Perdebatan Teori Rasionalitas dalam Menjelaskan Terbentuknya Biaya Transaksi pada Seleksi Pegawai Negeri | Firmansyah | Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia 1 PB
Pendahuluan
✩ Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Munawar, PhD, Prof. Chandra F. Ananda, PhD dan
Perkembangan teori rasionalitas saat ini tidak
Arief Hoetoro, PhD atas saran dan diskusi yang mem-
bangun sehingga artikel ini dapat diselesaikan.
lagi mengenal batasan ilmu. Ekonomi, psiko-
∗ Alamat Korespondensi: Jl. Majapahit No. 62 Telp.
logi, biologi hewan, antropologi, dan juga fil-
(0370) 631935. Mataram 83125. Hp. 082131476810. E-
safat masing-masing mengembangkan model,
mail : firman_mtr@yahoo.com. ∗∗ Alamat Korespondensi: Jl. Mayjen Haryono 165
simpulan dan pengambilan keputusan berbasis
Malang. Telp. (0341) 562154, 551396, 553834. Faks.
rasionalitas (Gigerenzer dan Selten, 2001). Ba-
gi ilmu ekonomi, rasionalitas dapat dianggap
70 M. Firmansyah, Agus S., Asfi M., & Susilo/Perdebatan Teori Rasionalitas... sebagai bangunan dasar, fondasi, atau inti da-
li terkait alasan dibalik setiap perilaku, bah- ri paradigma ilmu ekonomi modern (Gerrard,
wa benarkah pelaku selalu didasari oleh self 1993; Vanberg, 2004), sehingga seperti halnya
interest dan maksimalisasi utilitas berbasisk- bangunan rumah yang memiliki fondasi, ketika
an manfaat dan biaya. Hal ini untuk menjawab pemahaman rasionalitas itu runtuh, maka run-
pertanyaan apabila setiap individu rasional ke- tuh pula teori-teori ”rumah” dari ilmu ekonomi
napa pelanggaran hukum tetap terjadi. modern itu.
Konteks membayar biaya transaksi ilegal pa- Ilmu ekonomi mendeskripsikan perilaku ra-
da seleksi pegawai negeri sipil jika dihubung- sional dalam neo-clasical maximization atau
kan dengan pemikiran rasionalitas adalah fe- teori pilihan rasional (Redmond, 2004). Menu-
nomena yang menarik. Menurut Menteri Pen- rut teori ini, manusia digambarkan sebagai ma-
dayagunaan Aparatur Negara, biaya calo 1 un- khluk yang sepenuhnya berperilaku dan memi-
tuk masuk menjadi calon pegawai negeri sipil lih secara rasional, yang mengedepankan self
(CPNS) 2 disinyalir berkisar antara Rp60 ju- interest dan karakteristik memaksimalkan ke-
ta sampai dengan Rp100 juta. Jika saja setiap puasan (Graafland, 2007; Landa dan Wang,
tahun 1.500 orang diterima, maka uang yang 2001; Kyriacou, 2005). Hal yang sama diung-
berputar sekitar Rp150 miliar (Kompas.com, kapkan Jeremy Bentham bahwa manusia cen-
2012). Seorang calo yang rasional tentunya su- derung menghindari rasa sakit dan menyukai
dah memikirkan resiko hukuman penjara, teta- kesenangan (Hoetoro, 2007).
pi walaupun sudah ada calo-calo yang menda- patkan hukuman penjara, tidak menyurutkan
Dari gagasan manusia rasional lahir bebera- calo-calo lain untuk melakukan transaksi ilegal pa pemodelan ekonomi, misalnya model pera-
ini.
malan rasional (rational expectation) yang di- Bagi pelamar CPNS, ia mendapat resiko kembangkan Robert Lucas atau teori permain- bahwa ia dapat saja kehilangan uang karena an (game theory) oleh John F. Nash. Di sam- ditipu oleh calo. Tetapi hampir setiap tahun ping itu, gagasan rasionalitas juga menjadi fon- tetap ada indikasi calo-calo ini tetap diperca- dasi pemikiran ekonomi klasik, yaitu pada ra- ya oleh pelamar CPNS. Di Pekanbaru, empat nah mikroekonomi misalnya konsep marginal orang telah ditipu oleh calo CPNS, dengan ke- utility dan marginal rate of subititution yang rugian Rp155 Juta (Tribun Jateng, 2011). Ka- dikenal dalam teori mikroekonomi. sus penipuan CPNS di Surabaya membuah-
Becker dan Murphy mengasumsikan manu- kan hukuman 40 bulan penjara (Tribun Me- sia selalu melihat ke depan dan selalu me-
dan, 2012). Selain kasus ini, masih banyak la- mutuskan secara rasional (Vale, 2010). Kepu-
gi kasus penipuan CPNS lain yang terungkap. tusan rasional ini didasarkan pada kalkulasi
Informasi penyogokan CPNS selalu hangat di- manfaat-biaya, artinya setiap pilihan yang me-
perbincangkan publik, sehingga jika dilakukan miliki manfaat lebih besar dari biaya, maka di-
pencarian di mesin pencari google.com dengan anggap rasional, demikian pula sebaliknya.
kata kunci ”sogok CPNS” maka terdapat seki- Ketika manusia dianggap selalu berperila-
tar 66 ribu lebih hasil pembahasan di dalam- ku rasional, muncul pertanyaan bagaimana de- ngan perilaku kejahatan, kecurangan, korupsi,
1 Calo adalah perantara yang dianggap dapat mem-
kolusi, pengedar narkoba, dan pelanggaran hu-
perlancar proses transaksi.
kum lainnya. Bukankah perilaku-perilaku itu
2 Penerimaan PNS dimulai dari seleksi CPNS. Sete-
selalu dibayang-bayangi penjara, bahkan tidak
lah seseorang menjadi CPNS, ia akan melewati bebera-
jarang pelaku harus meregang nyawa akibat di- pa tahap seperti misalkan training pra-jabatan untuk
akhirnya resmi menjadi PNS. Jika sudah masuk men-
tembak aparat? Jika demikian, dalam konsep
jadi CPNS, hampir dipastikan seseorang menjadi PNS
rasionalitas terbuka ruang perdebatan kemba-
jika sudah melewati proses yang telah ditetapkan.
M. Firmansyah, Agus S., Asfi M., & Susilo/Perdebatan Teori Rasionalitas...
71 nya.
Dengan terungkapnya berbagai kasus peni- puan itu, pertanyaannya adalah mengapa sese- orang masih saja mau mempraktikkan transak- si ilegal ini dan bagaimana konsep rasionalitas menjelaskan perilaku tersebut. Hal inilah yang akan menjadi topik bahasan dalam artikel ini.
Tinjauan Referensi Dasar Pemikiran Rasionalitas
Tujuan yang ingin diraih oleh setiap individu berbeda antar individu dan bisa bervariasi an- tar waktu. Kegiatan individu dalam mengejar tujuannya ini dilandasi oleh nilai yang men- dasar. Nilai tersebut bersifat fundamental, ter- bangun dalam diri individu, menjadi motiva- si yang kuat dalam mengejar tujuannya dan memberikan pengaruh kuat dalam tindakannya sehari-hari (Kasper dan Streit, 1998).
