PENDEKATAN KONFLIK KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA PADA TOPIK SUHU DAN KALOR.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

Pernyataan ... i

Abstrak ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Lampiran ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Operasional... 6

F. Asumsi dan Hipotesis ... 8

BAB II PENDEKATAN KONFLIK KOGNITIF, PENGUASAAN KONSEP, BERPIKIR KRITIS, DAN SUHU DAN KALOR A. Teori Belajar Konstruktivisme ... 9

B. Pendekatan Konflik Kognitif ... 11

C. Pembelajaran Konvensional ... 13

D. Penguasaan Konsep Fisika ... 15

E. Keterampilan Berpikir Kritis ... 16

F. Deskripsi Materi ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 31

B. Populasi dan Sampel ... 32

C. Prosedur Penelitian... 32

D. Alur Penelitian ... 34

E. Instrumen Penelitian... 35

F. Teknik Pengumpulan Data ... 36


(2)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 43

1. Penguasaan Konsep ... 43

2. Keterampilan Berpikir Kritis ... 49

3. Keterlaksanaan Pendekatan Pembelajaran Konflik Kognitif ... 55

4. Tanggapan Siswa terhadap Pendekatan Pembelajaran Konflik Kogitif ... 56

5. Tanggapan Guru terhadap Pendekatan Pembelajaran Konflik Kognitif ... 57

B. Pembahasan ... 58

1. Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Konflik Kognitif ... 58

2. Penguasaan Konsep Suhu dan Kalor ... 58

3. Keterampilan Berpikir Kritis ... 62

4. Keterlaksanaan Pendekatan Pembelajaran Konflik Kognitif ... 65

5. Tanggapan Siswa terhadap Pendekatan Pembelajaran Konflik Kognitif ... 66

6. Tanggapan Guru terhadap Pendekatan Pembelajaran Konflik Kognitif ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69 Daftar Pustaka


(3)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Indikator Berpikir Kritis... 19

Tabel 3.1 Desain Penelitian... 31

Tabel 3.2 Kategori Validitas Butir Soal ... 38

Tabel 3.3 Koefisien Korelasi Reabilitas... 38

Tabel 3.4 Kategori Kesukaran... 39

Tabel 3.5 Kategori Daya Pembeda ... 40

Tabel 3.6 Rata-rata gain yang dinormalisasi dan kategorinya ... 40

Tabel 4.1 Hasil uji normalitas, uji homogenitas dan uji-t tes awal penguasaan konsep siswa ... 44

Tabel 4.2 Hasil uji normalitas, uji homogenitas dan uji-t tes akhir penguasaan konsep siswa ... 45

Tabel 4.3 Hasil uji normalitas, uji homogenitas dan uji-t <g> penguasaan konsep siswa ... 46

Tabel 4.4 Prosentase penguasaan konsep siswa setiap sub konsep ... 48

Tabel 4.5 Hasil uji normalitas, uji homogenitas dan uji-t tes awal keterampilan berpikir kritis siswa ... 50

Tabel 4.6 Hasil uji normalitas, uji homogenitas dan uji-t tes akhir keterampilan berpikir kritis siswa ... 52

Tabel 4.7 Hasil uji normalitas, uji homogenitas dan uji-t keterampilan berpikir kritis siswa ... 53

Tabel 4.8 Prosentase keterampilan berpikir kritis siswa setiap indikator ... 54

Tabel 4.9 Keterlaksanaan pendekatan pembelajaran ... 55

Tabel 4.10 Rekapitulasi tanggapan siswa terhadap pendekatan pembelajaran konflik kognitif ... 56

Tabel 4.11 Rekapitulasi tanggapan guru terhadap pendekatan pembelajaran konflik kognitif ... 57


(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1 Alur Penelitian... 34 Gambar 4.1 Perbandingan prosentase skor rata-rata

tes awal, tes akhir dan <g> penguasaan konsep suhu dan kalor . 43 Gambar 4.2 Prosentase peningkatan penguasaan konsep setiap sub konsep .... 49 Gambar 4.3 Perbandingan prosentase skor rata-rata

tes awal, tes akhir dan <g> keterampilan berpikir kritis ... 50 Gambar 4.4 Perbandingan prosentase <g> keterampilan berpikir kritis


(5)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Perangkat Pembelajaran

Lampiran B Instrumen Penelitian Lampiran C Hasil Uji coba Instrumen

Lampiran D Data tes awal, tes akhir, dan <g> Lampiran E Pengolahan data


(6)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam pembangunan bangsa khususnya pembangunan bidang pendidikan. Dalam era globalisasi ini, sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadi tumpuan utama agar suatu bangsa dapat berkompetisi. Sehubungan dengan hal tersebut, pendidikan formal merupakan salah satu wahana dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan IPA (Fisika) sebagai bagian dari pendidikan formal seharusnya ikut memberi kontribusi dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.

Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang pada dasarnya bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis pemahaman kuantitatif gejala dan proses alam dan sifat zat serta penerapannya. Pendapat tersebut diperkuat oleh pernyataan bahwa fisika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari bagian-bagian dari alam dan interaksi yang ada didalamnya. Ilmu fisika membantu kita untuk menguak dan memahami tabir misteri alam semesta ini (Surya, 1997).

Kurikulum SMA menunjukkan bahwa suhu dan kalor merupakan suatu materi yang dipelajari di kelas X dimana pokok bahasannya adalah suhu dan termometer, pemuaian, kalor, perubahan wujud, dan perpindahan kalor. Materi


(7)

Materi ini sebelumnya sudah pernah dibahas di SMP sehingga siswa sudah memiliki konsep tentang suhu dan kalor. Tetapi kenyataannya di lapangan bahwa, masih banyak siswa yang mengalami kesalahan konsep sehingga siswa mengalami kesulitan dalam memecahkan persoalan yang berhubungan dengan materi tersebut.

