Efektivitas Supervisory Training untuk Supervisor PT X

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.EFEKTIVITAS 1. Definisi Efektivitas

Menurut Steers (1997), efektivitas yang berasal dari kata efektif, yaitu suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan dapat menghasilkan satu unit keluaran (output). Suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan dapat diselesaikan tepat pada waktunya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Efektivitas suatu hal diartikan sebagai keberhasilan dalam pencapaian target atau tujuan yang telah ditetapkan. Hal senada juga dikemukakan oleh Bernard (1992, dalam Strees, 1997) bahwa efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama.

Efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokoknya atau untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Campbell, 1977). Sementara itu, menurut Steers (1997), efektivitas merupakan suatu tingkatan kemampuan organisasi untuk dapat melaksanakan seluruh tugas-tugas pokoknya atau pencapaian sasarannya.


(2)

Menurut Campbell (1977), pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah :

1. Keberhasilan program 2. Keberhasilan sasaran 3. Kepuasan terhadap program 4. Tingkat input dan output

5. Pencapaian tujuan menyeluruh

Dari beberapa uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa efektivitas merupakan kemampuan untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas suatu lembaga secara fisik dan non fisik untuk mencapai tujuan serta meraih keberhasilan maksimal.

2. Pendekatan Terhadap Efektivitas

Pendekatan efektivitas dilakukan dengan acuan berbagai bagian yang berbeda dari organisasi, dimana organisasi mendapatkan input atau masukan berupa berbagai macam sumber dari lingkungannya. Beberapa pendekatan yang dilakukan untuk mendapatkan efektivitas adalah sebagai berikut (dalam Price, 1968) :

a) Pendekatan sasaran (Goal Approach)

Pendekatan ini mengukur sejauh mana suatu program berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran


(3)

tersebut. Sasaran penting yang harus diperhatikan dalam pengukuran efektivitas dengan pendekatan ini adalah sasaran yang realistis untuk memberikan hasil maksimal dengan memperhatikan permasalahan yang ditimbulkannya, dengan memusatkan perhatian terhadap aspek output

yaitu dengan mengukur keberhasilan program dalam mencapai tingkat

output yang direncanakan. Dengan kata lain, pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana organisasi atau lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai.

b) Pendekatan Sumber (System Resource Approach)

Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu program dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga atau organisasi harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat menjadi efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dalam lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang terdapat pada lingkungan seringkai bersifat langka dan bernilai tinggi.

c) Pendekatan Proses (Internal Process Approach)

Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan


(4)

melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.

3. Masalah dalam Pengukuran Efektivitas

Efektivitas diukur berdasarkan prestasi, produktivitas dan laba. Pengukuran efektivitas dengan menggunakan sasaran yang sebenarnya dan memberikan hasil daripada pengukuran efektivitas berdasarkan sasaran resmi dengan memperhatikan masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal berikut (dalam Steers, 1997) :

a. Adanya macam-macam output

Berbagai macam output yang dihasilkan menyebabkan pengukuran efektivitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk dilakukan. Pengukuran juga semakin sulit jika ada sasaran yang saling bertentangan dengan sasaran lainnya.

Selain itu, masalah itu juga muncul karena adanya bagian-bagian dalam suatu organisasi yang mempunyai sasaran yang berbeda-beda secara keseluruhan, sehingga pengukuran efektivitas seringkali terpaksa dilakukan dengan memperhatikan bermacam-macam secara simultan. Hal lain yang sering dipermasalahkan adalah frekuensi penggunaan kriteria dalam pengukuran efektivitas seperti yang dikemukakan oleh Steers (1997) yaitu bahwa kriteria dan penggunaan hal-hal tersebut dalam pengukuran efektivitas adalah :


(5)

i. Adaptabilitas dan Fleksibilitas ii. Produktifitas

iii. Keberhasilan

iv. Keterbukaan dalam berkomunikasi v. Keberhasilan pencapaian program vi. Pengembangan program

b. Subjektifitas penelitian

Pengukuran efektivitas dengan menggunakan pendekatan sasaran seringkali mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaran yang sebenarnya dan juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan dalam mencapai sasaran. Hal ini terjadi karena sasaran yang sebenarnya dalam pelaksanaan. Untuk itu ada baiknya bila meninjau pendapat England (1967) bahwa perlu masuk ke dalam suatu organisasi untuk mempelajari sasaran yang sebenarnya. Untuk sasaran yang dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, unsur subjektif itu tidak berpengaruh tetapi untuk sasaran yang harus dideskripsikan secara kuantitatif, informasi yang diperoleh akan sangat tergantung pada subjektifitas dalam suatu lembaga mengenai sasarannya. Hal ini didukung oleh pendapat Steers (1997) bahwa lingkungan dan keseluruhan elemen-elemen kontekstual berpengaruh terhadap informasi organisasi dan menentukan tercapai tidaknya sasaran yang hendak dicapai.


(6)

4. Efektivitas Pelatihan

Menurut Hardjana (2001) agar sebuah pelatihan menjadi efektif maka perusahaan harus melakukan penilaian terhadap kebutuhan pelatihan. Kebutuhan pelatihan tersebut dapat ditemukan melalui teknik wawancara, mengedarkan kuesioner, mengadakan tes atau audit lembaga pada unitunit dengan mempelajari kegiatan, masukan, keluarga, biaya atau efisiensi dan efektivitas masingmasing. Basri dan Rivai (2005) menyatakan bahwa pelatihan tersebutefektif apabila :

1. Pelatih memahami bahwa perannya akan membantu karyawan untuk mendapat tambahan pengetahuan.

2. Karyawan termotivasi untuk belajar. Mereka harus menyadari bahwa tingkat keterampilan, pengetahuan atau perilaku mereka perlu ditingkatkan dalam melaksanakan pekerjaan.

