LIMBAH KULIT PISANG KEPOK SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN ETHANOL.

(1)

LIMBAH KULIT PISANG KEPOK

SEBAGAI BAHAN BAKU

PEMBUATAN ETHANOL

OLEH : RETNO DEWATI


(2)

LIMBAH KULIT PISANG KEPOK SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN ETHANOL

Hak Cipta © pada Penulis, hak penerbitan ada pada Penerbit UPN Press

Penulis : Retno Dewati

Diset dengan : MS - Word Font Times New Roman 12

Halaman Isi : 46

Ukuran Buku : 16 x 23 cm

Cetakan I : 2008

Penerbit : UPN ”Veteran” Jatim


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT., karena atas karunia-Nya Monograf yang berjudul Limbah Kulit Pisang Kepok sebagai Bahan Baku Pembuatan Ethanol ini dapat tersusun dengan baik.

Monograf ini membahas tentang pemanfaatan limbah kulit pisang kepok yang dapat diproses menjadi Ethanol .

Kulit pisang Kepok diambil patinya yang mengandung karbohidrat untuk diolah menjadi Ethanol dimulai dengan proses hidrolisis yang dilanjutkan dengan proses fermentasi.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan buku ini, baik bagi mahasiswa maupun pembaca yang lain. Semoga buku ini bermanfaat, dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan teknologi pada umumnya di Indonesia.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga buku ini diterbitkan

Surabaya, Juli 2008


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

1. Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

2. Tanaman Pisang ... 4

2.1 Kegunaannya ... 5

2.2 Komposisi Kulit Pisang... 6

2.3 Pengambilan Pati dari Kulit Pisang... 7

3. Proses Hidrolisis ... 9

3.1 Faktor –faktor Yang Berpengaruh Pada Proses Hidrolisis. 10 3.2 Analisa Kadar Gula Reduksi (DE) ... 12

3.3 Analisa Kadar Glukosa Dengan Metode Luff Schrool ... 13

4. Proses Fermentasi ... 20

4.1 Faktor-faktor Yang Berpengaruh Pada Proses Fermentasi 21 4.2 Tahap Fermentasi ... 23

4.3 Pertumbuhan Mikrobial... 25

4.4 Analisis Kadar Ethanol... 27

4.5 Analisa Dengan Menggunakan Metode Pour Plate... 29

5. Kesimpulan ... 37

Daftar Pustaka ... 38

Lampiran A ... 39


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Kulit Pisang Kepok... 6

Tabel 2. Kadar Glukosa Awal (sebelum fermentasi)... 16

Tabel 3. Kadar Glukosa Setelah Fermentasi Hari ke-1... 16

Tabel 4. Kadar Glukosa Setelah Fermentasi Hari ke-2... 17

Tabel 5. Kadar Glukosa Setelah Fermentasi Hari ke-3... 17

Tabel 6. Kadar Glukosa Setelah Fermentasi Hari ke-4... 18

Tabel 7. Kadar Glukosa Setelah Fermentasi Hari ke-5... 18

Tabel 8. Fase Pertumbuhan... 20

Tabel 9. Kadar Ethanol dan Jumlah Biomassa Pada hari ke-1 ... 30

Tabel 10. Kadar Ethanol dan Jumlah Biomassa Pada hari ke-2 ... 30

Tabel 11. Kadar Ethanol dan Jumlah Biomassa Pada hari ke-3 ... 31

Tabel 12. Kadar Ethanol dan Jumlah Biomassa Pada hari ke-4 ... 31


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram Alir Proses Hidrolisis ... 15

Gambar 2. Grafik Hub. Jumlah Nutrient thd Kadar Glukosa ... 19

Gambar 3. Diagram Alir Proses Fermentasi ... 24

Gambar 4. Diagram Alir Proses Distilasi... 25

Gambar 5. Diagram Alir Analisa Kadar Ethanol ... 28

Gambar 6. Grafik Hub. Jumlah Nutrient thd. Kadar Ethanol ... 33

Gambar 7. Grafik Hub.Waktu Fermentasi thd. Kadar Ethanol... 33 Gambar 8. Grafik Hub. Jumlah Nutrient thd. Jumlah Biomassa . 34 Gambar 9. Grafik Hub. Waktu Fermentasi thd. Jumlah Biomassa 35


(7)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah pisang masih belum mendapatkan penanganan yang cukup karena pada limbah pisang masih mengandung pati, protein, dan serat yang cukup tinggi. Masalah yang sering dihadapi pada industri kimia adalah pemanfaatan bahan-bahan tidak berguna yang murah menjadi bahan-bahan yang lebih berguna dan bernilai tinggi.

Pada masa sekarang kecenderungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang dipakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu, perlu adanya bahan alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk pemecahan masalah energy pada saat ini.

Alkohol dapat dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung senyawa selulosa dengan menggunakan bantuan dari aktivitas mikroba. Penggunaan alkohol khususnya ethanol sebagai bahan bakar merupakan salah satu pemecahan masalah energi dewasa ini. Karena pemakaian energi dari tahun ketahun sangat meningkat sedangkan bahan bakar yang dipakai semakin menipis, sehingga diperlukan alternatif lain dalam mencari sumber bahan bakar yang baru.

Kulit pisang merupakan limbah selulosik dimana pembuatan alkohol dari limbah selulosik merupakan rangkaian dari proses pembuatan glucose, dimana tahap awalnya dengan menghidrolisis menggunakan asam kuat (HCl) pada limbah selulosa tersebut (kulit pisang). Pengambilan kulit pisang sebagai limbah selulosik karena di


(8)

ketahui pada umumnya tebal kulit pisang adalah 41 bagian dari buahnya, oleh karena itu diperlukan pemikiran usaha untuk memanfaatkannya.

Etanol merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat (pati) menggunakan bantuan mikroorganisme . Produksi etanol dari tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat dilakukan melalui proses konversi karbohidart menjadi gula atau glukosa dengan beberapa metode diantaranya dengan hidrolisis asam dan secara enzimatis. Metode hidrolisis secara enzimatis lebih sering digunakan karena lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan katalis asam. Glukosa yang diperoleh selanjutnya dilakukan proses fermentasi atau peragian dengan menambahkan yeast atau ragi sehingga diperoleh etanol.

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat ethanol dari pati kulit pisang kapok serta mencari kondisi yang terbaik dari pembuatan ethanol.

Manfaat Penelitian

- Mengetahui proses pembuatan ethanol dari pati kulit pisang dengan cara fermentasi

- Dapat memberikan nilai tambah pada pemecahan masalah dari limbah selulosik sehingga mengurangi sampah


(9)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka timbul beberapa masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh waktu dan suhu hidrolisis terhadap kadar ethanol ?

2. Perlakuan manakah yang optimal pada proses fermentasi dan hidrolisa pati kulit pisang kepok?


(10)

II. TANAMAN PISANG

Pisang merupakan tanaman asli daerah asia tenggara termasuk Indonesia. Nama latinnya adalah Musa Paradisiaca. Nama ini diberikan sejak sebelum masehi, diambil dari nama dokter kaisar Romawi Octavianus Augustus (63 SM – 14 M) yang bernama Antonius Musa. (Munadjim,1988). Tanaman pisang ini oleh masyarakat dapat dimanfaatkan mulai dari bunga, buah, daun, batang sampai bonggolpun dapat dimanfaatkan untuk dibuat sayur. Pisang merupakan tanaman hortikultura yang penting karena potensi produksinya yang cukup besar dan produksi pisang berlangsung tanpa mengenal musim.

