Syaikh Prof. Dr. Muhammad Ali ash Shabun

‫ﷺ‬

KEKELIRUAN DAN KESALAHPAHAMAN
TENTANG PERNIKAHAN RASULULLAH

Musuh-musuh Islam senantiasa berusaha meyebarkan keragu-raguan tentang
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, menyerang sunnahnya dan berusaha
menghilangkan keagungan beliau. Mereka membuat kedusataan dan pemikiran yang
mengelirukan untuk membuat orang-orang beriman ragu dengan agamanya dan untuk
menjauhkan dari keyakinan terhadap sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tidaklah mengherankan dengan adanya berbagai kedustaan, kebohongan dan
tuduhan-tuduhan palsu yang dialamatkan kepada para Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
dan Rasul, karena hal ini merupakan sunatullah, yang diberlakukan Allah kepada
hamba-hamba-Nya yang shalih. Maha Benar Allah yang telah berfirman:
“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi
Pemberi petunjuk dan Penolong.” (QS. Al-Furqan: 31)
Sebelum saya berbicara mengenai kesucian “Para Ummul Mukminin” dan
hikmah di balik pernikahan Rasulullah dengan mereka, saya akan menjawab sumber
kebohongan yang seringkali dimunculkan oleh para musuh Islam yang jahat untuk
mengoyak keimanan kita, untuk mengaburkan kebenaran dan untuk menjatuhkan

kedudukan hadits Muhammad bin Abdullah.
Mereka mengklaim bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah
seorang pria yang penuh syahwat, yang mengikuti nafsunya dan mengejar kenikmatan
nafsu birahi, bahwa beliau tidak puas dengan satu istri, atau bahkan empat istri, seperti
yang beliau ajarkan kepada ummatnya, tetapi beliau sendiri memiliki banyak istri dan
menikahi sepuluh atau lebih wanita demi memenuhi nafsu syahwat dan hasrat
birahinya. Mereka juga mengklaim bahwa ada sebuah perbedaan besar antara Yesus
yang menahan syahwatnya dan menguasai dirinya, dan Muhammmad yang menuruti
nafsu syahwatnya.
“...alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak
mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.” (QS. Al-Kahfi: 5)
Ini menunjukkan bahwa mereka adalah para pendusta yang penuh dendam.
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah seorang pria yang penuh nafsu
1

KEKELIRUAN DAN KESALAHPAHAMAN
TENTANG PERNIKAHAN RASULULLAH

syahwat, tetapi dia adalah seorang rasul, menikah seperti manusia pada umumnya
menikah, sebagai teladan untuk mengikuti jalan yang lurus dan benar. Beliau bukanlah

seorang Tuhan atau anak Tuhan seperti yang orang-orang (Yahudi dan Nasrani, pen-)
yakini terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mereka, tetapi beliau hanya seorang
manusia seperti manusia-manusia lainnya yang mendapat kistimewaan dengan wahyu
dan risalah. Allah berfirman:
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku...” (QS. Al-Kahfi: 110)
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah seorang pembuat-buat ajaran
baru di antara para Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga menyelisihi praktek atau
jalan-jalan mereka. Al-Qur’an memberitahukan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam berkata:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami
memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan...” (QS. Ar-Ra’d: 38)
Mengapa, kemudian mereka memunculkan tuduhan tanpa bukti kepada sang
khatamul anbiya (penutup para Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam)?!
Allah berfirman:
“...sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di
dalam dada. (QS. Al-Hajj: 46)

Saudaraku,
Ada dua poin pokok yang akan membantah semua pernyataan tanpa dasar

kepada Rasulullah; kita tidak boleh melupakan poin-poin ini dan kita harus selalu
menanamkannya sebelum kita ketika kita berbicara mengenai “Para Ummul Mukminin”
atau “Ibunda Orang-orang Mukmin” dan hikmah dari banyaknya istri Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam:
Pertama: Rasulullah tidak menggauli istri-istrinya sampai beliau berusia uzur,
pria yang berusia lebih dari 50 tahun.
2