Nilai fundamental yang dianggap sebagai ci- ri good society dirangkum Kasper dan Stre- it (1998) sebagai berikut, yaitu: Pertama, in- dividu menginginkan kebebasan dari rasa ta- kut dan keterpaksaan, yang direfleksikan da- ri kebebasan sipil dan ekonomi. Kedua, keadil- an, yang memosisikan manusia dalam keduduk- an yang sama, sehingga seharusnya diperlaku- kan sama. Ketiga, keamanan (security) di ma- na orang berharap selalu merasa nyaman da- lam kehidupannya dan bebas memilih untuk masa depannya, tanpa pengalaman kekerasan yang menghantui. Keempat, damai, artinya ti- dak adanya perselisihan dan kekerasan yang ditimbulkan oleh agen yang kuat, baik dalam komunitasnya (internal peace) maupun di luar lingkungannya (external peace). Kelima, kese- jahteraan ekonomi terkait aspirasi untuk per- baikan material kehidupan sekarang dan masa depan. Keenam, kehidupan yang alamiah, ter- cipta dari kejujuran dan nilai-nilai yang men- jadi cita-cita kebanyakan orang.
Nilai-nilai tersebut umumnya merupakan bentuk rasionalitas mendasar dan hakiki da- ri setiap tindakan manusia, dimana setiap in-
dividu diasumsikan akan berusaha mencapai- nya. Manusia bertujuan menggapai kesenang- an, kebahagiaan, dan kenyamanan, baik da- lam kehidupan sekarang maupun masa dep- an. Perdebatannya kemudian adalah bagaima- na mengukur kebahagiaan, kesenangan, atau kenyamanan itu. Neo-klasik cenderung mengu- kurnya dari jumlah materi yang diperoleh, de- ngan mengabaikan kelembagaan berupa tata aturan dan nilai-nilai dalam masyarakat. Ka- rena menyangkut materi, maka ia akan selalu terkait untung dan rugi, dengan demikian seti- ap tindakan harus didasarkan pada perhitung- an manfaat dan biaya dalam rangka memaksi- mumkan kepuasannya. Dengan demikian, teori pilihan rasional yang disebut juga sebagai teo- ri tindakan rasional (rational action) yang me- rupakan kerangka dasar dalam pemodelan il- mu ekonomi. Pilihan rasional juga mempunyai makna lebih banyak lebih baik daripada sedikit (more is better ).
Teori pilihan rasional secara luas dianalisis dalam teori perilaku manusia (human behavi- or ), di mana bagi Gilboa (2010) pilihan rasio- nal merupakan dikotomi antara kelayakan dan keinginan. Ketika seorang menganggap dirinya layak akan sesuatu dan punya keinginan un- tuk memilikinya, maka tindakan tersebut me- rupakan tindakan rasional. Di samping itu, Gil- boa menganggap perilaku rasional terjadi bila orang merasa nyaman dan tidak malu untuk melakukan aktivitasnya. Tindakan rasional ter- jadi jika individu mempunyai keinginan terha- dap sesuatu sekaligus mempunyai kemampuan untuk mencapai keinginan tersebut. Ketika se- orang individu mempunyai kemampuan mewu- judkan keinginannya, maka ia tidak akan me- rasa malu dan cemas, sebaliknya akan mera- sa nyaman untuk melakukannya. Pendekatan individualis ini berbeda dari pendekatan lain yang akan dibahas dalam bagian selanjutnya.
Prinsip dasar ’homo economicus’ membe- rikan pemahaman bahwa manusia selalu ber- perilaku rasional dengan melakukan kalkukasi manfaat dan biaya dalam setiap tindakannya.
72 M. Firmansyah, Agus S., Asfi M., & Susilo/Perdebatan Teori Rasionalitas... Perilaku rasional dianggap sebagai ’engine of
truth’ dalam membantu menemukan teori atau hukum ekonomi (Salehnejad, 2007). Teori pi- lihan rasional yang menyangkut kepentingan pribadi (self interest) yang dapat direpresen- tasikan melalui contoh: bagi produsen, untung lebih banyak lebih baik daripada sedikit; ba- gi konsumen, dapat membeli lebih banyak le- bih baik dari pada lebih sedikit. Pilihan rasio- nal menekankan pada kepuasan yang didapat oleh individu dalam setiap tindakannya. Men- jadi rasional berarti bertindak secara konsisten dan instrumental untuk mencapai suatu tuju- an yang telah didefinisikan dengan baik, kebali- kannya perilaku tidak rasional adalah perilaku yang sia-sia (Foley, 2004).
Perdebatan Konsep Rasionalitas Setelah memahami dasar teori pilihan rasional
yang umum dipahami ilmu ekonomi, selanjut- nya akan didiskusikan berbagai pemikiran ra- sional yang berkembang setelahnya karena te- ori pilihan rasional dalam ilmu ekonomi ma- sih menjadi perdebatan panjang (Wartiovaara, 2011). Perdebatan yang terjadi mencakup pe- mikiran dasar neo-klasik yang mengedepankan rasionalitas, di mana manusia diasumsikan se- lalu bertindak rasional, menjadi makhluk eko- nomi yang mengetahui segalanya, melakukan transaksi tanpa biaya (zero transaction cost) dengan mengabaikan kelembagaan (Landa dan Wang, 2001). Pemikiran neo-klasik mengang- gap individu adalah berdaulat, dan perilaku- nya akan selalu memaksimalkan kepuasan de- ngan kendala anggaran yang dimiliki (Folmer, 2009). Karena itu tindakannya selalu memper- timbangkan manfaat dan biaya dari setiap al- ternatif tindakannya. Perilaku rasional diana- logikan sebagai karakteristik dari ’homo econo- micus’ (Landa dan Wang, 2001).
Logika ini melahirkan berbagai pemodelan ekonomi yang berbasiskan statistika dan mate- matika, yang serba pasti dan tanpa menyentuh sifat sosial dalam diri manusia yang dimodel- kan itu, berupa ’homo sociologicus’, dimana
manusia memiliki lingkungan dan perilakunya dibentuk dari berbagai interaksi antara diri dan lingkungan. Asumsi yang ada dibalik per- modelan ekonomi ini adalah bahwa individu se- lalu akan memaksimumkan utilitasnya.
Sebagai pengkritik utama eksistensi ekono- mi klasik secara umum, Keynes memiliki ga- ris pemikiran unik terkait rasionalitas, bahwa rasionalitas terbentuk dari apa yang disebut- nya sebagai direct acquiatance atau perkenal- an langsung terhadap objek perilaku, yang ter- diri dari tiga komponen: pengalaman (experi- ence), pemahaman (understanding), dan per- sepsi (perception) (Wislow, 1993). Perilaku in- dividu dipengaruhi oleh pengalaman yang di- perolehnya, dipelajarinya, dan kemudian digu- nakan untuk sesuatu yang dikerjakan saat ini. Pengalaman membentuk memori yang menja- di pedoman dalam berperilaku, sebagai guru terbaik yang menuntun tindakan individu. Pe- ngalaman menjadikan tindakannya tidak salah atau keliru untuk kedua kalinya.
Memahami apa yang dikerjakan juga pen- ting bagi Keynes sebagai pembentuk rasionali- tas. Orang rasional tidak mungkin berperilaku dari sesuatu yang tidak dipahaminya. Jika te- tap dilakukannya, maka tindakan itu tidaklah rasional. Bagi Keynes, persepsi juga menjadi pembentuk rasionalitas, dimana dapat terjadi orang atau sekelompok orang mempunyai peri- laku yang berbeda tetapi dipicu oleh persep- si yang belum tentu berbeda walaupun meng- hasilkan tindakan yang sama. Dengan demiki- an, penyebab perbedaan perilaku dari individu adalah persepsi mereka akan tindakan mereka masing-masing.
