Efektivitas Supervisory Training untuk Supervisor PT X
EFEKTIVITAS SUPERVISORY TRAIRING UNTUK SUPERVISOR PT X (Effectiveness of Supervisory Training for Supervisor in PT X)
TESIS
Digunakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi dalam Program Program Pendidikan Magister
Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara
Oleh: Amelia Alsa
117019007
PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013
(2)
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis saya yang berjudul “Efektivitas Supervisory Training untuk Supervisor PT X” merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan ke perguruan tinggi manapun, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi Kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi di Universitas Sumatera Utara.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan tesis ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Medan, 28 September 2013 Yang menyatakan,
Amelia Alsa NIM. 117029007
(3)
Efektivitas Supervisory Training Bagi Supervisor PT X
Amelia Alsa, Cherly Kemala Ulfa & Vivi Gusrini Pohan
ABSTRAK
PT X merupakan perusahaan yang bergerak dibidang produksi kemasan karton dan sudah berdiri sejak tahun 1972. Produk-produk yang dihasilkan berupa
folding carton dan corrugated carton. Saat ini PT mengalami berbagai masalah, terjadinya penurunan kinerja, penurunan laba penjualan, para top management kurang mengambil tindakan yang tepat, tingkat turnover yang tinggi khususnya dibagian operasional pabrik, penurunan jumlah repeated order. Keterampilan dan keahlian supervisor dalam menjalankan tugasnya juga harus diasah dan dikembangkan, salah satunya dengan pelatihan (Blanchard & Thacker, 2004).
Supervisory Training merupakan salah satu kegiatan penting bagi perusahaan karena tujuan utama dari Supervisory Training adalah meningkatkan performa para supervisor. Supervisory Training pada penelitian ini terdiri dari 5 materi, yaitu Supervisor secara umum, Keterampilan Supervisor, Kemampuan Mendengar/Listening Skill, Teamwork dan Kepemimpinan yang merupakan hasil TNA sebelumnya.
Penelitian ini merupakan Quasi Eksperimental Design dengan one group pretest-posttest design. Penelitian ini bertujuan mengukur efektivitas Supervisory Training untuk Supervisor PT X. Pengukuran efektivitas dilakukan dengan melakukan evaluasi reaksi, evaluasi belajar dan evaluasi prilaku yang dikemukakan oleh Kirkpatrick (1983). Metode analisa yang digunakan adalah analisa deskriptif yang mengacu pada kriteria kategorisasi. Norma kategorisasi yang digunakan merupakan norma adopsi pada Program LTS (Leadership Training for Supervisor) yang dikembangkan oleh Blanchard Training and Development (BDT) dan Gap Inc. Corporate Training Departement.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Supervisory Training untuk Supervisor PT X efektif dilakukan. Hal ini ditunjukkan melalui hasil evaluasi dimana para Supervisor menunjukkan reaksi yang positif terhadap Supervisory Training, adanya peningkatan pengetahuan setelah mendapatkan Supervisory Training dan para Supervisory merasa kemampuan mereka meningkat setelah mendapatkan pelatihan dan mampu mengaplikasikan materi pada Supervisory Training dalam pelaksanaan pekerjaan mereka.
(4)
Effectiveness of Supervisory Training F or Supervisor in PT X
Amelia Alsa, Cherly Kemala Ulfa & Vivi Gusrini Pohan
ABSTRACT
PT X is is a company engaged in the production of paperboard packaging and has been established since 1972. The products are produced in the form of folding carton and corrugated carton. PT X is currently experiencing a variety of problems, a decline in performance, sales profit decline, the lack of top management to take appropriate action, in particular the high turnover rate of plant operations section, and a decrease in the number of repeated orders. Supervisor‟s skills and expertise in carrying out their duties must also be sharpened and developed, one of them with training (Blanchard & Thacker, 2004). Supervisory Training is one of the important activities for the company because the main purpose of Supervisory Training is to improve the performance of the supervisor. Supervisory Training in this study consisted of 5 items, which Supervisor, Supervisor Skills, Listening Skill, Teamwork and Leadership which is the result of the previous TNA.
This study was Quasi Experimental Design with a one-group pretest-posttest design. This study aims to measure the effectiveness of Supervisory Training for Supervisor inPT X. Measurements conducted by evaluating the effectiveness of the reaction evaluation, learning evaluation and evaluation of behavior proposed by Kirkpatrick (1983). Analysis method used is descriptive analysis that refers to the categorization criteria. Norma categorization used is the adoption program from LTS (Leadership Training for Supervisors) developed by Blanchard Training and Development (BDT) and Gap Inc. Corporate Training Department.
The results showed that the Supervisory Training for Supervisor PT X effectively done. It is shown by results of the evaluation in which the supervisor showed a positive reaction to the Supervisory Training, increase in knowledge after obtaining the Supervisory Training and supervisors feel their skills improved after receiving training and are able to apply the Supervisory Training‟s materials in the implementation of their work.
(5)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrobbil „alamin...
Dengan mengucap syukur alhamdulillahhirobbil ‘alamin, penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya yang diberikan selama ini kepada penulis. Sunggu besar nikmat dan rahmat yang diberiNya kepada penulis terutama saat menyelesaikan tesis ini sehingga tesis ini dapat selesai dengan baik. Adapun judul tesis ini adalah “Efektivitas Supervisory Training Untuk Supervisor PT X”.
Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis banyak mendapatkan dukungan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan umur yang berkah dan kesehatan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan lancar. 2. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mama
(Sa‟adah, SPd, SH, M.Hum) dan papa (Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH. MS) yang selama ini tidak henti-hentinya memberikan dukungan baik secara moril dan material selama penulis menyelesaikan tesis ini. Terima kasih, ma, pa.
3. Kak Cherly Kemala Ulfa, M.Psi, Psikolog selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya ditengah-tengah kesibukan
(6)
untuk membimbing penulis. Terima kasih atas semua bimbingan, arahan, bantuan dan dukungan Kakak yang tidak ada henti selama ini. Berkat bimbingan, arahan dan support Kakak selama ini, penulis mampu menyelesaikan tesis ini dengan baik. Walaupun sering menjumpai masalah ditengah jalan, Kakak selalu memberikan solusi yang terbaik. Terima kasih, Kak. Terima kasih atas kebaikan Kakak selama ini. Terima kasih penulis untuk Kakak tidak bisa hanya diungkapkan dengan kata-kata. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Kakak. Terima Kasih, Kak.
4. Kak Vivi Gusrini Pohan, M.A, M.Sc, Psikolog selaku Dosen Pembimbing II yang terus memberi semangat, arahan dan bimbingan kepada penulis meskipun terkadang penulis sering “menghilang”. Terima kasih atas waktu dan bimbingan yang selalu Kakak berikan kepada penulis ditengah-tengah kesibukan Kakak.
5. Ibu Emmy Mariatin selaku Dosen Penguji yang banyak memberi masukan dan arahan kepada penulis. Terima kasih ya Bu atas kesediaannya menguji penelitian saya dan atas kritik dan saran yang diberikan untuk penelitian ini.
6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi USU khususnya Departemen PIO yang memberi pengetahuan, bimbingan, serta support yang sangat berharga kepada penulis dan teman-teman penulis selama ini.
7. Terima kasih kepada PT X yang memberikan izin dan kepercayaannya kepada penulis dalam melakukan penelitian ini. Terima kasih kepada
(7)
Bapak Sugiharto selaku Direktur PT X, Bu Marry Ann, Mbak Paulina, Bu Sri dan seluruh staff PT X yang membantu penulis selama ini. Terima kasih.
8. Kakak dan adik tersayang, Lila dan Aziz. Terima kasih atas dukungan, bantuan dan motivasi yang kalian berikan kepada penulis selama proses penyelesaian tesis ini.
9. Rendi Sadli Adlin, “my best partner in crime”, yang selalu memberikan masukan, dukungan, bantuan dan semangat selama penulis menyelesaikan tesis ini. Makasi, Rendi...
10. Teman-teman Mapro, khususnya teman-teman PIO, Kak Sherry, Kak Yuni, Kak Cici, Kak Uci, Karli, Ghita, Kak Rara. Untuk kesayangan “Trio Chipmunk” Kak Kiki dan Kak Ivi.... We did it..!!
11. Miranda, Fitri dan Selly.... Makasi ya buat waktu kalian dan mau jadi “kelinci percobaan” tryout Amel... Hehe....
12. Dan terakhir... Buat DIRI SENDIRI. Walaupun motivasi pasang surut tapi berkat keteguhan hati tesis ini selesai juga... Alhamdulillah....
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis terbuka menerima saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Medan, Agustus 2013
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
COVER HALAMAN DEPAN...
LEMBAR PENGESAHAN...
LEMBAR PERNYATAAN...
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GRAFIK... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 12
C. Tujuan Penelitian... 12
(9)
E. Sistematika Penulisan... 13
BAB II TINJAUAN TEORITIS... 15
A. EFEKTIVITAS... 15
1. Definisi Efektivitas... 15
2. Pendekatan Terhadap Efektivitas... 16
3. Masalah dalam Pengukuran Efektivitas... 18
4. Efektivitas Pelatihan... 20
B. PELATIHAN... 21
1. Definisi Pelatihan... 21
2. Tujuan Pelatihan... 22
3. Penanggungjawab Pelatihan... 23
4. Tahapan Penyusunan Program Pelatihan... 24
C. SUPERVISOR... 27
1. Pengertian Supervisor... 27
2. Tingkatan Supervisor... 28
3. Keterampilan Esensial Supervisor... 30
4. Fungsi Supervisor... 32
5. Tanggungjawab Supervisor... 34
6. Supervisor yang Efektif... 35
7. Keterampilan Manajerial Supervisor... 37
D. TRAINING SUPERVISORY... 39
1. Bagian-bagian Training Supervisory... 39
(10)
3. Penentuan Kebutuhan Training Supervisory... 41
4. Kelebihan Training Supervisory... 43
E. PROFIL PT X... 44
BAB III METODE PENELITIAN... 50
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN... 51
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL... 51
C. RANCANGAN PENELITIAN... 51
D. POPULASI PENELITIAN... 54
1. Karakteristik Populasi Penelitian... 54
2. Lokasi Penelitian... 55
E. INSTRUMEN DAN ALAT UKUR PENELITIAN... 55
1. Instrumen Penelitian... 55
2. Alat Ukur Penelitian... 55
F. PROSEDUR PENELITIAN... 56
1. Penelitian Awal... 56
2. Membangaun Rancangan Intervensi... 58
3. Membuat Modul Pelatihan... 67
4. Melakukan Tryout Modul... 72
5. Analisa Hasil Tryout Modul... 73
6. Membangun Finalisasi Modul Pelatihan... 77
7. Pelaksanaan Penelitian... 82
(11)
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 86
A. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN... 86
1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... 86
2. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja... 87
B. HASIL UTAMA PENELITIAN : EFEKTIVITAS SUPERVISORY TRAINING UNTUK SUPERVISOR PT X... 88
1. Evaluasi Reaksi... 89
2. Evaluasi Balajar... 91
3. Evaluasi Prilaku... 93
4. Kesimpulan Hasil Evaluasi... 95
C. Pembahasan... 96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 103
A. KESIMPULAN... 103
B. SARAN... 104
C. KELEMAHAN PENELITIAN... 106
DAFTAR PUSTAKA... 107
(12)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Alur Penelitian... 52 Gambar 2 Rancangan Penelitian... 53
(13)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Keterampilan yang Perlu Dibenahi... 10
Tabel 2 Jadwal Pelatihan... 63
Tabel 3 Hasil Evaluasi Reaksi Tryout... 74
Tabel 4 Hasil Evaluasi Belajar Tryout... 74
Tabel 5 Hasil Evaluasi Prilaku Tryout... 75
Tabel 6 Feedback Tryout... 76
Tabel 7 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... 86
Tabel 8 Penyebaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja... 87
Tabel 9 Evaluasi Reaksi Supervisory Training... 89
Tabel 10 Evaluasi Belajar Supervisory Training... 91
(14)
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 1 Keterampilan yang Perlu Dibenahi... 11
Grafik 2 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... 87
Grafik 3 Penyebaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja... 88
Grafik 4 Evaluasi Reaksi Supervisory Training... 90
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Data Mentah Evaluasi Supervisory Training... Lampiran 2 Form Survey Kebutuhan Pelatihan... Lampiran 3 Form Evaluasi Reaksi... Lampiran 4 Form Evaluasi Belajar... Lampiran 5 Form Evaluasi Prilaku... Lampiran 6 Form Feedback... Lampiran 7 Pedoman Wawancara... Lampiran 8 Modul Supervisory Training...