KEKELIRUAN DAN KESALAHPAHAMAN
TENTANG PERNIKAHAN RASULULLAH

Kedua: Semua istri-istri Rasulullah adalah janda kecuali Sayyidah A’isyah yang
dinikahi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika dia masih seorang perawan.
Dari kedua poin ini, kita dapat dengan mudah menjawab kebohongan dari
pernyataan/tuduhan tanpa bukti yang diklaim oleh para orientalis yang jahat. Jika tujuan
pernikahan adalah memenuhi syahwat jasmani atau kenikmatan seksual semata, beliau
akan menikah ketika beliau masih muda bukan ketika beliau berusia lanjut yang telah
berkeadaan uzur atau mulai lemah (karena faktor usia, pen-); atau beliau seharusnya
menikahi gadis-gadis perawan, bukan janda-janda yang telah berumur; terutama ketika
kita mengingat bahwa beliau melihat Jabir bin ‘Abdullah dalam keadaan wangi dan

menampakkan nikmat dan kegembiraannya, beliau bertanya kepadanya: “Engkau sudah
menikah Jabir?”, tanya Rasulullah. “Iya.”, jawab Jabir. “Perawan ataukah janda?”,
Rasulullah kembali bertanya. “Janda”, jawab Jabir kemudian. Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam bertanya, “Kenapa tidak menikahi perawan saja? Engkau bisa bermain
dengannya dan ia bisa bermain pula denganmu.”
Rasulullah sendiri menyarankan Jabir agar menikahi seorang gadis perawan.
Beliau mengetahui dengan sempurna bagaimana cara untuk memperoleh kenikmatan
syahwat. Jika beliau menikah hanya untuk kesenangan seksual, apakah masuk akal jika
beliau menikah pada usia lanjut bukan pada usia mudanya?! Atau dengan memilih
wanita janda daripada perawan?!!!
Para sahabat rela mengorbankan hidup mereka untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam; dan jika beliau ingin menikah, mereka akan dengan sepenuh hati menikahkan
beliau dengan seseorang yang beliau inginkan dari wanita-wanita cantik dari kalangan
mereka. Tetapi mengapa beliau malah menikahi janda-janda tua dan meninggalkan
gadis perawan?
Tidak diragukan lagi fakta ini menyangkal semua tuduhan-tuduhan tak berdasar
itu dan membantah para pendusta berhati jahat yang mencoba menurunkan kesucian
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam atau pun mendistorsi kedudukan beliau yang tanpa
cela. Pernikahan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam waktu itu, bukan hanya untuk tujuan
seksual atau tanpa sebab; tetapi ada tujuan mulia dan cita-cita yang agung (di baliknya,

pen-). Musuh-musuh Islam akan mengakui hal ini jika mereka melepaskan diri mereka
dari belenggu fanatisme buta dan menggunakan logika atau akal sehatnya. Mereka akan
mendapatkan dalam pernikahan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, sebuah contoh ideal

3

KEKELIRUAN DAN KESALAHPAHAMAN
TENTANG PERNIKAHAN RASULULLAH

bagi orang yang shalih dan murah hati, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan Rasul
yang penuh rahmat, yang mengorbankan hidupnya demi dakwah Islam.

Saudaraku,
Alasan di balik poligami terhadap istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
ada banyak dan bisa disimpulkan sebagai berikut:
1. Faktor Pendidikan dan Pengajaran.
2. Faktor Legislatif.
3. Faktor Sosial
4. Faktor Politik.
Kita akan membahas secara singkat tiap-tiap faktor ini, dan kemudian

membahas kesucian “Para Ummul Mukminin” dan alasan mengapa Rasulullah
menikahi mereka.

1. Faktor Pendidikan dan Pengajaran.
Tujuan pokok yang pertama dari banyaknya istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah untuk menjadikan mereka sebagai pengajar wanita yang bisa
mengajarkan wanita-wanita muslimah lainnya hukum dan pendapat yang benar. Wanita
merupakan separuh dari masyarakat dan mereka sebagaimana kaum lelaki diperintahkan
untuk melaksanakan perintah-perintah agama.
Banyak wanita yang merasa malu untuk bertanya kepada Rasulullah tentang
perkara hukum, terutama yang berhubungan dengan mereka, seperti hukum-hukum
dalam menstruasi, melahirkan, hadats besar dan perkara perkawinan lainnya.
Kebanyakan wanita diliputi oleh perasaan malu, merasa malu ketika mereka ingin
bertanya tentang masalah-masalah ini.
Salah satu sifat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah pemalu. Beliau
sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits, “Rasulullah lebih pemalu daripada
gadis yang dipingit di kamarnya.” Beliau tidak dapat menjawab dengan sebenarnya dari
semua pertanyaan yang diajukan oleh para wanita. Kadang-kadang beliau menggunakan
majas, dan wanita boleh jadi tidak mengerti dengan apa yang beliau maksud.
Sayyidah A’isyah menceritakan bahwa seorang wanita Anshar bertanya kepada