3. Karyawan diberi bimbingan tentang yang harus mereka pelajari dan umpan balik atas apa yang mereka sedang lakukan.

4. Pelajaran adalah suatu proses aktif.

5. Pelatih mendengarkan karyawan untuk memahami apa yang mereka inginkan dan perlukan.

6. Pelatihan mengadopsi suatu pendekatan bersifat membangun, berdasarkan kekuatan dan pengalaman.

Kirkpatrick (2005) menyatakan bahwa efektivitas pelatihan dapat dilihat dari 4 (empat) level evaluasi, yaitu :


(7)

 Level 1 : Reaksi. Level ini mengukur bagaimana reaksi peserta pelatihan terhadap program pelatihan. Reaksi yang positif terhadap program pelatihan menunjukkan bahwa mereka puas terhadap program dan perlatihan yang diberikan.

 Level 2 : Belajar. Level ini bertujuan mengetahui seberapa jauh peserta bertambah pengetahuan, meningkatnya keterampilan atau berubah sikap setelah mengikuti pelatihan.

 Level 3 : Perilaku. Level ini menentukan seberapa jauh perubahan dalam perilaku telah terjadi setelah peserta mengikuti pelatihan. Keberhasilan level 3 dipengaruhi oleh iklim organisasi atau sikap atasan.

 Level 4 : Hasil. Level ini merupakan hasil akhir yang terjadi setelah peserta mengikuti program pelatihan. Hasil ini dapat berupa meningkatnya produksi, perbaikan kualitas, menurunnya biaya produksi, menurunnya turnover dan lain-lain.

B.PELATIHAN

1. Definisi Pelatihan

Noe (2002) mendefinisikan pelatihan sebagai upaya terencana yang dibuat oleh perusahaan untuk memfasilitasi pembelajaran kompetensi yang sesuai dengan pekerjaan karyawannya. Kompetensi ini meliputi


(8)

knowledge, skill or behavior yang berguna bagi kesuksesan performa kerja karyawan. Menurut Laird (1985), pelatihan adalah kegiatan memperoleh teknologi yang memungkinkan karyawan menampilkan kinerja sesuai standar. Pelatihan menurut Nitisemito (1989) adalah suatu kegiatan dari perusahaan yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan memperkembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pegetahuan dari karyawan sesuai dengan yang diinginkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan menurut Manullang (2000), pelatihan adalah pemberian bantuan kepada karyawan agar karyawan dapat berkembang ke tingkat kecerdasan, pengetahuan dan kemampuan yang lebih tinggi. Pelatihan bersifat penerapan segera daripada pengetahuan da keahlian, jadi lebih bersifar praktis.

Dari pengertian ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan yang diberikan untuk memfasilitasi proses belajar karyawan dalam rangka meningkatkan kompetensi mereka dalam hal

knowledge, skills atau berhavior agar dapat diterapkan dalam menjalankan tugas sehari-hari.

2. Tujuan Pelatihan

Tujuan pelatihan menurut Noe (2002) adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan atau perilaku yang ditekankan pada program pelatihan dan dapat mereka aplikasikan dalam kegiatan sehari-hari.


(9)

Wexley dan Latham (1991) menjelaskan tujuan pelatihan adalah (1) meningkatkan self-awareness; (2) meningkatkan lebih banyak lagi keterampilan dan keahlian yang dimiliki; dan (3) meningkatkan motivasi kerja. Dan menurut Sikula (1976, dalam Ulfa 2007) tujuan pelatihan untuk meningkatkan produktivitas, meningkatkan mutu, meningkatkan ketepatan dalam perencanaan sumber daya manusia, meningkatkan semangat kerja, menarik dan menahan tenaga kerja yang baik, menjaga kesehatan dan keselamatan kerja, menghindari keusangan (obsolence), serta menunjang pertumbuhan pribadi (personal growth).

3. Penanggungjawab Pelatihan

Penanggungjawab pelatihan berbeda-beda, tergantung pada masing-masing perusahaan. Dalam perusahaan menengah hingga perusahaan besar, pelatihan biasanya menjadi tanggungjawab profesional SDM atau menjadi tanggungjawab suatu fungsi pengembangan sumber daya manusia atau fungsi pengembangan organisasi (Ulfa, 2007). Siapapun yang bertanggungjawab atas pelatihan, jika perusahaan ingin pelatihan yang dilaksanakan berjalan sukses, maka semua pihak harus memiliki “rasa


(10)

4. Tahapan Penyusunan Program Pelatihan

Menurut Kirkpatrick (2005), penyusunan program pelatihan terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

Tahap 1 : Identifikasi Kebutuhan Pelatihan atau Studi Pekerjaan

Untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan perlu dilaksanakan dua kegiatan utama, yaitu : melaksanakan job study dan mengadakan assessmen tenaga kerja. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah dengan melakkan observasi dan wawancara.

Tahap 2 : Menetapkan Sasaran Pelatihan

Sarana pelatihan dibedakan dalam sasaran umum (tujuan) dan sasaran khusus. Sasaran umum dirinci ke dalam suatu uraian yang mempergunakan perilaku-perilaku yang dapat diamati dan dapat diukur, seperti perilaku apa yang diharapkan akan ditampilkan untuk mencapai hasil di atas? Atau pengetahuan, keterampilan dan sikap seperti apa yang ingin peserta pelajari dalam program pelatihan tersebut?

Tahap 3 : Menentukan Isi Subjek

Trainer berusaha menentukan topik yang akan dipresentasikan untuk memenuhi kebutuhan peserta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang telah ditentukan.


(11)

Tahap 4 : Memilih Peserta

Dalam memilihi peserta, ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab, yaitu: (1) siapa yang akan mendapat keuntungan dari pelatihan ini?; (2) apakah pelatihan harus diberlakukan secara sukarela atau atas permintaan perusahaan?; (3) apakah peserta harus dipisahkan berdasarkan level di organisasi atau berbagai level akan disatukan dalam kelas yang sama?

Tahap 5 : Membuat Jadwal yang Baik

Jadwal pelatihan yang baik akan mempertimbangkan waktu yang paling baik untuk trainer, atasan dan kondisi yang paling baik untuk belajar.

Tahap 6 : Memilih Fasilitas yang Memadai

Fasilitas yang digunakan harus nyaman dan sesuai dengan kebutuhan pelatihan. Hal ini disebabkan bahwa kondisi ruangan akan mempengaruhi motivasi peserta pelatihan untuk belajar.