Sejumlah peneliti telah meneliti miskonsepsi siswa mengenai suhu dan kalor. Yeo & Zadnik (2001) mengidentifikasi miskonsepsi yang dialami siswa pada materi suhu dan kalor. Hasilnya adalah kalor bukanlah energi, kalor dan suhu adalah sesuatu yang sama, kalor tidak dapat diukur, tubuh seseorang dalam keadaan dingin tidak memiliki kalor, suhu dapat ditransfer, suhu adalah sifat khusus yang dimiliki materi atau benda, air tidak dapat mencapai suhu 0oC.

Suparno (2005) menyatakan bahwa miskonsepsi yang sering dialami oleh siswa yaitu: suhu dan kalor itu sama, kalor bukanlah energi, mendidih adalah suhu tertinggi yang dapat dicapai suatu benda, suhu adalah sifat dari suatu materi, benda yang berlainan suhu dan berkontak satu sama lain tidak harus menuju suhu yang sama. Benda yang mempunyai suhu lebih tinggi selalu mempunyai kalor yang lebih tinggi pula, es tidak dapat berubah suhu.

Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi penyebab miskonsepsi pada siswa. Secara garis besar, penyebab miskonsepsi dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu: siswa, guru, buku teks, dan metode mengajar. Penyebab yang berasal dari siswa dapat terdiri dari berbagai hal, seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara berpikir. Penyebab kesalahan dari guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya


(8)

penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang baik. Penyebab miskonsepsi dari buku teks biasanya terdapat pada penjelasan atau uraian yang salah dalam buku teks. Sedangkan metode mengajar yang hanya menekankan kebenaran satu segi sering memunculkan salah pengertian pada siswa. Seringkali penyebab-penyebab itu berdiri sendiri, tetapi kadang-kadang saling terkait satu sama lain, sehingga salah pengertiannya menjadi semakin kompleks.

Berdasarkan permasalahan di atas perlu dikembangkan pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk memperbaiki konsepnya dan melibatkan siswa dalam proses perbaikan tersebut. Salah satunya adalah melalui pendekatan konflik kognitif. Melalui pendekatan konflik kognitif, siswa dihadapkan pada situasi yang bertentangan dengan konsepnya kemudian siswa diarahkan kepada percobaan atau demonstrasi untuk membuktikan kebenaran konsep tersebut. Dalam pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan konsepsinya dan mengkritisi yang berbeda dengan konsepsinya. Dengan terlibat langsung dalam proses pembelajaran, diharapkan siswa dapat menguasai konsep dengan baik dan meningkatkan keterampilan berpikirnya yang salah satunya adalah keterampilan berpikir kritis.

Berpikir kritis tidak hanya sekedar menerima informasi dari pihak lain, tapi juga melakukan pencarian, dan bila diperlukan akan menangguhkan keputusan sampai ia yakin bahwa informasi itu sesuai dengan penalarannya dan didukung oleh bukti atau informasi. Orang yang memiliki keterampilan berpikir kritis, akan


(9)

mampu mengevaluasi, membedakan dan menentukan apakah suatu informasi benar atau salah.

Pembelajaran yang mengakomodasi perbedaan, bersifat terbuka dan memberikan rangsangan akan lebih efektif dalam membantu siswa membangun ilmu pengetahuannya. Teori konstruktivisme Piaget menyatakan ketika seseorang membangun ilmu pengetahuannya, maka untuk membentuk keseimbangan ilmu yang lebih tinggi diperlukan asimilasi, yaitu kontak atau konflik kognitif yang efektif antara konsep lama dengan kenyataan baru. Rangsangan konflik kognitif dalam pembelajaran akan sangat membantu proses asimilasi menjadi lebih efektif dan bermakna dalam mengembangkan intelektualitas siswa.

Hasil penelitian Partono (2001) menunjukkan bahwa strategi konflik kognitif dapat membuat siswa lebih termotivasi dalam belajar, mengubah konsepsi siswa yang salah menjadi konsepsi ilmiah dan meningkatkan penguasaan konsep siswa pada topik gerak dan gaya. Baser (2006) meneliti tentang pembelajaran berbasis konflik kognitif untuk mengubah konsepsi siswa pada topik suhu dan kalor, hasilnya adalah peningkatan pemahaman konsep siswa yang belajar dengan konflik kognitif lebih tinggi dari siswa yang belajar dengan konvensional. Pembelajaran berbasis konflik kognitif lebih baik memperbaiki konsep suhu dan kalor siswa dibanding dengan pembelajaran konvensional. Kim et al (2006) meneliti tentang konflik kognitif dan perubahan konsep siswa dalam fisika dengan kelas inkuiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemahaman awal siswa memegang peranan penting dalam pemahaman konsep di kelas inkuiri. Siswa yang memiliki respon untuk meninjau kembali teori yang ada


(10)

dengan motivasi yang tinggi dapat meningkatkan pemahaman ketika menghadapi situasi konflik kognitif dalam kelas inkuiri. Sugiyanta (2008), hasil penelitiannya menunjukkan pendekatan konflik kognitif dalam pembelajaran fisika mempuyai pengaruh yang berarti meningkatkan hasil belajar siswa dan meningkatkan kualitas lingkungan belajar di dalam kelas lebih kondusif.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “ Apakah penggunaan pendekatan konflik kognitif dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor dibandingkan dengan penggunaan pembelajaran konvensional?”. Berdasarkan permasalahan di atas, pertanyaan penelitian terfokus kepada:

1. Bagaimanakah perbandingan peningkatan penguasaan konsep suhu dan kalor antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konflik kognitif dan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional?

