Aceng Zakaria TAFSIR AL SA’DI TENTANG SIFAT ALLAH DAN TAKDIR
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2014/1435
SURAT PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini: Nama
: Aceng Zakaria
TTL
: Subang, 16 Juli 1979
NIM
Pekerjaan : Dosen tetap di Sekolah Tinggi Agama Islam al-Hidayah Bogor, dan Pemateri tidak tetap di Radio Fajri 99.3 FM.
Alamat : Dsn. Anjun, Ds. Legonkulon, Kec. Legonkulon, Kab. Subang, Jawa-Barat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis dengan judul “Tafsir Al-Sa’d ī tentang Takdir dan Sifat Allah (Studi: Pemikiran Teologi al-Sa’di>> dalam Taysi>r al-Kari>m al-Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m al- Manna>n)” adalah benar karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumber-sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya, sepenuhnya menjadi tanggungjawab saya, yang berakibat gelar kesarjanaan saya dibatalkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Bogor, 02 Juni 2014
Aceng Zakaria
PERSETUJUAN HASIL UJIAN PENDAHULUAN Tesis dengan judul “Tafsir al-Sa’d ī tentang Sifat Allah dan
Takdir” (Studi: Pemikiran Teologi al-Sa’di>> dalam Taysi>r al-Kari>m al- Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n)” yang ditulis oleh:
Nama : Aceng Zakaria NIM
: 11.2.00.1.05.09.0064 Telah dinyatakan lulus pada ujian Pendahuluan yang
diselenggarakan pada hari/tanggal: Selasa, 20 Mei 2014. Tesis ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan komentar
para penguji sehingga disetujui untuk diajukan ke Ujian Promosi
Jakarta, 02 Juni 2014
Tim Penguji : NO
TANDA TANGAN TANGGAL Dr. Asep Saepudin Jahar, MA
NAMA
1 (Ketua Sidang/merangkap Penguji Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA
2 (Penguji 1) Prof. Dr. Yunasril Ali, MA
3 (Penguji 2) Dr. Muchlis M. Hanafi, MA
4 (Pembimbing/merangkap Penguji)
PERSETUJUAN DOSEN PENGUJI Tesis dengan judul “Tafsir Al-Sa’d ī Tentang Takdir dan Sifat
Allah (Studi: Pemikiran Teologi al-Sa’di>> dalam Taysi>r al-Kari>m al- Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n)” yang ditulis oleh:
Nama : Aceng Zakaria NIM
: 11.2.00.1.05.09.0064 Konsentrasi : Tafsir al-Qur`an Telah diperbaiki sesuai dengan saran tim penguji tesis pada ujian
tertutup tanggal …. Pebruari 2014 dan disetujui untuk dibawa ke sidang ujian terbuka (promosi magister)
Ketua Sidang/Penguji:
……………………………….. Tanggal: ……………………..
PERSETUJUAN DOSEN PENGUJI Tesis dengan judul “Tafsir Al-Sa’d ī Tentang Takdir dan Sifat
Allah (Studi: Pemikiran Teologi al-Sa’di>> dalam Taysi>r al-Kari>m al- Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n)” yang ditulis oleh:
Nama : Aceng Zakaria NIM
: 11.2.00.1.05.09.0064 Konsentrasi : Tafsir al-Qur`an Telah diperbaiki sesuai dengan saran tim penguji tesis pada ujian
tertutup tanggal …. Pebruari 2014 dan disetujui untuk dibawa ke sidang ujian terbuka (promosi magister)
Ketua Sidang/Penguji:
……………………………….. Tanggal: ……………………..
SURAT PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini: Nama
: Aceng Zakaria
TTL
: Subang, 16 Juli 1979
NIM
Pekerjaan : Dosen tetap di Sekolah Tinggi Agama Islam al-Hidayah Bogor, dan Pemateri tidak tetap di Radio Fajri 99.3 FM.
Alamat : Dsn. Anjun, Ds. Legonkulon, Kec. Legonkulon, Kab. Subang, Jawa-Barat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis dengan judul ‚Tafsir Al-Sa’d ī tentang Takdir dan Sifat Allah (Studi: Pemikiran
Teologi al-Sa’di>> dalam Taysi>r al-Kari>m al-Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m al- Manna>n)‛ adalah benar karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang
disebutkan sumber-sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya, sepenuhnya menjadi tanggungjawab saya, yang berakibat gelar kesarjanaan saya dibatalkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Bogor, 02 Juni 2014
Aceng Zakaria
PERSETUJUAN HASIL UJIAN PENDAHULUAN
Tesis dengan judul ‚Tafsir al-Sa’d ī tentang Sifat Allah dan Takdir‛ (Studi: Pemikiran Teologi al-Sa’di>> dalam Taysi>r al-Kari>m al- Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n)‛ yang ditulis oleh:
Nama : Aceng Zakaria NIM
: 11.2.00.1.05.09.0064 Telah dinyatakan lulus pada ujian Pendahuluan yang
diselenggarakan pada hari/tanggal Selasa, 20 Mei 2014. Tesis ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan komentar
para penguji sehingga disetujui untuk diajukan ke Ujian Promosi
Jakarta, 02 Juni 2014 Tim Penguji :
NO NAMA TANDA TANGAN TANGGAL Dr. Asep Saepudin Jahar, MA
1 (Ketua Sidang/merangkap Penguji
Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA
2 (Penguji 1)
Prof. Dr. Yunasril Ali, MA
3 (Penguji 2)
Dr. Muchlis M. Hanafi, MA
4 (Pembimbing/merangkap Penguji)
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah swt, Rabb semesta alam. Atas karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: ‚ Tafsi<r al-Sa’di
tentang Sifat Allah dan takdir.Studi:Pemikiran Teologi al-Sa’di>> dalam Taysi>r al-Kari>m al-Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n) Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada baginda Rasulullah saw , keluarga, para sahabat, tabi’in, tabi’u tabi’in,serta kepada seluruh umatnya yang istiqamah sampai akhir zaman.
Penyususnan Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Agama Humaniora (MA. Hum) dalam program studi Tafsir dan Hadis pada sekolah pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN Syarif Hidayatullaah Jakarta). Dalam penyusunan tesis ini, berbagai pihak telah memberikan dorongan, bantuan materil dan imateril serta masukan yang sangat berharga sehingga dalam kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas IslamNegeri (UIN) Syarif Hiadayatullah Jakarta Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA dan Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hiadayatullah Jakarta, Bapak Prof. Azyumardi Aazra, atas semua kebijakasanaan dalam memberikan fasilitas dan pelayanan yang sangat mendukung penulis selama menimba ilmu di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Deputi Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; Bapak Prof. Suwito, MA, Dr, Fuad Jabali, MA, Dr. Yusuf Rahman, MA, juga Ibu Prof. Amani Lubis, MA, yang telah banyak meluangkan waktu kepada penulis untuk berdiskusi dan meberikan arahan dan masukan.
3. Bapak Dr. Muchlis M. Hanafi, MA, selaku pembimbing penulis yang telah meluangkan waktu dan pikirannya selama
bimbingan Tesis serta memberikan banyak masukan dan saran selama bimbingan. Semoga Allah membalas dengan balasan yang setimpal dan memberi jalan keluar atas segala permasalahan hidup yang al-Ustadz hadapi.
