STRUKTUR PANKREAS TIKUS YANG DIBERI DAUN KALIANDRA SELAMA KEBUNTINGAN HINGGA LAKTASI.

(1)

KARYA ILMIAH

STRUKTUR PANKREAS TIKUS YANG DIBERI DAUN

KALIANDRA SELAMA KEBUNTINGAN HINGGA LAKTASI

OLEH

Iriani Setyawati S.Si., M.Si.

NIP.197409172000032001

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

2 ABSTRAK

Kaliandra adalah hijauan sumber protein namun memiliki kandungan tanin terkondensasi yang tertinggi dibandingkan tanaman leguminosa lain. Tanin dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan kecernaan protein, yang dapat memicu hipertropi dan hiperplasia pankreas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui histologi pankreas induk tikus yang diberi pakan mengandung tepung daun kaliandra selama kebuntingan hingga laktasi. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap, 24 ekor tikus betina bunting dibagi menjadi empat kelompok yaitu kontrol dan level tepung daun kaliandra 10%, 17,5% dan 25% dalam pakan. Perlakuan dimulai sejak tikus dinyatakan bunting hingga anak disapih pada usia 21 hari. Struktur histologi pankreas induk tikus menunjukkan makin kurangnya kepadatan jaringan asini dan lebih banyak jaringan ikat dalam pankreas seiring peningkatan level pemberian tepung daun kaliandra.


(3)

3 DAFTAR ISI

Abstrak 2

Daftar Isi 3

BAB I. PENDAHULUAN 4

1.1. Latar Belakang 4

1.2. Rumusan Masalah 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 6

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 4

BAB IV. METODE PENELITIAN 8

3.1. Persiapan Hewan 8

3.2. Persiapan ransum 8

3.3. Perencanaan Dosis dan Pembuatan Ransum 8

3.4. Perlakuan 9

3.5. Variabel Pengamatan 9

3.6. Analisis Data 10 3.7. Diagram Alir Penelitian 11

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 12

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 15

DAFTAR PUSTAKA 16


(4)

4

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hijauan legum kaliandra (Calliandra calothyrsus) digunakan untuk pakan ternak karena daun, bunga, dan tangkainya mempunyai kandungan protein cukup tinggi 20-25%. dapat memenuhi 30% atau lebih kebutuhan pakan kambing, biri-biri, dan ternak lainnya. Walaupun demikian, kandungan tanin yang bersifat antinutrisi dalam kaliandra cukup tinggi (Wina dan Tangendjaja, 2000).

Tanin secara alami merupakan polifenol dalam tanaman. Karakteristik utama tanin adalah mengikat dan mengendapkan protein. Tanin berdampak besar pada nilai gizi makanan yang banyak dimakan oleh manusia dan pakan yang dimakan oleh hewan atau ternak karena selain kemampuannya mengikat protein, juga dapat membentuk kompleks dengan berbagai jenis molekul termasuk karbohidrat, polisakarida, selulosa, mineral, membran sel bakteri, serta enzim yang terlibat dalam pencernaan protein dan karbohidrat (Cannas, 2008).

Di sisi lain tanin dapat berperan positif sebagai protein lolos degradasi sejalan dengan kemampuannya memproteksi protein pakan dari aktivitas degradasi oleh mikroba rumen. Ikatan tanin terhadap protein kemudian lepas oleh pengaruh pH rendah di dalam saluran pasca rumen (abomasum). Akibatnya protein dapat didegradasi oleh enzim pepsin sehingga asam-asam aminonya dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia (Wina dan Tangendjaja, 2000).

Pemanfaatan kaliandra sebenarnya dapat digunakan untuk ternak nonruminansia diantaranya kelinci atau unggas (Wina dan Tangendjaja, 2000). Akan tetapi kandungan tanin terutama tanin terkondensasi yang cukup tinggi (>10%) pada kaliandra merupakan masalah bagi hewan non ruminansia akibat interaksinya dengan protein. Penelitian pada tikus yang diberikan 20% tepung kaliandra dalam pakan, menunjukkan asupan pakan atau palatabilitasnya tetap tinggi namun seluruh tikus mengalami penurunan berat badan (Ahn, 1990 disitasi Norton, 1998).