Sejak lama pisang sudah dikenal sebagai buah yang lezat dan berkhasiat bagi kesehatan, karena pisang mengandung gizi sangat baik, antara lain menyediakan energi cukup tinggi dibanding dengan buah2an lain. Walaupun demikian, pemanfaatan pisang masih terbatas. Selain dapat dimakan langsung sebagai buah segar, pisang juga dapat diolah dalam keadaan mentah maupun matang. Pisang mentah dapat diolah menjadi gaplek, tepung dan keripik, sedangkan pisang matang dapat diolah menjadi anggur, sari buah, pisang goreng, pisang rebus, kolak, getuk dan lain sebagainya.

Dalam proses pengolahan buah pisang seperti disebutkan diatas tentunya terdapat limbah kulit pisang. Masyarakat pedesaan memanfaatkan kulit pisang sebagai pakan ternak. Padahal kulit pisang mengandung 18,90 g karbohidrat pada setiap 100 g bahan (Susanto dan Saneto,1994). Karbohidrat tersebut yang nantinya akan diubah


(11)

menjadi alcohol. Untuk mengurangi limbah kulit pisang dan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini kulit pisang dapat difermentasi menjadi minuman. Caranya kulit pisang diolah dengan bantuan Saccharomyces Cereviceae.(Lintal Muna, 2007) 2.1. Kegunaanya

Tanaman pisang merupakan tanaman yang serba guna, mulai dari akar sampai daun dapat digunakan.

a. Umbi batang (Bonggol)

Pati yang terkandung dalam umbi batang pisang dapat dipergunakan sebagai sumber karbohidrat bahkan bisa dikeringkan untuk menjadi abu. Dimana abu dari umbi ini mengandung soda yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan sabun dan pupuk. (Munadjim,1988)

b. Batang pohon

Dapat digunakan sebagai makanan ternak dimusim kekurangan air dan secara sederhana dapat dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk kompos yang bernilai humusnya sangat tinggi. (Munadjim,1988)

c. Daun pisang

Daun yang segar dapat digunakan sebagai makanan ternak dimusim kering dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pembungkus makanan secara tradisional. (Munadjim,1988) d. Bunga pisang


(12)

Bunga pisang yang masih segar (jantung pisang) bisa dijadikan makanan sebagai sayur. (Munadjim,1988)

e. Buah pisang

Selain enak dimakan secara langsung, bisa dijadikan selai pisang yang daya awetnya tinggi dan dapat menghasilkan uang yang lebih serta juga bisa dibuat tepung pisang dari buah yang tua yang belum masak. (Munadjim,1988)

f. Kulit buah pisang

Kulitnya pun bisa untuk makanan ternak, selain itu bisa untuk menghasilkan alkohol yaitu ethanol karena mengandung gula yang mempunyai aroma yang menarik. (Munadjim,1988)

2.2. Komposisi Kulit Pisang

Tabel 1 Komposisi kulit pisang kepok No Hasil test kimiawi

laboratorium Kadar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Air Protein Lemak Gula reduksi Pati Serat kasar Abu Vitamin

Vitamin C mg / 100 gr Mineral

Ca, mg / 100 gr Fe, mg / 100 gr P, mg / 100 gr

73,60% 2,15% 1,34% 7,62% 11,48% 1,52% 1,03% 36 31 26 63


(13)

2.3. Pengambilan Pati Dari Kulit Pisang

Amilum atau dalam bahasa sehari-hari disebut pati terdapat dalam berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang disimpan dalam akar, batang buah, dan sebagai cadangan makanan. Pati adalah polimer D-glukosa dan ditemukan sebagai karbohidrat simpanan dalam tumbuh-tumbuhan, misalnya ketela pohon, pisang, jagung dan lain-lain (Poedjiadi A, 1994).

Kulit pisang kapok digunakan karena mengandung karbohidrat. Karbohidrat tersebut diurai terlebih dahulu melalui proses hidrolisis kemudian difermentasi dengan menggunakan Saccharomyces cereviceae menjadi alcohol.

Pengambilan pati dari kulit pisang kepok (persiapan bahan untuk penelitian) :

1. Buah pisang dikupas dan diambil kulitnya

2. Kulit pisang dicuci bersih lalu diiris kecil – kecil lalu dimasukkan kedalam oven untuk dikeringkan pada suhu 105 °C sampai kering

3. Lalu ditumbuk halus sampai menjadi serbuk

Hasil analisis kandungan pati didalam kulit pisang kepok ( air 7,8 % , pati 10,32 % , gula reduksi 3,4 % , protein 2,05 %) , yang akan digunakan sebagai bahan baku untuk penelitian ini.

Kondisi yang ditetapkan antara lain adalah: pati kulit pisang kepok = 25 gram, aquadest 200 ml, waktu hidrolisa = 50 menit, kecepatan pengadukan = 100 rpm, mikrooranisme yang digunakan Saccharomyces Cereviceae ( Optical density = 0,5 , Panjang


(14)

gelombang = 610 nm, jumlah biomassa awal = 266x 105 cfu/ml), pH fermentasi = 5,57 , suhu hidrolisa = 90 oC , katalis yang digunakan HCl 0,5 N = 15 ml.

Kondisi berubah : waktu fermentasi : 1,2,3,4,5 hari, Nutrient Ammonium Phosphat : 1 ; 2,5 ;4 ; 5,5 ; 7 gram.

Pada penelitian ini menggunakan bahan utama pati dari kulit pisang kepok , bakteri Saccharomyces Cereviceae, HCl 0,5 N dan bahan pembantu aquadest, ammonium Phosphat, PDA (potato dexrtrose agar ) dan SDA (saboro dextrose agar).

Secara umum produksi ethanol ini mencakup tiga rangkaian proses yaitu: pertama persiapan bahan. Kemudian tahap kedua adalah hidrolisis pati kulit pisang kepok dengan ditambah larutan HCl 0,5 N dengan berat tertentu. Hasil hidrolisis kemudian dilakukan tahap ketiga yaitu fermentasi. Secara lengkap bisa dilihat pada bab proses hiodrolisa dan proses fermentasi.


(15)

3. PROSES HIDROLISA

Hidrolisis adalah reaksi kimia antara air dengan suatu zat lain yang menghasilkan satu zat baru atau lebih dan juga dekomposisi suatu larutyan dengan menggunakan air. Proses ini melibatkan pengionan molekul air ataupun peruraian senyawa yang lain (Pudjatmaka dan Qodratillah, 2002).

Reaksi hidrolisis pati berlangsung menurut persamaan reaksi sebagai berikut :

(C6H10O5)n + n H2O n(C6H12O6)

Pati air glukosa

Karena reaksi antara pati dengan air berlangsung sangat lambat, maka untuk memperbesar kecepatan reaksinya diperlukan penambahan katalisator. Penambahan katalisator ini berfungsi untuk memperbesar keaktifan air, sehingga reaksi hidrolisis tersebut berjalan lebih cepat. Katalisator yang sering digunakan adalah asam sulfat, asam nitrat dan asam khlorida.