Tahap 7 : Memilih Instruktur yang Sesuai

Trainer memegang peranan penting untuk mecapai kesuksesan pelatihan. Kualifikasi yang dimiliki harus mencakup pengetahuan subjek yang akan diajarkan, keinginan untuk mengajar, kemampuan komunikasi, dan keterampilan dalam mengajak peserta berpartisipasi dalam pelatihan.


(12)

Tahap 8 : Memilih dan Menyiapkan Bantuan Peralatan Audiovisual

Bantuan peralatan audiovisual mempunyai dua tujuan, yaitu membantu menjaga agar peserta tetap berminat dan sebagai alat bantu komunikasi.

Tahap 9 : Melakukan Koordinasi

Sebaiknya perusahaan memiliki staf yang membantu memenuhi kebutuhan peserta pelatihan dan trainer. Ia bertugas melakukan koordinasi pelaksanaan pelatihan seperti memberikan kata pembuka dan penutup pelatihan atau membantu menyediakan

handout.

Tahap 10 : Melakukan Tahap Evaluasi Program

Setelah melakukan pelatihan, perlu dilakukan evaluasi pelatihan untuk mengetahui efektivitas pelatihan bagi peserta dan memperoleh umpan balik yang berguna untuk penyempurnaan pelatihan dikemudian hari. Level evaluasi pelatihan menurut Kirkpatrick adalah sebagai berikut:

 Level 1 : Reaksi. Level ini mengukur bagaimana reaksi peserta pelatihan terhadap program pelatihan. Reaksi yang positif terhadap program pelatihan menunjukkan bahwa mereka puas terhadap program dan perlatihan yang diberikan.


(13)

 Level 2 : Belajar. Level ini bertujuan mengetahui seberapa jauh peserta bertambah pengetahuan, meningkatnya keterampilan atau berubah sikap setelah mengikuti pelatihan.

 Level 3 : Perilaku. Level ini menentukan seberapa jauh perubahan dalam perilaku telah terjadi setelah peserta mengikuti pelatihan. Keberhasilan level 3 dipengaruhi oleh iklim organisasi atau sikap atasan.

 Level 4 : Hasil. Level ini merupakan hasil akhir yang terjadi setelah peserta mengikuti program pelatihan. Hasil ini dapat berupa meningkatnya produksi, perbaikan kualitas, menurunnya biaya produksi, menurunnya turnover dan lain-lain.

C.SUPERVISOR

1. Pengertian Supervisor

Kossen (1981) menyatakan bahwa supervisor adalah orang-orang yang bertanggungjawab meyakinkan bahwa kebijakan dan prosedur perusahaan terlaksana. Collins et al (1976) berpendapat bahwa supervisor merupakan manager yang dapat melakukan dan menyelesaikan sesuatu melalui usaha orang lain. Sedangkan supervisor menurut Dharma (2003) sebagai manajer yang berurusan langsung dengan pelaksaan pekerjaan tugas


(14)

melalui pengarahan dan balikan (feedback) yang efektif dan efisien. Supervisor berhubungan langsung dengan para karyawan. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Ulfa (2007) bahwa supervisor merupakan salah satu elemen dalam hierarki manajerial yakni manajer yang berada pada tingkat dasar, bekerja dengan para pegawai non manajerial untuk mencapai tujuan organisasi dan berfungsi membawa kebijakan dan petunjuk dari manager puncak dan madya melalui interaksi tatap muka secara langsung dengan pekerja operasional yang menjadi bawahannya.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa supervisor adalah manager tingkat pertama yang berhubungan langsung dengan para pekerja operasional dimana mereka bertanggungjawab memastikan bahwa kebijakan dari top management dan prosedur perusahaan dijalankan sebagaimana semestinya.

2. Tingkatan Supervisor

Dharma (2003) mengelompokkan tingkatan manajerial menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Kelompok Eksekutif atau manajer puncak

Para eksekutif ini menangani hubungan perusahaan dengan lingkungan luarnya serta menangani persoalan-persoalan yang berkaitan dengan posisi perusahaan, kebutuhan pelanggan dan masyarakat.


(15)

b. Kelompok Manajer Menengah

Kelompok ini memusatkan perhatian pada perencanaan dan menjaga pengoperasian sistem dan prosedur perusahaan

c. Kelompok Manajer Supervisi (Supervisor)

Supervisor berurusan dengan pelaksanaan pekerjaan secara langsung dengan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas melalui pengarahan dan balikan (feedback) yang efektif dan efisien.

Kossen (1981) juga membagi tingkatan manajerial menjadi 3 bagian, yaitu : (1) First-line Manager, yang biasa juga disebut dengan supervisor atau di beberapa perusahaan disebut sebagai foreman; (2) Middle Management yang posisinya berada satu level di atas supervisor. Middle Management juga biasa disebut sebagai department head; dan (3) Senior Management sebagai manajemen puncak dalam hierarki. Posisi ini meliputi

senior executive, vice president, atau president.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa supervisor merupakan tingkatan dasar dalam manajerial yang langsung berhubungan dengan para pekerja operasional dalam perusahaan. Sebagai lini yang langsung berhubungan dengan pekerja operasional, peran supervisor sangat penting karena dapat mempengaruhi hidup matinya produktifitas perusahaan (Bittle dalam Ulfa, 2007).


(16)

3. Keterampilan Esensial Supervisor

Agar supervisor dapat menjalankan tugasnya dengan efektif ada keterampilan yang harus dimiliki. Dharma (2003) menjelaskan ada 2 (dua) keterampilan yang diperlukan seorang supervisor, yaitu:

a. Keterampilan Teknis

Keterampilan ini meliputi pengetahuan mengenai segi-segi teknis dari pekerjaan yang dilaksanakan. keterampilan ini penting dalam merencanakan, menyusun jadwal, mengevaluasi kinerja (performance) dan mengambil keputusan.

b. Keterampilan Interaksi

Keterampilan ini mencakup semua teknik yang digunakan untuk berhubungan dengan bawahan dalam mengarahkan, mengikutsertakan, mendelegasikan, melancarkan dan memantau.

