PERANAN BPK DAN BPKP MENGHITUNG KERUGIAN
PERANAN BPK DAN BPKP MENGHITUNG KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM RANGKA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
ROLE OF BPK AND BPKP COUNTING FINANCIAL LOSS IN THE FRAMEWORK OF THE HANDLING OF CORRUPTION CASE
Rahmy Putri Yulia, Khunaefi A., Suryadi Agoes
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kejaksaan Agung R.I. Jl.
Sultan Hasanudin No. 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan E-mail : bina_adhyaksa@kejaksaan
(Diterima tanggal 15 Februari 2016, direvisi tanggal 19 Februari 2016, disetujui tanggal 25 Februari 2016)
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan lembaga auditor, khususnya BPK dan BPKP, dalam menghitung kerugian keuangan negara. Sebab selama ini hasil perhitungan keuangan negara dalam perkara korupsi yang dilakukan Auditor BPKP sering dipermasalahkan pihak-pihak tertentu. BPKP dianggap tidak berwenang karena yang berwenang adalah BPK, sebab payung hukumnya lebih tinggi. Penelitian ini bertipe deskriptif dengan sifat normatif-empiris. Data diperoleh dengan teknik non probability sampling jenis purposive terhadap 269 (dua ratus enam puluh sembilan) responden yang terdiri atas: jaksa, hakim, advokat, Dosen, BPK, dan BPKP yang berada di 6 (enam) wilayah hukum kejaksaan tinggi dan 35 (tiga puluh lima) wilayah hukum kejaksaan negeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab terjadinya perbedaan penafsiran atas peran BPK dan BPKP menghitung kerugian keuangan negara pada intinya adalah karena kurang dipahaminya kedudukan auditor dalam pembuktian unsur kerugian keuangan negara dan adanya kepentingan dari pihak-pihak tertentu yang menafsirkan hal tersebut sesuai dengan kepentingannya. Namun demikian, dalam putusannya hakim tidak hanya merujuk pada lembaga mana yang melakukan perhitungan, tetapi lebih pada keahlian yang dimiliki auditor dan bukti-bukti pendukung perhitungan. Oleh karena itu, Jaksa Penuntut Umum selaku pihak yang memikul beban pembuktian, tidak perlu ragu meminta bantuan auditar dari lembaga mana saja. Akan tetapi
jaksa juga harus memperhatikan bukti-bukti pendukung hasil perhitungan.
Kata kunci : kerugian negara, auditor, BPKP
Abstract
This study aims to determine the role of the auditor institutions, especially the BPK and BPKP, in calculating state financial losses. It is urged to do since BPK audi tors’ calculation results of a state financial corruption case are often disputed by certain parties. BPK deemed as competent authority instead of BPKP due to the higher hierarchy in law. The type of this study was descriptive with normative-empirical approach. Data were obtained using a purposive non- probability sampling technique toward 269 ( two hundred and sixty nine) respondents comprising prosecutors, judges, lawyers, lecturers, BPK and BPKP e located in 6 (six) offices of the high prosecutor general and 35 (three twenty five) offices of the state prosecutor’s general. The results showed that there are mainly two cause of the difference interpretation about the role of BPK and BPKP in calculating the state financial losses. Firstly, it was due to the less understanding of the auditor position in the verification the state assets element. Secondly, the were individual interests from certain parties. Instead of reffering to the institutions doing the calculation, the decision refers more to the the expertise of the auditor and the evidence of supporting calculations. Therefore, the public prosecutor as the party who bears the burden of proof, should not hesitate to ask for assistece from
auditars of any institution. However prosecutor must consider the supporting evidences of the calculation results well. Keyword : loss of state, auditor,
I. PENDAHULUAN
keuangan negara maupun dari segi kualitasnya yang dilakukan semakin
A. Latar Belakang
sistematis serta lingkupnya yang memasuki Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah
seluruh aspek kehidupan masyarakat.
terjadi secara meluas dalam kehidupan Salah satu unsur delik dalam tindak berbangsa dan bernegara. Perkembangannya
korupsi adalah “kerugian keuangan negara” terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan aspek jumlah kasus dan jumlah kerugian Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang
peranan bpk dan bpkp menghitung kerugian keuangan negara dalam rangka .. .- Rahmy Putri Yulia, Khunaefi, Suryadi agoes. 135
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan Perpres No. 64 Tahun 2005; Peraturan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20
Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No.
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah; dan
31 Tahun 1999. Hal ini mengharuskan Inpres No. 4 Tahun 2011 tanggal 17 Februari perlunya penghitungan keuangan untuk
2011 tentang Percepatan Peningkatan Kualitas menentukan besar kecilnya kerugian negara.
Akuntabilitas Keuangan Negara. Perhitungan kerugian keuangan negara juga
Akhir-akhir ini muncul perlawanan diperlukan untuk menentukan jumlah uang
terhadap penegakan hukum tindak pidana pengganti yang harus dibayar terpidana. Sebab
korupsi yang ditandai:
selain dapat dijatuhi pidana pokok dan pidana
1. Banyaknya gugatan yang diajukan kepada tambahan dalam KUHP, terpidana korupsi BPKP terkait dengan apa dasar hukum juga dapat dijatuhi pidana tambahan berupa kewenangan BPKP dalam melakukan pembayaran uang pengganti, sebagaimana perhitungan kerugian keuangan negara. diatur dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b UU No. Pihak BPKP sendiri, ketika dikonfirmasi
31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah mengenai hal tersebut justru menyatakan
dengan UU No. 20 Tahun 2001 . bahwa tugas mereka hanya membantu
Dalam kaitannya dengan pembuktian unsur melakukan perhitungan kerugian keuangan “merugikan keuangan negara”, untuk kasus-
negara atas permintaan Penyidik Tipikor. kasus yang sulit perhitungannya biasanya
2. Beberapa ahli hukum keuangan negara yang penegak hukum meminta bantuan instansi atau
dihadirkan oleh terdakwa/penasehat hukum bekerja sama dengan instansi terkait yang
dalam persidangan tindak pidana korupsi mempunyai keahlian dalam masalah audit
seringkali menyatakan bahwa BPKP tidak keuangan, seperti Badan Pemeriksa Keuangan
lagi berwenang melakukan perhitungan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan
kerugian negara dengan argumentasi bahwa Pembangunan (BPKP), karena kedua institusi
lembaga yang berwenang melakukan tersebut mempunyai auditor yang memiliki
perhitungan kerugian negara adalah BPK keahlian dalam melakukan audit investigasi dan
karena mempunyai payung hukum yang penghitungan masalah keuangan. Kewenangan
lebih tinggi yaitu UUD 1945 dan undang- BPK dan BPKP dalam melakukan audit dan
undang.
