anda, apakah Anda telah kreatif dalam melaksanakan tugas Anda (yakni mengajar) ? Mengapa demikian dan atau apa buktinya ?


(21)

SUB UNIT 2

HAKIKAT STRATEGI PEMBELAJARAN

A. Pengertian Strategi Pembelajaran

Strategi merupakan usaha untuk memperoleh kesuksesan dan keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan strategi dapat diartikan sebagai a plan, method, or

series of activities designed to achieves a particular educational goal (J. R. David, 1976).

Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pe-manfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan tertenu. Dalam hal ini adalah tujuan pembelajaran.

Pada mulanya istilah strategi banyak digunakan dalam dunia militer yang diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan. Sekarang, istilah strategi banyak digunakan dalam berbagai bidang kegiatan yang bertujuan memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Misalnya seorang manajer atau pimpinan perusahaan yang menginginkan keuntungan dan kesuksesan yang besar akan me-nerapkan suatu strategi dalam mencapai tujuannya itu, seorang pelatih akan tim basket akan menentukan trategi yang dianggap tepat untuk dapat memenangkan suatu pertandingan. Begitu juga seorang guru yang mengharapkan hasil baik dalam proses pembelajaran juga akan menerapkan suatu strategi agar hasil belajar siswanya mendapat prestasi yang terbaik.

Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Kemp (1995). Dilain pihak Dick & Carey (1985) menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. Strategi pembelajaran merupakan hal yang perlu di perhatikan oleh seorang instruktur, guru, widyaiswara dalam proses pembelajaran. Paling tidak ada 3 jenis strategi yang berkaitan dengan pembelajaran, yakni: (a) strategi pengorganisasian pembelajaran, (b) strategi penyampaian pembelajaran, dan (c) strategi pengelolaan pembelajaran.

1. Strategi Pengorganisasian Pembelajaran

Reigeluth, Bunderson dan Meril (1977) menyatakan strategi mengorganisasi isi pelajaran disebut sebagai struktural strategi, yang mengacu pada cara untuk membuat urutan dan mensintesis fakta, konsep, prosedur dan prinsip yang berkaitan. Strategi


(22)

pengorganisasian, lebih lanjut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu strategi mikro dan strategi makro. Strategi mikro mengacu kepada metode untuk pengorganisasian isi pembelajaran yang berkisar pada satu konsep, atau prosedur atau prinsip. Strategi makro mengacu kepada metode untuk mengorganisasi isi pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu konsep atau prose-dur atau prinsip. Strategi makro berurusan dengan bagaimana memilih, menata urusan, membuat sintesis dan rangkuman isi pembelajaran yang saling berkaitan. Pemilihan isi berdasarkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, mengacu pada penentapan konsep apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Penataan urutan isi mengacu pada keputusan untuk menata dengan urutan tertentu konsep yang akan diajarkan. Pembuatan sintesis diantara konsep prosedur atau prinsip. Pembauatn rangkuman mengacu kepada keputusan tentang bagaimana cara melakukan tinjauan ulang konsepnserta kaitan yang sudah diajarkan. 2. Strategi Penyampaian Pembelajaran.

Strategi penyampaian isi pembelajaran merupkan komponen variable metode untuk melaksanakan proses pembelajaran. Fungsi strategi penyampaian pembelajaran adalah: (1) menyampaikan isi pembelajaran kepada pebelajar, dan (2) menyediakan informasi atau bahan-bahan yang diperlukan pebelajar untuk menampilkan unjuk kerja.

3. Strategi Pengelolaan Pembelajaran

Strategi pengelolaan pembelajaran merupakan komponen variabel metode yang berurusan dengan bagaimana menata interaksi antara pebelajar dengan variabel metode pembelajaran lainnya. Strategi ini berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian mana yang digunakan selama proses pembelajaran. Paling tidak, ada 3 (tiga) klasifikasi penting variabel strategi pengelolaan, yaitu penjadwalan, pembuatan catatan kemajuan belajar siswa, dan motivasi.

B. Beberapa Istilah dalam Strategi Pembelajaran

Beberapa istilah yang hampir sama dengan strategi yaitu metode, pendekatan, teknik atau taktik dalam pembelajaran.

1. Metode

Metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Dengan demikian suatu strategi dapat dilaksanakan dengan berbagai metode.


(23)

2. Pendekatan (Approach)

Pendekatan (approach) merupakan titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu. Roy Killen (1998) misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred

approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centred approaches).

Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct

instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan

pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.

3. Teknik

Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode. Misalnya, cara yang harus dilakukan agar metode ceramah berjalan efektif dan efisien. Dengan demikian, sebelum seseorang melakukan proses ceramah sebaiknya memperhatikan kondisi dan situasi. Misalnya, berceramah pada siang hari setelah makan siang dengan jumlah siswa yang banyak tentu saja akan berbeda jika ceramah itu dilakukan pada pagi hari dengan jumlah siswa yang terbatas.