Persepsi dapat berupa manfaat perilaku itu untuk diri dan lingkungannya, serta konseku- ensi yang akan diperoleh dari tindakannya itu. Jika orang memersepsikan baik, maka baik pu- la dianggap perilakunya. Ketiga komponen ini menurut Keynes membentuk pengetahuan da- lam diri individu, sehingga rasionalitas dari se- tiap individu akan berbeda-beda, tergantung dari pengetahuannya, artinya rasional bagi sa-
M. Firmansyah, Agus S., Asfi M., & Susilo/Perdebatan Teori Rasionalitas...
73 tu individu belum tentu bagi individu lainnya
memiliki kesamaan, katakanlah sama-sama me- (Wislow, 1993).
raih kepuasan pada aktivitas yang sama ka- Keynes mencontohkan perilaku investor a-
rena setiap perilaku akan tergantung dari se- kan investasi yang dilakukannya. Apa yang di-
jauh mana orang memahami dan memperoleh investasikan bukan dipengaruhi oleh sesuatu
manfaat dari perilakunya itu. Misalnya, ketika yang pasti, yang berupa keuntungan dan ke-
di pasar dijual alat berteknologi canggih, ti- rugian yang nyata (riil). Namun, keputusan in-
dak mungkin semua orang menginginkan alat vestasi adalah hasil persepsi investor yang di-
itu untuk dibeli, karena masing-masing mem- dasarkan berbagai pengetahuan yang dipero-
punyai kebutuhan yang berbeda untuk menjadi lehnya akan investasi tersebut. Keynes menulis
prioritas perilakunya. Kalaupun membeli alat (Wislow, 1993):
yang sama, boleh jadi masing-masing individu memiliki kebutuhan berbeda akan alat-alat itu.
Investor will be affected, as is obvio- us, not by the net income which he wi-
Walaupun tindakan individu sama tujuan- ll actually receive from his investment
nya, belum tentu hal ini didsasarkan pada pe- in the long run, but by his expecta-
ngetahuan atau pengalaman yang sama. Kare- tions. These will often depend upon
na itu seberapa besar keseriusan atau keber- fashion, upon advertisement, or upon
hasilan dari tindakan itu akan tergantung da- purely irrational waves of optimism or
ri pengetahuan dan pengalaman yang dimili- depression. Similarly by risk we must
ki masing-masing individu. Sebagai contoh, se- mean, not the real risk as measured
orang dalam menempuh ujian sekolah mela- by the actual average of the class of
kukan aktifitas yang sama namun kesuksesan investment over the period of years to
dalam menjawab soal-soal ujian dapat berbe- which the expectation refers, but the
da tergantung dari seberapa besar pengalaman risk as it is estimated, wisely or fooli-
atau pengetahuan dari masing-masing peserta shly, by the investor
ujian.
Dari pemikirannya ini, Keynes membenarkan Pengkritik konsep rasionalitas dari arus pe- konsep probabilitas sebagai sesuatu yang logis,
mikiran ekonomi yang lain menganggap bah- dalam arti probabilitas akan keuntungan atau
wa perilaku rasional individu adalah mencoba kerugian akan menentukan tindakan seseorang
melakukan apa yang terbaik untuk dilakukan sekarang. Karena itu dapat dikatakan ekspek-
(Hey, 1993) dan bukan mendapatkan hasil yang tasi seseorang memengaruhi perilaku saat ini.
maksimal. Setiap orang tentu berharap yang Ekspektasi tersebut dapat diperkaya oleh pe-
terbaik, tidak saja berarti manfaat yang teru- ngenalan langsung (direct acquaintance) yang
kur, tapi juga mengakomodasi nilai-nilai atau bersumber dari pengalaman, pemahaman, dan
budaya yang berkembang dalam lingkungan- persepsi. Dengan demikian, dapat disimpulkan
nya.
bahwa pengenalan langsung memberikan da- Berharap untuk mendapatkan yang terba- sar yang rasional dan objektif akan suatu ke-
ik dapat bermakna mendapatkan kebahagiaan, yakinan. Pengenalan langsung disebut sebagai
walaupun pada pemikiran ini diasumsikan ke- empirisme, di mana empirisme mengacu pada
bahagiaan bukan hanya untuk pribadi, tetapi penafsiran tertentu dari pengalaman, sehingga
mengakomodasi kebahagiaan keluarga dan ma- dapat dikatakan pengalaman memberikan lan-
syarakat atau lingkungannya. Orang akan me- dasan utama akan keyakinan.
rasa bahagia ketika lingkungannya mengakui Pemahaman Keynes dapat dikatakan realis-
kelebihan dari tindakan individu dalam komu- tis untuk menjelaskan kondisi saat ini. Ia meng-
nitasnya. Ketika masyarakat menganggap bah- akui bahwa perilaku individu tidak mungkin
wa pegawai negeri lebih baik dari wiraswasta,
74 M. Firmansyah, Agus S., Asfi M., & Susilo/Perdebatan Teori Rasionalitas... maka dengan meraih status itu kepuasaan in-
syarakat, misalnya karena pengaruh tontonan dividu akan memuncak.
yang memasukkan nilai-nilai global dan sema- Dalam konteks ini, kebahagiaan, kesenang-
kin ketatnya persaingan hidup yang membuat an, dan kenyamanan cenderung bersifat abs-
seseorang menjadi individualis membuat nilai trak, sulit dihitung atau dikalkulasi secara eko-
kejujuran dan nilai budaya menjadi berubah. nomis. Kepuasan batin atau kenyamanan da-
Kebiasaan bukanlah sesuatu yang statis tapi pat dipengaruhi oleh nilai-nilai agama, keya-
dinamis, demikian pula rutinitas. Bila mengacu kinan, atau hubungan sosial yang menggiring
pada pemikiran ini, dapat dikatakan bahwa ji- individu berperilaku menggapai kepuasannya.
ka terjadi perubahan rutinitas dan kebiasaan, Ketika seseorang memberi sumbangan kepada
maka akan berubah pula rasionalitas seorang orang miskin, tentu sulit bagi si pelaku ber-
dalam berperilaku.
harap balasan material dari orang miskin ter- Pemikiran ekonomi kelembagaan lama sebut, atau ketika seorang dermawan memba-
menganggap bahwa kebiasaan dan rutinitas ngun sekolah gratis untuk orang miskin dima-
mempunyai kaitan dengan perubahan kelem- na tidak ada keuntungan materil yang dipero-
bagaan (institutional change) dan perumusan leh dari perilaku tersebut. Kesadaran sebagai
penyebab kumulatif Darwin 3 . Konsep ini makhluk sosial membuatnya mendapatkan ke-
terkait kebiasaan berpikir yang dianggap bahagiaan dan kepuasan dari membantu sesa-
sebagai induksi manusia oleh keadaan mate- ma, menghilangkan kesusahan orang lain, men-
rial, pengalaman turun-temurun, pekerjaan jalankan perintah agama dimana semua itu di
turun temurun, tradisi, pendidikan, iklim, dan luar perhitungan manfaat dan biaya secara ma-
lingkungan.
