INTENSITAS PERDAGANGAN DAN KESELARASAN SIKLUS BISNIS DI ASEAN-4 DAN UNI EROPA

INTENSITAS PERDAGANGAN DAN KESELARASAN SIKLUS BISNIS DI ASEAN-4 DAN UNI EROPA *

Etty Puji Lestari

Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka

Jalan Cabe Raya, Pondok Cabe, Pamulang, Tangerang 15418, Indonesia, Telepon (021)7490941 Ext 2106

E-mail: ettypl@ut.ac.id

Diterima 25 April 2011 / Disetujui 2 Oktober 2011

Abstract: The main objective of this research is to empirically analyze how the business cycle of ASEAN-4 (namely Indonesia, Malaysia, Thailand, and Philippines) economies are influ- enced by increased trade with European Union especially Netherland and Germany. Increased trade can lead business cycles across trading partners to be patterned in either direction, to- wards convergence or divergence. We used regression and vectorautoregression (VAR) me- thods for this research. Regression methods is based panel data whereas VAR is based on the time series analysis. There are four variables, which are business cycle, trade intensity, fiscal policy coordination and monetary policy coordination. This research conclude that trade intensity and monetary policy coordination are the major channel though which the business cycles of ASEAN-4 economies become synchronized. This has important implications for the formation of a currency union.

Keywords: business cycle, trade intensity, synchronization, monetary policy Abstrak: Tujuan utama penelitian ini, menganalisis secara empiris bagaimana siklus bisnis

pada perekonomian di ASEAN-4 (Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina) dipengaruhi oleh meningkatnya perdagangan dengan Uni Eropa. Peningkatan perdagangan dapat mempe- ngaruhi pergerakan siklus bisnis mitra dagang menjadi konvergen atau divergen. Kita meng- gunakan metode regresi dan vectorautoregression (VAR) dalam penelitian ini. Metode regresi berbasis data panel sedangkan metode VAR berbasis pada analisis time series. Ada empat variabel yang digunakan yaitu siklus bisnis, intensitas perdagangan, koordinasi kebijakan fiskal dan koordinasi kebijakan moneter. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa intensitas perdagangan dan koordinasi kebijakan moneter merupakan faktor dominan yang menyebabkan siklus bisnis pada perekonomian ASEAN-4 menjadi lebih selaras. Kondisi ini berimplikasi pentingnya penggunaan mata uang bersama.

Kata kunci: siklus bisnis, intensitas perdagangan, keselarasan, kebijakan moneter

PENDAHULUAN  dunia. Saat ini dapat dikatakan hampir semua kawasan telah melakukan kerjasama bidang

ekonomi untuk memperlancar aktivitas inves- Salah satu fenomena yang menandai era glo- tasi dan perdagangan dengan membentuk inte- balisasi adalah terjadinya proses integrasi di grasi ekonomi (Achsani, 2008). Kerjasama ini berbagai belahan dunia terutama dalam bidang dimaksudkan untuk memperkuat ekonomi ka- ekonomi. Integrasi ini penting dilakukan ma- wasan dalam mempersiapkan diri memasuki sing-masing kawasan agar dapat bersaing perdagangan bebas WTO. Kesuksesan Uni Ero- dengan kawasan lainnya dalam menghadapi pa juga menjadi pendorong semakin cepatnya arus globalisasi dan liberalisasi perdagangan perkembangan aktivitas blok-blok ekonomi dan

perdagangan dari berbagai kawasan.

Hasil Penelitian Hibah Doktor DIKTI 2009.

ASEAN (Association of South East Asian bentuk Special Coordinating Committee of ASEAN Nation ) yang didirikan di Bangkok pada tahun

Nations (SCCAN). Tujuannya adalah untuk 1967 merupakan salah satu integrasi ekonomi

mengadakan dialog dengan pihak Masyarakat yang ada di kawasan Asia Tenggara. Saat ini

Eropa (ME). ASEAN Brussels Committee (ABC) anggota ASEAN sudah mencapai 10 negara yang beranggotakan para Duta Besar negara- yaitu Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand,

negara ASEAN di Brussels, berfungsi melaksa- Singapura, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos,

nakan konsultasi antara kedua pihak. Selanjut- Myanmar, dan Kamboja (www.asean.org). Me-

nya ASEAN-EU membentuk Joint Cooperation reka melakukan berbagai kerjasama berbagai Committee (JCC). Komite ini mengadakan per- bidang untuk meningkatkan kesejahteraan ber-

temuan sekurang-kurangnya sekali dalam seta- sama. Upaya untuk meningkatkan pertum-

hun dan membahas serta mengawasi pelaksa- buhan ekonominya dilakukan melalui berbagai

naan kerjasama di bidang ekonomi dan pem- kesepakatan.

bangunan.

Keberhasilan Uni Eropa membentuk satu Penurunan tarif yang terjadi di Asia Timur pasar tunggal mengilhami ASEAN untuk mela-

pada tahun 1980 memberikan sinyal positif bagi kukan hal yang sama. Pada KTT ASEAN Okto-

semua negara untuk meningkatkan volume ber 2002 di Kamboja, Singapura mengusulkan

perdagangannya. Kondisi ini berdampak terha- agar di tahun 2020 dibentuk pasar tunggal dap peningkatan integrasi perdagangan teruta- ASEAN mencontoh keberhasilan pembentukan

ma bagi negara yang sudah terintegrasi per- pasar tunggal Eropa yang diberlakukan di ka-

ekonomiannya seperti ASEAN yang tercermin wasan Uni Eropa (Achsani, 2008). Ide ini akhir-

dari meningkatnya Gross Domestic Bruto/GDP nya terwujud dengan ditandatanganinya Bali negara-negara di ASEAN (www.asean.org). Concorde

II pada tanggal 7 Oktober 2003 yang Statistik perdagangan di ASEAN juga me- menyepakati terbentuknya ASEAN Commu-

nunjukkan peningkatan yang pesat, terutama nity pada tahun 2020 dengan tiga pilar utama:

setelah adanya penurunan tarif pada tahun ASEAN Security Community, ASEAN Economic

1980-an (lihat Rana (2007) serta Shin dan Wang Community dan ASEAN Socio-Culture Commu-

(2004)). Pada kurun waktu tersebut integrasi nity .

perdagangan antarnegara menunjukkan per- Hubungan kerjasama ASEAN-Uni Eropa forma tertinggi yang berarti semakin besar pula (UE) dirintis pada 1972 ketika ASEAN mem-

terjadinya keselarasan siklus bisnis. Isu kesela-

Tabel 1. Nilai Perdagangan ASEAN dengan Negara Lain (dalam milyar $)

Persentase dari total Perdagangan

Nilai

Negara Mitra

ASEAN

Ekspor Impor Total Ekspor Impor Total

ASEAN 189.176,8 163.594,5 352.771,4 25,2 25,0 25,1 Jepang 81.284,9 80.495,6 161.780,5

10,8 12,3 11,5 USA 96.943,5 64.252,5 161.196,0

12,9 9,8 11,5 European Union-25

1,2 2,0 1,6 Hong Kong, SAR

1,8 1,0 1,4 Total sepuluh besar

100,0 100,0 100,0 Sumber: ASEAN Database Trade, 2007

Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 2, Desember 2011: 163-186 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 2, Desember 2011: 163-186

mana perekonomian mengalami ekspansi mele- negara ASEAN meningkat dan siklus bisnis bihi ketinggian siklus sebelumnya. Di dalam bergerak sama maka kemungkinan diberlaku-

ekspansi terdapat beberapa periode termasuk kannya mata uang bersama akan semakin dalam periode peningkatan dan penurunan besar.

