Berawal dari Angin Hembusan Kasih Sayang (1)

Berawal dari Angin,
Hembusan Kasih
Sayang Allah
kepadaku
September, 2004.
Berawal dari kejadian memilukan namun berharga untuk perjalanan
hidupku. Saat itu seorang guru memintaku untuk maju kedepan kelas
menyelesaikan soal yang telah tertulis dipapan hitam. Soal yang terbilang
mudah namun tidak untukku kala itu. Perkalian 7 x 3. Itulah soal yang diminta
oleh guruku untuk aku menjawabnya. Aku, seorang anak kelas 4 sekolah
dasar belum bisa mengerjakannya. Namun aku mencoba untuk maju kedepan.
Aku mencoba menebak. Tak kunjung betul. Aku menoleh meminta tolong,
namun teman – temanku terlalu takut kepada guruku itu sehingga mereka
tidak membantu. Waktu berlalu, kesabaran guruku mulai habis karena aku tak
bisa juga menjawabnya. Diambil lah penghapus papan tulis dan ia lempar ke
arahku. Namun sayang lemparannya meleset dan mengenai papan tulis yang
hanya berjarak 10 cm didepanku. Aku gemetaran. Takut dan malu sekali
rasanya. Disuruhnya aku kembali ketempat duduk. Aku lemas. Kejadian itu
terus aku ingat dipejalanan pulang hingga dirumah bahkan hari hari
setelahnya. Untuk pertama kalinya dalam hidup aku benar – benar merasa
kecewa. Namun aku bingung karena rasa itu sulit sekali untuk digambarkan.


Semua nya tercampur aduk. Sejak hari itu semangatku hilang. Aku sering
sekali diam. Selalu malas untuk berangkat sekolah. Seminggu kemudian aku
mulai malas dengan kemalasanku. Kesabaranku habis. Aku memutuskan
bahwa bukan diam yang dapat menyelesaikan masalah. Sejak saat itu
kuputuskan bahwa aku harus berubah. Aku bisa menjadi lebih baik. Setiap
hari aku belajar dengan giat. Aku tidur jam 11 malam, dan terbangun jam 3
pagi. Seperti itu setiap harinya disaat teman – teman seumurku yang lain
sedang asik bermain.

---Waktu berlalu dan kini tiba saatnya pengambilan rapot. Ambisiku
sangat besar karena mengira nilaiku akan sangat melesat naik. Namun kalian
tau apa yang terjadi? Ya benar nilaiku naik. Namun prestasiku turun. Karena
yang aku kejar hanya ambisi. Aku sedih sekali. Karena fakta berbeda dengan
apa yang aku harapkan. Waktu berlalu aku tidak lelah untuk mewujudkan
ambisiku. Rutinitas belajar aku jalani terus – menerus.
Juni, 2005
Pengambilan rapot semester genap pun tiba. Dengan percaya diri aku
merasa bahwa hasilku akan meningkat. Ternyata benar, usahaku kini berhasil.
Aku mendapat peringkat 4. Prestasi yang kucapai dengan segala usahaku

selama ini.

---Waktu berlalu dan kini aku menduduki kelas 5 sekolah dasar. Aku
mulai merasa jenuh dengan segala rutinitas dan ambisiku. Aku merasa kosong
dan hampa. Aku tertawa tapi rasanya terlalu hambar. Aku pun tersadar bahwa
aku terlalu berfokus pada diriku sendiri. Sepi. Saat itu aku dikelilingi banyak
orang, tapi aku tetap merasa sendirian. Aneh. Tak nyaman. Tak menarik. Aku
juga lebih banyak diam. Menyendiri. Seringkali memisahkan diri dari yang
lain. Terlalu ingin sendiri. Pulang sekolahpun aku hanya diam di kamar
bersama dengan buku – buku. Berusaha sendiri mengerjakan pekerjaan
rumah.