4. Seluruh dosen staf pengajar serta karyawan Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Pemimpin Perpustakaan Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan dan fasilitas kepada penulis untuk memperoleh berbagai referensi yang menunjang penulisan tesis ini.
6. Direktur Diktis Kementrian Agama Islam Republik Indonesia yang telah mengucurkan biaya kuliah selama perkuliahan sampai selesai.
7. Ketua STAI Al-Hidayah, Bapak M. Hidayat Ginanjar, M.Pd.I, yang dengan dorongan dan dukungan beliau penulis dapat beasiswa Kemenag RI (Jazakumullah Khair al-Jaza).
8. Seluruh staff dan karyawan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Hidayah Bogor yang telah mendukung dan memberikan bantuan teknis kepada penulis terutama al-Akh Fadil Najibullah dan al-Akh Aditya Muharam. Penulis mengahturkan Jazakumullah semoga kontribusi antum semua dicatat sebagai amal shalih di sis-Nya.
9. Kedua orang tua tercinta yang telah menjadi wasilah hadirnya penulis ke alam dunia yang fana ini, kepada mereka berdua anakmu hanya bisa berdo’a ‚Allahummaghfirlii wa liwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayanii saghiraa‛
10. Keluarga besar Dewan Pimpinan Pusat Harakah Sunniyah untuk Masyarakat Islami (DPP HASMI), dan Yayasan Islam Al-Huda Bogor Indonesia serta struktur yang ada di bawahnya yang telah mendukung penulis dalam menyelasaikan studi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
11. Keluarga besar Bapak Syamsu Intapraja dan Ibu Hj. Julaiha yang selalu memberikan dukungan materi dan imateri kepada penulis yang sangat berharga khusunya ketika penulis silaturrahmi ke Pamanukan.
12. Istri tercinta Ai Siti Ruqoyah, (jazakillah atas segala kebaikannya), selain sebagai istri penulis yang setia melayani lahir batin, juga sebagai teman diskusi yang hangat dan motivator handal yang telah dengan sangat sabar memberikan dukungan dan motivasi serta mendampingi penulis baik keadaan suka maupun duka yang penulis hadapi selama menyelesaikan studi Magister.
13. Kedua bidadari penulis; Azka Auliya Zakaria dan Haniya Qurrotu ‘Aini Zakaria yang selalu menjadi obat dari segala 13. Kedua bidadari penulis; Azka Auliya Zakaria dan Haniya Qurrotu ‘Aini Zakaria yang selalu menjadi obat dari segala
14. Semua teman-teman beasiswa Diktis angkatan 2011 khususnya Ust. Solahudin, Ust. Saeful Rohim, Kang Nanang Rahmat dan teman seangkatan yang selama dua tahun membangun kebersamaan baik suka maupun duka.
15. Semua pihak yang telah membantu penulis baik dalam studi maupun penyelesaian tesis yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah swt membalas segala semua kebaikan mereka dengan balasan yang berlipat ganda. Amin. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih
banyak kekurangan, oleh karenanya saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
Akhirnya, semoga tesis ini menjadi amal shalih penulis yang dicatat oleh Allah swt dan diberikan manfa’at yang besar bagi
siapapun yang membacanya. Amien!!!
PEDOMAN TRANSLITERASI
Penelitian ini menggunakan pedoman transliterasi sebagai berikut:
Pendek : A=`
Dipthong : Ay= اي; Aw= او
Penulisan tashd īd dalam dalam translitasi ini dilambangkan dengan huruf, dengan menggandakan huruf yang bertashd īd. Akan tetapi hal ini tidak berlaku pada huruf yang menerima tashd īdjika terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf shamsiyah, contohnya kata يدعسلا tidak ditulis as-sa'di akan tetapi al-sa'di>, demikian seterusnya.
TAFSIR AL-SA’DI> TENTANG SIFAT ALLAH DAN TAKDIR (Studi: Pemikiran Teologi al-Sa’di> dalam Taysi>r al-Kari>m al-Rahma>n
fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n)
Abstrak
Tesis ini berkesimpulan bahwa, semakin tekstualis dalam menafsirkan ayat-ayat sifat, maka semakin terhindar dari ta’wi>l dan ta’t}i>l. Tesis ini membuktikan bahwa al-Sa’di> adalah seorang mufassir yang melakukan pembacaan al-Qur´an dengan cara pandang literalis.
Beliau menetapkan seluruh sifat Dh ātiyah Allah berdasarkan dzahir teks sebagaimana beliau menetapkan seluruh sifat fi'liyah berdasarkan dzahir teks juga.
Tesis ini sependapat dengan para mufassir dan sarjana muslim seperti, al-T}aba>ri> (W. 310), al-Qurt{u>bi (W. 671 H), Ibn Kathi>r (W. 774
H), al-Shinqiti> (W.1393 H), Quraish Shihab, dan lain-lain yang menyatakan bahwa, Allah memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya dan Allah telah menetapkan atas semua makhluk berupa takdir-Nya. Menurut mereka, baik sifat maupun takdir Allah keduanya bersifat tawqi>fi.
Tesis ini berbeda pendapat dengan kelompok Mu’tazilah, Qadariyah, Jabariyah, dan ‘Ashariyah yang mana kelompok-kelompok tersebut dalam memahami sifat Allah dengan menafikan (meniadakan) dan membatasi sifat Allah.
Tesis ini menunjukkan bahwa al-Sa’di> dalam memahami sifat Allah adalah ‘ al-Ithbat wa al-Nafy’ (menetapkan dan menolak), tanpa Ta’wi>l, Takyi>f, Tasbi>h, Tamthi>l dan Ta’t}i>l. Hal demikian nampak jelas ketika beliau menafsirkan kalimat ‚Yad Allah‛ dengan ‘Tangan Allah’, ‚ Wajh Allah‛ dengan ‘Wajah Allah’, ‘istiwa>’ bersemayam, dll.
Sumber utama tesis ini adalah kitab Taysi>r al-Kari>m al- Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n karya al-Sa’di> dan karyanya yang lain misalnya, ‚ al-Qawa>’id al-Hisa>n li Tafsi>r al-Qur’a>n‛ juga data-data
tambahan yang diambil dari berbagai rujukan yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diteliti meliputi kitab-kitab tafsir, hadis, ‘ulu>m a-Qur’an dan lain-lain.
Adapun penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan dua model pendekatan yaitu pendekatan tekstual dan pendekatan semantik. Pendekatan tekstual, yaitu pendekatan yang mengacu pada teks-teks yang terdapat dalam al-Qur´an dan al-Hadis dengan tujuan Adapun penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan dua model pendekatan yaitu pendekatan tekstual dan pendekatan semantik. Pendekatan tekstual, yaitu pendekatan yang mengacu pada teks-teks yang terdapat dalam al-Qur´an dan al-Hadis dengan tujuan
TAFSI>R AL-SA'DI ABOUT ATTRIBUTE OF ALLAH AND DESTINY
(Study of Theology Thought of al-Sa'di> in Taysir al-Kari>m al-
Rah}ma>n fi Tafsi>r Kala>m al-Manna>n)
Abstract
This thesis concludes that, The more textual in interpreting the attributiveverses, the more safer from ta’wi>l and ta’t}i>l errors. This thesis proves that al-Sa'di is a commentator who does the reading of the Qur’an with a literal perspective. He sets the whole Attribute
( Dh ātiyah) of Allah by Appear (Dzahir) of text as he set the whole Action (Fi'liyah) by Appear(Dzahir) of text as well.
