EVALUASI KESUKSESAN SISTEM E PROCUREMENT

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN MAKASSAR

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana keberhasilan sistem e- procurement Kementerian Keuangan yang telah berjalan berdasarkan sudut pandang pengguna (user) dengan pendekatan DeLone and McLean (DM) Information System (IS) Success Model. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa data yang diperoleh langsung dari responden melalui kuesioner yang dibagikan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dan disajikan oleh pihak- pihak lainnya seperti Pusat LPSE, Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan dan lainnya. Dengan teknik simple random sampling dan pendekatan kuantitatif Pemodelan Persamaan Struktural atau Structural Equation Modelling (SEM) berbasis komponen atau varian dengan Partial Least Square (PLS), penelitian ini menguji pengaruh indikator pengukuran kesuksesan penerapan sistem teknologi informasi e-procurement berdasarkan model DeLone dan McLean (1992). Model ini menggunakan enam variabel pengukuran yaitu kualitas sistem (system quality), kualitas informasi (information quality), kepuasan pemakai (user satisfaction), penggunaan sistem (use), dampak individu (individual impact) dan dampak organisasi (organizational impact). Penelitian membuktikan secara empiris bahwa implementasi sistem e-procurement di lingkungan Kementerian telah berjalan sukses di seluruh kriteria pengukuran sesuai model kesuksesan DeLone dan McLean (1992). Penerapan sistem informasi berbasis teknologi informasi dapat dikembangkan untuk sistem-sistem yang lain di Kementerian Keuangan maupun di Kementerian/Lembaga lain dengan menggunakan sistem yang yang kuat baik dari sisi proses maupun teknologi yang mendukungnya seperti hardware dan software yang handal. Upaya peningkatan, penguatan dan perluasan penerapan e-procurement adalah sejalan dengan isu transformasi kelembagaan di Kementerian Keuangan berupa peningkatan investasi dan kerangka kerja kebijakan serta legal yang kondusif untuk teknologi informasi di Kementerian Keuangan. Dengan demikian, penyempurnaan sistem yang terus menerus yang merespon perkembangan teknologi dan kebutuhan pengguna akan meningkatkan kinerja Kementerian Keuangan dengan percepatan yang lebih tinggi.

Kata-kata Kunci : e-procurement, DeLone and McLean (DM), success model

ii

Abstract

The purpose of this research is to evaluate the success of e-procurement implementation by Ministry of Finance based on user perception with DeLone & McLean (DM) Information System (IS) Success Model Approach. By using primary and secondary data with quantitative approach of Structural Equation Modelling (SEM) based on Partial Least Square (PLS)’s component or variance, this research examine the effect of success indicators measurement on implementation of e- procurement system based on Delone and McLean (1992) model. This model use six variables such as system quality, information quality, user satisfaction, use, individual impact and organizational impact. This research showed empirically that the e-procurement system currently implementated by Ministry of Finance already running successfully based on all Delone and McLean’s success measurement criterias.

Keywords : e-procurement, DeLone and McLean (DM), success model

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan kajian akademis yang berjudul

”EVALUASI KESUKSESAN SISTEM E-PROCUREMENT KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN PENDEKATAN D& M IS SUCCESS MODEL “. Kajian akademis ini bertujuan untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan di bidang

keuangan negara. Selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian dalam kajian akademis ini, penulis tidak luput dari kendala. Kendala tersebut dapat diatasi berkat adanya bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Sumiyati, Ak.,M.F.M., selaku kepala Badan Pendidikan Pelatihan Keuangan;

2. Bapak Drs. Tony Rooswiyanto, M.Sc. , selaku Plt. Sekretaris Badan Pendidikan Pelatihan Keuangan;

3. Bapak Dr. H. Zahminan Zega,S.H., M.Pd. selaku Kepala Balai Diklat Keuangan Makassar;

4. Bapak Parwanta, M.Si., Bapak Zaafri Ananto Husodo, Ph.D dan Ibu DR. Tanti Novianti, S.P., M.Si., selaku Pembimbing dan Penguji Seminar Hasil Kajian Akademis;

5. Bapak Bary R. Pratama selaku Pengolah Data;

iv

6. Bapak/Ibu para anggota Pokja ULP Kementerian Keuangan selaku responden penelitian Kajian Akademis ini;

7. Seluruh pihak yang telah banyak membantu dan mendukung terlaksananya penelitian ini.

Selain mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung terselesaikannya penelitian ini, penulis juga memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini. Saran dan kritik yang dapat membangun penelitian ini akan sangat kami harapkan.

Penyusun

Tenry Nur Amriani dan Azwar

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Indikator Pengukuran Variabel Kualitas Informasi (Information Quality) Tabel 2 Indikator Pengukuran Variabel Kualitas Sistem (System Quality) Tabel 3 Indikator Pengukuran Variabel Penggunaan Sistem (Use) Tabel 4 Indikator Pengukuran Variabel Kepuasan Pemakai (User Satisfaction) Tabel 5 Indikator Pengukuran Variabel Dampak Individu (Individual Impact) Tabel 6 Indikator Pengukuran Variabel Dampak Organisasi (Organizational Impact) Tabel 7 Kriteria Penilaian PLS Tabel 8 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 9 Gambaran Responden Berdasarkan Pengalaman Tabel 10 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Tabel 11 Nilai Muatan (Loading) Indikator Tabel 12 Nilai Muatan (Loading) Indikator Hasil Estimasi Ulang Tabel 13 Nilai Cross Loading Model 1 Tabel 14 Nilai Cross Loading Model 2 Tabel 15 Nilai AVE Konstruk Tabel 16 Composite Reliability dan Cronbach Alpha Tabel 17 Koefisien Jalur dan t-statistik (Model 1) Tabel 18 Koefisien Jalur dan t-statistik (Model 2) Tabel 19 Nilai R-Square