September, 2005
Hari ulang tahunku tiba. 3 September. Namun tak ada satupun yang
mengucapkan apapun kepadaku. Keluargaku terlalu sibuk menyiapkan pesta
pernikahan tanteku. Aku merasa sendirian. Disaat lain tertawa bersama
dipesta itu, aku lebih memilih keluar dari keramaian dan memisahkan diriku
menuju sebuah pohon besar yang ada disebelah rumah nenekku. Aku duduk
dibawahnya. Memandangi pemandangan kosong lapangan didepannya.
Sendiri. Sepi. Aku memikirkan banyak hal. Mencoba mencari tau apa yang

sedang terjadi dengan aku dan hidupku. Aku gagal dan aku telah mencoba
untuk memperbaiki kegagalan itu. Tapi mengapa disaat kegagalan itu sudah
berhasil aku benahi, hidupku justru terasa kosong. Aku pun mulai
menyadarinya. Aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri. Aku terlalu terobesi
untuk berhasil dan memecahkan masalah sendirian. Aku pun tersadar bahwa
hidup bukan hanya tentang diri sendiri, tapi juga tentang orang lain. Tetiba
ditengah kediamanku kala itu angin lembut berhembus. Menggerakkan daun
daun pepohonan, menjatuhkannya dan menggerakkannya ke tengah lapangan
sehingga ia tidak kosong. Dikala itu juga tiba – tiba aku memiliki pemikiran
untuk mengenakan hijab. Aneh? Ya aku pun hingga saat ini belum mengerti
apa korelasinya. Tapi itulah yang aku pikirkan saat itu. Aku...... ingin
mengenakan hijab.
Keesokannya aku berbicara dengan mama tentang pemikiranku. Ia
sangat mendukung itu. Aku pun mulai bersekolah dengan mengenakan hijab
meski baju dan rokku saat itu masih pendek. Aku berubah secara perlahan.
Aku pun memutuskan untuk membuka diri. Aku ingin seperti anak – anak
yang lain. Aku bermain dan bercanda dengan mereka. Namun pelajaran
sebelumnya membuat aku mulai membatasi aktifitas. Karena semua memiliki
porsinya masing – masing. Aku mulai lupa dengan ambisiku karena aku mulai
merasa nyaman dengan keadaan. Hidupku seperti kembali. Aku bahagia.

Pengambilan rapot semester ganjil pun tiba. Kalian tau apa yang terjadi
selanjutnya? Aku tak menyangka. Aku mendapatkan peringkat 1. Aneh.
Dikala aku melupakan ambisiku, impian itu justru terwujud. Dengan segala
pasang surut prestasiku bertahan bahkan hingga aku duduk disekolah
menengah atas. Kala itu aku sadar. Kejadian itu adalah pelajaran yang sedang
Allah berikan kepadaku. Butuh waktu lama untuk Ia menyadarkanku.

Membuatku menjadi orang yang berjalan dijalan-Nya. Hembusan kasih
sayang yang Ia kirimkan kepadaku. Bahkan bahasan ilmiah belum tentu bisa
menjelaskan korelasi nya namun aku menyadari itu. Allah ingin aku melewati
suatu proses yang membuatku menjadi lebih baik dengan segala teka –
tekinya. Alhamdulillah.
Ukhti, kenakan hijabmu. Percayalah ketika kita berada di sisi-Nya
maka segalanya akan menjadi baik. Aku pun merasakan itu. Segala keajaiban
terus bermunculan dikala aku mulai menjulurkan hijabku. Bahkan kala itu
musim hijab belum hadir, hal itu keputusan berat yang kuambil. Mengapa
tidak kau gunakan hijabmu sekarang? Temukanlah keajaiban hidupmu.
Karena hidupmu sangat singkat maka berusahalah untuk mencari keajaibanNya dengan berada di sisi-Nya. Seperti aku. Berawal dari angin, hembusan
kasih sayang Allah kepadaku.


Memulailah untuk mencari keajaiban hidupmu dengan hijabmu, karena
Allah akan mewujudkannya, dan kamu adalah makhluk berharga yang harus
dijaga.

Maret, 2016