pertumbuhan ekonomi yang sering disebut Data perdagangan yang dilakukan oleh siklus pertumbuhan (Botha, 2004). Ekspansi ASEAN dengan Uni Eropa pada tahun 2006 merupakan suatu periode di mana permintaan mencatat nilai ekspor ASEAN mencapai dan produksi mengalami peningkatan dan ke- 94.471,8 milyar US$, sedangkan nilai impornya

percayaan konsumen juga meningkat sehingga 66.118,1 milyar US$ (lihat Tabel 1). Apabila angka penjualan juga meningkat. Inflasi dan diprosentase maka share perdagangan ini men-

suku bunga juga mengalami kenaikan selama capai 12,6 persen untuk ekspor dan 10,1 untuk

periode ekspansi.

impor dari nilai keseluruhan perdagangan Fase kedua adalah fase kontraksi. Ekspansi ASEAN (www.asean.org). Pangsa ini mendu-

bisnis meningkat sampai puncaknya sesudah- duki posisi kedua di bawah Amerika Serikat.

nya diikuti oleh fase kontraksi. Selama fase ini Tingginya share ekspor negara ASEAN kepada

beberapa faktor seperti penjualan, harga, pro- Uni Eropa ini membuktikan bahwa kegiatan duksi dan tenaga kerja mulai menurun. Penu- perdagangan dengan Eropa memberikan pros-

runan ini biasanya akan diikuti oleh penurunan pek yang sangat baik terhadap kinerja perda-

suku bunga. Apabila penurunan ini terjadi gangan ASEAN.

secara drastis dan dalam jangka panjang maka Salah satu hal yang berkaitan dengan ma-

akan terjadi resesi. Resesi ini biasanya didefini- salah integrasi ekonomi adalah kegiatan perda-

sikan sebagai penurunan BC secara dua kuartal gangan dan keselarasan (syncronization) siklus

berturut-turut. Ini terjadi biasanya kurang dari bisnis. Siklus bisnis (business cycle) atau juga satu tahun sampai satu tahun dan berimbas dikenal sebagai siklus ekonomi (economic cycle)

pada kontraksi beberapa sektor ekonomi. Resesi adalah pola jangka panjang pertumbuhan (eks-

dimulai pada puncak siklus bisnis dan berakhir pansi) dan resesi (kontraksi) ekonomi. Menurut

titik terendah/trough.

penelitian yang dilakukan oleh Centre for Inter- Fase ketiga adalah fase pemulihan (reco- national Business Cycle Research di Universitas very ). Adakalanya dalam suatu perekonomian Columbia New York, antara tahun 1854 dan terjadi perulangan permintaan dan kenaikan 1945 ekspansi ekonomi rata-rata berlangsung 29

produksi. Fase recovery bergerak sampai ke bulan sementara masa kontraksi berlangsung ekspansi periode baru dan siklus bisnis dimulai

21 bulan (Botha, 2004). Namun demikian, sejak kembali. Recovery merupakan fase transisional berakhirnya Perang Dunia II, siklus ekspansi yang dimulai dari titik ekonomi terendah atau telah memanjang hingga hampir dua kali lipat,

trough sampai perekonomian pulih kembali dan yaitu rata-rata 50 bulan, sementara siklus kon-

kembali ke semula. Secara umum, pertumbuh- traksi memendek hingga rata-rata berlangsung

an yang paling kuat terjadi pada fase recovery hanya 11 bulan.

namun durasinya paling pendek dibanding fase Siklus bisnis juga dapat didefinisikan seba-

resesi (Botha, 2004). Menurut teori siklus bisnis, gai deviasi dari output terhadap tren (Mithal,

saat terjadi booming ekonomi, kredit akan 2004; Botha, 2004). Dalam konteks ini timbul

bergerak tak terkendali, moral hazard tumbuh periode ekspansi dan kontraksi terhadap aktivi-

sehingga masa kemakmuran akan berbalik tas perekonomian. Siklus bisnis berdampak ter-

menjadi krisis. Siklus bisnis dianggap sebagai hadap inflasi, pengeluaran pemerintah, ketena-

irama ekonomi dan juga sebagai bagian dari gakerjaan, penjualan, produksi dan beberapa ketidakseimbangan moneter. aspek perekonomian (Botha, 2004). Siklus bisnis

Peningkatan perdagangan dengan bebe- terdiri dari beberapa tahapan yang berbeda rapa negara terutama dengan negara-negara di yaitu fase ekspansi, fase kontraksi, dan fase Asia Timur semakin berkembang. Beberapa recovery.

Intensitas Perdagangan dan Keselarasan Siklus Bisnis (Etty Puji Lestari)

antara dua negara tergantung pada dominasi katan pertumbuhan pendapatan yang cepat inter industri dan intra industri. Semakin besar pula. Implikasi penting dari meningkatnya per-

perdagangan inter industri cenderung akan dagangan adalah pada negara yang terintegrasi

mengurangi korelasi siklus bisnis antar mitra perdagangannya maka kinerja makroekonomi-

dagang. Sementara itu peningkatan perdagang- nya lebih meningkat dibanding negara yang an intra industri akan cenderung meningkatkan belum terintegrasi. Pengaruh penting negara korelasi siklus bisnis (literatur lebih lanjut lihat mitra dagang menjadi faktor yang esensial un-

Zebregs, 2004; Cortinhas, 2007; Shin dan Wang, tuk mengetahui fluktuasi siklus bisnis pereko-

2004; Teng dan Way, 2005; dan Rana, 2007). Se- nomian domestik (Shin dan Wang, 2005). Me-

cara teoritis integrasi perdagangan akan me- ningkatnya kegiatan perdagangan dengan ne-

nimbulkan efek terhadap peningkatan perda- gara lain dapat menyebabkan siklus bisnis me-

gangan, peningkatan efisiensi ekonomi, dan reka bergerak secara divergen maupun konver-

daya saing yang tinggi yang pada gilirannya gen (Fiess, 2005). Sebagai contoh jika perda-

akan meningkatkan kesejahteraan. gangan terjadi seperti teori Heckser-Ohlin atau

Sementara itu terdapat beberapa peneliti Ricardo maka semakin besar spesialisasi indus-

yang memberikan argumentasi sebaliknya. Ka- tri berakibat pada berkurangnya keselarasan jian yang dilakukan oleh Eric (2007) menyata- siklus bisnis (lihat Frankel dan Rose (1998), kan bahwa negara yang terintegrasi sektor per- Rana (2007), Rana (2006), Shin dan Wang (2004)

dagangannya akan cenderung menurunkan serta Teng dan Way (2005)). Sebaliknya, jika siklus bisnisnya. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan perdagangan terjadi pada perda-

spesialisasi industri yang diterapkan oleh ne- gangan intra industri maka siklus bisnis dengan

gara tersebut. Spesialisasi industri akan mem- mitra dagang akan menjadi selaras. Keselarasan

perkuat daya saing dan kemandirian ekonomi siklus bisnis (business cycle syncronization) meng-

negara yang bersangkutan sehingga tidak ter- indikasikan adanya keselarasan pergerakan gantung dengan negara lain. variabel-variabel makroekonomi.

