PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TTW (THINK TALK WRITE).

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE TTW (

THINK TALK WRITE

)

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh N U R L A I L I NPM : 809171033

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2012


(2)

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE TTW (

THINK TALK WRITE

)

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh N U R L A I L I NPM : 809171033

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2012


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

i

ABSTRAK

NURLAILI. Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW (Think Talk Write).

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa, (2) mengetahui interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa, (3) mengetahui peningkatan pemecahan masalah matematis siswa, dan (4) mengetahui interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin terhadap pemecahan masalah matematis siswa. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Dolok Batu Nanggar Tahun Pelajaran 2011/2012. Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-B berjumlah 32 orang untuk kelas kontrol dan VII-C berjumlah 32 orang untuk kelas eksperimen yang dilakukan secara random. Penelitian dilakukan pada semester II Tahun Pelajaran 2011/2012. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan desain faktorial 2 x 2, teknik analisis data menggunakan analisis varians dua jalur (Anava). Tes hasil kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa menggunakan tes berbentuk essay masing-masing sebanyak 5 butir soal.

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa: (1) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa. Hal ini ditunjukkan oleh Fhitung > Ftabel yakni 10,307 > 4,00

pada taraf signifikan α = 0,05. (2) Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini ditunjukkan oleh Fhitung > Ftabel yakni 6,392 > 2,76 pada taraf signifikan α = 0,05.

(3) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa. Hal ini ditunjukkan oleh Fhitung > Ftabel

yakni 10,867 > 4,00 pada taraf signifikan α = 0,05. (4) Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hal ini ditunjukkan oleh Fhitung > Ftabel yakni 3,410 > 2,76 pada

taraf signifikan α = 0,05. Uji lanjut menggunakan uji Schffe yang membuktikan bahwa siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW memperoleh hasil belajar lebih baik dibandingkan siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran biasa. Berdasarkan penemuan ini, maka peneliti menyarankan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe TTW dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan hasil kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa, sehingga dapat dijadikan masukan bagi guru dan kepala sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efek


(8)

ii

ABSTRACT

NURLAILI. Improved Communication Skills and Problem Solving Mathematical Students Using Cooperative Learning SMP Type TTW (Think Talk Write).

This study aims to: (1) determine students 'mathematical communication skills enhancement, (2) to study the interaction between the sexes mathematical communication skills of students, (3) determine students' mathematical problem solving improvement, and (4) determine the interaction between learning gender on students' mathematical problem solving. The experiment was conducted at SMP Negeri 1 Dolok Stone Nanggar Academic Year 2011/2012. As the samples in this study were students of class VII-B are 32 people for classes VII-C control and totaled 32 people for the class of experiments carried out at random. The study was conducted in the second semester of academic year 2011/2012. The research method used was quasi experiment with 2 x 2 factorial design, data analysis techniques using two lines of analysis of variance (Anova). The test results communication skills and mathematical problem solving of students use the essay form tests each matter as much as 5 grains.

The results of hypothesis testing showed that: (1) Increased mathematical communication skills of students using cooperative learning TTW type better than

students who use ordinary learning. This is shown by Fhitung > Ftable is

10.307 > 4.00 at significant level α = 0.05. (2) There is interaction between learning the gender of the students' mathematical communication skills. This is shown by Fhitung > Ftable is 6.392 > 2.76 at significant level α = 0.05. (3) The

increase in mathematical problem-solving skills of students using cooperative learning TTW type better than students who use ordinary learning. This is shown by Fhitung > Ftable is 10.867 > 4.00 at significant level α = 0.05. (4) There is

interaction between learning the gender of the students' mathematical problem solving ability. This is shown by Fhitung > Ftable is 3.410 > 2.76 at significant level

α = 0.05. Schffe further test using a test that proves that students who dibelajarkan

with TTW type of cooperative learning strategies to obtain better learning outcomes than students with learning strategy dibelajarkan usual. Based on these findings, the researchers suggest that the implementation of cooperative learning TTW type can be used as an alternative to improve the outcomes of communication skills and problem solving mathematical students, so it can be used as input for teachers and principals to be developed as a learning strategy that effect.


(9)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam proses penyelesaian tesis ini, penulis banyak menghadapi kendala dan keterbatasan, berkat izin Allah SWT dan arahan, bimbingan, serta motivasi dosen pembimbing dan narasumber, serta rekan-rekan mahasiswa pascasarjana akhirnya penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Semoga bantuan yang diberikan menjadi amal ibadah bagi mereka dan mendapat balasan kebaikan dari Allah SWT.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Ibnu Hajar Damanik, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri Medan, Bapak Prof. Dr.Abdul Muin Sibuea,M.Pd selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan beserta semua staf yang telah memberikan fasilitas dan pelayanan administrasi dengan baik.

2. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku Ketua Program Studi, Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan

Matematika Bapak Dapot Tua Manullang,M.Si selaku staf Program Studi Pendidikan Matematika yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Asmin, M.Pd selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini.


(10)

iv

4. Bapak Prof. Dr.Sahat Saragih, M.Pd, Prof. Dr. Pargaulan Siagian, M.Pd, dan Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku narasumber yang telah memberikan saran dan kritik membangun untuk menjadikan tesis ini lebih baik, serta seluruh Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Program Studi pendidikan matematika yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang bermakna bagi penulis.

5. Ibu Arimbi, S.Pd., M.Pd selaku Kepala Sekolah SMPN 1 Dolok Batu Nanggar, yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk melakukan penelitian di sekolah yang beliau pimpin, termasuk pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah, serta guru-guru dan staf administrasi sekolah yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.

6. Khususnya kepada Ibunda tersayang Dra. Hj. Dahlina (alm) dan ayahanda Drs.H.Ahmad Effendi (alm) yang telah mendahului kita semua dalam masa hidupnya selalu mengingatkan untuk mencari ilmu sampai akhir hayat, kepada Suami tercinta Sugiar, S.P dengan penuh kesabaran selalu memberi motivasi, dalam menyelesaikan perkuliahan dan tesis ini, kedua ananda tersayang Mhd.Ikhsan dan Suhaimah yang menjadi semangat dalam penulisan tesis, semoga ananda tercinta menjadi anak soleh serta mengikuti jejak Ibunda dalam menuntut ilmu. Terutama kakanda tersayang Maryam, S.E., M.Pd dan abangda Lahmuddin Harahap, S.H., M. HUM yang telah banyak memberikan dukungan moral dan material serta motivasi dari awal perkuliahan hingga selesainya tesis ini, penulis mendoakan semoga semua kebaikan mereka dibalas oleh Allah SWT, juga kepada kakanda Nuradliani, S.Pd, adinda Muhammad Adlan, M.Ec. Dev, Ahmad Anshari,S.Pd dan seluruh keluarga.