penghitungan kerugian keuangan adalah “zona Fakta di atas menunjukkan bahwa adanya accounting ” sehingga tidak sampai jauh mencari
celah atau multi tafsir atas kewenangan BPKP ada-tidaknya perbuatan melawan hukum karena dalam melakukan audit investigasi atau hal tersebut merupakan kewenangan penegak penghitungan kerugian keuangan negara dapat hukum. dijadikan sarana oleh terdakwa dan kuasa
Keberadaan BPK sebagai intitusi yang
hukumnya untuk melepaskan diri dari jeratan
berwenang melakukan pemeriksaan keuangan
hukum. Hal tersebut tentunya dapat
lembaga yang mengelola keuangan negara diatur
menyulitkan bagi jaksa selaku penuntut umum
dalam UUD 1945 dan beberapa undang-undang
karena hasil audit yang dilakukan oleh BPKP
terkait, seperti: UU No. 15 Tahun 2006 tentang
tersebut menjadi salah satu materi “Surat
BPK, UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Dakwaan”.
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; UU No. 1 Tahun 2004 tentang
B. Permasalahan
Perbendaharaan Negara; dan UU No. 17 Tahun
Permasalahan dalam penelitian ini
2003 tentang Keuangan Negara. Sementara tugas dan kewenangan BPKP diatur antara lain: Keppres diidentifikasikan sebagai berikut : No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas
1. Mengapa terjadi perbedaan penafsiran
mengenai peran BPK dan BPKP dalam
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata
melakukan penghitungan kerugian
Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen,
sebagaimana telah beberapa kali diubah dan 1 Draft Usulan Kejaksaan Negari Bontang agar dilakukan
terakhir diubah penelitian mengenai “Siapa Yang Berwenang Melakukan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara”, Tahun 2012.
136 Jurnal Bina Adhyaksa Vol. 6 No. 2 - Maret 2016 136 Jurnal Bina Adhyaksa Vol. 6 No. 2 - Maret 2016
dalam UUD 1945”.
Pidana Korupsi ? Selanjutnya dalam Pasal 6 UU BPK
2. Upaya apa yang harus dilakukan untuk disebutkan bahwa tugas pokok BPK pada menghindari adanya perbedaan penafsiran
intinya adalah memeriksa pengelolaan dan mengenai peran BPK dan BPKP dalam
tanggung jawab keuangan negara yang melakukan
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah keuangan negara agar penanganan perkara
penghitungan
kerugian
Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank tindak pidana korupsi dapat berjalan
Indonesia, BUMN, Badan Layanan Umum, dengan baik ?
BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara, yang dalam
C. Kerangka Pemikiran
pelaksanaannya dilakukan berdasarkan UU
Pada uraian terdahulu telah dikemukakan tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan bahwa salah satu unsur delik dalam perkara
Tanggung Jawab Keuangan Negara. Apabila tindak pidana korupsi adalah “kerugian
dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, keuangan negara”. Untuk itu perlu dilakukan
BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi penghitungan guna memastikan nilai kerugian
yang berwenang paling lama 1 (satu) bulan keuangan yang diderita oleh negara. Dalam
sejak diketahui adanya unsur pidana, dan rangka menghitung kerugian keuangan negara
selanjutnya laporan tersebut dijadikan dasar yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi,
penyidikan oleh pejabat yang berwenang kejaksaan telah menjalin kerja sama dengan
untuk melakukan penyidikan. 2
BPKP dalam bentuk Nota Kesepahaman, yang Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan dilaksanakan dengan cara BPKP memberi
pengelolaan keuangan negara BPK diberi bantuan perhitungan kerugian keuangan negara
beberapa wewenang, salah satunya ialah yang diberikan atas permintaan. Pasal 5 ayat (4)
menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian Nota Kesepahaman Antara Kejaksaan RI,
keuangan negara yang diakibatkan oleh Kepolisian Negara RI, dan BPKP Nomor: Kep-
perbuatan melawan hukum. Ketentuan 109/A/JA/09/2007; No. Pol.: B/2718/ Ix/2007;
tersebut diatur secara tegas dalam Pasal 10 dan Nomor: Kep-1093/K/D6/2007 tentang
ayat (1) UU BPK yang berbunyi:
“ BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah Penyimpangan Pengelolaan Keuangan Negara
Kerjasama Dalam
Penanganan
Kasus
kerugian negara yang diakibatkan oleh Yang Berindikasi Tindak Pidana Korupsi
perbuatan melawan hukum baik sengaja Termasuk Dana Nonbudgeter menyatakan
“dalam maupun lalai yang dilakukan oleh bendaha ra, setiap
penyelidikan
dan/atau
pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau penyidikan baik yang dilakukan oleh
yang menyelenggarakan Kejaksaan maupun POLRI, BPKP menugaskan
badan
lain
pengelolaan keuangan negara”.
auditor profesional untuk melakukan audit investigatif
Selain itu, BPK juga dapat berperan keuangan negara sesuai dengan permintaan”. dengan cara memberikan keterangan ahli
mengenai kerugian negara atau daerah dalam Keberadaan BPK diatur dalam UUD 1945
proses peradilan, sebagaimana diatur dalam dan beberapa undang-undang. Pasal 23E ayat Pasal 11 huruf c UU BPK.
(1) UUD 1945 menyatakan “ untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang
Sementara itu, landasan yuridis BPKP keuangan negara diadakan satu Badan
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya adalah Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri ”.
peraturan yang kedudukannya di bawah undang- Ketentuan lebih lanjut mengenai BPK diatur
undang, seperti: PP, Kepres/Perpres; dan Inpres. dalam UU No. 15 Tahun 2006 (UU BPK). Pasal
Menurut Pasal 52 Kepres No. 103 Tahun 2001 1 butir 1 UU BPK menyatakan “BPK adalah
terakhir diubah dengan Perpres No. 64 Tahun lembaga
2005, tugas BPKP adalah
memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab Lihat Pasal 8 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang keuangan negara sebagaimana dimaksud Badan Pemeriksa Keuangan.