4. Taktik

Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Taktik sifatnya lebih individual, walaupun dua orang samasama menggunakan metode ceramah dalam situasi dan kondisi yang sama, sudah pasti mereka akan melakukannya secara berbeda, misalnya dalam taktik menggunakan ilustrasi atau menggunakan gaya bahasa agar materi yang disampaikan mudah dipahami.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu strategi pembelajaran yang diterapkan guru akan tergantung pada pendekatan yang digunakan, sedangkan bagaimana menjalankan strategi itu dapat ditetapkan berbagai metode pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran guru dapat menentukan teknik yang dianggapnya relevan dengan metode, dan penggunaan teknik itu setiap guru memiliki taktik yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang lain.


(24)

C. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran

Konsep dasar strategi belajar mengajar ini meliputi hal-hal: (1) menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan perilaku pebelajar; (2) menentukan pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah belajar mengajar, memilih prosedur, metode dan teknik belajar mengajar; dan (3) norma dan kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Strategi dapat diartikan sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dikaitkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru, murid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Menurut Newman dan Mogan strategi dasar setiap usaha meliputi empat masalah masing-masing adalah sebagai berikut.

1. Pengidentifikasian dan penetapan spesifiakasi dan kualifikasi hasil yang harus dicapai dan menjadi sasaran usaha tersebut dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang memerlukannya.

2. Pertimbangan dan pemilihan pendekatan utama yang ampuh untuk mencapai sasaran. 3. Pertimbangan dan penetapan langkah-langkah yang ditempuh sejak awal sampai akhir. 4. Pertimbangan dan penetapan tolok ukur dan ukuran baku yang akan digunakan untuk

menilai keberhasilan usaha yang dilakukan.

Kalau diterapkan dalam konteks pembelajaran, keempat strategi dasar tersebut bisa diterjemahkan menjadi: (1) mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku kepribadian peserta didik yang diharapkan; (2) memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat; (3) memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat, efektif, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya; dan (4) menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria dan standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.

Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar supaya sesuai dengan yang diharapkan.

Pertama, spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang diinginkan sebagai hasil belajar mengajar yang dilakukan. Dengan kata lain apa yang harus dijadikan sasaran dari kegiatan belajar mengajar tersebut. Sasaran ini harus dirumuskan secara jelas dan konkrit sehingga mudah dipahami oleh pebbserta didik. Perubahan perilaku dan kepribadian yang


(25)

kita inginkan terjadi setelah siswa mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar itu harus jelas, misalnya dari tidak bisa membaca berubah menjadi dapat membaca. Suatu kegiatan belajar mengajar tanpa sasaran yang jelas, berarti kegiatan tersebut dilakukan tanpa arah atau tujuan yang pasti. Lebih jauh suatu usaha atau kegiatan yang tidak punya arah atau tujuan pasti, dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan tidak tercapainya hasil yang diharapkan.

Kedua, memilih cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif untuk mencapai sasaran. Bagaimana cara kita memandang suatu persoalan, konsep, pengertian dan teori apa yang kita gunakan dalam memecahkan suatu kasus akan mempengaruhi hasilnya. Suatu masalah yang dipelajari oleh dua orang dengan pendekatan berbeda, akan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak sama. Norma-norma sosial seperti baik, benar, adil, dan sebagainya akan melahirkan kesimpulan yang berbeda bahkan mungkin bertentangan kalau dalam cara pendekatannya menggunakan berbagai disiplin ilmu. Pengertian-pengertian, konsep, dan teori ekonomi tentang baik, benar, atau adil, tidak sama dengan baik, benar atau adil menurut pengertian konsep dan teori antropologi. Juga akan tidak sama apa yang dikatakan baik, benar atau adil kalau kita menggunakan pendekatan agama karena pengertian, konsep, dan teori agama mengenai baik, benar atau adil itu jelas berbeda dengan konsep ekonomi maupun antropologi. Begitu juga halnya dengan cara pendekatan terhadap kegiatan belajar mengajar dalam pembelajaran.

Ketiga, memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotivasi siswa agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau supaya murid-murid terdorong dan mampu berfikir bebas dan cukup keberanian untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu dipahami bahwa suatu metode mungkin hanya cocok dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi dengan sasaran yang berbeda hendaknya jangan menggunakan teknik penyajian yang sama.

Keempat, menetapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai sejauh mana keberhasilan tugas-tugas yang telah dilakukannya. Suatu pro gram baru bisa diketahui keberhasilannya setelah dilakukan evaluasi. Sistem penilaian dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu strategi yang tidak bisa dipisahkan dengan strategi dasar lain. Apa yang harus dinilai dan bagaimana penilaian itu harus dilakukan termasuk kemampuan yang harus dimiliki oleh guru. Seorang siswa dapat dikategorikan sebagai murid yang berhasil bisa dilihat dari berbagai segi. Bisa dilihat dari segi kerajinannya mengikuti tatap muka dengan guru,


(26)

perilaku sehari-hari di sekolah, hasil ulangan, hubungan sosial, kepemimpinan, prestasi olah raga, keterampilan dan sebagainya atau dilihat dan berbagai aspek.