Dalam reaksi ini menggunakan katalis asam klorida sehingga persamaan reaksi yang terbentuk sebagai berikut :

(C6H10O5)n + n H2O n(C6H12O6)

Pati air glukosa


(16)

3.1. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Pada Proses Hidrolisa

Hidrolisis adalah suatu proses kimia yang menggunakan H2O sebagai pemecah suatu persenyawaan proses hidrolisis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. Jumlah kandungan karbohidrat pada bahan baku: Jumlah kandungan karbohidrat pada bahan baku sangat berpengaruh terhadap hasil hidrolisis asam, dimana bila kandungan karbohidrat sedikit maka jumlah gula yang terjadi juga sedikit, dan sebaliknya bila suspensi terlalu tinggi mengakibatkan kekentalan campuran akan semakin meningkat, sehingga tumbukan antara molekul karbohidrat dan air akan semakin berkurang, dengan demikian maka reaksi pembentukan glukosa semakin berkurang. Bahan yang hendak dihidrolisa diaduk dengan air panas dan jumlah bahan kering umumnya sekitar 18 – 22%.

b. pH: pH berpengaruh terhadap jumlah produk hirolisa. pH ini erat hubungannya dengan konsentrasi asam yang digunakan pada umumnya. pH terbaik sekitar 2,3.

c. Tekanan: Tekanan berpengaruh terhadap jumlah produk hidrolisis. Pada umumnya waktu hidrolisa yang dibutuhkan sekitar 40 – 50 menit. Untuk hidrolisis yang berlangsung pada tekanan atmosfer titik didih larutan 100°C. (Soebijanto,1986) d. Suhu: Pengaruh suhu terhadap kecepatan hidrolisa karbohidrat

akan mengikuti persamaan Arhenius, bahwa semakin tinggi suhunya semakin tinggi konversi yang didapat, tetapi kalau suhu


(17)

terlalu tinggi konversi yang diperoleh akan menurun. Hal ini disebabkan oleh adanya glukosa yang pecah menjadi arang, yang ditunjukkan oleh makin tuanya warna hasil. Disamping itu pada suhu yang tidak terlalu tinggi (tidak melebihi titik didih air) air sebagai zat penghidrolisa tetap berada pada fasa cair, sehingga terjadi kontak yang baik antara molekul – molekul serbuk kulit pisang dengan sebagian air. Dengan demikian reaksi dapat berjalan dengan baik. (Soebijanto,1986)

e. Konsentrasi Katalis: Pada proses hidrolisa, air akan menyerang pati tetapi reaksi antara air dan pati jalannya sangat lambat, sehingga diperlukan katalisator untuk memperbesar kereaktifan air (H2O). Dalam hidrolisa pati menjadi glukosa (C6H12O6) katalisator yang digunakan makin cepat jalannya reaksi hidrolisa. Dalam hubungan ini yang memegang peranan penting adalah konsentrasi ion hydrogen (H+) dimana penggunaan asam ini sedapat – dapatnya terbatas pada nilai yang sekecil – kecilnya, agar garam yang tertinggal didalam hasil akhir proses hidrolisa nantinya tidak banyak. Di dalam industry umumnya dipakai katalisator asam klorida (HCl).

Proses Hidrolisis yang dilakukuan dalam penelitian ini : 1. Pati ditimbang 25 gram.

2. Dimasukkan kedalam labu leher tiga ditambah air 200 ml.

3. Kemudian ditambahkan HCl 0,5 N sebagai katalis sebanyak 15 ml.


(18)

4. Proses hidrolisis berlangsung sesuai dengan kondisi yang ditetapkan yaitu 50 menit dan pada suhu 90 °C dengan kecepatan pengadukan 100 rpm.

5. Diamkan selama 24 jam dalam keadaan tertutup, lalu disaring.

6. Diambil cuplikan hasil hidrolisis untuk dianalisa kadar glukosanya.

3.2. Analisa kadar gula reduksi ( Dextrose Equivalent / DE ) 1. Hasil hidrolisis pati kulit pisang kapok diambil 3 ml

sebagai sample cuplikan, larutan kemudian diencerkan dengan aquadest menjadi 50 ml.

2. Larutan ini diambil 10 ml kemudian ditambahkan 15 ml larutan luff-schrool

3. Erlenmeyer yang berisi larutan tersebut dihubungkan dengna pendingin tegak kemudian dididihkan, diusahakan 2 menit sudah mendidih.

4. Kemudian didinginkan dengan bantuan air kran.

5. Ditambahkan larutan KI 30% 15 ml setelah mendidih dan ditambahkan juga H2SO4 4N dengan hati – hati sebanyak 25 ml.

6. Kemudian dititrasi dengan Natrium Thiosulfat sampai warna menjadi coklat muda, kemudian diberi indikator amylum sampai berubah warna lalu dititrasi kembali sampai larutan menjadi jernih.


(19)

7. Perlakuan yang sama juga untuk blanko, dimana 25 ml aquadest ditambahkan 10 ml larutan luff schrool dikerjakan dengan cara yang sama seperti langkah – langkah diatas.

Pembuatan indikator pati:

- Pati ( ± 1 sendok ) dilarutkan dalam 100 ml aquadest kemudian dididihkan setelah itu didinginkan.

8. Perhitungan : S = ( V titrasi blanko – V titrasi filtrat ) “ Penentuan glukosa, fruktosa, dan gula invert dalam suatu bahan dengan metode Luff-Schrool “

Dari hasil ini dapat diketahui DE / mgr gula reduksi yang terkandung melalui tabel 4 (Sudarmadji).

3.3. Analisa kadar glukosa dengan metode luff schrool

1. Hasil hidrolisa pati kulit pisang (filtrat) diambil sebanyak 3 ml, kemudian diencerkan dengan aquadest hingga 50 ml.

2. Ambil 10 ml filtrate dan ditambahkan 10 ml larutan Luff-Schrool dalam Erlenmeyer.

3. Dibuat pula perlakuan blanko yaitu 10 ml larutan Luff-Schrool dengan 25 ml aquadest.

4. Setelah itu ditambahkan beberapa butir batu didih, kemudian didihkan diusahakan 2 menit sesudah mendidih.

5. Selanjutnya cepat – cepat didinginkan dan ditambahkan 15 ml KI 30% dan dengan hati – hati ditambahkan 25 ml H2SO44N.


(20)

6. Kemudian dititrasi dengan Natrium Thiosulfat sampai warna menjadi coklat muda, kemudian diberi indikator amylum sampai berubah warna lalu dititrasi kembali sampai larutan menjadi jernih.

Indikator pati : pati (± 1 sendok) dilarutkan dalam 100 ml air kemudian dididihkan setelah itu didinginkan.


