PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE (TTW).

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE (TTW)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

ISRAQ MAHARANI

NIM : 8106171011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2013


(2)

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE (TTW)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

ISRAQ MAHARANI

NIM : 8106171011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2013


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

i ABSTRAK

ISRAQ MAHARANI. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional

Siswa SMP Dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW).

Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.

Kata kunci: Komunikasi Matematis, Kecerdasan Emosional, Pembelajaran Kooperatif.

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen yang bertujuan untuk (1) Mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran biasa. (2) Mengetahui peningkatan kecerdasan emosional siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran biasa. (3) Mengetahui interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa. (4) Mengetahui interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kecerdasan emosional siswa.(5) Mengetahui bagaimana proses penyelesaian komunikasi matematika siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW dengan siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran biasa. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan ANOVA dua jalur diperoleh (1) Terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe TTW dari pada rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. (2) Terdapat peningkatan kecerdasan emosional siswa siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe TTW dari pada rata-rata peningkatan kecerdasan emosional siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. (3) Terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. (4) Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kecerdasan emosional siswa. Dan secara deskriptif diketahui bahwa proses penyelesaian komunikasi matematis siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW memperoleh kriteria proses jawaban kategori baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran pembelajaran biasa.


(8)

ii ABSTRACT

ISRAQ MAHARANI. Improving Mathematics Communication Skill and Emotional Intelligence of SMP Students by Applying Cooperative Learning Think- Talk Write (TTW) Type.

Thesis. Medan: Post Graduate Program University of Medan, 2013

Keywords: Mathematic Communication, Emotional intelligence, Cooperative Learning

The purpose of this quasi experiment study is : (1) to know the mathematics communication skills improvement of students who are taught by cooperative learning TTW type is better than students who are taught by regular learning. (2) to determine the increase of students’ emotional intelligence who are taught by cooperative learning TTW type is better than students who are taught by regular learning. (3) to find out the interaction between mathematics learning approach and students’ initial ability to increase students' mathematics communication skills. (4) to find out the interaction between mathematics learning approach and students 'initial ability to increase students' emotional intelligence. (5) to take out the resolution process of students’ mathematics communication who are taught by cooperative learning TTW type and who are taught by regular learning. Based on the data analysis by applied two way ANOVA, it is obtained that (1) students' mathematics communication skills who are taught by cooperative learning, TTW type is increased better than students who are taught by the usual learning. (2) students’ emotional intelligence who are taught by cooperative learning, TTW type is increased better than students who are taught by the usual learning. (3) there is an interaction between early learning approach and the ability to increase students' mathematics communication skills. (4) there is an interaction between early learning approach and the ability to increase students' emotional intelligence. It is known descriptively that resolution process of students’ mathematics communication who are taught by cooperative learning, TTW type is better than students who are taught by regular learning.


(9)

iii

KATA PENGANTAR









Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional Siswa SMP dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write (TTW)”. Shalawat beserta salam penulis sanjungkan kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai pembawa risalah islam kepada seluruh ummat manusia.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis sampai terselesaikannya tesis ini. Semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan yang setimpal. Terima kasih dan penghargaan peneliti sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu ditengah-tengah kesibukannya untuk memberikan bimbingan, arahan dan motivasi yang sangat berarti bagi penulis sehingga terselesaikannya tesisi ini.

2. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan arahan dan motivasi dalam penyempurnaan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd, Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, M.S, dan Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd selaku narasumber yang telah memberikan arahan dan kritik yang membangun untuk menjadikan tesis ini menjadi lebih baik.

4. Bapak Dapot Tua Manullang, SE, M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan semangat dan membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.

5. Direktur, Asisten Direktur I dan Asisten Direktur II beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada peneliti dalam menyelesaikan tesis ini.


(10)

iv

6. Teristimewa kepada Ayahanda tercinta H.Muhammadiyah, S.Pd dan Ibunda tersayang Hj.Samdiah, yang dengan semangat luar biasanya, dengan bantuan moril maupun materil. Kepada Kakakku Herina Masbe, S.Pd.I, M.Hum dan adinda Dharcho Syahputra, yang telah memberikan motivasi kepada peneliti demi terselesaikannya tesis ini.

7. Teruntuk dia sang belahan jiwa, semoga kita tetap istiqomah untuk terus memperbaiki diri menjadi sholeh dan sholehah hingga yakin itu teguh didalam jiwa dalam menggapai Rahmat-Nya.

8. Ibu Darmiaty, S.Pd selaku kepala sekolah SMPN 1 Kuta Panjang dan Ibu Nazariah, S.Pd selaku kepala sekolah SMPIT Ladia Galaska beserta seluruh dewan guru dan staf yang telah memberikan kesempatan dan izin kepada peneliti dalam melaksanakan penelitian ini.

9. Sahabat seperjuangan angkatan XVIII Prodi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan bantuan dan dorongan semangat kepada penulis. 10. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan serta arahan dalam

penyelesaian tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Bapak/Ibu, Saudara/i dan menjadikannya sebagai suatu amal kebaikan yang berlipat ganda. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dari tesis ini. Harapan penulis semoga tesis ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan dan dapat memberikan inspirasi untuk peneliti selanjutnya.

Aamiin Ya Rabb...

Medan, Juni 2013


(11)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR DIAGRAM ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 18

C. Pembatasan Masalah ... 18

D. Rumusan Masalah ... 19

E. Tujuan Penelitian ... 20

F. Manfaat Penelitian... 21

G. Defenisi Operasional ... 22

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 25

A. Teori Belajar ... 25

B. Matematika, Matematika Sekolah dan Pembelajaran Matematika ... 27

C. Komunikasi Matematis ... 31

D. Kecerdasan Emosional ... 39

E. Pembelajaran Kooperatif ... 45

F. Strategi Think-Talk-Write ... 48

G. Pembelajaran Biasa ... 61

H. Penelitian yang Relevan ... 66

I. Kerangka Berfikir... 67

J. Hipotesis Penelitian ... 73

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 75

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 75

B. Populasi dan Sampel ... 75

C. Desain Penelitian ... 78

D. Variabel Penelitian ... 79

E. Instrumen Penelitian ... 80

F. Teknik Analisis Data ... 97

G. Prosedur Penelitian ... 103

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 106

A. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 108


(12)

vi

B. Kecerdasan Emosional ... 131

C. Proses Penyelesaian Masalah Siswa ... 151

D. Rangkuman Hasil Penelitian ... 163

E. Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran... 164

F. Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran ... 166

G. Pembahasan Hasil Penelitian ... 167

H. Keterbatasan Penelitian ... 183

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 186

A. Kesimpulan ... 186

B. Implikasi ... 187

C. Saran ... 187


(13)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Sintaks Pembelajaran Dengan Strategi TTW ... 54

2.2 Sintaks Pembelajaran Biasa ... 63

2.3 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Biasa ... 63

3.1 Data Sekolah SMP di Kecamatan Kuta Panjang ... 76

3.2 Randomized Control-Group Pretest-Post Test Design ... 79

3.3 Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terkait dan Kontrol ... 80

3.4 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Awal Matematis ... 81

3.5 Kisi-kisi Kemampuan Komunikasi Matematis ... 81

3.6 Skor Alternatif Komunikasi Matematis ... 82

3.7 Kisi-kisi Skala Kecerdasan Emosional ... 84

3.8 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematis ... 86

3.9 Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban Kelas Eksperimen Lebih Baik Daripada kelas kontrol ... 87

3.10 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran... 88

3.11 Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 89

3.12 Validasi Tes Kecerdasan Emosional ... 89

3.13 Hasil Analisis Tes Uji Kemampuan Komunikasi Matematis ... 92

3.14 Hasil Analisis Tes Uji Kecerdasan Emosional ... 92

3.15 Hasil Analisis Daya Beda Kemampuan Komunikasi Matematis ... 95

3.16 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal Komunikasi Matematis ... 96