Keempat dasar strategi tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh antara dasar yang satu dengan dasar yang lain saling menopang dan tidak bisa dipisahkan.

D. Sasaran Kegiatan Belajar Mengajar

Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan. Tujuan itu bertahap dan berjenjang, mulai dari yang sangat operasional dan konkret yakni tujuan pembelajaran khusus, tujuan pembelajaran umum, tujuan kurikuler, tujuan nasional, sampai pada tujuan yang bersifat universal. Persepsi guru atau persepsi anak didik mengenai sasaran akhir kegiatan belajar mengajar akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap sasaran antara serta sasaran kegiatan. Sasaran itu harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang didambakan.

Belajar mengajar sebagai suatu sistem instruksional mengacu kepada pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Sebagai suatu sistem belajar mengajar meliputi sejumlah komponen antara lain tujuan pelajaran, bahan ajar, siswa yang menerima pelayanan belajar, guru, metode dan pendekatan, situasi, dan evaluasi kemajuan belajar. Agar tujuan itu dapat tercapai, semua komponen yang ada harus diorganisasikan dengan baik sehingga sesama komponen itu terjadi kerjasama.

Secara khusus dalam proses belajar mengajar guru berperan sebagai pengajar, pembimbing, perantara sekolah dengan masyarakat, administrator dan lain-lain. Untuk itu wajar bila guru memahami dengan segenap aspek pribadi anak didik seperti: (1) kecerdasan dan bakat khusus, (2) prestasi sejak permulaan sekolah, (3) perkembangan jasmani dan kesehatan, (4) kecenderungan emosi dan karakternya, (5) sikap dan minat belajar, (6) cita-cita, (7) kebiasaan belajar dan bekerja, (8) hobi dan penggunaan waktu senggang, (9) hubungan sosial di sekolah dan di rumah, (10) latar belakang keluarga, (11) lingkungan tempat tinggal, dan (12) sifat-sifat khusus dan kesulitan belajar anak didik. Usaha untuk memahami anak didik ini bisa dilakukan melalui evaluasi, selain itu guru mempunyai keharusan melaporkan perkembangan hasil belajar para siswa kepada kepala sekolah, orang tua, serta instansi yang terkait.


(27)

E. Tahapan Instruksional

Secara umum ada tiga pokok dalam strategi mengajar yakni tahap permulaan (prainstruksional), tahap pengajaran (instruksional), dan tahap penilaian dan tindak lanjut.

Gambar 3 Tahapan instruksional

Ketiga tahapan ini harus ditempuh pada setiap saat melaksanakan pengajaran. Jika satu tahapan tersebut ditinggalkan, maka sebenarnya tidak dapat dikatakan telah terjadi proses pengajaran.

1. Tahap Prainstruksional

Tahap prainstruksional adalah tahapan yang ditempuh guru pada saat ia memulai proses belajar dan mengajar. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru atau oleh siswa pada tahapan ini:

a. Guru menanyakan kehadiran siswa dan mencatat siapa yang tidak hadir. Kehadiran siswa dalam pengajaran, dapat dijadikan salah satu tolok ukur kemampuan guru mengajar. Tidak selalu ketidakhadiran siswa, disebabkan kondisi siswa yang bersangkutan (sakit, malas, bolos, dan lain-lain), tetapi bisa juga terjadi karena pengajaran dan guru tidak menyenangkan, sikapnya tidak disukai oleh siswa, atau karena tindakan guru pada waktu mengajar sebelumnya dianggap merugikan siswa (penilaian tidak adil, memberi hukuman yang menyebabkan frustasi, rendah diri dan lain-lain).

b. Bertanya kepada siswa, sampai dimana pembahasan pelajaran sebelumnya. Dengan demikian guru mengetahui ada tidaknya kebiasaan belajar siswa di rumahnya sendiri, setidak-tidaknya kesiapan siswa menghadapi pelajaran hari itu.

c. Mengajukan pertanyaan kepada siswa di kelas, atau siswa tertentu tentang bahan pelajaran yang sudah diberikan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sampai di mana pemahaman materi yang telah diberikan.


(28)

d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasainya dari pengajaran yang telah dilaksanakan sebelumnya.

e. Mengulang kembali bahan pelajaran yang lalu (bahan pelajaran sebelumnya) secara singkat tapi mencakup semua bahan aspek yang telah dibahas sebelumnya. Hal ini dilakukan sebagai dasar bagi pelajaran yang akan dibahas hari berikutnya nanti, dan sebagai usaha dalam menciptakan kondisi belajar siswa.