(21)

Gambar 1. Diagram alir proses Hidrolisis Pati kulit pisang

25 gr

Masukkan dalam labu leher tiga

Setting : Suhu = 90 °C

Waktu = 50 menit

Kecepatan pengdukan = 100 rpm

Diamkan selama 24 jam

Disaring

Filtrat Endapan

Cek pH dan kadar glukosa

Dibuang 15 ml HCl 0,5 N


(22)

Tabel 2. Kadar glukosa awal ( sebelum fermentasi )

Titrasi (ml)

Δv pH

mg glukosa

( DE )

Kadar glukosa

( % ) I II III Rata

-rata Blanko Sampel 37 24 38 22 39 24 38 23,3

14,7 5,57 37,66 6,215

Tabel 3. Kadar glukosa setelah fermentasi pada hari ke 1

Jumlah nutrient ( gram )

Titrasi (ml)

Δv

mg glukosa

( DE )

Kadar glukosa

( % ) blanko sampel Rata

-rata 1 2,5 4 5,5 7 38 38 38 38 38 22,3 22,8 24,3 25,1 25,8 24,6 25,8 26,4 26,1 27,1 22,5 24,7 25,2 26,1 26,6 15,5 13,3 12,8 11,9 11,4 39,899 33,725 32,326 29,884 28,545 6,085 5,560 5,335 4,932 4,711


(23)

Tabel 4. Kadar glukosa setelah fermentasi pada hari ke 2 Jumlah

nutrient ( gram )

Titrasi (ml)

Δv

mg glukosa

( DE )

Kadar glukosa

( % ) blanko sampel Rata

-rata 1 2,5 4 5,5 7 38 38 38 38 38 23,8 25 24,8 25,8 24,7 26,3 25,8 27 26,3 27,3 24,4 25,3 25,5 26,4 26,8 13,6 12,7 12,5 11,6 11,2 34,609 32,235 32,544 29,151 28,033 5,721 5,320 5,206 4,811 4,632

Tabel 5. Kadar glukosa setelah fermentasi pada hari ke 3 Jumlah

nutrient ( gram )

Titrasi (ml)

Δv

mg glukosa

( DE )

Kadar glukosa

( % ) blanko sampel Rata

-rata 1 2,5 4 5,5 7 38 38 38 38 38 23,9 25,5 24,5 26,4 25,1 26,6 25,9 27,5 26,4 28 24,7 25,5 25,85 26,7 27,2 13,3 12,2 12,2 11,3 10,8 33,8 30,974 30,974 28,278 27,011 5,579 5,211 5,111 4,667 4,458


(24)

Tabel 6. Kadar glukosa setelah fermentasi pada hari ke 4 Jumlah

nutrient ( gram )

Titrasi (ml)

Δv

mg glukosa

( DE )

Kadar glukosa

( % ) blanko sampel Rata

-rata 1 2,5 4 5,5 7 38 38 38 38 38 25,6 26,6 25,9 26,7 25,9 27,3 26,8 27,8 27,2 28,4 26,1 26,3 26,6 27,3 27,8 11,9 11,7 11,4 10,7 10,2 29,999 29,454 28,672 26,872 25,545 4,951 4,861 4,732 4,435 4,216

Tabel 7. Kadar glukosa setelah fermentasi pada hari ke 5 Jumlah

nutrient ( gram )

Titrasi (ml)

Δv

mg glukosa

( DE )

Kadar glukosa

( % ) blanko sampel Rata

-rata 1 2,5 4 5,5 7 38 38 38 38 38 25,9 27,3 26,2 27,2 26,5 28,1 26,9 28,7 27,1 28,7 26,6 26,7 27,3 27,8 27,9 11,4 11,3 10,7 10,2 10,1 28,629 28,381 26,878 25,551 24,982 4,725 4,684 4,436 4,217 4,123


(25)

Grafik kadar glukosa setelah proses fermentasi

0 1 2 3 4 5 6 7

1 2.5 4 5.5 7

K

a

d

a

r

G

lu

k

o

sa

(%

)

Jumlah Nutrient (gram)

hari 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5


(26)

4. PROSES FERMENTASI

Fermentasi adalah suatu proses oksidasi karbohidrat anaerob jenih atau sebagian.

Dalam suatu proses fermentasi bahan pangan seperti Natrium Khlorida bermanfaat untuk membatasi pertumbuhan organisme pembusuk dan mencegah pertumbuhan sebagian besar organism yang lain. Suatu fermentasi yang busuk biasanya adalah fermentasi yang mengaklami kontaminasi, sedangkan fermentasi yang normal adalah perubahan karbohidrat menjadi alkohol.

Mikroba yang digunakan untuk fermentasi dapat berasal dari makanan tersebut dan dibuat pemupukan terhadapnya. Tetapi cara tersebut biasanya berlangsung agak lambat dan banyak menanggung resiko pertumbuhan mikroba yang tidak dikehendaki lebih cepat. Maka untuk mempercepat perkembangbiakan biasanya ditambahkan mikroba dari luar dalam bentuk kultur murni ataupun starter (bahan yang telah mengalami fermentasi serupa).

Saccharomyces cereviceae dimanfaatkan untuk melangsungkan fermentasi, baik dalam makanan maupun dalam minuman yang mengandung alcohol. Jenis mikroba ini mampu mengubah cairan yang mengandung gula menjadi alcohol dan gas CO2secara cepat dan efisien ( Sudarmadji K, 1989).


(27)

4.1. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Pada Proses Fermentasi

Proses fermentasi gula menjadi alkohol dengan bantuan ragi tergantung dari faktor – faktor yang mempengaruhi antara lain:

a. Kadar gula

Hampir semua mikroorganisme dapat memfermentasikan glukosa, fruktosa, sukrosa, dan galaktosa sampai kadar gula optimum, massa sel akan bertambah sesuai dengan kadar oksigen yang tersedia hal ini penting dalam proses pembuatan starter dan ragi roti, konsentrasi gula yang baik antara 10 – 18%, apabila dipergunakan konsentrasi lebih dari 18% akan mengakibatkan pertumbuhan ragi terhambatdan waktu fermentasi lama mengakibatkan banyak guka yang tidak terfermentasi, sehingga hasil alkohol akan rendah begitu jug bila konsentrasi kurang dari 10%, maka alkohol yang dihasilkan juga rendah.(D.Syamsul Bahri,1973)

b. Suhu

Suhu berpengaruh terhadap proses fermentasi melalui dua hal yaitu: Secara langsung mempengaruhi aktifitas enzim mikroorganisme dan secara tidak langsung mengurangi hasil alkohol karena penguapan, suhu yang baik untuk fermentasi sekitar 31 – 33°C, pertumbuhan mikroorganisme, pembentukan produk, reaksi pertumbuhan mikrobial juga dipengaruhi oleh suhu. Pembentukan produk juga bergantung pada suhu. (E.Gumbira Said,1987)


(28)

c. pH

pH untuk proses fermentasi berkisar 4,5 – 5. pH adalah pH yang cocok untuk saccharomyces cereviseae dan pada pH ini dapat mencegah pertumbuhan bakteri jenis lain. Pertumbuhan organisme sebagian besar sangat peka terhadap perubahan pH, akan tetapi setiap kelompok organisme mempunyai nilai optimum yang tertentu. Pada keasaman dibawah pH 3 proses fermentasi akan berkurang kecepatannya karena adanya aktifitas fermentasi.

d. Nutrient yang dibutuhkan

Bahan nutrient yang ditambahkan kedalam bahan yang difermentasi adalah zat – zat yang mengandung phosphor dan nitrogen seperti super phosphat, ammonium sulfat, ammonium phosphat, urea, dan lain – lain. Selain itu juga biasa ditambahkan magnesium sulfat. Karena bakteri terdiri dari unsur – unsur C,H,O,N, dan P, maka dapat dipastikan bahwa bila kekurangan unsur – unsur tersebut maka bakteri tidak akan tumbuh dengan baik atau berkembang biak. Hal ini mempengaruhi produk fermentasi, bila nutrient yang ditambahkan terlalu banyak maka akan terjadi kejenuhan yang akan menghambat pertumbuhan sel yang berakibat produk fermentasi terpengaruhi.

e.Waktu fermentasi

Waktu fermentasi diperlukan dipengaruhi oleh temperature, konsentrasi gula, dan faktor – faktor lainnya tetapi biasanya waktu yang diperlukan antara 30 – 72 jam.