peranan bpk dan bpkp menghitung kerugian keuangan negara dalam rangka .. .- Rahmy Putri Yulia, Khunaefi, Suryadi agoes. 137 peranan bpk dan bpkp menghitung kerugian keuangan negara dalam rangka .. .- Rahmy Putri Yulia, Khunaefi, Suryadi agoes. 137
dan penuntut umum yang bertanggung jawab
pengawasan keuangan dan pembangunan
untuk membuktikan berapa kerugian keuangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
negara yang disangkakan dan didakwakan. Dengan
undangan yang berlaku. Kedudukan BPKP
kata lain jaksa bisa menghitung sendiri kerugian
sebagai aparatur pengawasan pemerintah
keuangan negara berdasarkan alat bukti yang ia
semakin mantap dengan adanya ketentuan
temukan. Kewenangan jaksa dalam menghitung
Pasal 49 ayat (1) PP No. 60 Tahun 2008 yang
kerugian keuangan negara tersebut sama dengan
menyatakan aparat pengawasan intern
kewenangan jaksa menentukan pasal mana yang pemerintah salah satunya adalah BPKP. disangkakan atau didakwakan berdasarkan alat
Selanjutnya menurut Pasal 48 ayat (2) jo.
bukti yang diperoleh selama proses penyidikan. Pasal 50 ayat (1) PP No. 60 Tahun 2008 Kewenangan tersebut juga tidak diatur secara
pengawasan tersurat dalam suatu aturan perundang-undangan, oleh aparatur pengawasan pemerintah salah satunya dilakukan melalui tetapi melekat dalam suatu jabatan yaitu jabatan
jaksa selaku penyidik dan penuntut umum. kegiatan audit yang terdiri atas: audit kinerja
dan audit dengan tujuan lain. Yang termasuk
dalam audit dengan tujuan lain salah satunya
Secara teori (theorie van bevoegdheid), 3 kewenangan dapat diperoleh malalui 2 (dua) cara,
adalah audit investigasi. yaitu: atribusi dan distribusi.Atribusi adalah
Dalam penanganan perkara korupsi, pada kewenangan yang melekat pada suatu jabatan, hakekatnya audit investigasi yang dilakukan sedangkan distribusi adalah kewenangan yang BPK dan BPKP itu dapat dibedakan menjadi 2
oleh suatu jabatan atau organ (dua) macam, yaitu audit investigasi yang pemerintahan kepada pejabat atau organ yang lain. bersifat preventif dan audit investigasi yang Adapun perbedaan antara kewenangan atribusi dan bersifat represif. Audit investigasi BPK dan
diberikan
distribusi terletak pada BPKP yang bersifat preventif dilakukan dalam pertanggungjawabannya. Kewenangan atribusi rangka pemeriksaan atau pengawasan rutin yang memiliki tanggung jawab yang melekat kepada dilakukan oleh BPK dan BPKP, sebelum adanya aparat atau pejabat yang langsung ditunjuk oleh penyelidikan atau penyidikan yang dilakukan suatu peraturan perundang-undangan (biasanya oleh aparatur penegak hukum. Dalam kontek UUD dan UU). Adapun kewenangan distrubusi yang demikian, maka kewenangan BPK dan ada 2 (dua) macam, yaitu: delegasi dan mandat. BPKP dalam melakukan audit investigasi Delegasi adalah pelimpahan kewenangan dengan bersumber (atribusi untuk BPK dan delegasi konsekwensi tanggung jawab beralih pada untuk BPKP) dari perundang-undangan yang penerima delegasi. Biasanya pelimpahan ini menjadi payung hukum keberadaan lembaga dilakukan melalui peraturan setingkat UU ke BPK dan BPKP. Sebab BPK dan BPKP bukan bawah, karena kewenangan ini merupakan turunan bagian dari institusi yang diberi wewenang dari atribusi. Sedangkan mandat ialah pelimpahan melakukan penegakan hukum (tindak pidana kewenangan dengan tanggung jawab masih korupsi) secara represif, karena keduanya bukan dipegang oleh si pemberi wewenang sebab bagian dari komponen sistem peradilan pidana
kewenangan
penerima
madat melaksanakan kewenangan
( criminal justice system ). 4 tersebut untuk atas nama si pemberi mandat.
Dalam konteks penanganan perkara korupsi Biasanya pelimpahan wewenang ini hanya yang dilakukan oleh kejaksaan, jaksa selaku
dilakukan dengan perintah atau permintaan.
penyelidik dan penyidik perkara korupsi
sebagaimana ketentuan Pasal 30 ayat (1) huruf d Dengan merujuk pada teori kewenangan, UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, pada dasarnya antara audit investigasi preventif sebenarnya mempunyai kewenangan untuk dan audit investigasi represif, walaupun melakukan
keduanya sama-sama dilakukan oleh BPK, keuangan negara. Kewenangan tersebut melakat
pada kedudukan jaksa sebagai penyidik ternyata sumber kewenangannya berbeda.
Penjelasan Pasal 50 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 60 4 Philipus M. Hadjon, et. al. Pengantar Hukum Administrasi
Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah. Indonesia, Jogjakarta: Gadjah Mada University Press, 1994, hal. 130.
138 Jurnal Bina Adhyaksa Vol. 6 No. 2 - Maret 2016
Audit investigasi preventif yang dilakukan BPK bisa melakukan audit investigasi yang bersifat berasal dari kewenangan atribusi karena
represif bila ada permintaan dari penegak langsung diberikan oleh Konstitusi dan undang-
hukum. Tanpa adanya permintaan dari aparatur undang. Kewenangan ini dilakukan oleh BPK
penegak hukum BPKP tidak bisa melakukan secara rutin sesuai aturan perundang-undangan
audit investigasi terhadap perkara korupsi yang yang berlaku. Sedangkan audit investigasi
sudah ditangani oleh penegak hukum. Hal ini represif (BPK) merupakan kewenangan yang
juga bermakana bahwa audit investigasi yang berasal dari mandat yang diberikan penegak
dilakukan BPKP atas permintaan penegak hukum. Kewenangan seperti ini baru dapat
hukum bukan hanya dapat dilakukan terhadap dijalankan apabila penegak hukum meminta
lembaga pemerintahan (eksekutif), tetapi juga sehingga seharusnya BPK tidak bisa menolak
dapat dilakukan terhadap lembaga lain, asal ada permintaan penegak hukum karena penegak
permintaan dari penegak hukum. Dalam hukum merupakan personifikasi dari hukum
tugasnya tersebut, BPKP itu sendiri. Bahkan kalau pun yang diperintah itu
melaksanakan
melakukannya karena keahliannya bukan karena seorang Penguasa, yang bersangkutan harus
kewenangan yang diatur dalam peraturan tetap mematuhi dan menjalankan perintah
perundang-undangan yang menjadi paying tersebut, karena hukum berada di atas segala-
hukum BPKP.