Kossen (1981) membagi 3 (tiga) keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang supervisor, yaitu: (1) Technical Skills, kemampuan dalam mengaplikasikan teknik, proses, dan prosedur dalam menjalankan tugas; (2)

Human Relations Skills, yaitu kemampuan bekerja secara efektif dengan orang lain. Hal utama yang harus diperhatikan dalam Human Relations Skills adalah emphaty, sensitivity, perceptual skill, communication skills,

motivational skills, serta tolerance and understanding. Terakhir adalah


(17)

berpikir abstrak, membuat perencanaan, mengorganisasikan, mengontrol serta mengkoordinasi baik manusia, material maupun mesin.

Sedangkan Ivanchevich et al (1984) menyatakan ada 3 keterampilan yang harus dimiliki supervisor dalam menjalankan tugasnya, yaitu:

a. Keterampilan Teknis

Kemampuan dalam menggunakan peralatan, prosedur dan teknis pada bidang spesialisasi masing-masing. Kemampuan ini termasuk segi teknis dari pekerjaan yang dilakukan bawahan.

b. Keterampilan Konseptual

Kemampuan dalam memahami seluruh aktivitas dan minat pada organisasi serta pemahaman tentang bagaimana suatu organisasi berfungsi sebagai suatu keseluruhan dan bagaimana masing-masing bagian saling tergantung dan berhubungan satu dengan lainnya.

c. Keterampilan Menangani Manusia (Human Skills)

Kemampuan bekerja dan mampu mengerti orang lain. supervisor harus mampu berpartisipasi secara efekftif dengan orang lain.

Menurut Kossen (1981) kemampuan dalam menjalin hubungan dengan orang lain lebih penting dibandingkan kemampuan teknis. Hal ini disebabkan karena supervisor harus berinteraksi lancar baik ke pekerja operasional dan atasannya. Namun sayangnya banyak supervisor yang


(18)

kurang terampil dalam menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Derajat kepentingan keterampilan supervisor tergantung posisi seseorang dalam hierarki manajerial (dalam Collin et al, 1976). Keterampilan teknis sangat dibutuhkan sebagai modal menjadi supervisor yang baik, human skill, dibutuhkan oleh semua level yang ada, sedangkan keterampilan konseptual berguna bagi level manajerial yang lebih tinggi.

4. Fungsi Supervisor

Fungsi supervisor menurut Dharma (2003) adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan

Hal ini berkaitan dengan penetapan tujuan, memutuskan cara pencapaian tujuan, menetapkan arah tindakan serta menetapkan kebijakan dan prosedur.

b. Pengorganisasian

Hal ini meliputi penetapan pembagian tugas, penugasan kerja, pengelompokan pekerjaan, koordinasi serta menetapkan wewenang dan tanggungjawab.

c. Pendayagunaan SDM

Menyeleksi orang yang akan melaksanakan pekerjaan, menetapkan dan memberikan orientasi untuk melaksanakan pekerjaan,


(19)

mempertahankan dan menjaga karyawan yang berpotensi, melatih dan menilai kinerja karyawan.

d. Pembinaan

Hal ini berkaitan dengan memotivasi dan memberdayakan karyawan. Supervisor juga berupaya menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi karyawan, menangani keluhan karyawan, empati dan juga mendisiplikan karyawan.

e. Pengendalian

Menghimpun informasi tentang pencapaian hasil, membandingkan dengan standar/rencana, melakukan tindakan perbaiki.

Hal senada juga dikemukakan oleh Collin et al (1976) bahwa supervisor menjalankan 5 fungsi, yaitu (1) planning; (2) organizing; (3)

staffing; (4) directing; dan (5) controlling. Fungsi supervisor yang dikemukakan oleh Dharma (2003) dan Collin et al (1976) hampir sama. Namun pada bagian Pengendalian (Dharma, 2003) atau controlling (Collin et al, 1976), Collin et al (1976) menekankan bahwa kontrol yang baik dari supervisor maka hasil dan tindakan yang dihasilkan akan sejalan.


(20)

5. Tanggungjawab Supervisor

Tanggungjawab utama supervisor adalah mencapai hasil sebaik mungkin dengan mengkoordinasikan sistem kerja pada unit kerjanya secara efektif (Dharma, 2003). Sedangkan menurut Collin et al (1976) tanggungjawab seorang supervisor dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Tanggungjawab terhadap pemiliki perusahaan

Mengoperasikan departemen yang menjadi tanggungjawabnya dengan baik untuk dapat menghasikan keuntungan yang bersifat jangka panjang.

b. Tanggungjawab terhadap pegawainya

Mengelola karyawan dan menciptakan kondisi kerja yang sesuai berdasarkan kemampuan dan minat karyawan yang bersangkutan dan suasana kerja yang kondusif.

c. Tanggungjawab terhadap pelanggan

Supervisor harus menjaga integritas produk perusahaan dan membantu perusahaan membuat produk yang berkualitas seperti apa yang diinginkan pelanggan dengan harga yang pantas.

d. Tanggungjawab terhadap masyarakat dan pemerintah

Perusahaan berlangsung karena pemerintah dan masyarakat memberi izin. Oleh karena itu untuk menjaga agar kondisi terus tercipta dengan


(21)

baik maka supervisor bertanggungjawab mematuhi segala aturan dan ketentuan yang ada pada suatu lokasi, daerah, kota atau negara.

6. Supervisor yang Efektif

Kepemimpinan merupakan aspek penting dari pekerjaan supervisor. Supervisor bertanggungjawab atas kinerja karyawan yang dipimpinnya. Oleh sebab itu, kemampuan memimpin sangat diperlukan untuk mengemban tanggungjawab tersebut. Selain itu, kepemimpinan merupakan salah satu faktor penentu bagi berhasil tidaknya pencapaian tujuan. Kemampuan supervisor memimpin bawahannya akan sangat mempengaruhi produktivitas unit kerjanya. Menurut Dharma (2003), efektifitas kepemimpinan supervisor diukur oleh 2 (dua) faktor utama, yaitu (1) faktor keluaran yang meliputi produktivitas, kualitas, profitability dan efisiensi; dan (2) faktor manusia yang meliputi antusiasme dalam bekerja, jumlah dan jenis komunikasi, komitmen terhadap tujuan perusahaan serta tingkat konflik antarpribadi dan antarkelompok.