(11)

v

7. Rekan-rekan seperjuangan khususnya mahasiswa PPs Prodi pendidikan Matematika Sari Afriana, Feri Tiona, Dinda Putri, Khairunnisa, Siti Khoiroyah, Sakinah, Siti Lisiani juga kepada rekan Erwin dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu oleh penulis yang telah banyak memberikan motivasi maupun konstribusi dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dari tesis ini. Untuk itu penulis mengharapkan sumbangan pemikiran maupun kritik demi kesempurnaannya. Terlepas dari kelemahan dan kekurangan yang ada, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan pendidikan dimasa kini dan yang akan datang. Amin.

Medan, November 2012 Penulis,

Nurlaili


(12)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

B A B I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah . ... 15

1.3 Batasan Masalah . ... 15

1.4 Rumusan Masalah ... 16

1.5 Tujuan Penelitian ... 16

1.6 Manfaat penelitian ... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoretis ... 19

2.1.1 Kemampuan Komunikasi Matematika ... 19

2.1.2 Kemampuan Pemecahan Masalah ... 27

2.1.3 Pembelajaran Kooperatif ... 31

2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW ... 35

2.1.5 Pembelajaran Biasa ... 41

2.1.6 Teori Belajar Pendukung ... 44

2.2 Penelitian Yang Relevan ... 47

2.3 Kerangka Konseptual ... 49

2.4 Hipotesis Penelitian ... 53

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 55

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 55

3.3 Desain Penelitian ... 57

3.4 Definisi Operasional ... 59

3.5 Instrumen dan Pengembangan ... 60

3.6 Ujicoba Instrumen ... 64

3.7 Prosedur Penelitian ... 69

3.8 Teknik Analisis Data ... 72

3.9 Hipotesis Statistik ... 74


(13)

vii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 77

4.1.1 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 78

4.1.2 Deskripsi Data Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 86

4.1.3 Pengujian Persyaratan Analisis Data ... 94

4.1.4 Pengujian Hipotesis ... 95

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 101

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 106

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 108

5.2. Implikasi ... 109

5.3. Saran ... 111


(14)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Rata-rata Nilai Rapor Semester Ganjil T.P 2010/2011 ... 12

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Dengan Strategi TTW ... 39

Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Biasa ... 43

Tabel 3.1 Distribusi Siswa Kelas VII SMPN 1 Dolok Batu Nanggar ... 56

Tabel 3.2 Randomized Control-Group Pree Test-Post Test Design ... 57

Tabel 3.3 Keterkaitan Variabel ... 58

Tabel 3.4 Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 61

Tabel 3.5 Pedoman Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 62

Tabel 3.6 Indikator Pemecahan Masalah Matematis ... 63

Tabel 3.7 Skor Alternatif Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 63

Tabel 3.8 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 64

Tabel 4.4 Hasil Ujicoba Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis ... 68

Tabel 4.5 Hasil Ujicoba Instrumen Pemecahan Masalah Matematis ... 68

Tabel 4.1 Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 77

Deskripsi Data Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW ... 78

Deskripsi Data Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa ... 79

Deskripsi Data Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW Jenis Kelamin Pria ... 81

Deskripsi Data Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW Jenis Kelamin Wanita ... 82

Deskripsi Data Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa Jenis Kelamin Pria ... 83

Deskripsi Data Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa Jenis Kelamin Wanita ... 85

Deskripsi Data Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW ... 86

Deskripsi Data Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa ... 87

Deskripsi Data Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW Jenis Kelamin Pria ... 89

Deskripsi Data Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW Jenis Kelamin Wanita ... 90

Deskripsi Data Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa Jenis Kelamin Pria ... 91

Deskripsi Data Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa Jenis Kelamin Wanita ... 93 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13


(15)

vii

Tabel 4.14 Hasil Uji Normalitas Data ... 94 Tabel 4.15 Hasil Uji Homogenitas Data ... 95

Anova Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Diajarkan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW dan Pembelajaran Biasa ... 96 Anova Interaksi Antara Pembelajaran Dengan Jenis Kelamin Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 96 Ringkasan Hasil Perhitungan Ujia Scheffe Untuk Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 97 Anova Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Diajarkan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW dan Pembelajaran Biasa ... 99 Anova Interaksi Antara Pembelajaran Dengan Jenis Kelamin Terhadap Pemecahan Masalah Matematis Siswa... 99 Ringkasan Hasil Perhitungan Ujia Scheffe Untuk Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 100 Tabel 4.22 Peningkatan Kemampuan Komunikas Matematis Siswa ... 103

Peningkatan Interaksi Antara Pembelajaran Dengan Jenis Kelamin Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 104 Tabel 4.24 Peningkatan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 105

Peningkatan Interaksi Antara Pembelajaran Dengan Jenis Kelamin Terhadap Pemecahan Masalah Matematis Siswa... 106 Tabel 4.16

Tabel 4.17

Tabel 4.19

Tabel 4.20 Tabel 4.18

Tabel 4.21

Tabel 4.23


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Keterkaitan Antara Pemahaman Dengan Aspek Komunikasi ... 26 Gambar 2.2 Desain Pembelajaran Dengan TTW ... 38 Gambar 3.1 Skema Prosedur Penelitian ... 71

Diagram Histogram Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa yang Diajarkan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW ... 79 Diagram Histogram Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa ... 80 Diagram Histogram Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW Jenis Kelamin Pria ... 81 Diagram Histogram Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW Jenis Kelamin Wanita ... 83 Diagram Histogram Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa Jenis Kelamin Pria ... 84 Diagram Histogram Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa Jenis Kelamin Wanita ... 85 Diagram Histogram Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW ... 87 Diagram Histogram Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa ... 88 Diagram Histogram Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW Jenis Kelamin Pria ... 89 Diagram Histogram Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW Jenis Kelamin Wanita ... 91 Diagram Histogram Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa Jenis Kelamin Pria ... 92 Diagram Histogram Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa Jenis Kelamin Wanita ... 93 Grafik Interaksi Antara Pembelajaran Dengan Jenis Kelamin Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa... 98 Grafik Interaksi Antara Pembelajaran Dengan Jenis Kelamin Terhadap Kemampuan Pemecahan masalah Matematis Siswa ... 101 Gambar 4.5 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14