Tujuan tahapan ini adalah mengungkapkan kembali tanggapan siswa terhadap bahan yang telah diterimanya, dan menumbuhkan kondisi belajar dalam hubungannya dengan pelajaran hari itu. Tahap prainstruksional dalam strategi mengajar mirip dengan kegiatan pemanasan dalam olah raga. Kegiatan ini akan mempengaruhi keberhasilan siswa.

2. Tahap Instruksional

Tahap kedua adalah tahap pengajaran atau tahap inti, yakni tahapan memberikan bahan pelajaran yang telah disusun guru sebelumnya. Secara umum dapat diidentifikasi beberapa kegiatan sebagai berikut.

a. Menjelaskan pada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai siswa.

b. Menuliskan pokok materi yang akan dibahas hari itu yang diambil dari buku sumber yang telah disiapkan sebelumnya.

c. Membahas pokok materi yang telah dituliskan tadi. Dalam pembahasan materi itu dapat ditempuh dua cara yakni: (a) pembahasan dimulai dari gambaran umum materi pengajaran menuju kepada topik secara lebih khusus, (b) dimulai dari topik khusus menuju topik umum.

d. Pada setiap pokok materi yang dibahas sebaiknya diberikan contoh-contoh konkret. Demikian pula siswa harus diberikan pertanyaan atau tugas, untuk mengetahui tingkat pemahaman dari setiap pokok materi yang telah dibahas.

e. Penggunaan alat bantu pengajaran untuk memperjelas pembahasan setiap pokok materi sangat diperlukan.

f. Menyimpulkan hasil pembahasan dari pokok materi. Kesimpulan ini dibuat oleh guru dan sebaiknya pokok-pokoknya ditulis dipapan tulis untuk dicatat siswa. Kesimpulan dapat pula dibuat guru bersama-sama siswa, bahkan kalau mungkin diserahkan sepenuhnya kepada siswa.

3. Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut

Tahap yang ketiga adalah tahap evaluasi atau penilaian dan tindak lanjut dalam kegiatan pembelajaran. Tujuan tahapan ini ialah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tahapan kedua (instruksional).


(29)

Ketiga tahap yang telah dibahas di atas, merupakan satu rangkaian kegiatan yang terpadu, tidak terpisahkan satu sama lain. Guru dituntut untuk mampu dan dapat mengatur waktu dan kegiatan secara fleksibel, sehingga ketiga rangkaian tersebut diterima oleh siswa secara utuh. Di sinilah letak keterampilan profesional dari seorang guru dalam melaksanakan strategi mengajar. Kemampuan mengajar seperti dilukiskan dalam uraian di atas secara teo-retis mudah dikuasai, namun dalam praktiknya tidak semudah seperti digambarkan. Hanya dengan latihan dan kebiasaan yang terencana, kemampuan itu dapat diperoleh.

f. Kriteria Pemilihan Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran, seperti telah dikemukakan mengandung makna pemilihan upaya pembelajaran yang akan memberi peluang tercapainya tujuan yang optimal, baik dari segi hasil belajar, hasil kerja (produk), maupun proses belajar. Oleh karena itu, kriteria utama dalam pemilihan strategi pembelajaran tersebut seyogianya ditinjau dari upaya pencapaian tujuan pembelajaran dalam rangka pencapaian tujuan umum pendidikan nasional atau TUPN (sesuai Pasal 3 dalam UU- RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas) yang optimal. Seperti diketahui, tidak satupun strategi pembelajaran yang dianggap terbaik dan berlaku umum untuk semua jenis/tingkatan tujuan, semua jenis pelajar, dan atau untuk semua latar pembelajaran (Soedijarto, 1990 : 4) Terdapat beberapa kriteria yang biasa dijadikan acuan dalam pemilihan strategi pembelajaran antara lain:

1. Relevansi yakni derajat kaitan fungsional antara strategi pembelajaran sebagai dimensi instrumental dengan tujuan/sasaran belajar, dengan tolok ukur dari segi bagaimana sesuatu itu dipelaj ari dan bukannya dari segi apa yang dipelajari . Derajat relevansi dapat ditinjau dari tiga dimensi yakni:

a. Epistemologi yakni relevansi dengan hakekat ilmu pengetahuan sumber bahan ajaran, baik sebagai kumpulan informasi, cara memperoleh informasi, dan wawasan yang menyertainya. Relevansi epistemologis itu mengharuskan agar cara pembelajaran cabang ilmu pengetahuan yang bersangkutan harus serasi dengan substansi dan metodologi keilmuannya. Umpamanya Matematika seyogianya diajarkan melalui kegiatan pembelajaran yang melatih siswa memecahan masalah matematika dalam kehidupan hari sehingga manfaat matematika dalam kehidupan siswa sehari-hari.

b. Psikologi yakni pengalaman belajar sebagai sarana pengembangan psikis, khususnya kemampuan merumuskan dan memecahkan masalah. Relevansi psikologis ini harus menyesuaikan cara pembelajaran dengan tahap perkembangan murid SD-MI