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Model Kesuksesan Sistem Informasi DeLone dan McLean Gambar 2 The updated DeLone and McLean’s 2003 Model Gambar 3 Model Penelitian Hussein et al. (2005) Gambar 4 Model Kesuksesan KMS Gambar 5 Kerangka Pemikiran Gambar 6 Model 1 Penelitian Gambar 7 Model 2 Penelitian Gambar 8 Hasil Pengujian Model Struktural (Model 1) Gambar 9 Hasil Pengujian Model Struktural (Model 2)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner Kajian Akademis Lampiran II Hasil Kuesionel Kajian Akademis

ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengadaan barang/jasa pemerintah yang efektif dan efisien merupakan salah satu bagian yang penting dalam perbaikan pengelolaan keuangan negara. Salah satu perwujudannya adalah dengan pelaksanaan proses pengadaan barang/jasapemerintah secara elektronik, yaitu dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi. Proses pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik ini akan lebih meningkatkan dan menjamin terjadinya efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas dalam belanja negara. Selain itu, proses pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik ini juga dapat lebih menjamin tersedianya informasi, kesempatan usaha, serta mendorong terjadinya persaingan yang sehat dan terwujudnya keadilan (non discriminative) bagi seluruh pelaku usaha yang bergerak di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah.

Dalam rangka pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik tersebut, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) kemudian mengembangkan sebuah aplikasi e-procurement bernama Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) untuk diterapkan pada instansi- instansi pemerintah di seluruh Indonesia. Untuk mengoperasikan sistem e- procurement yang telah dikembangkan tersebut, dibentuk sebuah unit Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

BAB I PENDAHULUAN

Sistem e-procurement di lingkungan Kementerian Keuangan yang telah berjalan efektif sejak tahun 2010 ini telah berhasil mendorong terciptanya penghematan anggaran rata-rata 10-20% setiap tahun (Pusat LPSE, 2013). Sistem e-procurement juga terbukti dapat mendorong percepatan penyerapan anggaran untuk pelaksanaan pembangunan (Pusat LPSE, 2012). Selain itu, implementasi pengadaan barang/jasa pemerintah melalui sistem e-procurement berhasil menekan atau mengurangi tingkat tindak pidana korupsi di seluruh instansi pemerintah baik pusat maupun daerah. Hal ini berdasarkan Data Pengaduan Masyarakat Tentang Pengadaan Barang/Jasa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebutkan jumlah pengaduan yang mengandung indikasi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang ditindaklanjuti oleh KPK pada tahun 2010 di mana implementasi sistem e-procurement mulai dilaksanakan yang terus mengalami penurunan dengan trend yang sama hingga tahun-tahun berikutnya (Pusat LPSE, 2012). Sejumlah keunggulan-keunggulan sistem e-procurement ini menjadi faktor penting keberhasilan implementasi sistem di setiap instansi pemerintah.

Mengingat bahwa SPSE adalah sebuah sistem pengadaan barang/jasa berbasis sistem informasi maka pengelolaan sistem informasi secara efektif di dalam organisasi publik menjadi sebuah hal yang sangat penting. Banyak lembaga pemerintah saat ini mulai mengembangkan dan memberikan perhatian khusus pada sistem informasi sebagai media yang memfasilitasi pengumpulan dan penggunaan informasi secara efektif. Sistem informasi juga digunakan oleh organisasi untuk membantu operasi organisasi menjadi lebih efisien. Organisasi

EVALUASI KESUKSESAN SISTEM E-PROCUREMENT KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN PENDEKATAN D&M IS SUCCESS MODEL

akan menggunakan sistem informasi untuk mengembangkan produk, jasa, dan kemampuan yang akan memberikan keunggulan dalam pelayanannya.

Pengadopsian dan pengembangan sistem informasi merupakan investasi yang mahal. Meskipun demikian, investasi yang mahal belum tentu mendapatkan sistem yang berkualitas dan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh organisasi. Keberhasilan implementasi sistem informasi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks. Sedangkan kegagalan implementasi sistem informasi, biasanya terjadi karena tidak kompatibelnya sistem dengan proses bisnis dan informasi yang diperlukan organisasi (Janson dan Subramanian 1996; Lucas et al. 1988). Robbins dalam Wiyono dkk. (2008) menyatakan bahwa hasil survei yang dilakukan sebuah lembaga penelitian terhadap 232 responden di Amerika Serikat atas implementasi Enterprise Resource Planning (ERP) pada tempat mereka bekerja, menunjukkan bahwa 51% melihat implementasi ERP tidak berhasil dan 46% lainnya merasa organisasi mereka tidak memahami bagaimana menggunakan sistem untuk mengembangkan diri dalam menjalankan bisnis.

Kegagalan-kegagalan dalam implementasi sebuah sistem informasi oleh Jogiyanto (2007) dibedakan menjadi dua aspek. Pertama adalah aspek teknis, yaitu aspek yang menyangkut sistem itu sendiri yang merupakan kualitas teknis sistem informasi. Kualitas teknis yang buruk menyangkut masih banyaknya kesalahan-kesalahan sintak, kesalahan-kesalahan logik dan bahkan kesalahan- kesalahan informasi. Kedua adalah aspek non-teknis. Kegagalan non-teknis berkaitan dengan persepsi pengguna sistem informasi yang menyebabkan pengguna mau atau enggan menggunakan sistem informasi yang telah

BAB I PENDAHULUAN

dikembangkan. Pengukuran kegagalan yang ditentukan berdasarkan persepsi dari penggunanya memiliki kelebihan, yaitu secara alami mengintegrasikan berbagai aspek. Hal ini menunjukkan bahwa masalah yang terjadi adalah lebih pada aspek sumber daya manusia pengguna yang belum optimal dalam implementasi sistem informasi. Aspek ini lebih menyangkut kepada perilaku para pemakai sistem informasi tersebut.