teril. Veblen mendefinisikan kelembagaan sebagai hasil dari kebiasaan berpikir manusia. Ia meng-
Thorstain Veblen dan murid-muridnya (Mi- anggap kebiasaan berpikir menjadi pengganti
tchell, Commons dan Ayres) yang dianggap rasionalitas hedonistik dari marginalisme 4 , dan sebagai pemikir ekonomi kelembagaan lama
rasionalitas skema konflik kelas ala Marxis. Ve- (old institutional economics) menganggap bah-
blen berpendapat bahwa: ”knowledge has alwa- wa rasionalitas terbentuk dari kebiasaan (habi-
ys been the main productive economic asset” ts) dan rutinitas (routins). Kebiasaan dan ru-
(Gagnon, 2007). Tindakan manusia dipandu tinitas dapat membuat seseorang berperilaku
oleh kebiasaan dan kepentingan, sebagai bah- tanpa melakukan kalkulasi manfaat dan biaya,
an pemikiran yang dianggap sebagai hasil res- atau dapat dikatakan perilaku kalkulasi digan-
pons terhadap rangsangan. Melalui konsep ini, tikan kebiasaan dan rutinitas. Ketika masya-
Veblen mampu mengatasi satu dari apa yang rakat dalam suatu lingkungan terbiasa mela-
kukan gotong royong, maka tidak ada imbalan yang diharapkan dari individu ketika melaku- 3 Pemikiran Veblen banyak dipengaruhi teori evolusi
kan itu. Itulah rutinitas mereka dan keseharian
Darwin, sehingga Veblen disebut sebagai Darwinian. Ji- ka evolusi Darwin adalah menyangkut perubahan atau
hidup dalam lingkungan.
perkembangan makhluk hidup, maka Veblen mengang-
Dalam berpartisipasi di masyarakat, indivi-
gap terjadi evolusi, perkembangan pikiran manusia. 4 Marginalisme adalah sebuah paham, metode yang
du tidak perlu melakukan kalkulasi untung-
mulai diterapkan sekitar tahun 1870-an, menjadi sen-
rugi. Hal ini karena kebiasaan gotong royong
tral pemikiran neo-klasik ekonomi. Dasar pikir utama
sudah menjadi kebiasaan dan rutinitas bagi di-
marginalis adalah setiap perubahan kenaikan satu va-
ri dan lingkungannya. Perdebatan akan teori
riabel akan diikuti perubahan variabel lain, misalnya
rasionalitas muncul dalam ranah ekonomi ke- perubahan total biaya dibandingkan dengan perubahan
pendapatan. Diasumsikan terjadi pergerakkan otomatis
lembagaan menyangkut kebiasaan buruk yang
menuju keseimbangan (equilibrium) dan mengabaikan
mulai menjangkiti individu dalam suatu ma-
faktor kelembagaan (Rutherford, 1995).
M. Firmansyah, Agus S., Asfi M., & Susilo/Perdebatan Teori Rasionalitas...
75 dia anggap sebagai kekurangan Marxisme dan
dengan pekerjaannya dan menjadi rutin kare- histories school, dengan mengidentifikasi ber-
nanya. Karena itu kebiasaan dan rutinitas ada- bagai mekanisme kelembagaan dalam meme-
lah penting, dan kebiasaan tidak menafikan pe- ngaruhi preferensi dan selera. Selera memenga-
nilaian cerdas atau rasional tetapi memberikan ruhi motif ekonomi dan pilihan faktor ekonomi
suatu peran tertentu, sebagai ”transaksi stra- seseorang, sehingga peran selera tidak bisa di-
tegis kegiatan intelektual” sehingga jika kehi- pandang sebelah mata dalam analisis. Veblen
dupan harus terus berubah, maka intelektual tidak menyetujui perilaku hedonistik ekonomi
harus hidup untuk mengontrol strategi, namun ortodoks, dengan memberikan pernyataan bah-
bila antara intelektual dan kebiasaan bisa ber- wa ilmu ekonomi sebagai ”kalkulator kilat ke-
jalan bersama, maka asumsi kebiasaan adalah senangan dan kesengsaraan”. Dua hal yang di-
cukup (Rutherford, 1994). tentang Veblen adalah pertama, gagasan bahwa
Jika demikian, dapat dianggap bahwa aturan manusia memiliki rasionalitas yang memberi-
kolektif adalah sebagai pembentuk rasionalitas kan solusi instan yang optimal dalam setiap ka-
perilaku atau pembatas rasionalitas individu. sus yang dihadapinya; kedua, orang hanya bere-
Pertanyaan ini membutuhkan jawaban di la- aksi terhadap sebuah fungsi utilitasnya. Veblen
pangan, dimana hal ini tergantung dari bagai- lebih menekankan kepada peran aktif manusia
mana rasionalitas itu terbentuk. Artinya, bila yang terbentuk dari kebiasaan. Seperti ungkap-
aturan kolektif itu ada maka seharusnya da- annya berikut (Rutherford, 1994):
pat terbangun perilaku yang bersumber dari aturan kolektif atau kelembagaan tersebut. Se-
”Ini adalah karakteristik manusia un- bab menurut Schmid (2004) individu mengkre- tuk melakukan sesuatu, tidak hanya asi institusi; selanjutnya institusi akan meme- untuk menderita dan memperoleh ke-
senangan dari kemampuan yang sesu- ngaruhi perilaku individu; kemudian aksi indi- vidu akan memodifikasi kembali institusi, baik
ai. Dia bukan hanya seikat keinginan yang akan jenuh dengan ditempatkan
formal mapun non-formal. di jalur kekuatan lingkungan, mela-
Pertanyaannya, bila individu dapat mem- inkan struktur koheren kecenderung-
bentuk institusi (aturan main) dan perilaku in- an dan kebiasaan yang mencari reali-
dividu akan dipengaruhi oleh aturan main ter- sebut, maka bagaimana jika perilaku itu adalah
sasi dan eksperimen selama kegiatan berlangsung”
perilaku menyimpang (misalnya: penyogokan), dan bagaimana dengan aturan main yang ju-
Terkait rasionalitas ini, Commons sebagai mu-
ga merupakan aksi kolektif, apakah aturan ma- rid Veblen menolak gagasan maksimalisasi, dan
in yang telah berubah atau individu yang me- ia berpendapat bahwa orang mengembangkan
nunjukkan perilaku pembangkangan terhadap satu set ’asumsi kebiasaan’ yang memberikan
aturan main? Jawabannya dapat ditemukan di dasar pada transaksi rutin. Kuncinya adalah
lapangan. Mitchell sebagai murid lain dari Ve- membuat asumsi kebiasaan rutinitas sehari-
blen mempunyai pandangan lain walaupun ga- hari yang memungkinkan untuk dilakukan tan-
ris pikiran Veblen sangat memengaruhi pola pa berpikir dan memberikan perhatian kons-
pikir Mitchell. Seperti Veblen, Mitchell meng- tan. Commons mencontohkan ketika pekerja
anggap dirinya sebagai bagian dari tradisi evo- baru masuk pabrik atau lahan pertanian, atau
lusi ekonomi. Pandangan Mitchel yang dikutip ketika seorang pemula dalam profesi dan bis-
utuh oleh Milonakis dan Fine (2003) sebagai nis, semuanya akan mendapat hal baru yang
berikut:
tidak terduga, karena sebelumnya tidak dite- mukan dari pengalamannya, maka lama kela-
”Orang yang diciptakan oleh imaji- maan dia akan belajar, akhirnya menjadi akrab
nasi para ekonom memang memiliki
76 M. Firmansyah, Agus S., Asfi M., & Susilo/Perdebatan Teori Rasionalitas... karakter tipis dan formal dibandingk-
an dengan pewaris mereka dari se- gala usia, dengan warisan yang kaya ras naluri, mewarisi konsep sosial, dan kekayaan kebiasaan. Rasionalitasnya mendapatkan karakter dari lembaga- lembaga di mana ia dibesarkan”
Diabaikannya sisi kemanusiaan secara konsis- ten oleh ekonom arus utama telah dijadikan senjata oleh ekonom kelembagaan untuk me- nyatakan bahwa peran penting manusia dan tata aturannya telah diabaikan. Pada awalnya ilmu ekonomi adalah ilmu perilaku manusia (human behavior ), sehingga fokus ilmu ekono- mi seharusnya mengamati lebih jauh apa yang disebut oleh Mitchell sebagai konsep sosial (so- cial concept). Konsep sosial ini menjadi inti da- ri kelembagaan sosial. Konsep sosial dan kelem- bagaan tercermin dalam aktivitas manusia dan aktivitas ekonomi (Milonakis dan Fine, 2003). Terkait cabang-cabang ilmu ekonomi, Micthell sependapat dengan Schumpeter yang mengha- rapkan kerja sama yang erat antara teori eko- nomi, sejarah ekonomi, dan ekonomi terapan.