Agar dapat memimpin secara efektif, seorang supervisor harus mampu berkomunikasi dengan jelas, mengharapkan yang terbaik dari orang-orangnya, berpegang pada tujuan dan berusaha memperoleh komitmen. Supervisor yang efektif memegang 4 (empat) prinsip, yaitu:

Prinsip 1. Kejelasan Komunikasi. Komunikasi merupakan prinsip yang paling penting sedangkan prinsip lainnya hanya berfungsi sebagai


(22)

penunjang. Taktik dasar yang harus diperhatikan adalah menggunakan kata-kata atau istilah yang mudah dimengerti, langsung, ringkas dan menghidari pesan yang bertolak belakang.

Prinsip 2. Harapkan yang Terbaik. Biasanya orang akan melakukan sesuatu sesuai dengan hal yang diharapkan kepadanya. Jika supervisor mengharapkan hal-hal yang realistik terhadap bawahannya, mereka akan berusaha untuk mencapai hal tersebut. Namun ada hal yang perlu diperhatikan, yaitu hargai martabat bawahan, menyampaikan harapan melambung, menekankan pada kebutuhan masa yang akan datang.

Prinsip 3. Berpegang pada Tujuan. Bentuk komunikasi yang paling efektif adalah komunikasi yang terendali dan terpusat pada tugas yang dihadapi. Agar dapat berpegang pada tujuan, maka hal yang perlu diperhatikan adalah fokus pada satu topik, mengdorong adanya perilaku yang mengarah pada tujuan dan membatasi adanya interupsi.

Prinsip 4. Mendapatkan Komitmen. Tujuan utama supervisi adalah memperoleh komitmen bagi keikutsertaan dan keterlibatan dalam hal-hal yang diputuskan.

7. Keterampilan Manajerial Supervisor

Seorang supervisor adalah seorang pemimpin di lini terdepan. Supervisor merupakan perpanjangan tangan manajer sehingga ikut terlibat


(23)

dalam menjalinkan fungsi manajer. Seorang supervisor membutuhkan keterampilan manajerial dengan porsi yang berbeda-beda sesuai dengan pekerjaan masing-masing (Mulianto, Cahyadi & Widjajakusuma, 2006).

Salah satu contoh keterampilan manajerial yang dibutuhkan oleh Supervisor dalam menjalankan tugasnya adalah yang dikemukakan oleh Sujak (1990). Ia merumuskan bahwa untuk melaksanakan tugasnya, seorang supervisor harus memiliki 6 (enam) keterampilan manajerial, yaitu :

a. Keterampilan Kepemimpinan

Kemampuan ini meliputi kemampuan mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu. Kepemimpinan merupakan salah satu aspek kunci dalam kehidupan organisasi. Kepemimpinan ini akan membedakan antara karakteristik satu perusahaan dengan perusahaan lainnya.

b. Memotivasi Bawahan

Kemampuan manajerial yang ini harus dimiliki dan dikuasai oleh setiap level manajerial organisasi. Supervisor memiliki tanggungjawab untuk membantu bawahan melaksanakan tugasnya dengan efektif dan efisien. Jika supervisor berhasil memotivasi bawahan, maka hal itu akan membantu bawahan dalam mencapai produktivitas kerja secara optimal.


(24)

c. Pengambilan Keputusan

Kemampuan supervisor dalam menguasai teknik pengambilan keputusan akan dapat mengurangi keputusan yang salah, mempertinggi bobot keakuratan keputusan yang diambil serta meningkatkan kualitas organisasi.

d. Keterampilan Komunikasi

Seluruh tingkat manajerial tidak dapat menghindari komunikasi dalam menjalani tugasnya. Pentingnya peranan komunikasi bagi para manager tampak sangat jelas apabila mengacu pada pendapat Mitzberg bahwa pekerjaan manager menuntut tiga kecakapan, yaitu kecakapan dalam komunikasi interpersonal, kecakapan teknis dan kecakapan konseptual.

e. Teamwork

Seorang manajer harus mampu menciptakan kondisi yang dapat memenuhi rasa aman, puas, persaudaraan dan kebersamaan dalam kelompok yang dipimpinnya dengan tujuan meningkatkan produktivitas. Tim yang solid dapat menjaga organisasi agar tetap kondusif dalam rangka mencapai tujuan visi, misi, dan tujuan perusahaan.


(25)

f. Manajemen Konflik

Setiap bawahan memiliki perbedaan karakterisktik psikis, pola pikir, dan gaya komunikasi. Tugas manajerial adalah mengatasi masalah tersebut agar mereka dapat menyadari tugas, fungsi, dan tanggungjawab masing-masing. Keberhasilan supervisor dalam menangani masalah ini ditunjukkan dari problem penyebab konflik, keterampilan dalam memilih pendekatan yang sesuai untuk mengatasi konflik serta kemampuan dalam menerapkan pemecahan masalah tersebut.

D.TRAINING SUPERVISORY

1. Bagian-bagian Training Supervisory

Konten dari Training Supervisory harus meliputi aspek teknikal dan manajerial dari pekerjaan si supervisor (Kirkpatrick, 1983). Pada aspek teknikal, Supervisor butuh mempelajari mengenai penggunakan komputer, mesin otomatis, quality control, persetujuan pabrik, penggunaan bahan mentah, proses produksi, dan hal-hal teknis lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan dan departemennya. Sedangkan untuk aspek manajerial, meliputi area pembuatan keputusan, motivasi, MBO (Management by Object), quality circles, dan penilaian pekerjaan.


(26)

Seiring dengan meningkatnya peran supervisor dalam perusahaan, maka meningkat pula kebutuhan supervisor yang harus ditingkatkan (Kirkpatrick, 1983). Pada aspek teknikal, kebutuhan akan pemahaman dalam menggunakan komputer, pemograman, PERT (program evaluation and review technique) serta budgeting harus ditingkatkan. Sedangkan untuk aspek manajerial ada penambahan dalam hal motivasi, komunikasi, dan pengembangan subordinate.