Tanin dapat berkombinasi dengan protein yang menyebabkannya tahan terhadap enzim proteolitik atau bersifat inhibitor protease. Senyawa ini umumnya bisa menghambat tripsin, yang merupakan aktivator semua enzim yang dikeluarkan oleh pankreas (zymogen). Pengaruh utama inhibitor tripsin adalah


(5)

5

sekresi zymogen berlebihan dari pankreas, sehingga menyebabkan hipertropi dan hiperplasia pankreas yang terlihat dari peningkatan berat pankreas. Berdasarkan kandungan tanin yang cukup tinggi dalam daun kaliandra, perlu dilakukan penelitian gambaran histologi pankreas induk tikus yang diberi tepung daun kaliandra dalam ransum selama kebuntingan dan laktasi.

1.2. Rumusan Masalah

Masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran histologi pankreas induk tikus yang diberi tepung daun kaliandra selama kebuntingan dan laktasi?


(6)

6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Pentingnya peranan nutrisi pada reproduksi ternak telah lama diketahui. Nutrisi yang kurang baik dapat mempengaruhi berbagai tahap reproduksi mulai dari terlambat pubertas, mengurangi ovulasi, angka konsepsi rendah, kehilangan embrio dan fetus tinggi, panjangnya lama anestrus pasca melahirkan, berkurangnya air susu, kematian perinatal tinggi dan performans anak yang baru lahir rendah.

Domba dan kambing lebih baik pertumbuhannya jika pakannya disuplementasi dengan 30% kaliandra dibanding hanya diberi rumput (Tangendjaja et al., 1992). Kaliandra segar yang diberikan pada domba atau sapi yang sedang bunting dan laktasi dapat meningkatkan bobot induk ketika melahirkan dan menyapih, bobot sapih anak, serta turunnya tingkat kematian anak (Wina dan Tangendjaja, 2000).

Tanin kaliandra merupakan salah satu yang tertinggi dibanding legum lain (Wina dan Tangendjaja, 2000). Tanin adalah senyawa polifenol yang bisa membentuk kompleks dengan makromolekul lain. Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin yang mudah terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi (Waghorn dan McNabb, 2003; Westendarp, 2006). Tanin terdapat di dalam buah-buahan, teh, coklat, hijauan dan pohon leguminosa serta rumput (sorgum, jagung, dan lain sebagainya).

Tanin dapat berkombinasi dengan protein menyebabkan tahan terhadap enzim proteolitik. Interaksi tanin dengan protein tergantung pada karakteristik protein serta karakteristik tanin itu sendiri. Afinitas tanin terhadap protein lebih besar daripada terhadap karbohidrat. Dalam penelitian in vivo, kecernaan protein sangat berkurang jika pakan yang diberikan mengandung tanin (Cannas, 2008). Penelitian pada jantan juga menunjukkan tanin (asam tanat) dapat menghambat aktivitas akrosin spermatozoa dan aktivator plasminogen pada domba dan manusia (Taitzoglou et al., 2001). Aksi tanin tidak hanya terhadap protein pakan namun juga terhadap enzim-enzim pada dinding usus dan protein dalam saliva (Norton, 1998).

Pankreas adalah organ pipih yang terletak antara lambung dan usus. Organ ini memiliki fungsi eksokrin dan endokrin. Fungsi eksokrin pankreas berkaitan


(7)

7

dengan biosintesis dan sekresi enzim-enzim pencernaan, sedangkan fungsi endokrin berkaitan dengan sekresi hormon yang terkait metabolisme karbohidrat. Menurut Sloane (2003), bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas, memproduksi cairan pankreas yang disekresi melalui duktus pankreas ke dalam usus halus.

Eksokrin pankreas mensekresi enzim tripsinogen, kimotripsinogen yang memecah protein; lipase yang menghidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak; amilase, yang menghidrolisis karbohidrat; ribonuklease dan deoksiribonuklease (Junqueira, 1995; Leeson, 1990). Enzim proteolitik pankreas (protease) meliputi tripsinogen, kimotripsin, karboksipeptidase, aminopeptidase, dan dipeptidase (Sloane, 2003). Tanin dapat berkombinasi dengan protein yang menyebabkannya tahan terhadap enzim proteolitik atau bersifat inhibitor protease. Hal ini dapat mengganggu kerja dan fungsi pankreas.