Siklus bisnis diyakini akan bergerak sepan- Analisis tentang pergerakan siklus bisnis

jang waktu sebagai dampak dari adanya glo- menarik dikaji karena akan mempengaruhi ke-

balisasi (Botha, 2004). Salah satu perubahan bijakan ekonomi dan kelembagaan. Banyak pe-

yang terjadi adalah keselarasan siklus bisnis neliti percaya bahwa ada korelasi yang kuat antar negara, terutama negara yang melakukan antara integrasi perdagangan dengan siklus integrasi perdagangan seperti yang terjadi di bisnis. Beberapa peneliti menganalisis perge-

ASEAN-4 (Indonesia, Malaysia, Thailand dan rakan pada agregat ekonomi makro yang Filipina) dan Uni Eropa. Faktor tersebut diya- dialami suatu negara yang terintegrasi secara

kini dapat mempengaruhi volatilitas siklus bis- ekonomi dengan negara lain. Ada tiga alasan

nis dan secara alamiah memungkinkan terjadi- mengapa analisis tersebut dilakukan (Loayza, et

nya chaos pada siklus bisnis. Penelitian ini ingin al , 2001). Pertama, shock yang dihadapi oleh su-

membuktikan bagaimana keselarasan siklus atu negara biasanya akan berdampak kepada

bisnis di ASEAN-4 dipengaruhi oleh mening- negara lain melalui integrasi perdagangan dan

katnya intensitas perdagangan dengan Uni Ero- transaksi pasar uang. Kedua, negara yang terin-

pa pada periode 1980-2008.

tegrasi dalam suatu group apabila salah satu anggotanya mengalami shock maka akan me-

METODE PENELITIAN

nimbulkan dampak yang sama dengan negara lain dalam group tersebut. Ketiga, shock yang melanda sektor tertentu mungkin akan menye-

Penelitian ini menggunakan sampel enam nega- babkan pergerakan dalam agregat output jika

ra yaitu ASEAN-4 yang terdiri dari Indonesia, struktur ekonomi negara sama.

Malaysia, Thailand dan Filipina serta dua nega- Dampak dari peningkatan integrasi perda-

Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 2, Desember 2011: 163-186 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 2, Desember 2011: 163-186

ra Uni Eropa yaitu Belanda dan Jerman. 1 Ren-

dilakukan dengan asumsi bahwa semakin me- national Financial Statistic , Direction of Trade dan

ningkat intensitas perdagangan akan semakin Government Financial Statistic terbitan Interna-

memerlukan koordinasi kebijakan-kebijakan tional Monetary Funds .

tersebut. Dampak dari pengenaan kebijakan- Penelitian ini menggunakan dua pengujian

kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadap yaitu pengujian regresi dengan data panel dan

pergerakan siklus bisnis.

pengujian Vector Autoregression (VAR). Variabel Pemilihan variabel koordinasi kebijakan yang digunakan ada empat yaitu siklus bisnis

fiskal (fiscal policy coordination/FPC) diperoleh (BC) atau siklus bisnis, intensitas perdagangan,

dari perhitungan koefisien korelasi rasio penge- koordinasi kebijakan fiskal dan koordinasi luaran pemerintah dengan PDBsepasang nega- kebijakan moneter. Pemilihan keempat variabel

ra menggunakan pendekatan five year moving tersebut didasarkan pada previous study yang

average . Sementara itu koordinasi kebijakan mo- dilakukan oleh Shin dan Wang (2004), Teng dan

neter (monetary policy coordination/MPC) diukur Way (2005), dan Rana (2007).

dari koefisien korelasi bilateral interest rate de- Variabel siklus bisnis (business cycle/BC)

ngan pendekatan five year moving average seperti diperoleh dari koefisien korelasi Produk Do-

yang digunakan Rana (2007). mestik Bruto/PDB bilateral menggunakan pen-

Penambahan beberapa variabel tersebut, dekatan five year moving average, mengikuti dapat dibuat model persamaan, yaitu: kajian yang sudah dilakukan oleh Shin dan Wang (2004), Rana (2007) serta Teng dan Way

BC ( i , j ) t   0   1 . TI ( i , j ) t   2 FIS ( i , j ) t 

(2005). Variabel intensitas perdagangan (trade

 3 MON ( i , j ) t   ij t (2)

intensity /TI) diperoleh dari perhitungan terms of trade yang diolah menggunakan formula Frankel dan Rose (1998). Perhitungan ini meng-

dimana BC adalah siklus bisnis; TI (trade inten- adopsi penelitian dilakukan oleh Teng dan Way

sity ) adalah intensitas perdagangan yang dihi- (2005) serta Shin dan Wang (2005). Variabel tung menggunakan formula Frankel dan Rose intensitas perdagangan dihitung dengan for-

(1998); FIS adalah koordinasi kebijakan fiskal mula sebagai berikut:

dan MON adalah variabel kordinasi kebijakan moneter. Penelitian menggunakan data panel dengan metode seemingly unrelated regression/

SUR dalam analisisnya seperti yang digunakan Teng dan Way (2005).

dimana X ijt = total nominal ekspor dari negara i

Pengujian Regresi Data Panel

ke negara j pada periode waktu t; Mijt = total Model perhitungan regresi menggunakan data nominal impor dari negara i ke negara j pada panel. Data panel atau sering disebut pooled data periode waktu t; Xij + Mij = nilai keseluruhan merupakan kombinasi dari data time series yang ekspor dan impor negara i (j) pada periode memiliki observasi temporal biasa pada suatu waktu t. unit analisis dengan data cross section yang Selanjutnya untuk melihat keselarasan per- memiliki observasi-observasi pada suatu unit gerakan siklus bisnis, maka penelitian ini me- analisis pada suatu titik waktu tertentu. Ciri

khusus yang melekat pada time series adalah

1 Perlu diingat bahwa ASEAN didirikan pada tanggal 8 Agus- adanya urutan numerik di mana interval antar

tus 1967 sehingga pilihan dimulainya penelitian pada tahun

observasi atas sejumlah variabel bersifat

1980 didasarkan asumsi bahwa data perdagangan untuk

konstan dan tetap, sedangkan pada data cross

ASEAN-4 sudah tersedia. sedangkan untuk sampel Uni Ero- pa dipilih sampel dua negara terbesar yang melakukan ke-

section adalah suatu unit analisis pada suatu

giatan perdagangan dengan ASEAN yaitu Jerman dan Be-

titik waktu tertentu dengan observasi atas landa (lihat www.asean.org)

Intensitas Perdagangan dan Keselarasan Siklus Bisnis (Etty Puji Lestari)

mengakomodasi informasi baik yang terkait VAR merupakan alat analisis yang dapat dengan variabel-variabel cross section maupun digunakan baik untuk memproyeksikan sistem time series , data panel secara substansial mampu variabel-variabel runtut waktu maupun meng- menurunkan masalah omitted-variables, model analisis dampak dinamis dari faktor gangguan yang mengabaikan variabel yang relevan yang terdapat dalam sistem variabel tersebut. (Gujarati, 2003). Selain itu, VAR juga berguna untuk mengetahui Selain alasan pragmatis, metode data panel adanya hubungan timbal balik (interrelationship) digunakan untuk mengatasi interkorelasi di antara variabel-variabel ekonomi, maupun di antara variabel-variabel bebas yang pada akhir- dalam pembentukan model ekonomi berstruk- nya dapat mengakibatkan tidak tepatnya pe- tur (Hadi, 2003). Dengan menggunakan VAR, naksiran regresi. Dalam sebuah penelitian ter- penelitian ini mencoba mencari ada tidaknya kadang ditemukan suatu persoalan mengenai korelasi timbal balik (interrelationship) antara ketersediaan data (data avaibility) untuk mewa- variabel intensitas perdagangan, perdagangan kili variabel yang digunakan dalam penelitian. intra industri, koordinasi kebijakan fiskal, koor- Melalui penggabungan data time series dan cross dinasi kebijakan moneter dan kebijakan nilai section (pooling), maka jumlah observasi bertam- tukar dengan keselarasan siklus bisnis di antara bah secara signifikan tanpa melakukan treat-

negara dalam sampel.