Salah satu model yang populer yang banyak digunakan dalam meneliti aspek perilaku dalam implementasi sebuah sistem informasi khususnya implementasi di tingkat organisasi adalah model yang dikembangkan oleh DeLone dan McLean (1992) yang dikenal dengan Model Kesuksesan Sistem Informasi DeLone dan McLean (D&M IS Success Model). Model ini merefleksi ketergantungan dari enam pengukuran kesuksesan sistem informasi, yakni : kualitas sistem (system quality), kualitas informasi (information quality), kepuasan pemakai (user statisfaction), penggunaan (use), dampak individu (individual impact)dan dampak organisasi (organizational impact). Kemudian setelah itu, dari kontribusi penelitian-penelitian sebelumnya dan akibat perubahan- perubahan dari peran dan penanganan sistem informasi yang telah berkembang, DeLone dan McLean (2003) memperbaharui modelnya dan menyebutnya sebagai model kesuksesan sistem informasi Delone dan McLean yang telah diperbarui (Updated D&M IS Success Model).

Meskipun sistem e-procurement telah berjalan secara masif di seluruh lingkungan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, diakui bahwa Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagai sumber acuan hukum utama di bidang pengadaan barang/jasa

EVALUASI KESUKSESAN SISTEM E-PROCUREMENT KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN PENDEKATAN D&M IS SUCCESS MODEL

pemerintah sebelum diterbitkannya Perpres Nomor 4 Tahun 2015, tidak atau belum mengatur secara eksplisit (gamblang) kewajiban pelaksanaan pengadaan secara elektornik bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Dalam Perpres Nomor 70 Tahun 2012 masih disebutkan bahwa pengadaan barang/jasa dapat dilakukan secara elektronik yang secara tersirat menunjukkan bahwa pengadaan barang/jasa juga dapat dilakukan dengan manual atau non e- procurement.

Hingga saat ini, masih ada panitia pengadaan/Unit Layanan Pengadaan (ULP) Satuan Kerja Kementerian/Lembaga yang memilih untuk melelang paket pekerjaan dengan manual atau non e-procurement. Hal ini dapat kita lihat pada Sistem Pengadaan Secara Elektronik yang ada pada situs/website LPSE. Kita masih dapat melihatnya pada menu pilihan “Cari Lelang Non E-Proc”. Jika kita memilih menu pilihan tersebut ternyata masih ada paket pekerjaan yang dilakukan dengan manual atau non e-procurement. Nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) paket-paket tersebut tidak hanya di bawah 200 juta tetapi bahkan hingga milyaran rupiah.

Sifat mandatory atau kewajiban penggunaan sistem e-procurement ini justru ada di perangkat aturan terkait lainnya yaitu pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Dalam butir 47 lampiran Inpres tersebut, secara tegas disebutkan bahwa pelaksanaan pengadaan secara elektronik (e-procurement) wajib untuk 100% pengadaan di lingkup Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Sebelumnya di tahun 2011, Presiden Republik Indonesia juga mengeluarkan Inpres Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan

BAB I PENDAHULUAN

Korupsi yang salah satu isinya mewajibkan pelaksanaan pengadaan secara elektronik (e-procurement) untuk 75% dari paket pelelangan/pengadaan dari Kementerian/Lembaga dan 40% dari Pemerintah Daerah. Setelah itu, barulah pada bulan Maret tahun 2015, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 yang mewajibkan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan secara elektronik, sebagaimana tertuang pada pasal 106 ayat 1 Perpres tersebut (Azwar, 2014).

Oleh karena itu, kajian terkait perubahan ini penting dilakukan, mengingat perubahan sistem pengadaan barang/jasa pemerintah dari manual ke e- procurement memerlukan proses transisi. Sebuah organisasi perlu melihat sejauh mana sebuah sistem baru dapat diterima dan berhasil berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan. Kajian ini perlu dilakukan untuk menganalisis sejauh mana keberhasilan sistem e-procurement yang telah berjalan selama ini berdasarkan sudut pandang pengguna (user) sebagai sistem yang bersifat mandatory, sehingga dengan hasil pembuktian uji empiris model kesuksesan sistem informasi ini diharapkan akan lahir rekomendasi kebijakan terhadap implementasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (e-procurement) yang lebih efektif di masa yang akan datang.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini mengunakan objek penelitian Sistem Pengadaan Secara Elektronik(e-procurement) yaitu sistem pelelangan umum dalam rangka memperoleh barang/jasa dengan menggunakan media elektronik berbasis web atau internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi.

EVALUASI KESUKSESAN SISTEM E-PROCUREMENT KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN PENDEKATAN D&M IS SUCCESS MODEL

Penelitian ini berusaha meneliti sejauh mana kesuksesan implementasi sistem e- procurement di Kementerian Keuangan dan meneliti hubungan antar variabel dengan pendekatan Model Kesuksesan Sistem Informasi DeLone dan McLean (D&M IS Success Model). Secara rinci, rumusan masalah penelitian yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh kualitas informasi (information quality) terhadap kepuasan pemakai (user satisfaction)?