(16)
Efektivitas Supervisory Training Bagi Supervisor PT X
Amelia Alsa, Cherly Kemala Ulfa & Vivi Gusrini Pohan
ABSTRAK
PT X merupakan perusahaan yang bergerak dibidang produksi kemasan karton dan sudah berdiri sejak tahun 1972. Produk-produk yang dihasilkan berupa
folding carton dan corrugated carton. Saat ini PT mengalami berbagai masalah, terjadinya penurunan kinerja, penurunan laba penjualan, para top management kurang mengambil tindakan yang tepat, tingkat turnover yang tinggi khususnya dibagian operasional pabrik, penurunan jumlah repeated order. Keterampilan dan keahlian supervisor dalam menjalankan tugasnya juga harus diasah dan dikembangkan, salah satunya dengan pelatihan (Blanchard & Thacker, 2004).
Supervisory Training merupakan salah satu kegiatan penting bagi perusahaan karena tujuan utama dari Supervisory Training adalah meningkatkan performa para supervisor. Supervisory Training pada penelitian ini terdiri dari 5 materi, yaitu Supervisor secara umum, Keterampilan Supervisor, Kemampuan Mendengar/Listening Skill, Teamwork dan Kepemimpinan yang merupakan hasil TNA sebelumnya.
Penelitian ini merupakan Quasi Eksperimental Design dengan one group pretest-posttest design. Penelitian ini bertujuan mengukur efektivitas Supervisory Training untuk Supervisor PT X. Pengukuran efektivitas dilakukan dengan melakukan evaluasi reaksi, evaluasi belajar dan evaluasi prilaku yang dikemukakan oleh Kirkpatrick (1983). Metode analisa yang digunakan adalah analisa deskriptif yang mengacu pada kriteria kategorisasi. Norma kategorisasi yang digunakan merupakan norma adopsi pada Program LTS (Leadership Training for Supervisor) yang dikembangkan oleh Blanchard Training and Development (BDT) dan Gap Inc. Corporate Training Departement.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Supervisory Training untuk Supervisor PT X efektif dilakukan. Hal ini ditunjukkan melalui hasil evaluasi dimana para Supervisor menunjukkan reaksi yang positif terhadap Supervisory Training, adanya peningkatan pengetahuan setelah mendapatkan Supervisory Training dan para Supervisory merasa kemampuan mereka meningkat setelah mendapatkan pelatihan dan mampu mengaplikasikan materi pada Supervisory Training dalam pelaksanaan pekerjaan mereka.
(17)
Effectiveness of Supervisory Training F or Supervisor in PT X
Amelia Alsa, Cherly Kemala Ulfa & Vivi Gusrini Pohan
ABSTRACT
PT X is is a company engaged in the production of paperboard packaging and has been established since 1972. The products are produced in the form of folding carton and corrugated carton. PT X is currently experiencing a variety of problems, a decline in performance, sales profit decline, the lack of top management to take appropriate action, in particular the high turnover rate of plant operations section, and a decrease in the number of repeated orders. Supervisor‟s skills and expertise in carrying out their duties must also be sharpened and developed, one of them with training (Blanchard & Thacker, 2004). Supervisory Training is one of the important activities for the company because the main purpose of Supervisory Training is to improve the performance of the supervisor. Supervisory Training in this study consisted of 5 items, which Supervisor, Supervisor Skills, Listening Skill, Teamwork and Leadership which is the result of the previous TNA.
This study was Quasi Experimental Design with a one-group pretest-posttest design. This study aims to measure the effectiveness of Supervisory Training for Supervisor inPT X. Measurements conducted by evaluating the effectiveness of the reaction evaluation, learning evaluation and evaluation of behavior proposed by Kirkpatrick (1983). Analysis method used is descriptive analysis that refers to the categorization criteria. Norma categorization used is the adoption program from LTS (Leadership Training for Supervisors) developed by Blanchard Training and Development (BDT) and Gap Inc. Corporate Training Department.
The results showed that the Supervisory Training for Supervisor PT X effectively done. It is shown by results of the evaluation in which the supervisor showed a positive reaction to the Supervisory Training, increase in knowledge after obtaining the Supervisory Training and supervisors feel their skills improved after receiving training and are able to apply the Supervisory Training‟s materials in the implementation of their work.
(18)
BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG MASALAH
Pada prinsipnya manusia merupakan produsen sekaligus konsumen dari setiap produk yang diciptakannya. Karena kebutuhan manusia yang tidak terbatas, maka manusia tidak pernah berhenti melakukan produksi suatu barang dan menggunakan produk yang dibutuhkannya. Salah satu cara yang dilakukan untuk memproduksi suatu produk adalah dengan membangun sarana dalam bentuk perusahaan (Kharismawaty, 2005). Perusahaan merupakan kesatuan teknis yang bertujuan menghasilkan barang atau jasa dan tempat berlangsungnya proses produksi yang menggabungkan faktor – faktor produksi untuk menghasilkan barang atau jasa (Robbins, 1996). Salah satu contoh perusahaan adalah perusahaan industri. Perusahaan industri merupakan perusahaan yang mengubah dan mengolah bahan baku menjadi bahan jadi (Nitisemito, 1989).
PT X merupakan perusahaan yang bergerak dibidang produksi kemasan kotak karton dan sudah berdiri sejak tahun 1972. PT X dikenal sebagai perusahaan produsen kotak karton yang pertama di Sumatera Utara dan yang ketiga di Indonesia. Produk-produk yang dihasilkan oleh PT X berupa folding carton (contohnya kotak kue, kotak kardus minuman mineral, kotak mie instan) dan corrugated carton, yaitu kardus berukuran besar.PT X tidak hanya
(19)
berfokus pada volume penjualan, namun mampu menerima pembelian dengan berbagai bentuk dan desain kotak yang telah ditetapkan oleh konsumennya.
PT X memiliki 2 pabrik yang berlokasi di tempat yang berbeda. Pabrik pertama berlokasi di Mabar berfokus pada penjualan folding carton, yaitu karton berukuran kecil seperti kotak kue. Pabrik kedua berlokasi di KIM dan berfokus pada penjualan corrugated carton, yaitu kotak karton kemasan besar seperti kotak minuman, kotak sirup, kotak alat-alat elektronik. Sebagai perusahaan yang sudah berdiri selama 40 tahun, PT X diakui sebagai produsen terkemuka produk kemasan di Indonesia. Usia 40 tahun bukan waktu yang singkat bagi PT X dalam mengarungi pahit manisnya kehidupan produksi. Spring (dalam Robbins, 1996) menyatakan bahwa hanya 2% dari total perusahaan yang ada di Amerika yang mampu bertahan di usia ke 40 tahun sejak didirikan. PT X yang masih bertahan sampai saat ini menunjukkan bahwa pada dasarnya ia cukup kuat dalam bersaing di dunia bisnis. Namun, perusahaan juga harus menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak terus berkembang, kadangkala perusahaan harus berhenti tumbuh atau bahkan mengalami penurunan (Robbins, 1996). Kemunduran organisasi merupakan tahap siklus kehidupan dimana organisasi memasuki tahap kapan akan gagal untuk diantisipasi, diakui, dihindari, atau disesuaikan dengan tekanan internal maupun eksternal yang mengancam keberlangsungan hidup perusahaan jangka panjang. Proses penurunan organisasi ditandai dengan ketidakmampuan organisasi dalam menangani berbagai masalah yang dihadapinya (Adizes, 1989).
(20)
Sebagai perusahaan yang dapat dikatakan matang (mature), saat ini PT X berada pada tahap The Aging Stage yang artinya organisasi mengalami masa penurunan akan komitmen dan pengertian tujuan organisasi, harapan untuk tumbuh sangat rendah, pemimpin menjadi stress dan frustasi sehingga kecenderungan individu dan kelompok kurang bergairah, oleh karena itu dibutuhkan kepemimpinan yang mampu memberikan pengarahan dan terobosan agar tidak mengalami kemunduran (dibutuhkan semangat dan kreatifitas) (Adizes, 1989). Berdasarkan teori kemunduran perusahaan yang dikemukakan oleh Weitzel & Jonsson (1998), PT X memasuki tahap kelambanan (slowness). Pada tahap ini terjadinya penurunan kinerja, penurunan laba penjualan, top manajemen mengambil sedikit tindakan yang benar, serta manajer tidak bisa mengintepretasikan informasi. Ciri-ciri ini terlihat di PT X. Hasil wawancara dengan Manager HRD PT X terjadinya kemunduran perusahaan. Manager HRD menyatakan bahwa tingkat turnover di PT X sangat tinggi, terutama di bagian operasional pabrik, tingkat penjualan menurun yang disebabkan menurunnya tingkat pembelian dan repeated order
yang dilakukan konsumen (P4.S1.13/10/2012). Hal senada juga diungkapkan oleh Manager Produksi bahwa tingkat komplain meningkat, tidak tercapainya target penjualan yang telah ditetapkan perusahaan serta performa kerja karyawan khususnya di bagian operasional pabrik semakin menurun (P1/S1/M.Prod/16052013).