This thesis agrees with the commentators and Muslim scholars such as al-T}aba>ri (passed awayin 310H), al-Qurt}u>bi (passedaway in
671 H), Ibn Kathi>r (passedaway in 774 H), al-Shinqiti (passed awayin1393 H), Quraish Shihab, and others who claim that Allah has set over all the creatures in the form of His destiny and He has attributes in accordance with His greatness and majesty. According to them , the destiny and attribute of Allah both are revelations.
This thesis is different fromthought of Mu'tazilah, Qadariyah, Jabariyah, and ‘Ashariyah that limits Allah’s attributes. This thesis shows that al-Sa'di> in understanding the Attribute of Allah is assign ( al-Ithbat) and refuse (al-Nafy’) without commenting ( Ta’wil), analyzing (Takyif), comparing (Tashbih), equaling ( Tamthil) and denying (Ta’thil). Thus, it seems clear when he interprets the phrase ‚Yad Allah ‛as ‚Hand of Allah‛ and‚Wajh Allah‛ as‚Face of Allah‛, etc.
The main source of this thesis is " Taysir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan" of al-Sa'di and his other book, ‚al-Qawa>’id
al-Hisan li Tafsir al-Qur’a>n‛. Also, additional data taken from various references relating to the subject matter include booksof tafsir, hadith, 'ulum al-Qur´an , and others.
This study is a qualitative research using two approach models namely textual approach and semantic approach. Textual approach, i.e. the approach which refers to the texts contained in the Qur'an and al-
Hadith with the goal to express the accuracy concept that will keep the writer from misinterpretation as a result of the shift in meaning that occur in the process of language progressiveness. While the semantic approach, which is the approach taken by trying to explore the meaning contained in the expressions of language in al-Qur´an and al-Hadith.
جهنلا وى ،يّصنلا جهنلاو . ليلادلا جهنلا و يّصنلا جهنلااهمو ينجذونم ينجنه ثحبلا اذى مدختسا دعبت ّتىح موهفلدا ةقد بانجلإا فدهي يذلا ثيدلحاو نآرقلا في ةدراولا صوصنلا لىإ يرشي يذلا اّمأو . ةغللا ريوطت ةيلمع في ثدح يذلا يونعلدا لوحتلا اذلذ ةجيتن ييرسفتلا ءاطلخا نم ثحابلا يوغللايربعتلل نىعلدا فاشكتسا ةلوالز في مدختسا يذلا جهنلا وى ،ليلادلا جهنلا لىإ ةبسنلاب . ثيدلحاو نآرقلا في دراولا
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Al-Qur´an 1 diturunkan Allah sedikitnya mempunyai dua fungsi
utama, yaitu sebagai sumber hukum Islam (dustur Ila>hi) dan sebagai bukti kebenaran kerasulan nabi Muh}ammad s}allallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagai sumber hukum, al-Qur´an memberikan berbagai norma keagamaan sebagai petunjuk bagi kehidupan umat manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Karena sifatnya memberi arah petunjuk, maka norma-norma tersebut kemudian
dinamai shari’ah, yang berarti jalan yang lurus. Menurut Muh}ammad Arkoun, al-Qur'an adalah kitab suci agama Islam yang merupakan kumpulan firman-firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muh}ammad s}allallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara tujuan utama diturunkan al-Qur´an adalah untuk menjadi
pedoman manusia dalam menata kehidupan mereka agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akherat. Agar tujuan itu dapat direalisasikan oleh manusia, maka al-Qur´an datang dengan petunjuk-petunjuk, keterangan-keterangan, prinsip-prinsip, baik yang bersifat global maupun yang terinci, yang eksplisit maupun
implisit, dalam berbagai persoalan dan bidang kehidupan. 2 Di samping sebagai sumber ajaran, al-Qur´an juga diturunkan
Allah untuk menjadi bukti kebenaran kerasulan Muh}ammad s}allallahu ‘alaihi wa sallam, terutama bagi mereka yang menentang dakwah
1 Di antara definisi al-Qur´an adalah Kala>mullah yang diturunkan kepada Nabi Muh}ammad S}allallahu ‘alaihi wa Salam sebagai mu’jizat yang ditulis dalam
mushaf dan diriwayatkan dengan mutawattir serta membacanya adalah ibadah. Lihat al-Qur´an dan Terjemahnya, Mujamma’ al-Malik Fah}d li thiba’: (Madinah Munawarah, 1418), 15. Bandingkan dengan al- S}abu>ni> dalam Pengantar Studi al- Qur´an, 18, lihat juga Manna> Khali al-Qatta>n dalam Studi Ilmu-ilmu al-Qur´an, 10.
2 Lihat Muhammed Arkoun, Kajian Kontemporer al-Qur´an. (Bandung: Pustaka, 1998), 44. Lihat juga Harifuddin Cawidu, Konsep Kufur dalam al-Qur´an.
(Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 4.
beliau. Bukti-bukti kebenaran tersebut dalam kajian ‘ Ulu>m al-Qur´an disebut mukjizat. 3
Selain dua pungsi di atas, al-Qur´an bagi umat Islam juga menjadi sumber utama dan sangat fundamental, ia berfungsi sebagai hudan (petunjuk), antara lain dalam persoalan-persoalan akidah (keyakinan), shari'ah (aturan hidup), moral dan lain-lain, juga berfungsi sebagai 4 furqa>n (pembeda) antara kebenaran dan kebatilan.
Menyadari bahwa al-Qur´an menempati posisi sentral dalam studi keislaman, maka lahirlah di kalangan pemikir Islam untuk
mencoba memahami isi kandungan al-Qur´an yang dikenal dengan aktivitas penafsiran. Kesadaran tersebut telah dimulai sejak masa turunnya al-Qur´anyang dipelopori oleh nabi Muh}ammad s}allallahu ‘alaihi wa sallam dan kemudian aktifitas tersebut berlanjut pada masa sahabat dan generasi setelahnya.
Ketika nabi Muh}ammad s}allallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, menjelaskan makna al-Qur´an kepada para sahabat adalah salah
satu tugasnya. Jika ada di antara sahabat yang menemui kesulitan dalam memahami makna al-Qur´an maka mereka langsung bertanya
kepada nabi. 5 Pada waktu itu, tak seorangpun sahabat yang berani menafsirkan al-Qur´an, karena Nabi masih hidup dan berada di tengah-
tengah mereka. Nabi sendirilah yang menanggung beban berat itu dan menunaikan kewajiban tersebut sebagaimana mestinya. 6 Sepeninggal
Nabi, para sahabat jika mereka tidak mengetahui makna al-Qur´an, maka mereka kembali kepada makna secara bahasa, atau menggunakan
al-Ra’yu dan al-Ijtihad. 7
3 Mu’jizat artinya suatu perkara yang luar biasa, yang tidak akan mampu manusia membuatnya karena hal itu di luar kesanggupannya. Mu’jizat itu
dianugerahkan kepada para nabi dan rasul dengan maksud menguatkan kenabian dan kerasulannya, serta menjadi bukti bahwa agama yang dibawa oleh mereka benar- benar dari Allah ta’ala. Lihat al-S}abu>ni> Pengantar Studi al-Qur´an, 102, dan bandingkan dengan Manna>Khali al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur´an, 371.