ment apapun terhadap data. Kerangka analisis yang praktis dalam VAR Penggunaan metode data panel ini memi- akan memberikan informasi yang sistematis liki beberapa keunggulan, pertama, data panel dan mampu menaksir dengan baik informasi mampu memperhitungkan heterogenitas indi- dalam persamaan yang dibentuk dari data time vidu secara eksplisit dengan mengijinkan varia- series . Selain itu perangkat estimasi dalam bel spesifik individu. Kedua, kemampuan me- model VAR mudah digunakan dan diintepre- ngontrol heterogenitas individu ini, pada tasikan. Perangkat estimasi yang akan diguna- gilirannya menjadikan data panel dapat digu- kan dalam model VAR ini adalah fungsi impulse nakan untuk menguji dan membangun model respon dan variance decompotition. Ada beberapa perilaku yang lebih kompleks. Ketiga, data keuntungan dari metode VAR (Gujarati, 2003) panel mendasarkan diri pada observasi cross yaitu: (1) VAR mampu melihat lebih banyak section yang berulang-ulang (time series), sehing- variabel dalam menganalisis fenomena eko-

ga metode data panel cocok untuk digunakan nomi jangka pendek dan jangka panjang; (2) sebagai study of dynamic adjusment. Keempat, VAR mampu mengkaji konsistensi model empi- tingginya jumlah observasi memiliki implikasi rik dengan teori ekonometrika, dan (3) VAR pada data yang lebih informatif, lebih variatif, mampu mencari pemecahan terhadap persoal- kolinearitas antarvariabel yang semakin ber- an variabel runtun waktu yang tidak stasioner kurang, dan peningkatan derajat kebebasan (non stasionary) dan regresi lancung (spurious (degree of freedom) , sehingga dapat diperoleh regresion ) atau korelasi lancung (spurious corre- hasil estimasi yang lebih efisien. Kelima, data lation ) dalam analisis ekonometrika (Gujarati, panel dapat digunakan untuk mempelajari

model-model perilaku yang kompleks. Keenam, Pendekatan tradisional yang selama ini data panel dapat meminimalisir bias yang sering dilakukan dalam menentukkan bentuk mungkin ditimbulkan oleh agregasi data indivi- hubungan jangka panjang adalah penggunaan du. Keunggulan-keunggulan tersebut di atas analisis kointegrasi. Sementara model lain yang memiliki implikasi pada model yang dipakai kemukakan oleh Sims et,al (1991) dikenal dan tidak harus dilakukan pengujian asumsi dengan VAR (Gujarati, 2003). Metodologi ini klasik dalam model data panel, sesuai apa yang didasarkan atas reaksi terhadap pendekatan ada dalam beberapa literatur yang digunakan ekonometri tradisional untuk menangani model dalam penelitian ini (Unair, 2009; Gujarati, simultan (multi-equation simultaneous models). 2003). Kunci penting dari pendekatan ini adalah

Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 2, Desember 2011: 163-186 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 2, Desember 2011: 163-186

karena pada prinsipnya uji ini dimaksudkan VAR mampu melakukan peramalan lebih baik

untuk mengamati apakah koefisien tertentu dibanding model persamaan struktural (Guja-

dari model autoregressive yang ditaksir mempu- rati, 2003). Misalnya model VAR sebagai ber-

nyai nilai satu atau tidak. Namun demikian ikut.

model autoregressive memiliki distribusi yang tidak baku seperti uji t dan uji f yang tidak

Y t   Y t 1   t (3) cukup layak dipakai guna menguji hipotesa

yang dibuat. Penelitian ini menggunakan uji dimana vektor Yt  Y t , Z t . Lakukan turunan Dickey-Fuller (DF). Uji ini perlu karena inferen-

pertama menjadi : sia ekonometrika biasa seperti Ordinary Least Square (OLS) dan Vector Autoregression (VAR)

y t  y t  1     1  y t  1   t t dan hanya berlaku untuk data yang bersifat stasio-

 ner.

yt   y t 1   t (4)

Ada dua uji yang akan dipakai dalam pe- nelitian ini seperti dikembangkan oleh Dickey

Jika semua variabel terintegrasi I(1) maka dan Fuller (1981) (lihat Gujarati, 2003). Peng- semua variabel M pada sisi kiri adalah I(0). ujian ini dilakukan dengan penaksiran auto-

Matrik  menghasilkan kombinasi linier dari regressive sebagai berikut: variabel dalam Y t . Namun seperti yang dilihat, tidak semua kombinasi linier terkointegrasi

X t     X t 1  u t

meskipun model representasi VAR dipastikan (6) ada (Handoyo, 2002). Jika mengasumsikan

untuk data time series diasumsikan parameter model ini sebagai unrestricted VAR maka hasil

 adalah positif. Xt menjadi non stasioner jika nya, jika variabel benar-benar terkointegrasi parameter  sama dengan atau lebih dari satu. maka koefisien matriksnya tidak akan kehilang-

matriks koefisien harus diperingkat. Implikasi-

Time series pada persamaan (5) stasioner jika 

an kesesuaiannya (goodnes of fit) (Greene, 2000). < 1. Proses pengujiannya dilakukan dengan Jika X t menjadi kolom vektor dari sejumlah

mengaplikasikan OLS kedalam persamaan (6) p komponen dengan I maka sistem yang dapat

dan lihatlah hasil  ˆ yaitu nilai estimasi dari  .

ditulis dalam jumlah order VAR yang terbatas

(restricted VAR) seperti berikut : Selanjutnya dilakukan uji t (t-test) pada hipote-

sis nol Ho:  =1 melawan Ha:   <1. Jika s ˆ  X t     x t  1  ...  Tk  x t  k   t

merupakan standar error estimasi dari  ˆ maka uji statistik (t-statistic/TS) dirumuskan sebagai

dimana t = 1,2,3…t dan  t independen, E(  t )=0 berikut : dan covariance (  t )=  . Model koreksi kesa-

TS 

lahan (ECM) terjadi ketika matrik  dibatasi.

Hanya variabel  x t yang menunjukkan masih ada hubungan jangka panjang dimana masing-

penolakan Ho berimplikasi pada data yang sta- masing variabel tidak berubah nilainya. Dalam

jangka pendek variabel  x t tidak cocok dengan

sioner.