(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan sedang mengalami krisis, perubahan-perubahan yang cepat di luar pendidikan menjadi tantangan-tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika praktek-praktek pengajaran dan pendidikan di Indonesia tidak diubah, bangsa Indonesia akan ketinggalan oleh negara-negara lain. Pada abad 21 ini praktek-praktek pembelajaran di sekolah-sekolah perlu diperbaharui. Peranan dunia pendidikan dalam mempersiapkan anak didik agar optimal dalam kehidupan bermasyarakat, maka proses dan model pembelajaran yang efektif perlu ditemukan dan terus dilakukan. Upaya pembaharuan proses tersebut terletak pada tanggung jawab guru, bagaimana pembelajaran yang disampaikan dapat dipahami oleh anak didiknya secara benar. Dengan demikian, proses pembelajaran ditentukan sampai sejauh mana guru dapat menggunakan metode dan model pembelajaran yang baik. Banyak berbagai macam model pembelajaran yang digunakan di sekolah-sekolah untuk meningkatkan mutu pengajaran yang baik sehingga hasil pembelajaran yang diinginkan tercapai. Setiap model pembelajaran sangat ditentukan oleh tujuan pembelajaran dan kemampuan guru dalam mengelola proses pengajaran.

Pelajaran matematika merupakan mata pelajaran pokok dalam setiap jenjang pendidikan. Selain itu, matematika sebagai ilmu dasar mempunyai peranan penting dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Melihat pentingnya


(18)

2

matematika dan peranannya dalam menghadapi kemajuan IPTEK dan persaingan global, maka peningkatan mutu pendidikan matematika disemua jenis dan jenjang pendidikan harus selalu diupayakan. Upaya peningkatan mutu pendidikan matematika telah banyak dilakukan pemerintah. Salah satunya dengan memperbaiki kurikulum 1994 dengan mengembangkan Kurikulum 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Pada KTSP dijelaskan bahwa, pembelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yang memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).

Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa komunikasi sangat berperan dalam pembelajaran matematika. Dengan komunikasi, siswa dapat menjelaskan atau menyampaikan ide-ide dan konsep-konsep matematika, disamping itu terjadi respon antar siswa dalam proses pembelajaran. Pada


(19)

3

akhirnya dapat membawa siswa pada pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep matematika yang telah dipelajari. Namun, pada kenyataannya guru selalu mendominasi pembelajaran dan strategi pembelajaran yang klasikal telah menjadi budaya. Guru menganggap matematika sebagai bahan siap jadi untuk diberikan kepada siswa sehingga pembelajaran bermakna yang seharusnya diperoleh dari matematika tidak ada.

Selain itu, kemampuan pemecahan masalah dalam matematika perlu dilatih dan dibiasakan kepada siswa sedini mungkin. Kemampuan ini sebagai bekal dalam memecahkan masalah matematika dan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan hal itu, komunikasi dan pemecahan masalah, daya nalar yang disertai sikap positif terhadap life skill menjadi sangat penting sebanding dengan pentingnya kehadiran IPTEK di tengah kehidupan. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya, mempunyai peranan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Untuk itu, matematika perlu difungsikan sebagai wahana untuk menumbuhkembangkan kecerdasan, kemampuan, keterampilan serta untuk membentuk kepribadian siswa. Namun isu gender akhir-akhir ini yang semakin ramai dibicarakan juga mempengaruhi terhadap kemampuan siswa. Menurut penelitian para antropolog, masyarakat primitif, menganut pola keibuan (maternal system), perempuan lebih dominan daripada laki-laki di dalam pembentukan suku dan ikatan kekeluargaan, pada masa kini terjadi keadilan sosial dan kesetaraan gender. Penelitian terbaru menunjukkan perbedaan yang signifikan yang tersisa berkenaan dengan kesenjangan dalam gender dalam prestasi ilmu pengetahuan,


(20)

4

namun laki-laki terus tampil di tingkat yang lebih tinggi berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Analisis hasil mengungkapkan bahwa laki-laki mengungguli perempuan dalam prestasi sains (Nasaruddin Umar, 2007). Kemudian dalam pengelompokan karakteristik yang berhubungan dengan perbedaan jenis kelamin dalam hal kemampuan matematika bahwa mulai masa remaja anak laki-laki lebih unggul dibandingkan anak perempuan dalam tes mathematical reasoning. Perbedaan paling besar terjadi pada murid-murid dengan prestasi tinggi lebih banyak jumlah anak laki-laki yang nilainya baik dalam matematika (menurut Laura E. Berk). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan antara laki-laki dan perempuan berbeda. Berkaitan dengan hal tersebut mutu pendidikan di Indonesia terutama dalam mata pelajaran matematika masih rendah.

Rendahnya nilai matematika siswa harus ditinjau dari lima aspek pembelajaran umum matematika yang dirumuskan oleh National Council of TeachesrsofMathematic (NCTM: 2000):

“Menggariskan peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Untuk mewujudkan hal itu, pembelajaran matematika dirumuskan lima tujuan umum yaitu: pertama, belajar untuk berkomunikasi; kedua, belajar untuk bernalar; ketiga, belajar untuk memecahkan masalah; keempat, belajar untuk mengaitkan ide; kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika”.

Sementara itu Pemerintah menggunakan Ujian Nasional (UN) sebagai instrumen evaluasi hasil pembelajaran. Ujian Nasional adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Ujian ini bertujuan untuk mengukur kompetensi lulusan pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu


(21)

5

pengetahuan dan teknologi. Hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk pemetaan mutu pendidikan, seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, serta sebagai penentuan kelulusan siswa. Ujian Nasional (UN) adalah instrumen pengukur standar kompetensi lulusan dari segi aspek kognitif. Dalam kaitannya dengan mutu pendidikan, UN hanya melakukan evaluasi terhadap peserta didik. Padahal, menurut pasal 57 ayat 2 UU sisdiknas, mutu pendidikan seharusnya didasarkan pada evaluasi yang mencakup peserta didik, lembaga, dan program pendidikan.

Salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional yaitu matematika. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Beberapa tahun belakangan ini prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matemátika cukup memprihatinkan, terlebih-lebih jika kita melihat Nilai UN murni (NEM) Matemátika, baik di tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) ataupun Sekolah Menengah Atas (SMA) selalu saja menduduki tempat yang paling bawah dari semua mata pelajaran yang di UNkan. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari tingkat sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.


(22)

6

Untuk tampil unggul pada keadaan yang selalu berubah dan kompetitif ini, kita perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi, kemampuan untuk dapat berpikir secara kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan untuk dapat bekerja sama secara efektif. Sikap dan cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siapapun yang mempelajarinya terampil berpikir rasional. Kemampuan untuk menghadapi permasalahan-permasalahan baik dalam permasalahan matematika maupun permasalahan dalam kehidupan nyata merupakan kemampuan daya matematis (mathematical power). Oleh karena itu, bagaimana pembelajaran matematika dilaksanakan sehingga dapat menumbuhkembangkan daya matematis siswa. Istilah “daya matematis” tidak tercantum secara eksplisit dalam kurikulum pembelajaran matematika di Indonesia, namun tujuan pembelajaran matematika dalam kurikulum di Indonesia menyiratkan dengan jelas tujuan yang ingin dicapai yaitu: (1) Kemampuan pemecahan masalah (problem solving), (2) Kemampuan berargumentasi (reasonning), (3) Kemampuan berkomunikasi (communication), (4) Kemampuan membuat koneksi (connection), dan (5) Kemampuan representasi (representation). Kelima hal tersebut oleh NCTM (1999) dikenal dengan istilah standar proses daya matematis (mathematical power process standards). Daya matematis didefinisikan oleh NCTM (1999) sebagai: “Mathematical power includes the ability to explore, conjecture, and reason logically; to solve non-routine problems; to communicate about and through mathematics; and to


(23)

7

connect ideas within mathematics and between mathematics and other intellectual activity”.

Lebih lanjut selain kemampuan untuk menggali, menyusun konjektur, dan membuat alasan-alasan secara logis; untuk memecahkan masalah non rutin; untuk berkomunikasi mengenai dan melalui matematika; dan untuk menghubungkan berbagai ide-ide dalam matematika dan diantara matematika dan aktivitas intelektual lainnya. Daya matematis juga meliputi pengembangan kepercayaan diri dan disposisi untuk mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi kuantitatif dan spesial dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan. Pada umumnya pada matematika siswa harus memahami konsep, tanpa adanya upaya untuk memahami konsep melalui pengalaman belajar lain yang mengakibatkan siswa tidak memahami materi secara mendalam sehingga hasil belajar matematika siswa cenderung rendah. Ini terbukti dari hasil pengamatan penulis dalam kelas dengan memberikan soal kepada siswa seperti contoh di bawah ini:


(24)

8

Dari hasil jawaban di atas terlihat bahwa siswa belum memahami masalah karena siswa tidak menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanya dan dalam merencanakan pemecahan masalah siswa salah dalam menuliskan konsep sehingga siswa salah dalam melakukan perhitungan. Dari beberapa atau tahapan pemecahan masalah yang dikemukakan, pada prinsipnya pemecahan masalah dilakukan secara teratur, logis, analitis, kritis, kreatif, sistimatis dan prosedural dan mutlak menggunakan serta menghubungkan pengetahuan yang sudah mereka


(25)

9

miliki sebelumnya, termasuk penggunaan fakta-fakta (berupa konvensi yang diungkapkan dengan simbol tertentu), konsep-konsep ( ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek), operasi (proses pengerjaan perhitungan pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika lainnya), dan prinsip (sekumpulan objek matematika yang kompleks, prinsip dapat terdiri atas beberapa fakta dan konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi). Adapun kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dalam hal ini merupakan suatu cara pembelajaran yang menghadapkan siswa kepada suatu masalah kontekstual untuk dipecahkan atau diselesaikan.

Adapun langkah-langkah pemecahan masalah yang digunakan mengacu pada langkah yang dikemukakan oleh Polya, yaitu aspek memahami masalah diukur melalui menuliskan informasi yang diketahui dari soal dan membandingkan soal mana yang lebih mudah, aspek merencanakan pemecahan diukur melalui menuliskan model atau persamaan matematika, aspek menyelesaikan masalah diukur melalui melaksanakan pemecahan sesuai dengan teori atau metode yang dipilih, aspek memeriksa kembali diukur melalui memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh. Karena kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan kognitif siswa dan mempengaruhi hasil belajar matematika siswa. Adapun inti dari belajar memecahkan masalah adalah supaya peserta didik terbiasa mengerjakan soal-soal yang tidak hanya mengandalkan ingatan yang baik saja, tetapi peserta didik diharapkan dapat mengaitkan dengan situasi nyata yang pernah dialaminya atau yang pernah dipikirkannya. Kemudian peserta didik


(26)

10

bereksplorasi dengan benda kongkrit, lalu akan mempelajari ide-ide matematika secara informal, selanjutnya belajar matematika secara formal. Tetapi sebaliknya hal tersebut tidak sesuai dengan hasil jawaban siswa di atas, hal ini mungkin disebabkan beberapa faktor antara lain siswa tidak dibiasakan dengan soal-soal non rutin, guru selalu memberikan soal disertai langkah-langkah penyelesaian yang membuat siswa tidak dapat mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Hal ini mengakibatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah rendah sehingga hasil belajar matematika siswa sampai saat ini masih belum memperlihatkan hasil baik. Selanjutnya peneliti ingin mengetahui kemampuan komunikasi matematika siswa antara lain dengan melihat hasil jawaban siswa sebagai berikut:


(27)

11

Dari hasil jawaban di atas terlihat bahwa siswa belum mampu mencapai indikator komunikasi matematis, oleh karena siswa tidak membuat peristiwa sehari-hari dalam bahasa dan simbol matematik, dan siswa tidak merumuskan defenisi yang merupakan salah satu dari kemampuan komunikasi matematis. Adapun kemampuan komunikasi matematis sangat dipengaruhi oleh pemahaman siswa tentang konsep, prinsip dan strategi penyelesaian. Semakin tinggi kemampuan komunikasi matematika siswa, semakin tinggi pula pemahaman yang dituntut pada siswa.