3.17 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis, dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan ... 102


(14)

viii

4.1 Sebaran Sampel Penelitian ... 107

4.2 Data Hasil Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 108

4.3 Normalitas Pretes Kemampuan Komunikasi Kelas Eksperimen dan Kelas kontrol ... 110

4.4 Uji Homogentias Varians Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 112

4.5 Hasil Uji Perbedaan Dua Rerata Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 113

4.6 Data Hasil Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 114

4.7 Hasil Uji Normalitas Postes Komunikasi Matematis Siswa KelasEksperimen Dan Kelas Kontrol ... 116

4.8 Uji Uji Homogentias Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 117

4.9 Hasil Uji Perbedaan Dua Rerata Postes Komunikasi Matematis Berdasarkan Faktor Pembelajaran... 118

4.10 Rata-Rata Kemamuan Awal Matematika Siswa Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol ... 119

4.11 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Matematika... 120

4.12 Hasil Uji Homogenotas Varians Kemampuan Awal ... 121

4.13 Uji Perbedaan Rata-Rata Kemampuan Awal Matematika ... 122

4.14 Data Hasil Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Kedua Kelompok Pembelajaran ... 123

4.15 Hasil Uji Normalitas N-gain Kemampuan Komunikasi MatematisPada Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol... 125


(15)

ix

4.16 Uji Homogenitas N-gain Kemampuan Komunikasi Matematis Pada Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 126

4.17 Rangkuman Hasil Uji Anova Dua Jalur N-gain Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 127

4.18 Data Hasil Pretes Kesecerdasan Emosional Siswa Pada Kelas Eksperimen

Dan Kelas Kontrol ... 132

4.19 Hasil Uji Normalitas Pretes Kecerdasan Emosional Kelas Eksperimen

Dan Kelas Kontrol ... 134

4.20 Hasil Uji Homogenitas Pretes Kecerdasan Emosional Kelas Eksperimen

Dan Kelas Kontrol ... 135

4.21 Hasil Uji Perbedaan Rerata Pretes Kecerdasan Emosional Siswa ... 136

4.22 Data Hasil Postes Kecerdasan Emosional Siswa Kelas Eksperimen Dan

Kelas Kontrol ... 137

4.23 Hasil Uji Normalitas Postes Kecerdasan Emosional Kelas Eksperimen

Dan Kelas Kontrol ... 139

4.24 Hasil Uji Homogenitas Postes Kecerdasan Emosional Untuk Kelas

Eksperimen Dan dan Kelas Kontrol ... 140

4.25 Uji Perbedaan Dua Reata Postes Kecerdasan Emosional Berdasarkan

Faktor Pembelajaran... 141

4.26 Rata-rata Kecerdasan Emosional Siswa Berdasarkan KAM ... 142

4.27 Deskripsi Data Kcerdasan Emosional Siswa Kedua Kelompok

Pembelajaran ... 143 4.28 Nilai Rataan Gain Ternormalisasi dan Kategorinya ... 143

4.29 Hasil Uji Normalitas N-gain Kecerdasan Emosional Pada Kelas

Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 146


(16)

x

Dan Kelas Kontrol ... 146

4.31 Rangkuman Anova Dua Jalur Antara Pembelajaran Dengan KAM

Terhadap Kecerdasan Emosional ... 148

4.32 Hasil Rata-rata Setiap Aspek Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Ditinjau Dari Pembelajaran ... 153

4.33 Deskripsi Hasil Proses Penyelesaian Kemampuan Komunikasi Matematis

Berdasarkan Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban ... 162 4.34 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian ... 163

4.35 Persentase Aktivitas Siswa dalam Kelompok Pada Pembelajaran


(17)

xi

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Halaman

2.1 Desain Pembelajaran Strategi TTW ... 58 3.1 Prosedur Penelitian ... 104


(18)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

4.1 Skor Rata-rata Preteskelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 109

4.2 Skor Rata-rata Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 114

4.3 Rata-Rata Kemampuan Awal Siswa Kelompok Eksperimen dan Kontrol... 119

4.4 Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 124

4.5 Grafik Interaksi Antara Pembelajaran dengan KAM Terhadap Peningkatan Komunikasi Matematis Siswa... 130

4.6 Data Hasil Pretes Kecerdasan Emosional Siswa... 132

4.7 Data Hasil Postes Kecerdasan Emosional Siswa ... 137

4.8 Peningkatan Kecerdasan Emosional Siswa ... 144

4.9 Grafik Interaksi Antara Pembelajaran dengan KAM siswa Terhadap Peningkatan Kecerdasan Emosional Siswa ... 150

4.10 Rata-rata Postes Aspek Kemampuan Komunikasi Matematis ... 154

4.11 Lembar Jawaban Siswa Kelas Eksperimen ... 156

4.12 Lembar Jawaban Siswa Kelas Kontrol ... 156

4.13 Lembar Jawaban Siswa Kelas Eksperimen ... 157

4.14 Lembar Jawaban Siswa Kelas Kontrol ... 158

4.15 Lembar Jawaban Siswa Kelas Eksperimen ... 158

4.16 Lembar Jawaban Siswa Kelas Kontrol ... 159

4.17 Lembar Jawaban Siswa Kelas Eksperimen ... 159

4.18 Lembar Jawaban Siswa Kelas Kontrol ... 160

4.19 Lembar Jawaban Siswa Kelas Eksperimen ... 160

4.20 Lembar Jawaban Siswa Kelas Kontrol ... 161


(19)

xiii

4.21 Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran ... 165 4.22 Aktivitas Guru Selama Proses Pembelajaran... 166

4.35 Hasil Rata-rata Setiap Aspek Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa


(20)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) DAN LEMBAR

AKTIVITAS SISWA (LAS) ... 193

A1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I (Kelas Eksperimen) ... 194

A2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II (Kelas Eksperimen)... 201

A3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Eksperimen) ... 206

A4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Kontrol) ... 211

A5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Kontrol) ... 214

A6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Kontrol) ... 217

A7 Lembar Aktivitas Siswa I ... 220

A8 Lembar Aktivitas Siswa II ... 224

A9 Lembar Aktivitas Siswa III... 228

LAMPIRAN B INSTRUMEN PENELITIAN ... 232

B1 Butir Soal Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 233

B2 Kunci Jawaban Kemampuan Awal Matematika (KAM) Siswa ... 236

B3 Kisi-kisi Butir Tes dan skor Alternatif Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 240

B4 Skor Alternatif Tes Kemampuan Komunikasi Matematis... 241

B5 Soal Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 242

B6 Soal Postes Kemampuan Komunikasi Matematis... 245

B7 Kisi-kisi Skala Kecerdasan Emosional ... 248

B8 Angket Skala Kecerdasan Skala Kecerdasan Emosional Siswa ... 249


(21)

xv

LAMPIRAN C

HASIL PERTIMBANGAN AHLI DAN HASIL UJI COBA ... 251

C1 Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) TTW ... 252

C2 Hasil Validasi Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 254

C3 Hasil Validasi Angket Skala Kecerdasan Emosional Siswa ... 255

C4 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran... 256

C5 Hasil Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Data Uji Coba Tes Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 260

C6 Hasil Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Data Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 264

C7 Hasil Uji Coba Tes Skala Kecerdasan Emosional Siswa ... 281

LAMPIRAN D HASIL ANALISIS DATA KOMUNIKASI MATEMATIS ... 295

D1 Hasil Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 296

D2 Uji Perbedaan Rerata Data Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 301

D3 Hasil Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 302

D4 Hasil Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan Faktor Pembelajaran... 307