Dengan melakukan prosedur di atas terda- keseimbangan masa lalu dan sisi kiri adalah pat berbagai permasalahan (Gujarati, 2003). Per-

penyesuaian dari ketidakcocokannya (Gujarati, tama keberadaan variabel dependen kelamban- 2003).

an dari persamaan (6) menandakan estimator Intensitas Perdagangan dan Keselarasan Siklus Bisnis (Etty Puji Lestari)

Tabel 2. Nilai Kritis untuk t 1 *

Nilai kritis dari t 1 * Nilai t biasa

Jumlah sample n

(n=)

Tingkat sig 0,01 -3,75 -3,58 -3,51 -3,44 -3,43 -2,33 Tingkat sig 0,05 -3,00 -2,93 -2,89 -2,87 -2,86

-1,65 Tingkat sig. 0,10 -2,63 -2,60 -2,58 -2,57 -2,57

OLS,  ˆ akan bias pada sampel kecil. Hal ini sahih adalah t-rasio dengan simbol t 1 *.t 1 * yang bisa ditunjukkan dengan cara  ˆ akan bias ke disebut sebagai statistic DF (Dickey Fuller bawah (biased downward). Oleh karena itu uji

Pada situasi seperti ini yang dianggap

statistic ). Beberapa nilai kritis Dickey Fuller un- statistik persamaan (7) tidak dapat dipercaya

tuk t 1 * ditunjukkan pada Tabel 2 yang sebagian dan jika tetap digunakan dapat disimpulkan diambil dari nilai tabel t standar. Sebagai

catatan bahwa untuk menolak hipotesa nol dari

bahwa  ˆ <1 dan dikatakan bahwa X t stasioner, non stasioner, statistic t 1 * harus lebih negatif

padahal kenyataannya tidak demikian. Kedua, dari yang disarankan dengan tabel t biasanya.

jika Ho:  = 1 benar dan prosesnya adalah non Apabila pengujian stasioneritas menunjukkan stasioner maka standar distribusi dengan sam-

bahwa seri data suatu peubah tidak stasioner pel besar menjadi tidak valid (invalid). Kita maka harus dilihat perbedaan tingkat pertama-

tidak dapat mengandalkan uji statistik pada nya (first difference) ( ∆Y t =Y t –Y t-1 ) dengan persamaan sebagai distribusi normal bahkan menarik diferensiasi dari peubah endogennya untuk sampel besar. Distribusi dari uji statistik

maka data menjadi stasioner pada kondisi 1. tidak baku (standar) dan bahkan tidak simetris.

Bila perbedaan tingkat pertama tidak stasioner Permasalahan ini dikemukankan pertama

juga, maka dilanjutkan dengan melihat perbe- kali oleh D.A Dickey dan W.F Fuller (lihat daan tingkat kedua, dan seterusnya sampai Dickey dan Fuller, 1979) pertama dengan me-

diperoleh kondisi stasioner. Pada akhirnya nulis kembali persamaan (7) menjadi:

proses ini akan menghasilkan derajat integrasi dari peubah tersebut.

 X t     * X t 1  u t ,  *    1 (8)

Penentuan Lag Optimal Model VAR

dengan pengujian Ho:  =1 melawan Ha: <1 maka perlu ditentukan seberapa banyak varia- dalam persamaan (6) sama dengan pengujian

Untuk dapat melakukan estimasi model VAR

bel lag length dibutuhkan dalam model. Di

Ho:  *=0 melawan Ha:  *<0 pada persamaan dalam model autoregresi dimana peran waktu (8). Pengujian terakhir sering disebut uji akar

sangat berpengaruh maka peranan lag didalam unit (unit root test).

model menjadi sangat penting. Penentuan lag Ahli ekonometri yang dipelopori oleh length juga bertujuan untuk mendapatkan mo- Dickey dan Fuller telah mengembangkan se-

del yang tepat untuk diestimasi, dimana model buah studi simulasi dengan menabulasi distri-

tersebut ditentukan oleh banyaknya jumlah lag busi t-rasio sampel besar dengan menguji hipo-

yang digunakan (Tabel 3).

tesa nol (Ho) yaitu  *=0. Dengan alasan ada- ditentukan pada kriteria informasi yang direko- nya bias kebawah (downward biased) distribusi t

Penentuan jumlah lag dalam model VAR

mendasikan oleh Final Prediction Error (FPE),

 ˆ * Akaike Information Criterion rasio pada nol seperti jika estimator OLS (AIC), Schwarz Crite-

rion (SC), dan Hannan-Quinn (HQ). Tanda bin- yang tidak bias tetapi pada nilai yang kurang

tang pada lag optimal menunjukkan lag opti- dari nol (lihat Greene, 2000).

mal yang direkomendasikan oleh kriteria di

Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 2, Desember 2011: 163-186

Tabel 3. Penentuan Lag Optimal

Kriteria Rumus

Final Prediction Error (FPE)

 RSS  T  k  X

T  T  k

Akaike Information Criterion (AIC)  RSS  ( 2 k / T X )  e

T 

Schwarz Information Criterion (SIC)  RSS  kj / X T  T

T 

atas. Beberapa rumus yang biasa dipakai untuk VMA (vector moving average). Jika dituliskan menentukan lag optimal.

dalam bentuk matriks aljabar dari bentuk stan- dar VAR maka akan didapat persamaan ber-

Impulse Response Function dari Model VAR

ikut:

Fungsi Impulse Respon adalah untuk mengeta- hui pengaruh shock dalam perekonomian maka

     digunakan metode impulse respon function. Sela-   

 y t   y    a 11 a 12   e 1 t  i 

 t   z  i  0  a 22 a 22   e 2 t  i 

ma koefisien pada persamaan struktural VAR (9) di atas sulit untuk diintepretasikan maka ba-

dimana {y t } dan {z t } mempunyai hubungan nyak praktisi menyarankan menggunakan im- dengan {e 1t } dan {e 2t } secara berurutan. Dengan pulse respon function . Fungsi impulse respon menggunakan { ε yt } dan { ε zt }, selanjutnya dengan menggambarkan tingkat laju dari shock variabel

yang satu terhadap variabel yang lainnya pada menggunakan operasi matriks aljabar maka suatu rentang periode tertentu. Sehingga dapat

vector error dapat ditentukan menjadi:

dilihat lamanya pengaruh dari shock suatu variabel terhadap variabel lain sampai penga-

    1 /( 1  b 12 b 21 ) ruhnya hilang atau kembali ke titik keseim-  

 1  b 12    yt 

  b 21 1    zt 

bangan. Fungsi ini akan melacak respon dari (10) variabel tergantung apabila terdapat shock da-

lam u 1 dan u 2 . Impulse response digunakan Moving average representation dalam persamaan (9) dan (10) dapat ditulis dengan kaitan { ε untuk melihat efek gejolak (shock) suatu standar yt } dan

deviasi dari variabel inovasi terhadap nilai zt { ε } secara berulang menjadi: sekarang (current time values) dan nilai yang

11 ( i )  12 ( i )    yt  i 

    bel endogen yang terdapat dalam model yang  z   

akan datang (future values) dari variabel-varia-

  t   z  i  0   21 ( i )  22 ( i )    zt  1 

diamati. (11) Impulse Response Function menggambarkan

respon dari setiap variabel terhadap struktural Empat satuan koefisien  11 (i),  12 (i),  21 (i), dan inovasi variabel lainnya dalam model pada  22 (i) inilah yang disebut dengan impulse res-

periode waktu bersamaan. Estimasi impulse

ponse function (IRF).

response dapat dilihat pada saat ini dan akan dimana: Ф ij ( i ) adalah efek dari struktural shock datang. Selanjutnya model VAR dapat ditulis

pada y dan z; Ф ij ( 0 ) adalah impact multipliers; sebagai suatu vektor rata-rata bergerak atau ΣФ ij ( i ) adalah cumulative multipliers.