Kegiatan produksi merupakan basis utama PT X. Oleh karena itu, para pekerja produksi harus lebih mendapat pengendalian ekstra sehingga
(21)
diperlukan first-line manager atau sering disebut dengan supervisor. Supervisor merupakan orang yang memiliki kelebihan atau mempunyai keistimewaan, yang tugasnya melihat dan mengawasi pekerjaan orang lain (Mulianto, Cahyadi & Widjayakusuma, 2006). Tiap-tiap supervisor memiliki bawahan dan bertanggungjawab atas bawahan yang disupervisinya. Supervisi merupakan usaha mencapai hasil yang diinginkan dengan cara mendayagunakan bakat/kemampuan alami manusia dan sumber-sumber yang memfasilitasi, yang ditekankan pada pemberian tantangan dan perhatian yang sebesar-besarnya terhadap bakat/kemampuan alami manusia (Mulianto, Cahyadi & Widjayakusuma, 2006).
Supervisor merupakan jabatan yang unik dan strategis karena mereka langsung mengelola para karyawan (Dharma, 2003). Supervisor juga memiliki peran ganda. Ia mewakili perusahaan menyampaikan intruksi kerja, perintah atau informasi lain kepada bawahannya serta juga harus menjaga kepentingan perusahaan. Di saat lain, ia harus menyampaikan keluhan karyawan kepada atasan, memperjuangkan kebutuhan karyawan dan membela nasib karyawan sesuai dengan norma, peraturan, dan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menyebabkan peran sebagai supervisor tidaklah mudah (Bittel, 1985).
Seorang supervisor bertanggungjawab atas perencanaan kerja, pengarahan, pengkoordinasian dan pengendalian kegiatan-kegiatan sekelompok karyawan dan memberikan bimbingan kepada mereka untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama (Bittel, 1985). Supervisor bertanggungjawab mencapai hasil sebaik mungkin dengan mengkoordinasikan sistem kerja pada unit
(22)
kerjanya secara efektif. Di samping itu, supervisor juga harus mampu menciptakan iklim yang dapat membuat karyawan bekerja dengan tenang dan bersemangat sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja (Mulianto, Cahyadi & Widjayakusuma, 2006). Salah satu tugas pokok seorang supervisor adalah mencapai target (penjualan, produksi dan lainnya) yang telah ditetapkan oleh perusahaan dengan mutu standar sesuai permintaan. Untuk itu supervisor tidak dapat bekerja seorang diri, ia dibantu bawahannya. Supervisor mendeligasikan tugas apa yang menjadi tugas bawahannya sehingga diperlukan keterampilan supervisor dalam berkomunikasi (Black, 1975).
Aktivitas sehari-hari supervisor berhubungan erat dengan komunikasi. Komunikasi yang efektif hanya terjadi jika tercipta pemahaman yang sama antara pengirim dan penerima pesan (Kreps, 1986). Terciptanya komunikasi yang efektif di antara supervisor dan karyawan banyak dipakai sebagai alasan oleh karyawan untuk menyukai pekerjaannya (Dharma, 2003). Kesediaan pihak supervisor untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja. Agar dapat memimpin dengan efektif, seorang supervisor harus mampu berkomunikasi dengan jelas, mengharapkan yang terbaik dari bawahannya, berpegang pada tujuan dan berusaha memperoleh komitmen (Kossen, 1981).
Efektivitas kepemimpinan seorang supervisor dapat diukur oleh 2 (dua) faktor utama, yaitu (1) faktor keluaran yang mencakup produktivitas, kualitas dan efisiensi, (2) faktor manusia yang mencakup motivasi, komitmen, konflik
(23)
yang terjadi. Jika supervisor tidak mampu menangani faktor manusia, kemungkinan besar akan merusak komunikasi dan timbul berbagai bentuk pertikaian. Hal ini menyebabkan gairah kerja menurun, pegawai mangkir dan berhenti kerja meningkat. Jika ini terjadi, maka perusahaan mengalami masalah besar, dan pada gilirannya masalah-masalah seperti itu akan mempengaruhi faktor keluaran seperti target tidak tercapai, biaya lebih tinggi dan kualitas produk tidak bagus (Dharma, 2003).
Kenyataan yang terjadi di PT X adalah tingginya tingkat turnover dan absensi terutama pada bagian karyawan harian lepas (P4.S1.13/10/2012). Hal ini juga diperkuat oleh hasil wawancara dengan Manager HRD PT X pada bulan Oktober tahun 2012 yang menyatakan bahwa tingkat absensi karyawan di PT X sangat tinggi. Hal ini juga didukung oleh hasil kegiatan Sambung Rasa di bulan Oktober 2012 bahwa terjadi peningkatan yang signifikan dalam hal mangkir kerja, sakit, izin maupun terlambat, yaitu sebesar 158% dari perhitungan 3 bulan sebelumnya (Juli-September 2012) (Sumber: Kegiatan Sambung Rasa Perusahaan, Oktober 2012).
Manager HRD juga mengungkapkan bahwa banyak sekali karyawan yang keluar dari perusahaan, terutama karyawan harian lepas pada divisi operasional (pabrik). Hal ini dirasakan cukup mengganggu kegiatan produksi perusahaan, apalagi bisnis utama perusahaan adalah produksi. Jumlah komplain yang diajukan pelanggan kepada PT X juga mengalami peningkatan, terutama dalam hal teknis seperti kotak karton basah, lambatnya pengiriman, kotak rusak dan terjadi kesalahan penginputan kode kotak (P1/INT/31102012/MKT), serta
(24)
bagian produksi tidak pernah mencapai target yang telah ditetapkan (P1/FGD/18102012/HL, P2/FGD/19102012/HL).
Seluruh keluhan yang diutarakan menunjukkan bahwa supervisor di PT X belum efektif dalam menjalankan tugasnya. Padahal supervisor yang efektif merupakan faktor penting dalam membantu menanggulangi masalah rendahnya produktivitas, juga dapat meningkatkan kepuasan kerja yang tinggi bagi para karyawan dan pada akhirnya mempengaruhi mutu kehidupan mereka (Dharma, 2003).
Dengan kompleksitas peran dan tugas yang harus ditangani oleh seorang supervisor, maka tidak mengherankan jika untuk menjadi seorang supervisor harus memiliki keterampilan khusus dalam menjalankan tugasnya. Sujak (1990, dalam Ulfa 2007) merumuskan bahwa untuk melaksanakan tugasnya, seorang supervisor harus memiliki 6 (enam) keterampilan manajerial, yaitu kepemimpinan, memotivasi bawahan, pengambilan keputusan, komunikasi,
teamwork, dan manajemen konflik. Corrado (2004) juga menyatakan bahwa agar dapat menolong supervisor dalam menjalankan tugasnya maka diperlukan kemampuan listening skill, team building, menyelesaikan konflik, kemampuan konseling dan presentasi. Selain itu, agar dapat mengatur lingkungan kerja dengan baik, para supervisor juga harus dilatih menjadi orang-orang yang ber“skill” meliputi negosiasi, sensitivitas, coaching, conflict resolution dan kemampuan komunikasi (Noe, 2002).
(25)
Pengalaman merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan untuk menjadi supervisor yang efektif, namun pelatihan yang sistematik juga sangat membantu menjadi supervisor yang efektif (Dharma, 2003). Hal senada juga diperkuat oleh pernyataan yang dikemukakan Corrado (2004) bahwa supervisor harus mendapat pelatihan yang memadai untuk melakukan tugas mereka secara efektif.
Keterampilan dan keahlian supervisor dalam menjalankan tugasnya juga harus diasah dan dikembangkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengasah dan mengembangkan keterampilan para supervisor adalah dengan pelatihan (Blanchard & Thacker, 2004). Noe (2002) juga mengungkapkan jika karyawan kurang pengetahuan dan keterampilan dalam performa maka pelatihan diperlukan. Hal senada juga dikemukakan oleh Mager dan Pipe (1984) bahwa ada beberapa masalah yang memerlukan pelatihan sebagai solusi terbaik mengatasi masalah tersebut, yaitu:
1. Masalah performa yang menyebabkan hilangnya produktivitas dan pelanggan,
2. Pekerja yang tidak mengetahui bagaimana bekerja dengan efektif,
3. Pekerja tidak mampu mendemonstrasikan pengetahuan atau perilakunya dengan benar.
Hal ini juga didukung oleh hasil TNA yang diberikan kepada para supervisor di PT X pada tanggal 15 dan 17 Mei 2013 dimana hasil menunjukkan bahwa supervisor membutuhkan pelatihan untuk mendukung
(26)
meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam bekerja. Tidak hanya hasil TNA, hasil wawancara dengan Kanit Umum PT X juga semakin menegaskan bahwa supervisor membutuhkan pelatihan untuk membantu mereka mengerjakan tugas agar lebih optimal (P1/S1/Kanit/170513/Umum/brs 206-230).
Berdasarkan permasalahan dan data-data di atas, maka Peneliti merancang suatu intervensi dalam bentuk Supervisory Training bagi supervisor sehingga dapat mendukung supervisor dalam menjalankan peran dan tugasnya dengan lebih efektif dan efisien. Supervisory Training merupakan salah satu kegiatan penting bagi perusahaan karena tujuan utama dari Supervisory Training adalah meningkatkan performa para supervisor. Tidak hanya meningkatkan performa para supervisor, Supervisory Training juga diharapkan mampu mempersiapkan para supervisor akan perubahan yang terjadi di dalam pekerjaannya akibat perubahan jaman (Kirkpatrick, 1983).
Menurut Kirkpatrick (1983), Supervisory Training terdiri atas 2 (dua) bagian, yaitu aspek teknikal dan aspek manajemen. Aspek teknikal meliputi area teknis seperti mengoperasikan komputer, mesin, dan sebagainya. Sedangkan aspek manajerial meliputi hal-hal yang bersifat manajerial seperti kemampuan pengambilan keputusan, memotivasi, komunikasi, dan sebagainya. PT X pada dasarnya telah memberikan pelatihan kepada para karyawan, namun pelatihan yang diberikan lebih berfokus pada aspek teknikal. PT X memberikan pelatihan BOTP berupa cara mempergunakan mesin yang baik dan benar dalam kegiatan produksi. Sedangkan pelatihan pada aspek
(27)
manajerial tidak pernah sekalipun diberikan kepada karyawan. Oleh karena itu dalam penelitian ini, Supervisory Training berfokus pada aspek manajerial.