D5 Nilai Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan KAM ... 308

D6 Hasil Analisis Data Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 309

D7 Hasil Analisis Data Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran Dengan KAM Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 310


(22)

xvi

LAMPIRAN E

HASIL ANALISIS DATA KECERDASAN EMOSIONAL SISWA ... 311

E1 Hasil Pretes Kecerdasan Emosional Siswa Kelas Eksperimen

Dan Kelas Kontrol ... 312

E2 Uji Perbedaan Rerata Data Pretes Kecerdasan Emosional Siswa ... 318

E3 Hasil Postes Kecerdasan Emosional Siswa ... 319

E4 Hasil Perbedaan Kecerdasan Emosional Siswa Berdasarkan Faktor

Pembelajaran ... 324

E5 Hasil Analisis Data Peningkatan Kecerdasan Emosional Siswa... 324

E6 Hasil Analisis Data Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dengan

KAM Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa ... 325

LAMPIRAN F

LEMBAR AKTIVITAS BELAJAR SISWA


(23)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia memasuki era globalisasi. Oleh karena itu setiap orang dituntut untuk dapat menguasai dan beradaptasi sesuai dengan perkembangannya. Hal ini berarti sumber daya manusia harus lebih berkualitas, inovatif dan mampu berkolaboratif agar lebih mudah dalam menerima informasi yang baru sehingga dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin pesat.

Dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan inovatif inilah peran dari bidang pendidikan sangatlah penting. Dengan adanya pendidikan diharapkan mutu pendidikan dan martabat manusia dapat ditingkatkan. Peningkatan mutu pendidikan ini dapat dilakukan dengan melakukan perbaikan, perubahan, serta pembaruan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi berhasilnya suatu pendidikan. Karena itulah mutu pendidikan nasional dalam arti dan ruang lingkup yang luas merupakan hal utama didalam bidang pendidikan. Sebagai mana yang dikatakan Soejadi (dalam Saleh 2007: 1) bahwa pendidikan satu-satunya wadah kegiatan yang dapat dipandang dan seyogianya berfungsi untuk menciptakan sumber daya manusia yang bermutu tinggi. Hal ini berarti pendidikan dituntut untuk dapat menghasilkan lulusan yang diharapkan mampu memecahkan masalah, berfikir kritis, kreatif dan kompetitif sehingga dapat mengekspresikan diri mengikuti dan terlibat langsung dalam perkembangan zaman.


(24)

2

Rendahnya mutu pendidikan disetiap jenjang dan satuan pendidikan, merupakan salah satu dari permasalahan pendidikan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada saat ini. Pemerintah telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan nasional dengan cara meningkatkan kompetensi guru pada setiap jenjang pendidikan, mengembangkan kurikulum, pengadaan buku dan alat pelajaran, memperbaiki sarana pendidikan dan manajemen sekolah. Tetapi pada kenyataannya mutu pendidikan nasional belum menunjukkan peningkatan seperti yang diharapkan.

Berbicara mengenai mutu pendidikan, tidak akan pernah terlepas dari kegiatan belajar mengajar. Hasil dari kegiatan belajar yang diharapkan adalah prestasi belajar yang baik. bukan hanya guru yang memang terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran, siswa dan orang tuanya juga menginginkan prestasi belajar yang baik. Dalam hal mencapai prestasi belajar yang baik tidaklah terlepas dari situasi belajar yang dapat mengembangkan daya aksplorasi siswa. Salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pendidikan adalah prestasi belajar. Menurut Yaspir (dalam Nurdiansyah , 2013: 1) prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seorang siswa dalam usaha belajarnya sebagaimana dicantumkan dalam nilai rapornya. Melalui prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.

Hasil belajar yang dicapai menunjukkan sejauh mana daya serap yang dicapai siswa dalam proses belajarnya. Daya serap yang tinggi akan digambarkan dalam hasil yang tinggi, demikian pula sebaliknya. Dimana prestasi belajar merupakan suatu hasil maksimal yang dapat dicapai oleh siswa setelah melakukan


(25)

3

usaha belajar. Oleh karena itu prestasi belajar yang diperoleh setiap siswa diharapkan dapat semaksimal mungkin. Salah satu pelajaran yang diharapkan memiliki prestasi yang maksimal adalah pelajaran matematika.

Pelajaran matematika merupakan pelajaran pokok yang dipelajari pada setiap jenjang pendidikan. Selain itu peran matematika sebagai ilmu dasar sangat mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena peranannya yang sangat penting inilah maka peningkatan mutu pendidikan matematika pada semua jenjang mesti diupayakan. Usaha yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan matematika ini salah satunya dengan memperbaki kurikulum 1994 dengan mengembangkan Kurikulum 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.

Dalam KTSP 2006 telah dijelaskan bahwa pembelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yang


(26)

4

memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan hal tersebut diatas dapat dikatakan bahwa didalam pembelajaran matematika, komunikasi matematis memiliki peranan yang sangat penting. Secara umum, komunikasi dapat diartikan sebagai suatu peristiwa saling menyampaikan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Didalam pembelajaran komunikasi ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas pembelajaran, dimana bila disaat proses pembelajaran berlangsung jika ada kesulitan atau masalah maka akan dipecahakan bersama-sama di lingkungan belajar, sehingga saling melahirkan pengertian diantara mereka dan diharapkan dengan hal ini permasalahan akan dapat terselesaikan.

Dengan adanya komunikasi matematis diharapkan siswa dapat menyampaikan ide dan konsep matematika dan adanya interaksi antara sesama siswa. Sehingga siswa dapat memahami konsep matematika dengan baik. Tetapi pada umumnya pembelajaran matematika hanya menggunakan pembelajaran konvensional yang memang sering dilakukan pada saat ini. Guru hanya menyajikan materi kepada siswa, memberikan contoh yang sesuai dengan contoh yang ada pada buku siswa, meminta siswa menghafal definisi atau rumus-rumus tertentu tanpa meminta siswa memahami konsepnya.

Selain dengan komunikasi matematis yang baik seorang guru juga harus memperhatikan kecerdasan emosional siswanya sebelum memulai pembelajaran. Oleh karena itu guru harus dapat membantu peningkatan kecerdasan emosional


(27)

5

siswa sehingga nantinya hasil belajar matematika siswa dapat meningkat. Kecerdasan emosional adalah dua buah produk dari dua skill utama, yaitu kompetensi personal dan kompetensi sosial. Kompetensi personal lebih berfokus pada diri kita sendiri sebagai seorang individu, dan terbagi kedalam skill kesadaran diri dan skill manajemen diri. Kompetensi sosial lebih berfokus pada bagaimana hubungan kita dengan orang lain, dan terbagi dalam skill kesadaran sosial dan skill hubungan manajemen sosial.

Kesadaran diri yang tinggi membutuhkan kesabaran dalam menghadapi ketidaknyamanan mengatasi secara langsung emosi yang terjadi dan kemungkinan emosi itu negatif. Hal ini juga penting dalam memahami emosi positif kita. Manajemen diri merupakan kemampuan dalam memanfaatkan skill kesadaran diri kita terhadap emosi dalam mengarahkan perilaku secara positif. Kesadaran sosial adalah kemampuan yang ada dalam diri individu untuk memahami emosi orang lain secara tepat dan memahami apa yang sesungguhnya terjadi pada mereka. Hal ini berarti bahwa setiap individu harus menerima apa yang menjadi pikiran dan perasaan orang lain meskipun kita tidak sependapat dengan mereka. Sedangkan manajemen hubungan sosial adalah kemampuan kita memanfaatkan kesadaran kita terhadap emosi kita dan orang lain dalam mengelola hubungan sosial dengan baik. Skill ini akan memastikan terjadinya komunikasi yang jelas dan penanganan konflik secara efektif. Hubungan sosial yang solid adalah kebutuhan yang harus dipenuhi dan dihargai. Hubungan sedemikian adalah hasil dari bagaimana kita memahami orang lain, bagaimana kita memperlakukan orang lain dan hasil dari pengalaman-pengalaman yang kita jalani bersama.