ΣФ ij ( i ) = pada saat n  ∞ = long run multipliers Intensitas Perdagangan dan Keselarasan Siklus Bisnis (Etty Puji Lestari)

Variance Decomposition dari Siklus Bisnis

φ 12 (0) ε zt+n + φ 12 (1) ε zt+n-1 + ... + φ 12 (n-1) ε zt+1 (15)

The Cholesky Decomposition atau biasa disebut juga dengan the variance decomposition memberi-

Variance dari forecast error Y t+n periode n ke kan informasi mengenai variabel inovasi yang

depan adalah σ y (n) 2 , dimana:

relatif lebih penting dalam VAR. Pada dasarnya test ini merupakan metode lain untuk meng-

σ y (n) 2 = σ 2y [ φ 11 (0) 2 + φ 11 (1) 2 + ... + φ 11 (n-1) 2 ]+ gambarkan sistem dinamis yang terdapat da-

σ 2z [ φ 12 (0) 2 + φ 12 (1) 2 + ... + φ 12 (n-1) 2 ] (16) lam VAR. Test ini digunakan untuk menyusun

perkiraan error variance suatu variabel, yaitu Forecast error variance decomposition adalah pro- seberapa besar perbedaan antara variance sebe-

porsi dari σ y (n) 2 terhadap shock y dan shock z. lum dan sesudah shock, baik shock yang berasal

Sehingga forecast error variance decomposition dari diri sendiri maupun shock dari variabel pada shock y adalah:

lain. Variance decompotition akan memberikan informasi mengenai proporsi dari pergerakan

σ 2y [ φ 11 (0) 2 + φ 11 (1) 2 + ... + φ 11 (n-1) 2 ]/ σ y (n) 2 (17) pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap

shock variabel yang lain pada periode saat ini Sementara itu forecast error variance decomposi- dan periode yang akan datang. Variance decom-

tion pada shock z adalah :

position memisahkan variasi perubahan shock dari setiap variabel terhadap variabel lain σ 2z [ φ 11 (0) 2 + φ 11 (1) 2 + ... + φ 11 (n-1) 2 ]/ σ y (n) 2 (18) dalam model. Setiap variabel perubahan dalam model diasumsikan tidak berkorelasi. Variance decomposition menggambarkan besarnya sum-

Hipotesis Penelitian

bangan pengaruh dari suatu variabel perubah- Meningkatnya intensitas perdagangan akan an terhadap variabel lain dalam model. Bentuk

mendorong meningkatnya permintaan dan VMA dari variabel x pada satu periode didepan

penawaran barang antarnegara yang pada di tuliskan sebagai berikut:

gilirannya akan meningkatkan keterkaitan hu-

bungan antarnegara. Akibatnya perekonomian akan semakin konvergen dan korelasi siklus

i  0 bisnisnya menjadi lebih selaras. Pendapat ini (12) didukung oleh kajian yang sudah dilakukan

Forecast error pada satu periode ke depan ada- oleh Shin dan Wang (2004) serta Rana (2007). lah :

Dengan proposisi tersebut maka dapat dikemu-

kakan hipotesis 1: intensitas perdagangan me-

e t X t  1  X    i  t  1  i (13) miliki pengaruh positif terhadap keselarasan

i  0 siklus bisnis.

Meningkatnya perdagangan internasional Peramalan satu periode kedepan dilambangkan

akan memerlukan beberapa koordinasi kebijak- dengan φ 0 ε t+1 . Forecast error pada periode n ke an, salah satunya adalah koordinasi kebijakan

depan adalah: fiskal. Adanya koordinasi kebijakan fiskal akan

menyebabkan shock kebijakan fiskal tersebut

X t  n  e t X t  1  X   i  t  1 i (14)  akan menjadi relatif sama antarnegara sehingga 

i  0 siklus bisnisnya menjadi lebih selaras (Frankel dan Rose, 1998). Berdasarkan proposisi tersebut

Forecast error pada n periode ke depan untuk maka dapat dikemukakan hipotesis 3: koor-

variabel y adalah:

dinasi kebijakan fiskal memiliki pengaruh

Y t+n –e t y t+n = φ 11 (0) ε yt+n + φ 11 (1) ε yt+n-1 + ... +

positif terhadap keselarasan siklus bisnis.

φ Semakin terintegrasi perekonomian suatu

11 (n-1) ε yt+1 negara maka akan memerlukan koordinasi ke-

Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 2, Desember 2011: 163-186 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 2, Desember 2011: 163-186

menunjukkan trend yang terus meningkat. Ke- grasi, beberapa kesepakatan bidang moneter beradaan ASEAN-4 sebagai mitra dagang nega- dibuat untuk memudahkan dalam melakukan

ra Uni Eropa (dalam hal ini Jerman dan kerjasama terutama bidang perdagangan. Se-

Belanda) sangat penting terutama untuk pe- makin meningkat koordinasi kebijakan moneter

ningkatan kerjasama perdagangan antara pada negara yang terintegrasi perdagangannya

ASEAN secara umumnya dengan Uni Eropa maka akan semakin selaras siklus bisnisnya. (www.asean.org). Pernyataan ini didukung oleh kajian yang

Hasil perhitungan untuk variabel koordi- sudah dilakukan oleh Shin dan Wang (2004) nasi kebijakan moneter memberikan pengaruh dan Rana (2007). Proposisi ini mendasari hipo-

yang positif dan signifikan terhadap keselaras-

tesis 4: koordinasi kebijakan moneter memi-

an siklus bisnis pada level kepercayaan satu liki pengaruh positif terhadap keselarasan persen. Temuan ini sesuai dengan hipotesis

siklus bisnis.

yang dikemukakan bahwa bahwa semakin me- ningkat intensitas perdagangan akan memerlu-

HASIL DAN PEMBAHASAN kan berbagai koordinasi kebijakan terutama

koordinasi kebijakan moneter. Kenyataannya beberapa kesepakatan kerjasama di bidang mo-

Pengujian Data Panel

neter sudah diterapkan di ASEAN. Menteri Dari hasil perhitungan data panel yang disaji-

Keuangan ASEAN telah menandatangani Mi- kan pada Tabel 4 menggunakan metode See-

nisterial Understanding on ASEAN Cooperation in mingly Unrelated Regression /SUR memperlihat-

Finance di Thailand tahun 1997. Ministerial Un- kan bahwa intensitas perdagangan memberikan

derstanding tersebut menjadi kerangka pening- pengaruh yang positif dan signifikan terhadap

katan kerjasama di bidang keuangan yang keselarasan siklus bisnis pada level kepercaya-

mencakup keuangan dan perbankan, pasar an satu persen, artinya meningkatnya intensitas

uang dan modal, masalah-masalah pabean, perdagangan akan semakin meningkatkan ke-

asuransi, perpajakan dan pengembangan SDM selarasan siklus bisnis. Hasil ini sesuai dengan

di sektor keuangan. Para Menteri juga telah me- hipotesis yang menyatakan bahwa semakin nandatangani ASEAN Agreement on Customs meningkat intensitas perdagangan maka akan

yang bertujuan untuk membantu mempercepat berpengaruh positif terhadap keselarasan siklus

realisasi AFTA karena mencakup aturan-aturan bisnisnya. Temuan ini mendukung argumentasi

yang memfasilitasi perdagangan intra-ASEAN Rana (2007) serta Shin dan Wang (2004) yang

dan arus investasi. Semakin tinggi tingkat menyatakan semakin banyak negara melaku-

koordinasi kebijakan moneter yang disepakati kan intensitas dengan negara lain maka akan

maka akan cenderung meningkatkan keselaras- berdampak terhadap kesamaan pergerakan an siklus bisnisnya. Hasil ini sesuai dengan

siklus bisnis. Argumentasi ini diperkuat oleh kajian yang sudah dilakukan Rana (2007) serta

Tabel 4. Hasil Perhitungan Regresi dengan Metode SUR Seemingly Unrelated Regression

Variabel

Koefisien t-statistik

Sumber: data di olah Catatan: * signifikan pada level 1 persen; ** signifikan pada level 5 persen; *** signifikan pada level 10 persen.