Pengaturan enzim pankreas diatur oleh hormon sekretin dan kolesitokinin, yang dihasilkan oleh duodenum; serta saraf vagus. Sekretin menimbulkan sekresi cairan non enzimatik yang kaya bikarbonat. Kolesitokinin memicu keluarnya zimogen dari dalam sel acini pankreas. Pada kondisi malnutrisi parah, sel acini pankreas dan sel penghasil hormon lain menjadi atrofi hingga enzim pencernaan terganggu (Junquiera, 1995).


(8)

8

BAB III. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan pola percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian dilakukan di Laboraturium Struktur dan Perkembangan Hewan, Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Udayana.

3.1. Persiapan Hewan

Hewan coba yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) betina dewasa, berumur 3 bulan, dan bobot badan 180-200 gram. Tikus betina yang diaklimatisasi di dalam laboratorium, dan diberi pakan pellet selama satu minggu dan air minum secara ad libitum. Siklus estrus dengan melihat hasil smear vagina dengan pewarna Giemsa, sesuai prosedur Brancroft dan Steven (1996) disitasi Sitasiwi (2008). Sampel apus vagina diambil setiap pagi hari. Tikus betina yang sedang estrus dikandangkan bersama tikus jantan agar terjadi perkawinan. Jika keesokan harinya ditemukan sumbat vagina dalam vagina, maka keesokan harinya merupakan kebuntingan hari ke-1 (Kaufmann, 1992).

3.2. Persiapan ransum

Sampel daun kaliandra (Caliandra calothyrsus) dipetik dari pohon kaliandra di sepanjang Jalan Raya Mekarsari, Baturiti, Kab.Tabanan. Sampel dikering-anginkan, diblender dan diayak hingga menjadi tepung.Konsentrat yang digunakan berupa pakan standar babi CP 551 (PT Charoen Pokphand Indonesia) yang dihaluskan (tepung). Pencampuran tepung daun kaliandra dengan tepung konsentrat dilakukan sesuai dengan level dosis perlakuan.

3.3. Perencanaan Dosis dan Pembuatan Ransum

Pemberian tepung daun kaliandra dalam penelitian ini terdiri dari empat level. Prosentase tepung daun kaliandra dalam ransum diperhitungkan sebagai substitusi dari tepung konsentrat dan CMC (carboxymetyl cellulose). CMC merupakan pengikat yang ditambahkan 2% dari total tepung konsentrat dan tepung daun kaliandra. Pencampuran pakan dikerjakan dengan mixer dan mesin pelleting. Pelet lalu dikeringkan dengan freeze dryer, lalu dibungkus kantong plastik dan disimpan dalam kulkas untuk menjaga kadar tanin terkondensasi.


(9)

9

Level % tepung daun kaliandra Setara tanin terkondensasi (g/100 g)

A 0% (kontrol) 0

B 10% 0,743

C 17,5% 1,30

D 25% 1,858

3.4. Perlakuan

Dua puluh empat ekor tikus betina yang sudah diaklimatisasi kemudian dibagi secara acak menjadi empat kelompok yaitu satu kelompok kontrol (tanpa pemberian tepung daun kaliandra, hanya diberikan pakan konsentrat) dan tiga kelompok perlakuan level tepung daun kaliandra 10%, 17,5% dan 25% dalam campuran ransum. Tikus dikandangkan secara individual, kandang dibersihkan secara teratur setiap empat hari dengan penggantian bak dan sekam yang bersih. Selama perlakuan diberikan pakan sesuai level perlakuan. Pakan diberikan sesuai kebutuhan konsumsi harian tikus selama kebuntingan dan laktasi (20-30 gram/ekor/hari) setiap hari pukul 17.00 WITA. Pemberian perlakuan dimulai sejak tikus dinyatakan bunting hingga fetus yang dilahirkan siap disapih pada usia 21 hari.