2. Bagaimana pengaruh kualitas sistem (system quality) terhadap kepuasan pemakai (user satisfaction)?

3. Bagaimana pengaruh kualitas informasi (information quality) terhadap penggunaan sistem (use) ?

4. Bagaimana pengaruh kualitas sistem (system quality) terhadap penggunaan sistem (use)?

5. Bagaimana pengaruh kepuasan pemakai (user satisfaction) terhadap penggunaan sistem (use)?

6. Bagaimana pengaruh penggunaan sistem(use) terhadap kepuasan pemakai (user satisfaction) ?

7. Bagaimana pengaruh penggunaan sistem (use) terhadap dampak individu (individual impact)?

8. Bagaimana pengaruh kepuasan pemakai (user satisfaction) sistem terhadap dampak individu (individual impact)?

9. Bagaimana pengaruh dampak individu (individual impact) terhadap dampak organisasi (organizational impact)?

BAB I PENDAHULUAN

C. Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini hanya dibatasi pada implementasi atau penggunaan Sistem Pengadaan Secara Elektronik(e-procurement) yaitu sistem pelelangan umum pengadaan barang/jasa di lingkungan Kementerian Keuangan melalui website : https://www.lpse.depkeu.go.id/eproc/.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi sejauh mana keberhasilan sistem e-procurement Kementerian Keuangan yang telah berjalan selama ini berdasarkan sudut pandang pengguna (user) dengan menggunakan pendekatan D&M IS Success Model. Sedangkan tujuan secara rinci dengan mendasarkan pada alat pengukuran yang digunakan dalam D&M IS Success Model adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis pengaruh kualitas informasi (information quality) terhadap kepuasan pemakai (user satisfaction);

2. Untuk menganalisis pengaruh kualitas sistem (system quality) terhadap kepuasan pemakai (user satisfaction);

3. Untuk menganalisis pengaruh kualitas informasi (information quality) terhadap penggunaan sistem (use);

4. Untuk menganalisis pengaruh kualitas sistem (system quality) terhadap penggunaan sistem (use);

5. Untuk menganalisis pengaruh kepuasan pemakai (user satisfaction) terhadap penggunaan sistem (use);

EVALUASI KESUKSESAN SISTEM E-PROCUREMENT KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN PENDEKATAN D&M IS SUCCESS MODEL

6. Untuk menganalisis pengaruh penggunaan sistem (use) terhadap kepuasan pemakai (user satisfaction);

7. Untuk menganalisis pengaruh penggunaan sistem (use) terhadap dampak individu (individual impact);

8. Untuk menganalisis pengaruh kepuasan pemakai (user satisfaction) sistem terhadap dampak individu (individual impact);

9. Untuk menganalisis pengaruh dampak individu (individual impact) terhadap dampak organisasi (organizational impact)?

E. Manfaat Penelitian

Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang model kesuksesan sistem informasi berupa Sistem Pengadaan Secara Elektronik (e-procurement) yang diterapkan di lingkungan Kementerian Keuangan. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah referensi penelitian dalam bidang sistem informasi public, khususnya dalam pengembangan model kesuksesan sistem informasi DeLone dan McLean, sehingga dapat digunakan sebagai bahan penelitian berikutnya.

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan umpan balik dalam rangka meningkatkan dan menjamin tercapainya efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang/jasa pemerintah khususnya pada Kementerian Keuangan sebagai pengguna sistem informasi. Dengan penelitian ini juga diharapkan dapat diketahui faktor-faktor yang menjadi penyebab keberhasilan implementasi sebuah sistem informasi, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman untuk pengembangan sistem informasi di institusi

BAB I PENDAHULUAN

lain dan/atau untuk pengembangan sistem informasi yang baru di masa yang akan datang khususnya di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam hasil penelitian ini disusun sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Perumusan Masalah

C. Ruang Lingkup

D. Tujuan dan Manfaat

E. Sistematika Penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

B. Pengembangan Hipotesis

C. Kerangka Pemikiran BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS

A. Jenis Penelitian

B. Data, Populasi dan Sampel

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

D. Metode Analisis Data BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

B. Gambaran Umum Responden

C. Analisis Data BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Keterbatasan dan Saran

C. Implikasi/Rekomendasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

Pada bagian ini peneliti menyajikan berbagai tinjauan pustaka yang berhubungan dengan teori/konsep terkait topik penelitian serta bukti empiris dari penelitian-penelitian sebelumnya. Setelah itu, peneliti mengembangkan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian.

1. E-Procurement.

Seperti halnya e-commerce, e-procurement merupakan transformasi mekanisme pengadaan secara manual (LKPP, 2009). Definisi e-procurement dari berbagai sumber yaitu :

1. Menurut Kantor Manajemen Informasi Pemerintah Australia (Australian Government Information Management), e-procurement merupakan pembelian antar-bisnis (business-to-business) dan penjualan barang dan jasa melalui internet (www.agimo.gov.au, 2001);

2. Bank Dunia menyebut e-procurement dari sisi pemerintahan sebagai electronic government procurement atau e-GP yaitu penggunaan teknologi informasi dan komunikasi khususnya internet oleh pemerintahan dalam melaksanakan hubungan pengadaan dengan para pemasok untuk memperoleh barang, karya-karya dan layanan konsultasi yang dibutuhkan oleh sektor publik (Ippolito, 2003);

3. Palmer (2003) menyebutkan, e-procurement adalah teknologi yang dirancang untuk memfasilitasi manajemen seluruh aktivitas pengadaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

barang melalui internet yang meliputi semua aspek fungsi pengadaan yang didukung oleh bermacam-macam bentuk komunikasi secara elektronik;

4. Menurut Peraturan Presiden nomor 8 tahun 2006 dan mulai diterapkan sejak tahun 2007 dengan berdirinya LKPP, e-procurement atau pengadaan barang/jasa pemerintah yang selanjutnya disebut PPE adalah sistem pengadaan barang/jasa Kementerian/Lembaga/Sekretariat Lembaga Tinggi Negara/Sekretariat Lembaga Tertinggi Negara/TNI/Polri/Komisi/Pemerintah Propinsi/Pemerintah Kabupaten/Pemerintah Kota/Bank Indonesia (BI)/Badan Hukum Milik Negara (BHMN)/Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah(BUMD)/Badan Layanan Umum (BLU), yang proses pelaksanaannya dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi, yang meliputi : e-Lelang Umum (e- regular Tendering); e-Lelang Penerimaan (e-Reverse Tender), e-Pembelian (e-Purchasing), e-Penawaran Berulang (e-Reverse Auction), dan e-Seleksi (e-Selection).