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang mandi junubnya setelah menstruasi. Beliau
4

KEKELIRUAN DAN KESALAHPAHAMAN
TENTANG PERNIKAHAN RASULULLAH

mengajarkannya bagaimana cara untuk mandi junub, dan kemudian menjelaskan
kepadanya cara untuk mengambil sepotong kain dengan misyk dan menyucikan dirinya
dengan itu. Sang wanita bertanya, "Bagaimana aku mandi untuk bersuci (dari haid)?"
Rasulullah berkata; "Ambillah sepotong kapas yang sudah diberi minyak wangi misik,
dan bersucilah dengannya." Dia bertanya, "Bagaimana aku bersuci dengannya?"
Rasulullah bersabda, "Bersucilah dengan itu." Lalu dia bertanya, "Bagaimana aku
bersuci dengannya?" Beliau lalu bertasbih dan berkata, “Sucikan dirimu dengan itu!!”.
Sayyidah A’isyah berkata; Aku tarik wanita tersebut agar mendekat kepadaku dan
kuberitahu maksud perkataan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tadi," dan
kemudian berkata: Gunakan sepotong kapas ini dengan diberi misik untuk memeriksa
bercak darah dan aku menjelaskan kepadanya dengan benar dimana seharusnya kapas
tersebut digunakan.”
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam merasa sangat sungkan untuk
menjelaskan dengan sebenarnya dan dengan secara eksplisit (terus terang) seperti

pertanyaan yang diajukan, dan sangat sedikit wanita yang bisa menguasai perasaan
malu mereka dan bertanya di muka umum mengenai masalah-masalah wanita yang
memalukan (intim).
Contoh lainnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah dalam
Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Ummu Salamah berkata: “Ummu Sulaim (istri
Abu Thalhah) datang kepada Rasulullah dan berkata: “Wahai Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam ! Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak malu terhadap kebenaran,
apakah seorang wanita wajib mandi apabila ia mimpi (berjimâ’)?” Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Apabila ia melihat air.” Ummu Salamah
berkata: “Mungkinkah hal itu terjadi (pada diri seorang wanita) ?”. Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Ya. (Jika tidak), maka
darimana adanya penyerupaan (seorang anak kepada orang tuanya) ?. Sesungguhnya air
mani laki-laki kental lagi berwarna putih, sedangkan air mani wanita encer dan
berwarna kekuning-kuninganan. Siapa saja di antara keduanya yang mengalahkan atau
mendahului dari yang lain, maka akan terjadi penyerupaan (dari si anak) terhadap
dirinya.”

5

KEKELIRUAN DAN KESALAHPAHAMAN

TENTANG PERNIKAHAN RASULULLAH

Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur
yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami
jadikan dia mendengar dan melihat.” (QS. Al-Insaan: 2)

Pertanyaan-pertanyaan yang demikian memalukan ini dijawab oleh para istri
beliau.

Inilah

yang

membuat

Sayyidah

A’isyah


berkata:

“Sebaik-baiknya

wanita adalah wanita Anshar, rasa malu tidak menghalangi mereka untuk memahami
agama.”
Mereka biasanya pergi kepada istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Ibunda Orang-orang Mukmin” untuk bertanya tentang perkara-perkara agama, hukumhukum menstruasi, melahirkan, kebersihan... dan lain sebagainya, mereka adalah
sebaik-baik pengajar dan menuntun lewat siapa mereka sebaiknya mempelajari
agamanya.
Sebagaimana yang telah diketahui bersama, bahwa Sunnah tidak terbatas hanya
pada perkataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tetapi juga perbuatan dan persetujuan
beliau. Ini adalah bagian dari syari’at yang harus diikuti oleh ummat Islam. Siapa lagi
yang bisa menyampaikan perilaku Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan persetujuan
beliau di dalam rumah beliau selain daripada istri-istri beliau? Mereka menjadi guru dan
periwayat hadits; mereka dikenal karena kekuatan hafalan mereka, yang brillian dan
cerdas.