Intensitas Perdagangan dan Keselarasan Siklus Bisnis (Etty Puji Lestari)

Teng dan Way (2005). Semakin tinggi defisit anggaran pemerin- Temuan yang berbeda terdapat pada varia-

tah, akan berdampak semakin rentannya se- bel koordinasi kebijakan fiskal. Hasil perhitung-

buah perekonomian. Berbagai upaya dilakukan an menyatakan bahwa koordinasi kebijakan fis-

untuk menutup defisit, di antaranya adalah kal memberikan hasil yang negatif dan sig-

reformasi perpajakan, melalui utang luar negeri nifikan terhadap keselarasan siklus bisnis. Hasil

dan meningkatkan produksi domestiknya. Tu- ini tidak sesuai dengan hipotesis yang menyata-

juannya adalah meningkatkan produksi nasio- kan bahwa semakin meningkatnya integrasi nal dan pertumbuhan ekonomi, memperluas perdagangan akan membutuhkan lebih banyak

lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan koordinasi kebijakan fiskal. Indikasi ini mem-

mengatasi inflasi (Suparmoko, 2000). perkuat argumentasi yang menyatakan bahwa

Salah satu upaya yang sudah dilakukan semakin tinggi defisit anggaran akan berdam-

untuk mengatasi masalah defisit antara lain pak semakin rentannya sebuah perekonomian.

melalui pemberian stimulus fiskal. Gambar 1 Berbagai upaya dilakukan untuk menutup defi-

memperlihatkan pemberian stimulus fiskal di sit, di antaranya meningkatkan produksi do-

beberapa negara. Kelompok G-20 memberikan mestiknya. Selama ini penanganan kebijakan stimulus fiskal kepada negara-negara yang fiskal bersifat divergen dan disesuaikan dengan

mengalami defisit anggaran pada fase pertama perekonomian negara masing-masing. Hasil pada tahun 2009 sebanyak 1,4 trilyun dolar negatif ini relevan dengan kajian yang sudah

(www.fiskal.depkeu.go.id). Pada negara ber- dilakukan oleh Shin dan wang (2005).

kembang seperti Indonesia yang mengalami de- Ketidakselarasan siklus bisnis ini antara fisit anggaran 2,5 persen diberikan stimulus lain disebabkan oleh perbedaan dalam pen-

fiskal sebesar 1,4 persen, sedangkan untuk anganan masalah kebijakan fiskal. Penerapan negara maju seperti Jepang yang mengalami kebijakan fiskal pada tiap negara bersifat inter-

defisit anggaran 7,1 persen diberikan stimulus nal dan cenderung divergen. Penanganan ma-

fiskal sebesar 3,1 persen.

salah defisit anggaran disesuaikan dengan Faktor lain yang juga menurunkan kese- struktur perekonomiannya masing-masing. Ka-

larasan siklus bisnis adalah krisis ekonomi yang rena memiliki sifat internal maka sejauh ini terjadi pada tahun 1997 yang berakibat membe- koordinasi kebijakan fiskal belum dilakukan se-

sarnya defisit transaksi berjalan pada neraca cara intensif.

pembayaran, serta menurunnya daya saing eks-

Sumber: www.fiskal.depkeu.go.id

Gambar 1. Program Stimulus Fiskal di Beberapa Negara

Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 2, Desember 2011: 163-186 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 2, Desember 2011: 163-186

mengetahui pada derajat ke berapa data-data ngan nilai mata uang yang cenderung over-

tersebut stasioner.

valued dan hal ini terutama menimpa Baht Thai- Secara umum hasil pengujian terlihat bah- land yang selama bertahun-tahun, nilainya wa variabel BC sudah lolos uji akar unit sehing- tetap terhadap dolar AS. Hasil negatif ini seru-

ga tidak perlu diteruskan dengan uji derajat pa dengan penelitian yang dilakukan Teng dan

integrasi. Pada negara Malaysia, Thailand, dan Way (2005) yang juga menemukan bahwa koor-

Jerman sudah stasioner pada derajat keperca- dinasi kebijakan fiskal pada ASEAN-5 serta yaan satu persen, sedangkan Belanda stasioner India dan China cenderung menurunkan siklus

pada derajat kepercayaan lima persen. Semen- bisnis.

tara itu Indonesia dan Filipina stasioner pada derajat kepercayaan sepuluh persen.

Hasil Pengujian Akar Unit

Pada pengujian variabel intensitas perda- Dari hasil perhitungan uji akar unit dapat di-

gangan hanya Belanda yang sudah lolos pada lihat bahwa secara keseluruhan semua variabel

uji akar unit, sedangkan lima negara lainnya sudah stasioner (lihat Tabel 5). Dalam uji ini tidak lolos sehingga harus dilakukan uji derajat hanya variabel kurs yang tidak lolos uji akar

integrasi 1. Pada Jerman, Malaysia dan Indone- unit sehingga harus diteruskan dengan uji sia sudah stasioner pada derajat kepercayaan derajat integrasi satu. Hal ini menunjukkan ada

satu persen, namun untuk Thailand dan Fili- masalah dengan akar unit yang menggambar-

pina stasioner pada derajat kepercayaan sepu- kan situasi non stasioner. Untuk selanjutnya luh persen. Perhitungan pada variabel koordi-

nasi kebijakan moneter memperlihatkan bahwa

Tabel 5. Uji Akar Unit dan Uji Derajat Integrasi I

Negara

Variabel

Uji Akar Unit

Derajat Integrasi 1

Indonesia BC 3,584677** TI 0,567722 -5,733068* MPC -2,638936 -3,456246** FPC -4,275077*

Malaysia BC -3,898484 TI -0,795151 -4,825984* MPC -2,479869 -5,213031* FPC -2,280551 -4,420069*

Filipina BC -3,185213** TI -1,378927 -2,860993*** MPC -2,620286 -4,662211* FPC -3,042284**

Thailand BC -3,555491 TI -0,104350 -2,780867*** MPC -1,363675 -4,518456* FPC -1,953676 -4,479065*

Jerman BC -3,830016 TI -1,376398 -4,984260* MPC -2,484451 -5,266130* FPC -2,938832***

Belanda BC -6,316442* TI -2,895523*** MPC -2,560670 3,655497** FPC -3,712854

Sumber: data di olah Catatan: * signifikan pada level 1 persen; ** signifikan pada level 5 persen; *** signifikan pada level 10 persen.