Berdasarkan definisi e-procurement dari berbagai sumber tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa e-procurement secara umum adalah kegiatan pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh sektor publik baik pemerintah pusat/daerah maupun lembaga publik lainnya termasuk Badan Usaha Milik Negara dengan menggunakan fasilitas teknologi internet yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).

Penerapan e-procurement diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar pada proses pengadaan barang/jasa di sektor publik maupun di

EVALUASI KESUKSESAN SISTEM E-PROCUREMENT KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN PENDEKATAN D&M IS SUCCESS MODEL

sektor swasta. Fokus utama penerapan e-procurement terutama pada aspek efisiensi proses pengadaan barang/jasa di sektor publik. Selain itu, penerapan e-procurement diharapkan mampu memberikan kemudahan, penghematan dan mampu memberikan hasil atau produk sesuai dengan apa yang diinginkan. Untuk mendukung hal tersebut, maka berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 tahun 2011 sebagai perubahan pertama dan peraturan presiden Nomor 70 tahun 2012 sebagai perubahan kedua, fasilitas teknologi komunikasi dan informasi dalam e-procurement terdiri dari :

a. E-tendering yaitu tata cara pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang terdaftar pada sistem pengadaan secara elektronik dengan cara menyampaikan 1 (satu) kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan;

b. E-catalogue yaitu sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia barang/jasa pemerintah;

c. E-purchasing yaitu tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik (e-catalogue).

Tidak semua lembaga publik di berbagai negara melaksanakan proses e- procurement dengan semua fitur secara bersamaan. Demikian juga di Indonesia, dimana perkembangan e-procurement diawali dengan e-announcement yang dipelopori oleh pemerintah kota Surabaya. Salah satu penelitian yang dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

oleh Assar (2008) menghasilkan temuan bahwa integrasi keseluruhan fitur e- procurement di sektor publik di negara Perancis mengalami kendala dari sisi teknologi karena lemahnya formula dari pemerintah pusat.

2. Manfaat dan Tantangan E-Procurement.

Sebagai salah satu alat dalam menciptakan tata pemerintahan yang bersih dari korupsi dan nepotisme sebagai manfaat secara makro dari e- procurement, manfaat langsung yang diharapkan dari penerapan sistem baru ini adalah proses yang lebih singkat terutama dari segi waktu dan birokrasi serta penghematan biaya dalam proses pengadaan (Hardjowijono, 2009).

Manfaat dari e-procurement adalah tercapainya kolaborasi yang baik antara pembeli dan pemasok, mengurangi penggunaan tenaga lapangan, meningkatkan kordinasi,mengurangi biaya transaksi dan siklus pengadaan, tingkat persediaan yang rendah dantransparansi yang baik (Palmer, 2003).

Manfaat lain dari penerapan e-procurement adalah sebagai upaya untuk menjamin persamaan kesempatan dan akses dari berbagai pihak terutama pelaku usaha dalam negeri dan peningkatan penggunaan produksi dalam negeri dalam proses pengadaan sehingga tercipta persaingan sehat di antara mereka.

E-procurement sebagai salah satu upaya dalam menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab, mempunyai beberapa tantangan, diantaranya pemahaman dan penolakan atas peralihan sistem pengadaan barang dan jasa konvesional ke sistem baru secara online. Penolakan atas sebuah perubahan adalah wajar. Reaksi penolakan atas implementasi e-procurement pernah terjadi di provinsi Jawa Barat. Penolakan

EVALUASI KESUKSESAN SISTEM E-PROCUREMENT KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN PENDEKATAN D&M IS SUCCESS MODEL

tersebut datang dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan beberapa asosiasi rekanan jasa konstruksi (www.lkpp.go.id, 2009). Alasan penolakan tersebut dikarenakan sistem yang belum sepenuhnya dinilai siap oleh beberapa kalangan.

Reaksi penolakan atas penerapan sebuah sistem baru tersebut sejalan dengan beberapa teori penolakan oleh beberapa ahli. Teori penolakan oleh Kling (Markus, 1983) bahwa penerapan sistem baru melahirkan beberapa sikap penolakan yaitu rational, structural, human relations, interactionist, organizational politics,dan class politics.

Dari beberapa sikap tersebut menunjukkan reaksi yang berbeda-beda, mulai dari bertahan terhadap sistem lama hingga menghambat dan merusak sistem baru. Hambatan lain dalam implementasi e-procurement yaitu adanya kesenjangan digital, metodologi, kepentingan kelompok dan resistensi individual atas keengganan untuk berubah (www.bappenas.go.id, 2009). Kepatuhan peraturan juga ikut andil dalam penerapan sistem baru tersebut. Hal itu masih ditambah dengan terjadinya beberapa kali perubahan peraturan hukum yang bagi sebagian masyarakat memerlukan waktu untuk memahami peraturan baru. Tantangan lain dalam penerapan sistem e-procurement yaitu faktor teknis berupa standar keamanan dan pengembangan sistem itu sendiri (Setiawan, 2002). Tantangan yang bersifat teknis atau aksesibilitas menjadi hal penting dalam menilai efektivitas pelaksanaan e-procurement (Bruno, 2005).

Seperti halnya pada awal perkembangan e-commerce, seandainya proses perpindahan pemesanan dan tagihan tidak pula didukung oleh pengembangan sistem berupa pengamanan data, mungkin kegiatan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

berdagang secara elektronik masih dilakukan secara manual dalam proses penyelesaian transaksi. Bagi organisasi pelaku sistem e-procurement, selain pengembangan sistem yang berkelanjutan berdasar fungsinya,integrasi teknis dan SDM yang berbudaya teknologi menjadi hal mutlak dalam sebuahkesuksesan sistem e-procurement.