Ide rasionalitas Mitchell terbentuk dari Ve- blen. Keluhan utama Mitchell adalah asumsi rasionalitas ortodoks yang cenderung mengu- tamakan unsur rasional (manfaat dan biaya) dalam kehidupan ekonomi. Menurut Mitchell, rasionalitas bukanlah bagian mendasar dari si- fat manusia, namun produk yang muncul dari institusi keuangan. Uang melatih orang untuk penggunaan alasan guna merasionalisasi kehi- dupan ekonominya sehingga penggunaan uang meletakkan dasar bagi teori hidup yang rasio- nal. Sehingga rasional ekonomi diperoleh dari bakat, bukan dasar yang kokoh sebagai kon- struksi teoritis.
Ada dua karakteristik penting yang diung- kap Mitchell; pertama, Mitchell menolak gagas- an bahwa rasionalitas manfaat dan biaya di- lakukan untuk setiap kasus yang dihadapi in- dividu. Ia mengakui bahwa perilaku ekonomi mungkin saja berhubungan dengan kegiatan di mana pemikiran rasional sering kali mun-
cul, namun pikiran rasional di sini tidak ber- arti setiap kali perilaku baru didasarkan pa-
da kalkulasi baru, tetapi seseorang akan mem- bangun kebiasaan dan rutinitas. Kedua, tidak semua bidang kehidupan sama-sama memiliki standar berupa uang dan rasionalitas. Mitchell mencontohkan perilaku konsumsi rumah tang-
ga tidak saja dilihat dari aspek rasionalitas kal- kulasi materi, tapi juga dipengaruhi oleh ba- nyak norma sosial seputar kehidupan keluarga; atau dapat juga kurangnya informasi membuat keputusan membeli tidak terkait dengan kese- jahteraan keluarga. Kondisi ini menumbangkan proses adaptasi rasional, pada saat yang sama membuat argumen kebiasaan dan rutinitas le- bih baik (Rutherford, 1994).
Untuk itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pemikiran Veblen dan murid-muridnya sebagai old institutional economics menganggap rasio- nalitas perilaku tergantung dari kebiasaan (ha- bits) dan rutinitas (routines) dari individu da- lam lingkungan atau komunitasnya. Kebiasaan dan rutinitas itulah yang menggantikan perila- ku kalkulasi manfaat dan biaya.
Generasi berikutnya dari pemikir ekonomi kelembagaan yang disebut new institutional economics (NIE) muncul terkait ulasannya a- kan rasionalitas. Mereka berpandangan bah- wa kebiasaan dan rutinitas atau norma yang termasuk dalam analisis ekonomi kelembagaan dibuat untuk menafsirkan aturan yang konsis- ten dengan maksimalisasi pilihan rasional. Da- ri pemahaman ini, kita dapat mengerti bah- wa NIE cenderung mengakomodasi pemikir- an neo-klasik (yaitu maksimalisasi) dan pe- mikiran OIE berupa rutinitas, kebiasaan, dan norma-norma. Namun demikian, ada pula me- reka yang mengadopsi perspektif evolusi dan menolak argumen tersebut, yaitu generasi yang dibahas sebelumnya, OIE. Bila Veblen menga- takan manusia sebagai binatang sosial, Heyek (1973) dalam Rutherford (1994) menganggap manusia sebagai ”binatang yang banyak atur- an dengan satu tujuan”.
Ada empat hal penting yang menjadi fon-
M. Firmansyah, Agus S., Asfi M., & Susilo/Perdebatan Teori Rasionalitas...
77 dasi NIE (Rutherford, 1994) yaitu: pertama,
merupakan nilai dari variabel tujuan yang di- biaya informasi dan pengambilan keputusan;
capai atau dilampaui oleh keputusan alterna- kedua, kendala kognitif dan pemrosesan infor-
tif yang memuaskan. Alternatif keputusan bu- masi; ketiga, risiko membuat kesalahan dalam
kanlah sesuatu yang given, tetapi ditemukan. usahanya untuk menyesuaikan kasus demi ka-
Proses pencarian dilakukan sampai alterna- sus; dan keempat, keuntungan individu dengan
tif memuaskan (satisficing) ditemukan. Selten fakta bahwa perilakunya ditentukan oleh atur-
(2002) menganggap satisficing bukanlah esen- an. Dari keempat aturan di atas diterapkan pa-
si dari rasionalitas Simon, namun merupakan
da kebiasaan, rutinitas, aturan perilaku pribadi tingkat aspirasi yang tidak permanen (adaptif dan aturan sosial, serta norma-norma. Kritik
aspiration) yang dinamis sesuai dengan situa- utama NIE terhadap maksimalisasi didasarkan
si yang berkembang. Fitur dari rasionalitas Si- pada biaya informasi dan pengambilan kepu-
mon adalah ’mencari alternatif, satisficing, dan tusan yang disebut bounded rationality (ratio-
aspirasi adaptif’ (Selten, 2002). nalitas terbatas).
Dengan demikian, dapat dipahami peran pe- mikiran Simon dalam menjembatani neo-klasik
Bounded Rationality : Jembatan Neo- yang cenderung bebas nilai dan pemikir eko- Klasik dan Institutional Economics
nomi kelembagaan lama yang mengedepankan nilai-nilai atau norma berupa kebiasaan dan
Pada tahun 1957, teori pilihan rasional tradi- rutinitas. Bahwa rasionalitas keputusan harus sional dikritik oleh Herbert Simon dengan mo-
dicari, tidak given (apa adanya), proses penca- del yang disebut sebagai teori Bounded Ratio-
rian akan dihadapkan dengan berbagai alterna- nality of Satisficing yang bertentangan dengan
tif yang menghasilkan satisficing. Hal ini bisa maksimalisasi perilaku aktor, di mana aktor di-
didasarkan pada kalkulasi manfaat dan biaya anggap memiliki hambatan yaitu berupa keter-
atau pada nilai-nilai yang berkembang (institu- batasan kognitif dan struktur lingkungan (Lan-
si). Selanjutnya proses itu akan menghasilkan
da dan Wang, 2001). Model ini oleh Simon dii- aspirasi adaptif yang terus disesuaikan dengan lustrasikan sebagai sepasang gunting yang me-
kondisi pengambilan keputusan. miliki dua mata pisau, satu pisau sebagai keter-
batasan kognitif dan pisau lain sebagai struk- Perpektif Ekonomi Sosiologi tur lingkungan.