4 Lihat QS. al-Baqarah, 2/2,185, dan QS: al-Ja>thiah [45]: 18-20. 5 Lihat QS>. al-Nah}l [16]: 44, yang artinya ‚ Dan Kami turunkan kepadamu
(Muh}ammad ) al-Qur´an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka‛
6 Subhi al-S}alih, Maba>hith fi ‘Ulu>m al-Qur´an. (Bairut: Da>r al-ilmi li al- Malayyin, 1977), 289. Lihat juga Fah}d ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Sulayma>n al-Ru>mi>,
As}ul al-Tafsi>rwa Mana>hiju>h. (Makkah: Maktabah al-Tawbah, 1413H), 19. 7 Al-Dhahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, Juz, I, 45. Dalam hal ini al-
Dhahabi> menjelaskan bahwa dalam menggunakan al-Ra’yu dan al-Ijtihad ini mereka
Menurut al-Dhahabi>, di masa awal Islam kaum muslimin belum banyak perbedaan dalam penafsiran terhadap al-Qur´an. Mereka memahami al-Qur´andan mengetahui kandungan serta maksudnya. Mereka juga memahami al-Qur´ansesuai dengan hakikat dan sifat- sifatnya. Mereka memahaminya dengan pemahaman yang bersih tanpa bercampur dengan kekeruhan dan berbaur dengan pemahaman yang buruk. 8
Nabi Muh}ammad Ṣalallāhu’alaihi Wasallam (W: 11 H) sebagai seorang Rasul adalah orang pertama kali yang mengajarkan al-Qur´an, selain karena al-Qur´an diturunkan kepadanya, beliaupun mempunyai tugas til āwah (membacakan) al-Qur´an itu dan menjelaskan kandungan-kandungannya kepada umatnya, juga mengikuti makna- makna kandungan al-Qur´anserta mengikutinya dengan pengikutan
yang benar. 9 Seiring dengan majunya peradaban umat Islam dan berakhirnya
generasi terbaik dari umat ini yaitu sekitar abad tiga Hijriyah, maka munculah berbagai pemahaman dan penafsiran terhadap al-Qur´an. Secara tidak langsung peristiwa terbunuhnya khalifah Uthma>nibn ‘Affa>n padapada tahun 34 H / 654 M, yang kemudian digantikan oleh khalifah Ali ibn Abi> T}a>lib, menurut A. Hanafi peristiwa tersebut menjadi permulaan perpecahan umat Islam dan berpengaruh terhadap
pemahaman teologi mereka. 10 Selain itu juga paktor persoalan- persoalan di lapangan politik yang terjadi pada masa akhir
pemerintahan Ali Ibn Abi> T}a>lib ikut memicu lahirnya persoalan- persoalan teologi. 11 Inilah faktor utama yang menurut Harun Nasution
memicu lahirnya cikal-bakal madhab-madhab di dalam tubuh umat Islam. Selain munculnya madhab dalam bidang fiqih yang sangat
mereka, mengetahui kondisi orang-orang Yahudi dan Nasrani di Jazirah Arab ketika al-Qur´an diturunkan, serta kemampuan dan luasnya pengalaman mereka.
8 Muh}ammad H}usayn al-Dhahabi>, a l-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n.Terjemahan oleh Nabhani Idris,
9 Ensiklopedia Tafsir. (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), ix. M. Sarbini, Studi Standar Mutu Ulama dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan Umat, (Jurnal Ilmiah al-Hidayah), (Bogor: STAI al-Hidayah, 2009 M), Vol. III, 18-19.
10 Lihat A. Hanafi dalam Theologi Islam (Ilmu Kalam). (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 15-17.
11 Ahmad Hanafi mendefinisikan Theologi atau Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas prinsip-prinsip keyakinan seorang muslim terhadap wujud Allah
swt, sifat-sifat yang harus ada pada-Nya, sifat-sifat yang tidak ada pada-Nya, swt, sifat-sifat yang harus ada pada-Nya, sifat-sifat yang tidak ada pada-Nya,
Dalam khasanah pemikiran teologi Islam klasik, ada persepsi yang dihubungkan dengan kekuasaan Tuhan. Pemikiran teologi ini dulunya berasal dari diskursus antara pemikiran Khawarij, Murjiah, kemudian berkembang menjadi Qadariah, Jabariah, Asy’ariah, Mu’tazilah dan seterusnya. Bermula tentang persepsi tentang dosa
besar, kebebasan manusia dalam memilih perbuatannya atau tidak, sampai teologi rasionalis Mu’tazilah, dimana manusia dinyatakan
bebas menentukan pilihan perbuatannya masing-masing, dan Allah kelak tinggal meminta pertanggungan jawabannya saja, tentang
pilihan-pilihan yang diambilnya tersebut ketika di dunia. 13 Pembahasan mengenai teologi yang dalam bahasa agamanya
disebut aqidah,merupakan hal yang paling urgen dalam agama Islam, karena aqidah bagi seorang muslim memiliki peranan penting dalam
membentuk pribadi-pribadi muslim yang ka>ffah (paripurna), selain itu, aqidah juga merupakan inti atau akar dari pada Syariah Islamiyah yang diturunkan Allah kepada manusia.
Ibn Taymiyah menjelaskan, bahwa yang menjadi pokok pada pembahasan aqidah islamiyyah adalah masalah keulu>hiyahan (ketuhanan) Allah Subh}a>nahu wata’ala. pembahasan tersebut berkisar pada tiga hal yaitu; pertama, pembahasan tentang Dha>t Alla>h; kedua, pembahasan tentang sifat Allah; dan ketiga, pembahasan tentang perbuatan Allah. Menurutnya pembahasan tentang ketiga aspek
tersebut adalah perkara yang tidak mudah dalam masalah aqidah. 14 Masih menurut Ibn Taymiyah, selain berpatokan pada lafaz} d}a>hir
seorang ulama dituntut mengungkap makna yang sesuai dengan maksud lafaz} tersebut, dengan tanpa 15 ta`wi>l.
12 Lihat Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa Pebandingan. (Jakarta: UI Press, 1986), 6.
13 Lihat Noor Rahmat dalam Reaktualisasi Teologi Islamdalam Pendidikan.Jurnal Studi al-Qur´an, Vol. IX No. I Januari 2013, 8.
14 Ibn Taymiyah, Daqa>iq al-Tafsi>r. ditah}qi>q oleh Muh{ammad Sayyid al- Julayndi>. (Beiru>t: Da>r al-Qiblah al-Isla>miyyah, 1986), 45.
15 Ibn ‘Uthaymin dalam al-Us}u>l fi> al-Ilmi al-Us{u>l, menyatakan bahwa " Ta'wi>l secara bahasa bermakna kembali, sedangkan secara istilah bermakna
mengalihkan lafaz}} dari maknanya yang zhahir kepada makna lain (bat}in) yang terkandung di dalamnya, apabila makna yang lain itu sesuai dengan al-Qur´andan al- Sunnah. Bandingkan dengan Manna> Khali al-Qatta>n dalam Studi Ilmu-ilmu al-
Inti dari aqidah Islam adalah tawh}idullah (mengesakan Allah) pada perkembangannya term ini mengalami metamorfosis (perubahan) makna dan menjadi salah satu disiplin ilmu yang dikenal kalangan umat Islam yaitu ilmu tawhid. Ilmu inilah yang oleh kaum muslimin diyakini akan menuntun jalan kepada pemahaman aqidah Islam yang lurus.