galanya. Oleh karena itu tidak relevan untuk Selanjutnya, kewenangan BPKP dalam
memperdebatkan siapakah yang berwenang melakukan
audit investigasi preventif melakukan audit investigasi dalam perkara merupakan kewenangan yang bersumber pada
korupsi, karena yang berwenang untuk delegasi dari kewenangan Presiden dalam
melakukan hal itu adalah penegak hukum. menjalankan tugas pemerintahan. Tugas
Namun hal ini ternyata tidak mampu menutup pemerintahan tersebut oleh Konstitusi
terjadinya multi tafsir dan peluang multi tafsir diatribusikan kepada Presiden, dan sebagian
seperti itu, dan sering kali dimanfaatkan oleh dari tugas tersebut didelegasikan Presiden
pihak-pihak tertentu untuk mewujudkan kapada organ yang lain, termasuk tugas
kepentingannya.
pengawasan keuangan dan pembangunan yang
Adapun beberapa istilah yang perlu diberi didelegasikan oleh Presiden kepada BPKP.
definisi dalam penelitian ini adalah Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal
sebagai berikut:
52 Kepres No. 103 Tahun 2001 terakhir diubah dengan Perpres No. 64 Tahun 2005
1. Istilah peranan mempunyai arti sebagai yang berbunyi: “BPKP mempunyai tugas
“bagian dari tugas utama yang harus melaksanakan tugas pemerintahan di bidang 5 dilaksanakan”. Dalam bahasa Inggris kata
pengawasan keuangan
“peranan” merupakan padanan dari kata sesuai
danpembangunan
role yang bermakna “person’s task in under perundang- undangan yang berlaku”. Oleh
taking” yang artinya tugas atau kewajiban karena itu, BPKP diberi kedudukan sebagai
tertentu (taks or duty) yang diserahkan “Auditor Presiden”. kepada seseorang/satuan kerja oleh suatu
perusahaan/organisasi. 6 Dalam hal ini Selain sebagai Auditor Presiden, BPKP
juga memiliki fungsi membantu penegak peranan sangat terkait dengan masalah kewenangan, yaitu kekuasaan formal yang
hukum dalam pemberantasan korupsi dengan menjadi dasar badan atau pejabat untuk melakukan audit investigasi yang bersifat melakukan perbuatan hukum. represif. Sumber kewenangan BPKP dalam
melakukan audit investigasi represif bukan
2. BPK adalah singkatan dari Badan pendelegasian dari Presiden yang diberikan
Pemeriksa Keuangan, yaitu lembaga berdasarkan aturan perundang-undangan,
5 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
tetapi sama seperti audit investigasi represif Pustaka, 1980, hal. 667.
BPK, yaitu mandat dari aparatur penegak Estiyarso, et. al., Peranan Intelijen Yustisial dalam Mendukung Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Pusat Litbang hukum. Dengan demikian, maka BPKP baru
Kejaksaan Agung RI, 2008, hal. 16.
peranan bpk dan bpkp menghitung kerugian keuangan negara dalam rangka .. .- Rahmy Putri Yulia, Khunaefi, Suryadi agoes. 139 peranan bpk dan bpkp menghitung kerugian keuangan negara dalam rangka .. .- Rahmy Putri Yulia, Khunaefi, Suryadi agoes. 139
Metodologi
pengelolaan
1. Sifat dan Tipe Penelitian keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. 7 Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
tipe penelitian yuridis normatif dan yuridis
3. BPKP adalah singkatan dari Badan empiris. Penelitian yuridis normatif berarti Pengawas Keuangan dan Pembangunan, penelitian dilakukan terhadap ketentuan yaitu aparat pengawasan intern pemerintah peraturan perundang-undangan mengenai yang bertanggung jawab langsung kepada topik yang diteliti. Sementara itu, penelitian Presiden
yuridis empiris berarti penelitian dilakukan melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
terhadap pelaksanaan dan implikasinya di pengawasan keuangan dan pembangunan
peraturan perundang- sesuai
lapangan ketika
8 undangan tersebut dilaksanakan.
perundang-undangan yang berlaku.
4. Menurut Pasal 1 butir 15 UU BPK
2. Jenis data, sumber data, dan teknik
kerugian negara adalah kekurangan uang,
pengumpulan data
surat berharga, dan barang, yang nyata dan
a. Jenis data
pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan
diperlukan dalam lalai.
melawan hukum baik sengaja maupun
Data
yang
penelitian ini terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu data primer dan data sekunder.
5. Keuangan negara adalah keuangan negara sebagaiman dimaksud dalam Penjelasan
b. Sumber data
Umum UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana Data primer diperoleh dari penelitian diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001,
lapangan ( field research ), sedangkan yaitu seluruh kekayaan negara dalam bentuk
data sekunder diperoleh dari penelitian apapun, yang dipisahkan atau yang tidak
kepustakaan ( library research ), terhadap:
dipisahkan, termasuk di dalamnya segala
1) bagian kekayaan negara dan segala hak dan Bahan hukum primer, seperti: UU No.
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara kewajiban yang timbul karena:
a. Dalam penguasaan, pengurusan, dan Pidana, UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan T.P. Korupsi pertanggungjawaban pejabat lembaga sebagaimana diubah dengan UU No. Berada Negara, baik di tingkat pusat
20 Tahun 2001, UU No. 15 Tahun maupun di daerah;
2006 tentang Badan Pemeriksa b. Berada dalam penguasaan, pengurusan,
Keuangan, UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan pertanggungjawaban Badan Usaha
Milik Negara/Badan Usaha Milik
dan Tanggung Jawab Keuangan
Daerah, yayasan, badan hukum, dan
Negara, Keppres No. 103 Tahun 2001
perusahaan yang menyertakan modal
tentang Kedudukan, Tugas Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi dan menyertakan modal
Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non berdasarkan perjanjian dengan Negara.
pihak ketiga
Departemen yang telah diubah 6. Tindak pidana korupsi dalam penelitian ini
terakhir dengan Perpres No. 64 Tahun adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud
2005, PP No. 60 Tahun 2008 tentang dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No.
Pengendalian Internal 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah
Sistem
Pemerintah, Inpres No. 4 Tahun 2011 dengan UU No. 20 Tahun 2001.
tanggal 17 Februari 2011 tentang Percepatan Peningkatan Kualitas
7 Pasal 1 butir 1 UU No. 15 Tahun 2006.
Akuntabilitas Keuangan Negara, dan
Lihat Pasal 1 butir 4 PP No. 60 Tahun 2008 jo. Pasal 52 Kepres
peraturan perundang-undangan lain
No. 103 tahun 2001 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Perpres No. 64 Tahun 2005. yang terkait dengan topik penelitian.