Dengan demikian, rasionalitas terbatas ada- Rasionalitas dalam ilmu sosiologi merupakan lah gagasan bahwa dalam pengambilan kepu-
bagian dari memahami perilaku manusia da- tusan, rasionalitas individu dibatasi oleh infor-
lam interaksinya dengan lingkungan. Perilaku masi yang dimiliki, keterbatasan kognitif da-
manusia tidak saja didasarkan atau bersumber ri pikiran atau keterbatasan waktu, sementa-
pada dirinya sendiri, tapi juga merupakan hasil ra adakalanya keputusan harus segara diputus-
interaksi dengan lingkungan. Seperti halnya il- kan. Di samping itu, pengambil keputusan ti-
mu ekonomi, psikologi, dan yang lain, ilmu so- dak memiliki kemampuan dan sumber daya
siologi juga memberi penekanan pembahasan memadai untuk sampai pada solusi optimal,
akan topik rasionalitas. Sehingga dengan ba- karena itu mereka menerapkan rasionalitas se-
nyaknya disiplin ilmu yang membahas konsep telah penyederhanaan pilihan yang tersedia.
rasionalitas, ilmu-ilmu sosial semakin kehilang- Oleh karenanya manusia lebih cenderung men-
an pembatas terkait tema bahasan antara satu jadi satisficer (terpuaskan) ketimbang optima-
dengan yang lain.
lisasi atau maksimalisasi. Ilmu statistika dan matematika telah la- Pengambilan keputusan merupakan proses
ma berperan dalam ilmu ekonomi lewat pencarian, dipandu oleh tingkat aspirasi yang
pemodelan-pemodelan. Dewasa ini, sosiologi
78 M. Firmansyah, Agus S., Asfi M., & Susilo/Perdebatan Teori Rasionalitas... pun banyak membahas persoalan-persoalan
ekonomi. Jika bidang statistika yang diguna- kan dalam menjelaskan persoalan ekonomi di- sebut ekonomi statistika atau ekonometrika, maka cabang ilmu sosiologi yang menjelaskan fenomena ekonomi diberi label ekonomi sosi- ologi, artinya tradisi ekonomi dibahas dengan pendekatan atau cara pandang sosiolog. Tulis- an ilmiah terkait topik ekonomi sosiologi mi- salnya Principle of Economics Sociology (Swe- dberg, 2003) atau Reading of Economics Soci- ology (Biggart, 2002).
Penjelasan ilmu ekonomi akan persoalan eko- nomi seringkali tidak memberikan kepuasan bagi sebagian ekonom dan sosiolog, sehingga mereka mencoba melirik pendekatan lain da- lam menjelaskan fenomena ekonomi yang se- makin kompleks. Sosiolog begitu bersemangat masuk dalam ranah ekonomi karena sosiolog menilai ilmu ekonomi berbasiskan perilaku ma- nusia yang juga menjadi fondasi dalam sosio- logi. Karena sosiologi lebih banyak membahas manusia sebagai makhluk sosial dengan berba- gai interaksinya, sehingga sosiolog menilai se- harusnya mereka pun dapat memahami motif ekonomi manusia. Di samping itu, pendekatan matematis (ilmu pasti) yang berkembang da- lam ilmu ekonomi dewasa ini semakin memu- darkan nilai-nilai sosial yang disandang disiplin ekonomi, yang kemudian menuai kritik karena perilaku manusia cenderung unik dan tidak de- terministik seperti ilmu pasti.
Lional Robbins pada tahun 1932 menjadikan ilmu ekonomi sebagai ’the choice science’ yang menganggap bahwa individu memiliki prefe- rensi yang given. Sementara dalam sosiologi, Talcot Parsson pada tahun 1937 menjadikan il- mu sosiologi sebagai ilmu struktur sosial norma dan nilai (Hodgson, 2010). Walaupun memiliki jalur bahasan yang berbeda, namun sering ka- li dirasakan bahwa perilaku ekonomi juga di- bentuk dari struktur sosial, norma dan nilai- nilai dalam masyarakat. Karena itu muncul pe- mahaman bahwa ilmu ekonomi sebenarnya ti- dak bisa lepas dari sosiologi. Lebih jauh lagi
ada anggapan bahwa penjelasan ilmu sosiologi dalam fenomena ekonomi lebih baik daripada penjelasan dari ilmu ekonomi itu sendiri. Da- lam jurnal yang ditulisnya, Folmer (2009) me- nulis topik yang menantang yaitu Why Sociolo- gy is Better Conditioned to Explain Economic Behaviour than Economics. Artikel ini meng- ungkapkan ketidakpuasan terhadap penjelasan ilmu ekonomi akan fenomena yang ada dalam ilmu ekonomi itu sendiri dimana seakan-akan ilmu ekonomi kurang mampu menjelaskan di- rinya sendiri.
Termasuk pemahaman rasionalitas, Folmer (2009) menjelaskan bagaimana sosiolog berar- gumen terkait perilaku individu. Tulisan itu berawal dari ketidaksepahaman dengan konsep maksimalisasi oleh agen pada versi neo-klasik. Model rasionalitas itu disebut Lindenberg se- bagai REM yang terdiri dari Resourcer- ful, Restricted, Expecting, Evaluating, Motiva- ted dan Meaning atau kepandaian (akal), ken- dala, harapan, evaluasi, motivasi dan memak- nai (Folmer, 2009). Sejalan dengan itu, Warti- ovaara mengutip artikel berjudul The Nature of Man karya Jansen dan Meckling yang diter- bitkan 1994, di mana artikel ini menginvesti- gasi beberapa model perilaku manusia secara umum (Wartiovaara, 2011). Model-model itu adalah model REMM (Resourceful, Evaluati- ve, Maximizing Model ), The Economics (atau money maximization) model, The Psycologies (atau hierarchy of needs) model, The Sociolo- gical (atau social victims) model dan the poli- tical (atau perfect agent) model (Wartiovaara, 2011).
Menurut Jensen dan Mackling, REMM ada- lah model terbaik dalam menjelaskan perilaku manusia. REMM ini dapat dirujuk dari bebera- pa bidang ilmu, yaitu psikologi, sosiologi, poli- tik, dan ekonomi. Dalam ilmu ekonomi, REMM mengasumsikan manusia akan selalu bertindak recouserfull, self interested, maximizer tetapi menolak notasi bahwa manusia hanya menye- nangi uang atau kekayaan, padahal manusia menyegani hampir segalanya, yaitu kepedulian,
M. Firmansyah, Agus S., Asfi M., & Susilo/Perdebatan Teori Rasionalitas...
79 rasa hormat, kekuatan, cinta, atau kesejahtera-
bang dalam masyarakat, sebagai pengikat ke- an orang lain (Wartiovaara, 2011). Dari sinilah
hidupannya.
dasar pemikiran rasionalitas sosiologi muncul. Analisis akan perilaku penyimpangan ini a- kan sangat relevan jika dihubungkan dengan Rasionalitas: Antara Biologis dan Psi-
ilmu biologi, walaupun terkadang antara teo- kologis
ri ekonomi dan teori biologi bertentangan satu sama lainnya (Vale, 2010). Bila mengacu pada
Berbagai pandangan di atas hanya mampu pandangan Becker dan Murphy bahwa indivi-
menjelaskan berbagai fenomena ekonomi seca- du selalu melihat ke depan dan memutuskan ra normatif, yaitu perilaku individu dari aspek
secara rasional, maka bagi ilmu biologi hal itu luar diri individu. Namun, perdebatan mena-
adalah pola reaksi umum dari setiap manusia rik dalam konsep pilihan rasional adalah pa- atau sifat alamiah manusia.