Komunikasi matematika memiliki peran antara lain sebagai kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematika, juga sebagai wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain. Siswa yang telah paham dalam belajar matematika seakan-akan mereka berbicara dan menulis tentang hal apa yang mereka kerjakan. Mereka dilibatkan secara aktif dalam mengerjakan matematika, ketika mereka diminta untuk memikirkan ide-ide mereka, berbicara menyampaikan idenya, mendengarkan siswa lain ketika menyampaikan ide/gagasan, berbagi ide, menyusun strategi dan solusi. Hal tersebut sesuai dengan indikator komunikasi matematis menurut NCTM (1989) yaitu kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan dan mendemonstrasikan serta menggambarkan secara visual, kemampuan memahami, menginterpretasikan , dan mengevaluasikan ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual yang lainnya, kemampuan dalam


(28)

12

menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi. Tetapi kenyataannya dalam menyelesaikan soal-soal atau masalah matematika, siswa jarang diminta untuk mengungkapkan alasannya dan menjelaskan secara lisan atau tertulis mengapa siswa memperoleh jawaban tersebut sehingga terjadi kesalahan konsep pada siswa itu sendiri serta siswa kurang terbiasa menyimpulkan materi yang telah dipelajari secara sistematis, yang pada akhirnya kemampuan komunikasi siswa masih sangat terbatas hanya pada jawaban verbal yang pendek atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh guru.

Hal ini juga didukung dengan adanya data yang diperoleh dari sekolah tentang rata-rata nilai matematika dilihat dari nilai rapor semester ganjil tahun pelajaran 2010/2011 pada mata pelajaran matematika siswa kelas VII SMPN-1 Dolok Batu Nanggar terlihat pada Tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1 Rata-rata Nilai Rapor Semester Ganjil T.P 2010/2011

Kelas KKM Rata rata

VII-A 70 72,50 VII-B 70 70,25 VII-C 70 71,75 VII-D 70 69,85 VII-E 70 70,05 VII-F 70 68,01 VII-G 70 69.75 VII-H 70 67.50 Rata-rata 69.96


(29)

13

Dari data-data di atas sudah saatnya guru matematika membuka paradigma baru dalam pola pengajaran matematika di kelas. Menyadari akan pentingnya kemampuan komunikasi matematik dirasakan perlu mengupayakan pembelajarandengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang dapat memberi peluang dan mendorong siswa untuk melatihkan kemampuan komunikasi. Kegiatan pembelajaran matematika dilakukan dengan mengaitkan antara pengembangan diri dengan proses pembelajaran di kelas melalui pengalaman-pengalaman belajar yang inovatif, menantang dan menyenangkan. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengakomodasi kepentingan untuk mengkolaborasikan pengembangan diri di dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Ide penting dalam pembelajaran kooperatif adalah membelajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting bagi siswa, karena pada dunia kerja sebagian besar dilakukan secara kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yaitu siswa belajar dalam kelompok kecil yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Jadi dalam setiap kelompok terdapat peserta didik yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Dalam menyelesaikan tugas, anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman belum menguasai bahan pembelajaran.


(30)

14

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu memilih pembelajaran yang tepat dan memperhatikan karakteristik siswa, materi pelajaran, tujuan materi, dan waktu yang tersedia untuk menyampaikan materi tersebut. Adapun pembelajaran yang efektif digunakan oleh guru dengan karakteristik yang telah dipaparkan adalah melalui pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write

(TTW). Tipe TTW ini terdiri dari tiga tahapan yang dimulai dengan aktivitas berfikir melalui membaca, mengomunikasikan dan menuliskan ide, serta mendiskusikan permasalahan yang diberikan guru antar sesama siswa dengan seluas-luasnya, sehingga siswa dapat membangun pemahaman sendiri sesuai kemampuannya, kemudian belajar mengaktualisasikan pemahamannya dan bersosialisasi dalam bentuk diskusi kelompok, kemudian pada tahap akhir siswa mampu mengkomunikasikan idenya dengan menuliskan pemahaman yang dibangunnya dalam bentuk tulisan. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam menyusun suatu pembelajaran untuk menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematika siswa adalah berpikir berdiskusi dan menulis. Ada suatu mata rantai yang saling terkait antara kemampuan berpikir/membaca, diskusi dan menulis. Seseorang yang rajin membaca, namun enggan menulis akan kehilangan arah. Demikian juga sebaliknya, jika seseorang gemar menulis namun enggan membaca, maka akan berkurang makna tulisannya. Oleh karenanya, diskusi dan menulis adalah dua aspek yang penting dari komunikasi untuk semua jenjang sekolah (NCTM,1989).


(31)

15

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Dalam proses pembelajaran kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa belum sepenuhnya dikembangkan seperti kompetensi lainnya.

2. Kemampuan komunikasi matematis siswa rendah, yaitu kemampuan untuk menjelaskan ide matematika secara tertulis dengan grafik, aljabar dan simbol matematika.

3. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa rendah, yaitu kemampuan dalam memecahkan masalah matematika untuk menemukan jalan penyelesaian dari suatu permasalahan matematis.

4. Proses pembelajaran yang dilakukan guru belum melibatkan aktivitas siswa.

1.3 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini agar efektif, jelas dan terarah maka penelitian ini dibatasi pada pembelajaran matematika materi skala suatu peta dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa kelas VII SMP Negeri 1 Dolok Batu Nanggar tahun Pelajaran 2011/2012.


(32)

16

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah dalam penelitian ini, maka permasalahan yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran biasa?

2. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin terhadap kemampuan komunikasi matematis?

3. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pembelajaran biasa?

4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis?

E. Tujuan Penelitian

Setiap rencana dari suatu aktivitas tentu memiliki tujuan khas masing-masing, sesuai yang ingin dicapainya sehingga pelaksanaannya bisa terarah, terpola, dan sistematik. Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan


(33)

17

dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran biasa.

2. Mengetahui sejauh mana interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin terhadap kemampuan komunikasi matematis.

3. Mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pembelajaran biasa.

4. Mengetahui sejauh mana interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis.

F. Manfaat Penelitian

Menyimak uraian pada tujuan penelitian tersebut di atas, dan dengan tercapainya tujuan tersebut dapat dipetik manfaat penelitian, yaitu:

(1) Bagi Siswa

Dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar meningkatkan keaktifan siswa, mengembangkan jiwa kerja sama saling menguntungkan, menghargai satu sama lain, membangun kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika serta sebagai metode yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa.


(34)

18

(2) Bagi Guru

Membantu tugas guru dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematika dan kemampuan pemecahan masalah siswa selama proses kegiatan belajar mengajar dalam kelas.

(3) Bagi Peneliti

Untuk melatih kemampuan melaksanakan penelitian, dan memberikan kesempatan pada peneliti yang sekaligus guru untuk meningkatkan inovasi pembelajaran dan menarapkan strategi pembelajaran kooperaif tipe TTW secara teoritis dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran matematika.

(4) Bagi Dunia Pendidikan

Bahwa paradigma sekarang berubah dari pengajaran menjadi pembelajaran, yang berarti bahwa siswa belajar tidak cukup dengan memperhatikan, menulis, membaca, dan berlatih tetapi pembelajaran adalah membelajarkan siswa (sebagai subjek) dengan cara melakukan, mengalami, dan mengkomunikasikan.


(35)

108

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan pada bagian terdahulu, dapat diambil kesimpulan yang berkaitan dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe TTW untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa SMPN 1 Dolok Batu Nanggar pada pokok bahasan skala suatu peta, sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa. Hal ini diperoleh dari hasil uji gain rerata skor, dimana peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW sebesar 0,54 dengan kategori sedang, dan 0,33 dengan kategori sedang untuk siswa yang menggunakan pembelajaran biasa.

2. Terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dengan jenis kelamin siswa terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Berarti secara bersamaan strategi pembelajaran (pembelajaran kooperatif tipe TTW dan pembelajaran biasa) dan jenis kelamin siswa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.


(36)

109

3. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa. Hal ini diperoleh dari hasil uji gain rerata skor, dimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW sebesar 0,69 dengan kategori sedang, dan 0,50 dengan kategori sedang untuk siswa yang menggunakan pembelajaran biasa.

4. Terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dengan jenis kelamin siswa terhadap pemecahan masalah matematis siswa. Berarti secara bersamaan strtegi pembelajaran (pembelajaran kooperatif tipe TTW dan pembelajaran biasa) dan jenis kelamin siswa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemecahan masalah matematis siswa.

5.2. Implikasi

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, diharapkan peran guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan wawasan yang lebih luas dalam memilih dan menyusun strategi pembelajaran yang lebih inovatif khususnya strategi pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran matematika. Dalam penguasaan pengetahuan, pemahaman, dan wawasan tersebut, maka seorang guru diharapkan mampu merancang suatu desain pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi pembelajaran yang lebih efektif. Matematika adalah mata pelajaran yang memiliki konsep, skill dan prinsip-prinsip pemecahan masalah yang secara logis dan rasional. Dengan


(37)

110

melihat luasnya cakupan objek matematika, maka dibutuhkan siswa yang mampu membangun atau mengkonstruk sendiri pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah-masalah belajarnya. Disamping itu, siswa harus menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan tersebut dan bukan diberitahukan oleh gurunya. Siswa mampu belajar secara aktif dan mandiri dengan mengembangkan atau menggunakan gagasan-gagasan dalam menyelesaikan masalah pembelajaran. Penggunaan strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW sangat tepat untuk pembelajaran matematika, karena dengan menggunakan strategi pembelajaran ini, pembelajaran berlangsung lebih efektif dengan mengaitkan pengalaman belajar dengan pengalaman baru yang akan diterima siswa dengan cara menciptakan lingkungan belajar yang merangsang untuk pembelajaran kreatif, sehingga pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan akan dapat diingat dan dipahami dalam memori jangka panjang sewaktu-waktu dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.

Dengan demikian, konsekuensinya apabila strategi pembelajaran yang kurang tepat dalam pembelajaran maka tentu akan berakibat berkurang pula partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran. Melalui penelitian ini menunjukan bahwa secara rata-rata hasil kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran biasa. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa. Konsekuensi logis dari pembelajaran kooperatif tipe TTW terhadap


(38)

111

kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa berimplikasi kepada tenaga pengajar untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TTW. Oleh karena itu, implikasi hasil penelitian ini terhadap pendidikan adalah:

1. Bagi siswa, penerapan pembelajaran kooperatif tipe TTW membawa dampak positif terhadap kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa, dikarenakan pembelajaran dengan pembelajaran ini siswa dituntut konsep atau prosedur yang termuat di dalamnya dan mampu bekerja serta belajar secara maksimal dalam kelompok yang secara langsung akan mempengaruhi hasil kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa.

2. Bagi guru, penerapan pembelajaran kooperatif tipe TTW dalam pembelajaran dapat dipergunakan guru sebagai acuan dalam meningkatkan hasil kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa

5.3. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW hendaknya dijadikan alternatif yang dapat digunakan guru-guru di sekolah terutama untuk siswa sekolah peringkat sedang dan kurang atau siswa dengan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah sedang dan kurang dalam pembelajaran matematika dengan topik tertentu terutama topik baru yang berkaitan dengan


(39)

topik-112

topik sebelumnya yang sudah dipelajari siswa, sehingga pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna.

2. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan mereka dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dengan demikian dalam pembelajaran matematika siswa menjadi lebih berani beragumentasi, lebih percaya diri dan kreatif, serta dapat membangkitkan minat belajar dan gairah siswa untuk belajar matematika.

3. Dalam mengimplementasikan pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif tipe TTW, hal-hal penting yang perlu diperhatikan guru adalah: (a) guru harus kreatif dan cermat dalam memilih strategi pembelajaran yang cocok untuk mempresentasikan sebuah konsep, (b) bantuan yang diberikan guru hendaknya minimal mungkin dan tidak perlu terburu-buru diberikan agar perkembangan kecakapan potensial siswa dapat berkembang secara optimal, (c) guru hendaknya memperhatikan setting pembelajaran, dimana siswa diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok kecil sehingga komunikasi yang terjalin lebih berkualitas dan lebih multiarah.