2. Penanggungjawab Training Supervisory

Menurut Kirkpatrick (1983), ada 3 level yang berbeda dalam perusahaan yang harus bertanggungjawab dalam pelaksanaan Training Supervisory, yaitu:

a. Supervisor

Supervisor memiliki tanggungjawab dalam pekerjaannya. Namun, ia juga harus bertanggungjawab dan rela meluangkan waktu dan pekerjaannya untuk meningkatkan kemampuannya. Supervisor sebagai first-line dalam perusahaan memiliki tanggungjawab yang besar sehingga ia harus mengembangkan kemampuan dalam bekerja.

b. Atasan Supervisor

Umumnya, atasan bertanggungjawab terhadap performa bawahannya, dan performa tergantung pada pelatihan dan seminar yang diberikan


(27)

kepada bawahannya. Oleh karena itu, para atasan memiliki tanggungjawab dalam memberika pelatihan dan pengembangan kemampuan bagi bawahannya untuk meningkatkan kemampuan bawahannya.

c. Top Management

Para Top Management memiliki kebijakan penting dalam perusahaan untuk membuat pelatihan dan pengembangan khususnya bagi para supervisor. Mereka harus menyediakan iklim pertumbuhan dan pengembangan bagi para karyawannya, serta menyediakan waktu dan uang untuk membuat program pengembangan dan pelatihan.

3. Penentuan Kebutuhan Training Supevisory

Setidaknya ada 5 (lima) level jabatan yang berbeda yang dapat membantu menentukan kebutuhan dan program yang dibutuhkan oleh supervisor (Kickpartick, 1983), yaitu:

a. Manajemen Tertinggi

Pendekatan paling umum yang digunakan bahwa dalam sebuah perusahaan, majamen tertinggi membuat keputusan apakah kebutuhan para supervisor mereka dapat ditanggunglangi dalam bentuk pelatihan atau pengembangan keterampilan. Hal ini berdasarkan atas pendapat pihak lain, apa yang dilakukan supervisor di perusahaan lain, masalah


(28)

yang sedang dihadapi oleh perusahaan saat ini, maupun kriteria-kriteria yang subjektif maupun yang objektif menurut atasan.

b. Staff

Pendekatan lainnya adalah orang dari departemen pelatihan dan pengembangan menentukan apa yang dibutuhkan oleh supervisor dalam menjalankan pekerjaannya berdasarkan apa yang telah terjadi di dalam perusahaan, program atau kegiatan apa yang cocok diberikan kepada para supervisor terkait pekerjaan mereka, maupun berdasarkan penilaian kinerja para supervisor.

c. Supervisor itu sendiri

Supervisor akan merasa lebih nyaman jika mengungkapkan kebutuhan mereka sendiri. Mereka akan merasa didengarkan dan merasa terbantu untuk membantu meningkatkan performa mereka. Oleh karena itu tidak heran jika di sebuah perusahaan membuat suatu program seperti wawancara ataupun kuesioner untuk menanyakan kebutuhan para supervisor.

d. Bawahan Supervisor

Meskipun para bawahan merupakan orang yang mengerti kelemahan dan kebutuhan supervisor, namun pendapat mereka sering diabaikan dan tidak didengarkan. Banyak para supervisor yang tidak mendengar keluhan para bawahan mengenai kepemimpinan mereka.


(29)

e. Pihak Luar

Semakin besar perusahaan, maka semakin mereka menggunakan pihak luar, seperti konsultan atau psikolog, untuk menentukan kebutuhan pelatihan yang ditujukan kepada para supervisor. Para konsultan ini menggunakan sistem elaborasi melalui wawancara dan kuesioner.

Program pelatihan dan pengembangan harus didasarkan pada kebutuhan yang dibutuhkan para supervisor pada saat ini dan di saat masa yang akan datang. Program tidak hanya difokuskan pada pekerjaan saat ini, namun juga pada keterampilan, pengetahuan dan perilaku para supervisor.

4. Kelebihan Training Supervisory

Menurut Kirkpatrick (1983), program pelatihan ini dirancang untuk mendapatkan beberapa keuntungan, yaitu:

a. Keuntungan terhadap Individual

i. Meningkatkan pengetahuan, pilosofi dan prinsip-prinsip manajemen.

ii. Meningkatkan manajemen keterampilan.

iii. Meningkatkan kesempatan dalam hal promosi, peningkatan gaji, dan penghargaan lainnya.


(30)

b. Keuntungan terhadap Organisasi

i. Meningkatkan perilaku, pengetahuan dan keterampilan individu dalam menghasilkan manajemen yang lebih baik.

ii. Meningkatkan keuntungan karena manajemen yang lebih baik.

iii. Meningkatkan image perusahaan sehingga menarik perhatian para kandidat yang akan memasuki berbagai level posisi di perusahaan.

E.PROFIL PT X

1. Sejarah Perusahaan

PT X didirikan pada tahun 1972 dengan Mr. B.C, almarhum Mr. C. B. B., dan almarhum Mr. W. T. PT X merupakan perusahaan kotak karton yang pertama di Sumatera Utara dan yang ketiga di Indonesia. Dengan perkembangan pembangunan yang berkelanjutan hampir 40 tahun, sekarang PT X telah dikenal baik sebagai perusahaan yang menghasilkan produk kotak di Indonesia. Produk yang dihasilkan PT X berupa folding carton dan

corrugated carton.

Pada awal beroperasi, PT X hanya merupakan perusahaan kecil dengan karyawan sekitar 40-50 orang. Seiring perkembangan yang cukup pesat, pada saat ini PT X telah memiliki karyawan sekitar 500 orang karyawan. Dengan hampir 40 tahun pembangunan berkelanjutan, PT X saat ini juga diakui


(31)

sebagai produsen terkemuka produk kemasan di Indonesia. Dukungan dan kepercayaan konsumen merupakan pertumbuhan yang sangat berarti bagi PT X. Dengan berkomitmen pada kepuasan konsumen, PT X tidak hanya berfokus pada volume penjualan namun memfokuskan diri pada kreatifitas dan fleksibilitas bagi konsumennya. Sebagai bukti akan komitmen menuju mutu dan servis, di tahun 1997 PT X memperoleh sertifikasi ISO 9002 oleh Badan Sertifikasi TUV dan dilanjutkan oleh Badan Sertifikasi Lloyd. Pada tahun 2007 PT X kembali memperpanjang sertifikasi ISO 9001 untuk Sistem Manajemen Mutu dari SGS.