Supervisory Training yang dirancang terdiri dari 5 materi, yaitu Supervisor secara umum, Keterampilan Supervisor, Kemampuan Mendengar/Listening Skill, Teamwork dan Kepemimpinan. Kelima materi ini disampaikan atas pertimbangan hasil TNA sebelumnya. Hasil TNA ditunjukkan pada tabel dibawah ini :
Tabel 1
Keterampilan yang Perlu Dibenahi
Keterampilan yang Dibutuhkan Frekuensi (N) Persentase (%)
Mengoperasikan Mesin 0 orang 0 %
Mengikuti Prosedur Pekerjaan 0 Orang 0 %
Kerjasama 11 Orang 84,6 %
Empati 0 orang 0 %
Kemampuan Memotivasi 6 Orang 46,1 %
Komunikasi 8 Orang 61,5%
Persuasi 3 Orang 23,1%
Kepemimpinan 10 Orang 76,9 %
Kemampuan Perencanaan Kerja 4 Orang 30,8 %
Pengorganisasian Kerja 2 Orang 15,3 %
Manajemen Konflik 0 Orang 0 %
Pengambilan Keputusan 2 Orang 15,3 %
Pemecahkan Masalah 0 Orang 0 %
(28)
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8
0,9 Mengoperasikan Komputer
Mengikuti Prosedur Kerjasama Empati Kemampuan Motivasi Komunikasi Persuasi Kepemimpinan Perencanaan Kerja Pengorganisasian Kerja Manajemen Konflik Pengambilan Keputusan Pemecahan Masalah Toleransi Grafik 1
Keterampilan yang Perlu Dibenahi
Berdasarkan Tabel 1 dan Grafik 1 dapat dilihat bahwa subjek menyatakan keterampilan yang perlu dibenahi dalam mendukung menjalankan tugas adalah Kerjasama yang dipilih oleh 11 orang (84,6%), Kepemimpinan dipilih oleh 10 orang (76,9%), Komunikasi dipilih oleh 8 orang (61,5%), Kemampuan Motivasi dipilih oleh 6 orang (46,1%), Perencanaan Kerja dipilih oleh 4 orang (30,8%), Persuasi dipilih oleh 3 orang (23,1%), Pengambilan Keputusan dan Pengorganisasian Kerja masing-masing dipilih oleh 2 orang (15,3%). Sedangkan untuk Mengoperasikan Mesin, Mengikuti Prosedur, Empati, Manajemen Konflik, Pemecahan Masalah dan Toleransi tidak mendapat persentase sama sekali (0%).
Data ini menunjukkan bahwa pada dasarnya para supervisor membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan supervisory. Namun, peneliti hanya mengambil 3 (tiga) keterampilan dengan persentase tertinggi karena alasan keterbatasan waktu yang diberikan perusahaan kepada peneliti. Materi
(29)
komunikasi diangkat dalam Supervisory Training selain masuk dalam 3 (tiga) keterampilan dengan persentase tertinggi juga atas pertimbangan bahwa 90% pekerjaan supervisor berhubungan dengan komunikasi serta diperkuat oleh hasil LGD bahwa para karyawan harian lepas mengalami kesulitan berkomunikasi dengan supervisor dalam hal pekerjaan dan para supervisor dirasa kurang mau mendengar keluhan mereka.
Berdasarkan permasalahan yang dialami oleh PT X, maka peneliti ingin merancang Supervisory Training sebagai intervensi atas permasalahan tersebut.
B.RUMUSAN MASALAH
Rumusan permasalahan yang hendak dianalisa dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana rancangan Supervisory Training yang efektif bagi PT X dan bagaimana efektivitas Supervisory Trainingtersebut?”
C.TUJUAN PENELITIAN
1. Mendeskripsikan permasalahan-permasalahan yang ada di PT X.
2. Merancang usulan intervensi dalam bentuk Pelatihan Supervisory Training
sebagai jalan keluar menyelesaikan permasalahan yang ada di PT X.
3. Melaksanakan modul Supervisory Training dan mengukur efektivitas modul Supervisory Training tersebut.
(30)
D.MANFAAT
1. Manfaat Teoritis
Hasil rancangan ini diharapkan dapat memperluas wacana dan sebagai referensi mengenai Pelatihan Supervisory Training bagi penelitian berikutnya.
2. Manfaat Praktis
i. Menambah pengetahuan Perusahaan akan masalah-masalah apa saja yang terjadi di perusahaan berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan oleh Peneliti.
ii. Perusahaan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ada melalui usulan intervensi yang diajukan oleh Peneliti.
iii. Memanfaatkan sumber daya yang ada pada Magister Profesi Psikologi USU bagi pengembangan perusahaan melalui departemen sumber daya manusia yang ada di perusahaan.
E.SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang disusun dalam penelitian ini adalah :
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini akan digambarkan latar belakang masalah, tujuan, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
(31)
BAB II Landasan Teori
Bab ini memuat tinjauan teoritis tentang Efektivitas, Pelatihan, Supervisor, Supervisory Training serta Profil PT X.
BAB III Metode Penelitian
Bab ini akan menjelaskan mengenai metodologi yang digunakan dalam penelitian. Desain penelitian seperti apa yang digunakan dalam penelitian ini, bagaimana metode pengumpulan data, bagaimana metode analisa, serta prosedur penelitian.
BAB IV Analisa Data
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai analisa data, Data yang akan dianalisa adalah data yang diperoleh setelah melakukan Supervisory Training. Data-data tersebut akan dianalisa baik secara kualitatif maupun secara kuantitaif. BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab ini akan menguraikan kesimpulan, saran serta kelemahan yang berkaitan dengan penelitian ini.
(32)
BAB II
LANDASAN TEORI
A.EFEKTIVITAS 1. Definisi Efektivitas
Menurut Steers (1997), efektivitas yang berasal dari kata efektif, yaitu suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan dapat menghasilkan satu unit keluaran (output). Suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan dapat diselesaikan tepat pada waktunya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Efektivitas suatu hal diartikan sebagai keberhasilan dalam pencapaian target atau tujuan yang telah ditetapkan. Hal senada juga dikemukakan oleh Bernard (1992, dalam Strees, 1997) bahwa efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama.
Efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokoknya atau untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Campbell, 1977). Sementara itu, menurut Steers (1997), efektivitas merupakan suatu tingkatan kemampuan organisasi untuk dapat melaksanakan seluruh tugas-tugas pokoknya atau pencapaian sasarannya.
(33)
Menurut Campbell (1977), pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah :
1. Keberhasilan program 2. Keberhasilan sasaran 3. Kepuasan terhadap program 4. Tingkat input dan output
5. Pencapaian tujuan menyeluruh
Dari beberapa uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa efektivitas merupakan kemampuan untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas suatu lembaga secara fisik dan non fisik untuk mencapai tujuan serta meraih keberhasilan maksimal.
2. Pendekatan Terhadap Efektivitas
Pendekatan efektivitas dilakukan dengan acuan berbagai bagian yang berbeda dari organisasi, dimana organisasi mendapatkan input atau masukan berupa berbagai macam sumber dari lingkungannya. Beberapa pendekatan yang dilakukan untuk mendapatkan efektivitas adalah sebagai berikut (dalam Price, 1968) :
a) Pendekatan sasaran (Goal Approach)
Pendekatan ini mengukur sejauh mana suatu program berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran
(34)
tersebut. Sasaran penting yang harus diperhatikan dalam pengukuran efektivitas dengan pendekatan ini adalah sasaran yang realistis untuk memberikan hasil maksimal dengan memperhatikan permasalahan yang ditimbulkannya, dengan memusatkan perhatian terhadap aspek output
yaitu dengan mengukur keberhasilan program dalam mencapai tingkat
output yang direncanakan. Dengan kata lain, pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana organisasi atau lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai.
b) Pendekatan Sumber (System Resource Approach)
Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu program dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga atau organisasi harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat menjadi efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dalam lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang terdapat pada lingkungan seringkai bersifat langka dan bernilai tinggi.
c) Pendekatan Proses (Internal Process Approach)
Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan
(35)
melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.
3. Masalah dalam Pengukuran Efektivitas
Efektivitas diukur berdasarkan prestasi, produktivitas dan laba. Pengukuran efektivitas dengan menggunakan sasaran yang sebenarnya dan memberikan hasil daripada pengukuran efektivitas berdasarkan sasaran resmi dengan memperhatikan masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal berikut (dalam Steers, 1997) :
a. Adanya macam-macam output
Berbagai macam output yang dihasilkan menyebabkan pengukuran efektivitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk dilakukan. Pengukuran juga semakin sulit jika ada sasaran yang saling bertentangan dengan sasaran lainnya.
Selain itu, masalah itu juga muncul karena adanya bagian-bagian dalam suatu organisasi yang mempunyai sasaran yang berbeda-beda secara keseluruhan, sehingga pengukuran efektivitas seringkali terpaksa dilakukan dengan memperhatikan bermacam-macam secara simultan. Hal lain yang sering dipermasalahkan adalah frekuensi penggunaan kriteria dalam pengukuran efektivitas seperti yang dikemukakan oleh Steers (1997) yaitu bahwa kriteria dan penggunaan hal-hal tersebut dalam pengukuran efektivitas adalah :
(36)
i. Adaptabilitas dan Fleksibilitas ii. Produktifitas
iii. Keberhasilan
iv. Keterbukaan dalam berkomunikasi v. Keberhasilan pencapaian program vi. Pengembangan program
b. Subjektifitas penelitian
Pengukuran efektivitas dengan menggunakan pendekatan sasaran seringkali mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaran yang sebenarnya dan juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan dalam mencapai sasaran. Hal ini terjadi karena sasaran yang sebenarnya dalam pelaksanaan. Untuk itu ada baiknya bila meninjau pendapat England (1967) bahwa perlu masuk ke dalam suatu organisasi untuk mempelajari sasaran yang sebenarnya. Untuk sasaran yang dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, unsur subjektif itu tidak berpengaruh tetapi untuk sasaran yang harus dideskripsikan secara kuantitatif, informasi yang diperoleh akan sangat tergantung pada subjektifitas dalam suatu lembaga mengenai sasarannya. Hal ini didukung oleh pendapat Steers (1997) bahwa lingkungan dan keseluruhan elemen-elemen kontekstual berpengaruh terhadap informasi organisasi dan menentukan tercapai tidaknya sasaran yang hendak dicapai.
(37)
4. Efektivitas Pelatihan
Menurut Hardjana (2001) agar sebuah pelatihan menjadi efektif maka perusahaan harus melakukan penilaian terhadap kebutuhan pelatihan. Kebutuhan pelatihan tersebut dapat ditemukan melalui teknik wawancara, mengedarkan kuesioner, mengadakan tes atau audit lembaga pada unitunit dengan mempelajari kegiatan, masukan, keluarga, biaya atau efisiensi dan efektivitas masingmasing. Basri dan Rivai (2005) menyatakan bahwa pelatihan tersebut efektif apabila :
1. Pelatih memahami bahwa perannya akan membantu karyawan untuk mendapat tambahan pengetahuan.
2. Karyawan termotivasi untuk belajar. Mereka harus menyadari bahwa tingkat keterampilan, pengetahuan atau perilaku mereka perlu ditingkatkan dalam melaksanakan pekerjaan.