(29)

4.2. Tahap Fermentasi

1. Alat – alat yang akan digunakan sebelumnya disterilkan terlebih dahulu dalam autoclave dengan suhu 121 °C selama 20 menit.

2. Kemudian ditambahkan nutrisi Ammonium phosphat kedalam larutan hasil hidrolisis sesuai dengan variabel peubah.

3. Untuk menentukan jumlah biomassa awal:

- Siapkan aquadest steril sebanyak 50 ml

- Ambil biakan saccharomyces cereviceae dengan menggunakan ose lalu masukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi air steril 50 ml.

- Ambil 3 ml larutan tersebut masukan dalam tabung spektofotometri dan set panjang gelombang 610 nm dan ukur OD sampai 0,5.

- Siapkan air steril masing – masing 9 ml dalam 5 tabung reaksi.

- Pipet 1 ml hasil larutan yang berisi bakteri saccharomyces cereviceae kedalam tabung reaksi 1 lalu homogenkan, dan beri label 101.

- Dari tabung reaksi pertama ambil 1 ml masukan dalam tabung reaksi ke dua lalu homogenkan, dan beri label 102.

- Pengenceran diteruskan sampai pada tabung ke 5 pada label 105, lalu ambil 1 ml tuangkan ke dalam petridist steril dan tambahkan kurang lebih 10 ml media SDA,


(30)

goyang searah angka 8 agar tersebar merata dipetrisit dan tidak menumpuk, lalu tumbuhkan selama 1 – 2 hari.

- Dan hitung jumlah koloni yang terdapat pada petridist tersebut.

4. Volume hidrolisis yang sudah ditambahkan nutrient ditambahkan juga biakan saccharomyces sebanyak 10% dari volume fermentasi kemudian ditutup rapat.

5. Fermentasi dilakukan sesuai dengan variabel yang telah ditentukan.

Gambar 3. Diagram alir Proses Fermentasi Larutan hasil

hidrolisis 50 ml

Difermentasikan sesuai waktu yang telah

ditentukan Nutrient ammonium phosphat

Saccharomyces awal 266 x 105 cfu/ml


(31)

Gambar 4. Diagram alir Proses Distilasi

4.3. Pertumbuhan Mikrobial

Istilah pertumbuhan umum digunakan untuk bakteri dan mikroorganisme lain dan biasanya mengacu pada perubahan didalam hasil panen sel (pertambahan total massa sel) dan bukan perubahan individu organisme. Inokulum hampir selalu mengandung ribuan organism; pertumbuhan menyatakan pertambahan jumlah dan atau

Larutan hasil fermentasi 25 ml

Dalam labu leher tiga dan pasang alat distilasi

Setting suhu 78 – 80 °C Aquadest 100 ml

Hasil distilasi didinginkan pada suhu 20 °C

Selama ± 15 – 20 menit


(32)

massa melebihi yang ada di dalam inokulum asalnya.Selama fase pertumbuhan seimbang (balance growth) pertambahan massa bakteri berbanding lurus (proposional) dengan pertambahan komponen selular yang lain seperti protein.

Tabel 8. Fase Pertumbuhan

Fase Pertumbuhan Ciri - ciri

Lamban ( lag )

Logaritma atau eksponensial

Statis

Penurunan atau kematian

Tidak ada pertambahan populasi

Sel mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi

Bertambah ukurannya substansi intraselular bertambah

Sel membelah dengan laju konstan

Massa menjadi dua kali lipat dengan laju sama

Aktivitas metabolik konstan

Penumpukan produk beracun dan / atau kehabisan nutrient

Beberapa sel mati sedangkan yang lain tumbuh dan membelah

Jumlah sel hidup menjadi tetap

Sel menjadi mati lebih cepat daripada terbentuknya sel – sel baru

Laju kematian mengalami percepatan menjadi eksponensial

Bergantung pada spesiesnya, semua sel mati dalam waktu


(33)

4.4. Analisa Kadar Ethanol

Analisis kadar Ethanol

1. Ambil 25 ml filtrat hasil lalu ditambahkan 100 ml aquadest.

2. Suhu distilasi diatur sesuai dengan titik didih ethanol yaitu sebesar ± 78 °C. Hasil dari distilasi ditampung dengan Erlenmeyer. Distilasi dianggap selesai bila dalam 15 menit tidak ada lagi tetesan.

3. Dinginkan pada suhu 20 °C.

4. Kemudian ditimbangkan dengan menggunakan piknometer untuk diukur berat jenis ethanol yang terbentuk. Kemudian masuk dalam perhitungan:

Timbangan piknometer kosong = A gr Timbangan piknometer + isis = B gr Volume piknometer = 10 ml

Menghitung berat jenis (ρ)

5. Setelah diketahui ρ lalu lihat pada tabel Perry (edisi 5 tabel 3 – 110) untuk mengetahui kadar ethanol.


(34)

Gambar 5. Diagram alir Analisa kadar Ethanol

Diambil 10 ml Larutan hidrolisa

Ambil 3 ml 50 ml aquadest

Larutan luff school 10 ml Batu didih

Larutan didinginkan

Titrasi dengan N2S2O3

15 ml larutan KI 30% 25 ml H2SO44N

Dididihkan

Ditambahkan indikator pati 2 -3 ml

Dititrasi kembali

Sampai berubah warna


(35)

4.5. Analisa dengan Menggunakan Metode Pour Plate

Menghitung jumlah biomassa saccharomyces cereviceae pada proses fermentasi (metode pour plate)

1. Siapkan 10 tabung reaksi yang berisi masing – masing 9 ml air steril.

2. Ambil 1 ml hasil fermentasi masukan dalam tabung reaksi 1 lalu homogenkan dan beri label 101.

3. Dari tabung reaksi 1 ambil 1 ml lagi masukan kedalam tabung reaksi ke 2 lalu homogenkan dan beri label 102. 4. Pengenceran dilakukan sampai tabung reaksi ke 10 dan

beri label 1010.

5. Lalu ambil 1 ml dari tabung reaksi ke 10 masukan kedalam petridist steril dan tambahkan 10 ml media SDA, goyang searah angka 8 agar mikroba tersebar merata didalam petridist dan tidak menumpuk.