2. Bagaimanakah perbandingan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa antara yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konflik kognitif dan yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional? 3. Bagaimanakah tanggapan siswa dan guru terhadap penggunaan pendekatan


(11)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pendekatan konflik kognitif dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memperoleh gambaran tentang perbandingan peningkatan penguasaan konsep

siswa antara yang mendapatkan pendekatan konflik kognitif dengan yang mendapatkan pembelajaran konvensional

2. Memperoleh gambaran tentang perbandingan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa antara yang mendapatkan pendekatan konflik kognitif dengan yang mendapatkan pembelajaran konvensional

3. Memperoleh gambaran tentang tanggapan siswa dan guru terhadap penggunaan pendekatan konflik kognitif pada pembelajaran materi suhu dan kalor

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bukti empiris tentang kehandalan pendekatan konflik kognitif dalam meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor, yang nantinya dapat digunakan oleh berbagai pihak atau yang berkepentingan dengan hasil-hasil penelitian.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini adalah:

1. Pendekatan pembelajaran konflik kognitif adalah pembelajaran dengan mengkomunikasikan dua atau lebih rangsangan berupa sesuatu yang


(12)

berlawanan atau berbeda kepada peserta didik agar terjadi proses internal yang intensif dalam rangka mencapai keseimbangan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi. Adapun tahapannya adalah orientasi siswa pada konflik, mengorganisasi siswa, penyelidikan, menyajikan hasil, menganalisis dan mengevaluasi, yang keterlaksanaannya diobservasi melalui lembar observasi (Scott et al, 1991).

2. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru yang didominasi metode ceramah dan tanya jawab, dimana guru cenderung sebagai sumber informasi bagi siswa dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran. Adapun langkah-langkah pembelajaran konvensional yaitu diawali oleh guru memberi informasi, kemudian menerangkan suatu konsep, siswa bertanya, guru memeriksa apakah siswa sudah mengerti atau belum, guru memberikan contoh soal aplikasi konsep, selanjutnya guru meminta siswa untuk mengerjakan ke papan tulis. Siswa bekerja secara individual atau bekerja sama dengan teman yang duduk disampingnya, kegiatan terakhir siswa mencatat materi yang diterangkan dan diberi soal-soal pekerjaan rumah (Nasution, 1982).

3. Penguasaan konsep adalah kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep suhu dan kalor, baik konsep-konsep secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Dahar, 1996). Penguasaan konsep diukur melalui tes dalam bentuk pilihan ganda yang dikembangkan dari indikator, dimana indikator tes berhubungan dengan level berpikir dari domain kognitif Bloom yang dibatasi dari C1 samapai C4 yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi dan


(13)

analisis. Penguasaan konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman siswa secara mendalam terhadap konsep: suhu, pemuaian, kalor dan perpindahan kalor.

4. Keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir kompleks menggunakan proses berpikir mendasar berupa penalaran logis untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan (Costa, 1985). Keterampilan berpikir kritis dalam penelitian ini meliputi: mendefinisikan istilah, menerapkan prinsip, memberikan alasan, memutuskan suatu tindakan, dan membuat kesimpulan. Keterampilan berpikir kritis diukur melalui tes dalam bentuk pilihan ganda.

F. Asumsi dan Hipotesis 1. Asumsi

Pendekatan konflik kognitif dapat memfasilitasi keterlibatan siswa untuk turut berperan aktif dalam pembentukan konsepsinya, sehingga kesalahan konsep yang dialami siswa dapat berubah menjadi konsep ilmiah. Pada akhir pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa.

2. Hipotesis

a. Penggunaan pendekatan konflik kognitif secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi suhu dan kalor dibanding penggunaan pembelajaran konvensional.

b. Keterampilan berpikir kritis siswa yang mendapatkan pendekatan konflik kognitif secara signifikan lebih tinggi dibanding dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.


(14)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu dan deskriptif. Desain penelitian yang digunakan adalah control group pre-test and

post-test design (Sugiyono, 2008) yaitu penelitian yang dilaksanakan pada dua

kelas yaitu satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Metode eksperimen digunakan untuk melihat peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa, sedangkan metode deskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang tanggapan guru dan siswa terhadap pendekatan konflik kognitif. Kelas eksperimen menggunakan pendekatan pembelajaran konflik kognitif dan kelas kontrol menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional. Tes awal dan tes akhir diberikan untuk melihat peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa sebelum dan setelah pembelajaran.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Tes awal Perlakuan Tes akhir

Eksperimen O X O

Kontrol O Y O

(Sugiyono, 2008) Keterangan:

O : Tes awal dan tes akhir

X : Perlakuan pendekatan pembelajaran konflik kognitif Y : Perlakuan pendekatan pembelajaran konvensional


(15)

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X di salah satu SMA di kota Bandung yang terdiri dari lima kelas. Sampel penelitian diambil dua kelas, dimana kelas dipilih secara tidak acak sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol karena hanya kedua kelas tersebut memiliki skor rata-rata materi fisika yang hampir sama . Jumlah setiap kelas sebanyak 28 orang. Penelitian ini dilaksanakan pada pada semester genap tahun pelajaran 2008/2009. C. Prosedur Penelitian

1. Pendahuluan

Melakukan observasi awal kepada guru fisika kelas X untuk memperoleh informasi tentang: model pembelajaran yang digunakan selama ini dalam mengajarkan suhu dan kalor, konsepsi siswa tentang suhu dan kalor sebelum pembelajaran dimulai.