3. Karyawan diberi bimbingan tentang yang harus mereka pelajari dan umpan balik atas apa yang mereka sedang lakukan.
4. Pelajaran adalah suatu proses aktif.
5. Pelatih mendengarkan karyawan untuk memahami apa yang mereka inginkan dan perlukan.
6. Pelatihan mengadopsi suatu pendekatan bersifat membangun, berdasarkan kekuatan dan pengalaman.
Kirkpatrick (2005) menyatakan bahwa efektivitas pelatihan dapat dilihat dari 4 (empat) level evaluasi, yaitu :
(38)
Level 1 : Reaksi. Level ini mengukur bagaimana reaksi peserta pelatihan terhadap program pelatihan. Reaksi yang positif terhadap program pelatihan menunjukkan bahwa mereka puas terhadap program dan perlatihan yang diberikan.
Level 2 : Belajar. Level ini bertujuan mengetahui seberapa jauh peserta bertambah pengetahuan, meningkatnya keterampilan atau berubah sikap setelah mengikuti pelatihan.
Level 3 : Perilaku. Level ini menentukan seberapa jauh perubahan dalam perilaku telah terjadi setelah peserta mengikuti pelatihan. Keberhasilan level 3 dipengaruhi oleh iklim organisasi atau sikap atasan.
Level 4 : Hasil. Level ini merupakan hasil akhir yang terjadi setelah peserta mengikuti program pelatihan. Hasil ini dapat berupa meningkatnya produksi, perbaikan kualitas, menurunnya biaya produksi, menurunnya turnover dan lain-lain.
B.PELATIHAN
1. Definisi Pelatihan
Noe (2002) mendefinisikan pelatihan sebagai upaya terencana yang dibuat oleh perusahaan untuk memfasilitasi pembelajaran kompetensi yang sesuai dengan pekerjaan karyawannya. Kompetensi ini meliputi
(39)
knowledge, skill or behavior yang berguna bagi kesuksesan performa kerja karyawan. Menurut Laird (1985), pelatihan adalah kegiatan memperoleh teknologi yang memungkinkan karyawan menampilkan kinerja sesuai standar. Pelatihan menurut Nitisemito (1989) adalah suatu kegiatan dari perusahaan yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan memperkembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pegetahuan dari karyawan sesuai dengan yang diinginkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan menurut Manullang (2000), pelatihan adalah pemberian bantuan kepada karyawan agar karyawan dapat berkembang ke tingkat kecerdasan, pengetahuan dan kemampuan yang lebih tinggi. Pelatihan bersifat penerapan segera daripada pengetahuan da keahlian, jadi lebih bersifar praktis.
Dari pengertian ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan yang diberikan untuk memfasilitasi proses belajar karyawan dalam rangka meningkatkan kompetensi mereka dalam hal
knowledge, skills atau berhavior agar dapat diterapkan dalam menjalankan tugas sehari-hari.
2. Tujuan Pelatihan
Tujuan pelatihan menurut Noe (2002) adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan atau perilaku yang ditekankan pada program pelatihan dan dapat mereka aplikasikan dalam kegiatan sehari-hari.
(40)
Wexley dan Latham (1991) menjelaskan tujuan pelatihan adalah (1) meningkatkan self-awareness; (2) meningkatkan lebih banyak lagi keterampilan dan keahlian yang dimiliki; dan (3) meningkatkan motivasi kerja. Dan menurut Sikula (1976, dalam Ulfa 2007) tujuan pelatihan untuk meningkatkan produktivitas, meningkatkan mutu, meningkatkan ketepatan dalam perencanaan sumber daya manusia, meningkatkan semangat kerja, menarik dan menahan tenaga kerja yang baik, menjaga kesehatan dan keselamatan kerja, menghindari keusangan (obsolence), serta menunjang pertumbuhan pribadi (personal growth).
3. Penanggungjawab Pelatihan
Penanggungjawab pelatihan berbeda-beda, tergantung pada masing-masing perusahaan. Dalam perusahaan menengah hingga perusahaan besar, pelatihan biasanya menjadi tanggungjawab profesional SDM atau menjadi tanggungjawab suatu fungsi pengembangan sumber daya manusia atau fungsi pengembangan organisasi (Ulfa, 2007). Siapapun yang bertanggungjawab atas pelatihan, jika perusahaan ingin pelatihan yang dilaksanakan berjalan sukses, maka semua pihak harus memiliki “rasa memiliki” atas pelatihan tersebut.
(41)
4. Tahapan Penyusunan Program Pelatihan
Menurut Kirkpatrick (2005), penyusunan program pelatihan terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
Tahap 1 : Identifikasi Kebutuhan Pelatihan atau Studi Pekerjaan
Untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan perlu dilaksanakan dua kegiatan utama, yaitu : melaksanakan job study dan mengadakan assessmen tenaga kerja. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah dengan melakkan observasi dan wawancara.
Tahap 2 : Menetapkan Sasaran Pelatihan
Sarana pelatihan dibedakan dalam sasaran umum (tujuan) dan sasaran khusus. Sasaran umum dirinci ke dalam suatu uraian yang mempergunakan perilaku-perilaku yang dapat diamati dan dapat diukur, seperti perilaku apa yang diharapkan akan ditampilkan untuk mencapai hasil di atas? Atau pengetahuan, keterampilan dan sikap seperti apa yang ingin peserta pelajari dalam program pelatihan tersebut?
Tahap 3 : Menentukan Isi Subjek
Trainer berusaha menentukan topik yang akan dipresentasikan untuk memenuhi kebutuhan peserta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang telah ditentukan.
(42)
Tahap 4 : Memilih Peserta
Dalam memilihi peserta, ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab, yaitu: (1) siapa yang akan mendapat keuntungan dari pelatihan ini?; (2) apakah pelatihan harus diberlakukan secara sukarela atau atas permintaan perusahaan?; (3) apakah peserta harus dipisahkan berdasarkan level di organisasi atau berbagai level akan disatukan dalam kelas yang sama?
Tahap 5 : Membuat Jadwal yang Baik
Jadwal pelatihan yang baik akan mempertimbangkan waktu yang paling baik untuk trainer, atasan dan kondisi yang paling baik untuk belajar.
Tahap 6 : Memilih Fasilitas yang Memadai
Fasilitas yang digunakan harus nyaman dan sesuai dengan kebutuhan pelatihan. Hal ini disebabkan bahwa kondisi ruangan akan mempengaruhi motivasi peserta pelatihan untuk belajar.
Tahap 7 : Memilih Instruktur yang Sesuai
Trainer memegang peranan penting untuk mecapai kesuksesan pelatihan. Kualifikasi yang dimiliki harus mencakup pengetahuan subjek yang akan diajarkan, keinginan untuk mengajar, kemampuan komunikasi, dan keterampilan dalam mengajak peserta berpartisipasi dalam pelatihan.
(43)
Tahap 8 : Memilih dan Menyiapkan Bantuan Peralatan Audiovisual
Bantuan peralatan audiovisual mempunyai dua tujuan, yaitu membantu menjaga agar peserta tetap berminat dan sebagai alat bantu komunikasi.
Tahap 9 : Melakukan Koordinasi
Sebaiknya perusahaan memiliki staf yang membantu memenuhi kebutuhan peserta pelatihan dan trainer. Ia bertugas melakukan koordinasi pelaksanaan pelatihan seperti memberikan kata pembuka dan penutup pelatihan atau membantu menyediakan
handout.
Tahap 10 : Melakukan Tahap Evaluasi Program
Setelah melakukan pelatihan, perlu dilakukan evaluasi pelatihan untuk mengetahui efektivitas pelatihan bagi peserta dan memperoleh umpan balik yang berguna untuk penyempurnaan pelatihan dikemudian hari. Level evaluasi pelatihan menurut Kirkpatrick adalah sebagai berikut:
Level 1 : Reaksi. Level ini mengukur bagaimana reaksi peserta pelatihan terhadap program pelatihan. Reaksi yang positif terhadap program pelatihan menunjukkan bahwa mereka puas terhadap program dan perlatihan yang diberikan.
(44)
Level 2 : Belajar. Level ini bertujuan mengetahui seberapa jauh peserta bertambah pengetahuan, meningkatnya keterampilan atau berubah sikap setelah mengikuti pelatihan.
Level 3 : Perilaku. Level ini menentukan seberapa jauh perubahan dalam perilaku telah terjadi setelah peserta mengikuti pelatihan. Keberhasilan level 3 dipengaruhi oleh iklim organisasi atau sikap atasan.
Level 4 : Hasil. Level ini merupakan hasil akhir yang terjadi setelah peserta mengikuti program pelatihan. Hasil ini dapat berupa meningkatnya produksi, perbaikan kualitas, menurunnya biaya produksi, menurunnya turnover dan lain-lain.
C.SUPERVISOR
1. Pengertian Supervisor
Kossen (1981) menyatakan bahwa supervisor adalah orang-orang yang bertanggungjawab meyakinkan bahwa kebijakan dan prosedur perusahaan terlaksana. Collins et al (1976) berpendapat bahwa supervisor merupakan manager yang dapat melakukan dan menyelesaikan sesuatu melalui usaha orang lain. Sedangkan supervisor menurut Dharma (2003) sebagai manajer yang berurusan langsung dengan pelaksaan pekerjaan tugas
(45)
melalui pengarahan dan balikan (feedback) yang efektif dan efisien. Supervisor berhubungan langsung dengan para karyawan. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Ulfa (2007) bahwa supervisor merupakan salah satu elemen dalam hierarki manajerial yakni manajer yang berada pada tingkat dasar, bekerja dengan para pegawai non manajerial untuk mencapai tujuan organisasi dan berfungsi membawa kebijakan dan petunjuk dari manager puncak dan madya melalui interaksi tatap muka secara langsung dengan pekerja operasional yang menjadi bawahannya.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa supervisor adalah manager tingkat pertama yang berhubungan langsung dengan para pekerja operasional dimana mereka bertanggungjawab memastikan bahwa kebijakan dari top management dan prosedur perusahaan dijalankan sebagaimana semestinya.
2. Tingkatan Supervisor
Dharma (2003) mengelompokkan tingkatan manajerial menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Kelompok Eksekutif atau manajer puncak
Para eksekutif ini menangani hubungan perusahaan dengan lingkungan luarnya serta menangani persoalan-persoalan yang berkaitan dengan posisi perusahaan, kebutuhan pelanggan dan masyarakat.
