T2 912014003 BAB IV

(1)

31

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.Gambaran Umum Responden

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskriptif karakter generasi Y di Indonesia terkait dunia kerja. Oleh karena itu, kuisioner diberikan pada generasi Y, khususnya yang telah bekerja. Di samping itu, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan karakter generasi Y dengan generasi X, sehingga generasi X turut diberikan kuisioner yang sama. Adapun profil generasi Y dan X yang menjadi responden adalah sebagai berikut.

4.1.1.Profil Generasi Y

Generasi Y adalah individu-individu yang lahir pada kisaran tahun 1982-1999 (Schoch, 2012; Hillman, 2013; Schullery, 2013), sehingga saat penelitian ini dilaksanakan di tahun 2016, usia generasi Y tersebut berkisar dari 17 hingga 34 tahun. Karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakter generasi Y terkait dunia kerja, responden diharapkan telah memiliki pekerjaan. Namun, generasi Y dengan kisaran umur 17-19 tahun masih berstatus sebagai siswa atau mahasiswa yang belum bekerja, sehingga tidak memenuhi kualifikasi sebagai responden penelitian. Oleh karena itu, hanya generasi Y yang berusia 20 hingga 34 tahun yang dapat mengikuti penelitian atau menjadi responden.

Saat penelitian dilakukan, penulis menyebarkan 200 kuisioner namun hanya 175 kuisioner yang berhasil dikumpulkan, sehingga terdapat 175 responden dari generasi Y. Seluruh responden telah diminta untuk mengisi identitas mereka terkait jenis kelamin (laki-laki atau perempuan), tingkat pendidikan (SMA, D3, S1, S2, atau S3), status pernikahan (menikah atau tidak menikah) dan sektor pekerjaan. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:


(2)

Tabel 4.1. Identitas Responden Generasi Y

Identitas F (%)

Jenis Kelamin Laki-laki 105 60

Perempuan 70 40

Tingkat Pendidikan

SMA 23 13,14

D3 17 9,71

S1 122 69,71

S2 13 7,43

Status Pernikahan Menikah 43 24,57

Belum Menikah 132 75,43

Sektor Pekerjaan Pendidikan 36 20,57

Perbankan 26 14,86

Perindustrian 23 13,14

Kesehatan 14 8

Lingkungan 8 4,57

Swasta 8 4,57

Keagamaan 7 4

Pemerintahan 7 4

Jasa 7 4

Teknologi Informatika 5 2,86

Penyiaran 4 2,28

Pariwisata 4 2,28

Wiraswasta 3 1,71

Pemasaran 3 1,71

DLL

(Administrasi, Recruitment, Pertambangan, Media, Kantor Pos, Komunikasi, Asuransi, Ritel)

16 (@2)

9,14

DLL

(Keuangan, Perijinan, Sosial, Politik) 4 (@1)

2,28

Total 175 100

Ket: F: Frekuensi 4.1.2.Profil Generasi X

Generasi X adalah individu yang lahir pada tahun 1965 hingga 1981 dan pada tahun 2016 saat penelitian dilaksanakan, mereka berusia 35 hingga 51 tahun. Pada penelitian ini, penulis menyebarkan 200 kuisioner, namun hanya berhasil mendapatkan 84 kuisioner, sehingga responden dari generasi X berjumlah 84 orang, dengan rincian sebagai berikut:


(3)

Tabel 4.2. Identitas Responden Generasi X

Identitas F (%)

Jenis Kelamin Laki-laki 45 53,57

Perempuan 39 46,43

Tingkat Pendidikan SMA 18 21,42

D3 7 8,33

S1 35 41,67

S2 21 25

S3 3 3,57

Status Pernikahan Menikah 79 94,05

Belum Menikah 5 5,95

Sektor Pekerjaan Pendidikan 41 48,81

Pegawai Negeri Sipil 10 11,9

Keagamaan 8 9,52

Pemerintahan 6 7,14

BUMN 3 3,57

Swasta 3 3,57

Jasa 2 2,38

DLL (Perbankan, Peradilan Hukum, Konsultan, Pariwisata, Perdagangan, Kehutanan, Lingkungan,

Perpustakaan, Infrastruktur, LSM, Kesehatan)

11 (@1)

13,1

Total 84 100

Ket: F: Frekuensi

4.2.Hasil Penelitian 4.2.1.Kreatifitas

Tabel 4.3. Perspektif Kreatifitas No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 9 5,14 14 16,67 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 5 2,86 3 3,57 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 17 9,71 2 2,38 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 27 15,43 7 8,33 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 117 66,86 58 69,05

Total 175 100 84 100

Rata- rata 5.65 5.43

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa generasi Y cenderung memiliki kreatifitas yang tinggi, sebab rata-rata sebesar 5,65 yang berada pada kategori tinggi. Hal ini berarti generasi Y senang memunculkan ide


(4)

dan inovasi baru dibandingkan memakai cara orang lain yang telah ada. Hal yang sama turut terjadi pada generasi X, dimana rata-rata sebesar 5,43 yang berada pada kategori tinggi. Karyawan generasi X ternyata juga memiliki kreatifitas yang tinggi yang berarti bahwa mereka ingin melakukan proses berpikir kreatif dan ingin mencetuskan ide serta inovasi baru. Hal ini turut diperkuat dengan hasil uji beda dimana signifikansinya sebesar 0,885. 0,885 > 0,05 yang berarti bahwa generasi Y dan generasi X memiliki kreatifitas yang sama.

4.2.2.Etika

Tabel 4.4. Perspektif Etika

No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 12 6,86 5 5,95 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 12 6,86 4 4,76 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 19 10,86 8 9,52 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 23 13,14 3 3,57 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 109 62,29 64 76,19

Total 175 100 84 100

Rata -rata 5.43 5.82

Generasi Y memiliki tingkat etika yang tinggi karena mencapai rata-rata sebesar 5,43. Hal ini menandakan bahwa mereka memiliki toleransi yang rendah terhadap pelanggaran etika dan menjunjung tinggi nilai serta moral yang ada, terlebih di dalam organisasi. Sedangkan generasi X memiliki tingkat etika yang sangat tinggi karena mencapai rata-rata sebesar 5,82. Hal ini menandakan bahwa etika generasi X lebih tinggi dibanding etika pada generasi Y. Generasi X ternyata memiliki toleransi yang lebih rendah terhadap pelanggaran etika dan cenderung terus memegang kode moral yang lebih ketat dibanding generasi Y.


(5)

4.2.3.Adaptasi

Tabel 4.5. Perspektif Adaptasi No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 7 4,00 7 8,33 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 9 5,14 2 2,38 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 19 10,86 4 4,76 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 29 16,57 9 10.71 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 111 63,43 62 73,81

Total 175 100 84 100

Rata- rata 5.62 5.77

Kemampuan beradaptasi pada generasi Y dan generasi X tinggi dengan rata-rata sebesar 5,62 dan 5,77. Tingginya rata-rata menandakan bahwa baik generasi Y maupun generasi X cenderung dapat menyesuaikan diri dengan baik. Termasuk saat berada pada perubahan yang tidak pernah berhenti, mereka terbuka untuk menerima perubahan dan tidak kaku melawan perubahan, namun terus berusaha agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Adapun hasil uji beda pada adaptasi adalah signifikansi sebesar 0,168 > 0.05 yang berarti bahwa generasi Y dan generasi X memiliki kemampuan beradaptasi yang sama.