Jika dilihat dari proses pelaksanaan e-procurement yang sepenuhnya menggunakan teknologi internet untuk menjalankan proses tersebut, maka pemilihan penyedia/rekanan dapat diidentifikasi dengan cepat, lebih banyak referensi penyedia/rekanan yang dapat dipilih untuk pengadaan barang dan pembeli dapat menentukan harga terbaik untuk meningkatkan efisiensi pengadaan barang.

3. Sistem E-Procurement Kementerian Keuangan.

Pada bulan Desember 2007, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 106 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Lembaga ini merupakan pemekaran Pusat Pengadaan yang sebelumnya berada di Bappenas. Dengan adanya Perpres ini, seluruh tugas menyangkut kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah menjadi tanggung jawab LKPP, termasuk di dalamnya pengembangan dan implementasi electronic government procurement.

Dalam rangka pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik tersebut, LKPP kemudian mengembangkan sebuah aplikasi e- procurement bernama Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) untuk diterapkan pada instansi-instansi pemerintah di seluruh Indonesia yang mulai

EVALUASI KESUKSESAN SISTEM E-PROCUREMENT KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN PENDEKATAN D&M IS SUCCESS MODEL

diterapkan pada tahun 2008 oleh 11 instansi dan sejak tahun 2003 telah diimplementasikan oleh 573 Kementerian/Lembaga/Daerah/Instansi (K/L/D/I) yang memiliki Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). SPSE ini dikembangkan dengan semangat free license. Instansi dengan anggaran yang terbatas tetap dapat menerapkan SPSE karena tidak diperlukan biaya lisensi kecuali pembelian server dan sewa akses internet.SPSE dikembangkan menggunakan Java dan database PostgreSQL sehingga dapat berjalan di Platform Linux. Dalam mengembangan SPSE, LKPP melibatkan instansi-instansi terkait yaitu Lembaga Sandi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Lembaga Sandi Negara mengembangkan Aplikasi Pengaman Dokumen (APENDO). Dokumen penawaran dari peserta lelang di- enkripsi dan di-dekripsi menggunakan Aplikasi Pengaman Dokumen (APENDO). Sub sistem e-audit dikembangkan bekerja sama dengan BPKP yang memungkinkan SPSE mengeluarkan informasi detail tentang proses lelang untuk keperluan audit. Layanan yang tersedia dalam SPSE adalah e-Lelang Umum (e- Regular Tendering) yaitu pelelangan umum dalam rangka mendapatkan barang/jasa, dengan penawaran harganya dilakukan satu kali pada hari, tanggal, dan waktu yang telah ditentukan dalam dokumen pengadaan, untuk mencari harga terendah tanpa mengabaikan kualitas dan sasaran yang telah ditetapkan, dengan mempergunakan media elektronik yang berbasis pada web/internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi.

Adapun LPSE sebagaimana yang telah disinggung di atas, adalah sebuah unit yang dibentuk oleh sebuah K/L/D/I untuk mengoperasikan sistem e- procurement SPSE. Pada awalnya LPSE hanya sebagai tim ad-hoc yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

dibentuk oleh kepala instansi (menteri, gubernur atau walikota). Pada perkembangan selanjutnya, sebagian instansi telah mendirikan LPSE secara struktural seperti di Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Sumatera Barat. Pada proses pengadaan, LPSE hanya sebagai fasilitator yang tidak ikut dalam proses pengadaan. Pelaksanaan proses pengadaan sepenuhnya dilakukan oleh panitia pengadaan atau Unit Layanan Pengadaan (ULP). LPSE tidak hanya melayani pengadaan dari instansi tempat LPSE tersebut berada. LPSE Kementerian Keuangan misalnya, memfasilitasi pengadaan dari LKPP, KPK, Komisi Yudisial, dan PPATK. Hal serupa juga terjadi di LPSE-LPSE lain seperti di LPSE Universitas Diponegoro, LPSE Provinsi Jawa Barat, LPSE Provinsi Sumatera Barat, LPSE Kota Yogyakarta, dan LPSE Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

4. Kesuksesan Sistem Informasi.

Sistem informasi merupakan seperangkat komponen yang saling berhubungan yang berfungsi mengumpulkan, memproses, menyimpan, danmen distribusikan informasi untuk mendukung pembuatan kepuasan dan pengawasan dalam organisasi (Laudon dan Laudon, 2000). Bodnar dan Hopwood (2000) menyatakan bahwa sistem informasi berbasis komputer merupakan sekelompok perangkat keras dan perangkat lunak yang dirancang untuk mengubah data menjadi informasi yang bermanfaat. Penggunaan perangkat keras dan perangkat lunak tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan informasi secara cepat dan akurat.

EVALUASI KESUKSESAN SISTEM E-PROCUREMENT KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN PENDEKATAN D&M IS SUCCESS MODEL

Adapun kesuksesan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu merujuk pada penilaian pengguna atas kualitas sistem dan kualitas informasi yang dijabarkan pada kepuasan pengguna dan penggunaan terhadap sistem yang digunakan tersebut. Suatu sistem dikatakan sukses apabila dari para pengguna sistem mau menggunakan sistem tersebut dan juga memberikan kepuasan pengguna sebagaimana fungsi dari sistem tersebut. Markus dan Keil (1994) menjelaskan bahwa kepuasan pengguna tidak akan bermakna apabila sistem tersebut tidak menyebabkan kinerja individu meningkat dan memberikan pengaruh yang positif bagi organisasi.

Di dalam penelitian sistem informasi, ada beberapa faktor dalam menilai kesuksesan sistem teknologi informasi. Hal tersebut menyebabkan beberapa penelitian menetapkan variabel yang berbeda pula. Belum adanya standar yang baku menjadikan pengukuran kesuksesan suatu sistem informasi menjadi tidak mudah, harus ada beberapa aspek yang menjadi pertimbangan seperti faktor lingkungan di mana sistem tersebut diterapkan, jenis sistem apa yang akan diterapkan dan sebagainya.