(36)

Tabel 9. Kadar ethanol dan jumlah biomassa pada hari ke 1 Jumlah

nutrient ( gram )

Berat pikno isi

( gram )

Δm ρ alkohol

Kadar ethanol ( % ) Jumlah koloni (1010 cfu/ml) 1 2,5 4 5,5 7 19,7911 19,7802 19,7548 19,7106 19,7366 9,9165 9,9056 9,8802 9,836 9,862 0,99165 0,99056 0,98802 0,9836 0,9862 3,64 4,28 5,86 7,21 6,36 32 74 138 186 154

Tabel 10. Kadar ethanol dan jumlah biomassa pada hari ke 2 Jumlah

nutrient ( gram )

Berat pikno isi

( gram )

Δm ρ alkohol

Kadar ethanol ( % ) Jumlah koloni (1010 cfu/ml) 1 2,5 4 5,5 7 19,7882 19,79348 19,760097 19,745197 19,744797 9,9136 9,91888 9,885497 9,870597 9,870197 0,99136 0,991888 0,9885497 0,9870597 0,9870197 4,2 4,52 6,49 7,53 6,51 61 86 165 214 190


(37)

Tabel 11. Kadar ethanol dan jumlah biomassa pada hari ke 3 Jumlah

nutrient ( gram )

Berat pikno isi

( gram )

Δm ρ alkohol

Kadar ethanol ( % ) Jumlah koloni (1010 cfu/ml) 1 2,5 4 5,5 7 19,717402 19,722549 19,67977 19,706836 19,60333 9,842802 9,847949 9,80517 9,832236 9,72873 0,9842802 0,9847949 0,980517 0,9832236 0,972873 7,99 8,29 8,34 9,06 7,1 205 236 266 329 224

Tabel 12. Kadar ethanol dan jumlah biomassa pada hari ke 4 Jumlah

nutrient ( gram )

Berat pikno isi

( gram )

Δm ρ alkohol

Kadar ethanol ( % ) Jumlah koloni (1010 cfu/ml) 1 2,5 4 5,5 7 19,746786 19,747245 19,737606 19,725827 19,724933 9,872645 9,872186 9,863006 9,851227 9,850333 0,9872645 0,9872186 0,9863006 0,9851227 0,9850333 6,35 6,38 6,98 7,77 6,9 155 158 205 265 211


(38)

Tabel 13. Kadar ethanol dan jumlah biomassa pada hari ke 5 Jumlah

nutrient ( gram )

Berat pikno isi ( gram )

Δm ρ alkohol

Kadar ethanol

( % )

Jumlah koloni

(1010 cfu/ml) 1

2,5 4 5,5

7

19,8656312 19,766346 19,7414667

19,727165 19,736555

9,910312 9,891746 9,868667 9,852568 9,861955

0,9910312 0,9891746 0,9868667 0,9852568 0,9861955

4,94 5,13 6,61 7,68 6,7

105 123 184 258 231


(39)

0 2 4 6 8 10

1 2.5 4 5.5 7

K a d a r E th a n o l (% )

Jumlah Nutrient (gram)

hari 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5

Gambar 6. Grafik hubungan Jumlah Nutrient terhadap kadar Ethanol

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

K a d a r E th a n o l (% )

Waktu Fermentasi (hari)

Grafik Kadar Ethanol

nutrient 1gr

nutrient 2.5gr

nutrient 4 gr

nutrient 5.5

nutrient 7gr

Gambar 7. Grafik Hubungan Waktu Fermentasi terhadap Kadar Ethanol


(40)

0 50 100 150 200 250 300 350

1 2.5 4 5.5 7

Ju

m

la

h

B

io

m

a

ss

a

(1

0

1

0cf

u

/m

l)

Jumlah nutrient (gram)

hari 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5

Gambar 8. Grafik Hubungan Jumlah Nutrient terhadap Jumlah Biomassa Saccharomyces Cereviceae


(41)

0 50 100 150 200 250 300 350

1 2 3 4 5

Ju

m

la

h

B

io

m

a

ss

a

(1

0

1

0cf

u

/m

l)

Waktu Fermentasi (hari)

nutrient 1 nutrient 2 nutrient 3 nutrient 4 nutrient 5

Gambar 9. Grafik Hubungan Waktu Fermentasi terhadap Jumlah Biomassa saccharomyces cereviceae

Keterangan:

Jumlah biomassa 1010cfu/ml

Dari gambar grafik 6 dan 7 terlihat bahwa kadar ethanol tertinggi diperoleh pada waktu fermentasi 3 hari dan dengan jumlah nutrient 5,5 gram. Kenaikkan kadar ethanol bergerak cepat pada awal fermentasi dari waktu fermentasi 1 hari sampai 3 hari, namun begitu memasuki waktu fermentasi 4 hari dan 5 hari kadar ethanol yang di dapat mulai menurun. Hal ini sesuai dengan yang tertulis di landasan teori, bahwa waktu fermentasi antara 30 – 72 jam / ± 1 – 3 hari.


(42)

Dari gambar grafik 8 dan 9 jumlah saccharomyces cereviceae pada waktu fermentasi 1 hari sampai 3 hari dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik sehingga dapat menghasilkan enzim zimase yang berfungsi merombak glukosa menjadi ethanol. Glukosa sebagai vitamin C dan ammonium phosphate sebagai sumber nutrisi masih terdapat di dalam media fermentasi ammonium phosphate adalah zat yang mengandung phosphor dan nitrogen. Nutrient yang ditambahkan tidak boleh terlalu sedikit atau terlalu banyak, terlalu sedikit akan mempengaruhi perkembangan saccharomyces dalam mengubah menjadi ethanol karena bakteri terdiri dari C, H, O, N, dan P maka unsur yang diperlukan seimbang dan tepat. Terlalu banyak pada media fermentasi terjadi kejenuhan yang akan menghambat pertumbuhan sel yang berakibat penurunan kadar ethanol.

Hasil terbaik dari fermentasi adalah pada 3 hari dengan jumlah nutrient yang ditambahkan 5,5 gr. Jumlah biomassa saccharomyces cereviceae 329 x 1010cfu / ml, kadar ethanol 9,06%.


(43)

5. KESIMPULAN

1. Kulit pisang kepok dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan ethanol

2. Fermentasi dalam pembuatan ethanol dipengaruhi oleh suhu dan waktu hidrolisis, jumlah nutrient yang ditambahkan dan waktu fermentasi.

3. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa kadar ethanol yang didapat dari pati kulit pisang dengan proses hidrolisis dan fermentasi akan mencapai hasil yang terbaik pada kondisi:

- Jumlah biomassa = 329 x 1010cfu / ml

- Jumlah nutrient = 5,5 gram

- Waktu fermentasi = 3 hari

- Kadar ethanol = 9,06% 5.1 Saran

1. Pembutan ethanol dapat dilakukan dengan mencoba menggunakan mikroorganisme selain saccharomyces cereviceae supaya didapatkan kadar ethanol yang lebih besar. 2. Penggunaan bahan – bahan hasil limbah buangan perlu

diperhatikan untuk dapat diolah menjadi produk yang lebih bermanfaat, ramah lingkungan dan terlebih penting lagi yaitu mengurangi limbah.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dwidjoseputro,Dr,“Dasar-dasar Mikrobiologi”, Penerbit Djambatan, cetakan ke-6, 1982.