2. Persiapan

a. Menganalisis materi suhu dan kalor, indikator, tujuan pembelajaran, pendekatan konflik kognitif untuk menentukan langkah-langkah pembelajaran.

b. Penyusunan perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian c. Revisi, penilaian, uji coba, dan analisis tes

3. Pelaksanaan

Memberikan tes awal untuk mengetahui penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa sebelum mengikuti pembelajaran. Kemudian menerapkan pendekatan konflik kognitif untuk kelas eksperimen dan pendekatan konvensional untuk kelas kontrol. Memberikan tes akhir untuk melihat


(16)

peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa setelah mengikuti pembelajaran.

4. Pengolahan Data

a. Menghitung rata-rata skor tes awal dan tes akhir penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. Menghitung gain yang dinormalisasi <g> penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol.

c. Melakukan uji normalitas tes awal, tes akhir, dan <g> penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol.

d. Melakukan uji homogenitas tes awal, tes akhir, dan <g> penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

e. Melakukan uji perbedaan rata-rata tes akhir dan <g> penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis antara kelas eskperimen dan kelas kontrol. f. Menganalisis tanggapan siswa dan guru terhadap pendekatan pembelajaran


(17)

D. Alur Penelitian

Alur penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Studi Pendahuluan

Perumusan Masalah

Studi Literatur: Pendekatan Pembelajaran Konflik Kognitif, Keterampilan Berpikir kritis

Penyusunan Rencana Pembelajaran Konflik Kognitif

Penyusunan Instrumen: 1. Soal tes pilihan ganda 2. Angket siswa dan guru 3. Pedoman Observasi Validasi, Uji coba,Revisi

Tes Awal

Tes Akhir

Analisis Data

Temuan

Pembelajaran Konvensional

Angket Pendekatan Pembelajaran Konflik Kognitif

Observasi

Kesimpulan Kelompok

Eksperimen

Kelompok Kontrol


(18)

E. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data penelitian, dikembangkan beberapa instrumen yaitu:

1. Tes Penguasaan Konsep

Tes ini digunakan untuk mengukur penguasaan konsep siswa terhadap konsep yang diajarkan. Pemberian tes awal untuk melihat kemampuan siswa sebelum mereka mendapat perlakuan pembelajaran dengan pendekatan konflik kognitif sedangkan tes akhir untuk melihat hasil yang dicapai siswa setelah mendapat perlakuan. Tes penguasaan konsep ini berbentuk pilihan ganda yang berjumlah 25 butir yang sebelum penggunaannya telah dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, dinilai oleh pakar, diujicobakan, dan divalidasi.

2. Tes Keterampilan Berpikir Kritis

Tes ini digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis siswa terhadap konsep suhu dan kalor yang telah diajarkan yang meliputi: mendefinisikan istilah, menerapkan prinsip, memberikan alasan, memutuskan suatu tindakan, dan membuat kesimpulan. Tes diberikan sebelum dan setelah pembelajaran. Tes berbentuk pilihan ganda sebanyak 18 butir yang sebelum penggunaannya telah dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, dinilai oleh pakar, diujicobakan, dan divalidasi.

3. Lembar Observasi

Lembar observasi keterlaksanaan pendekatan pembelajaran digunakan untuk mengamati sejauh mana pendekatan pembelajaran konflik kognitif yang direncanakan dalam proses belajar mengajar. Setiap langkah pembelajaran diberi


(19)

4. Angket Respon Siswa dan Guru

Angket digunakan untuk memperoleh informasi tentang tanggapan siswa dan guru terhadap penggunaan pendekatan pembelajaran konflik kognitif yang diterapkan. Angket yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa skala likert, dengan menggunakan empat kategori respon yaitu; sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Untuk pertanyan positif maka dikaitkan dengan nilai SS= 4, S= 3, TS= 2 dan STS = 1 dan sebaliknya.

F. Teknik Pengumpulan Data 1. Data penguasaan konsep

Data penguasaan konsep suhu dan kalor dijaring melalui tes bentuk pilihan ganda yang dikembangkan dari aspek indikator. Data dikumpulkan sebelum dan sesudah pembelajaran.

2. Data keterampilan berpikir kritis

Data keterampilan berpikir kritis siswa diperoleh melalui pretes dan postes dalam bentuk pilihan ganda pada pembelajaran suhu dan kalor.

3. Data respon siswa dan guru

Data mengenai respon siswa terhadap penggunaan pendekatan pembelajaran konflik kognitif diperoleh dengan menyebarkan angket, berupa skala likert yang dimodifikasi dengan 4 katori pernyataan: sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).

4. Data observasi pembelajaran yang dilakukan guru

Observasi dilakukan di dalam kelas/laboratorium pada saat proses belajar mengajar dilaksanakan. Observer memberikan check list pada butir yang


(20)

berhubungan dengan tahapan pendekatan pembelajaran konflik kognitif yang dilakukan guru.

G. Analisis Instrumen

Sebelum digunakan, tes tertulis ini diujicobakan terlebih dahulu pada kelompok siswa yang bukan kelompok penelitian. Selanjutnya hasil uji coba ini digunakan untuk menganalisis pokok-pokok sebagai berikut:

1. Validitas Butir Soal

Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi, sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi.

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment Pearson (Arikunto, 2002).

=

}

)

(

}{

)

(

{

)

)(

(

2 2 2 2

Y

Y

N

X

X

N

Y

X

XY

N

r

xy (3.1)

Keterangan:

xy

r

= koefesien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dikorelasikan.