Pada bulan Juni 2001, PT X memperluas wilayah usahanya dengan membangun perusahaan yang menghasilkan folding-carton untuk mempermudah dalam menyediakan kebutuhan terhadap kotak inner dan outer

yang efektif untuk konsumen. Seiring dengan semangat dan dedikasi, PT X menyediakan pelanggan berbagai kemasan, misalnya kemasan bagian dalam dan pencetakan halus.

Sistem di PT X juga telah disesuaikan dengan sebaik mungkin. PT X menggunakan kelas kaca corrugators terbaik dari Jerman dan mesin terbaik sekelas Speedmaster CD102-5 & XL 105-5L dari Heidelberg.

Dengan semangat tanpa henti, PT X berusaha memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan. Hal ini tercermin oleh banyak penghargaan selama bertahun-tahun. PT X bekerja sama dengan para pemasok dari produsen mesin untuk bahan vendor agar mencapai yang terbaik. Salah satu penghargaan yang diterima oleh PT X berupa penghargaan internasional dari lembaga dihormati,


(32)

seperti AFTA (Asian Flexographic Teknis Association) yang bergerak dibidang evaluasi design dan kualitas flexographic printing.

2. Kualitas Dan Servis

“Kepuasan Konsumen” merupakan fokus perusahaan. PT X senantiasa

bekerja untuk memahami kebutuhan dan priotitas konsumen dengan lebih melibatkan diri dalam berbagai program berkelanjutan untuk meningkatkan

performance produk seperti halnya menghemat biaya untuk konsumen dengan tidak mengurangi mutu produk tersebut.

3. Sasaran Mutu PT X

PT X menetapkan beberapa sasaran mutu yang sangat diperhatikan dalam setiap kegiatan perusahaan. Sasaran mutu yang dimaksud adalah: 1. Output (tonase pengiriman)

2. Waste pabrik 3. NCR komplain

4. Delivery on time

5. Pemakaian bahan penolong 6. Jam kerja hari Minggu/hari Besar 7. Pemakaian kertas yang tidak wajar 8. Pemakaian energi (listrik, gas)

9. Biaya maintenance repair operasional


(33)

4. Jumlah Tenaga Kerja

PT X dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu bagian operasional (pabrik) dan bagian administrasi (kantor). Jumlah karyawan yang bekerja di bagian administrasi sebanyak 50 orang. Karyawan ini biasa disebut dengan Staff.

Bagian operasional (pabrik) memiliki kurang lebih 479 orang karyawan yang terdiri dari karyawan tetap dan karyawan harian lepas.

Jumlah karyawan yang begitu besar berarti masalah yang dihadapi oleh PT X juga semakin banyak. Salah satu masalah yang paling jelas terlihat di PT X adalah turnover. Data pengunduran diri karyawan di PT X tahun 2012 menunjukkan angka sebagai berikut:

Sumber : HRD Department PT X, Oktober 2012

5. Jam Kerja Karyawan

Kegiatan operasional PT X dibagi menjadi dua bagian, yaitu operasional (pabrik) dan kantor. Kegiatan kantor lebih bersifat administratif,

Bulan Karyawan Harian Lepas Jumlah

Januari 0 0 0

Febuari 0 0 0

Maret 3 13 16

April 5 8 13

Mei 3 15 18

Juni 3 12 15

Juli 1 7 8

Agustus 2 15 17

September 2 17 19

TOTAL 19 87 106


(34)

seperti pemasaran, pembelian, kasir, HRD, dan IT. Para karyawan yang bekerja di kantor memiliki jam kerja 8 jam 30 menit dalam sehari dengan masa kerja Senin hingga Jumat dimulai pukul 08.30 – 17.00 WIB, sedangkan pada hari Sabtu bekerja semalam 5 jam 30 menit dimulai pada pukul 08.30 hingga 14.00 WIB. Artinya para karyawan bekerja selama 48 jam per minggu.

Bagi karyawan operasional, jam kerja dibagi menjadi 3 (tiga) shift, dengan masing-masing jam kerja 8 jam perhari, yaitu pada pukul 07.00-15.00 WIB, 15.00-23.00 WIB dan 23.00-07.00 WIB. Shift bertukar setiap seminggu sekali. Ketiga shift memiliki waktu istirahat masing-masing selama 30 menit.

Para pekerja di bagian opersional bekerja selama 6 (enam) hari dalam seminggu. Kegiatan lembur hanya akan dilakukan jika ada perintah dari atasan masing-masing mesin. Jika tidak ada perintah dari atasan, namun para pekerja masih tetap bekerja padahal masa jam kerja sudah habis, maka mereka tidak dihitung lembur.

6. Struktur Perusahaan

PT X diketuai oleh seorang Presiden Komisaris. Presiden Komisaris membawahi seorang Presiden Direktur. Presiden Direktur membawahi 3 Direktur, yaitu Direktur Keuangan, Direktur Operasional (Pabrik) dan Direktur Pengembangan Bisnis. Kemudian masing-masing Direktur ini membawahi beberapa Manajer yang berlokasi di masing-masing pabrik. Kegiatan produksi diawasi oleh masing-masing Manajer Pabrik melalui


(35)

perpanjangan tangan Supervisor. Supervisor merupakan first line yang membawahi para pekerja pabrik.


(1)

b. Keuntungan terhadap Organisasi

i. Meningkatkan perilaku, pengetahuan dan keterampilan individu dalam menghasilkan manajemen yang lebih baik. ii. Meningkatkan keuntungan karena manajemen yang lebih baik. iii. Meningkatkan image perusahaan sehingga menarik perhatian

para kandidat yang akan memasuki berbagai level posisi di perusahaan.

E.PROFIL PT X

1. Sejarah Perusahaan

PT X didirikan pada tahun 1972 dengan Mr. B.C, almarhum Mr. C. B. B., dan almarhum Mr. W. T. PT X merupakan perusahaan kotak karton yang pertama di Sumatera Utara dan yang ketiga di Indonesia. Dengan perkembangan pembangunan yang berkelanjutan hampir 40 tahun, sekarang PT X telah dikenal baik sebagai perusahaan yang menghasilkan produk kotak di Indonesia. Produk yang dihasilkan PT X berupa folding carton dan corrugated carton.