D. 140 Jurnal Bina Adhyaksa Vol. 6 No. 2 - Maret 2016
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan Ambarawa; 16). Kejari Temanggung; 17). hukum yang memberikan penjelasan
Kejari Pekalongan; 18). Kejari Batang; terhadap bahan hukum primer, terdiri
19). Kejari Samarinda; 20). Kejari dari buku-buku, literatur dan karya
Balikpapan; 21). Kejari Penajam; 22). ilmiah lainnya yang terkait dengan
Kejari Tenggarong; 23). Kejari Bontang; upaya pemberantasan tindak pidana
24). Kejari Sangata; 25). Kejari Palu 26). korupsi.
Kejari Donggala; 27). Kejari Parigi; 28).
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan Kejari Poso; 29). Kejari Ampana; 30). hukum yang memberikan penjelasan
Kejari Mataram; 31). Kejari Selong; 32). atas bahan hukum primer yang terdiri
Kejari Praya; 33). Kejari Sumbawa Besar; 34). Kejari Dompu; dan 35). Kejarai Raba
dari kamus, enslikopedia dan kamus
Bima;
lainnya.
b. Responden
c. Teknik pengumpulan data
Data primer diperoleh melalui wawancara Responden dalam penelitian ini dengan responden yang telah ditentukan.
berjumlah 269 ( dua ratus enam puluh Data
sembilan ) responden dengan rincian penelusuran terhadap peraturan perundang-
sebagai berikut:
undangan dan dokumen lainnya yang
1) Jaksa 80 responden berkaitan dengan topik penelitian. 2) Hakim 70 responden
3) 3. Tata Cara Pengambilan Sampel Pengacara 70 responden
4) Sampel penelitian diambil dengan teknik BPK 10 responden
5) non probability sampling BPKP 12 responden jenis purpossive
6) Dosen Fakultas Hukum 27 responden
sampling, yaitu sampel dipilih berdasarkan
penilaian subyektif dari peneliti terhadap
5. Analisa Data
responden yang dipilih sebagai sampel karena Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianggap dapat mewakili populasi. kepustakaan maupun wawancara di
4. Lokasi dan Responden Penelitian
lapangan akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif.
a. Lokasi Penelitian
Tahap-tahap Penelitian
penelitian meliputi 6 (enam) wilayah Penelitian ini dilaksanakan dalam kurun hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan 35
waktu 9 (sembilan) bulan, terhitung mulai (tiga puluh lima) wilayah hukum
bulan Februari 2013 sampai dengan bulan Kejaksaan Negeri (Kejari). Ke-6 wilayah
Oktober 2013 dengan tahapan sebagai hukum Kejati tersebut, yaitu: 1). Kejati
berikut :
Kepulauan Riau; 2). Kejati Bengkulu; 3).
a. Tahap Persiapan : 2 bulan
Kejati Jawa Tengah; 4) Kejati Kalimantan
a. Penyiapan Term of Reference 1 Timur; 5). Kejati Sulawesi Tengah; dan
Minggu
6). Kejati Nusa Tenggara Barat.
b. Penyusunan Personalia 1 Minggu
c. Studi Kepustakaan 2 Minggu Kejari yaitu: 1). Kejari Tanjung Pinang; 2).
Sementara itu ke-35 wilayah hukum
d. Pembuatan Research Design 2 Kejari Tanjung Balai Karimun; 3). Kejari
Minggu
Batam; 4). Kejari Daik Lingga; 5). Kejari
e. Pembuatan Instrumen Penelitian 1 Bengkulu; 6). Kejari Arga Makmur; 7).
Minggu
Kejari Tubei; 8). Kejari Tais; 9). Kejari Manna; 10). Kejari Kepahiang; 11). Kejari
f. Presentasi Research Design 1 Hari
g. Presentasi Instrumen Penelitian 1 Curup; 12). Kejari Semarang; 13). Kejari
Hari
Salatiga; 14). Kejari Surakarta; 15). Kejari
peranan bpk dan bpkp menghitung kerugian keuangan negara dalam rangka .. .- Rahmy Putri Yulia, Khunaefi, Suryadi agoes. 141 peranan bpk dan bpkp menghitung kerugian keuangan negara dalam rangka .. .- Rahmy Putri Yulia, Khunaefi, Suryadi agoes. 141
harfiah menunjuk pada perbuatan busuk/tidak
Instrumen Penelitian 1 Minggu 9 jujur yang dikaitkan dengan keuangan. Istilah-
b. Tahap Pelaksanaan : 3 Bulan
Istilah tersebut berasal dari perpaduan dua kata
a. dalam bahasa latin yaitu com yang berarti Pengurusan Ijin Penelitian dan Pemberitahuan bersama-sama dan rumpere yang berarti pecah ke Daerah 2
Minggu
atau jebol. Dalam perkembangannya istilah
‘korupsi’ mengacu pada suatu perbuatan tidak jujur atau aktivitas ilegal atau penyelewengan
b. Pengumpulan Data Lapangan 2
Bulan
terkait jabatan publik yang dilakukan demi
c. Pengumpulan Data Pustaka 2 kepentingan pribadi atau golongan. Minggu Dalam kamus hukum ”Black’s Law
c. Tahap
Penulisan
Laporan
Dictionary”, istilah “korupsi atau corruption ”
(Penyusunan Laporan Sementara) 2
didefinisikan sebagai berikut:
Bulan
“ the act of doing something with an intent
a. Pengolahan Data 1,5 Bulan to give some advantage inconsistent with
b. Analisa Data 2 Minggu official duty and the rifhts of others; a
d. Tahap Penyelesaian : 0,5 Bulan
fiduc
iary’s or official’s use of station or
office to procure some benfit either (Laporan sementara) 1 hari
a. Pemaparan
Hasil
Penelitian
personally or for someone else, contrary
b. Penyempurnaan Hasil Penelitian 2 to the rights of others ”.
Minggu Definisi tersebut dapat diterjemahkan
sebagai “perbuatan yang dilakukan seseorang
e. Tahap Penggandaan dan Distribusi
1,5 Bulan
dengan maksud memberikan suatu keuntungan
a. Penggandaan Hasil penelitian 1 yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak
salah; menggunakan Bulan
karakternya untuk
b. Distribusi Hasil Penelitian 2 mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri
Minggu atau orang lain, yang berlawanan dengan
Jumlah Keseluruhan 9 Bulan kewjibannya dan hak-hak dari pihak lain 10 ”.