2. Hari Purnomo, Adiono, “Ilmu Pangan”, Penerbit Universitas Indonesia, 1982.

3. John M de Man, “Kimia Makanan”, edisi ke-2, Penerbit ITB Bandung, 1957.

4. Munadjim,Drs,” Teknologi Pengolahan Pisang”, Penerbit PT Gramedia, Jakarta.

5. Pelczar, MJ and R.D.Reid,” Microbiology”, Mc Graw Hill Book Co.Inc, New York, 1959.

6. Perry ,Robert H, Don W green,”Perry’s Chemical Engineer’s hand book”,5ed, Mc Graw Hill, New York.

7. Prescot, S.C and G Dunn,”Industrial Microbiology”, 3rded, Mc graw Hill Book Co Inc, New York, 1958.

8. Said,E,Gumbira,” Bio Industry Penerapan Teknologi Fermentasi”, PT Mediyatna Sarana Perkasa ,Jakarta.

9. Sudarmadji, Slamet, Bambang Haryono , Suhardi,” Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian,” Penerbit Liberty..

10. Tjokrodikoesoema, P Soebijanto,” HFS dan Industri Kayu Lainnya”, PT Gramedia, Jakarta.

11. Winarno FG,” Kimia Pangan dan Gizi”, Penerbit PT Gramedia, Jakarta, 1982.


(45)

LAMPIRAN A

1. Pembuatan larutan luff-schrool

50 gram asam sitrat (C6H8O7.H2O) dalam 50 ml aquadest (larutan I) kemudian larutkan 388 gr soda murni (Na2CO3.10H2O) dalam 300 ml aquadest mendidih (larutan II). Asam sitrat dituangkan kedalam larutan soda yang sudah mendidih dan ditambahkan 125 gr cupri sulfat (CuSO4.5H2O) dalam 10 ml aquadest (larutan III). Campuran tersebut diencerkan denga aquadest sampai 1000 ml dan disaring.

2. Pembuatan larutan Na2S2O3(Thio) 0,1 N

Sebanyak 25 gram Na2S2O3.5H2O dilarutkan dalam labu takar 1000 ml dengan aquadest yang dididihkan dan ditambahkan aquadest tersebut sampai tanda garis.

3. Standarisasi larutan thio 0,1 N

140 – 150 mg kalium yodat (KIO3 BM = 214,016) dilarutkan dalam 24 ml aquadest dan ditambahkan 2 gr KI. Tambahkan 10 ml HCl 2N larutan dititrasi dengan Na2S2O3yang akan distandarisasi sampai warna berubah dari merah bata menjadi kuning pucat. Kemudian ditambahkan 3 tetes larutan pati dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang. Dihitung normalitas Na2S2O3dari hasil rata – rata 2 kali ulangan.


(46)

a. Berat KIO3= 0,1426 gr V Na2S2O3= 39,2 ml N Na2S2O3= 0,1020 b. berat KIO3= 0,1447 V Na2S2O3= 39,5 ml N Na2S2O3= 0,1046

4. Pembuatan larutan KI 30%

Timbangan 30 gram KI masukkan dalam labu ukur 1000 ml dan tambahkan aquadest sampai tanda garis, kocok pelan agar KI dapat larut sempurna.

5. Pembuatan larutan HCl 0,5 N

HCl pekat dengan kadar 37% pada 20 C mempunyai berat jenis = 1,19 gr/cm3. (Perry tab 2-57 edisi 7); BM (berat molekul = 36,5) dan valensi (n = 1).

37% = persen berat HCl dalam 100 gr larutan.

Vlarutan=

= 84,0336 ml

N =

N =


(47)

Rumus pengenceran: V1x N1= V2x N2 0,5 x 500 = V2x 12,06 V2= 27,73 ml

Dengan demikian 27,73 ml HCl pekat 37% dilarutkan dengan aquadest sampai volume 500 ml.

6. Standarisasi HCl 0,5 N

Timbang kira – kira 0,75 gram natrium tetraboraks (Na2B4O7.10H2O) BM = 381,2; ek = 2 dengan ketelitian 0,001 gr dalam gelas arloji kemudian dipindahkan dalam erlenmeyer 250 ml larutkan dengan air suling, kemudian tambahkan 3 tetes metil merah dan dititrasi dengan HCl 0,5 N hingga warna merah muda, lakukan titrasi sebanyak 2 kali.

Perhitungan: N =

Dimana:

W = berat natrium tetraborak (mg) V = volume HCl 0,5 N yang digunakan Diketahui:

- Volume titrasi (1) = 7,8 ml

- Volume titrasi (2) = 8,0 ml

- Volume titrasi rata – rata = 7,9 ml N =


(48)

N = 0,4981

Jadi normalisasi HCl yang sebenarnya adalah 0,4981 N.

7. Pembuatan H2SO44 N

H2SO4pekat dengan kadar 98% pada suhu 20 °C mempunyai berat jenis (1,8361 gr/cm3) BM H2SO498 dan valensi (n) = 2. 98% = % berat 98 gram H2SO4dalam 100 gram larutan.

=

= 54,4633 ml

N =

N =

N =

N = 36,72 N Rumus pengenceran:

V1x N1= V2x N2

V1x 36,72 = 1000 ml x 4 N V1= 108,93246 ml

Dengan demikian 108,93246 ml H2SO4pekat 98% dilarutkan dalam 1000 ml aquadest.


(49)

LAMPIRAN B

1. Contoh perhitungan Dextrose ekivalen (pada kadar glukosa awal) Titrasi blanko :

I. 37 ml II. 38 ml III. 39 ml

Rata-rata titrasi blanko = 38 ml Titrasi sample :

I.24 ml II.22 ml III.24 ml

Rata-rata titrasi sample = 23,3 ml

Selisih titrasi = (titrasi blanko – titrasi sample)

∆V = 38 ml – 23,3 ml = 14,7 ml

Dari tabel 4 Sudarmadji didapat mgr glukosa (DE) dari selisih thio dengan cara interpolasi :

( X – X1)/ (X2-X1) = (Y – Y1)/(Y2– Y1)

(14,7 – 14 ) / (15 – 14) = (Y2– 35,7 )/ (38,5 – 35,7 ) Y2= 37,66

Jadi dextrose ekivalen atau mgr glukosanya adalah 37,66 mgr.

2. Contoh perhitungan berat sample pada suhu 20º C Berat piknometer kosong = 9,8746 gr


(50)

Selisih berat piknometer = piknometer isi – piknometer kosong = ( 19,9732 - 9,8746 ) gr

= 10,0986 gram Volume piknometer = 10 cc ( pada suhu 20 ºC)

ρ Cairan = massa/volume

= 10,0986 / 10 cc = 1,0986 gr/cm3

Jadi densitas dari cairan pati adalah 1,0986 gr/cm3 Untuk massa liquid volume 3 ml:

Massa Liquid = ρ x Volume

= 1,0986 x 3 ml = 3,02958 gram

Jadi massa liquid dengan volume 3 ml adalah 3,02958 gram.