3.5. Variabel Pengamatan Struktur Histologi Pankreas

Di akhir perlakuan, induk tikus dikorbankan dengan injeksi ketamine secara intramuskuler pada bagian paha belakang dan dibedah. Pembuatan preparat sayatan histologi pankreas dilakukan dengan metode parafin (Siolin dkk., 1984). Pankreas dibersihkan dengan larutan NaCl 0,9% dan dikeringkan dengan kertas tissue. Fiksasi pankreas dilakukan dengan larutan Bouin.

Pankreas yang telah difiksasi dicuci ke dalam alkohol 50%, lalu didehidrasi dengan alkohol 70, 80, 95 dan 100% masing-masing 1,5 jam. Sediaan dipindahkan ke campuran alkohol absolut : xilol (perbandingan 3:1, 1:1 dan 1:3, masing-masing 1 jam), dilanjutkan ke dalam campuran xilol : parafin (1:1) selama 30 menit lalu ke parafin murni I, parafin murni II dan parafin murni III masing-masing 1 jam. Setelah itu dilakukan penanaman jaringan dalam blok parafin. Penyayatan pankreas dilakukan secara melintang (ketebalan 5 mikrometer), lalu pita parafin ditempelkan pada gelas benda dengan Meyers Albumin. Setelah kering, preparat dimasukkan ke dalam xilol murni (15 menit), campuran xilol :


(10)

10

alkohol (3:1, 1:1 dan 1:3, masing-masing 2 menit) kemudian ke dalam alkohol 95, 80, 70, 50 masing-masing 1 menit.

Sebelum perwarnaan, preparat dimasukkan ke aquadest (1 menit), lalu direndam dalam larutan pewarna hematoxylin (10 menit). Preparat dicuci dengan air mengalir dan aquadest (10 menit), lalu dimasukkan ke dalam alkohol 30, 50 dan 70% masing-masing 1 menit. Setelah itu dimasukkan ke larutan pewarna Eosin 0,5% selama 10 detik, dilanjutkan ke dalam alkohol 70, 80, 95 dan 100% (masing-masing 1 menit). Berikutnya dimasukkan ke dalam campuran xilol : alkohol (perbandingan 1:3, 1:1, 3:1, masing-masing 2 menit) dan direndam dalam xilol murni (5 menit). Terakhir preparat ditutup dengan gelas penutup dengan bantuan canada balsam.

Pemeriksaan histologis pankreas mengunakan mikroskop listrik dengan perbesaran 400 kali. Dilakukan pengamatan histologi terutama di bagian asinar pankreas meliputi pengamatan patologi atau kerusakan jaringan.

3.6. Analisis Data

Data dianalisis dengan program SPSS for Windows versi 20. Data diuji normalitasnya, jika berdistribusi normal dengan varians homogen, dianalisa menggunakan One Way Anova (p=0.05) dan jika ada perbedaan bermakna maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test. Jika varians tidak homogen, dilanjutkan dengan uji Dunnet T3. Apabila data yang diuji normalitasnya tidak berdistribusi normal, akan dianalisa non parametrik dengan uji Kruskal Wallis, jika terdapat perbedaan bermakna akan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney U.


(11)

11 3.7. Diagram Alir Penelitian

Aklimatisasi Tikus Persiapan bahan penyusun ransum Pengawinan

5 kelompok tikus H-1 kebuntingan

Perlakuan ransum selama periode kebuntingan (21 hari) Persiapan Penelitian

Kontrol Kaliandra 10%

Data sekunder

(bobot badan induk selama kebuntingan)

Perlakuan dilanjutkan selama laktasi hingga fetus siap disapih (usia 21 hari) → bobot badan induk selama laktasi

Analisa statistik (data kuantitatif) dan analisa deskriptif (data kualitatif) Tikus melahirkan (hari ke 21 kebuntingan)

Penentuan dosis → pembuatan ransum

Preparasi histopatologi organ pankreas induk → kelainan, kepadatan jaringan asini pankreas Penyapihan fetus (usia 21 hari) Induk dikorbankan setelah penyapihan pembedahan

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian


(12)

12

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan nabati, secara alami dapat mengandung senyawa antinutrisi diantaranya yang telah banyak diteliti adalah tanin. Selain sebagai senyawa antinutrisi, tanin juga dikenal sebagai senyawa antioksidan yang bermanfaat. Peranannya sebagai antinutrisi atau antioksidan dipengaruhi keberadaannya dalam bahan pangan dan oleh kondisi fisiologis di dalam tubuh. Tanin merupakan salah satu senyawa polifenol yang dapat membentuk kompleks dengan protein yang bersifat tidak larut (Palupi dkk, 2007).