(30)

antara lain perkembangan kognitif periode operasi konkrit, aktif/manipulatif, dan menyeluruh (holistik).

c. Sosial yakni yang berkaitan dengan kedudukan dan fungsi sekolah sebagai lembaga sosial baik dalam aspek sosialisasi maupun kemampuan pengembangan. Pembelajaran ini harus serasi dengan nilai-nilai yang ada dimasyarakat sekitarnya. 2. Efektivitas (hasil guna) yakni tingkat instrumentalitas atau hubungan kausal linier antara

strategi pembelajaran dengan tujuan yang ingin dicapai. Pemilihan suatu strategi pembelajaran haruslah ditentukan dengan mempertimbangkan dari segi kebutuhan pencapaian tujuan pembelajaran, dengan kata lain, strategi pembelajaran yang tepat haruslah selalu memberikan hasil guna yang optimal. Seperti diketahui. Muara keberhasilan pembelajaran pada akhirnya diukur dari segi efektivitas, baik dari segi dampak instruksional maupun dari segi dampak pengiring, sebagai berikut:

a. Dampak instruksional pada mumnya ditinjau dari segi ketercapaian tujuan pembelajaran yakni terjadi perubahan prilaku murid sesuai dengan tujuan pembelajaran,, seperti terkuasainya pengetahuan-pemahaman (kognitif), terkuasainya ketrampilan yang diinginkan (psikomotorik) dan atau terjadinya perubahan sikap dan wawasan (afektif). Dampak instruksional inilah yang banyak diukur ketercapaiannya melalui evaluasi hasil belajar.

b. Dampak pengiring yakni sesuatu yang ikut tercapai di dalam pembelajaran meskipun di luar kawasan tujuan pembelajaran, sesuatu yang ikut tercapai, utamanya melalui format belajar yang terjadi dalam pembelajaran, seperti kemampuan berpikir kritis yang tumbuh dalam tanyajawab/diskusi kemampuan kerja sama dalam kerja kelompok, dsb. Di samping itu, terdapat dampak pengiring yang sangat penting yakni tumbuhnya meta-kognisi dalam diri murid, yakni kesadaran akan kemampuan belajar dan kemampuan untuk mengendalikan proses kognitif itu. Hal terakhir ini sangat penting dalam rangka menumbuhkan kemampuan dan kemauan untuk belajar seumur hidup.


(31)

3. Efisiensi (daya guna) yakni yang berkaitan dengan perbandingan upaya (proses belajar) dengan hasil (pencapaian tujuan) khususnya ditinjau dari prinsip ekonomis, seperti pemilihan strategi pembelaj aran yang lebih sederhana, murah dan mudah, serta bervariasi tetapi mencapai tuj uan yang optimal. Efisiensi haruslah memperhitungkan daya guna (segi waktu, biaya dan tenaga) namun tetap mencapai tuj uan yang optimal . Seperti diketahui , sumber daya (insani dan non insani) dan dana pendidikan itu sangat terbatas sehingga haruslah dmanfaatkan dengan menggunakan prinsip ekonomis yakni dengan daya dan dana yang terbatas namun dapat diperoleh hasil yang optimal.

Perancangan dan pelaksanaan setiap proses pembelajaran seyogyanya tidak hanya mempertimbangkan pencapaian tujuan pembelajaran saja tetapi j uga tuj uan pendidikan yang lebih umum, demi keutuhan tujuan pendidikan. Oleh karena itu, pemilihan strategi pembelajaran di samping dampak instruksional , diperhatikan pula dampak pengiring agar dapat diupayakan suatu pembelajaran yang mendidik. Dengan demikian murid akan menghayati suatu pengalaman belajar yang bermanfaat, baik segi penguasaan IPTEKS maupun segi pengembangan pribadinya sebagai manusia Indonesia, sebagai suatu upaya mewujudkan Manusia Indonesia Seutuhnya. Seperti diketahui, pengembangan pribadi seyogyanya diarahkan pada pembentukan j ati diri yang menyadari harkat dan martabatnya sebagai manusia. Melalui pembelaj aran yang mendidik, murid dibantu sedemikian rupa agar potensinya berkembang menjadi kompetensi , prilaku naluriah (instinktif) berubah menjadi prilaku nuraniah (prilaku yang dituntun oleh hati nurani), dan dengan demikian secara keseluruhan murid akan mampu berubah dari makhluk “hewaniah” (yang sekadar mempertahankan diri dan jenisnya) menjadi makhluk yang ”insaniah” (yang ingin mengaktualisasikan dirinya ditengah masyarakatnya yang beradab dan berbudaya). Dengan demikian secara berangsur murid dibimbing secara bertahap tetapi berlanj ut dalam proses memanusiakan manusia menuj u manusia paripurna (insanul kamil); dengan catatan: mungkin hal terakhir itu sulit tercapai, tetapi harus ada usaha untuk mendekatinya. Pembelajaran yang mendidik mengisyaratkan betapa pentingnya pembelaj aran itu sebagai poros utama dalam berberbagai upaya di bidang pendidikan.