4.2.4.Kecepatan Kerja

Tabel 4.6. Perspektif Kecepatan Kerja No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 89 50,86 47 55,95 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 17 9,71 2 2,38 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 22 12,57 6 7,14 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 12 6,86 3 3,57 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 35 20,00 26 30,95

Total 175 100 84 100

Rata-rata 3.15 3.35

Generasi Y cenderung memiliki kecepatan kerja yang rendah dilihat dari rata-rata yang terletak pada kategori rendah sebesar 3,15. Demikian pula pada generasi X, mereka memiliki kecepatan kerja yang rendah


(6)

dengan rata-rata sebesar 3,35. Hal ini menandakan bahwa baik generasi Y maupun generasi X terlebih dahulu menjalani proses berpikir yang lebih matang dengan menjalani berbagai prosedur atau proses tertentu sebelum mengambil tindakan. Di samping itu mereka lebih mementingkan proses berpikir dan berefleksi terlebih dahulu sebelum bertindak. Hasil uji beda pada kecepatan kerja adalah signifikansi sebesar 0,524 > 0.05 yang berarti bahwa mereka memiliki kecepatan kerja yang sama.

4.2.5.Makna Pekerjaan

Tabel 4.7. Perspektif Makna Pekerjaan No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 7 4,00 3 3,57 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 7 4,00 4 4,76 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 8 4,57 2 2,38 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 16 9,14 7 8,33 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 137 78,29 68 80,95

Total 175 100 84 100

Rata-rata 5.97 6.06

Generasi Y dan X ternyata memiliki penghayatan yang sangat tinggi akan makna pekerjaan yang mereka jalani. Bagi mereka pekerjaan bukan hanya sekadar materi, namun juga tentang makna yang didapat yang membuat mereka merasa memiliki arti penting dan berkontribusi dalam mencapai tujuan organisasi. Bahkan dengan menjalani pekerjaan yang bermakna, mereka merasa memiliki kehidupan yang bermakna. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata sebesar 5,97 dan 6.06 yang terdapat pada kategori sangat tinggi. Pada perspektif makna pekerjaan, hasil uji beda adalah signifikansi sebesar 0,427 > 0,05 yang menadakan bahwa generasi Y dan generasi X memiliki perspektif yang sama pada makna pekerjaan.


(7)

4.2.6.Learning Style

Tabel 4.8. Perspektif Learning Style No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 84 48,00 40 47,6 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 18 10,29 5 6,00 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 25 14,29 10 11,9 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 10 5,71 9 10,7 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 38 21,71 20 23,8

Total 175 100 84 100

Rata-rata 3.3 3.49

Generasi Y memiliki rata-rata sebesar 3,3 yang berada pada kategori rendah. Hal ini menandakan bahwa mereka lebih memiliki untuk belajar secara bertahap daripada mempelajari banyak hal sekaligus dalam waktu singkat. Sedangkan pada generasi X, rata-rata yang didapatkan adalah sebesar 3,49 yang berada pada kategori cukup. Hal ini menandakan bahwa generasi X cukup senang belajar secara bertahap ataupun banyak hal. 4.2.7.Teamwork

Tabel 4.9. Perspektif Teamwork

No Interval Kategori Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 23 13,14 16 19,05 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 11 6,29 1 1,19 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 29 16,57 15 17,86 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 16 9,14 9 10,71 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 96 54,86 43 51,19

Total 175 100 84 100

Rata-rata 5.1 4.94

Karyawan generasi Y dan X mendapatkan rata-rata sebesar 5,1 dan 4,94 pada kategori tinggi. Tidak terdapat perbedaan pada perspektif ini. Berarti kedua generasi ini, yakni generasi Y dan generasi X sama-sama memiliki keinginan yang tinggi untuk bekerja dalam kelompok. Mereka memiliki keinginan yang tinggi untuk terkoneksi dengan orang lain dan bekerja bersama rekan kerja. Bekerja bersama orang lain atau rekan kerja dianggap dapat menciptakan atmosfer yang bersahabat, penuh dukungan


(8)

rekan kerja dan penuh kepedulian satu sama lain. Oleh karena itu mereka memilih untuk tidak bekerja sendiri, namun bersama kelompok. Pada uji beda terhadap teamwork didapati hasil signifikansi sebesar 0,451 > 0,05 yang berarti bahwa generasi Y dan generasi X memiliki perspektif yang sama terhadap teamwork.

4.2.8.Metode Komunikasi

Tabel 4.10. Perspektif Metode Komunikasi No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 88 50,29 40 47,62 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 16 9,14 6 7,14 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 26 14,86 11 13,10 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 10 5,71 7 8,33 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 35 20,00 20 23,81

Total 175 100 84 100

Rata-rata 3.19 3.47

Dari tabel 31 dapat dilihat bahwa generasi Y memiliki rata-rata sebesar 3,19 yang berada pada kategori rendah. Hal ini menandakan bahwa generasi Y senang melakukan komunikasi melalui proses tatap muka dibanding melalui media komunikasi seperti handphone atau media sosial. Kemudian ketika dilihat dari generasi X, rata-rata yang didapat adalah sebesar 3,47 yang berada pada kategori cukup. Hal ini menandakan bahwa mereka cukup senang dengan melakukan komunikasi dua arah ataupun menggunakan teknologi.

4.2.9.Tipe Kepemimpinan

Tabel 4.11. Perspektif Tipe Kepemimpinan No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 6 3,43 5 5,95 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 4 2,29 2 2,38 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 13 7,43 4 4,76 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 17 9,71 4 4,76 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 135 77,14 69 82,14

Total 175 100 84 100


(9)

Generasi Y dan generasi X mendapatkan rata-rata sebesar 5,99 dan 6,02 yang berada pada kategori sangat tinggi. Artinya mereka memiliki keinginan yang sangat tinggi untuk mendapatkan pemimpin dengan tipe kepemimpinan yang partisipatif. Tipe kepemimpinan partisipatif merupakan tipe dari pemimpin yang mau mendengarkan, menerima dan mengerti kebutuhan, keinginan dan ekspektasi karyawannya. Di samping itu, pemimpin dengan tipe ini cenderung mengasuh dan memelihara karyawan dengan penuh dukungan dibanding memberi perintah kaku yang dilatarbelakangi kekuasaan. Pernyataan di atas turut diperkuat dengan hasil uji beda, dimana ditemukan signifikansi sebesar 0,609 > 0.05 yang berarti bahwa baik generasi Y dan generasi X memiliki perspektif yang sama terhadap tipe kepemimpinan.