Struktur Histologi Pankreas Induk

Kelenjar pankreas terletak melintang di belakang lambung dari duodenum sampai ke limpa. Organ ini terbagi atas dua bagian yaitu bagian eksokrin yang memproduksi enzim pencernaan dan bagian endokrin yang memproduksi beberapa hormon. Pankreas terdiri dari atas dua jenis jaringan utama, yakni (a) asini, yang mensekresikan getah pencernaan ke dalam duodenum, dan (b) pulau Langerhans, yang mensekresikan insulin dan glukagon langsung ke dalam darah.

Pada sayatan histologi pankreas dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE), akan terlihat sel-sel kelenjar asini penghasil enzim pencernaan akan terpulas lebih gelap dibandingkan dengan pulau-pulau Langerhans yang menghasilkan hormon. Pengamatan terhadap gambaran histologi pankreas menunjukkan bahwa semakin tinggi level penambahan tepung daun kaliandra di dalam ransum, secara kualitatif menunjukkan semakin berkurangnya jaringan asini dibandingkan dengan kontrol. Selain itu juga lebih banyak ditemukan jaringan ikat di dalam pankreas dengan semakin tingginya level pemberian tepung daun kaliandra dibandingkan dengan kontrol.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyuni dan Roxas (2008), dimana penurunan kepadatan jaringan asini dan peningkatan luasnya area jaringan ikat pada pankreas menunjukkan rendahnya kapasitas pankreas akibat rendahnya aktivitas relatif enzim-enzim pencernaan (amilase dan lipase) pada ayam kampung dibandingkan dengan ayam broiler pada umur 1, 7, 14, dan 21 hari setelah menetas.


(13)

13

A B

C D

Gambar 1. Struktur histologi bagian eksokrin (asini) pankreas tikus pada (A) kelompok kontrol, (B) tepung daun kaliandra 7,5% dalam ransum, (C) tepung daun kaliandra 10% dalam ransum, dan (D) tepung daun kaliandra 25% dalam ransum.

Zat antinutrisi berupa tanin yang terkandung di dalam daun kaliandra, dengan kemampuannya yang utama berikatan dengan protein, menyebabkan protein tidak dapat tercerna. Hal ini akan menyebabkan kerja pankreas menjadi berat karena meningkatkan sekresi enzim protease untuk mendegradasi protein. Secara anatomi, struktur pankreas menjadi hiperplasia dan hipertrofi akibat oversekresi. Selain itu, ikatan tanin terhadap protein yang sangat kuat dapat menyebabkan protein lolos bersama feses karena tidak tercerna dalam saluran pencernaan, sehingga menurunkan asupan protein terhadap tubuh.

Konsumsi bahan-bahan yang mengandung zat toksik terhadap pankreas dalam waktu lama, maupun kekurangan protein dalam jangka panjang, diduga menjadi penyebab terjadinya Malnutrition Related Diabetes Melitus (MRDM). MRDM dapat termanifestasi pada kadar gula darah tikus putih yang


(14)

14

mencerminkan kerusakan yang terjadi pada organ pankreas (Bhatia, 2008). Kerusakan organ pankreas biasanya akan meliputi baik bagian eksokrin maupun bagian endokrin pankreas.

Kerusakan berat pada struktur histologi pankreas, rusaknya acini dengan bentuk yang tidak teratur atau tak utuh, serta rusaknya sel epitel pankreas dengan epitel mengecil dengan batas sel tak jelas, maka kandungan zimogen dan RNA akan turun. Kadang tampak ada fibrosis, perlemakan dan kalsifikasi (Purnomo, 2010).

Kombinasi tanin dengan protein menyebabkan kombinasi keduanya tahan terhadap enzim proteolitik sehingga dapat mengganggu kerja dan fungsi pankreas sebagai kelenjar yang mensintesis enzim-enzim pencernaan. Aksi tanin tidak hanya terhadap protein pakan namun juga terhadap enzim-enzim pada dinding usus dan protein dalam saliva (Norton, 1998).