2. Faktor Legislatif
Faktor legislatif di balik pernikahan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bisa

begitu mudah membatalkan beberapa praktik jahiliyah seperti yang berlaku pada
masyarakat Arab sebelum datangnya Islam, misalnya kebiasaan umum dalam masalah
adopsi yang mana merupakan sebuah warisan kebudayaan Arab sebelum datangnya
Islam. Seseorang bisa mengadopsi (mengangkat sebagai anak, pen-) anak orang lain,
membuatnya seperti anak kandungnya sendiri dan berkata kepadanya, “ Kamu adalah
anakku. Aku mewariskan kepadamu dan kamu mewarisi dariku”. Hukum waris,

6

KEKELIRUAN DAN KESALAHPAHAMAN
TENTANG PERNIKAHAN RASULULLAH

perceraian, pernikahan dan tingkat larangan pernikahan, dan lainnya diterapkan kepada
anak angkat itu.
Islam tidak akan menerapkan sesuatu yang salah ataupun meninggalkan manusia
dalam kebodohan. Dalam misi untuk mengakhiri kebiasaan yang salah dalam hal anak
angkat ini, hal ini diwahyukan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, sebelum misi
beliau untuk menjadi seorang Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam diumumkan, agar
mengangkat anak Zaid bin Haritsah mengikuti kebiasaan umum masyarakat Arab
Jahiliyyah. Zaid kemudian setelah itu dipanggil sebagai Zaid bin Muhammad. Imam alBukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar berkata: “Kami
biasa memanggil Zaid bin Haritsah “Zaid bin Muhamad” sampai turunnya ayat AlQur’an yang berbunyi:
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak
mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah...” (QS. Al-Ahzab: 5)
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menikahkan Zaid dengan
sepupunya yang bernama Zainab binti Jahsyi; tetapi pernikahan mereka tidak
berlangsung lama. Zainab berlaku kurang baik kepada Zaid karena merasa lebih mulia
dalam tingkatan sosial, karena Zaid hanya seorang budak sebelum Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam mengadopsinya sedangkan Zainab adalah seorang berketurunan
bangsawan.
Zaid menceraikan Zainab dan Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk
menikahinya untuk membatalkan adat Jahiliyyah, demi menerapkan ajaran Islam dan
mengeliminasi adat-adat Jahiliyyah secara tuntas. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
khawatir jika orang-orang munafik dan tukang fitnah akan berkata bahwa Muhammad
menikahi bekas istri “anaknya”. Al-Qur’an meluruskan beliau dengan ayat:
“...kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti.
Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya),
Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk
(mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah
menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti
terjadi.” (QS. Al-Ahzab: 37)
7

KEKELIRUAN DAN KESALAHPAHAMAN
TENTANG PERNIKAHAN RASULULLAH

Dengan cara ini, maka kebiasaan jahiliyyah telah tamat dan Al-Qur’an
mendukung hukum Allah yang baru ini dengan firman-Nya:
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu,
tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam-Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(QS. Al-Ahzab: 40)

Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Zainab berkata dengan bangga kepada istriistri Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang lain: “Keluarga kalian yang menikahkan
kalian, tetapi hanya aku yang Allah dari langit ke tujuh yang telah menikahkanku.”
3. Faktor Sosial:
Faktor sosial di balik pernikahan-pernikahan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
sangatlah jelas dalam pernikahan beliau dengan anak perempuan Abu Bakar, dan juga
dengan anak perempuan ‘Umar. Alasan-alasan ini juga bisa dengan jelas terlihat dalam
hubungan pernikahan beliau dengan bangsa Quraisy; ini membuat kabilah-kabilah dan
suku yang berbeda (dengan beliau, pen-) menjadi betul-betul membantu beliau dan
agama yang beliau bawa.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi Sayyidah A’isyah, anak perempuan
dari orang yang paling dia cintai, teman yang paling berharga dan sahabat Abu Bakar
termasuk di antara orang-orang yang pertama kali masuk Islam dan menyerahkan jiwa
dan hartanya untuk kejayaan Islam dan untuk melindungi Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallamnya, melawan segala rintangan demi Islam.
At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memuji
Abu Bakar dengan berkata bahwa dia tidak bisa memberikan haknya (membalas jasa
beliau, pen-) dan hanya Allah yang akan memberikannya apa yang pantas dia dapatkan
pada hari pembalasan nanti, ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menyeru Abu
Bakar untuk Islam, dia tidak pernah ragu, jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam disuruh
memilih sahabat sejati, maka beliau akan memilih Abu Bakar.