4.2.10.Loyalitas

Tabel 4.12. Perspektif Loyalitas No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 24 13,71 21 25,00 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 5 2,86 8 9,52 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 32 18,29 11 13,1 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 22 12,57 12 14,29 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 92 52,57 32 38,1

Total 175 100 84 100

Rata-rata 2,9 3,6

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa generasi Y mendapatkan rata-rata sebesar 2,9 yang berada pada ketegori rendah. Hal berbeda terjadi pada generasi X yang mendapat rata-rata sebesar 3,6 yang berada pada kategori cukup. Hal ini menandakan bahwa mereka memiliki perbedaan perspektif terkait loyalitas, dimana didukung dengan hasil uji coba dengan signifikansi sebesar 0,018 < 0.05. Hasil diatas memiliki makna bahwa generasi Y memiliki loyalitas yang rendah kepada organisasi. Mereka menunjukan


(10)

bahwa mereka mendahulukan bekerja pada pekerjaan yang dirasa cocok, dibanding bekerja pada organisasi yang tidak menyajikan pekerjaan yang cocok bagi mereka. Terdapat kemungkinan mereka dapat memilih untuk pindah ke organisasi lain demi mendapat pekerjaan yang diinginkan, sebab pekerjaan apa yang dikerjakan lebih penting daripada organsasi apa wadah bekerja. Berbeda dengan generasi X yang cukup loyal terhadap organsisasi.

4.2.11.Pelatihan

Tabel 4.13. Perspektif Pelatihan No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 72 41,14 30 35,71 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 15 8,57 7 8,33 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 25 14,29 13 15,48 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 13 7,43 5 5,95 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 50 28,57 29 34,52

Total 175 100 84 100

Rata-rata 3,7 4

Generasi Y mendapatkan rata-rata sebesar 3,7 yang berada pada kategori cukup. Hal ini menandakan bahwa generasi Y cukup senang menjalankan pelatihan baik dengan metode konvensional maupun dengan metode modern yang menggunakan kemajuan teknologi. Kemudian pada generasi X didapatkan rata-rata sebesar 4 yang berada pada kategori cukup pula yang menandakan bahwa mereka juga cukup senang menjalankan baik metode konvensional seperti tatap muka, diskusi, dan mentoring maupun metode modern yang memanfaatkan kemajuan teknologi. Hal ini didukung dengan hasil uji beda dengan signifikansi sebesar 0,178 > 0.05 yang berarti bahwa generasi Y dan generasi X ingin menjalani pelatihan dengan metode yang sama.


(11)

4.2.12.Feedback

Tabel 4.14. Perspektif Feedback No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 20 11,43 19 22,62 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 6 3,43 4 4,76 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 19 10,86 9 10,71 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 21 12,00 6 7,14 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 109 62,29 46 54,76

Total 175 100 84 100

Rata-rata 5,4 4,9

Dapat dilihat hasil penelitian pada karyawan generasi Y dan generasi X terkait feedback yaitu rata-rata sebesar 5,4 dan 4,9 pada kategori tinggi. Tidak terdapat perbedaan diantara keduanya. Didukung pula dengan uji beda dengan signifikansi sebesar 0,173 > 0.05 yang berarti bahwa generasi Y dan generasi X memiliki perspektif yang sama pada feedback. Generasi Y dan generasi X memiliki keinginan yang tinggi untuk mendapatkan feedback secepatnya secara langsung segera setelah pekerjaan selesai dikerjakan. Mereka merasa tidak perlu menunggu dalam jangka waktu yang panjang untuk mendapatkan feedback. Di samping itu mereka tidak ingin diberikan feedback secara tidak langsung demi menjaga perasaan mereka, karena mereka bersedia mendengar feedback dengan jelas tanpa perlu ditutup-tutupi.

4.2.13. Job Enrichment

Tabel 4.15. Perspektif Job Enrichment No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 12 6,86 13 15,48 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 3 1,71 10 11,9 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 26 14,86 4 4,76 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 31 17,71 5 5,95 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 103 58,86 52 61,9

Total 175 100 84 100


(12)

Generasi Y dan generasi X tidak berbeda karena memiliki signifikansi setelah uji beda sebesar 0,337 > 0,05, bahkan mereka mereka memiliki rata-rata sebesar 5,5 dan 5,2 yang menunjukan bahwa mereka senang mengerjakan pekerjaan yang menantang. Bila terdapat pekerjaan yang menantang kemampuan diri mereka, membutuhkan tanggung jawab yang lebih tinggi serta otonomi yang lebih besar, karyawan generasi Y dan X akan dengan senang menerimanya.

4.2.14.Promosi

Tabel 4.16. Perspektif Promosi No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 82 46,86 51 60,71 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 19 10,86 5 5,95 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 21 12,00 6 7,14 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 12 6,86 8 9,52 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 41 23,43 14 16,67

Total 175 100 84 100

Rata-rata 3.38 3

Generasi X dan generasi Y pada tabel ini memiliki rata-rata sebesar 3,38 dan 3 yang berada pada kategori rendah. Hal ini menandakan bahwa mereka bersedia untuk tidak mendapatkan promosi dalam waktu yang cepat, namun bersedia mendapatkan promosi bila dirasa tepat pada waktu tertentu oleh organisasi. Disamping itu mereka bersedia menjalani proses yang ada dan menunggu hingga tiba saat yang tepat sesuai keputusan organisasi untuk mendapatkan promosi. Oleh karena itu, karyawan generasi Y dan X tidak memaksa untuk terburu-buru mendapatkan promosi kerja di organisasi. Hal ini didukung oleh hasil uji beda sebesar 0,119 > 0.05 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan perspektif pada promosi baik pada generasi Y maupun pada generasi X.


(13)

4.2.15.Rotasi Kerja

Tabel 4.17. Perspektif Rotasi Kerja No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 26 14,86 29 34,52 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 8 4,57 4 4,76 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 27 15,43 8 9,52 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 29 16,57 10 11,9 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 85 48,57 33 39,29

Total 175 100 84 100

Rata-rata 4,93 4,2

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa generasi Y memiliki rata-rata sebesar 4,93 yang berada pada kategori tinggi. Hal ini menandakan bahwa mereka setuju dengan rotasi kerja karena ingin melakukan berbagai macam pekerjaan yang berbeda. Sedangkan pada generasi X didapat rata-rata sebesar 4,2 yang berada pada kategori cukup. Hal ini menandakan bahwa mereka cukup senang menjalani rotasi kerja. Pernyataan diatas didukung oleh hasil uji beda dengan signifikansi sebesar 0,022 < 0,005 yang berarti bahwa generasi Y dan generasi X memiliki perspektif yang berbeda terhadap rotasi kerja.

4.2.16.Kompensasi

Tabel 4.18. Perspektif Kompensasi No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 66 37,71 48 57,14 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 28 16,00 6 7,14 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 25 14,29 11 13,1 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 17 9,71 1 1,19 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 39 22,29 18 21,43

Total 175 100 84 100

Rata-rata 3.56 3.1

Hasil penelitian tentang kompensasi pada generasi Y dan X berbeda dimana generasi Y mendapatkan rata-rata sebesar 3,56 yang berada pada kategori cukup, sedangkan generasi X mendapatkan rata-rata sebesar 3,1


(14)

yang berada pada ketegori rendah. Hal ini dapat dilihat pula dari hasil uji coba dengan signifikansi sebesar 0,048 < 0,05 yang menadakan bahwa generasi Y dan generasi X memiliki perspektif yang berbeda terhadap kompensasi. Hasil ini menandakan bahwa generasi Y merasa cukup puas dengan kompensasi yang ada. Sedangkan generasi X cenderung kurang puas dengan kompensasi yang ada, dimana mereka cenderung ingin mendapatkan kompensasi yang besar dalam waktu singkat.