Menurut Muh}ammad H}assa>n, para ulama tawhid telah membagi tawhi>d menjadi tiga macam; pertama, tawh}i>d Rubu>biyah, yang maknanya mengakui bahwa Alla>h itu Tuhan segala sesuatu, yang menciptakan, mengatur dan menjalankan segala sesuatu di alam semesta ini; kedua, tawhi>d Ulu>hiyyah, yaitu hanya menyembah Allah dalam ibadah dan menjauhkan diri dari menyembah selain- Nya. 16 Sedangkan pembagian tawhi>d ketiga adalah tawh} īd asmā wa al- Sif āt, yaitu keimanan pada semua nama dan sifat Allāh yang ada
dalam al-Qur´andan hadith-hadith yang sahih, dan menetapkan semua nama serta sifat tersebut secara benar dan layak bagi Allah tanpa
ta 17 ḥrīf, ta’ṭīl, takyīf dan tamthīl. Hal ini sebagai pengamalan firman Allah Ta’a>la dalam surat al-Ikhla>s} ayat 1- 4:
18 Katakanlah Allah itu Esa, All āh tempat bergantung kepada-Nya segala
sesuatu, Dia tidak beranak dan tidak diperanakan, dan Dia tidak serupa dengan sesuatu apapun.
Dan firman Allah dalam surat al-Shu>r ā ayat 11 berikut:
19 Dia (Allah) tidak serupa dengan sesuatu apapun dan Dia Maha
Mendengar dan Maha Melihat. Masih menurut ibn Ba>z , Ta ḥrīf semakna dengan taghyīr yang berarti merubah, Ta ḥrīf dalam nama dan sifat Allah bisa berarti taḥrīf lafdzi dan bisa berarti ta ḥrīf maknawi. Biasanya taḥrīf lafd}i tidak
16 Lihat Muh}ammad H}assa>n, Haqi>qat al-Tawhi}>d. (Madi>nah, Maktabah Fayya>d li al-Tija>rah wa al-Tawji>: 2007), 59.
17 Lihat ‘Abd al-Az īz ibn ‘Abd Allāh ibn Bāz, al-Duru>s al-Muhimmah li ‘ Ᾱmat al-Ummah. (Riāḍ: Dār al-Tayyibah, tp.th), 4.
18 ( QS. Al-Ikhlas} [112]: 1-4) 18 ( QS. Al-Ikhlas} [112]: 1-4)
sebagaimana firman Alla>h dalam surat al-Nisa [4]: 46. 20 Adapun menurut Ibn S}alih} Uthaymin, Lafaz} d}ahir pada surat
T}a>ha> [20]: 5tersebut menunjukan bahwa Allah beristiwa di atas ‘ Arsh, yang artinya berada di atasnya, jika ada yang mengatakan bahwa makna ‚istawa>‛ adalah ‚istawla‛ (menguasai), maka ini adalah ta`wi>l yang berhakekat 21 ta ḥrīf, karena tidak ada dalil yang mendukungnya. Adapun ta’ ṭīl, secara bahasa artinya takhliyah (mengosongkan) dan tark (meninggalkan). Adapun secara istilah ta’ ṭīl adalah mengingkari nama dan atau s}ifat Alla>h yang ditetapkan oleh diri-Nya sendiri, baik secara totalitas ataupun sebagiannya, baik karena ta
22 ḥrīf maupun karena pengingkaran, semua ini dinamakan ta’ ṭīl.
Kandungan surat al-Ikhla>s} [112]:1-3 di atas menurut Ugi Suharto, menunjukan bahwa Allah memiliki sifatada ( al-wujud) yang sangat mudah difahami oleh kaum muslimin yang berati Allah itu ada (bukan ghaib) dan Esa ( al-Ahad) tidak beranak dan diperanakan, dan tidak ada yang sebanding dengan Dia. Menuurutnya, walaupun terdapat perbedaan pemahaman antara orang awam dengan ulama mengenai tawhid ini, namum tidak ada seorang muslimpun
20 (QS. Al-Nisa> [04]:46)
‚Mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya…‛ (al-Nisa>/4:46) Contoh tentang ta ḥrīf adalah mekaknai ‚istiwa>‛ dengan ‚istawla‛ dalam fiman
Alla>h:
Alla>h beristiwa di atas ‘Arsh (T}aha [20]:5) 21 Lihat Muh}ammad ibn Ṣālih} al-Uthaymīn, Sharah al-‘Aqīdah al-Wāsi ṭiyah.
(Ria>d: Da>r al-Tharaya li al-Nasyr, 1415), 71.
mengatakan bahwa Allah itu satu di antara yang tiga, atau tiga di antara yang satu. 23
Menurut al-Bu>t}i> ada tiga metodologi yang digunakan oleh ulama dalam memahami ayat-ayat dan hadis tentang sifat Allah, yaitu pertama, metode tafwidh,kedua, metode ithbat dan ketiga metode ta’wi>l. Akan tetapi mayoritas ulama salaf dalam memahami ayat-ayat
dan hadis tentang sifat Allah meggunakan metodologi tafwidh, yaitu tidak melakukan penafsiran apapun terhadap teks-teks tersebut, namun mencukupkan diri dengan penetapan sifat-sifat yang telah Allah tetapkan bagi Dzat-Nya, serta mensucikan Allah dari segala kekurangan dan penyerupaan terhadap hal-hal yang baru. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengikuti metode ta’wil ijmali (global) terhadap teks-teks tersebut dan menyerahkan pengetahuan maksud
yang sebenarnya kepada Allah 24 Subhanahu wa Ta’ala. Biasanya mereka menggunakan bahasa ‛ tidak tenggelam‛, ‛tidak menafsirkan‛,
‛diam terhadap sifat-sifat tersebut‛, dan ‛bacaannya adalah tafsirnya‛. 25
Masih menurut al-Bu>t}i>, mayoritas ulama dalam memahami sifat Allah menggunakan metodologi tafwidh atau ta’wi>l ijmali, mereka tidak mengartikan kata istiwa>’ dalam ayat di atas dengan bersemayam dan bertempat di ’Arsh. Dan tidak pula mengartikan datang dan turunnya Tuhan dalam ayat dan hadis tersebut dengan datang atau turun seperti halnya makhluk yang berpindah dan bergerak dari suatu tempat ke tempat yang lain. Ulama salaf berpandangan bahwa kata istiwa>’, datang dan turun dalam ayat-ayat tersebut memiliki makna-makna tersendiri yang hanya diketahui oleh Allah dan tidak mengandung penyerupaan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat
makhluk-Nya. 26 Dalam memahami sifat-sifat Allah, Imam al-Ghazali (W: 520
H) 27 telah memberikan rambu-rambu tentang pemahaman terhadap
23 Lihat Ugi suharto dalam, Apakah al-Qur`a>n Memerlukan Hermeneutika?, Jurnal Islamia, Edisi Tahun I, No 1, Muharam 1425/2004M, 50.