(28)

6

Kecerdasan emosional bukanlah didasarkan pada kepintaran setiap individu, tetapi berdasarkan karakteristik dari setiap individu. Banyaknya para ahli yang mengatakan bahwa keterampilan sosial dan emosional lebih penting dari kemampuan intelektual. Dengan kata lain memiliki kecerdasan emosional yang tinggi lebih penting dalam pencapaian keberhasilan ketimbang intelegensi yang tinggi yang diukur berdasarkan uji standar terhadap kecerdasan kognitif dan verbal.

Pengendalian rasa marah, sedih, gembira, takut, membantu seseorang untuk berhasil dalam bidang tertentu. Hal ini yang dikemukakan oleh Goleman dalam bukunya “Emotional Intelligence”, dan Peter Salovey dari Harvard University mencetuskan kecerdasan emosi serta memperluasnya menjadi lima wilayah utama kecerdasan emosi, yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan.

Tidak setiap individu dapat mewujudkan kecerdasan emosi dalam perilakunya, karena tidak sedikit individu yang mempunyai kecerdasan intelektual tinggi namun mempunyai kecerdasan emosi yang rendah. Oleh karena itu untuk mengoptimalkan kecerdasan emosi individu maka sangatlah diperlukan melalui latihan dan bimbingan sejak dini baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan sekolah yang dalam hal ini lingkungan belajar siswa.

Kecerdasan emosional yang dimiliki siswa sangat berpengaruh terhadap hasil belajar, karena emosi memancing tindakan seseorang terhadap apa yang dihadapinya. Pembelajaran matematika merupakan pengembangan pikiran yang rasional dimana pembelajaran ini diharapkan dapat direfleksikan dalam kehidupan


(29)

7

sehari-hari serta dapat mengkomunikasikannya kembali dalam lingkungan belajarnya.

Dalam usaha meningkatkan hasil belajar matematika, sangat dipengaruhi oleh peran serta tanggung jawab seorang guru dalam menyampaikan materi agar dapat diterima anak didiknya dengan benar, selain itu guru juga harus memperhatikan kecerdasan emosional atau kondisi siswanya sebelum menyampaikan materi pembelajaran. Hal ini berarti proses pembelajaran ditentukan oleh sejauh mana guru menggunakan metode dan model pembelajaran yang baik serta mengetahui tingkat kecerdasan emosional siswanya.

Banyaknya model-model pembelajaran yang ada saat ini dapat membantu meningkatkan kualitas pengajaran yang lebih baik lagi sehingga hasil belajar pembelajaran dapat tercapai. Namun demikian, setiap model-model pembelajaran dalam penggunaannya sangat ditentukan oleh tujuan dan kemampuan seorang guru dalam mengelolanya, memilih model pembelajaran mana yang tepat digunakan sesuai dengan materi pembelajaran yang akan diajarkan.

Menurut Nisbet (dalam Tim MKPBM, 2001: 70) tidak ada cara belajar yang paling benar dan cara mengajar yang paling baik, setiap orang berbeda dalam kemampuan intelektual, sikap dan kepribadian sehingga mereka mereka mengadopsi pendekatan-pendekatan yang berbeda untuk belajar yang sesuai dengan karakteristik masing-masing. Sehingga dengan menggunakan berbagai macam strategi belajar, pengetahuan yang diperolehnya dapat menjadi lebih bermakna dan berkualitas.


(30)

8

Pandangan guru terhadap metode mengajar akan dipengaruhi peranan dan aktifitas siswa dalam belajar. Sebaliknya aktifitas guru dalam mengajar serta aktifitas siswa dalam belajar sangat bergantung kepada pemahaman guru terhadap metode mengajar. Mengajar bukan hanya sekedar proses penyampaian ilmu pengetahuan, melainkan juga mengandung makna yang lebih luas dan kompleks yaitu terjadinya komunikasi dan interaksi antara siswa dan guru. Pendidikan matematika lebih menekankan pada pembelajaran yang pembelajaran itu sendiri cenderung kepada target materi menurut kurikulum atau menurut buku yang dipakai sebagai buku pegangan, bukan pada pemahaman materi yang dipelajari. Siswa cenderung menghapal konsep-konsep matematika, sering kali dengan mengulang-ulang menyebutkan definisi yang diberikan guru atau yang tertulis dalam buku tanpa memahami maksud dan isi dari definisi yang diberikan guru.

Agar dipenuhinya tuntutan pada KTSP, maka model pembelajaran di kelas harus segera direformasi. Dalam hal ini tugas dan peran seorang guru bukan hanya sebagai pemberi informasi, tetapi sebagai pendorong siswa untuk belajar, memberikan motivasi dengan memperhatikan kecerdasan emosionalnya agar dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktifitas seperti pemecahan masalah, penalaran dan komunikasi sebagai wahana pelatihan kritis dan kreatif. Sulvian (Ansari 2009:3) mengatakan bahwa peran dan tugas guru dalam matematika adalah memberi kesempatan yang maksimal pada siswa dengan jalan:


(31)

9

2. Mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang telah ada pada mereka.

3. Mendorong agar mampu mengembangkan dan menggunakan strategi. 4. Mendorong agar berani mengambil resiko dalam menyelesaikan soal. 5. Memberi kebebasan dalam berkomunikasi unntuk menjelaskan idenya

dan mendengar ide temannya.

Didalam setiap proses pembelajaran seorang guru selalu berharap agar siswanya memperoleh hasil pelajaran yang baik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Pada kenyataannya hal ini tidak sesuai dengan apa yang menjadi harapan guru dari proses pembelajaran. Tidak semua siswa yang mengalami pembelajaran mendapatkan hasil belajar yang maksimal, bahkan masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar, enggan untuk bertanya kepada guru jika ada kesulitan yang mereka hadapi.

Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang terjadi selama ini berpusat pada aktivitas guru dan tidak berorientasi pada siswa. Dalam hal ini guru mengajarkan bukan membelajarkan siswa. Guru belum berupaya dengan maksimal dalam membuat siswa mampu memahami konsep/prinsip matematika, mengungkapkan ide, serta menunjukkan kegunaan konsep dan prinsip matematika dalam memecahkan masalah dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran biasa beranggapan bahwa guru akan berhasil dalam menyampaikan materi pembelajaran bila guru dapat mengelola kelas sedemikian rupa sehingga peserta didik menjadi terlatih dan tenang dalam menghadapi guru


(32)

10

dalam menyampaikan meteri pelajaran. Pengajaran dianggap sebagai suatu proses penyampaian fakta-fakta kepada siswa, sementara itu siswa mencatat informasi yang disampaikan guru dalam buku catatannya. Guru yang baik adalah guru yang dapat menguasai bahan, dan selama proses pembelajaran berlangsung guru mampu menyampaikan materi tanpa melihat pada buku pelajaran. Menurut Hadi S (2008: 1) guru yang baik adalah guru yang selama 2 x 45 menit dapat menguasai kelas dan berceramah dengan suara yang lantang. Materi pelajaran yang disampaikan sesuai dengan GBPP atau apa yang telah tertulis didalam buku paket dan ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar.