Ives et al. (1983) menyatakan bahwa kepuasan pengguna informasi adalah suatu ukuran persepsi atau subjektif dari kesuksesan sistem. Penggunaan terhadap sistem dapat dijadikan sebagai suatu indikator kesuksesan sistem berdasarkan pada kondisi tertentu. Jika pengguna mempertimbangkan sistem tersebut tidak handal atau datanya tidak akurat, penggunaan mereka terhadap sistem tersebut akan menggambarkan keragu- raguan. Jika berada dalam lingkungan voluntary, sistem tersebut akan dihindari oleh pengguna. Selain itu, Goodhue dan Thompson (1995)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

menyatakan kesuksesan sistem informasi suatu perusahaan tergantung pada bagaimana sistem itu dijalankan, kemudahan sistem itu bagi para penggunanya, dan pemanfaatan teknologi yang digunakan.

Mason (1978) memperkenalkan teori yang dikenal dengan teori pengaruh informasi, yang penekanannya pada pengaruh dari suatu informasi. Mason (1978) kemudian mengganti efektivitas dengan pengaruh serta mendefinisikan tingkat pengaruh dari suatu informasi sebagai suatu jenjang dari suatu peristiwa yang terjadi pada titik akhir penerima dari sistem informasi. Tingkatan pengaruh berisi urutan peristiwa pengaruh, yaitu: penerimaan dari informasi (receipt), evaluasi dari informasi, dan aplikasi dari informasi yang mengarah kepada perubahan perilaku penerimaan dan kinerja sistem. DeLone dan McLean (1992) mengusulkan sebuah kerangka untuk mengukur keberhasilan infomasi sistem dengan membedakan kualitas sistem, kualitas informasi, kepuasan pengguna, kegunaan, dampak individu dan dampak organisasi. Mereka juga menyarankan model kausal untuk mengukur keberhasilannya. Kualitas sistem dan kualitas informasi, secara individu dan bersama-sama mempengaruhi kepuasan pengguna dan penggunaan. Hal ini juga berpendapat kepuasan pengguna dan penggunaan menjadi hubungan timbal balik saling tergantung dan dianggap menjadi anteseden langsung dari dampak individu, yang nantinya juga mempengaruhi dampak organisasi.

Dari beberapa model pengujian kesuksesan atas penerapan suatu sistem informasi, model DeLone dan McLean (1992) banyak mendapat perhatian. Dalam kurun waktu dua dekade, sejak pertama kali dipublikasikan pada tahun 1992, model ini telah banyak divalidasi dan beberapa memberikan

EVALUASI KESUKSESAN SISTEM E-PROCUREMENT KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN PENDEKATAN D&M IS SUCCESS MODEL

kontribusi untuk perbaikan hingga akhirnya model tersebut di-update pada tahun 2003. Beberapa peneliti yang mencoba untuk menerapkan model tersebut, antara lain dalam bidang pendidikan (e-learning), perdagangan (e-commerce), maupun bidang-bidang lain termasuk sektor publik yang dilakukan oleh Livari (2005) dan Radityo dan Zulaikha (2007).

5. Kesuksesan Sistem Informasi Model DeLone dan McLean.

D&M IS Success Model mempunyai enam dimensi yaitu kualitas sistem, kualitas informasi, kepuasan pemakai, intensitas penggunaan, dampak individu, dan dampak organisasi. Kualitas sistem dan kualitas informasi merupakan dua dimensi pertama pada D&M IS Success Model, dimana kualitas sistem menunjukan kualitas produk dari aplikasi sistem informasinya dan kualitas informasi menunjukkan kualitas produk yang dihasilkan oleh aplikasi sistem informasinya. Kedua kualitas tersebut, menentukan sikap dari pemakainya sebagai penerima informasinya. Penggunaan sistem dan informasinya akan mempunyai pengaruh pada pemakainya dan pada sistemnya. Pengaruh pada pemakainya akan menentukan kepuasan dari pemakainya dan dampak pada individualnya. Pengaruh dari sistemnya akan mempengaruhi dampak organisasinya.

Selanjutnya kerangka teoritis tersebut menunjukkan bahwa kualitas sistem (system quality) dan kualitas informasi (information quality) yang baik, yang direpresentasikan oleh usefulness (kemanfaatan) dari output sistem yang diperoleh, dapat berpengaruh terhadap tingkat penggunaan sistem yang bersangkutan (intended to use) dan kepuasan pengguna (user satisfaction).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Dengan merujuk pada definisi bahwa kualitas sistem berarti kualitas dari kombinasi hardware dan software dalam sistem informasi (DeLone dan McLean, 1992), maka dapat disimpulkan bahwa semakin baik kualitas sistem dan kualitas output sistem yang diberikan, misalnya dengan cepatnya waktu untuk mengakses; dan kegunaan dari output sistem, akan menyebabkan pengguna tidak merasa enggan untuk melakukan pemakaian kembali (re-use); dengan demikian intensitas pemakaian sistem akan meningkat. Pemakaian yang berulang-ulang ini dapat dimaknai bahwa pemakaian yang dilakukan bermanfaat bagi pemakai. Tingginya derajat manfaat yang diperoleh mengakibatkan pemakai akan lebih puas.

Penggunaan sistem informasi yang telah dikembangkan mengacu pada seberapa sering pengguna memakai sistem informasi. Semakin sering pengguna memakai sistem informasi, biasanya diikuti oleh semakin banyak tingkat pembelajaran (degree of learning) yang didapat pengguna mengenai sistem informasi (Mc Gill et al., 2005). Peningkatan derajat pembelajaran ini merupakan salah satu indikator bahwa terdapat pengaruh keberadaan sistem terhadap kualitas pengguna (individual impact). Selanjutnya kepuasan pengguna tersebut berpengaruh terhadap individual impact.