4.2.17.Instruksi Pekerjaan yang Perlu Dilakukan

Tabel 4.19. Perspektif Instruksi Pekerjaan yang Perlu Dilakukan No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 96 54,86 47 55,95 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 19 10,86 11 13,10 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 12 6,86 8 9,52 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 14 8,00 5 5,95 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 34 19,43 13 15,48

Total 175 100 84 100

Rata-rata 3.03 2.9

Pada tabel ini dapat dilihat bahwa rata-rata sebesar 3,03 yang berada pada kategori rendah didapat oleh generasi Y dan rata-rata sebesar 2,9 yang berada pada kategori rendah pula. Kesamaan perspektif pada instruksi pekerjaan yang perlu dilakukan juga didukung dengan hasil uji beda dengan signifikansi sebesar 0,975 > 0,05. Hal ini menandakan bahwa baik generasi Y dan generasi X cenderung senang mendapatkan instruksi pekerjaan untuk melakukan pekerjaan secara bertahap dibanding banyak pekerjaan dalam waktu bersamaan.


(15)

4.2.18.Keterlibatan dalam Pengambilan Keputusan Manajemen Tabel 4.20. Perspektif Keterlibatan dalam Pengambilan Keputusan Manajemen

No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 24 13,71 21 25,00 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 13 7,43 6 7,14 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 31 17,71 10 11,9 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 34 19,43 12 14,29 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 73 41,71 35 41,67

Total 175 100 84 100

Rata-rata 4,8 4,53

Generasi Y mendapatkan rata-rata sebesar 4,8 yang berada pada kategori tinggi. Hal ini berarti bahwa mereka ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan manajemen. Sedangkan pada generasi X didapatkan rata-rata sebesar 4,53 yang berada pada kategori cukup. Hal ini menandakan bahwa mereka merasa cukup ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan manajemen.

4.2.19.Work- family Balance

Tabel 4.21. Perspektif Work-family Balance No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 7 4,00 2 2,38 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 7 4,00 0 0,00 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 11 6,29 4 4,76 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 7 4,00 5 5,95 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 143 81,71 73 86,9

Total 175 100 84 100

Rata-rata 6,2 6,43

Hasil penelitian ini adalah didapat rata-rata 6,2 untuk karyawan generasi Y dan 6,43 untuk karyawan generasi X. Hal ini menunjukan bahwa mereka memiliki keinginan yang sangat tinggi untuk menghabiskan waktu yang seimbang antara kehidupan di tempat kerja dan bersama keluarga. Mereka tidak ingin menghabiskan waktu untuk bekerja di tempat kerja. Sebab mereka ingin meluangkan waktu pula bersama keluarga,


(16)

suami/istri dan anak-anak mereka. Hal ini sesuai dengan hasil uji beda dengan signifikasi sebesar 0,659 > 0.05 yang berarti bahwa generasi Y dan generasi X memiliki perspektif yang sama pada work-family balance.

4.2.20.Fleksibilitas Jam Kerja

Tabel 4.22. Perspektif Fleksibilitas Jam Kerja No Interval Kategori

Gen Y Gen X

F % F %

1 1 ≤ x < 2,2 Sangat rendah 19 10,86 25 29,76 2 2,2 ≤ x < 3,4 Rendah 11 6,29 2 2,38 3 3,4 ≤ x < 4,6 Cukup 17 9,71 11 13,10 4 4,6 ≤ x < 5,8 Tinggi 16 9,14 5 5,95 5 5,8 ≤ x ≤ 7 Sangat tinggi 112 64 41 48,81

Total 175 100 84 100

Rata-rata 5.47 4.7

Generasi X memiliki rata-rata sebesar 5,47 dan 4,7 yang berada pada kategori tinggi. Hal ini menandakan bahwa baik karyawan generasi Y dan karyawan generasi X memiliki keinginan yang tinggi untuk memiliki jam kerja yang lebih fleksibel. Mereka tidak ingin bekerja dalam jam kerja yang kaku, yang mengharuskan mereka bekerja pada jam-jam tertentu yang tak dapat diubah. Mereka ingin agar mereka tidak dikekang oleh jam kerja di organisasi.

Melalui tabel-tabel di atas dapat diketahui kecenderungan perspektif generasi Y dan X dan perbandingannya. Untuk melihat gambaran kecenderungan perspektif mereka secara keseluruhan, maka disajikan rekapitulasi perspektif generasi Y dan generasi X sebagai pembanding seperti berikut:


(17)

Tabel 4.23. Rekapitulasi Perspektif Nilai Individu

No Perspektif Sig Generasi Y Generasi X

1 Kreatifitas 0,885 Tinggi (5,65)

(Memiliki kreatifitas yang tinggi)

Tinggi (5,43)

(Memiliki kreatifitas yang tinggi)

2 Etika 0,052 Tinggi (5,43)

(Menjunjung nilai etika dalam bekerja)

Sangat Tinggi (5,82) (Sangat menjunjung nilai etika dalam bekerja)

3 Adaptasi 0,168 Tinggi (5,62)

(Mudah beradaptasi pada perubahan)

Tinggi (5,77)

(Mudah beradaptasi pada perubahan)

4 Kecepatan Kerja

0,524 Rendah (3,15)

(Memilih untuk berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan dibanding segera bertindak)

Rendah (3,35)

(Memilih untuk berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan dibanding segera bertindak) 5 Makna

Pekerjaan

0,427 Sangat Tinggi (5,97)

(Sangat mementingkan makna pekerjaan dari pekerjaan yang dilakukan)

Sangat Tinggi (6,06) (Sangat mementingkan makna pekerjaan dari pekerjaan yang dilakukan)

6 Learning

Style

0,287 Rendah (3,3)

(Senang belajar secara bertahap daripada mempelajari banyak hal sekaligus dalam waktu singkat)

Cukup (3,49)

(Cukup senang belajar secara bertahap daripada mempelajari banyak hal sekaligus dalam waktu singkat)

Sumber: Data diolah, 2016

Melalui tabel di atas dapat dilihat bahwa karyawan generasi Y dan X di Indonesia mempunyai perspektif nilai individu yang sama pada kreatifitas, adaptasi, kecepatan kerja dan makna pekerjaan. Mereka memiliki kreatifitas yang tinggi, mudah beradaptasi, memilih untuk berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan dibanding segera bertindak, dan sangat mementingkan makna pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan terdapat perspektis yang berbeda pada etika dan learning style, dimana generasi Y menjunjung nilai etika dalam bekerja, namun generasi X lebih menjunjung nilai etika dibanding dengan generasi Y. Pada perspektif learning style generasi Y senang belajar secara bertahap daripada mempelajari banyak hal sekaligus dalam waktu singkat, namun generasi X hanya sekedar cukup senang belajar dengan cara seperti generasi Y.