Intensitas Perdagangan dan Keselarasan Siklus Bisnis (Etty Puji Lestari)

Tabel 6.

ga harus diteruskan dengan uji derajat integrasi Tanda (*) bintang menunjukkan rekomen-

1. Pada pengujian derajat integrasi 1 empat ne- dasi kelambanan (lag) dari masing-masing kri- gara yaitu Malaysia, Thailand, Pilipina, dan teria statistik yang dipakai. Dari hasil perhi- Jerman sudah stasioner pada derajat keperca-

tungan diperoleh hasil bahwa empat dari lima yaan lima persen, sedangkan Indonesia dan kriteria pengujian kelambanan optimal di atas Belanda stasioner pada derajat kepercayaan (LR, FPE, AIC, dan HQ) pada empat negara sepuluh persen.

yaitu Indonesia, Thailand, Jerman, dan Belanda Hasil perhitungan untuk variabel koordi-

menunjukkan lag optimal sebesar satu kuartal nasi kebijakan fiskal terlihat bahwa untuk nega-

dan hanya dua negara yaitu Malaysia dan Fili- ra Indonesia, Filipina, Jerman dan Belanda su-

pina yang menyarankan dua kuartal. Dengan dah lolos uji akar unit sehingga tidak perlu hasil ini maka kelambanan optimal yang di- diteruskan untuk uji derajat integrasi. Semen-

sarankan dipakai dalam model VAR adalah se- tara itu Thailand dan Malaysia tidak lolos uji

besar satu kuartal.

akar unit sehingga perlu dilakukan uji derajat

Hasil Estimasi VAR

integrasi 1. Pada uji derajat integrasi 1 ini Malaysia dan Thailand sudah stasioner pada Setelah dilakukan uji akar unit, uji derajat inte- derajat kepercayaan satu persen.

grasi dan uji kelambanan optimal, berikutnya dilakukan estimasi dengan metode VAR untuk

Pengujian Vector Autoregression

melihat estimasi jangka panjangnya. Hasil esti- masi model VAR selengkapnya disajikan pada

Penentuan lag length juga bertujuan untuk men- Tabel 7 . Dari hasil perhitungan secara keselu- dapatkan model yang tepat untuk diestimasi, ruhan diketahui bahwa seluruh variabel memi- dimana model tersebut ditentukan oleh ba- liki nilai koefisien determinasi antara 27 persen nyaknya jumlah lag yang digunakan. Hasil dari sampai 94 persen, artinya sebanyak lebih dari uji kelambanan optimal VAR disajikan pada

Tabel 6. Hasil Uji Kelambanan

INDONESIA

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 2, Desember 2011: 163-186

Tabel 7. Hasil Perhitungan VAR

0,726557 Sumber: data diolah

27 persen variasi variabel independen mampu Sementara itu pengujian parsial dengan menjelaskan variabel dependennya. Hasil per-

uji-t untuk Indonesia dan Malaysia diketahui hitungan terendah diperoleh negara Belanda masing-masing memiliki enam hubungan antar karena hanya memiliki koefisien determinasi 27

variabel yang lolos uji-t (lihat Tabel 8). Dipan- persen, artinya hanya 27 persen dari variabel

dang dari sudut kecepatan variabel yang mem- independen mampu menjelaskan variabel pengaruhi variabel dependen sendiri maka dependennya.

variabel koordinasi kebijakan fiskal, BC, inten-

Tabel 8. Hubungan Variabel Dependen dan Independen

Kecepatan Mempengaruhi

Negara

Dengan Lag Variabel Sendiri

Dengan Lag Variabel Lain

Indonesia FPC_INA(-1)  FPC INA

FPC_INA(-1)  -BC_INA

MPC_INA(-1)  MPC_INA

MPC_INA(-1) BC_INA

TI_INA(-1)  TI_INA BC_INA(-1) BC_INA

Malaysia FPC_MAS(-1)  FPC MAS

FPC_MAS(-1) BC_M

FPC_MAS(-2)  FPC MAS BC_MAS(-1) BC_MAS MPC_MAS(-1) MPC_MAS TI_MAS(-1) TI_MAS

Filipina FPC_PHIL(-1)  FPC_PHIL

FPC_PHIL(-1)  -BC_PHIL

FPC_PHIL(-2)  -FPC_PHIL

BC_PHIL(-2)  FPC_PHIL

BC_PHIL(-1)  BC_PHIL

MPC_PHIL(-1)  -TI_PHIL

MPC_PHIL(-1)  MPC_PHIL

MPC_PHIL(-2)  FPC_PHIL

TI_PHIL(-1)  TI_PHIL

MPC_PHIL(-2)  BC_PHIL TI_PHIL(-1)  -FPC_PHIL TI_PHIL(-2)  FPC_PHIL

Thailand FPC_THA(-1) FPC_THA

FPC_THA(-1) BC_THA

BC_THA(-1) BC_THA

BC_THA(-1)- MPC_THA

MPC_THA(-1)  MPC_THA

MPC_THA(-1) BC_THA TI_THA(-1)  BC_THA TI_THA(-1) –-> -MPC_THA

Jerman BC_JRM(-1) BC_JRM

TI_JRM(-1) -BC_JRM

TI_JRM(-1) TI_JRM

FPC_JRM(-1) BC_JRM

FPC_JRM(-1) FPC_JRM

MPC_JRM(-1)  BC_JRM

MPC_JRM(-1) MPC_JRM

MPC_JRM(-1)  TI_JRM

Belanda BC_BLD(-1)  BC_BLD

BC_BLD(-1)-MPC_BLD;

MPC_BLD(-1)  MPC_BLD

FPC_BLD(-1)  BC_BLD

TI_BLD(-1)  TI_BLD FPC_BLD(-1)  FPC_BLD

Catatan: tanda (-) menunjukkan hubungan yang negatif

Intensitas Perdagangan dan Keselarasan Siklus Bisnis (Etty Puji Lestari)

dnkr te r

sitas perdag moneter kon dilihat dari k ngaruhi vari kebijakan fis

uhi variabe emukan hub

a keempat v Hasil ya pengujian un ngan uji-t u dua belas hu uji-t. Dipand ngaruhi ant variabel dep dinasi kebijak

2, sedangkan dagangan d konsisten pa arah ditunju koordinasi ke

Pengujia and diketah antarvariabel

8 . Dipandang uhi antarva

bel dependen kebijakan fis perdagangan dipandang d

uhi antarva bel yang lain arvariabel. H unjukkan o

dinasi kebijak Pengujia

gangan dan nsisten pada

kecepatan v abel lain ma

skal dan mo l BC. Dari h bungan kaus variabel terse ang sedikit ntuk Filipina untuk Filipin ubungan an dang dari su tarvariabel enden send kan fiskal ko

n untuk vari an koordin

da lag 1. Hu kkan oleh h ebijakan fisk

an parsial de hui memilik

l yang lolos

g dari sudut riabel kelam n sendiri ma

skal, kebijak n dan BC ko

dari sudut riabel kelam n maka terda Hubungan k leh hubung kan moneter

an parsial d

Jurnal Eko

n koordinasi

a lag 1, seda variabel dala

aka variabel

neter akan m hasil tersebu

salitas dua a ebut.

berbeda ter

a. Pengujian na diketahu ntarvariabel udut kecepat

kelambanan iri maka var onsisten pad

iabel BC, int nasi kebijaka

ubungan kau hubungan an

kal dan siklu

engan uji-t u

ki delapan

uji-t seperti t kecepatan m mbanan terh

aka variabel kan moneter onsisten pada

kecepatan m mbanan terh

apat lima hu

kausalitas d gan antarvar