Sementara itu, secara yuridis pengertian
II. PEMBAHASAN korupsi terdapat dalam Pasal 1 butir 3 UU No.
28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
A. Tindak Pidana Korupsi Dan Unsur
Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kerugian Keuangan Negara
Kolusi dan Nepotsmen yang menyatakan korupsi adalah tindak pidana sebagaimana
Pengertian Korupsi
ketentuan peraturan
Lingkupnya perundang-undangan yang mengatur tentang
Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana korupsi ”. Saat ini, undang- permasalahan bangsa yang selalu menjadi
undang pemberantasan korupsi yang berlaku perbincangan menarik dalam kehidupan
di Indonesia adalah UU No. 31 Tahun 1999 bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 ini disebabkan kerana maraknya praktek
Tahun 2001. Dalam kedua undang-undang korupsi dianggap sebagai salah satu faktor
tersebut, tindak pidana korupsi dikelompokan penghambat tercapainya tujuan pembangunan
menjadi:
nasional, yaitu mewujudkan masyarakat
(1) Kelompok delik merugikan keuangan Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera.
negara dan atau perekonomian negara Dari segi semantik, istilah korupsi berasal
9 Sudarto, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Semarang: dari bahasa latin corruptio, corruption Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1976, hal. 2.
(Inggris), dan 10 corruptie (Belanda) yang secara Brian A. Gardner, Black’s Law Dictionary, USA: West
Publishing, 2004, hal, 371.
142 Jurnal Bina Adhyaksa Vol. 6 No. 2 - Maret 2016
(Pasal 2 dan Pasal 3); seumur hidup atau pidana penjara paling
(2) Kelompok delik suap menyuap, baik yang
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20
aktif (penyuap) maupun yang pasif
(dua puluh) tahun dan atau denda paling
(penerima suap) [Pasal 5, 11, 12, dan
sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
12B]; rupiah) dan paling banyak Rp.
(3) Kelompok delik penggelapan (Pasal 8 dan 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”. Pasal 10);
Berdasarkan kedua ketentuan di atas, (4) Kelompok delik pemerasan dalam jabatan
nampak dengan jelas bahwa salah satu unsur (Pasal 12 huruf e dan huruf f ); dan
delik dari kelompok delik merugikan keuangan (5) Kelompok delik yang terkait dengan negara dan atau perekonomian negara adalah
pemborongan, leveransir, dan rekanan unsur “merugikan keuangan negara”. Oleh
(Pasal 7). karena itu, perlu ada penghitungan untuk menentukan besar kecilnya kerugian keuangan
Kerugian Keuangan Negara Sebagai Salah
yang diderita oleh negara. Hal ini juga Satu Unsur Delik Korupsi diperlukan untuk menentukan jumlah uang
Undang-undang Pemberantasan Tindak pengganti yang harus dibayar terpidana, karena Pidana Korupsi yang saat ini berlaku di
dalam perkara korupsi terpidana juga dapat Indonesia, yaitu UU No. 31 Tahun 1999
dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20
uang pengganti. Ketentuan tersebut diatur dalam Tahun 2001, telah mengelompokkan jenis-
Pasal 18 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun jenis delik tindak pidana korupsi yang salah
1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. satunya ialah kelompok delik merugikan
20 Tahun 2001 yang berbunyi “selain pidana keuangan negara dan atau perekonomian
tambahan sebagaimana dimaksud dalam negara. Kelompok delik merugikan keuangan
KUHP, sebagai pidana tambahan adalah Negara dan atau perekonomian negara diatur
pembayaran uang pengganti yang jumlahnya dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, yang bunyi
sebanyak-banyaknya sama dengan harta selengkapnya adalah sebagai berikut: benda yang diperoleh dari tindak pidana
korupsi”.
1. Pasal 2 ayat (1):
“Setiap orang yang secara melawan hukum
Audit Investigasi, Perhitungan Kerugian
melakukan perbuatan memperkaya diri
Keuangan Negara dan Prinsip Akuntansi
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
pembahasan terdahulu telah yang dapat merugikan keuangan negara
Pada
dikemukakan bahwa salah satu unsur delik atau perekonomian negara, dipidana dalam perkara tindak pidana korupsi adalah dengan pidana penjara seumur hidup u nsur ”kerugian keuangan Negara”. Untuk atau pidana penjara paling singkat 4 menghitung besar kecilnya kerugian negara (empat) tahun dan paling lama 20 (dua diperlukan perhitungan yang kadang kala rumit puluh) tahun dan denda paling sedikit dan pelik. Dalam praktek, untuk perkara yang
Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta mudah perhitungannya biasanya penegak rupiah)
hukum menghitungnya sendiri. Namun untuk 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.
perkara yang perhitungannya rumit biasanya
2. Pasal 3: meminta bantuan pihak lain yang memiliki “Setiap orang yang dengan tujuan
keahlian. Dalam kontek ini ada dua cara yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dilakukan, yaitu melalui audit investigasi dan atau suatu korporasi, menyalahgunakan
perhitungan kerugian negara. Audit investigasi kewenangan, kesempatan atau sarana yang
dilakukan pada tahap penyelidikan dan bukti- ada padanya karena jabatan atau
bukti yang diperlukan untuk menghitung kedudukan
merugikan dikumpulkan sendiri oleh auditor melalui keuangan negara atau perekonomian
yang
dapat
kegiatan investigasi. Baru kemudian diikuti negara, dipidana dengan pidana penjara perhitungan kerugian negara. Bila bukti-
peranan bpk dan bpkp menghitung kerugian keuangan negara dalam rangka .. .- Rahmy Putri Yulia, Khunaefi, Suryadi agoes. 143 peranan bpk dan bpkp menghitung kerugian keuangan negara dalam rangka .. .- Rahmy Putri Yulia, Khunaefi, Suryadi agoes. 143
yang dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP. dilakukan perhitungan kerugian negara, dan
biasanya cara ini dilakukan pada tahap B. Peran Auditor Dalam Pembuktian
penyidikan.
Unsur Kerugian Keuangan Negara
Audit investigasi sangat erat kaitannya
Perkara Tindak Pidana Korupsi
dengan kegiatan auditing atau pemeriksaan.