(46)
b. Kelompok Manajer Menengah
Kelompok ini memusatkan perhatian pada perencanaan dan menjaga pengoperasian sistem dan prosedur perusahaan
c. Kelompok Manajer Supervisi (Supervisor)
Supervisor berurusan dengan pelaksanaan pekerjaan secara langsung dengan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas melalui pengarahan dan balikan (feedback) yang efektif dan efisien.
Kossen (1981) juga membagi tingkatan manajerial menjadi 3 bagian, yaitu : (1) First-line Manager, yang biasa juga disebut dengan supervisor atau di beberapa perusahaan disebut sebagai foreman; (2) Middle Management yang posisinya berada satu level di atas supervisor. Middle Management juga biasa disebut sebagai department head; dan (3) Senior Management sebagai manajemen puncak dalam hierarki. Posisi ini meliputi
senior executive, vice president, atau president.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa supervisor merupakan tingkatan dasar dalam manajerial yang langsung berhubungan dengan para pekerja operasional dalam perusahaan. Sebagai lini yang langsung berhubungan dengan pekerja operasional, peran supervisor sangat penting karena dapat mempengaruhi hidup matinya produktifitas perusahaan (Bittle dalam Ulfa, 2007).
(47)
3. Keterampilan Esensial Supervisor
Agar supervisor dapat menjalankan tugasnya dengan efektif ada keterampilan yang harus dimiliki. Dharma (2003) menjelaskan ada 2 (dua) keterampilan yang diperlukan seorang supervisor, yaitu:
a. Keterampilan Teknis
Keterampilan ini meliputi pengetahuan mengenai segi-segi teknis dari pekerjaan yang dilaksanakan. keterampilan ini penting dalam merencanakan, menyusun jadwal, mengevaluasi kinerja (performance) dan mengambil keputusan.
b. Keterampilan Interaksi
Keterampilan ini mencakup semua teknik yang digunakan untuk berhubungan dengan bawahan dalam mengarahkan, mengikutsertakan, mendelegasikan, melancarkan dan memantau.
Kossen (1981) membagi 3 (tiga) keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang supervisor, yaitu: (1) Technical Skills, kemampuan dalam mengaplikasikan teknik, proses, dan prosedur dalam menjalankan tugas; (2)
Human Relations Skills, yaitu kemampuan bekerja secara efektif dengan orang lain. Hal utama yang harus diperhatikan dalam Human Relations Skills adalah emphaty, sensitivity, perceptual skill, communication skills,
motivational skills, serta tolerance and understanding. Terakhir adalah
(48)
berpikir abstrak, membuat perencanaan, mengorganisasikan, mengontrol serta mengkoordinasi baik manusia, material maupun mesin.
Sedangkan Ivanchevich et al (1984) menyatakan ada 3 keterampilan yang harus dimiliki supervisor dalam menjalankan tugasnya, yaitu:
a. Keterampilan Teknis
Kemampuan dalam menggunakan peralatan, prosedur dan teknis pada bidang spesialisasi masing-masing. Kemampuan ini termasuk segi teknis dari pekerjaan yang dilakukan bawahan.
b. Keterampilan Konseptual
Kemampuan dalam memahami seluruh aktivitas dan minat pada organisasi serta pemahaman tentang bagaimana suatu organisasi berfungsi sebagai suatu keseluruhan dan bagaimana masing-masing bagian saling tergantung dan berhubungan satu dengan lainnya.
c. Keterampilan Menangani Manusia (Human Skills)
Kemampuan bekerja dan mampu mengerti orang lain. supervisor harus mampu berpartisipasi secara efekftif dengan orang lain.
Menurut Kossen (1981) kemampuan dalam menjalin hubungan dengan orang lain lebih penting dibandingkan kemampuan teknis. Hal ini disebabkan karena supervisor harus berinteraksi lancar baik ke pekerja operasional dan atasannya. Namun sayangnya banyak supervisor yang
(49)
kurang terampil dalam menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Derajat kepentingan keterampilan supervisor tergantung posisi seseorang dalam hierarki manajerial (dalam Collin et al, 1976). Keterampilan teknis sangat dibutuhkan sebagai modal menjadi supervisor yang baik, human skill, dibutuhkan oleh semua level yang ada, sedangkan keterampilan konseptual berguna bagi level manajerial yang lebih tinggi.
4. Fungsi Supervisor
Fungsi supervisor menurut Dharma (2003) adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan
Hal ini berkaitan dengan penetapan tujuan, memutuskan cara pencapaian tujuan, menetapkan arah tindakan serta menetapkan kebijakan dan prosedur.
b. Pengorganisasian
Hal ini meliputi penetapan pembagian tugas, penugasan kerja, pengelompokan pekerjaan, koordinasi serta menetapkan wewenang dan tanggungjawab.
c. Pendayagunaan SDM
Menyeleksi orang yang akan melaksanakan pekerjaan, menetapkan dan memberikan orientasi untuk melaksanakan pekerjaan,
(50)
mempertahankan dan menjaga karyawan yang berpotensi, melatih dan menilai kinerja karyawan.
d. Pembinaan
Hal ini berkaitan dengan memotivasi dan memberdayakan karyawan. Supervisor juga berupaya menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi karyawan, menangani keluhan karyawan, empati dan juga mendisiplikan karyawan.
e. Pengendalian
Menghimpun informasi tentang pencapaian hasil, membandingkan dengan standar/rencana, melakukan tindakan perbaiki.
Hal senada juga dikemukakan oleh Collin et al (1976) bahwa supervisor menjalankan 5 fungsi, yaitu (1) planning; (2) organizing; (3)
staffing; (4) directing; dan (5) controlling. Fungsi supervisor yang dikemukakan oleh Dharma (2003) dan Collin et al (1976) hampir sama. Namun pada bagian Pengendalian (Dharma, 2003) atau controlling (Collin et al, 1976), Collin et al (1976) menekankan bahwa kontrol yang baik dari supervisor maka hasil dan tindakan yang dihasilkan akan sejalan.
(51)
5. Tanggungjawab Supervisor
Tanggungjawab utama supervisor adalah mencapai hasil sebaik mungkin dengan mengkoordinasikan sistem kerja pada unit kerjanya secara efektif (Dharma, 2003). Sedangkan menurut Collin et al (1976) tanggungjawab seorang supervisor dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Tanggungjawab terhadap pemiliki perusahaan
Mengoperasikan departemen yang menjadi tanggungjawabnya dengan baik untuk dapat menghasikan keuntungan yang bersifat jangka panjang.
b. Tanggungjawab terhadap pegawainya
Mengelola karyawan dan menciptakan kondisi kerja yang sesuai berdasarkan kemampuan dan minat karyawan yang bersangkutan dan suasana kerja yang kondusif.
c. Tanggungjawab terhadap pelanggan
Supervisor harus menjaga integritas produk perusahaan dan membantu perusahaan membuat produk yang berkualitas seperti apa yang diinginkan pelanggan dengan harga yang pantas.
d. Tanggungjawab terhadap masyarakat dan pemerintah
Perusahaan berlangsung karena pemerintah dan masyarakat memberi izin. Oleh karena itu untuk menjaga agar kondisi terus tercipta dengan
(52)
baik maka supervisor bertanggungjawab mematuhi segala aturan dan ketentuan yang ada pada suatu lokasi, daerah, kota atau negara.
6. Supervisor yang Efektif
Kepemimpinan merupakan aspek penting dari pekerjaan supervisor. Supervisor bertanggungjawab atas kinerja karyawan yang dipimpinnya. Oleh sebab itu, kemampuan memimpin sangat diperlukan untuk mengemban tanggungjawab tersebut. Selain itu, kepemimpinan merupakan salah satu faktor penentu bagi berhasil tidaknya pencapaian tujuan. Kemampuan supervisor memimpin bawahannya akan sangat mempengaruhi produktivitas unit kerjanya. Menurut Dharma (2003), efektifitas kepemimpinan supervisor diukur oleh 2 (dua) faktor utama, yaitu (1) faktor keluaran yang meliputi produktivitas, kualitas, profitability dan efisiensi; dan (2) faktor manusia yang meliputi antusiasme dalam bekerja, jumlah dan jenis komunikasi, komitmen terhadap tujuan perusahaan serta tingkat konflik antarpribadi dan antarkelompok.
Agar dapat memimpin secara efektif, seorang supervisor harus mampu berkomunikasi dengan jelas, mengharapkan yang terbaik dari orang-orangnya, berpegang pada tujuan dan berusaha memperoleh komitmen. Supervisor yang efektif memegang 4 (empat) prinsip, yaitu:
Prinsip 1. Kejelasan Komunikasi. Komunikasi merupakan prinsip yang paling penting sedangkan prinsip lainnya hanya berfungsi sebagai
(53)
penunjang. Taktik dasar yang harus diperhatikan adalah menggunakan kata-kata atau istilah yang mudah dimengerti, langsung, ringkas dan menghidari pesan yang bertolak belakang.
Prinsip 2. Harapkan yang Terbaik. Biasanya orang akan melakukan sesuatu sesuai dengan hal yang diharapkan kepadanya. Jika supervisor mengharapkan hal-hal yang realistik terhadap bawahannya, mereka akan berusaha untuk mencapai hal tersebut. Namun ada hal yang perlu diperhatikan, yaitu hargai martabat bawahan, menyampaikan harapan melambung, menekankan pada kebutuhan masa yang akan datang.
Prinsip 3. Berpegang pada Tujuan. Bentuk komunikasi yang paling efektif adalah komunikasi yang terendali dan terpusat pada tugas yang dihadapi. Agar dapat berpegang pada tujuan, maka hal yang perlu diperhatikan adalah fokus pada satu topik, mengdorong adanya perilaku yang mengarah pada tujuan dan membatasi adanya interupsi.
Prinsip 4. Mendapatkan Komitmen. Tujuan utama supervisi adalah memperoleh komitmen bagi keikutsertaan dan keterlibatan dalam hal-hal yang diputuskan.
7. Keterampilan Manajerial Supervisor
Seorang supervisor adalah seorang pemimpin di lini terdepan. Supervisor merupakan perpanjangan tangan manajer sehingga ikut terlibat
(54)
dalam menjalinkan fungsi manajer. Seorang supervisor membutuhkan keterampilan manajerial dengan porsi yang berbeda-beda sesuai dengan pekerjaan masing-masing (Mulianto, Cahyadi & Widjajakusuma, 2006).