24 Muh}ammad Sa’id Ramadhan al-Buthi,1997, Kubra al-Yaqi>niyyat al- Kauniyyah. Damaskus: Dar al-Fikr, 2005), 138. 25
Al-Qaradhawi, Akidah Salaf dan Khalaf . (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), 80. 26 ‘Abdullah al-Harari, Al-Maqalat al-Sunniyyah fi Kasyf Dhalalat Ahmad bin Taimiyyah. (Beirut: Da>r al-Mashari>’, 2007), 122. 27 Al-Ghazali merupakan tokoh yang memainkan peranan penting dalam Al-Qaradhawi, Akidah Salaf dan Khalaf . (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), 80. 26 ‘Abdullah al-Harari, Al-Maqalat al-Sunniyyah fi Kasyf Dhalalat Ahmad bin Taimiyyah. (Beirut: Da>r al-Mashari>’, 2007), 122. 27 Al-Ghazali merupakan tokoh yang memainkan peranan penting dalam
dan 28 Ketujuh, menyerahkan kepada ahlinya. Hampir sama apa yang dikemukakan al-Ghazali di atas dengan
pendapat Dewan Fatwa Saudi Arabia ( Lajnah Da>imah li al-Buh}u>th al-
‘Ilmiyyah) ketika menjelaskan prinsip dasar dalam mengimani sifat- sifat Allah. Sebagaimana yang diringkas oleh Ah}mad Ibn ‘Abd al-
Razz āq al-Duwaysyang ringkasannya adalahsebagai berikut;bahwa nama-nama Allah adalah setiap lafaz} yang menunjukan atas Dzat Allah yang mengandung sifat di dalamnya. Seperti lafaz}: al-Q ādir, al- ‘Ali>m, al-Haki>m, al-Sami>, dan al-Bas}i>r, sesungguhnya nama-nama ini menunjukan Dzat Allah. Serta menetapkan s}ifat yang terkandung dalam nama-nama tersebut yaitu berilmu, bijaksana, mendengar dan
melihat. 30
sang pemikir legendaris ini dengan hukum-hukum syariah. Ia juga tercatat sebagai sufi pertama yang menyajikan deskripsi sufisme formal dalam karya-karyanya. al- Ghazali juga dikenal sebagai ulama Suni yang kerap mengkritik aliran lainnya. Ia tertarik dengan sufisme sejak berusia masih belia.
al-Ghazali dilahirkan di Kota Thus, Provinsi Khurasan, Persia (Iran), pada tahun 450 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 1058 Masehi. Al-Ghazali berasal dari keluarga ahli tenun (pemintal). Ayahnya adalah seorang pengrajin sekaligus penjual kain shuf (yang terbuat dari kulit domba) di Kota Thus, salah satu kota di Iran.
28 Imam Abu> H}amid al-Ghazali , Qawa>’id al- ‘Aqa>id fi> al-tawh}i>d al- Madhnu>n ‘ala> Ghairi Ahlihi al-Ja>m al-‘Awwa>m ‘an Ilmi al-Kala>m. terj. Rambu-
Rambu Mengenal Allah. (Surabaya: Pustaka Progressif, 2003), 37-38. 29 Dewan fatwanya KSA (Kerajaan Saudi Arabiya) semisal MUI di
Indonesia, yang anggotanya terdiri dari para ulama Saudi al-‘Arabiya dengan berbagai latar belakang keilmuan agama.
30 Lihat Ah}mad ibn ‘Abd al-Razz āq al-Duwais, Fata>wā al-Lajnah al-Dāimah li al-Buhuth al-Ilmi wa al-Ift ā. (Riāḍ: Dār al-‘Asimah, 1419), 160. (Fatwa ini di
antaranya ditandatangani oleh ketua Lajnah yaitu ‘Abd Al-‘Az īz ibn Abd Allāh ibn
Dalam pandangan Mu’tazilah, yang merupakan kelompok rasionalis. Jika dilihat dari argumen-argumennya tentang lima prinsip ajarannya, akan terlihat kecenderungannya memenangkan akal daripada al-Qur´an secara tekstual ketika memahami ayat-ayat tentang sifat Allah. Pemahaman mereka tersebut tercermin dalam lima prinsip sebagai berikut:
Pertama, keesaan Tuhan (tawhid). Bagi Mu’tazilah, keesaan Allah sudah final. Mereka berpandangan bahwa sifat-sifat Allah adalah
tidak lain dari hakikatnya sendiri. Orang yang percaya bahwa sifat- sifat Allah itu terpisah dari hakikat-Nya dan berdiri sendiri, tentunya
percaya akan ‚kemajemukan‛ ajaran monoteisme. Makadari itu keesaan Allah berarti tidak ada yang kekal dan qadim selain Allah. 31 Kosep tauhid Mu’tazilah tersebut sangat berpengaruh pada
pandangannya terhadap al-Qur´an. Menurutnya al-Qur´an adalah makhluk Allah bukan Kalam Allah. Hal itu dikarenakan jika al-Qur´an
merupakan Kalam Allah, maka al-Qur´an bersifat qadim. Mustahi bagi mu’tazilah ada bila dua keqadiman Yaitu Allah dan Kalamnya (al- Qur´an). jelas itu menyalahi konsep monoteismenya. 32
Kedua, keadilan Tuhan (al-‘adl). Penafsiran Mu’tazilah mengenai pengertian keadilan adalah bahwa Allah, wajib berbuat adil dan mustahil jika tidak adil. Allah harus menggajar orang yang benar dan menghukum yang salah. Mustahil dihari kiyamat orang akan lolos dari hukuman dan orang yang benar tidak memperoleh pahla. Allah
SWT, tidak adil jika berbuat demikian. 33 Ketiga, janji dan ancaman (al-wa’ad wa al-Wa’i>d). Janji dan
ancaman ini merupakan salah satu konsakuensi dari pemahaman Keadilan Tuhan di atas. Allah pasti menepati janji dengan memberikan surga kepada yang berbuat baik dan pasti juga mewujudkan ancamannya dengan memberikan neraka kepada pelaku dosa.
31 Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur´an, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 129.
32 Gagasan Mu’tazzilah tentang Kemakhlukan al-Qur´an tersebut, sering di tolak dengan kaum salaf karena dipandang bertentangan dengan makna tekstual al-
Qur´an surat al-a’raf ayat 54. 33 Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur´an, (Bandung:
Pustaka Setia, 2004), 128. Terkait konsep keadilan Tuhan ini, Mu’tazilh sering dianggap mengikuti para pemikir Yunani, akan tetapi sebenarnya konsep tersebut berasal dari penafsiran orang mu’tazilah terhadap al-Qur´an yaitu: QS. Yu>nus [10]:
Keempat, tempat diantara dua tempat (manzilah baina al- manzilatain). Posisi ini sering dikaitkan dengan orang yang fasiq(yaitu orang yang berbuat dosa besar misalnya saja minum- minuman keras, pezina, pedusta, dan sebagainya) bukanlah orang yang beriman
kafir. Dengan demikian, Fasiq merupakan diantara iman dan kafir. Kelima, menganjurkan kepada kebaikan dan menncegah kepada kemungkaran ( Amar ma’ruf nahi munkar). Pandangan Mu’tazilah mengenai kewajiban Islam ini. adalah sbahwa shari’at bukanlah satu- satunya jalan untuk mengidentifikasi mana yang ma’ruf dan mana yang munkar. Akal manusia, setidak-tidaknya sebagian, dapat mengidentifikasikan sendiri berbagai jenis kemakrufan dan kemungkaran.