Individual impact merupakan pengaruh dari keberadaan dan pemakaian sistem informasi terhadap kinerja, pengambilan keputusan, dan derajat pembelajaran individu dalam organisasi. Secara positif, keberadaan sistem informasi baru akan menjadi rangsangan (stimulus) dan tantangan bagi individu dalam organisasi untuk bekerja secara lebih baik, yang pada gilirannya berdampak pada kinerja organisasi.

EVALUASI KESUKSESAN SISTEM E-PROCUREMENT KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN PENDEKATAN D&M IS SUCCESS MODEL

Gambar 1 Model Kesuksesan Sistem Informasi DeLone dan McLean Sumber: DeLone dan McLean, 1992

Setelah menyusun model ini, DeLone dan McLean (2003) lebih lanjut mengatakan bahwa permasalahan dengan menggunakan penggunaan sistem (use) sebagai pengukur kesuksesan adalah pada definisinya yang terlalu sederhana tanpa memperhatikan sifat dari penggunaannya.Telah banyak perubahan peran system informasi selama 10 tahun sejak DeLone dan McLean pertama kali dikenalkan. Dengan mengkaji lebih dari 100 artikel yang dipublikasikan di jurnal-jurnal sistem informasi terkenal seperti Information System Research, Journal of Management Information Systems, dan MIS Quarterly sejak tahun 1993, DeLone dan McLean (2003) memperbaiki modelnya dan mengusulkan model yang sudah dimutakhirkan terutama untuk digunakan di e-commerce yang merupakan aplikasi yang belum banyak muncul di model awal.

Dari kontribusi-kontribusi penelitian-penelitian sebelumnya dan akibat perubahan-perubahan dari peran dan penanganan sistem informasi yang telah berkembang, DeLone dan McLean (2003) memperbarui modelnya dan menyebutnya sebagai model kesuksesan sistem informasi D&M yang diperbarui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

(Updated D&M IS Success Model). Hal-hal yang diperbarui ini adalah sebagai berikut :

1. Menambah dimensi kualitas pelayanan (service quality) sebagai tambahan dari dimensi-dimensi kualitas yang sudah ada, yaitu kualitas sistem (system quality) dan kualitas informasi (information quality);

2. Menggabungkan dampak individual (individual impact) dan dampak organisasional (organizational impact) menjadi satu variabel yaitu manfaat- manfaat bersih (net benefits). Alasan terjadinya penggabungan adalah dampak dari sistem informasi yang dipandang sudah meningkat tidak hanya dampaknya pada pemakai individual dan organisasi saja, tetapi dampaknya sudah ke grup pemakai, ke antar organisasi, konsumer, pemasok, sosial bahkan ke negara. Tujuan penggabungan ini adalah untuk menjaga model tetap sederhana (parsimony);

3. Menambahkan dimensi minat memakai (intention to use) sebagai alternatif dari dimensi penggunaan sistem (use). DeLone dan McLean (2003) mengusulkan pengukuran alternatif, yaitu minat memakai (intention to use). Minat memakai adalah suatu sikap (attitude), sedang pemakaian (use) adalah suatu perilaku (behavior). DeLone dan McLean (2003) juga berargumentasi dengan mengganti penggunaan system (use) memecahkan masalah yang dikritik oleh Seddon (1997) tentang model proses lawan model kausal.

Dengan adanya beberapa penambahan variabel pada model, maka model DeLone dan McLean yang telah diperbarui (2003) nampak sebagai berikut:

EVALUASI KESUKSESAN SISTEM E-PROCUREMENT KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN PENDEKATAN D&M IS SUCCESS MODEL

Gambar 2 The updated DeLone and McLean’s 2003 Model Sumber : The DeLone andMcLean Model of Information Systems Success : A Ten-Year Update.Journal of Management Information Systems. Vol. 19 No. 4.

Pada instrumen kualitas pelayanan dalam Updated D&M IS Success Model, dimensi-dimensi yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayananadalah tangibles, reliability, responsiveness, assurance, and empathy. Dimensi-dimensi ini diadopsi oleh para peneliti dari konsep Servqual pada kajian pemasaran yang kemudian diuji-cobakan dalam konteks sistem informasi.

6. Penelitian Terdahulu.

Sampai saat ini, telah banyak penelitian empiris yang dilakukan di berbagai bidang dan objek penelitian untuk menguji model kesuksesan sistem informasi yang dikembangkan oleh DeLone dan McLean (1992).

Rai et al. (2002) melakukan penelitian untuk menguji model DeLone dan McLean (1992) dalam konteks penggunaan sistem informasi sukarela (voluntary). Data dikumpulkan dengan kuisioner dari 274 mahasiswa pengguna sistem infomasi mahasiswa terintegrasi (integrated student information system) di Universitas Midwestern. Data dianalisa dengan pemodelan struktural (SEM).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Hasil uji empiris mendukung model DeLone dan McLean (1992) yakni, kualitas informasi berpengaruh signifikan terhadap penggunaan dan kepuasan pemakai, kepuasan pemakai berpengaruh signifikan terhadap penggunaan tapi tidak sebaliknya. Sebagai catatan, Rai et al. (2002) tidak menguji model sampai ke dampak organisasi.

McGill et al. (2003) melakukan penelitian pada User Deplopped Aplications (UDA) di Australia. Dari 9 hipotesis, hanya 4 yang terbukti signifikan sedangkan 5 lainnya tidak signifikan. Dari penelitian itu terbukti secara empiris bahwa perceived system quality dan information quality merupakan predictor yang signifikan terhadap kepuasan pemakai, tetapi tidak signifikan terhadap penggunaan. Kepuasan pemakai berpengaruh terhadap penggunaan dan dampak individual. Penggunaan tidak berpengaruh terhadap dampak individual, dan dampak individual juga tidak berpengaruh terhadap dampak organisasi.