Salah satu contoh keterampilan manajerial yang dibutuhkan oleh Supervisor dalam menjalankan tugasnya adalah yang dikemukakan oleh Sujak (1990). Ia merumuskan bahwa untuk melaksanakan tugasnya, seorang supervisor harus memiliki 6 (enam) keterampilan manajerial, yaitu :
a. Keterampilan Kepemimpinan
Kemampuan ini meliputi kemampuan mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu. Kepemimpinan merupakan salah satu aspek kunci dalam kehidupan organisasi. Kepemimpinan ini akan membedakan antara karakteristik satu perusahaan dengan perusahaan lainnya.
b. Memotivasi Bawahan
Kemampuan manajerial yang ini harus dimiliki dan dikuasai oleh setiap level manajerial organisasi. Supervisor memiliki tanggungjawab untuk membantu bawahan melaksanakan tugasnya dengan efektif dan efisien. Jika supervisor berhasil memotivasi bawahan, maka hal itu akan membantu bawahan dalam mencapai produktivitas kerja secara optimal.
(55)
c. Pengambilan Keputusan
Kemampuan supervisor dalam menguasai teknik pengambilan keputusan akan dapat mengurangi keputusan yang salah, mempertinggi bobot keakuratan keputusan yang diambil serta meningkatkan kualitas organisasi.
d. Keterampilan Komunikasi
Seluruh tingkat manajerial tidak dapat menghindari komunikasi dalam menjalani tugasnya. Pentingnya peranan komunikasi bagi para manager tampak sangat jelas apabila mengacu pada pendapat Mitzberg bahwa pekerjaan manager menuntut tiga kecakapan, yaitu kecakapan dalam komunikasi interpersonal, kecakapan teknis dan kecakapan konseptual.
e. Teamwork
Seorang manajer harus mampu menciptakan kondisi yang dapat memenuhi rasa aman, puas, persaudaraan dan kebersamaan dalam kelompok yang dipimpinnya dengan tujuan meningkatkan produktivitas. Tim yang solid dapat menjaga organisasi agar tetap kondusif dalam rangka mencapai tujuan visi, misi, dan tujuan perusahaan.
(56)
f. Manajemen Konflik
Setiap bawahan memiliki perbedaan karakterisktik psikis, pola pikir, dan gaya komunikasi. Tugas manajerial adalah mengatasi masalah tersebut agar mereka dapat menyadari tugas, fungsi, dan tanggungjawab masing-masing. Keberhasilan supervisor dalam menangani masalah ini ditunjukkan dari problem penyebab konflik, keterampilan dalam memilih pendekatan yang sesuai untuk mengatasi konflik serta kemampuan dalam menerapkan pemecahan masalah tersebut.
D.TRAINING SUPERVISORY
1. Bagian-bagian Training Supervisory
Konten dari Training Supervisory harus meliputi aspek teknikal dan manajerial dari pekerjaan si supervisor (Kirkpatrick, 1983). Pada aspek teknikal, Supervisor butuh mempelajari mengenai penggunakan komputer, mesin otomatis, quality control, persetujuan pabrik, penggunaan bahan mentah, proses produksi, dan hal-hal teknis lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan dan departemennya. Sedangkan untuk aspek manajerial, meliputi area pembuatan keputusan, motivasi, MBO (Management by Object), quality circles, dan penilaian pekerjaan.
(57)
Seiring dengan meningkatnya peran supervisor dalam perusahaan, maka meningkat pula kebutuhan supervisor yang harus ditingkatkan (Kirkpatrick, 1983). Pada aspek teknikal, kebutuhan akan pemahaman dalam menggunakan komputer, pemograman, PERT (program evaluation and review technique) serta budgeting harus ditingkatkan. Sedangkan untuk aspek manajerial ada penambahan dalam hal motivasi, komunikasi, dan pengembangan subordinate.
2. Penanggungjawab Training Supervisory
Menurut Kirkpatrick (1983), ada 3 level yang berbeda dalam perusahaan yang harus bertanggungjawab dalam pelaksanaan Training Supervisory, yaitu:
a. Supervisor
Supervisor memiliki tanggungjawab dalam pekerjaannya. Namun, ia juga harus bertanggungjawab dan rela meluangkan waktu dan pekerjaannya untuk meningkatkan kemampuannya. Supervisor sebagai first-line dalam perusahaan memiliki tanggungjawab yang besar sehingga ia harus mengembangkan kemampuan dalam bekerja.
b. Atasan Supervisor
Umumnya, atasan bertanggungjawab terhadap performa bawahannya, dan performa tergantung pada pelatihan dan seminar yang diberikan
(58)
kepada bawahannya. Oleh karena itu, para atasan memiliki tanggungjawab dalam memberika pelatihan dan pengembangan kemampuan bagi bawahannya untuk meningkatkan kemampuan bawahannya.
c. Top Management
Para Top Management memiliki kebijakan penting dalam perusahaan untuk membuat pelatihan dan pengembangan khususnya bagi para supervisor. Mereka harus menyediakan iklim pertumbuhan dan pengembangan bagi para karyawannya, serta menyediakan waktu dan uang untuk membuat program pengembangan dan pelatihan.
3. Penentuan Kebutuhan Training Supevisory
Setidaknya ada 5 (lima) level jabatan yang berbeda yang dapat membantu menentukan kebutuhan dan program yang dibutuhkan oleh supervisor (Kickpartick, 1983), yaitu:
a. Manajemen Tertinggi
Pendekatan paling umum yang digunakan bahwa dalam sebuah perusahaan, majamen tertinggi membuat keputusan apakah kebutuhan para supervisor mereka dapat ditanggunglangi dalam bentuk pelatihan atau pengembangan keterampilan. Hal ini berdasarkan atas pendapat pihak lain, apa yang dilakukan supervisor di perusahaan lain, masalah
(59)
yang sedang dihadapi oleh perusahaan saat ini, maupun kriteria-kriteria yang subjektif maupun yang objektif menurut atasan.
b. Staff
Pendekatan lainnya adalah orang dari departemen pelatihan dan pengembangan menentukan apa yang dibutuhkan oleh supervisor dalam menjalankan pekerjaannya berdasarkan apa yang telah terjadi di dalam perusahaan, program atau kegiatan apa yang cocok diberikan kepada para supervisor terkait pekerjaan mereka, maupun berdasarkan penilaian kinerja para supervisor.
c. Supervisor itu sendiri
Supervisor akan merasa lebih nyaman jika mengungkapkan kebutuhan mereka sendiri. Mereka akan merasa didengarkan dan merasa terbantu untuk membantu meningkatkan performa mereka. Oleh karena itu tidak heran jika di sebuah perusahaan membuat suatu program seperti wawancara ataupun kuesioner untuk menanyakan kebutuhan para supervisor.
d. Bawahan Supervisor
Meskipun para bawahan merupakan orang yang mengerti kelemahan dan kebutuhan supervisor, namun pendapat mereka sering diabaikan dan tidak didengarkan. Banyak para supervisor yang tidak mendengar keluhan para bawahan mengenai kepemimpinan mereka.
(60)
e. Pihak Luar
Semakin besar perusahaan, maka semakin mereka menggunakan pihak luar, seperti konsultan atau psikolog, untuk menentukan kebutuhan pelatihan yang ditujukan kepada para supervisor. Para konsultan ini menggunakan sistem elaborasi melalui wawancara dan kuesioner.
Program pelatihan dan pengembangan harus didasarkan pada kebutuhan yang dibutuhkan para supervisor pada saat ini dan di saat masa yang akan datang. Program tidak hanya difokuskan pada pekerjaan saat ini, namun juga pada keterampilan, pengetahuan dan perilaku para supervisor.
4. Kelebihan Training Supervisory
Menurut Kirkpatrick (1983), program pelatihan ini dirancang untuk mendapatkan beberapa keuntungan, yaitu:
a. Keuntungan terhadap Individual
i. Meningkatkan pengetahuan, pilosofi dan prinsip-prinsip manajemen.
ii. Meningkatkan manajemen keterampilan.
iii. Meningkatkan kesempatan dalam hal promosi, peningkatan gaji, dan penghargaan lainnya.
(61)
b. Keuntungan terhadap Organisasi
i. Meningkatkan perilaku, pengetahuan dan keterampilan individu dalam menghasilkan manajemen yang lebih baik.
ii. Meningkatkan keuntungan karena manajemen yang lebih baik.
iii. Meningkatkan image perusahaan sehingga menarik perhatian para kandidat yang akan memasuki berbagai level posisi di perusahaan.
E.PROFIL PT X
1. Sejarah Perusahaan
PT X didirikan pada tahun 1972 dengan Mr. B.C, almarhum Mr. C. B. B., dan almarhum Mr. W. T. PT X merupakan perusahaan kotak karton yang pertama di Sumatera Utara dan yang ketiga di Indonesia. Dengan perkembangan pembangunan yang berkelanjutan hampir 40 tahun, sekarang PT X telah dikenal baik sebagai perusahaan yang menghasilkan produk kotak di Indonesia. Produk yang dihasilkan PT X berupa folding carton dan
corrugated carton.
Pada awal beroperasi, PT X hanya merupakan perusahaan kecil dengan karyawan sekitar 40-50 orang. Seiring perkembangan yang cukup pesat, pada saat ini PT X telah memiliki karyawan sekitar 500 orang karyawan. Dengan hampir 40 tahun pembangunan berkelanjutan, PT X saat ini juga diakui
(62)
sebagai produsen terkemuka produk kemasan di Indonesia. Dukungan dan kepercayaan konsumen merupakan pertumbuhan yang sangat berarti bagi PT X. Dengan berkomitmen pada kepuasan konsumen, PT X tidak hanya berfokus pada volume penjualan namun memfokuskan diri pada kreatifitas dan fleksibilitas bagi konsumennya. Sebagai bukti akan komitmen menuju mutu dan servis, di tahun 1997 PT X memperoleh sertifikasi ISO 9002 oleh Badan Sertifikasi TUV dan dilanjutkan oleh Badan Sertifikasi Lloyd. Pada tahun 2007 PT X kembali memperpanjang sertifikasi ISO 9001 untuk Sistem Manajemen Mutu dari SGS.
Pada bulan Juni 2001, PT X memperluas wilayah usahanya dengan membangun perusahaan yang menghasilkan folding-carton untuk mempermudah dalam menyediakan kebutuhan terhadap kotak inner dan outer
yang efektif untuk konsumen. Seiring dengan semangat dan dedikasi, PT X menyediakan pelanggan berbagai kemasan, misalnya kemasan bagian dalam dan pencetakan halus.
Sistem di PT X juga telah disesuaikan dengan sebaik mungkin. PT X menggunakan kelas kaca corrugators terbaik dari Jerman dan mesin terbaik sekelas Speedmaster CD102-5 & XL 105-5L dari Heidelberg.
Dengan semangat tanpa henti, PT X berusaha memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan. Hal ini tercermin oleh banyak penghargaan selama bertahun-tahun. PT X bekerja sama dengan para pemasok dari produsen mesin untuk bahan vendor agar mencapai yang terbaik. Salah satu penghargaan yang diterima oleh PT X berupa penghargaan internasional dari lembaga dihormati,
(63)
seperti AFTA (Asian Flexographic Teknis Association) yang bergerak dibidang evaluasi design dan kualitas flexographic printing.