(15)

15

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa daun kaliandra yang dikonsumsi selama kebuntingan dan laktasi menurunkan kepadatan jaringan asini namun lebih banyak jaringan ikat pada gambaran histologi pankreas tikus putih.

b. Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh daun kaliandra terhadap aktivitas enzim-enzim pencernaan baik di dalam organ pankreas maupun di dalam saluran pencernaan pada non ruminansia.


(16)

16

DAFTAR PUSTAKA

Cannas, A. 2008. Tannins: Fascinating but Sometimes Dangerous Molecules, USA: Department of Animal Science - Cornell University.

Junqueira L.C. 1995. Histologi dasar. 1st ed. Jakarta: EGC, pp: 314-6.

Kaufmann, M.H. 1992. The Atlas of Mouse Development, Academic Press Limited, London.

Leeson C.R. 1990. Texbook of Histology. 6thed. Philadelpia:WB Saunders, pp: 373-83.

Meyer, M.W., C. Richardson. 1993. The Effects of Chronic Tanic Acid Intake on Praire Vole (Microtus ochrogaster) Reproduction, Journal of Chemistry Ecology 19(7): 1577-1585.

Norton, B.W. 1998. Anti-Nutritive and Toxic Factors in Forage Tree Legumes, In: Forage Tree Legumes in Tropical Agriculture, The Tropical Grassland Society of Australia Inc. Queensland.

Palupi, N.S., F.R.Zakaria, E.Prangdimurti. 2007. Metode Evaluasi Efek Negatif Komponen Non Gizi 1, Topik 6, Modul e-Learning ENBP, Departemen Ilmu & Teknologi Pangan Fateta, IPB, Bogor.

Purnomo, M.T. 2010. Pengaruh Diet Singkong (Manihot esculenta) terhadap Struktur Histologi Pankreas Tikus Putih (Rattus norvegicus), Surakarta: UNS [Skripsi].

Sitasiwi, A.J. 2008. Hubungan Kadar Hormon Estradiol 17-β dan Tebal Endometrium Uterus Mencit (Mus musculus) selama Satu Siklus Estrus, available at: http://eprints.undip.ac.id/6192/1/Agung_JS,_HUBUNGAN_ ANTAR_KADAR_ HORMON_ESTROGEN_DENGAN_KETE%E2%80%A6.pdf Siolin, N., M. Widhyastini, R. Suarni. 1994. Penuntun Praktikum Mikroteknik

Hewan, Univ. Udayana.

Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula, Alih Bahasa J. Veldman, Jakarta : EGC, hal. 290-291.

Tangendjaja, B., E. Wina, T. Ibrahim, B. Palmer. 1992. Kaliandra (Calliandra calothyrsus) dan Pemanfaatannya, Balitnak dan ACIAR, Bogor, Indonesia. Taitzoglou, I.A., M. Tsantarliotou, I. Zervos, D. Kouretas, N.A. Kokolis. 2001.

Inhibition of Human and Ovine Acrosomal Enzymes by Tannic Acid in Vitro, Reproduction 121(1): 131-7.

Tambajong J. 1995. Sinopsis Histologi. 1st ed. Jakarta : EGC, pp: 138-41.

Waghorn, G.C.,W.C. McNabb. 2003.Consequences of Plant Phenolic Compounds for Productivity and Health of Ruminants. Proc. Nutr. Soc. 62: 383-392. Wahyuni, H.I., N.P. Roxas. 2008. Comparative Study Of Pancreatic Enzyme

Activity And It’s Histology In Native And Broiler Chicks, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008, hal. 678-683.

Westendarp, H. 2006. Effects of Tannins in Animal Nutrition, Dtsch. Tierarztl. Wochenschr. 113: 264-268.

Wina, E., B.Tangendaja. 2000. Pemanfaatan Kaliandra (Calliandra calothyrsus) sebagai Hijauan Pakan Ruminansia di Indonesia, Prosiding Lokakarya Produksi Benih dan Pemanfaatan Kaliandra 14-16 November 2000 (Kerjasama ICRAF dan Winrock International), Bogor, hal. 13-20.