8

KEKELIRUAN DAN KESALAHPAHAMAN
TENTANG PERNIKAHAN RASULULLAH

Rasulullah tidak bisa mendapatkan sebuah hadiah yang lebih baik untuk Abu
Bakar di dunia ini selain dengan menikahi anak perempuannya; yang dengan demikian
itu memperkuat persahabatan mereka dan memperdalam ukhuwah mereka.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga menikahi Hafshah, anak perempuan
‘Umar, untuk menghadiahi bapaknya karena memeluk Islam, atas kebenaran dan
ketulusannya, dengan apa yang dia lakukan untuk Islam. ‘Umar adalah pahlawan besar
bagi Islam, dengannya perantaraannya lah Allah memuliakan dan menjayakan Islam
dan kaum muslimin. Dalam pernikahan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan anak
perempuan Abu Bakar dan ‘Umar, di sana ada balas jasa dan ungkapan terima kasih
kepada laki-laki yang telah berjasa dan tulus.
Demikian halnya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menghargai ‘Utsman dan
‘Ali dengan menikahkan mereka dengan dua anak perempuan beliau. Empat orang ini –
Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali – adalah sahabat-sahabat dan pengganti beliau
yang terbaik dalam menyebarkan dakwah dan mengokohkan agama Islam.

4. Faktor Politik
Salah satu alasan utama pernikahan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah
untuk membentuk hubungan yang erat dengan orang-orang di sekeliling beliau. Ini
biasanya terjadi ketika seseorang menikah dengan seorang anggota keluarga atau suku,
terbentuh sebuah hubungan baru dan sang saudara sang pasangan akan datang untuk
membantu jika butuh bantuan. Di sini ada beberapa contoh yang menunjukkan faktorfaktor politik di balik pernikahan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Pertama, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi Sayyidah Juwairiyah, anak
dari Al-Harits yang merupakan pimpinan kabilah Bani Mustaliq. Juwairiyah bersama
seluruh kaumnya menjadi tawanan perang dalam salah satu perang yang dilakukan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dia sebagai anak perempuan pemimpin kabilahnya, datang kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam, menawarkan sejumlah uang sebagai tebusan agar bebas.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan penawaran untuk membayarkan tebusan
untuknya dan menikahinya. Kaum Muslimin berpikir tidak pantas jika menahan
tawanan perang saudara-saudara istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan

9

KEKELIRUAN DAN KESALAHPAHAMAN
TENTANG PERNIKAHAN RASULULLAH

membebaskan mereka semua. Melihat kemuliaan orang Islam, seluruh suku Bani
Mustaliq masuk Islam.
Kedua, dalam perang Khaibar, Sayyidah Saffiyah, anak perempuan Huyay bin
Akhtab ditawan oleh kaum muslimin setelah suaminya terbunuh. Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam memberinya pilihan; pertama, membebaskannya dan beliau
akan menikahinya atau kedua, membebaskannya dan dia boleh kembali kepada
keluarganya yang beragama Yahudi. Melihat keluhuran akhlak Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam serta sopan santun beliau, dia memilih dibebaskan dan menjadi istri beliau.
Selain itu, dia, dan juga banyak orang-orang yang bersamanya masuk Islam.
Diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah menjelaskan kepada Saffiyah bahwa
ayahnya adalah orang yang paling keras permusuhannya kepada beliau di antara kaum
Yahudi, Saffiyah menjawab, “Ya Rasulullah! Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“...seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain...” (QS. Al-An’am: 164)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan kepadanya bahwa jika dia
memilih Islam, beliau akan menikahinya; jika dia memilih beragama Yahudi maka
beliau akan membiarkannya untuk bergabung dengan kelompoknya, kaum Yahudi.
Saffiyah berkata bahwa dia menyukai Islam, percaya kepada beliau, dan tidak lagi
berhubungan dengan orang-orang Yahudi. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi
Saffiyah.
Ketiga, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga menikahi Sayyidah Ummu
Habibah (Ramlah) yang ketika itu ayahnya Abu Sufyan adalah salah seorang pembesar
orang-orang kafir dan seorang musuh besar Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ummu
Habibah memeluk Islam di Mekkah dan pindah ke Ethiopia bersama suaminya. Ketika
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui bahwa suami Ummu Habibah meninggal
di Ethiopia, beliau mengutus Raja Ethiopia, An-Najasyi untuk menikahkan beliau
dengan Ummu Habibah.
Ummu Habibah merasa sangat senang, karena jika dia kembali kepada ayahnya
di Mekkah, ayahnya akan memaksanya untuk keluar dari Islam atau menyiksanya.
Ummu Habibah menerima mahar sebesar empat ratus dinar dan ketika dia kembali ke
Madinah al-Munawwarah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menikahinya.