Dari lima prinsip tersebut dua prinsip yang awallah Paham keesaan dan keadilan (al-tawhid dan al-‘adl) yang menjadi prinsip utama. Tiga prinsip yang lain baru berarti karena memberi ciri Mu’tazilah.
Kelima prinsip di atas menjadi tolok ukur kelompok Mu’tazilah dalam memahami dan mengimani ayat-ayat tentang sifat
Allah. Menurut Mu’tazilah sebelum mengeluarkan produk penafsiran harus diyakinkan terlebih dahulu bahwa penafsirannnya harus sesuai dengan lima prinsip tersebut. Apabila tidak sejalan dengan prinsip tersebut meskipun cuma satu saja maka sudah dianggap bukan kelompok Mu’tazilah.
Pandangan Mu’tazilah terhadap sifat Allah berbeda dengan para mufassir yang justru menetapkan sifat Allah yang terkandung dalam nama-namaNya. Allah Ta’ala berfirman dalam QS. al-Ara>f (7): 180;
Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
Imam al-Nasafi> di dalam tafsirnya Madarik al-Tanzil wa Haqa’iq al-Ta’wil, menyatakan bahawasanya Asma-ul Husna di dalam Imam al-Nasafi> di dalam tafsirnya Madarik al-Tanzil wa Haqa’iq al-Ta’wil, menyatakan bahawasanya Asma-ul Husna di dalam
Selain itu, Allah memliki nama-nama yang pada maknanya wajib Dia berbuat demikian seperti al-‘Afwu (Maha Pemaaf) serta nama-nama yang menunjukkan bahawa Dia wajib mengetahui setiap keadaan dan di setiap masa seperti al-Sami‘ (Maha Mendengar) dan al- Basir (Maha Melihat).Allah juga memiliki nama-nama yang menunjukkan kebesarannya seperti al-Jabbar (Maha Memaksa) dan al- 35 Mutakabbir (Maha Memiliki Kesombongan).
Imam Nawawi al-Jawi di dalam kitab tafsirnya Mirah Lubaid, menyatakan ayat 180 surah al-A‘ra>f mengandungi seruan agar hambaNya jangan menyeru kepada Allah kecuali dengan Asma-ul Husna (nama yang indah). Seruan ini hanya akan mendatangkan kesan kepada orang yang memohon apabila dia benar-benar mengetahui makna yang sebenarnya akan nama-nama Allah serta meyakini dalil bahawasanya Allah merupakan Tuhan yang berhak disembah, Maha Pencipta dan hanya Dialah yang paling berhak disifatkan dengan sifat-
sifat yang paling mulia. 36 Di dalam al-Kashshaf, Imam al-Zamakhsyari menyebutkan
dalam penafsirannya terhadap ayat 180 surah al-A‘raf, beliau menjelaskan bahwa Allah al-Ausaf al-Husna dengan memastikan ia merujuk kepada sifat yang adil dan mengandungi kebaikan. Ia juga merujuk kepada sifat Allah yang tidak berharap kepada makhluk sehingga tiada yang mempersekutukanNya dengan selain daripadaNya, keagungan Allah yang tidak pernah dipersoalkan apa jua perbuatanNya
serta kalamNya yang paling benar dan janjiNya yang paling tepat. 37
34 Lihat Imam al-Nasafi>, Madar>ik al-Tanzi>l wa Haqa>’iq al-Ta’wil. (Da>r al- Qala>m Beiru>t, 1979), 354.
35 Lihat Imam al-Nasafi>, 36 Madar>ik al-Tanzi>l wa Haqa>’iq al-Ta’wil.…, 355.
Muhammad Nawawi, Mir’ah Lubaid. (Beirut: Da>r al-Fiqr, 1980), 154
37 Abu al-Qa>si>m al-Zamakhshari>, al-Kashaf ‘an Haqa’iq al-Tanzil wa ‘Uyun
Menurut Hamka di dalam kitab tafsirnya Tafsir al-Azhar, menyebutkan setelah Allah memberi peringatan tentang hidup yang sengsara ke atas golongan yang tidak mempergunakan hati, mata dan telinga di dalam ayat 179 surah al-A‘ra>f, maka Allah menyampaikan seruan ke atas orang-orang beriman supaya mendekatiNya di dalam ayat 180 surah al-A‘ra>f ini. Beliau menjelaskan, nama ialah perkataan yang menunjukkan atas sesuatu zat, atau menunjukkan zat dan sifat. Allah mempunyai nama-nama, dan kesemua nama tersebut adalah nama yang baik, maka serulah Dia dengan kesemua namaNya yang terbaik itu.
Masih menurut Hamka, ayat 180 surah al-A‘raf amat berkaitan dengan ayat sebelumnya. Bagi beliau, jikalau kita telah
menggunakan hati untuk berfikir dan memerhatikan untuk melihat warna dan bentuk, akhirnya kita akan sampai kepada Zat Yang Maha Kuasa dan alam ini keseluruhannya adalah saksi di atas 38 kewujudanNya.
Sedangkan menurut al-Sa’di>>> ketika menafsirkan ayat al- Rah}ma>n al-Rah}i>m, QS. al-fa>tih}ah (01):02,menurut beliau dalam ayat
tersebut Allah memperkenalkan kepada hamba-hamba-Nya tentang dua nama yang juga sekaligus menunjukan sifat-Nya yang mulia yaitu
(yang mempunyai rahmah). 39 Menurut Al-Sa’di>>> ayat tersebut menjadi dalil tentang Allah memiliki nama dan sifat dimana kedua hal tersebut
sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya. 40 Hal senada juga dikemukakan olehibn Ba>z, menurutnya
dalam menetapkan sifat Allah dan mengimani takdir-Nya tersebut hendaknya mengimani semua sifat Allah dan juga mengimani tentang takdir-Nya baik yang ada dalam al-Qur´an maupun hadis-hadis yang sah}ih, dan kemudian menetapkan sifat tersebut secara benar dan layak
bagi Allah 41 . Ada beberapa ayat dalam al-Qur’an Allah menyebutkan
persamaan ‚lafaz}‛ antara sifat Allah dan sifat manusia, seperti dalam sifat ‚ al-sami>’ dan al-Bas}i>r‛. Allah telah menetapkan bahwa diri-Nya
38 Abdul Malik ibn Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Azhar. (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001), 169.
39 Lihat al-Sa’di>>>> dalam Taysi>r al-Kari>m al-Rah}ma>n Fi> Tafsi>r Kala>m al- Manna>n. (Beiru>t: Da>r Ibn H}azm, 2004), 25.
40 ‘Abd Rah}ma> al-Sa’di>, al-Qawl al-Sad īd Syarh Kitāb al-Tauhīd, (Riyadh: D ār al-Tsabāt, 2004), 148.