(17)

17 Lampiran 1. Instrumen Penelitian Bahan dan Peralatan Penelitian a. Bahan habis :

Mencit : 30 tikus betina dan10 mencit jantan (termasuk cadangan) Makanan tikus (pelet komersial untuk babi 551 PT.Charoen Pokpand) Tepung daun kaliandra

Preparasi histologi : Fiksatif Bouin Alkohol absolut NaCl 0,9% Akuades Xylol

Pewarna Giemsa untuk pemeriksaan siklus estrus

Pewarna Hematoxylin dan Eosin untuk preparasi sediaan histologi Canada Balsam

Kertas saring

b. Alat : Botol kaca

Bak pemeliharaan dengan penutup kawat Timbangan digital merk AND

Spuit injeksi 1 ml 1 set alat bedah Staining jar

Oven

Gelas beker Pinset, spatula Box preparat

Mikroskop stereo untuk pengamatan sayatan histologi Kamera digital untuk dokumentasi

Object glass dan Cover glass Mikrotom putar dengan razor blade Hot plate


(18)

(1)

13

A B

C D

Gambar 1. Struktur histologi bagian eksokrin (asini) pankreas tikus pada (A) kelompok kontrol, (B) tepung daun kaliandra 7,5% dalam ransum, (C) tepung daun kaliandra 10% dalam ransum, dan (D) tepung daun kaliandra 25% dalam ransum.

Zat antinutrisi berupa tanin yang terkandung di dalam daun kaliandra, dengan kemampuannya yang utama berikatan dengan protein, menyebabkan protein tidak dapat tercerna. Hal ini akan menyebabkan kerja pankreas menjadi berat karena meningkatkan sekresi enzim protease untuk mendegradasi protein. Secara anatomi, struktur pankreas menjadi hiperplasia dan hipertrofi akibat oversekresi. Selain itu, ikatan tanin terhadap protein yang sangat kuat dapat menyebabkan protein lolos bersama feses karena tidak tercerna dalam saluran pencernaan, sehingga menurunkan asupan protein terhadap tubuh.

Konsumsi bahan-bahan yang mengandung zat toksik terhadap pankreas dalam waktu lama, maupun kekurangan protein dalam jangka panjang, diduga menjadi penyebab terjadinya Malnutrition Related Diabetes Melitus (MRDM). MRDM dapat termanifestasi pada kadar gula darah tikus putih yang


(2)

14

mencerminkan kerusakan yang terjadi pada organ pankreas (Bhatia, 2008). Kerusakan organ pankreas biasanya akan meliputi baik bagian eksokrin maupun bagian endokrin pankreas.

Kerusakan berat pada struktur histologi pankreas, rusaknya acini dengan bentuk yang tidak teratur atau tak utuh, serta rusaknya sel epitel pankreas dengan epitel mengecil dengan batas sel tak jelas, maka kandungan zimogen dan RNA akan turun. Kadang tampak ada fibrosis, perlemakan dan kalsifikasi (Purnomo, 2010).

Kombinasi tanin dengan protein menyebabkan kombinasi keduanya tahan terhadap enzim proteolitik sehingga dapat mengganggu kerja dan fungsi pankreas sebagai kelenjar yang mensintesis enzim-enzim pencernaan. Aksi tanin tidak hanya terhadap protein pakan namun juga terhadap enzim-enzim pada dinding usus dan protein dalam saliva (Norton, 1998).


(3)

15

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa daun kaliandra yang dikonsumsi selama kebuntingan dan laktasi menurunkan kepadatan jaringan asini namun lebih banyak jaringan ikat pada gambaran histologi pankreas tikus putih.

b. Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh daun kaliandra terhadap aktivitas enzim-enzim pencernaan baik di dalam organ pankreas maupun di dalam saluran pencernaan pada non ruminansia.


(4)

16

DAFTAR PUSTAKA

Cannas, A. 2008. Tannins: Fascinating but Sometimes Dangerous Molecules, USA: Department of Animal Science - Cornell University.

Junqueira L.C. 1995. Histologi dasar. 1st ed. Jakarta: EGC, pp: 314-6.

Kaufmann, M.H. 1992. The Atlas of Mouse Development, Academic Press Limited, London.

Leeson C.R. 1990. Texbook of Histology. 6thed. Philadelpia:WB Saunders, pp: 373-83.