Pada awal beroperasi, PT X hanya merupakan perusahaan kecil dengan karyawan sekitar 40-50 orang. Seiring perkembangan yang cukup pesat, pada saat ini PT X telah memiliki karyawan sekitar 500 orang karyawan. Dengan hampir 40 tahun pembangunan berkelanjutan, PT X saat ini juga diakui


(2)

sebagai produsen terkemuka produk kemasan di Indonesia. Dukungan dan kepercayaan konsumen merupakan pertumbuhan yang sangat berarti bagi PT X. Dengan berkomitmen pada kepuasan konsumen, PT X tidak hanya berfokus pada volume penjualan namun memfokuskan diri pada kreatifitas dan fleksibilitas bagi konsumennya. Sebagai bukti akan komitmen menuju mutu dan servis, di tahun 1997 PT X memperoleh sertifikasi ISO 9002 oleh Badan Sertifikasi TUV dan dilanjutkan oleh Badan Sertifikasi Lloyd. Pada tahun 2007 PT X kembali memperpanjang sertifikasi ISO 9001 untuk Sistem Manajemen Mutu dari SGS.

Pada bulan Juni 2001, PT X memperluas wilayah usahanya dengan membangun perusahaan yang menghasilkan folding-carton untuk mempermudah dalam menyediakan kebutuhan terhadap kotak inner dan outer yang efektif untuk konsumen. Seiring dengan semangat dan dedikasi, PT X menyediakan pelanggan berbagai kemasan, misalnya kemasan bagian dalam dan pencetakan halus.

Sistem di PT X juga telah disesuaikan dengan sebaik mungkin. PT X menggunakan kelas kaca corrugators terbaik dari Jerman dan mesin terbaik sekelas Speedmaster CD102-5 & XL 105-5L dari Heidelberg.

Dengan semangat tanpa henti, PT X berusaha memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan. Hal ini tercermin oleh banyak penghargaan selama bertahun-tahun. PT X bekerja sama dengan para pemasok dari produsen mesin untuk bahan vendor agar mencapai yang terbaik. Salah satu penghargaan yang diterima oleh PT X berupa penghargaan internasional dari lembaga dihormati,


(3)

seperti AFTA (Asian Flexographic Teknis Association) yang bergerak dibidang evaluasi design dan kualitas flexographic printing.

2. Kualitas Dan Servis

“Kepuasan Konsumen” merupakan fokus perusahaan. PT X senantiasa bekerja untuk memahami kebutuhan dan priotitas konsumen dengan lebih melibatkan diri dalam berbagai program berkelanjutan untuk meningkatkan performance produk seperti halnya menghemat biaya untuk konsumen dengan tidak mengurangi mutu produk tersebut.

3. Sasaran Mutu PT X

PT X menetapkan beberapa sasaran mutu yang sangat diperhatikan dalam setiap kegiatan perusahaan. Sasaran mutu yang dimaksud adalah: 1. Output (tonase pengiriman)

2. Waste pabrik 3. NCR komplain 4. Delivery on time

5. Pemakaian bahan penolong 6. Jam kerja hari Minggu/hari Besar 7. Pemakaian kertas yang tidak wajar 8. Pemakaian energi (listrik, gas)

9. Biaya maintenance repair operasional 10.Program 5S


(4)

4. Jumlah Tenaga Kerja

PT X dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu bagian operasional (pabrik) dan bagian administrasi (kantor). Jumlah karyawan yang bekerja di bagian administrasi sebanyak 50 orang. Karyawan ini biasa disebut dengan Staff. Bagian operasional (pabrik) memiliki kurang lebih 479 orang karyawan yang terdiri dari karyawan tetap dan karyawan harian lepas.

Jumlah karyawan yang begitu besar berarti masalah yang dihadapi oleh PT X juga semakin banyak. Salah satu masalah yang paling jelas terlihat di PT X adalah turnover. Data pengunduran diri karyawan di PT X tahun 2012 menunjukkan angka sebagai berikut:

Sumber : HRD Department PT X, Oktober 2012

5. Jam Kerja Karyawan

Kegiatan operasional PT X dibagi menjadi dua bagian, yaitu operasional (pabrik) dan kantor. Kegiatan kantor lebih bersifat administratif,

Bulan Karyawan Harian Lepas Jumlah

Januari 0 0 0

Febuari 0 0 0

Maret 3 13 16

April 5 8 13

Mei 3 15 18

Juni 3 12 15

Juli 1 7 8

Agustus 2 15 17

September 2 17 19

TOTAL 19 87 106


(5)

seperti pemasaran, pembelian, kasir, HRD, dan IT. Para karyawan yang bekerja di kantor memiliki jam kerja 8 jam 30 menit dalam sehari dengan masa kerja Senin hingga Jumat dimulai pukul 08.30 – 17.00 WIB, sedangkan pada hari Sabtu bekerja semalam 5 jam 30 menit dimulai pada pukul 08.30 hingga 14.00 WIB. Artinya para karyawan bekerja selama 48 jam per minggu.

Bagi karyawan operasional, jam kerja dibagi menjadi 3 (tiga) shift, dengan masing-masing jam kerja 8 jam perhari, yaitu pada pukul 07.00-15.00 WIB, 15.00-23.00 WIB dan 23.00-07.00 WIB. Shift bertukar setiap seminggu sekali. Ketiga shift memiliki waktu istirahat masing-masing selama 30 menit.

Para pekerja di bagian opersional bekerja selama 6 (enam) hari dalam seminggu. Kegiatan lembur hanya akan dilakukan jika ada perintah dari atasan masing-masing mesin. Jika tidak ada perintah dari atasan, namun para pekerja masih tetap bekerja padahal masa jam kerja sudah habis, maka mereka tidak dihitung lembur.

6. Struktur Perusahaan

PT X diketuai oleh seorang Presiden Komisaris. Presiden Komisaris membawahi seorang Presiden Direktur. Presiden Direktur membawahi 3 Direktur, yaitu Direktur Keuangan, Direktur Operasional (Pabrik) dan Direktur Pengembangan Bisnis. Kemudian masing-masing Direktur ini membawahi beberapa Manajer yang berlokasi di masing-masing pabrik. Kegiatan produksi diawasi oleh masing-masing Manajer Pabrik melalui


(6)

perpanjangan tangan Supervisor. Supervisor merupakan first line yang membawahi para pekerja pabrik.