(32)

Oleh karena itu, penerapan kriteria pemilihan strategi pembelajaran sebagai inti dari

pembelajaran itu harus diarahkan sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan visi dan misi pendidikan nasional. Seperti diketahui , visi pendidikan nasional adalah mewujudkan suatu sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk membudayakan dan memberdayakan semua warga Negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proakif menjawab tantangan zaman. Sedang misi pendidikan nasional adalah :

1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;

2. Meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional, dan internasional;

3. Meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global;

4. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;

5. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;

6. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan

7. Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (Undang-Undang R.I No. 20 Tahun 2003, dalam Penjelasan jo. Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005, dalam Penjelasan:)..

Visi dan misi pendidikan tersebut diatas, utamanya misi butir 4, 5, dan 6 yang relevan dengan pembelajaran di SD-MI, haruslah menjadi bahan pertimbangan dalam memilih dan menerapkan strategi pembelajaran di sekolah. Selanjutnya, perlu pula diperhatikan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah RI No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang tercantum dalam Bab IV Standar Proses, telah ditetapkan pada Pasal 19 ayat (1) sbb: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,


(33)

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Oleh karena itu, para guru dalam memilih dan menetapkan strategi pembelajarannya tidak sekadar bermaksud membelajarkan muridnya sesuai pesan kurikulum untuk mencapai tujuan pembelajaran, indikator, bahkan kompetensi, tetapi juga serentak dengan itu, berupaya mencapai tujuan yang lebih luas yakni ikut merealisasikan visi dan misi pendidikan nasional.

Latihan

Setelah Anda menguasai paparan Sub Unit 8.1 tersebut di atas kerjakanlah tugas berikut ini :

1. Pilih dan kaji satu konsep/topik/materi pokok dalam kurikulum dan atau silabus yang berlaku di SD-MI.

2. Buatlah suatu rancangan kegiatan pembelajaran tentang konsep/topik/materi pokok tersebut yang sesuai dengan strategi pembelajaran yang Anda pilih


(1)

d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasainya dari pengajaran yang telah dilaksanakan sebelumnya.

e. Mengulang kembali bahan pelajaran yang lalu (bahan pelajaran sebelumnya) secara singkat tapi mencakup semua bahan aspek yang telah dibahas sebelumnya. Hal ini dilakukan sebagai dasar bagi pelajaran yang akan dibahas hari berikutnya nanti, dan sebagai usaha dalam menciptakan kondisi belajar siswa.

Tujuan tahapan ini adalah mengungkapkan kembali tanggapan siswa terhadap bahan yang telah diterimanya, dan menumbuhkan kondisi belajar dalam hubungannya dengan pelajaran hari itu. Tahap prainstruksional dalam strategi mengajar mirip dengan kegiatan pemanasan dalam olah raga. Kegiatan ini akan mempengaruhi keberhasilan siswa.

2. Tahap Instruksional

Tahap kedua adalah tahap pengajaran atau tahap inti, yakni tahapan memberikan bahan pelajaran yang telah disusun guru sebelumnya. Secara umum dapat diidentifikasi beberapa kegiatan sebagai berikut.

a. Menjelaskan pada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai siswa.

b. Menuliskan pokok materi yang akan dibahas hari itu yang diambil dari buku sumber yang telah disiapkan sebelumnya.

c. Membahas pokok materi yang telah dituliskan tadi. Dalam pembahasan materi itu dapat ditempuh dua cara yakni: (a) pembahasan dimulai dari gambaran umum materi pengajaran menuju kepada topik secara lebih khusus, (b) dimulai dari topik khusus menuju topik umum.

d. Pada setiap pokok materi yang dibahas sebaiknya diberikan contoh-contoh konkret. Demikian pula siswa harus diberikan pertanyaan atau tugas, untuk mengetahui tingkat pemahaman dari setiap pokok materi yang telah dibahas.

e. Penggunaan alat bantu pengajaran untuk memperjelas pembahasan setiap pokok materi sangat diperlukan.

f. Menyimpulkan hasil pembahasan dari pokok materi. Kesimpulan ini dibuat oleh guru dan sebaiknya pokok-pokoknya ditulis dipapan tulis untuk dicatat siswa. Kesimpulan dapat pula dibuat guru bersama-sama siswa, bahkan kalau mungkin diserahkan sepenuhnya kepada siswa.

3. Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut

Tahap yang ketiga adalah tahap evaluasi atau penilaian dan tindak lanjut dalam kegiatan pembelajaran. Tujuan tahapan ini ialah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tahapan kedua (instruksional).


(2)

Ketiga tahap yang telah dibahas di atas, merupakan satu rangkaian kegiatan yang terpadu, tidak terpisahkan satu sama lain. Guru dituntut untuk mampu dan dapat mengatur waktu dan kegiatan secara fleksibel, sehingga ketiga rangkaian tersebut diterima oleh siswa secara utuh. Di sinilah letak keterampilan profesional dari seorang guru dalam melaksanakan strategi mengajar. Kemampuan mengajar seperti dilukiskan dalam uraian di atas secara teo-retis mudah dikuasai, namun dalam praktiknya tidak semudah seperti digambarkan. Hanya dengan latihan dan kebiasaan yang terencana, kemampuan itu dapat diperoleh.

f. Kriteria Pemilihan Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran, seperti telah dikemukakan mengandung makna pemilihan upaya pembelajaran yang akan memberi peluang tercapainya tujuan yang optimal, baik dari segi hasil belajar, hasil kerja (produk), maupun proses belajar. Oleh karena itu, kriteria utama dalam pemilihan strategi pembelajaran tersebut seyogianya ditinjau dari upaya pencapaian tujuan pembelajaran dalam rangka pencapaian tujuan umum pendidikan nasional atau TUPN (sesuai Pasal 3 dalam UU- RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas) yang optimal. Seperti diketahui, tidak satupun strategi pembelajaran yang dianggap terbaik dan berlaku umum untuk semua jenis/tingkatan tujuan, semua jenis pelajar, dan atau untuk semua latar pembelajaran (Soedijarto, 1990 : 4) Terdapat beberapa kriteria yang biasa dijadikan acuan dalam pemilihan strategi pembelajaran antara lain:

1. Relevansi yakni derajat kaitan fungsional antara strategi pembelajaran sebagai dimensi instrumental dengan tujuan/sasaran belajar, dengan tolok ukur dari segi bagaimana sesuatu itu dipelaj ari dan bukannya dari segi apa yang dipelajari . Derajat relevansi dapat ditinjau dari tiga dimensi yakni:

a. Epistemologi yakni relevansi dengan hakekat ilmu pengetahuan sumber bahan ajaran, baik sebagai kumpulan informasi, cara memperoleh informasi, dan wawasan yang menyertainya. Relevansi epistemologis itu mengharuskan agar cara pembelajaran cabang ilmu pengetahuan yang bersangkutan harus serasi dengan substansi dan metodologi keilmuannya. Umpamanya Matematika seyogianya diajarkan melalui kegiatan pembelajaran yang melatih siswa memecahan masalah matematika dalam kehidupan hari sehingga manfaat matematika dalam kehidupan siswa sehari-hari.

b. Psikologi yakni pengalaman belajar sebagai sarana pengembangan psikis, khususnya kemampuan merumuskan dan memecahkan masalah. Relevansi psikologis ini harus menyesuaikan cara pembelajaran dengan tahap perkembangan murid SD-MI


(3)

antara lain perkembangan kognitif periode operasi konkrit, aktif/manipulatif, dan menyeluruh (holistik).

c. Sosial yakni yang berkaitan dengan kedudukan dan fungsi sekolah sebagai lembaga sosial baik dalam aspek sosialisasi maupun kemampuan pengembangan. Pembelajaran ini harus serasi dengan nilai-nilai yang ada dimasyarakat sekitarnya. 2. Efektivitas (hasil guna) yakni tingkat instrumentalitas atau hubungan kausal linier antara

strategi pembelajaran dengan tujuan yang ingin dicapai. Pemilihan suatu strategi pembelajaran haruslah ditentukan dengan mempertimbangkan dari segi kebutuhan pencapaian tujuan pembelajaran, dengan kata lain, strategi pembelajaran yang tepat haruslah selalu memberikan hasil guna yang optimal. Seperti diketahui. Muara keberhasilan pembelajaran pada akhirnya diukur dari segi efektivitas, baik dari segi dampak instruksional maupun dari segi dampak pengiring, sebagai berikut:

a. Dampak instruksional pada mumnya ditinjau dari segi ketercapaian tujuan pembelajaran yakni terjadi perubahan prilaku murid sesuai dengan tujuan pembelajaran,, seperti terkuasainya pengetahuan-pemahaman (kognitif), terkuasainya ketrampilan yang diinginkan (psikomotorik) dan atau terjadinya perubahan sikap dan wawasan (afektif). Dampak instruksional inilah yang banyak diukur ketercapaiannya melalui evaluasi hasil belajar.

b. Dampak pengiring yakni sesuatu yang ikut tercapai di dalam pembelajaran meskipun di luar kawasan tujuan pembelajaran, sesuatu yang ikut tercapai, utamanya melalui format belajar yang terjadi dalam pembelajaran, seperti kemampuan berpikir kritis yang tumbuh dalam tanyajawab/diskusi kemampuan kerja sama dalam kerja kelompok, dsb. Di samping itu, terdapat dampak pengiring yang sangat penting yakni tumbuhnya meta-kognisi dalam diri murid, yakni kesadaran akan kemampuan belajar dan kemampuan untuk mengendalikan proses kognitif itu. Hal terakhir ini sangat penting dalam rangka menumbuhkan kemampuan dan kemauan untuk belajar seumur hidup.