Hal ini mengakibatkan, siswa hanya dapat memberikan contoh sesuai dengan contoh yang diberikan guru, menghafal definisi atau aturan yang diungkapkan guru tanpa memahami maknanya secara mendalam sehingga siswa beranggapan didalam menyelesaikan soal-soal matematika cukup dengan mengerjakan seperti yang dicontohkan oleh guru sehingga hasil belajar siswa cenderung rendah. Kemudian siswa enggan untuk mengajukan pertanyaan kepada guru atau temannya jika ada permasalahan yang ditemuinya dalam menyelesaikan persoalan yang ada meskipun mereka telah diberi kesempatan untuk mendiskusikan kembali jawaban yang telah mereka peroleh dengan temannya. Ini dapat dilihat dari hasil observasi yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi matematis siswa yang dalam hal ini dimana ketika siswa diminta untuk memberikan pendapat untuk mengkomunikasikan hasil pemikiran mereka kepada orang lain secara lisan dan tulisan, mendengarkan pendapat orang


(33)

11

lain dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengalaman mereka.

Dalam hal ini, kecerdasan emosional siswa dapat dilihat dari cara mereka memberikan pendapat untuk mengkomunikasikan hasil pemikiran mereka kepada orang lain secara lisan dan tulisan, mendengarkan pendapat orang lain dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengalaman mereka. Contoh mengenai soal komunikasi yang juga melibatkan kecerdasan emosional siswa didalam berdiskusi adalah dengan memberikan butir soal tentang persamaan linear yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sebagai berikut: Ridho membeli 3 burger dan 2 buah banana split dengan harga Rp 56.000,-. Harga banana split 2 kali harga burger. Berapa harga burger dan banana split masing-masing?


(34)

12

Dari beberapa hasil jawaban siswa diambil satu jawaban yang menunjukkan bahwa siswa belum memahami betul apa yang diketahui dan ditanya dari soal yang diberikan guru, siswa kesulitan dalam membuat model matematika berdasarkan permasalahan yang diberikan hanya karena permasalahan yang diberikan tidak sama dengan contoh. Siswa tidak dapat mengatahui dengan jelas situasi seperti apa yang menyatakan seseorang memperoleh untung atau rugi, padahal siswa telah mengetahui rumus untuk memperoleh untung atau rugi, hal ini terjadi karena siswa hanya menghafal rumus-rumus untung dan rugi tanpa memahami kondisi seperti apa dan bagaimana untung dan rugi dapat diketahui. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa siswa belum dapat mengkomunikasikan matematika dari soal yang diberikan. Kemudian pada saat diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan temannya siswa lebih asik dengan pengetahuannya sendiri tanpa peduli teman kelompoknya yang belum memahami materi/ permasalahan yang diberikan, sehingga dapat dikatakan bahwa rasa sosial siswa dalam kelompoknya sangat rendah hal ini dikarenakan kecerdasan emosional siswa tidak diperhatikan sebelum memulai pelajaran.

Berdasarkan hal tersebut, sudah semestinya dibuat perubahan dalam kegiatan pembelajaran dengan mengaitkan antara pengembangan diri dengan proses pembelajaran dikelas melalui pembelajaran dengan versi baru yang menantang dan menyenangkan bagi lingkungan belajar siswa yang nantinya dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Dalam mengajarkan matematika, tugas seorang guru bukanlah sebatas menyampaikan aturan-aturan, definisi-definisi dan prosedur bagi siswa untuk menghafal, akan tetapi bagaimana guru dapat


(35)

13

memotivasi dan melibatkan siswa secara aktif yang dapat membangun pengetahuan matematika siswa merupakan tugas dari seorang guru. Sebagai pendidik, guru dituntut untuk dapat menggunakan pendekatan pembelajaran yang memang berorientasi pada kemampuan siswa. Disamping pendekatan pembelajaran yang memang menunjang peningkatan prestasi belajar matematika siswa guru juga perlu memperhatikan sikap siswa terhadap matematika itu sendiri.

Seperti halnya kecerdasan emosional, kemampuan dari setiap siswa tidaklah sama, hal ini mengakibatkan pemahaman siswa terhadap matematika juga berbeda-beda. Ragam kemampuan siswa dalam belajar selalu ditemukan dan dapat menyebar secara distribusi normal. Penyebaran ini dapat dikelompokkan atas kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok rendah. Pada dasarnya perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata bawaan dari lahir tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan.

Pada umumnya, siswa yang memiliki kemampuan awal matematika tinggi maka hasil belajar yang diperolehnya juga tinggi, dan siswa yang memiliki kemampuan awal matematika rendah maka hasil belajar yang diperolehnya akan rendah pula. Hal ini karena matematika merupakan ilmu yang terstruktur dan perlunya diperhatikan kecerdasan emosional siswa sebelum memulai pelajaran.

Siswa yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam belajar matematika tidak akan terpengaruh oleh pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru, tetapi siswa yang memliki kemampuan sedang dan rendah jika digunakan pendekatan pembelajaran yang tidak sesuai (tidak menarik), yang tidak memperhatikan kecerdasan emosionalnya terlebih dahulu, akan merasa kesulitan


(36)

14

dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka temui dalam proses belajar mengajar. Karena itulah sebaiknya pemilihan pendekatan pembelajaran yang sesuai sangat membantu untuk memotivasi dan melatih siswa dalam menggunakan kemampuannya menyelesaikan permasalahan yang mereka temui.

Berdasarkan hal tersebut diatas dapat dikatakan bahwa terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan kecerdasan emosional siswa. Dengan adanya keragaman kemampuan yang dimiliki siswa maka yang menjadi tugas guru adalah memilih lingkungan belajar yang sesuai dan memperhatikan tingkat kecerdasan emosional siswa serta memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai. Dengan ini diharapkan siswa mampu mengatasi kesulitan yang mereka temui dalam menyelesaikan permasalahan baik pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar maupun dalam menghadapi masalah yang mereka temui dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu model pendekatan pembelajaran yang diharapkan dapat membantu untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa adalah model pembelajaran kooperatif atau yang lebih dikenal dengan sebutan cooperatve

learning. Cooperative learning merupakan salah satu pembelajaran yang

berdasarkan pada paham konstruktivis. Menurut Isjoni (2009: 21) cooperative learning dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong menolong dalam beberapa prilaku sosial. Tujuan utama dalam cooperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan


(37)

15

kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat secara berkelompok. Dalam pembelajaran cooperative learning siswa berada dalam kelompok kecil yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Sehingga anggota setiap kelompok terdapat siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam menyelesaikan persoalan yang diberikan siswa saling berbagi dengan teman dalam kelompoknya, saling berbagi sehingga semua siswa dalam kelompok kecil memahami persoalan yang diberikan. Diskusi belum selesai jika masih ada siswa dalam kelompok yang belum memahami persoalan yang mereka hadapi.

Agar masalah dalam proses pembelajaran ini dapat teratasi, maka diperlukan strategi yang sesuai dengan karakteristik siswa, materi pembelajaran, dan waktu yang tersedia untuk memahami materi tersebut. Salah satu strategi yang dimiliki pembelajaran kooperatif yang sesuai dengan permasalahan yang ada adalah strategi Think-Talk-Write (TTW). Strategi ini pada dasarnya dibangun melalui berfikir, berbicara dan menulis (Ansari, 2009:66). Berfikir yang diperoleh melalui membaca, mengkomunikasikan dan menuliskan ide, menuliskan permasalahan yang diperoleh seluas-luasnya sehingga siswa dapat membangun pemahamannya sendiri sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, memberikan pengatan pada pemahamannya, bersosialisasi dalam bentuk kelompok yang pada akhirnya siswa mampu mengkomunikasikan dengan menuliskan pemahamannya dalam bentuk tulisan.