Perbedaan Penafsiran Mengenai Lembaga
Menurut I Gusti Agung Rai, sebagaimana
Yang Berwenang Melakukan Audit
dikutip Piatur Pangaribuan, pemeriksaan
Investigasi (AI) dan Perhitungan Kerugian
( auditing ) adalah kegiatan membandingkan
Keuangan Negara (PKKN)
suatu kriteria (apa yang seharusnya) dengan
kondisi (apa yang sebenarnya terjadi). 11 Sistem pembuktian dalam hukum acara Auditing bersifat analitis, karena akuntan pidana Indonesia telah menentukan secara
memulai pemeriksaannya dari angka-angka limitatif jenis-jenis alat bukti. Pasal 184 ayat laporan keuangan lalu dicocokkan dengan
(1) KUHAP menyatakan bahwa alat bukti yang neraca saldo ( trial balance ), buku besar
sah ialah: a. keterangan saksi, b. Keterangan ( general ledger ), buku harian ( special
ahli, c. surat, d. petunjuk, dan e. keterangan jurnal ), bukti-bukti pembukuan ( document )
terdakwa. Bila merujuk pada ketentuan tersebut, dan sub buku besar ( sub ledger ). Sementara
secara formal alat bukti Laporan Hasil Audit itu Accounting mempunyai sifat konstruktif
Investigasi (LHAI) dan Laporan Hasil karena disusun mulai dari bukti-bukti
Kerugian Keuangan Negara pembukuan, buku harian, buku besar dan sub
Perhitungan
(LHPKKN) memenuhi dua kriteria alat bukti, buku besar, neraca saldo sampai laporan
yaitu alat bukti keterangan ahli dan alat bukti
keuangan yang dilakukan pegawai. 12 surat. Hal ini dikarenakan Penjelasan Pasal 186
KUHAP alinia pertama yang menyatakan Dengan adanya perhitungan kerugian keterangan ahli dapat juga diberikan pada keuangan Negara, baik itu melalui kegiatn
“ waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut
auditing oleh auditor maupun langsung perhitungan kerugian keuangan negara oleh umum, yang dituangkan dalam suatu bentuk
laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah audior, menunjukkan bahwa sistem hukum itu di waktu ia menerima jabatan atau memerlukan perpaduan interdisiplin ilmu yang pekerjaan, identik dengan ketentuan Pasal 187 dalam hal ini adalah disiplin ilmu Akuntansi.
Dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo yang huruf c KUHAP yang menyatakan bahwa yang menyatakan bahwa sistem hukum merupakan
dimaksud dengan alat bukti surat salah satunya kesatuan unsur-unsur (yakni peraturan dan
adalah “surat keterangan dari seorang ahli yang penetapan) yang dipengaruhi oleh kebudayaan, memuat pendapat berdasarkan keahliannya
sosial, ekonomi, sejarah dan sebagainya. mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan Sebaliknya sistem hukum juga mempengaruhi
yang diminta secara resmi dari padanya”.
faktor-faktor lain di luar sistem hukum Walaupun secara formal LHAI dan tersebut. 13 Dalam konteks ini, maka disiplin
LHPKKN masuk dalam kriteria alat bukti Ilmu akuntansi mempunyai pengaruhi terhadap
keterangan ahli dan alat bukti surat, namun bila upaya penegakan hukum, khususnya hukum
diperhatikan secara seksama sebenarnya LHAI pemberantasan tindak pidana korupsi. Kegiatan
dan LHPKKN lebih tepat kalau dikategorikan accounting dan auditing akan memberikan bukti
sebagai alat bukti keterangan ahli. Hal ini yang kuat dikarenakan laporan tersebut tidak serta merta
dapat diterima oleh hakim, karena pembuat
Piatur Pangaribuan, Audit Investigasi Badan Pemeriksa Keuangan Atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja laporan (auditor) harus menjelaskan hasil
Daerah. Disertasi pada Program Studi Doktor Ilmu Hukum Program perhitungannya kepada hakim di persidangan.
Pascasarjana Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, 2013, hal. 196.
12 Ibid.
Selain itu, LHAI dan LHPKN dibuat oleh orang 13 Mokhamad Najih dan Soimin, Pengantar Hukum Indonesia: yng memiliki keahlian khusus, yang diminta
Sejarah, Konsep Tata Hukum dan Politik Hukum Indonesia,
bantuannya oleh penyidik sesuai ketentuan
Cet. Pertama, Jawa Timur: Setara Press, 2012, hal. 69.
144 Jurnal Bina Adhyaksa Vol. 6 No. 2 - Maret 2016
Pasal 120 ayat (1) KUHAP. Hal ini berbeda sehingga bila nantinya LHAI dan dengan alat bukti surat, yang mana
LHPKKN dipergunakan di pengadilan, pembuatnya tidak harus dihadapkan ke
maka nilai pembuktiannya sama. persidangan untuk menjelaskan isi surat
7) LHAI dan LHPKKN memiliki nilai tersebut berdasarkan keahliannya. pembukian yang sama. Namun dari sisi
Mengenai nilai pembuktian LHAI dan substansi, BPK mengenal AI sebagai bagian LHPKKN, sebenarnya
dari jenis pemeriksaan dengan tujuan mempunyai nilai pembuktian yang sama
keduanya juga
tertentu, sedangkan PKKN merupakan karena hasil akhir LHAI dan LHPKKN itu
bagian dari AI. Bila yang dibutuhkan adalah sama yaitu adanya perhitungan tentang
alat bukti untuk merekrontruksi tindak kerugian keuangan negara. Alasan responden
kerugian secara menyatakan nilai pembuktian LHAI sama
pidana
maupun
komprehensif, yang tepat menggambarkan dengan nilai pembuktian LHPKKN , pada
hal itu adalah AI. Namun bila penyidik intinya adalah sebagai berikut: telah memiliki konstruksi hukum
yang komprehensif, tinggal kesulitan
1) Baik LHAI maupun LHPKKN, keduanya menentukan nilai kerugiannya maka menjadi alat bukti surat dan bila LHAI
laporan PKKN lebih menggambarkan atau LHPKKN diterangkan di pengadilan
berapa nilai sebenarnya kerugian negara oleh yang membuat (auditor), maka
tersebut.
substansi LHAI dan LHPKKN sama-sama 8) Antara AI dan PKKN memiliki tujuan yang menjadi alat bukti keterangan ahli.
sama, yaitu untuk membuktikan adanya
2) Pejabat yang melakukan AI dan PKKN
yang mengakibatkan sama-sama orang yang memiliki keahlian
penyimpangan
kerugian Negara. Kedua-duanya menjadi khusus di bidang accounting dan auditing
bahan bagi penyidik dan penuntut umum yang diperoleh berdasarkan pendidikan
untuk proses litigasi selanjutnya, termasuk dan pengalaman. Dengan demikian
pada saat pembuktian di persidangan. hasilnya harus dipandang memiliki nilai
pembuktian yang sama, sebagaimana Selanjutnya sebanyak 98 responden ketentuan Pasal 184 KUHP.