(4)

3. Efisiensi (daya guna) yakni yang berkaitan dengan perbandingan upaya (proses belajar) dengan hasil (pencapaian tujuan) khususnya ditinjau dari prinsip ekonomis, seperti pemilihan strategi pembelaj aran yang lebih sederhana, murah dan mudah, serta bervariasi tetapi mencapai tuj uan yang optimal. Efisiensi haruslah memperhitungkan daya guna (segi waktu, biaya dan tenaga) namun tetap mencapai tuj uan yang optimal . Seperti diketahui , sumber daya (insani dan non insani) dan dana pendidikan itu sangat terbatas sehingga haruslah dmanfaatkan dengan menggunakan prinsip ekonomis yakni dengan daya dan dana yang terbatas namun dapat diperoleh hasil yang optimal.

Perancangan dan pelaksanaan setiap proses pembelajaran seyogyanya tidak hanya mempertimbangkan pencapaian tujuan pembelajaran saja tetapi j uga tuj uan pendidikan yang lebih umum, demi keutuhan tujuan pendidikan. Oleh karena itu, pemilihan strategi pembelajaran di samping dampak instruksional , diperhatikan pula dampak pengiring agar dapat diupayakan suatu pembelajaran yang mendidik. Dengan demikian murid akan menghayati suatu pengalaman belajar yang bermanfaat, baik segi penguasaan IPTEKS maupun segi pengembangan pribadinya sebagai manusia Indonesia, sebagai suatu upaya mewujudkan Manusia Indonesia Seutuhnya. Seperti diketahui, pengembangan pribadi seyogyanya diarahkan pada pembentukan j ati diri yang menyadari harkat dan martabatnya sebagai manusia. Melalui pembelaj aran yang mendidik, murid dibantu sedemikian rupa agar potensinya berkembang menjadi kompetensi , prilaku naluriah (instinktif) berubah menjadi prilaku nuraniah (prilaku yang dituntun oleh hati nurani), dan dengan demikian secara keseluruhan murid akan mampu berubah dari makhluk “hewaniah” (yang sekadar mempertahankan diri dan jenisnya) menjadi makhluk yang ”insaniah” (yang ingin mengaktualisasikan dirinya ditengah masyarakatnya yang beradab dan berbudaya). Dengan demikian secara berangsur murid dibimbing secara bertahap tetapi berlanj ut dalam proses memanusiakan manusia menuj u manusia paripurna (insanul kamil); dengan catatan: mungkin hal terakhir itu sulit tercapai, tetapi harus ada usaha untuk mendekatinya. Pembelajaran yang mendidik mengisyaratkan betapa pentingnya pembelaj aran itu sebagai poros utama dalam berberbagai upaya di bidang pendidikan.


(5)

Oleh karena itu, penerapan kriteria pemilihan strategi pembelajaran sebagai inti dari

pembelajaran itu harus diarahkan sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan visi dan misi pendidikan nasional. Seperti diketahui , visi pendidikan nasional adalah mewujudkan suatu sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk membudayakan dan memberdayakan semua warga Negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proakif menjawab tantangan zaman. Sedang misi pendidikan nasional adalah :

1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;

2. Meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional, dan internasional;

3. Meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global;

4. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;

5. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;

6. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan

7. Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (Undang-Undang R.I No. 20 Tahun 2003, dalam Penjelasan jo. Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005, dalam Penjelasan:)..

Visi dan misi pendidikan tersebut diatas, utamanya misi butir 4, 5, dan 6 yang relevan dengan pembelajaran di SD-MI, haruslah menjadi bahan pertimbangan dalam memilih dan menerapkan strategi pembelajaran di sekolah. Selanjutnya, perlu pula diperhatikan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah RI No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang tercantum dalam Bab IV Standar Proses, telah ditetapkan pada Pasal 19 ayat (1) sbb: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,


(6)

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Oleh karena itu, para guru dalam memilih dan menetapkan strategi pembelajarannya tidak sekadar bermaksud membelajarkan muridnya sesuai pesan kurikulum untuk mencapai tujuan pembelajaran, indikator, bahkan kompetensi, tetapi juga serentak dengan itu, berupaya mencapai tujuan yang lebih luas yakni ikut merealisasikan visi dan misi pendidikan nasional.

Latihan

Setelah Anda menguasai paparan Sub Unit 8.1 tersebut di atas kerjakanlah tugas berikut ini :

1. Pilih dan kaji satu konsep/topik/materi pokok dalam kurikulum dan atau silabus yang berlaku di SD-MI.

2. Buatlah suatu rancangan kegiatan pembelajaran tentang konsep/topik/materi pokok tersebut yang sesuai dengan strategi pembelajaran yang Anda pilih