X = Skor item Y = Skor total N = Jumlah siswa


(21)

Tabel 3.2 Kategori Validitas Butir Soal

Batasan Kategori

0,80 < rxy ≤ 1,00 Sangat Tinggi (sangat baik) 0,60 < rxy ≤ 0,80 Tinggi (baik)

0,40 < rxy ≤ 0,60 Cukup (sedang) 0,20 < rxy ≤ 0,40 Rendah (kurang)

0,00 < rxy ≤ 0,20 Sangat Rendah (sangat kurang) 2. Reliabilitas Tes

Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau satu pengukuran ke pengukuran lainnya. Suatu tes dapat dikatakan memiliki taraf reliabililas yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap yang dihitung dengan koefesien reliabilitas. Menghitung reliabilitas soal untuk pilihan ganda dengan rumus Arikunto (2002):

)

1

(

2

2 1 2 1 2 1 2 1 11

r

r

r

=

(3.2) Dimana : 11

r

= koefisien reliabilitas yang telah disesuaikan 2

1 2 1

r

= koefisien antara skor-skor setiap belahan tes Harga dari

2 1 2 1

r

dapat ditentukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment Pearson. Interpretasi derajat reliabilitas suatu tes menurut Arikunto (2002) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Koefisien Korelasi Reabilitas

Batasan Kategori

0,80 < r11 ≤ 1,00 Sangat Tinggi (sangat baik) 0,60 < r11 ≤ 0,80 Tinggi (baik)

0,40 < r11 ≤ 0,60 Cukup (sedang) 0,20 < r11 ≤ 0,40 Rendah (kurang)


(22)

3. Tingkat Kesukaran Soal

Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Besarnya indeks kesukaran berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,00 menunjukkan bahwa soal tersebut terlalu mudah. Indeks kesukaran diberi simbol P (proporsi) yang dihitung dengan rumus (Arikunto, 2002):

JS

B

P

=

(3.3)

Keterangan:

P = Indeks kesukaran

B = Banyak siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Tabel 3.4 Kategori Kesukaran

Batasan Kategori

0,00 < P ≤ 0,30 Soal Sukar

0,30 < D ≤ 0,70 Soal Sedang

0,70 < D ≤ 1,00 Soal Mudah

4. Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D). Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah (Arikunto, 2002):

A B

B B A A

P

P

J

B

J

B


(23)

Keterangan:

J = Jumlah peserta tes

JA = Banyak peserta kelompok atas JB = Banyak peserta kelompok bawah

BA = Banyak kelompok atas yang menjawab benar BB = Banyak kelompok bawah yang menjawab benar PA = Proporsi kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

Kategori daya pembeda adalah sebagai berikut: Tabel 3.5 Kategori Daya Pembeda

Batasan Kategori

0,00 < D ≤ 0,20 Jelek

0,20 < D ≤ 0,40 Cukup

0,40 < D ≤ 0,70 Baik

0,70 < D ≤ 1,00 Baik sekali H. Teknik Analisa Data

1. Untuk melihat peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis sebelum dan sesudah pembelajaran digunakan rumus yang dikembangkan oleh Hake sebagai berikut (Cheng, et. al, 2004):

g

pre maks

pre post

S S

S S

− −

= (3.5)

Keterangan: Spost : Skor postes Spre : Skor pretes

Smaks : Skor maksimum ideal

Gain yang dinormalisasi ini diinterpretasikan untuk menyatakan peningkatan penguasaan konsep suhu dan kalor dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.6 Rata-rata gain yang dinormalisasi dan kategorinya

Batasan Kategori

<g> 0,7 Tinggi

0,3 ≤ <g> ≥ 0,7 Sedang


(24)

2. Uji Normalitas

=

k e e hitung

f

f

f

1 2 0

2

(

)

χ

(3.6)

χ2 : koefisien chi kuadrat

f0 : frekuensi observasi ( dari yang diamati) fe : frekuensi estimasi (yang diharapkan) k : banyak kelas

Data dikatakan berdistribusi normal jika:

χ

hitung2

χ

tabel2 3. Uji Homogenitas

Uji ini untuk mengetahui apakah data yang dibandingkan memiliki nilai rata-rata dan varians identik (Ruseffendi, 1998), maka langkah-langkah yang dilakukan:

a. Menghitung varians dari setiap sampel b. Menentukan nilai Fhitung digunakan uji F

Menguji homogenitas varians menggunakan rumus:

2 2 kecil besar hitung

S

S

F

=

(3.7)

4. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji-t satu ekor (one

tile). Jika data berdistribusi normal dan homogen maka digunakan uji statistik

dengan rumus (Sudjana, 2002):





+

+

+

=

2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 1

1

1

2

)

1

(

)

1

(

n

n

n

n

S

n

S

n

X

X

t

(3.8)

Keterangan: 1

X

= rata-rata sampel kelompok eksperimen 2

X

= rata-rata sampel kelompok kontrol n1 = jumlah sampel kelompok eksperimen


(25)

n2 = jumlah sampel kelompok kontrol S1 = varians kelompok eksperimen S2 = varians kelompok kontrol

Dengan kriteria pengujian: jika thitung > ttabel maka HO ditolak dan HA diterima pada taraf signifikansi α = 0,05 dan derajat kebebasan dk = (ne + nk – 2).

Apabila data yang diperoleh berdistribusi normal tetapi tidak homogen, pengujian data menggunakan rumus (Sudjana, 2002):

2 2 2

1 2 1

2 1

n

S

n

S

X

X

t

+

=

(3.9)

Apabila data tidak berdistribusi normal dan tidak homogen maka dipakai uji non parametrik yaitu uji Mann-Whitney (Ruseffendi, 1998).

5. Menghitung rata-rata hasil angket respon siswa

6. Analisis tanggapan siswa terhadap model pembelajaran yang disajikan dilakukan dengan melihat jawaban setiap siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan kuesioner yang diberikan.