da tindakan kriminal, yaitu masihkah tindakan kriminal dianggap rasional? Tindakan kriminal
Bagaimana kalau dihubungkan perilaku ke- sudah menyangkut masalah jiwa, dan karena
biasaan meminum minuman keras, yang diang- menyangkut kejiwaan maka perdebatan konsep
gap biasa bagi sebagian masyarakat dewasa rasionalitas semakin melebar dan menarik. Ti-
ini? Dengan menggunakan teknologi modern, dak ada yang meragukan kemampuan disiplin
gen molekuler dan teknologi baru untuk diag- ilmu biologi dan psikologi dalam memaknai ji-
nostik pencitraan telah ditemukan bahwa mi- wa manusia, sehingga pemikir-pemikir di da-
numan keras melemahkan daya rem yang se- lamnya tidak ketinggalan untuk turut membe-
cara alamiah dan hal ini akan memengaruhi rikan argumennya.
refleksi kognitif dari manusia akan konsekuen- Setiap perilaku memang terbentuk dari self
si dari suatu tindakan. Dengan demikian, mi- interest, namun jika dikaitkan dengan konsep
numan keras merusak fungsi otak dan meka- manfaat dan biaya, maka setiap tindakan kri-
nisme yang menunjukkan individu konsekuen minal akan dihadapkan dengan biaya beru-
secara penuh dari tindakannya, sehingga hasil- pa hukuman (pidana). Tidak sedikit koruptor
nya memberikan penekanan pada keuntungan yang hanya menikmati sebentar uang hasil ko-
jangka pendek atau sesaat (Vale, 2010). rupsi, setelah itu harus mendekam di penjara.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana Biaya dari perilaku tersebut tentu tidak saja
dengan candu yang bernama ’uang’ ? Uang dalam bentuk material (mengembalikan uang
merupakan topik bahasan penting dalam il- yang dikorupsi), namun secara sosial akan di-
mu ekonomi. Hal yang kurang disepakati oleh cemooh masyarakat luas.
psikolog adalah setiap yang berkaitan dengan Dalam konteks ekonomi kelembagaan, peri-
uang selalu melibatkan domain ekonomi, se- laku individu akan tergantung dari norma dan
mentara keputusan ekonomi utilitarian tidak rutinitas, struktur sosial atau nilai-nilai. Per-
pernah menawarkan empiris yang lengkap. Me- tanyaannya, norma dan nilai apa yang mem-
nyangkut kebiasaan, termasuk kebiasaan dan bungkus perilaku korupsi? Padahal perilaku
keputusan ekonomi, psikolog cenderung meng- itu bertentangan dengan nilai-nilai. Terdapat
anggap perilaku ekonomi di samping dipenga- kemungkinan pemahaman ekonomi kelembaga-
ruhi oleh masuk akal, rasional dan pertim- an tidak memosisikan perilaku ilegal. Ada be-
bangan ekonomis, juga oleh kepribadian, sikap berapa kemungkinan penyebab perilaku ilegal
dan keyakinan, motivasi lain, hubungan de- tersebut muncul, yaitu pelaku cenderung ber-
ngan keluarga, kelas sosial dan kadang-kadang pikir pragmatis, melupakan biaya (termasuk
delusi dan gangguan kepribadian (Schervish, biaya sosial) yang akan ditanggungnya, seka-
2001). Misalnya ketika seseorang memilih un- ligus melupakan norma-norma yang berkem-
tuk menggunakan baju muslim atau berjil-
80 M. Firmansyah, Agus S., Asfi M., & Susilo/Perdebatan Teori Rasionalitas... bab, hal itu mencerminkan kepribadian dari
bungkus interaksi itu merupakan konvensi atau si pemakai. Penjelasan di atas juga bisa di-
kesepakatan dari entitas sosial tersebut, dan gunakan untuk individu yang suka berbelan-
bukan semata berdasar nilai-nilai ketuhanan ja, menghamburkan banyak uang pada hal-
sehingga ada perbedaan antara satu dengan ko- hal terlarang, misalnya minuman keras atau
munitas lainnya. Oleh karenanya dimensi yang obat-obatan terlarang. Perilaku tersebut me-
dimainkan bukan hanya dimensi vertikal ber- nunjukkan rusak atau terganggunya kepribadi-
basis ketuhanan namun juga dimensi horizon- an seseorang.
tal kemasyarakatan.
Uang menyulap orang untuk berbuat banyak Homo Islamicus merupakan karakteristik hal, bagi kalangan muda di Cina kekuatan uang
yang membetuk perilaku rasional dalam Is- tidak saja mampu membeli status dan har-
lam, dimana perilaku itu diarahkan oleh kebe- ta benda, tetapi juga kekuasaan dan kontrol
naran hakiki (wahyu) dan bukan kebahagiaan terhadap orang lain (Durvasula and Lysonski,
atau nilai guna (Hoetoro, 2007). Kata Nafs di- 2010). Sehingga keinginan untuk menjadi kaya
maknai sebagai self interest dan menjadi pi- raya dan banyak uang tidak saja karena kei-
lar rasionalitas perilaku, yang terdiri dari Al- nginan untuk membeli banyak hal dari uang
Nafs Amarah, Al-Nafs Lawamah dan Al-Nafs tersebut, namun orang selalu ingin, berharap
Mutmainah. Adapun karakteristik dari Al-Nafs bisa memerintah orang lain, mendapat pela-
yaitu (Hoetoro, 2007): Al-Nafs Amarah memi- yanan dari orang lain. Sehingga dalam konteks
liki katerteristik orientasi kebendaan, pemuas- ini pilihan rasional akan terkait dengan psiko-
an kesenangan, menafikan nilai-nilai normatif, logi kepribadian dari setiap individu, dan peri-
netralitas moral dan sekularisasi, sementara itu lakunya akan mencerminkan kepribadiannya.
Al-Nafs Al Lawamah memiliki karakteristik ke- sadaran intuitif, pengenalan diri muncul idea-
Perspektif Islam lisme dan terlibat dalam proses sosial, sedangk- an tertinggi yaitu Al-Nafs Al-Mutmainnah de-
Orientasi perilaku ekonomi dalam Islam tidak ngan karakteristik kesadaran ketuhanan, ke-
sekadar pada dimensi dunia, namun juga meng- sempurnaan diri, berhimpitnya das sein dan akomodasi kepentingan akhirat sehingga sema-
das sollen.
ngat berekonomi lebih pada ketaatan kepada Tuhan, bekerja atas petunjuk-Nya, dan meng- harap pahala dari-Nya. Karena itu kesalehan merupakan pilar perilaku ekonomi dalam Is- lam. Perilaku itu dibimbing oleh nilai-nilai Is-
Metode
lam yang mengedepankan sikap altruisme dan merupakan makna dari homo Islamicus (Hoe-
Artikel ini merupakan bentuk kajian literatur toro, 2007).
teoritis dengan beberapa pembahasan, yaitu Homo Islamicus hadir memberi koreksi ak-
pertama, menjelaskan konsep dasar rasionali- an perilaku homo economicus yang cenderung
tas. Kedua, perdebatan konsep pilihan rasio- diarahkan oleh self interest dan maksimalisasi
nal mulai dari neo-klasik, Keynes dan aliran la- utilitas, bersifat liar tanpa pembatas sehingga
in yang bukan mainstrain. Ketiga, menjelaskan dimaknai sebagai sistem liberal. Dalam konteks
makna teori biaya transaksi. Keempat, mendis- sosiologi, pemikir-pemikir sosiologi menyebut
kusikan keterkaitan antara bentuk-bentuk ra- sifat manusia sebagai homo sociologicus yang
sionalitas dengan biaya transaksi ilegal. Keli- beranggapan manusia tidak hanya terbangun
ma, konsep rasionalitas yang dominan menje- oleh diri sendiri namun hasil interaksi sosial da-
laskan biaya transaksi ilegal. Keenam, kesim- lam masyarakat. Namun nilai-nilai yang mem-
pulan.