2. Kualitas Dan Servis
“Kepuasan Konsumen” merupakan fokus perusahaan. PT X senantiasa bekerja untuk memahami kebutuhan dan priotitas konsumen dengan lebih melibatkan diri dalam berbagai program berkelanjutan untuk meningkatkan
performance produk seperti halnya menghemat biaya untuk konsumen dengan tidak mengurangi mutu produk tersebut.
3. Sasaran Mutu PT X
PT X menetapkan beberapa sasaran mutu yang sangat diperhatikan dalam setiap kegiatan perusahaan. Sasaran mutu yang dimaksud adalah: 1. Output (tonase pengiriman)
2. Waste pabrik 3. NCR komplain
4. Delivery on time
5. Pemakaian bahan penolong 6. Jam kerja hari Minggu/hari Besar 7. Pemakaian kertas yang tidak wajar 8. Pemakaian energi (listrik, gas)
9. Biaya maintenance repair operasional
(64)
4. Jumlah Tenaga Kerja
PT X dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu bagian operasional (pabrik) dan bagian administrasi (kantor). Jumlah karyawan yang bekerja di bagian administrasi sebanyak 50 orang. Karyawan ini biasa disebut dengan Staff.
Bagian operasional (pabrik) memiliki kurang lebih 479 orang karyawan yang terdiri dari karyawan tetap dan karyawan harian lepas.
Jumlah karyawan yang begitu besar berarti masalah yang dihadapi oleh PT X juga semakin banyak. Salah satu masalah yang paling jelas terlihat di PT X adalah turnover. Data pengunduran diri karyawan di PT X tahun 2012 menunjukkan angka sebagai berikut:
Sumber : HRD Department PT X, Oktober 2012
5. Jam Kerja Karyawan
Kegiatan operasional PT X dibagi menjadi dua bagian, yaitu operasional (pabrik) dan kantor. Kegiatan kantor lebih bersifat administratif,
Bulan Karyawan Harian Lepas Jumlah
Januari 0 0 0
Febuari 0 0 0
Maret 3 13 16
April 5 8 13
Mei 3 15 18
Juni 3 12 15
Juli 1 7 8
Agustus 2 15 17
September 2 17 19
TOTAL 19 87 106
(65)
seperti pemasaran, pembelian, kasir, HRD, dan IT. Para karyawan yang bekerja di kantor memiliki jam kerja 8 jam 30 menit dalam sehari dengan masa kerja Senin hingga Jumat dimulai pukul 08.30 – 17.00 WIB, sedangkan pada hari Sabtu bekerja semalam 5 jam 30 menit dimulai pada pukul 08.30 hingga 14.00 WIB. Artinya para karyawan bekerja selama 48 jam per minggu.
Bagi karyawan operasional, jam kerja dibagi menjadi 3 (tiga) shift, dengan masing-masing jam kerja 8 jam perhari, yaitu pada pukul 07.00-15.00 WIB, 15.00-23.00 WIB dan 23.00-07.00 WIB. Shift bertukar setiap seminggu sekali. Ketiga shift memiliki waktu istirahat masing-masing selama 30 menit.
Para pekerja di bagian opersional bekerja selama 6 (enam) hari dalam seminggu. Kegiatan lembur hanya akan dilakukan jika ada perintah dari atasan masing-masing mesin. Jika tidak ada perintah dari atasan, namun para pekerja masih tetap bekerja padahal masa jam kerja sudah habis, maka mereka tidak dihitung lembur.
6. Struktur Perusahaan
PT X diketuai oleh seorang Presiden Komisaris. Presiden Komisaris membawahi seorang Presiden Direktur. Presiden Direktur membawahi 3 Direktur, yaitu Direktur Keuangan, Direktur Operasional (Pabrik) dan Direktur Pengembangan Bisnis. Kemudian masing-masing Direktur ini membawahi beberapa Manajer yang berlokasi di masing-masing pabrik. Kegiatan produksi diawasi oleh masing-masing Manajer Pabrik melalui
(66)
perpanjangan tangan Supervisor. Supervisor merupakan first line yang membawahi para pekerja pabrik.
(67)
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Hal ini sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan dalam bab pendahuluan yaitu ingin melihat efektivitas Supervisory Training di PT X.
Penelitian eksperimen merupakan kegiatan penelitian yang bertujuan untuk menilai pengaruh suatu perlakuan/tindakan/treatment terhadap suatu variabel atau menguji hipotesis tentang ada tidaknya pengaruh tindakan itu. Menurut Sugiyono (2008) terdapat beberapa bentuk desain eksperimen yang dapat digunakan dalam penelitian, yaitu : Pre-Eksperimental Design, True Eksperimental Design, F actorial Design dan Quasi Eksperimental Design.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperimental Design. Adapun jenis yang digunakan adalah one group pretest-posttest design
yaitu eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding. Jadi, satu kelompok yang sama pada suatu ketika dijadikan grup eksperimen dan pada saat lain dijadikan grup kontrol. Desain ini menggunakan
pretest yang diberikan sebelum perlakuan. Setelah diberi perlakuan diberikan
posttest untuk mengetahui apakah perlakuan yang diberikan telah menyebabkan perubahan sehingga besarnya efek dari eksperimen dapat diketahui dengan pasti.
(68)
A.IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Variabel yang terkait dalam penelitian ini adalah “Efektivitas Supervisory Training di PT X”.
B.DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
Defenisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan penelitian dalam mengukur atau memanipulasi suatu variabel. Definisi operasional memberikan batasan arti suatu variabel dengan dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut (Kerlinger, 2002).
Efektivitas Supervisory Training di PT X adalah keberhasilan suatu kegiatan yang diberikan untuk memfasilitasi proses belajar supervisor dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kompetensi para supervisor di PT X terutama dalam hal komunikasi, kepemimpinan dan teamwork.
Efektivitas Supervisory Training ini diukur melalui 3 evaluasi pelatihan yang dikemukakan oleh Kirkpatrick (2005), yaitu evaluasi reaksi, evaluasi belajar dan evaluasi prilaku.
C.RANCANGAN PENELITIAN
Rancangan eksperiman yang digunakan adalah Quasi Eksperimental Design dengan jenis One-Group Pretest-Posttest Design, dimana jenis
(1)
EVALUASI DIRI
PETUNJUK!
Tujuan pertanyaan ini adalah untuk menentukan sejauhmana materi yang telah diberikan efektif dan bermanfaat bagi para trainee dalam menjalankan tugas mereka. Tujuan
lainnya adalah untuk mengetahui sejauhmana materi yang telah diberikan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan trainee. Oleh karena itu, dibutuhkan kejujuran para trainee dalam menjawab pernyataan-pernyataan dibawah ini. Seluruh data
trainee akan dirahasiakan!
Lingkarilah respon yang tepat yang sesuai dengan kondisi Anda masing-masing! 5 = Sangat terasa
4 = Terasa 3 = Cukup Terasa 2 = Tidak Terasa
1 = Tidak terasa sama sekali
No Pernyataan Pilihan Reaksi
1 2 3 4 5 1 Pengetahuan saya mengenai peran supervisor meningkat.
2 Pengetahuan saya mengenai keterampilan supervisor meningkat. 3 Saya merasa kemampuan saya sebagai seorang supervisor
meningkat.
4 Saya merasa kemampuan dalam memimpin kelompok meningkat.
5 Saya semakin percaya diri dalam memimpin kelompok kerja saya.
6 Saya percaya setelah mengikuti pelatihan, kelompok kerja saya dapat bekerja dalam tim yang solid.
7 Saya merasa kemampuan saya dalam mendengarkan para bawahan semakin meningkat.
8 Saya yakin setelah mengikuti pelatihan, komunikasi saya dengan bawahan semakin membaik.
9 Saya merasa semakin baik dalam mendengarkan aspirasi maupun keluhan para bawahan saya.
10 Saya yakin dapat membentuk tim kerja yang baik.
11 Saya merasa kemampuan saya dalam menangani tim kerja semakin meningkat.
12 Saya merasa pelatihan yang diberikan meningkatkan kemampuan saya sebagai seorang supervisor.
(2)
LAMPIRAN 6
FORM FEEDBACK
(3)
LEMBAR FEEDBACK
1. Bagaimana pendapat Anda mengenai materi pelatihan yang disampaikan?
2. Bagaimana pendapat Anda mengenai kesesuaian antara games dan materi yang disampaikan?
3. Bagaimana pendapat Anda mengenai waktu yang disediakan untuk masing-masing sesi pelatihan?
4. Bagaimana pendapat Anda mengenai manfaat pemberian materi pelatihan terhadap pekerjaan yang dilakukan sehari-hari sebagai seorang supervisor?
5. Bagaimana pendapat Anda mengenai metode yang digunakan dalam menyampaikan materi pelatihan?
6. Bagaimana pendapat Anda mengenai penggunaan peralatan audio selama berlangsungnya kegiatan pelatihan?
(4)
LAMPIRAN 7
(5)
PEDOMAN WAWANCARA
9. Menurut anda, apakah yang menjadi visi dan misi perusahaan ini? Bagaimana pendapat anda mengenai penerapannya dalam organisasi?
10. Bagaimana pendapat anda mengenai kebijakan-kebijakan Perusahaan anda saat ini? Kebijakan apa yang menurut anda perlu diubah atau direvisi? Beri alasannya!
11. Apabila ada prosedur kerja yang kurang tepat dan memerlukan perubahan, prosedur apakah yang harus ditinjau ulang? Jika ada, sebutkan dan beri alasannya!
12. pakah ada tugas yang harus Anda kerjakan namun Anda masih memerlukan pengetahuan dan keterampilan tertentu untuk mengerjakannya? 13.
Menurut Anda, keterampilan mana sajakah yang perlu Anda
dibenahi untuk mendukung pelaksanaan tugas :
Mengoperasikan Mesin
Kepemimpinan
Mengikuti
Prosedur
Pekerjaan
Kemampuan Perencanaan Kerja
Kerjasama
Pengorganisasian Kerja
Empati
Manajemen Konflik
Kemampuan Memotivasi
Pengambilan Keputusan
Komunikasi
Pemecahkan Masalah
Persuasi
Toleransi
Apa alasan Anda?
14.
Kesulitan/hambatan seperti apa yang sering Anda rasakan saat
menjalankan tugas?
15. Menurut Anda bagaimana prestasi kerja di Divisi yang Anda naungi? Bagaimana proses dalam mencapai target kerja?
16. Menurut anda apa yang diperlukan untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih meningkat? Jelaskan saran anda.
(6)