(18)

Tabel 4.24. Rekapitulasi Perspektif Hubungan Kerja

No Perspektif Sig Generasi Y Generasi X

1 Teamwork 0,451 Tinggi (5,1)

(Senang bekerja dalam kelompok dibanding bekerja sendiri)

Tinggi (4,94)

(Senang bekerja dalam kelompok dibanding bekerja sendiri)

2 Metode

Komunikasi

0,155 Rendah (3,19) (Senang melakukan komunikasi melalui proses tatap muka dibanding melalui media komunikasi seperti handphone atau media sosial)

Cukup (3,47)

(Cukup senang melakukan komunikasi melalui proses tatap muka dibanding melalui media komunikasi seperti handphone atau media sosial)

3 Tipe

Kepemimpinan

0,609 Sangat Tinggi (5,99) (Sangat senang dengan tipe kepemimpinan partisipatif)

Sangat Tinggi (6,02) (Sangat senang dengan tipe kepemimpinan partisipatif) 4 Loyalitas 0,018 Rendah (2,9)

(Mementingkan kecocokan dengan pekerjaan dibanding kesetiaan pada organisasi)

Cukup (3,6) (Cukup loyal pada organisasi) Sumber: Data diolah, 2016

Tabel di atas menunjukan bahwa karyawan generasi Y dan X di Indonesia memiliki perspektif terhadap hubungan kerja yang sama pada teamwork dan tipe kepemimpinan. Mereka sama-sama ingin bekerja dalam tim dan dipimpin oleh pemimpin yang partisipatif. Namun terdapat pula perspektif yang berbeda pada metode komunikasi dan loyalitas. Generasi Y senang melakukan komunikasi melalui proses tatap muka dibanding melalui media komunikasi. Namun, generasi X hanya cukup senang melakukan komunikasi melalui proses tatap muka dan cukup senang pula bila harus melakukan komunikasi dengan perantara media komunikasi.

Tabel 4.25. Rekapitulasi Perspektif Sistem Kerja

No Perspektif Sig Generasi Y Generasi X

1 Pelatihan 0,178 Cukup (3,7)

(Cukup senang menjalankan pelatihan yang

menggunakan metode konvensional, seperti tatap muka, diskusi, dan mentoring serta cukup senang pula menggunakan teknologi seperti audio visual dan teleconference)

Cukup (4)

(Cukup senang menjalankan pelatihan yang menggunakan metode konvensional, seperti tatap muka, diskusi, dan mentoring serta cukup senang menggunakan teknologi seperti audio visual dan teleconference)


(19)

2 Feedback 0,173 Tinggi (5,4)

(Senang mendapatkan feedback secara langsung segera setelah pekerjaan dilakukan)

Tinggi (4,9)

(Senang mendapatkan feedback secara langsung segera setelah pekerjaan dilakukan)

3 Job Enrichment

0,337 Tinggi (5,5) (Ingin mengerjakan pekerjaan yang menantang)

Tinggi (5,2)

(Ingin mengerjakan pekerjaan yang menantang)

4 Promosi 0,119 Rendah (3,38)

(Bersedia mendapatkan promosi pada waktu yang dianggap tepat oleh organisasi, daripada memiliki keinginan mendapat promosi dalam waktu singkat)

Rendah (3)

(Bersedia mendapatkan promosi pada waktu yang dianggap tepat oleh

organisasi, daripada memiliki keinginan mendapat promosi dalam waktu singkat) 5 Rotasi Kerja 0.022 Tinggi (4,93)

(Setuju dengan rotasi kerja karena sangat ingin

melakukan berbagai macam pekerjaan yang berbeda)

Cukup (4,2)

(Cukup setuju dengan rotasi kerja)

6 Kompensasi 0.048 Cukup (3,56) (Cukup puas dengan kompensasi sesuai yang ditetapkan oleh organisasi)

Rendah (3,1)

(Puas dengan kompensasi sesuai yang ditetapkan oleh organisasi dibanding

meinginkan kompensasi yang besar dalam waktu singkat) 7 Instruksi

pekerjaan yang perlu dilakukan

0.975 Rendah (3,03) (Senang mendapatkan instruksi untuk melakukan sebuah pekerjaan secara bertahap dibanding diminta untuk melakukan banyak pekerjaan dalam waktu bersamaan)

Rendah (2,9)

(Senang mendapatkan instruksi untuk melakukan sebuah pekerjaan secara bertahap dibanding diminta untuk melakukan banyak pekerjaan dalam waktu bersamaan)

8 Keterlibatan dalam Pengambilan Keputusan Manajemen

0,314 Tinggi (4,8)

(Ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan manajemen)

Cukup (4,53)

(Cukup ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan manajemen)

9 Work-family Balance

0,659 Sangat Tinggi (6,2)

(Sangat ingin menghabiskan waktu yang seimbang antara kehidupan di tempat kerja dan bersama keluarga)

Sangat Tinggi (6,43) (Sangat ingin menghabiskan waktu yang seimbang antara kehidupan di tempat kerja dan bersama keluarga)

10 Fleksibilitas Jam Kerja

0,015 Tinggi (5,47)

(Menyukai jam kerja yang fleksibel)

Tinggi (4,7)

(Menyukai jam kerja yang fleksibel)


(20)

Tabel 4.25 menunjukan bahwa generasi Y dan X di Indonesia memiliki perspektif terhadap sistem kerja yang sama pada pelatihan, feedback, job enrichment, promosi, instruksi pekerjaan yang perlu dilakukan, work-family balance, dan fleksibilitas jam kerja. Mereka cukup senang menjalankan pelatihan yang menggunakan metode konvensional, seperti tatap muka, diskusi, dan mentoring daripada menggunakan teknologi seperti audio visual dan teleconference, senang mendapatkan feedback secara langsung segera setelah pekerjaan dilakukan, ingin mengerjakan pekerjaan yang menantang, bersedia mendapatkan promosi pada waktu yang dianggap tepat oleh organisasi, daripada memiliki keinginan mendapat promosi dalam waktu singkat, senang mendapatkan instruksi untuk melakukan sebuah pekerjaan secara bertahap dibanding diminta untuk melakukan banyak pekerjaan dalam waktu bersamaan, sangat ingin menghabiskan waktu yang seimbang antara kehidupan di tempat kerja dan bersama keluarga, dan menyukai jam kerja yang fleksibel.

Sedangkan terdapat perbedaan pada perspektif rotasi kerja, kompensasi, dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan manajemen. Generasi Y setuju dengan rotasi kerja karena sangat ingin melakukan berbagai macam pekerjaan yang berbeda, cukup puas dengan kompensasi sesuai yang ditetapkan oleh organisasi dan ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan manajemen. Sedangkan generasi X cukup setuju dengan kebijakan rotasi kerja, puas dengan kompensasi sesuai yang ditetapkan oleh organisasi dibanding meinginkan kompensasi yang besar dalam waktu singkat dan cukup ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan manajemen.

4.3.Pembahasan

Perspektif karyawan generasi Y tentang nilai individu yang dimilikinya adalah bahwa mereka memiliki kreatifitas yang tinggi, menjunjung nilai etika dalam bekerja, mudah beradaptasi, kurang memiliki kecepatan kerja, sangat


(21)

mementingkan makna pekerjaan yang dilakukan, dan lebih senang melakukan proses belajar secara bertahap daripada mempelajari banyak hal sekaligus dalam waktu singkat.Pada perspektif kreatifitas, etika, adaptasi, dan makna pekerjaan, hasil penelitian ini serupa dengan penelitian sebelumnya. Akan tetapi terdapat perbedaan hasil penelitian pada kecepatan kerja. Hal ini mungkin disebabkan karena kondisi di Indonesia yang terbiasa dengan birokrasi dan prosedur panjang sebelum mengambil tindakan, sehingga mereka akan terbiasa menghabiskan waktu untuk berpikir terlebih dahulu dibandingkan dengan sigap dan cepat mengambil tindakan (Smith, 1975). Di samping itu terdapat perbedaan pada learning style atau metode belajar. Marambe, Vermunt, dan Boshuizen (2012) menyatakan bahwa hal ini mungkin dapat disebabkan karena saat duduk di bangku sekolah, karyawan generasi Y di Indonesia kurang mengetahui dan terbiasa dengan strategi belajar yang dapat membantu mempelajari banyak hal dalam waktu hampir bersamaan.