3. Contoh perhitungan glukosa awal Diketahui : factor pengenceran : 50/10 = 5

Mgr glukosa = 37,66 gram Berat sample = 3,02958 gram Rumus perhitungan kadar glukosa :

Kadar glukosa = (37,66 gram x 5) / (3,02958 gr x 1000 mgr) x 100% = 6,215 %


(51)

4. Contoh Perhitungan Kadar Alkohol

Perhitungan kadar alcohol pada jumlah nutrient 1 gram pada fermentasi hari ke – 1

Berat piknometer kosong = 9,8746 gr Berat piknometer isi = 19,9711 gr

Selisih berat piknometer = piknometer isi – piknometer kosong = ( 19,9711 - 9,8746 ) gr

= 9,9165 gram Volume piknometer = 10 cc

ρ Cairan = massa/volume

= 9,9165 / 10 cc = 0,99165 gr/cm3

Dari table Perry (edisi 5 tabel 3-110) didapat kadar ethanol dengan cara interpolasi : ( pada suhu 20ºC)

( X – X1)/ (X2-X1) = (Y – Y1)/(Y2– Y1)

(0,99165 – 0,99275) / (0,99103 – 0,99275) = (Y2– 3 )/ (4 – 3 ) Y2= 3,64 %

Jadi kadar alcohol untuk jumlah nutrient 1 gram dan lama waktu fermentasi 1 hari kadar ethanolnya adalah 3,64 %.


(52)

5 . Tabel Penentuan Glukosa, Fruktosa, dan gula invert dalam suatu bahan dengan metode luff- schrool.

ml 0,1 N Na-thiosulfat

Glukosa,fruktosa,gula invert mg C6H12O6

∆ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 2,4 4,8 7,2 9,7 12,2 14,7 17,2 19,8 22,4 25 27,6 30,3 33 35,7 38,5 41,3 44,2 47,1 50 53 56 59,1 62,2 -2,4 2,4 2,5 2,5 2,5 2,5 2,6 2,6 2,6 2,6 2,7 2,7 2,7 2,8 2,8 2,9 2,9 2,9 3 3 3,1 3,1


(1)

Rumus pengenceran: V1x N1= V2x N2 0,5 x 500 = V2x 12,06 V2= 27,73 ml

Dengan demikian 27,73 ml HCl pekat 37% dilarutkan dengan aquadest sampai volume 500 ml.

6. Standarisasi HCl 0,5 N

Timbang kira – kira 0,75 gram natrium tetraboraks (Na2B4O7.10H2O) BM = 381,2; ek = 2 dengan ketelitian 0,001 gr dalam gelas arloji kemudian dipindahkan dalam erlenmeyer 250 ml larutkan dengan air suling, kemudian tambahkan 3 tetes metil merah dan dititrasi dengan HCl 0,5 N hingga warna merah muda, lakukan titrasi sebanyak 2 kali.

Perhitungan: N =

Dimana:

W = berat natrium tetraborak (mg) V = volume HCl 0,5 N yang digunakan Diketahui:

- Volume titrasi (1) = 7,8 ml

- Volume titrasi (2) = 8,0 ml


(2)

N = 0,4981

Jadi normalisasi HCl yang sebenarnya adalah 0,4981 N.

7. Pembuatan H2SO44 N

H2SO4pekat dengan kadar 98% pada suhu 20 °C mempunyai berat jenis (1,8361 gr/cm3) BM H2SO498 dan valensi (n) = 2. 98% = % berat 98 gram H2SO4dalam 100 gram larutan.

=

= 54,4633 ml

N =

N =

N =

N = 36,72 N Rumus pengenceran:

V1x N1= V2x N2

V1x 36,72 = 1000 ml x 4 N V1= 108,93246 ml

Dengan demikian 108,93246 ml H2SO4pekat 98% dilarutkan dalam 1000 ml aquadest.


(3)

LAMPIRAN B

1. Contoh perhitungan Dextrose ekivalen (pada kadar glukosa awal) Titrasi blanko :

I. 37 ml II. 38 ml III. 39 ml

Rata-rata titrasi blanko = 38 ml Titrasi sample :

I.24 ml II.22 ml III.24 ml

Rata-rata titrasi sample = 23,3 ml

Selisih titrasi = (titrasi blanko – titrasi sample)

∆V = 38 ml – 23,3 ml = 14,7 ml

Dari tabel 4 Sudarmadji didapat mgr glukosa (DE) dari selisih thio dengan cara interpolasi :

( X – X1)/ (X2-X1) = (Y – Y1)/(Y2– Y1)

(14,7 – 14 ) / (15 – 14) = (Y2– 35,7 )/ (38,5 – 35,7 ) Y2= 37,66

Jadi dextrose ekivalen atau mgr glukosanya adalah 37,66 mgr.


(4)

Selisih berat piknometer = piknometer isi – piknometer kosong = ( 19,9732 - 9,8746 ) gr

= 10,0986 gram Volume piknometer = 10 cc ( pada suhu 20 ºC)

ρ Cairan = massa/volume

= 10,0986 / 10 cc = 1,0986 gr/cm3

Jadi densitas dari cairan pati adalah 1,0986 gr/cm3 Untuk massa liquid volume 3 ml:

Massa Liquid = ρ x Volume

= 1,0986 x 3 ml = 3,02958 gram

Jadi massa liquid dengan volume 3 ml adalah 3,02958 gram.

3. Contoh perhitungan glukosa awal Diketahui : factor pengenceran : 50/10 = 5

Mgr glukosa = 37,66 gram Berat sample = 3,02958 gram Rumus perhitungan kadar glukosa :

Kadar glukosa = (37,66 gram x 5) / (3,02958 gr x 1000 mgr) x 100% = 6,215 %


(5)

4. Contoh Perhitungan Kadar Alkohol

Perhitungan kadar alcohol pada jumlah nutrient 1 gram pada fermentasi hari ke – 1

Berat piknometer kosong = 9,8746 gr Berat piknometer isi = 19,9711 gr

Selisih berat piknometer = piknometer isi – piknometer kosong = ( 19,9711 - 9,8746 ) gr

= 9,9165 gram Volume piknometer = 10 cc

ρ Cairan = massa/volume

= 9,9165 / 10 cc = 0,99165 gr/cm3

Dari table Perry (edisi 5 tabel 3-110) didapat kadar ethanol dengan cara interpolasi : ( pada suhu 20ºC)

( X – X1)/ (X2-X1) = (Y – Y1)/(Y2– Y1)

(0,99165 – 0,99275) / (0,99103 – 0,99275) = (Y2– 3 )/ (4 – 3 ) Y2= 3,64 %

Jadi kadar alcohol untuk jumlah nutrient 1 gram dan lama waktu fermentasi 1 hari kadar ethanolnya adalah 3,64 %.


(6)

5 . Tabel Penentuan Glukosa, Fruktosa, dan gula invert dalam suatu bahan dengan metode luff- schrool.

ml 0,1 N Na-thiosulfat Glukosa,fruktosa,gula invert mg C6H12O6 ∆ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 2,4 4,8 7,2 9,7 12,2 14,7 17,2 19,8 22,4 25 27,6 30,3 33 35,7 38,5 41,3 44,2 47,1 50 53 56 59,1 62,2 -2,4 2,4 2,5 2,5 2,5 2,5 2,6 2,6 2,6 2,6 2,7 2,7 2,7 2,8 2,8 2,9 2,9 2,9 3 3 3,1 3,1