Menurut Tebba (Farman: 2007) Kecerdasan emosional terkait dengan kemampuan membaca, kemampuan memahami dengan spontan apa yang


(38)

16

diinginkan dan diperlukan orang lain, kelebihan dan kekurangan mereka, kemampuan untuk tidak terpengaruh oleh tekanan dan kemampuan untuk menjadi orang yang menyenangkan. Agar kemampuan membaca siswa menjadi baik, guru dapat merubah isi teks bacaan agar mudah dipahami siswa dan yang terpenting dalam hal ini guru harus memperhatikan kecerdasan emosional siswa dengan cara membuat lingkungan yang aman yang dapat mendorong rasa percaya diri siswa yang nantinya dapat mendorong siswa untuk bertanya.

Berdiskusi dan menulis terkait dengan kecerdasan emosional siswa dimana siswa dilatih untuk mengendalikan emosi, mengelola emosi dan membina hubungan dengan orang lain. Dalam berdiskusi terkait dengan kecerdasan emosional siswa dimana siswa dilatih untuk mengendalikan emosi, mengelola emosi dan membina hubungan dengan orang lain. Menurut Peterson (Ansari, 2009:68) diskusi dapat menyadarkan siswa mengapa jawabannya salah dan membantu siswa melihat jawaban yang benar. Selain itu diskusi juga dapat menjelaskan kepada siswa gambaran bermacam-macam strategi dan proses yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Dengan adanya diskusi siswa dapat mengemukakan idenya secara lisan dan tulisan, mengambil kesimpulan dari apa yang mereka diskusikan, siswa juga dapat memonitoring dan menilai partisipasi siswa lainnya, dapat berinteraksi dengan lingkungan belajarnya dengan saling memberikan motivasi terhadap kelemahan yang dihadapai siswa lainnya selama proses diskusi berlangsung.

Sedangkan dalam menulis dapat membantu terbentuknya pemahaman secara implisit dan berfikir lebih eksplisit sehingga mereka dapat melihat dan


(39)

17

merefleksikan pengetahuan dan fikirannya. Membantu siswa meningkatkan pemahaman dalam matematika berarti meminta mereka membangun jaringan representasi mental, dan kebiasaan menulis merupakan alat untuk membangun jaringan mental tersebut. Dengan menulis diharapkan siswa dapat menuliskan solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan, mengoerksi kembali pekerjaan melalui diskusi dimana setiap siswa mendengarkan pendapat dari setiap temannya, dapat saling memotivasi diri.

Kecerdasan emosional dan komunikasi merupakan suatu hubungan yang saling berkaitan. Kecerdasan emosional bergerak dibidang intuisi dan diri individu, sedangkan komunikasi berhubungan dengan interaksi individu terhadap lingkungannya. Kecerdasan emosional dengan interaksi sosial akan menghasilkan suatu kenyataan bahwa kecerdasan emosional sangat berperan dalam interaksi sosial yang dilakukan individu. Hal ini dapat terlihat ketika dalam pembelajaran individu berinteraksi dengan lingkungannya, ada yang menghadapinya dengan serius, santai, marah, tenang, dan bahkan ada yang takut atau gagal dalam proses pembelajaran. Hal ini berarti sebagai makhluk sosial peran kecerdasan emosional sangat kita perlukan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan uraian diatas, peningkatkan komunikasi matematis dan kecerdasan emosional siswa dengan pembelajaran cooperative learning tipe Think-Talk-Write (TTW) perlu diteliti dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.


(40)

18

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, bahwa kemampuan komunikasi matematis dan kecerdasan emosional akan mempengaruhi proses pembelajaran matematika, penggunaan strategi yang tidak tepat dalam pembelajaran matematika akan turut mempengaruhi hasil belajar matematika siswa. Berdasarkan hal tersebut dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Rendahnya keterlibatan siswa dalam prose pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan tidak tercapai.

2. Metode pembelajaran yang monoton mengakibatkan tujuan pembelajaran tidak tercapai secara optimal.

3. Guru tidak mempersoalkan kemampuan komunikasi matematis sebagai kompetensi dasar dan guru beranggapan bahwa skill komunikasi tidak dapat dibangun pada saat pembelajaran matematika.

4. Guru tidak memperhatikan kondisi kecerdasan emosional siswa sehingga tidak terjadi interaksi antara siswa dalam proses pembelajaran.

5. Penggunaan strategi pembelajaran matematika yang kurang efektif dengan karakteristik materi pelajaran sehingga siswa kurang aktif dalam belajar.

C. Pembatasan Masalah

Beberapa permasalahan dalam pembelajaran matematika dapat dikatakan sebagai suatu permasalahan yang kompleks, sehingga masalah dalam


(41)

19

pembelajaran matematika perlu dibatasi agar penelitian ini menjadi lebih fokus hanya pada:

1. Masih rendahnya hasil belajar matematika siswa.

2. Kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaiakan permasalahan yang diberikan masih kurang.

3. Kecerdasan emosional siswa dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa.

4. Kurangnya aktivitas siswa dalam pembelajaran.

5. Penggunaan strategi pembelajaran yang kurang efektif dengan karakteristik materi pelajaran, metode mengajar yang kurang berfariasi dan kondisi kecerdasan emosional siswa sehingga siswa kurang aktif dalam belajar.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik daripada siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran biasa?


(42)

20

2. Apakah peningkatan kecerdasan emosional siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik daripada siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran biasa?

3. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa?

4. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kecerdasan emosional siswa?

5. Bagaimana proses penyelesaian masalah komunikasi matematis siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW dan yang diajar dengan menggunakan pembelajaran biasa?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah perolehan informasi tentang peningkatan komunikasi matematis dan kecerdasan emosional siswa dengan menerapkan strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik daripada siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran biasa


(43)

21

2. Untuk mengetahui peningkatan kecerdasan emosional siswa siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik daripada siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran biasa.

3. Untuk mengetahui interaksi antara pendekatan pembelajaran matematika dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

4. Untuk mengetahui interaksi antara pendekatan pembelajaran matematika dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kecerdasan emosional siswa.

6. Untuk mengetahui proses penyelesaian komunikasi matematis siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW dan yang diajar dengan dengan menggunakan pembelajaran biasa?

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan memberikan masukan bagi kegiatan pembelajaran di kelas, salah satunya sebagai upaya peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan kecerdasan emosional siswa. Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW dapat dijadikan sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan kecerdasan emosional siswa dan secara otomatis akan menpengaruhi hasil belajar


(44)

22

siswa dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa.

2. Penggunaan pembelajaran kooperatif tipe TTW akan melahirkan respon positif siswa terhadap pembelajaran matematika sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan dapat menumbuhkan kemampuan kerjasama dan rasa saling memahami diantara siswa.

3. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi guru matematika sebagai salah satu sumber informasi yang dibutuhkan siswa dan sebagai bahan rujukan bagi peneliti yang lain.

G. Definisi Operasional

1. Kemampuan komunikasi matematis

Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam matematika yang berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan siswa dalam berkomunikasi. Kemampuan ini diukur dengan: (1) Menyajikan/menginformasikan pemahaman terhadap masalah yang diberikan; (2) Menginformasikan rencana/cara untuk menyelesaikan masalah; (3) Menginformasikan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana/cara yang diberikan; (4) Menginformasikan evaluasi yang dikerjakan sesuai dengan rencana penyelesaian; dan (5) Menginformasikan/mengkomunikasikan masalah yang diberikan. 2. Kecerdasan emosional


(45)

23

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengenali emosi diri dan emosi orang lain serta mampu mengelolanya dengan baik sehingga tercapai tujuan-tujuan hidupnya dan memiliki hubungan yang baik dengan orang lain.

3. Pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning adalah proses pembelajaran dimana siswa dikelompokkan kedalam kelompok kecil yang terdiri dari 3 sampai 5 orang dengan tujuan agar siswa dapat bekerjasama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.

4. Pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW)

Strategi TTW adalah pembelajaran yang dilakukan dengan melalui tiga tahapan, yaitu tahap Think dimana siswa membaca teks dan membuat catatan secara individual; kemudian tahap Talk dimana siswa berinteraksi dalam kelompok untuk membahas isi catatan; selanjutnya tahap Write dimana siswa mengkonstruksikan pengetahuan hasil dari Think dan Talk secara individual.

5. Pembelajaran biasa

Pembelajaran biasa adalah suatu pembelajaran yang hanya berpusat pada metode ceramah, yang diselingi dengan tanya jawab, diskusi dan pemberian tugas. Dalam hal ini siswa kurang aktif mendapatkan informasi atau konsep sebagai tujuan pembelajaran. Siswa bekerja secara individual atau bekerja sama dengan teman sebangkunya,


(46)

24

kegiatan terakhir siswa mencatat materi yang telah dijelaskan oleh guru dan siswa diberikan latihan untuk dikerjakan disekolah ataupun sebagai tugas rumah.

6. Proses penyelesaian masalah adalah variasi/ kesistematisan jawaban

siswa dari tes kemampuan komunikasi matematis ditinjau dari kemampuan siswa dalam (1) Menyajikan/menginformasikan pemahaman terhadap masalah yang diberikan; (2) Menginformasikan rencana/cara untuk menyelesaikan masalah; (3) Menginformasikan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana/cara yang diberikan; (4) Menginformasikan evaluasi yang dikerjakan sesuai dengan rencana penyelesaian; dan (5) Menginformasikan/mengkomunikasikan masalah yang diberikan.


(47)

186

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab IV dan temuan selama pelaksanaan pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe TTW, diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah:

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik daripada siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran biasa.

2. Peningkatan kecerdasan emosional siswa siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik daripada siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran biasa.

3. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa disebabkan karena faktor pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa.

4. Terdapat interaksi antara pendekatan pemelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kecerdasan emosional siswa. Perbedaan peningkatan kecerdasan emosional siswa disebabkan karena faktor pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa.


(48)

187

5. Proses penyelesaian komunikasi matematis siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW memperoleh kriteria proses jawaban kategori baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran pembelajaran biasa.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, adapun implikasinya adalah terhadap pemilihan pendekatan pembelajaran oleh guru matematika. Guru matematika di sekolah menengah pertama harus mempunyai cukup pengetahuan teoritis maupun keterampilan dalam memilih pendekatan pembelajaran, mampu mengubah siswa menjadi lebih aktif, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkontruksi pengetahuannya sendiri.

Dalam menyelesaikan masalah pada kelas yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan kelas yang menggunakan pembelajaran pembelajaran biasa. Siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih terampil dalam menyelesaikan masalah dibandingkan siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran biasa.

C.Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran kooperatif tipe TTW yang diterapkan pada kegiatan pembelajaran memberikan hal-hal penting untuk perbaikan. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut:


(49)

188

1. Bagi guru matematika

a. Pembelajaran kooperatif tipe TTW pada pembelajaran matematika yang menekankan kemampuan komunikasi matematis dan kecerdasan emosional siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika khususnya dalam mengajarkan materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel.

b. Selain soal-soal latihan yang ada pada buku teks sebaiknya guru menggunakan LAS sebagai perangkat pembelajarannya karena dengan panggunaan LAS siswa lebih bersemangat dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka peroleh.

2. Kepada lembaga terkait

Pembelajaran kooperatif tipe TTW adalah pembelajaran yang masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan kecerdasan emosional siswa.

3. Kepada peneliti lanjutan

Melihat keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, kepada peneliti lanjutan yang ingin melanjutkan penelitian ini dapat lebih melihat aspek yang lain diantaranya:

a. Dari keterbatasan waktu yang ada dalam penelitian ini dimana sampel yang digunakan dari sekolah tanpa memperhatikan akreditasinya maka waktu yang digunakan tidak mencukupi untuk setiap tahapan pembelajaran


(50)

189

kooperatif tipe TTW, oleh karena itu diharapkan peneliti lanjutan bisa mencoba melakukan penelitian di sekolah dengan memperhatikan akreditasi sekolah yang dianggap memiliki kemampuan lebih baik sehingga dimungkinkan waktu yang ada dapat digunakan untuk setiap tahapan pembelajaran ini.

b. Mengganti materi yang lain dengan melihat apakah materi tersebut cocok diterapkan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW.

c. Melihat banyaknya tahapan yang ada dalam pembelajaran kooperatif tipe TTW diharapkan untuk peneliti lanjutan beberapa hari sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu menjelaskan kepada siswa setiap tahapan pembelajaran dan manfaat yang akan diperoleh siswa dari setiap tahapan yang ada.


(51)

190

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

___________. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Ansari, B. (2009). Komunikasi Matematik. Banda Aceh: Yayasan Pena.

________. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write, Disertasi, Bandung: UPI, Tidak dipublikasikan.

Cangara, H. (2008). Pengantar Ilmu Komunikasi. Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Dalyono, M. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Darhim (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal dalam Matematika. Disertasi doktor pada PPS UPI. Tidak diterbitkan .

Farman, A. (2007).Hubungan Tingkat Kecerdasan Emosional Dengan Kemampuan Berinteraksi Sosial Malang: UIN Malang. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Malang. (0n Line) http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/fullchapter.00410068-adi-farman.ps. diakses 18 januari 2012.

Gulo, W (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Grasindo.

Goleman, D. (2001). Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional Mengapa EI lebih penting dari pada IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hadi, S. (2008). Paradigma Baru Pendidikan Matematika. FKIP Universitas Lampung. (On Line) http://suhadiku.blogspot.com/2008/11.html. diakses 30 desember 2011.

Hamalik, O, (2006). Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara Bandung. Hake. (1999). Analyzing Change/Gain Skores. Dept of Physics, Indiana

University. (On Line) http://www.physics.indiana.edu/~AnalyzingChange-Gain.pdf. Diakses 25 April2012

Hasratuddin, (2009). Prosidding, Konfrensi Nasional Pendidikan Matematika III. Medan. Universitas Negeri Medan.


(52)

191

Isjoni. (2009). Cooperative Learning, Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok. Bandung: Alfabet.

Johar, Rahmah. (2007). Modul: Model-model Pembelajaran dan Media Pembelajaran Matematika. Banda Aceh. UNSYIAH. Tidak Diterbitkan. Madjiono, (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurchayanti. (2007). Keefektifan Strategi Think-Talk-Write Berbantuan Lembar Kerja Pada Pokok Bahasan Trigonometri Kelas X SMA Negeri 1 Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara”. Universitas Negeri Semarang. Tidak Diterbitkan.

Nurdiansyah. (2013). Prestasi Belajar Melalui Kecerdasan Emosional. (On Line)

http://duniabembi.blogspot.com/2013/04/prestasi-belajar-melalui-kecerdasan.html. Diakses 5 April 2013.

Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004, Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo. Nurlaili. (2013). Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa SMP Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW (Think Talk Write). UNIMED. Tidak Diterbitkan.

Nurnaningsih. (2011), Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa, Edisi Khusus No 1. Tidak diterbitkan.

Russefendi, (1998). Statistik dasar untuk penelitian pendidikan. Bandung : IKIP Bandung Press.

Saleh. (2007). Pembelajaran Matematika Realistik Untuk Topik Persegi Panjang

dan Persegi di kelas VII SMP Negeri 9 Kendari. (On Line)

http://118.97.35.230/library-2/files/Saleh/Artikelupload.pdf. diakses 18 Januari 2012

Saragih, S. (2007) Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Reaistik. Bandung: PPs UPI. Tidak Diterbitkan

Sardiman. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Wali Pers.

Sinaga, B. (2007). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak (PBM-B3). Surabaya: PPs UNESA. Tidak Diterbitkan.


(53)

192

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor- faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Suherman, H. (1993). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Sutrisno, H. (2000). Statistik 2. Yogyakarta: Andi Offset.

Syah, M. (2003). Psikologi Pendidikan dan Pendekatan Baru. Edisi Revisi Jakarta: Rosda Karya.

Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia.

Tornika, (2007). Pengaruh Kecerdasan Emosional Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Jakarta: Kusuma Negara Yasma Panglima Besar Sudirman.

Yamin, H. M. (2008). Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jakarta: Gaung Persada.


(1)

5. Proses penyelesaian komunikasi matematis siswa yang diajar dengan

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW memperoleh kriteria proses

jawaban kategori baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan

menggunakan pembelajaran pembelajaran biasa.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, adapun implikasinya

adalah terhadap pemilihan pendekatan pembelajaran oleh guru matematika.

Guru matematika di sekolah menengah pertama harus mempunyai cukup

pengetahuan teoritis maupun keterampilan dalam memilih pendekatan

pembelajaran, mampu mengubah siswa menjadi lebih aktif, memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengkontruksi pengetahuannya sendiri.

Dalam menyelesaikan masalah pada kelas yang pembelajarannya

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan kelas

yang menggunakan pembelajaran pembelajaran biasa. Siswa yang

pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih terampil

dalam menyelesaikan masalah dibandingkan siswa yang pembelajarannya

menggunakan pembelajaran biasa.

C.Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran kooperatif tipe TTW yang

diterapkan pada kegiatan pembelajaran memberikan hal-hal penting untuk


(2)

1. Bagi guru matematika

a. Pembelajaran kooperatif tipe TTW pada pembelajaran matematika yang

menekankan kemampuan komunikasi matematis dan kecerdasan

emosional siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk

menerapkan pembelajaran matematika khususnya dalam mengajarkan

materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel.

b. Selain soal-soal latihan yang ada pada buku teks sebaiknya guru

menggunakan LAS sebagai perangkat pembelajarannya karena dengan

panggunaan LAS siswa lebih bersemangat dalam menyelesaikan

permasalahan yang mereka peroleh.

2. Kepada lembaga terkait

Pembelajaran kooperatif tipe TTW adalah pembelajaran yang masih sangat

asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan dengan

harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya dalam

upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan kecerdasan

emosional siswa.

3. Kepada peneliti lanjutan

Melihat keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, kepada peneliti lanjutan

yang ingin melanjutkan penelitian ini dapat lebih melihat aspek yang lain

diantaranya:

a. Dari keterbatasan waktu yang ada dalam penelitian ini dimana sampel yang

digunakan dari sekolah tanpa memperhatikan akreditasinya maka waktu


(3)

kooperatif tipe TTW, oleh karena itu diharapkan peneliti lanjutan bisa

mencoba melakukan penelitian di sekolah dengan memperhatikan akreditasi

sekolah yang dianggap memiliki kemampuan lebih baik sehingga

dimungkinkan waktu yang ada dapat digunakan untuk setiap tahapan

pembelajaran ini.

b. Mengganti materi yang lain dengan melihat apakah materi tersebut cocok

diterapkan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW.

c. Melihat banyaknya tahapan yang ada dalam pembelajaran kooperatif tipe

TTW diharapkan untuk peneliti lanjutan beberapa hari sebelum melakukan

penelitian terlebih dahulu menjelaskan kepada siswa setiap tahapan

pembelajaran dan manfaat yang akan diperoleh siswa dari setiap tahapan


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

___________. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Ansari, B. (2009). Komunikasi Matematik. Banda Aceh: Yayasan Pena.

________. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan

Komunikasi Matematika Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write,

Disertasi, Bandung: UPI, Tidak dipublikasikan.

Cangara, H. (2008). Pengantar Ilmu Komunikasi. Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Dalyono, M. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Darhim (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal dalam Matematika.

Disertasi doktor pada PPS UPI. Tidak diterbitkan .

Farman, A. (2007).Hubungan Tingkat Kecerdasan Emosional Dengan

Kemampuan Berinteraksi Sosial Malang: UIN Malang. Skripsi. Fakultas

Psikologi Universitas Islam Negeri Malang. (0n Line) http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/fullchapter.00410068-adi-farman.ps. diakses 18 januari 2012.

Gulo, W (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Grasindo.

Goleman, D. (2001). Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional Mengapa EI

lebih penting dari pada IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hadi, S. (2008). Paradigma Baru Pendidikan Matematika. FKIP Universitas Lampung. (On Line) http://suhadiku.blogspot.com/2008/11.html. diakses 30 desember 2011.

Hamalik, O, (2006). Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara Bandung. Hake. (1999). Analyzing Change/Gain Skores. Dept of Physics, Indiana

University. (On Line) http://www.physics.indiana.edu/~AnalyzingChange-Gain.pdf. Diakses 25 April2012

Hasratuddin, (2009). Prosidding, Konfrensi Nasional Pendidikan Matematika III. Medan. Universitas Negeri Medan.


(5)

Isjoni. (2009). Cooperative Learning, Mengembangkan Kemampuan Belajar

Kelompok. Bandung: Alfabet.

Johar, Rahmah. (2007). Modul: Model-model Pembelajaran dan Media

Pembelajaran Matematika. Banda Aceh. UNSYIAH. Tidak Diterbitkan.

Madjiono, (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurchayanti. (2007). Keefektifan Strategi Think-Talk-Write Berbantuan Lembar Kerja Pada Pokok Bahasan Trigonometri Kelas X SMA Negeri 1

Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara”. Universitas Negeri

Semarang. Tidak Diterbitkan.

Nurdiansyah. (2013). Prestasi Belajar Melalui Kecerdasan Emosional. (On Line)

http://duniabembi.blogspot.com/2013/04/prestasi-belajar-melalui-kecerdasan.html. Diakses 5 April 2013.

Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004, Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo. Nurlaili. (2013). Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa SMP Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW (Think

Talk Write). UNIMED. Tidak Diterbitkan.

Nurnaningsih. (2011), Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kecerdasan

Emosional Siswa, Edisi Khusus No 1. Tidak diterbitkan.

Russefendi, (1998). Statistik dasar untuk penelitian pendidikan. Bandung : IKIP Bandung Press.

Saleh. (2007). Pembelajaran Matematika Realistik Untuk Topik Persegi Panjang

dan Persegi di kelas VII SMP Negeri 9 Kendari. (On Line)

http://118.97.35.230/library-2/files/Saleh/Artikelupload.pdf. diakses 18 Januari 2012

Saragih, S. (2007) Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan

Matematika Reaistik. Bandung: PPs UPI. Tidak Diterbitkan

Sardiman. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Wali Pers.

Sinaga, B. (2007). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan

Masalah Berbasis Budaya Batak (PBM-B3). Surabaya: PPs UNESA.

Tidak Diterbitkan.


(6)

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor- faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Suherman, H. (1993). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Sutrisno, H. (2000). Statistik 2. Yogyakarta: Andi Offset.

Syah, M. (2003). Psikologi Pendidikan dan Pendekatan Baru. Edisi Revisi Jakarta: Rosda Karya.

Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. (2001). Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia.

Tornika, (2007). Pengaruh Kecerdasan Emosional Siswa Terhadap Hasil Belajar

Matematika Siswa. Jakarta: Kusuma Negara Yasma Panglima Besar

Sudirman.

Yamin, H. M. (2008). Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jakarta: Gaung Persada.