7. Analisis data hasil observasi proses pendekatan pembelajaran konflik kognitif yang dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran.


(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan pendekatan konflik kognitif dapat lebih meningkatkan penguasan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor dibanding dengan pembelajaran konvensional.

Secara khusus, kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Peningkatan penguasaan konsep siswa dengan pendekatan konflik kognitif sebesar 0,57, secara signifikan lebih tinggi dibandingkan peningkatan penguasaan konsep siswa dengan pembelajaran konvensional sebesar 0,35. 2. Peningkatan penguasaan konsep tertinggi untuk siswa yang belajar dengan

pendekatan konflik kognitif terjadi pada konsep kalor dan terendah pada konsep pemuaian.

3. Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dengan pendekatan konflik kognitif sebesar 0,52, secara signifikan lebih tinggi dibandingkan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dengan pembelajaran konvensional sebesar 0,31.

4. Peningkatan keterampilan berpikir kritis tertinggi untuk siswa yang belajar dengan pendekatan konflik kognitif terjadi pada indikator membuat kesimpulan dan terendah pada indikator menerapkan prinsip.


(27)

5. Tanggapan guru dan sebagian besar siswa terhadap penerapan pendekatan pembelajaran konflik kognitif adalah positif, dan berharap penggunaannya pada materi fisika yang lain.

B. Saran

Berdasarkan temuan pada penelitian ini, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Kepada Guru yang ingin menggunakan pendekatan pembelajaran ini, hendaknya diperhatikan penggunaan waktu yang disediakan untuk setiap tahap pembelajaran, sehingga rencana pembelajaran yang telah disusun dapat terlaksana dengan baik.

2. Pendekatan pembelajaran ini kurang menekankan kemampuan menyelesaikan persoalan matematis, untuk itu perlu waktu tambahan dalam pembelajaran agar siswa terbantu dalam menyelesaikan soal-soal hitungan.

3. Pendekatan pembelajaran ini menuntut kemampuan guru dalam memberikan alasan untuk jawaban pertanyaan siswa, sehingga konsep siswa yang salah dapat berubah menjadi konsep ilmiah.


(28)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. (2006). Fisika SMA dan MA untuk Kelas X. Semester 2. Jakarta: Erlangga

Arikunto, S. (2003). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta. Bumi Aksara.

---. (2001). Prosedur Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta.

Baharuddin. (1982). Peranan Dasar Intelektual Sikap dan Pemahaman Dalam Fisika

terhadap Kemampuan Siswa di Sulawesi Selatan Membangun Model Mental. Disertasi Doktor FPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan

Baser, M. (2006). “Fostering Conceptual Change by Cognitive Conflict Based Instruction Student’s Understanding of Heat and Temperature Concept”.

Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education. 2(2)

---. (2006). “Effect of Conceptual Change Oriented Instruction on Student’s Understanding of Heat and Temperature Concepts”. Journal of Maltese

Education Research. 4 (1), 64-79

Brookfield, S.D. (1987). Developing Critical Thinkers. San Fransisco: Jossey – Bass Bruner. (2001). Constructivist Theory. Tersedia: http://www.TIP.htm

Cheng, et.al. (2004). “Using on Line Home Work System Enhance Student of Physic Concepts in Introductory Physic Course”. Journal American Association

Physic Teacher. 72 (11),144-1453

Costa, A. L. (1985). Developing Minds : A Resource Book for Teaching Thinking, Alexandria: ASCD

Dahar,R.W, 1996, Teori-Teori Belajar, Jakarta: Erlangga

Depdiknas. (2004). Silabus Kurikulum 2004. Dirjen Dikdasmen

Ennis, R. (1989). Evaluating Critical Thinking, California: Midwest Publications Fraenkel, R.J, & Wallen, N.C,. (2006). How To Design and Evaluate Research in

Education (sixth edition). New York: Mc Graw Hill, Inc

Giancoli. (2005). Fisika (sixth edition). London: Pearson Prentice Hall

Joyce, B., et. al. (1992). Model of Teching, London: Prentice-Hall Internasional. Kanginan, M. (2006). Fisika Sekolah Menengah Atas, Semester 1. Jakarta: Erlangga


(29)

Kardi, S & Nur, M. (2000). Pengajaran Langsung. Surabaya: UNESA University Press

Katu. (1995). Pengajaran Fisika yang Menarik. Proceedings:Workshop on Misconception in Basic Physics Teaching Part II.

Kim et al. (2006). “Student’s Cognitive Conflict and Conceptual Change in Physics by Inquiry Class”. American Institute of Physics. 0-7354-0311-2/06

La Ode Nursalam. (2007). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Jigsaw Terhadap Peningkatan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA Pada Konsep Listrik Dinamis. Tesis PPS UPI

Bandung: tidak diterbitkan

Liliasari. (2001). Pengembangan Model Pembelajaran Kimia Untuk Meningkatkan

Strategi Kognitif Mahasiswa Calon Guru Dalam Menerapkan Berpikir Konseptual Tingkat tinggi. Penelitian, Jakarta: Dikti, Penelitian HB IX.

Masjkur, K. (1996). Penerapan Strategi Konflik Kognitif Untuk Meluruskan Salah

Konsep Dalam Belajar Fisika. Proceeding: Hasil Penelitian PMIPA LPTK.

Jakarta

Masril & Nur Asma. (2002). “Pengungkapan Miskonsepsi Siswa Menggunakan Force Concept Inventory dan Certaninity of Response Index”. Jurnal

Himpunan Fisika Indonesia. B

Meltzer, David. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible ”Hidden Variable in Diagnostic Pretest Scores”. Departement of Physics and Astronomy, Iowa

State University: Ames Iowa.

Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Edisi 1. Jakarta: Bina Aksara

Novak, J.D and Bob Gowin. (1979). Learning How to Learn. Cambridge University Press

Partono. (2001). Pengaruh Strategi Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Fisika

terhadap Pemahaman Siswa tentang Gerak dan Gaya. Tesis Magister PPS

UPI: Tidak diterbitkan

Russeffendi, E.T. (1998). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Sadia. (1996). Pengembangan Model Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran IPA

di SMP. Disertasi PPs IKIP Bandung: Tidak diterbitkan


(30)

Sozbilir, M. (2003). “A Review of Selected Literature on Student’s Misconception of Heat and Temperature”. Bogazici University Journal of Education. 20(1) Spiltter, J. L. (1992). Critical Thinking: What, Why, When and How. Australia

Council for Educational Research.

Sudjana. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. ---. (2008). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sugiyanta. (2008). Pendekatan Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Fisika. Tersedia: http://www.lpmpjogja.diknas.go.id

Suherman, E & Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi

Pendidikan matematika untuk Guru dan Calon Guru Matematika.

Bandung.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius

---. (2005). Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana

Surya, Yohanes. (1997). Olimpiade Fisika. Jakarta : Primatika Cipta Ilmu. Sutrisno. (2008). Remediation of Weaknesses of Physics Concept: an attempt to

improve the quality of education in west Kalimantan. Pontianak: Untan

Press

Tipler. (1997). Physics for Scientist and Engineers. California: Worth Publisher, Inc Van den Berg. (1991). Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga: Universitas

Kristen Satya Wacana

Wartono. (1996). Pembelajaran Inquiry dalam Pendidikan Sains di SD dalam

Khasanah Pengajaran IPA. Majalah Pendidikan IPA Vol 1 No 2. Bandung:

IMATIPA PPs & PPS IKIP Bandung

Wilantara. (2003). Implementasi Model Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran

Fisika untuk Mengubah Miskonsepsi Siswa Ditinjau dari Penalaran Formal Siswa. Tesis Magister PPs STKIP Singaraja: Tidak diterbitkan

Wilarjo, Liek. (1998). Secercah Pandangan tentang Sains. Yogyakarta: Kanisius Yeo, S & Zadnik, M. (2001). “Introductory Thermal Concept Evaluation: Assessing


(1)

42 n2 = jumlah sampel kelompok kontrol

S1 = varians kelompok eksperimen S2 = varians kelompok kontrol

Dengan kriteria pengujian: jika thitung > ttabel maka HO ditolak dan HA diterima pada taraf signifikansi α = 0,05 dan derajat kebebasan dk = (ne + nk – 2).

Apabila data yang diperoleh berdistribusi normal tetapi tidak homogen, pengujian data menggunakan rumus (Sudjana, 2002):

2 2 2 1

2 1

2 1

n

S

n

S

X

X

t

+

=

(3.9)

Apabila data tidak berdistribusi normal dan tidak homogen maka dipakai uji non parametrik yaitu uji Mann-Whitney (Ruseffendi, 1998).

5. Menghitung rata-rata hasil angket respon siswa

6. Analisis tanggapan siswa terhadap model pembelajaran yang disajikan dilakukan dengan melihat jawaban setiap siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan kuesioner yang diberikan.

7. Analisis data hasil observasi proses pendekatan pembelajaran konflik kognitif yang dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran.


(2)

68

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan pendekatan konflik kognitif dapat lebih meningkatkan penguasan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor dibanding dengan pembelajaran konvensional.

Secara khusus, kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Peningkatan penguasaan konsep siswa dengan pendekatan konflik kognitif sebesar 0,57, secara signifikan lebih tinggi dibandingkan peningkatan penguasaan konsep siswa dengan pembelajaran konvensional sebesar 0,35. 2. Peningkatan penguasaan konsep tertinggi untuk siswa yang belajar dengan

pendekatan konflik kognitif terjadi pada konsep kalor dan terendah pada konsep pemuaian.

3. Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dengan pendekatan konflik kognitif sebesar 0,52, secara signifikan lebih tinggi dibandingkan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dengan pembelajaran konvensional sebesar 0,31.

4. Peningkatan keterampilan berpikir kritis tertinggi untuk siswa yang belajar dengan pendekatan konflik kognitif terjadi pada indikator membuat kesimpulan dan terendah pada indikator menerapkan prinsip.


(3)

69 5. Tanggapan guru dan sebagian besar siswa terhadap penerapan pendekatan pembelajaran konflik kognitif adalah positif, dan berharap penggunaannya pada materi fisika yang lain.

B. Saran

Berdasarkan temuan pada penelitian ini, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Kepada Guru yang ingin menggunakan pendekatan pembelajaran ini, hendaknya diperhatikan penggunaan waktu yang disediakan untuk setiap tahap pembelajaran, sehingga rencana pembelajaran yang telah disusun dapat terlaksana dengan baik.

2. Pendekatan pembelajaran ini kurang menekankan kemampuan menyelesaikan persoalan matematis, untuk itu perlu waktu tambahan dalam pembelajaran agar siswa terbantu dalam menyelesaikan soal-soal hitungan.

3. Pendekatan pembelajaran ini menuntut kemampuan guru dalam memberikan alasan untuk jawaban pertanyaan siswa, sehingga konsep siswa yang salah dapat berubah menjadi konsep ilmiah.


(4)

70

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. (2006). Fisika SMA dan MA untuk Kelas X. Semester 2. Jakarta: Erlangga

Arikunto, S. (2003). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta. Bumi Aksara.

---. (2001). Prosedur Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta.