(36,43%) menyatakan LHAI dan LHPKN
3) LHAI dan LHPKKN memiliki nilai tidak memiliki nilai pembuktian sama. Alasan pembuktian yang sama karena di dalam
yang dikemukakan responden pada intinya LHAI juga ada PKKN-nya. Perbedaannya
adalah sebagai berikut:
hanya terletak pada tahapan dan prosesnya
1) LHAI bersifat laporan biasa dan belum saja. AI dilakukan pada saat penyelidikan
bisa dikatakan alat bukti surat, sedangkan dan auditor-nya mengumpulkan sendiri
LHPKKN sudah menjadi alat bukti surat data yang diperlukan untuk melakukan
yang sah sehingga dapat dijadikan sebagai PKKN.
alat bukti di persidangan. dilakukan pada tahap penyidikan dan
2) LHAI baru berupa indikasi penyimpangan datanya didapatkan auditor dari penyidik.
dan biasanya dilakukan saat penyelidikan
4) LHAI dan LHPKKN sama-sama menjadi (sebelum pro justitia ), sedangkan LHPKKN alat bantu bagi hakim untuk mendapatkan
sudah masuk pro justisia karena dilakukan fakta-fakta hukum, namun tidak bersifat
saat penyidikan. Dalam LHAI belum tentu mengikat hakim.
terdapat
kerugian
keuangan negara,
5) LHAI dan
sedangkan dalam PKKN pasti ditemukan dikeluarkan
LHPKKN
sama-sama
kerugian keuangan negara berwenang. Jadi keduanya mempunyai
3) Nilai pembuktian LHAI berbeda dengan nilai pembuktian yang sama.
LHPKKN. LHAI dilakukan dalam rangka 6) Sejak semula AI dan PKKN dibuat oleh
melaksanakan tugas rutin, sedangkan instansi pemeriksa dengan tujuan untuk
LHPKKN dilakukan atas permintaan dijadikan sebagai alat bukti di persidangan,
penyidik ( pro justitia ), sesuai ketentuan
peranan bpk dan bpkp menghitung kerugian keuangan negara dalam rangka .. .- Rahmy Putri Yulia, Khunaefi, Suryadi agoes. 145
Pasal 120 ayat (1) KUHAP. harus dibuktikan terlebih dahulu dalam
4) LHAI dilakukan pada tahap penyelidikan persidangan, sehingga hasilnya kadang sedangkan LHPKKN dilakukan pada
tidak sama. Kadang kala apa yang tahap penyidikan sehingga secara hirarki
dinikmati terdakwa tidak selalu sama LHPKKN-lah
dengan apa yang tertulis dalam hasil audit. pembuktian di pengadilan.
3) LHAI dan LHPKKN nilai pembuktiannya
5) LHAI berkaitan dengan adanya indikasi tidak selalu sama, karena tergantung dari perbuatan melawan hukum, sedangkan
sumber dokumen yang diperoleh pada saat LHPKKN belum tentu berkaitan dengan
AI dan PKKN. 4) Jika dikaitkan dengan nilai pembuktian,
tindak pidana. 6) AI atas permintaan penyidik dilakukan pada
proses peradilan di Indonesia sangat tahap
tergantung dari sisi mana melihatnya. mengungkap terjadinya suatu perbuatan
KUHAP masih memberikan kewenangan melawan hukum dan siapa pelakunya guna
yang cukup kuat pada Hakim untuk menilai dilakukan tindakan hukum selanjutnya.
alat-alat bukti yang ada. Jadi penilaian nilai Laporan yang terbit yaitu LHAI. Bila
pembuktiannya ada pada hakim
terbukti ada perbuatan yang merugikan Alasan responden menyatakan nilai negara,
maka dilanjutkan ke tahap pembuktian LHAI lebih akurat dibandingkan penyidikan dan penyidik dapat meminta
dengan nilai pembuktian LHPKKN, pada auditor melakukan PKKN. Seluruh data/
intinya ialah:
bukti/dokumen untuk PKKN diperoleh dari
a. LHAI lebih akurat karena LHAI lebih atau bersama dengan penyidik. Sedangkan
rinci dan lebih detail atau dengan kata lain data/ bukti/dokumen yang digunakan dalam
perinciannya lebih lengkap sehingga nilai AI diperoleh langsung oleh Tim AI. Selain
pembuktiannya lebih kuat dibandingkan itu, AI juga dapat dilakukan berdasarkan
hasil pengembangan audit operasional, audit dengan nilai pembuktian LHPKKN.
b. Dalam AI, auditor melakukan pemeriksaan kinerja dan jenis audit lainnya.
terhadap dokumen yang diperoleh sendiri
Pendapat 20 responden (7,43%) yang tanpa melalui penyidik. Auditor juga menyatakan nilai pembuktin LHAI dan
memeriksa seluruh proses kegiataan yang LHPKKN bisa sama-bisa tidak atau tidak selalu
terkait dengan seluruh transaksi dari seluruh sama; pendapat 9 responden (3,35%) yang
lembaga yang diaudit secara menyeluruh. menyatakan LHAI lebih akurat dibandingkan
dalam PKKN, auditor dengan LHPKKN; dan pendapat 3 responden
Sedangkan
memperoleh data-data dari penyidik dan (1,12%) yang menyatakan LHPKKN lebih
hasilnya menjadi tanggung jawab penyidik akurat dibandingkan dengan LHAI. Sebab
sendiri. Oleh karena itu, nilai pembuktian semua responden tersebut menilainya dari sisi
LHAI lebih akurat dan lebih obyektif dari materiil LHAI dan LHPKKN, bukan penilaian
pada nilai pembuktian LHPKKN. secara umum. Hal ini dapat dilihat dari alasan
yang dikemukakan oleh para rasponden
Jaksa Menghitung Sendiri Kerugian sebagaimana uraian di bawah ini: keuangan Negara; Meminta Bantuan BPK;
Alasan responden menyatakan nilai
Meminta Bantuan BPKP; dan Meminta
pembuktian LHAI tidak selalu sama dengan Bantuan Auditor Di Luar BPK/BPKP
nilai pembuktian LHPKKN, pada intinya
pernah tidaknya jaksa ialah: menghitung sendiri kerugian keuangan
Mengenai
1) Kadang kala hasil AI yang dilakukan BPK negara; meminta bantuan Auditor BPK, atau BPKP tidak selalu diikuti dengan
Auditor BPKP, dan auditor di luar PKKN yang dilakukan oleh lembaga yang
BPK/BPKP, pada intinya ialah:
berwenang.
a. Dari 80 responden jaksa, 33 responden
2) Belum tentu sama karena keduanya (41,25%) menyatakan belum pernah
146 Jurnal Bina Adhyaksa Vol. 6 No. 2 - Maret 2016 146 Jurnal Bina Adhyaksa Vol. 6 No. 2 - Maret 2016
diterima. Berikut ini adalah data selengkapnya menyatakan pernah menghitung sendiri
43 responden
tentang sikap hakim dan pengacara terhadap dan hasilnya diterima oleh hakim ( tidak
hasil AI/PKKN yang dilakukan auditor atas
permintaan penegak hukum: pernah menghitung
ada responden jaksa yang menyatakan