M. Firmansyah, Agus S., Asfi M., & Susilo/Perdebatan Teori Rasionalitas...
Hasil dan Analisis Bila sebelumnya dibahas berbagai model pilih-
an rasional yang berkembang dalam pemikir- an ekonomi dan dimensi ilmu lain, maka se- lanjutnya akan diskusikan bagaimana rasiona- litas individu terbentuk ketika dihadapkan de- ngan biaya transaksi ilegal. Dengan kata lain rasionalitas seperti apa yang mendasari perila- ku membayar biaya transaksi ilegal. Transaksi ilegal yang dimaksud dalam topik ini adalah transaksi antara pelamar CPNS dengan calo seleksi CPNS. Transaksi dalam hal ini tidak saja berbentuk penyogokan, tapi termasuk ju-
ga beberapa biaya lain seperti uang pulsa un- tuk calo, biaya transportasi, biaya menunggu kelulusan, dan lain-lain. Biaya ini dalam kon- sep ekonomi kelembagaan baru (new institutio- nal economics) disebut sebagai biaya transaksi (transaction cost).
Dalam perkembangannya, analisis ekonomi biaya transaksi terutama dalam mengukur efi- siensi desain kelembagaan semakin populer. Se- makin besar biaya transaksi yang terjadi dalam kegiatan ekonomi, maka semakin tidak efisien aktivitas tersebut (Yustika, 2006). Dengan de- mikian, konsep biaya transaksi menjadi pen- ting diperhatikan dalam rangka menentukan prospek usaha atau desain kelembagaan ke de- pannya. Dalam hal ini biaya dapat terdiri atas berbagai macam bentuk dan tidaklah seseder- hana yang dibayangkan. Bagi akuntan biaya dianggap sebagai flow. Armen Alchian meng- anggap biaya sebagai perubahan equity (mo- dal) yang disebabkan performa (kemampuan) beberapa spesifikasi operasi dalam menyeder- hanakan pelayanan, dengan catatan perubah- an pendapatan tidak termasuk dalam kompu- tasi atau perhitungan dari equity. Dalam pehi- tungannya, digunakan perhitungan nilai seka- rang (Shah, 2007).
Makna dari transaksi adalah pertukaran uang terhadap barang dan jasa. Pertukaran ar- tinya memberi dan menerima untuk sesuatu yang sama nilainya dan bagi perusahaan kondi- si tersebut dapat terjadi setiap hari. Jika tran-
saksi tidak dapat diukur dalam satuan uang, maka transaksi tersebut dianggap bukan tran- saksi ekonomi atau transaksi keuangan. Perta- nyaannya, dari mana muncul biaya transaksi? Jawabannya dapat berangkat dari kritik terha- dap pemikiran ekonomi neo-klasik yang meng- anggap tidak ada biaya transaksi (zero tran- saction cost), karena diasumsikan dalam akti- vitas ekonomi, baik produsen maupun konsu- men memiliki informasi sempurna, saling ber- kompetisi sehingga harga menjadi lebih rendah (Yustika, 2006). Kenyataan yang terjadi dapat menunjukkan sebaliknya dimana informasi cen- derung asimetri dan hal ini menyebabkan pa- sar menjadi tidak sempurna. Usaha memahami pasar dengan pencarian informasi tentu mem- butuhkan biaya yang akan berpengaruh pada laba perusahaan.
Transaksi dapat terkait dengan eksternal, se- perti antara penjual dan pengguna, atau tran- saksi untuk barang input, dapat juga terkait dengan internal, seperti biaya pengelolaan dan monitoring (Shah, 2007). Dengan demikian, se- cara umum biaya transaksi dianggap sebagai biaya search (mencari), bergaining (menawar), monitoring (memantau), enforcement (pemak- saan pertukaran), serta biaya tidak langsung yang berhubungan dengan produksi barang dan jasa (Husted dan Folger, 2004; Yustika, 2006).
Aktivitas tersebut di atas menciptakan biaya di setiap lini perusahaan, seperti misalnya da- lam struktur organisasi terdapat tiga lini, yaitu desain organisasi, tingkat delegasi, dan kontrol administrasi (Shah, 2007). Menjalankan setiap lini tersebut akan dihadapkan dengan aktivi- tas belanja, produksi, pemasaran, periklanan, dan lainnya, sehingga dalam pasar persaingan kondisi mencari biaya yang terendah menjadi prioritas perusahaan.
Situasi dan kondisi saat memilih dan me- mutuskan untuk mengeluarkan biaya transaksi penting untuk dipahami. Hal ini karena perso- alan yang paling mendasar dari teori pilihan rasional neo-klasik adalah tidak adanya pen-
82 M. Firmansyah, Agus S., Asfi M., & Susilo/Perdebatan Teori Rasionalitas... jelasan bagaimana model situasi memilih dan
tif besar ketika individu itu tidak lulus pega- menjelaskan masalah keputusan (Salehnejad,
wai negeri; ketiga, ada banyak penipuan yang 2007). Situasi ketika memilih keputusan dan je-
sering kali terungkap di media masa; dan ke- nis masalah adalah penting dalam menentukan
empat, membayar biaya transaksi ilegal berten- penyelesaian masalah pilihan tersebut. Karena
tangan dengan norma umum yang berkembang itu lingkungan, nilai-nilai, keinginan, dan tuju-
dalam masyarakat.
an memiliki peran dalam setiap keputusan. Keputusan memilih perilaku yang sama a-
Self Interest dan Maksimalisasi Utili- kan bisa berbeda pada waktu yang berbeda.
tas
Puluhan tahun silam, ketika dunia informasi Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa da-
dan globalisasi belum seterbuka saat ini, nilai- nilai moral, kebiasaan berbasis nilai-nilai ke-
lam perspektif ekonomi neoklasik manusia a- kan melakukan kalkulasi manfaat dan biaya se-
arifan masih kental dan ini menentukan per- ilaku individu dalam masyarakat. Pada sa-
belum memutuskan melakukan aktivitas. Da- lam teori kriminalitas dikatakan masyarakat
at itu perilaku ilegal yang bertentangan de- ngan nilai-nilai akan dianggap sebagai penyim-
sebagai human nature yang melakukan prediksi antara kesenangan (pleasure) dan menghinda-
pangan yang kemudian berpotensi mendapat pertentangan dari masyarakat. Semakin lama,
ri rasa sakit (pain) sehingga dalam aksinya ia mengatur bagaimana melakukan kalkulasi stra-
perilaku penyimpangan menjadi semakin bia- tegis untuk menggapai utilitas yang maksimal
sa dilakukan, seiring dengan nilai atau norma yang semakin luntur.
(Scott, 2000). Ada beberapa sifat rasionalitas neo-klasik yang perlu digarisbawahi yaitu per-