Kemudian saat ditinjau perspektif pada hubungan kerja dengan karyawan lain di organisasi, karyawan generasi Y cenderung senang bekerja dalam kelompok, memilih melakukan komunikasi melalui proses tatap muka dibandingkan melalui perantara media komunikasi seperti handphone atau media sosial, sangat ingin dipimpin oleh pemimpin dengan tipe kepemimpinan partisipatif dan kurang loyal pada organisasi. Pada hubungan kerja, karyawan generasi Y di Indonesia hanya memiliki perbedaan perspektif mengenai metode komunikasi dengan karyawan generasi Y di luar Indonesia, dimana karyawan generasi Y yang bukan berasal dari Indonesia cenderung lebih senang menggunakan metode komunikasi yang memanfaatkan perantara media komunikasi seperti telepon atau media sosial. Perbedaan ini dapat disebabkan karena kultur negara Asia, termasuk Indonesia yang merasa dapat lebih dalam berkomunikasi saat dilakukan secara langsung dan dapat lebih menunjukan rasa hormat kepada lawan bicara (Dimitriou & Blum, 2015).


(22)

Lalu saat ditinjau dari perspektif pada sistem kerja di organisasi, karyawan generasi Y cukup ingin menjalani pelatihan dengan metode konvensional, namun cukup ingin pula menjalani pelatihan dengan menggunakan teknologi seperti audio visual. Di samping itu generasi Y senang mendapatkan feedback secara langsung segera setelah pekerjaan selesai dilakukan, mengerjakan pekerjaan yang menantang, bersedia menunggu mendapatkan promosi pada waktu yang ditentukan organisasi, ingin menjalani rotasi kerja, cukup puas dengan kompensasi yang ditetapkan oleh organisasi, ingin diberikan instruksi mengerjakan suatu pekerjaan secara bertahap, ingin terlibat dapat pengambilan keputusan manajamen, sangat ingin menghabiskan waktu yang seimbang antara kehidupan di tempat kerja dan bersama keluarga, serta ingin menjalani jam kerja yang fleksibel.

Terdapat hasil penelitian yang berbeda pada perspektif mengenai metode pelatihan, promosi, dan kompensasi. Perbedaan mengenai metode pelatihan dapat disebabkan oleh penyebab yang sama dengan perbedaan pada perspektif mengenai metode komunikasi, dimana karyawan generasi Y di Indonesia tumbuh di kultur yang menjunjung pentingnya komunikasi secara langsung, sehingga pelatihan menggunakan media teknologi masih belum terlalu diminati. Di samping itu, negara Indonesia merupakan negara berkembang yang kemajuan teknologinya tidak sepesat negara lain. Apalagi Indonesia merupakan negara yang besar dan penyebaran teknologinya kurang merata, sehingga hanya kota besar saja yang menerima kemajuan teknologi yang maju pesat hampir menyamai negara maju lainnya.

Adapun perspektif pada nilai individu yang dimiliki karyawan generasi X adalah memiliki kreatifitas yang tinggi, sangat menjunjung tinggi nilai etika, mudah beradaptasi, kurang memiliki kecepatan kerja, sangat mementingkan makan pekerjaan dan cukup senang belajar secara bertahap serta cukup senang pula bila harus mempelajari banyak hal dalam waktu yang singkat. Kemudian


(23)

pada perspektif mengenai hubungan kerja, karyawan generasi X merasa senang bekerja dalam tim, cukup menyenangi metode komunikasi tatap muka maupun dengan perantara media komunikasi tertentu, sangat senang dengan tipe kepemimpinan partisipatif, dan cukup loyal pada organisasi.

Saat perspektif pada sistem kerja ditinjau, generasi X cukup senang dengan metode pelatihan konvensional maupun dengan yang menggunakan teknologi audio visual, ingin mendapatkan feedback secara langsung, senang mengerjakan pekerjaan yang menantang, bersedia menerima promosi dalam waktu yang dianggap tepat oleh organisasi, cukup senang dengan kebijakan rotasi kerja, puas dengan kompensasi yang ada, ingin mendapatkan instruksi pekerjaan untuk mengerjakan sesuatu secara bertahap, cukup ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan manajemen, sangat menghabiskan waktu bersama keluarga dan di tempat kerja secara seimbang dan ingin bekerja dengan jam kerja yang fleksibel.

Karyawan generasi X di Indonesia banyak memiliki perspektif yang berbeda dari karyawan di luar Indonesia, seperti perspektif pada nilai individu, yaitu kreatifitas, etika, adaptasi, makna pekerjaan, perspektif pada hubungan kerja, yaitu teamwork dan tipe kepemimpinan, perspektif pada sistem kerja, yaitu feedback, job enrichment, keterlibatan dalam pengambilan keputusan manajemen, work-family balance dan fleksibilitas jam kerja.

Dari penjabaran di atas dapat dilihat bahwa terdapat 13 perspektif yang sama dan 7 perspektif yang berbeda dari karyawan generasi Y dan X di Indonesia. Perspektif yang sama adalah perspektif pada kreatifitas, adaptasi, kecepatan kerja, makna pekerjaan, teamwork, tipe kepemimpinan, pelatihan, feedback, job enrichment, promosi, instruksi pekerjaan yang dilakukan, work-family balance, dan fleksibilitas jam kerja. Sedangkan perbedaan perspektif terdapat pada etika, learning style, metode komunikasi, loyalitas, rotasi kerja, kompensasi, dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan manajemen.


(24)

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa karyawan generasi Y dan generasi X di Indonesia tidak sepenuhnya memiliki perspektif yang sama dengan perspektif karyawan generasi Y dan generasi X di luar Indonesia. Terdapat banyak kesamaan perspektif antara generasi Y dan generasi X di Indonesia.. Hal ini didukung oleh Purwanti, Rizky, dan Handriyanto (2013) bahwa karyawan generasi Y dan karyawan generasi X di Indonesia dapat memiliki kecenderungan untuk memiliki perspektif yang sama. Chen dan Lian (2015) juga turut membenarkan bahwa diantara karyawan generasi Y dan generasi X di Indonesia tidak terdapat perbedaan yang signifikan seperti di negara lainnya dengan alasan karena terdapat perbedaan peristiwa sejarah, kultur dan situasi yang dialami para generasi tersebut saat tumbuh dewasa. Kowske, Rasch dan Wiley (2010) sependapat bahwa negara Indonesia memiliki sejarah, situasi, kondisi dan budaya yang berbeda dari negara lainnya.