Meyer, M.W., C. Richardson. 1993. The Effects of Chronic Tanic Acid Intake on Praire Vole (Microtus ochrogaster) Reproduction, Journal of Chemistry Ecology 19(7): 1577-1585.

Norton, B.W. 1998. Anti-Nutritive and Toxic Factors in Forage Tree Legumes, In: Forage Tree Legumes in Tropical Agriculture, The Tropical Grassland Society of Australia Inc. Queensland.

Palupi, N.S., F.R.Zakaria, E.Prangdimurti. 2007. Metode Evaluasi Efek Negatif Komponen Non Gizi 1, Topik 6, Modul e-Learning ENBP, Departemen Ilmu & Teknologi Pangan Fateta, IPB, Bogor.

Purnomo, M.T. 2010. Pengaruh Diet Singkong (Manihot esculenta) terhadap Struktur Histologi Pankreas Tikus Putih (Rattus norvegicus), Surakarta: UNS [Skripsi].

Sitasiwi, A.J. 2008. Hubungan Kadar Hormon Estradiol 17-β dan Tebal Endometrium Uterus Mencit (Mus musculus) selama Satu Siklus Estrus, available at: http://eprints.undip.ac.id/6192/1/Agung_JS,_HUBUNGAN_ ANTAR_KADAR_ HORMON_ESTROGEN_DENGAN_KETE%E2%80%A6.pdf Siolin, N., M. Widhyastini, R. Suarni. 1994. Penuntun Praktikum Mikroteknik

Hewan, Univ. Udayana.

Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula, Alih Bahasa J. Veldman, Jakarta : EGC, hal. 290-291.

Tangendjaja, B., E. Wina, T. Ibrahim, B. Palmer. 1992. Kaliandra (Calliandra calothyrsus) dan Pemanfaatannya, Balitnak dan ACIAR, Bogor, Indonesia. Taitzoglou, I.A., M. Tsantarliotou, I. Zervos, D. Kouretas, N.A. Kokolis. 2001.

Inhibition of Human and Ovine Acrosomal Enzymes by Tannic Acid in Vitro, Reproduction 121(1): 131-7.

Tambajong J. 1995. Sinopsis Histologi. 1st ed. Jakarta : EGC, pp: 138-41.

Waghorn, G.C.,W.C. McNabb. 2003.Consequences of Plant Phenolic Compounds for Productivity and Health of Ruminants. Proc. Nutr. Soc. 62: 383-392. Wahyuni, H.I., N.P. Roxas. 2008. Comparative Study Of Pancreatic Enzyme

Activity And It’s Histology In Native And Broiler Chicks, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008, hal. 678-683.

Westendarp, H. 2006. Effects of Tannins in Animal Nutrition, Dtsch. Tierarztl. Wochenschr. 113: 264-268.

Wina, E., B.Tangendaja. 2000. Pemanfaatan Kaliandra (Calliandra calothyrsus) sebagai Hijauan Pakan Ruminansia di Indonesia, Prosiding Lokakarya Produksi Benih dan Pemanfaatan Kaliandra 14-16 November 2000 (Kerjasama ICRAF dan Winrock International), Bogor, hal. 13-20.


(5)

17 Lampiran 1. Instrumen Penelitian Bahan dan Peralatan Penelitian a. Bahan habis :

Mencit : 30 tikus betina dan10 mencit jantan (termasuk cadangan) Makanan tikus (pelet komersial untuk babi 551 PT.Charoen Pokpand) Tepung daun kaliandra

Preparasi histologi : Fiksatif Bouin Alkohol absolut NaCl 0,9% Akuades Xylol

Pewarna Giemsa untuk pemeriksaan siklus estrus

Pewarna Hematoxylin dan Eosin untuk preparasi sediaan histologi Canada Balsam

Kertas saring

b. Alat : Botol kaca

Bak pemeliharaan dengan penutup kawat Timbangan digital merk AND

Spuit injeksi 1 ml 1 set alat bedah Staining jar

Oven

Gelas beker Pinset, spatula Box preparat

Mikroskop stereo untuk pengamatan sayatan histologi Kamera digital untuk dokumentasi

Object glass dan Cover glass Mikrotom putar dengan razor blade Hot plate


(6)