10

KEKELIRUAN DAN KESALAHPAHAMAN
TENTANG PERNIKAHAN RASULULLAH

Kemudian, setelah ayahnya Abu Sufyan memeluk Islam dan mengetahui
pernikahan anaknya dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, ayahnya setuju dan
bangga karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam akan menjadi seorang pasangan yang
baik bagi anak perempuannya.
Pernikahan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan anak perempuan Abu
Sufyan, yang notabene merupakan seorang musuh besar bagi kaum Muslimin, membuat
permusuhan terhadap kaum muslimin berkurang. Pernikahan ini juga bermaksud
sebagai sebuah penghargaan bagi Ummu Habibah dan sebuah hadiah untuknya karena
telah berani menentang ayahnya dan kaumnya dengan memutuskan memeluk Islam.
Kita telah menyebutkan faktor-faktor di balik poligami yang dilakukan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita sebaiknya beralih dengan membicarakan tentang
“Kesucian Para Ummul Mukminin” yang Allah telah pilihkan di antara wanita-wanita
pilihan untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tercinta dan yang Allah muliakan
dengan menjadi istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka semua harus
dimuliakan dan dihormati, dan demi menghormati Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
tidak menikahi istri-istri beliau pasca kewafatan beliau. Allah berfirman:
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang
mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka...” (QS. AlAhzab: 6)

Dan juga firman-Nya:

...Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteriisterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat
besar (dosanya) di sisi Allah.” (QS. Al-Ahzab: 53)

11

KEKELIRUAN DAN KESALAHPAHAMAN
TENTANG PERNIKAHAN RASULULLAH

“Para Ummul Mukminin” yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam nikahi
jumlahnya ada sebelas. Mereka adalah:
1. as-Sayyidah Khadijah binti Khuwailid
2. as-Sayyidah Saudah binti Zam’ah
3. as-Sayyidah A’isyah binti Abu Bakar
4. as-Sayyidah Hafshah binti ‘Umar
5. as-Sayyidah Zainab binti Khuzaimah
6. as-Sayyidah Zainab binti Jahsyi
7. as-Sayyidah Ummu Salamah (Hindun binti Abu Umayyah)
8. as-Sayyidah Ummu Habibah (Ramlah binti Abu Sufyan)
9. as-Sayyidah Juwairiyah binti Al-Harits
10. as-Sayyidah Maimunah binti Al-Harits
11. as-Sayyidah Safiyyah binti Huyay

Semoga Allah meridhai mereka semua...

12

Dokumen yang terkait

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN AMINOGLIKOSIDA PADA PASIEN BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA) (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

4 81 27

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA EMPIRIS PADA PASIEN RAWAT INAP PATAH TULANG TERTUTUP (Closed Fracture) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

11 138 24

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

STUDI PENGGUNAAN OBAT TUKAK LAMBUNG H2-ANTAGONIS PADA PASIEN COMBUSTIO (Penelitian di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)

2 35 28

STUDI PENGGUNAAN ANTITOKSOPLASMOSIS PADA PASIEN HIV/AIDS DENGAN TOKSOPLASMOSIS SEREBRAL (Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)

13 158 25

STUDI PENGGUNAAN KOMBINASI FUROSEMID - SPIRONOLAKTON PADA PASIEN GAGAL JANTUNG (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

15 131 27

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN PEMBENTUKAN CITRA POSITIF RUMAH SAKIT Studi pada Keluarga Pasien Rawat Jalan RSUD Dr. Saiful Anwar Malang tentang Pelayanan Poliklinik

2 56 65

Kajian administrasi, farmasetik dan klinis resep pasien rawat jalan di Rumkital Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015

19 169 0

Hubungan Kejadian Pneumonia Neonatus dengan Beberapa Faktor Risiko di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 2010-2012

0 0 6