Perbedaan sejarah, situasi, kondisi dan budaya ini berpengaruh karena pengalaman kultural dapat membuat keunikan pada perspektif karyawan dari berbagai generasi dan kemudian berlanjut pada siklus dimana generasi pun memainkan peran dalam menentukan kultur (Graen & Grace, 2015). (Lutbans & Hob dalam Casey & Robbins, 2012) juga telah menyatakan sebelumnya bahwa kultur berdampak dan mempengaruhi perilaku individu dan dapat menciptakan sikap tertentu. Kultur tersebut dapat berdampak dan berpengaruh karena mereka dipelajari, dibagikan, diturunkan kepada generasi selanjutnya secara turun temurun, disimbolkan dan dibentuk polanya agar dapat dipelajari, dan individu dapat menyesuaikan diri dengan kultur yang ada (Casey & Robbuns, 2012).

Di samping itu, terdapat kemungkinan bahwa generasi Y dan generasi X memang secara khusus tidak jauh berbeda (Hinote & Sundvall, 2015), sebab mereka memiliki kedekatan usia dan hubungan relasi, sehingga mereka dapat berbagi perspektif mengenai nilai individu, hubungan kerja dan sistem kerja di organisasi (Montana & Petit, 2008).


(1)

2 Feedback 0,173 Tinggi (5,4)

(Senang mendapatkan feedback secara langsung segera setelah pekerjaan dilakukan)

Tinggi (4,9)

(Senang mendapatkan feedback secara langsung segera setelah pekerjaan dilakukan)

3 Job Enrichment

0,337 Tinggi (5,5) (Ingin mengerjakan pekerjaan yang menantang)

Tinggi (5,2)

(Ingin mengerjakan pekerjaan yang menantang)

4 Promosi 0,119 Rendah (3,38)

(Bersedia mendapatkan promosi pada waktu yang dianggap tepat oleh organisasi, daripada memiliki keinginan mendapat promosi dalam waktu singkat)

Rendah (3)

(Bersedia mendapatkan promosi pada waktu yang dianggap tepat oleh

organisasi, daripada memiliki keinginan mendapat promosi dalam waktu singkat) 5 Rotasi Kerja 0.022 Tinggi (4,93)

(Setuju dengan rotasi kerja karena sangat ingin

melakukan berbagai macam pekerjaan yang berbeda)

Cukup (4,2)

(Cukup setuju dengan rotasi kerja)

6 Kompensasi 0.048 Cukup (3,56) (Cukup puas dengan kompensasi sesuai yang ditetapkan oleh organisasi)

Rendah (3,1)

(Puas dengan kompensasi sesuai yang ditetapkan oleh organisasi dibanding

meinginkan kompensasi yang besar dalam waktu singkat) 7 Instruksi

pekerjaan yang perlu dilakukan

0.975 Rendah (3,03) (Senang mendapatkan instruksi untuk melakukan sebuah pekerjaan secara bertahap dibanding diminta untuk melakukan banyak pekerjaan dalam waktu bersamaan)

Rendah (2,9)

(Senang mendapatkan instruksi untuk melakukan sebuah pekerjaan secara bertahap dibanding diminta untuk melakukan banyak pekerjaan dalam waktu bersamaan)

8 Keterlibatan dalam Pengambilan Keputusan Manajemen

0,314 Tinggi (4,8)

(Ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan manajemen)

Cukup (4,53)

(Cukup ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan manajemen)

9 Work-family Balance

0,659 Sangat Tinggi (6,2)

(Sangat ingin menghabiskan waktu yang seimbang antara kehidupan di tempat kerja dan bersama keluarga)

Sangat Tinggi (6,43) (Sangat ingin menghabiskan waktu yang seimbang antara kehidupan di tempat kerja dan bersama keluarga)

10 Fleksibilitas Jam Kerja

0,015 Tinggi (5,47)

(Menyukai jam kerja yang fleksibel)

Tinggi (4,7)

(Menyukai jam kerja yang fleksibel)


(2)

Tabel 4.25 menunjukan bahwa generasi Y dan X di Indonesia memiliki perspektif terhadap sistem kerja yang sama pada pelatihan, feedback, job enrichment, promosi, instruksi pekerjaan yang perlu dilakukan, work-family balance, dan fleksibilitas jam kerja. Mereka cukup senang menjalankan pelatihan yang menggunakan metode konvensional, seperti tatap muka, diskusi, dan mentoring daripada menggunakan teknologi seperti audio visual dan teleconference, senang mendapatkan feedback secara langsung segera setelah pekerjaan dilakukan, ingin mengerjakan pekerjaan yang menantang, bersedia mendapatkan promosi pada waktu yang dianggap tepat oleh organisasi, daripada memiliki keinginan mendapat promosi dalam waktu singkat, senang mendapatkan instruksi untuk melakukan sebuah pekerjaan secara bertahap dibanding diminta untuk melakukan banyak pekerjaan dalam waktu bersamaan, sangat ingin menghabiskan waktu yang seimbang antara kehidupan di tempat kerja dan bersama keluarga, dan menyukai jam kerja yang fleksibel.

Sedangkan terdapat perbedaan pada perspektif rotasi kerja, kompensasi, dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan manajemen. Generasi Y setuju dengan rotasi kerja karena sangat ingin melakukan berbagai macam pekerjaan yang berbeda, cukup puas dengan kompensasi sesuai yang ditetapkan oleh organisasi dan ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan manajemen. Sedangkan generasi X cukup setuju dengan kebijakan rotasi kerja, puas dengan kompensasi sesuai yang ditetapkan oleh organisasi dibanding meinginkan kompensasi yang besar dalam waktu singkat dan cukup ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan manajemen.

4.3.Pembahasan

Perspektif karyawan generasi Y tentang nilai individu yang dimilikinya adalah bahwa mereka memiliki kreatifitas yang tinggi, menjunjung nilai etika dalam bekerja, mudah beradaptasi, kurang memiliki kecepatan kerja, sangat


(3)

mementingkan makna pekerjaan yang dilakukan, dan lebih senang melakukan proses belajar secara bertahap daripada mempelajari banyak hal sekaligus dalam waktu singkat.Pada perspektif kreatifitas, etika, adaptasi, dan makna pekerjaan, hasil penelitian ini serupa dengan penelitian sebelumnya. Akan tetapi terdapat perbedaan hasil penelitian pada kecepatan kerja. Hal ini mungkin disebabkan karena kondisi di Indonesia yang terbiasa dengan birokrasi dan prosedur panjang sebelum mengambil tindakan, sehingga mereka akan terbiasa menghabiskan waktu untuk berpikir terlebih dahulu dibandingkan dengan sigap dan cepat mengambil tindakan (Smith, 1975). Di samping itu terdapat perbedaan pada learning style atau metode belajar. Marambe, Vermunt, dan Boshuizen (2012) menyatakan bahwa hal ini mungkin dapat disebabkan karena saat duduk di bangku sekolah, karyawan generasi Y di Indonesia kurang mengetahui dan terbiasa dengan strategi belajar yang dapat membantu mempelajari banyak hal dalam waktu hampir bersamaan.