(40)

113

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak .(2001). Komunikasi Pembelajaran: Pendekatan Konvergensi Dalam Peningkatan Kualitas dan Efektivitas Pembelajaran. Disampaikan pada Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Arikunto, S. (1999). Prosedur Suatu Penelitian Pendekatan Praktek, Jakarta: Rinneka Cipta.

Ansari, Bansu l. (2009. Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi,Jakarta: Pena.

Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning and Communicating, K-8.helping Children Think Mathematically. New York: Merril an inprint of Macmillan Publishing, Company.

Brooks, J.G & Brooks,M.G. (1999). The Case fo Constructivist Classrooms. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development.

Dahar, Ratna W. (1998). Teori-teori Belajar, Jakarta: Depdikbud

Dewi. (1999). Penerapan Metode Pembelajaran Cooperative dengan Menggunakan Mini Lab Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa. Tesis: IKIP Surabaya.

Dewi. Profil Komunikasi Matematika Mahasiswa Calon Guru Ditinjau Dari Perbedaan Gender. Laporan Penelitian Perpustakaan Indonesia. Dikti.http://www.lontar.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.

E.Berk, Laura. Development of Sex Differences and Gender Roles.Child Development 6th edition.

Greenes, C & Schulman, L. (1999). Communication Processes in Mathematical Explorations and Investigations.In P.C Elliot and M.J.Kenney (Eds) 1996 Yearbook.Communication in Mathematic, K-12 and Beyond.USA: NCTM

Gagne, RM. (1985). The Condition of Learning and Theory of Instruction, Fourth Edition.New York: Holt, Rinehart and Winston.(1999). Menulis Jurnal Sebagai Strategi dalam Proses Pembelajaran Matematika di SMP. Makalah, Surabaya.


(41)

114

Hasanah, A. (2004). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representase Matematik. Tesis: UPI Bandung.

Hudojo, Herman. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: JICA –Universitas Negeri Malang.

Krulik. S and Jesse A.R. (1996). The New Sourcebook For Teaching Reasoning and Problem Solving in Junior and Senior High School, Allynand Bacon. Needham Heights, Massachussets

National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: Author.

__________. (2000). Principles and Standards For School Mathematics. USA: NCTM, Inc.

Ruseffendi, E.T. (1988). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini Untuk Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Tesis: UPI Bandung.

Shield.M & Swinson.K. (1996). The Link Sheet: Acommunication Aid for Clarifying and Developing Mathematical Ideas and Processes. In P.C. Elliott and M.J. Kenney (Eds). (1996) Yearbook Communication in Mathematics. K-12 and Beyond Reston,VA: NCTM

Silver, E.A. & Smith, MS. (1996). Building Discourse Communities in Mathematics Classrooms; A Worthwhile but Challenging Journey. In P.C. Elliott. M.J Kenney (Eds). (1996) Yearbook. Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. Reston, V.A: NCTM


(42)

115

Slavin, R.E. (1995). Cooperatif Learning: Theory, Research and Practice. Boston Ally and Bacon

Sullivan, P & Mousley, J. (1996). Natural Communication in Mathematics Classroom: What Does it Look Like. In P.C Clarkson. (Ed). Technology in Mathematics Education. Melbourne: Merge

Sudjana. (1998). Metode Statistik, Bandung: Tarsito.

Sumarmo, U. (1992). Implementasi Kurikulum 1994 pada Sekolah Dasar dan

Sekolah Menengah. Laporan Penelitian Bandung: FPMIPA IKIP

Bandung.

Sumarmo, U. (2000). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Dasar. Laporan Penelitian FPMIPA UPI.

Sumarmo, U. (2003). Pengembangan Keterampilan Membaca Matematika pada

Siswa Sekolah Menengah dan Mahasiswa Calon Guru. Makalah

Disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan MIPA. FPMIPA UPI, Bandung, 25 Agustus 2003.

SWE-AWE-CASEE ARP Sumber Daya (2009)- Perbedaan Gender dalam Ilmu Kinerja.http://www.AWEonline.org

Umar, Nasaruddin. (2007). Perspektif Jender Dalam Islam. Jurnal Pemikiran Islam Paramadina.


(1)

melihat luasnya cakupan objek matematika, maka dibutuhkan siswa yang mampu membangun atau mengkonstruk sendiri pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah-masalah belajarnya. Disamping itu, siswa harus menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan tersebut dan bukan diberitahukan oleh gurunya. Siswa mampu belajar secara aktif dan mandiri dengan mengembangkan atau menggunakan gagasan-gagasan dalam menyelesaikan masalah pembelajaran. Penggunaan strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW sangat tepat untuk pembelajaran matematika, karena dengan menggunakan strategi pembelajaran ini, pembelajaran berlangsung lebih efektif dengan mengaitkan pengalaman belajar dengan pengalaman baru yang akan diterima siswa dengan cara menciptakan lingkungan belajar yang merangsang untuk pembelajaran kreatif, sehingga pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan akan dapat diingat dan dipahami dalam memori jangka panjang sewaktu-waktu dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.

Dengan demikian, konsekuensinya apabila strategi pembelajaran yang kurang tepat dalam pembelajaran maka tentu akan berakibat berkurang pula partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran. Melalui penelitian ini menunjukan bahwa secara rata-rata hasil kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran biasa. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa. Konsekuensi logis dari pembelajaran kooperatif tipe TTW terhadap


(2)

kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa berimplikasi kepada tenaga pengajar untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TTW. Oleh karena itu, implikasi hasil penelitian ini terhadap pendidikan adalah:

1. Bagi siswa, penerapan pembelajaran kooperatif tipe TTW membawa dampak positif terhadap kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa, dikarenakan pembelajaran dengan pembelajaran ini siswa dituntut konsep atau prosedur yang termuat di dalamnya dan mampu bekerja serta belajar secara maksimal dalam kelompok yang secara langsung akan mempengaruhi hasil kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa.

2. Bagi guru, penerapan pembelajaran kooperatif tipe TTW dalam pembelajaran dapat dipergunakan guru sebagai acuan dalam meningkatkan hasil kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa

5.3. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW hendaknya dijadikan alternatif yang dapat digunakan guru-guru di sekolah terutama untuk siswa sekolah peringkat sedang dan kurang atau siswa dengan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah sedang dan kurang dalam pembelajaran matematika dengan topik tertentu terutama topik baru yang berkaitan dengan


(3)

topik-topik sebelumnya yang sudah dipelajari siswa, sehingga pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna.

2. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan mereka dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dengan demikian dalam pembelajaran matematika siswa menjadi lebih berani beragumentasi, lebih percaya diri dan kreatif, serta dapat membangkitkan minat belajar dan gairah siswa untuk belajar matematika.

3. Dalam mengimplementasikan pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif tipe TTW, hal-hal penting yang perlu diperhatikan guru adalah: (a) guru harus kreatif dan cermat dalam memilih strategi pembelajaran yang cocok untuk mempresentasikan sebuah konsep, (b) bantuan yang diberikan guru hendaknya minimal mungkin dan tidak perlu terburu-buru diberikan agar perkembangan kecakapan potensial siswa dapat berkembang secara optimal, (c) guru hendaknya memperhatikan setting pembelajaran, dimana siswa diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok kecil sehingga komunikasi yang terjalin lebih berkualitas dan lebih multiarah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak .(2001). Komunikasi Pembelajaran: Pendekatan Konvergensi Dalam

Peningkatan Kualitas dan Efektivitas Pembelajaran. Disampaikan pada

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Arikunto, S. (1999). Prosedur Suatu Penelitian Pendekatan Praktek, Jakarta: Rinneka Cipta.

Ansari, Bansu l. (2009. Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi,Jakarta: Pena.

Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning and Communicating,

K-8.helping Children Think Mathematically. New York: Merril an inprint

of Macmillan Publishing, Company.

Brooks, J.G & Brooks,M.G. (1999). The Case fo Constructivist Classrooms. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development. Dahar, Ratna W. (1998). Teori-teori Belajar, Jakarta: Depdikbud

Dewi. (1999). Penerapan Metode Pembelajaran Cooperative dengan

Menggunakan Mini Lab Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa.

Tesis: IKIP Surabaya.

Dewi. Profil Komunikasi Matematika Mahasiswa Calon Guru Ditinjau Dari

Perbedaan Gender. Laporan Penelitian Perpustakaan Indonesia.

Dikti.http://www.lontar.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.

E.Berk, Laura. Development of Sex Differences and Gender Roles.Child Development 6th edition.

Greenes, C & Schulman, L. (1999). Communication Processes in Mathematical

Explorations and Investigations.In P.C Elliot and M.J.Kenney (Eds)

1996 Yearbook.Communication in Mathematic, K-12 and Beyond.USA: NCTM

Gagne, RM. (1985). The Condition of Learning and Theory of Instruction, Fourth

Edition.New York: Holt, Rinehart and Winston.(1999). Menulis Jurnal

Sebagai Strategi dalam Proses Pembelajaran Matematika di SMP. Makalah, Surabaya.


(5)

Hasanah, A. (2004). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran

Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representase Matematik.

Tesis: UPI Bandung.

Hudojo, Herman. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran

Matematika. Malang: JICA –Universitas Negeri Malang.

Krulik. S and Jesse A.R. (1996). The New Sourcebook For Teaching Reasoning

and Problem Solving in Junior and Senior High School, Allynand Bacon.

Needham Heights, Massachussets

National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and

Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: Author.

__________. (2000). Principles and Standards For School Mathematics. USA: NCTM, Inc.

Ruseffendi, E.T. (1988). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini Untuk

Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan

Matematika Realistik. Tesis: UPI Bandung.

Shield.M & Swinson.K. (1996). The Link Sheet: Acommunication Aid for

Clarifying and Developing Mathematical Ideas and Processes. In P.C.

Elliott and M.J. Kenney (Eds). (1996) Yearbook Communication in Mathematics. K-12 and Beyond Reston,VA: NCTM

Silver, E.A. & Smith, MS. (1996). Building Discourse Communities in

Mathematics Classrooms; A Worthwhile but Challenging Journey. In

P.C. Elliott. M.J Kenney (Eds). (1996) Yearbook. Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. Reston, V.A: NCTM


(6)

Slavin, R.E. (1995). Cooperatif Learning: Theory, Research and Practice. Boston Ally and Bacon

Sullivan, P & Mousley, J. (1996). Natural Communication in Mathematics

Classroom: What Does it Look Like. In P.C Clarkson. (Ed). Technology

in Mathematics Education. Melbourne: Merge Sudjana. (1998). Metode Statistik, Bandung: Tarsito.

Sumarmo, U. (1992). Implementasi Kurikulum 1994 pada Sekolah Dasar dan

Sekolah Menengah. Laporan Penelitian Bandung: FPMIPA IKIP

Bandung.

Sumarmo, U. (2000). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah

Dasar. Laporan Penelitian FPMIPA UPI.

Sumarmo, U. (2003). Pengembangan Keterampilan Membaca Matematika pada

Siswa Sekolah Menengah dan Mahasiswa Calon Guru. Makalah

Disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan MIPA. FPMIPA UPI, Bandung, 25 Agustus 2003.

SWE-AWE-CASEE ARP Sumber Daya (2009)- Perbedaan Gender dalam Ilmu

Kinerja.http://www.AWEonline.org

Umar, Nasaruddin. (2007). Perspektif Jender Dalam Islam. Jurnal Pemikiran Islam Paramadina.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE (TTW) TERHADAP KEMAMPUAN MENGANALISIS CERPEN

3 21 111

“Pengaruh Pembelajaran Think-Talk-Write Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa”.

0 5 247

Meningkatkan hasil belajar IPA melalui pembelajaran kooperatif tipe think talk write (ttw) pada siswa kelas IV Mi Al Ishlahat Jatiuwung Kota Tangerang

0 10 0

Perbedaan hasil belajar ekonomi siswa dengan menggunakan metode pembelajaran TTW (Think Talk Write) dan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) di SMA Nusa Putra Tangerang

1 6 154

Pengaruh strategi pembelajaran think-talk write (TTW) tehadap hasil belajar fisika siswa : kuasi eksperimen di SMA Negeri 3 Rangkasbitung

2 16 103

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE

1 5 56

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE (TTW).

0 0 53

PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE (TTW) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP.

0 2 32

Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau dari Kemampuan Awal Matematika

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE (TTW) - UMBY repository

0 0 8