Baharuddin. (1982). Peranan Dasar Intelektual Sikap dan Pemahaman Dalam Fisika terhadap Kemampuan Siswa di Sulawesi Selatan Membangun Model Mental. Disertasi Doktor FPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan

Baser, M. (2006). “Fostering Conceptual Change by Cognitive Conflict Based Instruction Student’s Understanding of Heat and Temperature Concept”. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education. 2(2) ---. (2006). “Effect of Conceptual Change Oriented Instruction on Student’s

Understanding of Heat and Temperature Concepts”. Journal of Maltese Education Research. 4 (1), 64-79

Brookfield, S.D. (1987). Developing Critical Thinkers. San Fransisco: Jossey – Bass Bruner. (2001). Constructivist Theory. Tersedia: http://www.TIP.htm

Cheng, et.al. (2004). “Using on Line Home Work System Enhance Student of Physic Concepts in Introductory Physic Course”. Journal American Association Physic Teacher. 72 (11),144-1453

Costa, A. L. (1985). Developing Minds : A Resource Book for Teaching Thinking, Alexandria: ASCD

Dahar,R.W, 1996, Teori-Teori Belajar, Jakarta: Erlangga

Depdiknas. (2004). Silabus Kurikulum 2004. Dirjen Dikdasmen

Ennis, R. (1989). Evaluating Critical Thinking, California: Midwest Publications Fraenkel, R.J, & Wallen, N.C,. (2006). How To Design and Evaluate Research in

Education (sixth edition). New York: Mc Graw Hill, Inc Giancoli. (2005). Fisika (sixth edition). London: Pearson Prentice Hall

Joyce, B., et. al. (1992). Model of Teching, London: Prentice-Hall Internasional. Kanginan, M. (2006). Fisika Sekolah Menengah Atas, Semester 1. Jakarta: Erlangga


(5)

71 Kardi, S & Nur, M. (2000). Pengajaran Langsung. Surabaya: UNESA University

Press

Katu. (1995). Pengajaran Fisika yang Menarik. Proceedings:Workshop on Misconception in Basic Physics Teaching Part II.

Kim et al. (2006). “Student’s Cognitive Conflict and Conceptual Change in Physics by Inquiry Class”. American Institute of Physics. 0-7354-0311-2/06

La Ode Nursalam. (2007). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Peningkatan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA Pada Konsep Listrik Dinamis. Tesis PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan

Liliasari. (2001). Pengembangan Model Pembelajaran Kimia Untuk Meningkatkan Strategi Kognitif Mahasiswa Calon Guru Dalam Menerapkan Berpikir Konseptual Tingkat tinggi. Penelitian, Jakarta: Dikti, Penelitian HB IX. Masjkur, K. (1996). Penerapan Strategi Konflik Kognitif Untuk Meluruskan Salah

Konsep Dalam Belajar Fisika. Proceeding: Hasil Penelitian PMIPA LPTK. Jakarta

Masril & Nur Asma. (2002). “Pengungkapan Miskonsepsi Siswa Menggunakan Force Concept Inventory dan Certaninity of Response Index”. Jurnal Himpunan Fisika Indonesia. B

Meltzer, David. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible ”Hidden Variable in Diagnostic Pretest Scores”. Departement of Physics and Astronomy, Iowa State University: Ames Iowa.

Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Edisi 1. Jakarta: Bina Aksara

Novak, J.D and Bob Gowin. (1979). Learning How to Learn. Cambridge University Press

Partono. (2001). Pengaruh Strategi Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Fisika terhadap Pemahaman Siswa tentang Gerak dan Gaya. Tesis Magister PPS UPI: Tidak diterbitkan

Russeffendi, E.T. (1998). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Sadia. (1996). Pengembangan Model Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran IPA di SMP. Disertasi PPs IKIP Bandung: Tidak diterbitkan

Scott, et al. (1991). Teaching for Conceptual Change: a Review of Strategies Research in Physics Learning. Tersedia: http://www.physics.ohio-state.edu


(6)

72 Sozbilir, M. (2003). “A Review of Selected Literature on Student’s Misconception of

Heat and Temperature”. Bogazici University Journal of Education. 20(1) Spiltter, J. L. (1992). Critical Thinking: What, Why, When and How. Australia

Council for Educational Research.

Sudjana. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. ---. (2008). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sugiyanta. (2008). Pendekatan Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Fisika. Tersedia: http://www.lpmpjogja.diknas.go.id

Suherman, E & Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan matematika untuk Guru dan Calon Guru Matematika. Bandung.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius

---. (2005). Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana

Surya, Yohanes. (1997). Olimpiade Fisika. Jakarta : Primatika Cipta Ilmu. Sutrisno. (2008). Remediation of Weaknesses of Physics Concept: an attempt to

improve the quality of education in west Kalimantan. Pontianak: Untan Press

Tipler. (1997). Physics for Scientist and Engineers. California: Worth Publisher, Inc Van den Berg. (1991). Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga: Universitas

Kristen Satya Wacana

Wartono. (1996). Pembelajaran Inquiry dalam Pendidikan Sains di SD dalam Khasanah Pengajaran IPA. Majalah Pendidikan IPA Vol 1 No 2. Bandung: IMATIPA PPs & PPS IKIP Bandung

Wilantara. (2003). Implementasi Model Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran Fisika untuk Mengubah Miskonsepsi Siswa Ditinjau dari Penalaran Formal Siswa. Tesis Magister PPs STKIP Singaraja: Tidak diterbitkan

Wilarjo, Liek. (1998). Secercah Pandangan tentang Sains. Yogyakarta: Kanisius Yeo, S & Zadnik, M. (2001). “Introductory Thermal Concept Evaluation: Assessing