Kemudian saat ditinjau perspektif pada hubungan kerja dengan karyawan lain di organisasi, karyawan generasi Y cenderung senang bekerja dalam kelompok, memilih melakukan komunikasi melalui proses tatap muka dibandingkan melalui perantara media komunikasi seperti handphone atau media sosial, sangat ingin dipimpin oleh pemimpin dengan tipe kepemimpinan partisipatif dan kurang loyal pada organisasi. Pada hubungan kerja, karyawan generasi Y di Indonesia hanya memiliki perbedaan perspektif mengenai metode komunikasi dengan karyawan generasi Y di luar Indonesia, dimana karyawan generasi Y yang bukan berasal dari Indonesia cenderung lebih senang menggunakan metode komunikasi yang memanfaatkan perantara media komunikasi seperti telepon atau media sosial. Perbedaan ini dapat disebabkan karena kultur negara Asia, termasuk Indonesia yang merasa dapat lebih dalam berkomunikasi saat dilakukan secara langsung dan dapat lebih menunjukan rasa hormat kepada lawan bicara (Dimitriou & Blum, 2015).


(4)

Lalu saat ditinjau dari perspektif pada sistem kerja di organisasi, karyawan generasi Y cukup ingin menjalani pelatihan dengan metode konvensional, namun cukup ingin pula menjalani pelatihan dengan menggunakan teknologi seperti audio visual. Di samping itu generasi Y senang mendapatkan feedback secara langsung segera setelah pekerjaan selesai dilakukan, mengerjakan pekerjaan yang menantang, bersedia menunggu mendapatkan promosi pada waktu yang ditentukan organisasi, ingin menjalani rotasi kerja, cukup puas dengan kompensasi yang ditetapkan oleh organisasi, ingin diberikan instruksi mengerjakan suatu pekerjaan secara bertahap, ingin terlibat dapat pengambilan keputusan manajamen, sangat ingin menghabiskan waktu yang seimbang antara kehidupan di tempat kerja dan bersama keluarga, serta ingin menjalani jam kerja yang fleksibel.

Terdapat hasil penelitian yang berbeda pada perspektif mengenai metode pelatihan, promosi, dan kompensasi. Perbedaan mengenai metode pelatihan dapat disebabkan oleh penyebab yang sama dengan perbedaan pada perspektif mengenai metode komunikasi, dimana karyawan generasi Y di Indonesia tumbuh di kultur yang menjunjung pentingnya komunikasi secara langsung, sehingga pelatihan menggunakan media teknologi masih belum terlalu diminati. Di samping itu, negara Indonesia merupakan negara berkembang yang kemajuan teknologinya tidak sepesat negara lain. Apalagi Indonesia merupakan negara yang besar dan penyebaran teknologinya kurang merata, sehingga hanya kota besar saja yang menerima kemajuan teknologi yang maju pesat hampir menyamai negara maju lainnya.

Adapun perspektif pada nilai individu yang dimiliki karyawan generasi X adalah memiliki kreatifitas yang tinggi, sangat menjunjung tinggi nilai etika, mudah beradaptasi, kurang memiliki kecepatan kerja, sangat mementingkan makan pekerjaan dan cukup senang belajar secara bertahap serta cukup senang pula bila harus mempelajari banyak hal dalam waktu yang singkat. Kemudian


(5)

pada perspektif mengenai hubungan kerja, karyawan generasi X merasa senang bekerja dalam tim, cukup menyenangi metode komunikasi tatap muka maupun dengan perantara media komunikasi tertentu, sangat senang dengan tipe kepemimpinan partisipatif, dan cukup loyal pada organisasi.

Saat perspektif pada sistem kerja ditinjau, generasi X cukup senang dengan metode pelatihan konvensional maupun dengan yang menggunakan teknologi audio visual, ingin mendapatkan feedback secara langsung, senang mengerjakan pekerjaan yang menantang, bersedia menerima promosi dalam waktu yang dianggap tepat oleh organisasi, cukup senang dengan kebijakan rotasi kerja, puas dengan kompensasi yang ada, ingin mendapatkan instruksi pekerjaan untuk mengerjakan sesuatu secara bertahap, cukup ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan manajemen, sangat menghabiskan waktu bersama keluarga dan di tempat kerja secara seimbang dan ingin bekerja dengan jam kerja yang fleksibel.

Karyawan generasi X di Indonesia banyak memiliki perspektif yang berbeda dari karyawan di luar Indonesia, seperti perspektif pada nilai individu, yaitu kreatifitas, etika, adaptasi, makna pekerjaan, perspektif pada hubungan kerja, yaitu teamwork dan tipe kepemimpinan, perspektif pada sistem kerja, yaitu feedback, job enrichment, keterlibatan dalam pengambilan keputusan manajemen, work-family balance dan fleksibilitas jam kerja.

Dari penjabaran di atas dapat dilihat bahwa terdapat 13 perspektif yang sama dan 7 perspektif yang berbeda dari karyawan generasi Y dan X di Indonesia. Perspektif yang sama adalah perspektif pada kreatifitas, adaptasi, kecepatan kerja, makna pekerjaan, teamwork, tipe kepemimpinan, pelatihan, feedback, job enrichment, promosi, instruksi pekerjaan yang dilakukan, work-family balance, dan fleksibilitas jam kerja. Sedangkan perbedaan perspektif terdapat pada etika, learning style, metode komunikasi, loyalitas, rotasi kerja, kompensasi, dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan manajemen.


(6)

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa karyawan generasi Y dan generasi X di Indonesia tidak sepenuhnya memiliki perspektif yang sama dengan perspektif karyawan generasi Y dan generasi X di luar Indonesia. Terdapat banyak kesamaan perspektif antara generasi Y dan generasi X di Indonesia.. Hal ini didukung oleh Purwanti, Rizky, dan Handriyanto (2013) bahwa karyawan generasi Y dan karyawan generasi X di Indonesia dapat memiliki kecenderungan untuk memiliki perspektif yang sama. Chen dan Lian (2015) juga turut membenarkan bahwa diantara karyawan generasi Y dan generasi X di Indonesia tidak terdapat perbedaan yang signifikan seperti di negara lainnya dengan alasan karena terdapat perbedaan peristiwa sejarah, kultur dan situasi yang dialami para generasi tersebut saat tumbuh dewasa. Kowske, Rasch dan Wiley (2010) sependapat bahwa negara Indonesia memiliki sejarah, situasi, kondisi dan budaya yang berbeda dari negara lainnya.

Perbedaan sejarah, situasi, kondisi dan budaya ini berpengaruh karena pengalaman kultural dapat membuat keunikan pada perspektif karyawan dari berbagai generasi dan kemudian berlanjut pada siklus dimana generasi pun memainkan peran dalam menentukan kultur (Graen & Grace, 2015). (Lutbans & Hob dalam Casey & Robbins, 2012) juga telah menyatakan sebelumnya bahwa kultur berdampak dan mempengaruhi perilaku individu dan dapat menciptakan sikap tertentu. Kultur tersebut dapat berdampak dan berpengaruh karena mereka dipelajari, dibagikan, diturunkan kepada generasi selanjutnya secara turun temurun, disimbolkan dan dibentuk polanya agar dapat dipelajari, dan individu dapat menyesuaikan diri dengan kultur yang ada (Casey & Robbuns, 2012).

Di samping itu, terdapat kemungkinan bahwa generasi Y dan generasi X memang secara khusus tidak jauh berbeda (Hinote & Sundvall, 2015), sebab mereka memiliki kedekatan usia dan hubungan relasi, sehingga mereka dapat berbagi perspektif mengenai nilai individu, hubungan kerja dan sistem kerja di organisasi (Montana & Petit, 2008).