41 Ah}mad ibn Abd al-Razz āq al-Duways, Fata>wā al-Lajnah al-Dāimah li al- 41 Ah}mad ibn Abd al-Razz āq al-Duways, Fata>wā al-Lajnah al-Dāimah li al-
Dalam kedua ayat di atas diyakini bahwa Allah ‚ Sam ī dan Bas īr‛ dan manusiapun ‚Samī dan Basīr‛, akan tetapi hakekat
keduanya jelas berbeda walaupun berlafaz} sama. Pendengaran dan penglihatan Allah sesuai dengan keagungan-Nya dan pendengaran dan penglihatan manusia sesuai dengan kelemahannya. Dalam surat al- Baq ārah [ 2]:235 Allah menyatakan dirinya memiliki ilmu dan dalam surat al-Mumtahanah/60:10, Allahpun menyebut manusia memiliki ilmu. Walaupun sama lafaz} maka pada hakekatnya berbeda karna
‚ 42 Laitha ka mithlihi shaiun‛. Dari sini maka Ahl al-Sunnah menetapkan bahwa Allah memiliki tangan, wajah, mata dan sifat
lainnya tanpa merubah makna tersebut dan tanpa menyamakan dengan makhlukNya.
Menurut Quraish Shihab ketika menjelaskan surat al-An’a>m [06]:59, bahwa Allah memilki sifat al-‘Ali>m (Maha Mengetahui),
menurutnya ayat ini menunjukan tentang salah satu sifat Allah yaitu Maha Mengetahui, yang dengan sifat-Nya tersebut Dia mengetahui segala yang berkaitan dengan manusia dan makhluk lainnya. Menurut beliau jangankan yang nyata atau yang tersembunyi dan dirahasiakan,
bahkan yang lebih dari yang dirahasiakanpun Dia Mengetahui. 43 Menurut Lajnah Ilmiyyah Hasmi (Harakah Suniyyah untuk
Masyarakat Islami) 44 , bahwa setiap kata mempunyai tiga rukun, yaitu: Lafaz}, arti dan hakikat. Lafaz} kata yang sama, bisa mempunyai arti
yang sama dalam hal bahasa, tetapi mempunyai hakekat yang berbeda, tergantung pada zat si empunya kata tersebut. Contoh kata ‚kepala‛, ketika kata ‚kepala‛ ini dihubungkan dengan dua pemilik yang berbeda, maka hakekatnya akan berbeda juga. Misalnya: kepala sekolah dan kepala macan. Lafaz} keduanya adalah k-e-p-a-l-a, dalam bahasapun mempunyai arti yang sama, yaitu zat yang diikuti oleh bagian yang lainnya, akan tetapi hakekat keduanya berbeda jauh
42 Lihat ‘Abd All āh ibn Musli>h dan Ṣalāh Ṣāwi, Mā Lā Yasa’u al-Muslim Jahluhu. (Ria>d}: D ār Isybiliyā, 1419), 53.
43 M. Quraish Shihab, Hidangan Ilahi Ayat-Ayat Tahli>l. (Jakarta: Lentera Hati, 1997), 139.
44 Sebuah Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang bergerak dalam bidang 44 Sebuah Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang bergerak dalam bidang
Dari uraian di atas bisa diketahui bahwa persamaan lafaz} belum tentu sama dengan hakikat, karena hakikat lafaz} akan berbeda- beda tergantung disandarkan pada apa dan siapa. Hal ini terjadi antar makluk, maka perbedaan antara hakikat sifat Allah subh}a>nahu wata’a>la dan makhluk-Nya akan lebih nampak sekali. Iini adalah esensi dari firman Allah surat al-Shu>ra[42]:11. 46
Menurut H}aydar ibn Ah}mad al-Safa>h, ayat 11 dalam surat al- Shu>r ādi atas adalah kaidah yang sangat sempurna dalam menetapkan nama dan sifat Allah. Ketika Allah menyebutkan diri-Nya Sam ī dan Bash īr setelah laitha ka mithlihi syai. Dan sudah maklum bahwa Samī dan Bash īr pun dimiliki oleh manusia dan hewan, maka seakan-akan Allah melarang makhluk-Nya meniadakan sifat Sam ī dan Bashīr bagi Allah hanya karena khawatir akan menyamakan dengan makhluk lain, akan tetapi hal tersebut harus ditetapkan bagi Allah dengan tidak
menyerupakan sifat tersebut dengan sifat makhluk-Nya. 47 Selain masalah sifat Allah di atas, yang banyak kalangan
membicarakan dan memperdebatkannya sehingga melahirkan madhab- madhab dalam Islam. Maka tidak sedikit juga terjadi ikhtilaf (perbedaan) di dalam tubuh umat Islam yaitu tentang permasalahan keimanan terhadap masalah takdir (takdir baik dan buruk).
Iman kepada takdir Allah Ta’a>la dan ketentuanNya yang berlaku bagi semua makhluk-Nya adalah salah satu prinsip dasar dan landasan utama agama Islam yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muh}ammad S}allallahu ‘alaihi wa sallam. Maka tidaklah sempurna keimanan seorang hamba dan benar di sisi Allah Ta’a>la sehingga dia memahami dan meyakini masalah ini dengan baik benar.
Hal ini disebabkan karena iman kepada takdirNya secara khusus sangat berkaitan erat dengan masalah tauhid (keyakinan), khususnya tauhid rubu>biyah (mengesakan
Allah Ta’a>la dalam perbuatan-perbuatan-Nya), seperti mencipta, melindungi, mengatur dan memberi rizki kepada semua makhluk-Nya), sekaligus berkaitan juga dengan tauhid nama dan sifat-sifat Allah Ta’a>la, karena
45 Lihat Lajnah Ilmiyah Hasmi (Harakah Sunniyah untuk Masyarakat Islami), Din al-Islam. (Bogor: Purtakan MIM, 2006), 31.
46 Lajnah Ilmiyah Hasmi, Din al-Islam, 31. 47 Lihat Ḥaydar ibn Aḥmad al-Ṣafāh, Mabāhith fi ‘Ulum al-Aqīdah. (Sana’a: 46 Lajnah Ilmiyah Hasmi, Din al-Islam, 31. 47 Lihat Ḥaydar ibn Aḥmad al-Ṣafāh, Mabāhith fi ‘Ulum al-Aqīdah. (Sana’a:
Dalam hal ini, ‘Aliibn Muh}ammadibn Abi> al-‘Izz al-
Dimasqi> berkata: ‚Di antara sifat-sifat Allah Ta’a>la adalah Dia Maha (kuasa) berbuat apa yang dikehendaki-Nya, tidak ada sesuatupun yang terjadi kecuali dengan kehendak-Nya dan tidak ada yang luput dari keinginan-Nya. Tidak ada sesuatupun di alam semesta yang lepas dari takdir-Nya dan semuanya terjadi dengan pengaturan-Nya. Maka tidak
ada seorangpun yang (mampu) melepaskan diri dari takdir yang ditentukan-Nya dan melampaui ketentuan yang telah dituliskan-Nya dalam lawhul al-mahfuzh (kitab tempat penulisan semua takdir dan ketentuan-Nya terhadap seluruh makhluk-Nya), Dia maha menghendaki semua yang dilakukan oleh seluruh makhluk di alam semesta. Seandainya Dia menjaga mereka maka niscaya mereka tidak akan melanggar perintah-Nya, dan seandainya Dia menghendaki mereka semua mentaati-Nya maka niscaya mereka akan mentaati-Nya. Dia-lah yang menciptakan semua makhluk beserta semua perbuatan mereka, menakdirkan (menetapkan) rezki dan ajal mereka. Dia memberikan hidayah (petunjuk) kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan rahmat-Nya dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya