Uji efek antiinflamasi analgesik jus buah belimbing (Averrhoa carambola L.) pada mencit putih betina galur Swiss - USD Repository
UJI EFEK ANTIINFLAMASI DAN ANALGESIK JUS BUAH BELIMBING
(Averrhoa carambola L.) PADA MENCIT PUTIH BETINA GALUR SWISS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Dewi Susanti
NIM: 068114126
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
UJI EFEK ANTIINFLAMASI DAN ANALGESIK JUS BUAH BELIMBING
(Averrhoa carambola L.) PADA MENCIT PUTIH BETINA GALUR SWISS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Dewi Susanti NIM: 068114126
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tuhanku,, Engkau yang selalu berbicara padaku ketika aku kesepian
Memberikanku dukungan ketika aku dirundung kecemasan Mendengarkan suaraku saat aku jatuh
Engkau yang sudi menjadi penghiburan bagiku dalam perjalanan, Tempat berteduh di waktu hujan,
Tempat bernaung di kala panas, Tongkat penuntun dalam kelelahan,
Dan penolong dalam bahaya Engkau yang membuatku berhasil
Mencapai tujuanku, Sekarang, dan juga nanti
Pada akhir hidupku
Tulisan ini saya persembahkan untuk:
Tuhan Yesus,
walaupun karya ini terlalu kecil untuk sebuah ungkapan syukur,
Mama dan Papa, yang telah melahirkan, mendidik, dan mengasihi saya
selalu,
Kakak saya tercinta Yuli Suprihatini, yang tidak pernah berhenti menyayangi
dan mengajari saya arti berjuang yang sesungguhnya,
Ayis Suti Wibowo dan Anjar Murtiningsih, kakak kandung sekaligus pengganti
orangtua bagi saya
Dan Almamater saya, Universitas Sanata Dharma
PRAKATA
Rasa syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus, sebab atas segala anugerah dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Efek Antiinflamasi dan Analgesik Jus Buah Belimbing (Averhoa carambola L.) Pada Mencit Putih Betina Galur Swiss”, dengan baik.
Dari awal proses penyusunan proposal skripsi, pelaksanaan penelitian sampai pada tahap penulisan skripsi, banyak hambatan dan kedala yang terjadi. Namun, berkat adanya dukungan, doa, bantuan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak, semua bisa terselaikan dengan baik. Sehingga pada kesempatan ini, dengan segenap hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rita Suhadi, MSi., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, masukkan, dan saran selama penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukkan, saran, dan kritik yang membangun, serta berbagai referensi buku dan jurnal.
4. Ibu Phebe Hendra, Ph.D., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukkan, saran, dan kritik yang membangun.
5. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., yang banyak memberikan bimbingan dan
6. Mama, Papa, dan Ci Yuli di Surga, yang selalu menjadi motivasi penulis untuk memberikan yang terbaik.
7. Kakak saya, Ayis Suti Wibowo, atas kasih sayang, pengorbanan, motivasi yang selalu menguatkan, dan selalu ada baik dalam keadaan bahagia maupun di saat paling buruk dalam hidup penulis.
8. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Farmasi yang telah berbagi pengetahuan.
9. Fakultas Teknik Mekatronika Universitas Sanata Dharma yang telah bersedia memberikan pinjaman alat berupa Jangka Sorong untuk penelitian ini.
10. Mas Parjiman, Mas Heru, dan Mas Kayat, selaku laboran yang banyak membantu proses penelitian.
11. Keluarga saya terkasih di Purworejo, Bulek Sutarni, Lek Madi, Budhe Legiem, Bayu, Bela, Erlin, Mas Ripto. Juga seluruh keluarga di Jakarta, Bogor, Bandung, love you all! 12. Keluarga Purnomo, Om Cipto, Tante Yana, Ci Yoana, Kak Ino, Ezer, Edo.
Serta keluarga Meilina D. Pattikawa dan Patrick Gunawan Hartono, atas segala ketulusan hati menjadikan penulis selayaknya keluarga.
13. Rekan penelitian ini, Tanti, Jeffry, dan Ricky, Gun, Felix, untuk tenaga, waktu, dan pikiran yang secara tulus diberikan.
14. Sahabat saya, Regina Citra Dewanti, untuk setiap penghiburan dan uluran
In, Dek Adrian, Mbak Indira, Dek Ardo, Mbak Nunung, Bu Yeti untuk kehangatan sebuah keluarga.
15. Keluarga Su (baik), Cita, Krisna, Ginji, dan Fea, atas persahabatan yang unik dan indah.
16. Para sahabat, Della, Esti, Helen, Mike, Devita, Rere, Lita, Grace, Wiwit, Ciput, Henny, Riri, Jati, Sammy, atas dukungan dan semangat yang diberikan.
Ryan, atas pinjaman blender-nya. Dan seluruh teman-teman angkatan 2006.
17. Reynold Steve McWhiter and all his family there, thanks for the love and care you gave to me.
18. Semua teman dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Semoga Tuhan selalu melimpahkan berkat dan karunia-Nya, atas segala kebaikan dan jasa yang telah diberikan.
Penulis menyadari adanya kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu penulis selalu terbuka untuk saran, masukkan, dan kritik yang membangun. Akhir kata, semoga karya ini bisa bermanfaat bagi perkembangan ilmu dan pengetahuan serta bagi masyarakat luas.
INTISARI
Buah belimbing (Arverrhoa carambola L.) dikenal karena bentuk bintangya yang unik dan dapat digunakan sebagai obat tradisional. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan kebenaran khasiat jus buah belimbing sebagai obat antiinflamasi dan analgesik. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Subyek uji yang digunakan adalah mencit putih betina galur Swiss, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram.
Obyek uji dalam penelitian ini adalah jus buah belimbing yang terbagi dalam 3 peringkat dosis, yaitu 1,67; 3,34; dan 6,67 g/kg BB. Penelitian pertama merupakan penelitian daya antiinflamasi dengan menggunakan karagenin sebagai penginduksi edema pada telapak kaki mencit dan diklofenak 4,48 mg/kg BB sebagai kontol positifnya. Penelitian kedua merupakan penelitian daya analgesik mengunakan metode geliat, dengan asam asetat sebagai pengiduksi geliat dan parasetamol 91 mg/kg BB sebagai kontrol positif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jus buah belimbing dosis 3,34 dan 6,67 g/kg BB terbukti memiliki efek antiinflamasi dan analgesik. Daya antiinflamasi jus buah belimbing dosis 1,67; 3,34; dan 6,67 g/kg BB berturut-turut adalah 22,91%; 54,58%; dan 36,06%; sedangkan daya analgetikanya sebesar 3,24%; 70,27%; dan 56,76%. Dosis optimal jus buah belimbing yang berkhasiat sebagai antiinflamasi maupun analgesik yaitu dosis 3,34 g/kg BB.
Kata kunci: jus buah belimbing, daya antiinflamasi, daya analgesik
ABSTRACT
Starfruit (Averrhoa carambola L.) is known for its uniqueness star shape and can be used as traditional medicine. This study aims to prove that starfruit juice really has anti-inflammatory and analgesic effect. This is a pure experimental research with one-way pattern, random and complete research design. The subject of this study was Swiss white female mice which ranging age are 2-3 months and its weight between 20-30 g.
The object of this study was star fruit juice which doses are divided into 3 groups, 1,67; 3,34; and 6,67 g/kg BW. The anti-inflammatory test using carrageenin- induced edema in hind paw of the mice assay and diclofenac 4,48 mg/kg BW as positive control was performed first. Then the study continued with analgesic assay using writhing test, acetic acid as the writhing inducer and acetaminophen 91 mg/kg BW as the positive control.
The result shows that the star fruit juice at the dose 3,34 and 6,67 g/kg BW has anti-inflammatory and analgesic effect. The anti-inflammatory potency of the star fruit juice at the dose 1,67; 3,34; and 6,67 g/kg BW were 22,91%; 54,58% and 36,06%; the analgesic potency were 3,24%; 70,27%; and 56,76%, respectively. The optimal dose of star fruit juice to get both anti-inflammatory and analgesic effect is 3,34 g/kg BW.
Key words: star fruit juice, anti-inflammatory potency, analgesic potency
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................... …iii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………….iv HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………………...v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……………………….vi PRAKATA…………………………………………………………………………..vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………………..x
INTISARI…………………………………………………………………………….xi ABSTRACT………………………………………………………………………....xii DAFTAR ISI………………………………………………………………………..xiii DAFTAR GAMBAR................................................................................................xviii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………...xx
BAB I PENGANTAR……………………………………………………………...…1 A. Latar Belakang....................................................................................................... 1
1. Perumusan masalah ......................................................................................... 4
2. Keaslian penelitian .......................................................................................... 4
3. Manfaat penelitian ........................................................................................... 7
B. Tujuan Penelitian................................................................................................... 7
2. Tujuan khusus.................................................................................................. 7
2. Terjadinya radang.......................................................................................... 12
E. Antiinflamasi ....................................................................................................... 23
3. Jenis nyeri...................................................................................................... 22
2. Terjadinya nyeri ............................................................................................ 19
1. Pengertian nyeri............................................................................................. 18
D. Nyeri .................................................................................................................... 18
3. Tanda-tanda peradangan................................................................................ 16
1. Pengertian peradangan .................................................................................. 11
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………………………………………………..9 A. Belimbing .............................................................................................................. 9
C. Peradangan .......................................................................................................... 11
B. Flavonoid ............................................................................................................. 10
4. Morfologi tanaman ........................................................................................ 10
3. Kegunaan......................................................................................................... 9
2. Kandungan kimia ............................................................................................ 9
1. Sistematika ...................................................................................................... 9
F. Diklofenak ........................................................................................................... 24
I. Metode Pengujian Daya Antiinflamasi ............................................................... 28 J. Metode Pengujian Daya Analgetika .................................................................... 30 K. Landasan Teori .................................................................................................... 37 L. Hipotesis .............................................................................................................. 38
BAB III METODE PENELITIAN………………………………………………….39 A. Jenis dan Rancangan Penelitian........................................................................... 39 B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ..................................................... 39
1. Variabel utama .............................................................................................. 39
2. Variabel Pengacau ......................................................................................... 39
3. Definisi Operasional...................................................................................... 40
C. Bahan Penelitian.................................................................................................. 41
D. Alat Penelitian ..................................................................................................... 42
E. Tata Cara Penelitian ............................................................................................ 42
1. Penelitian efek antiinflamasi ......................................................................... 42
2. Penelitian efek analgesik ............................................................................... 48
F. Tata Cara Analisis Hasil ...................................................................................... 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………...55 A. Determinasi Tanaman.......................................................................................... 55 B. Penelitian Efek dan Daya Antiinflamasi ............................................................. 55
1. Uji Pendahuluan ............................................................................................ 55
2. Efek dan Daya Antiinflamasi Jus Buah Belimbing....................................... 62
C. Penelitian Efek dan Daya Analgesik Jus Buah Belimbing.................................. 75
1. Uji Pendahuluan ............................................................................................ 75
2. Efek dan Daya Analgesik Jus Buah Belimbing............................................. 81
D. Perbandingan Hasil Uji Daya Antiinflamasi dan Analgesik ............................... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………...93 A. Kesimpulan.......................................................................................................... 93 B. Saran .................................................................................................................... 93 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 94 LAMPIRAN………………………………………………………………………... 97 BIOGRAFI PENULIS……………………………………………………………..137
DAFTAR TABEL
Tabel I. Hasil analisis uji Scheffe antar kelompok rentang waktu pengukuran edema pada kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% .......................... 57 Tabel II. Hasil analisis uji Scheffe antar kelompok dosis diklofenak .................. 59 Tabel III. Ringkasan hasil uji Scheffe kelompok antar waktu pemberian dosis efektif diklofenak ................................................................................... 61 Tabel IV. Rata-rata diameter edema yang terjadi pada masing-masing kelompok perlakuan…............................................................................................ 64 Tabel V. Ringkasan hasil uji Scheffe % daya antiinflamasi.................................. 68 Tabel VI. Persentase potensi relatif kelompok perlakuan terhadap diklofenak sebagai kontrol positif............................................................................ 70 Tabel VII. Hasil analisis uji Scheffe antar kelompok dosis diklofenak ................... 76 Tabel VIII. Hasil analisis uji Scheffe antar kelompok dosis diklofenak .................. 79 Tabel IX. Hasil analisis uji Scheffe antar kelompok rentang waktu pemberian asam asetat ...................................................................................................... 81 Tabel X. Rata-rata jumlah geliat dan %proteksi geliat yang terjadi pada kontrol negatif, kontrol positif, dan kelompok perlakuan .................................. 83 Tabel XI. Hasil analisis uji Scheffe persentase penghambatan geliat..................... 85 Tabel XII. Rata-rata % penghambatan geliat terhadap kontrol positif.................... 86
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur katekin...................................................................................... 10 Gambar 2. Diagram ringkas dari pembentukkan mediator inflamasi yang berasal dari fosfolipid dengan garis besar aksinya dan tempat aksi obat antiinflamasi…....................................................................................... 13
Gambar 3. Terjadinya nyeri; penghantaran impuls; lokalisasi dan rasa nyeri serta inhibisi nyeri endogen dalam bagan sederhana ..................................... 21 Gambar 4. Struktur diklofenak ................................................................................ 24 Gambar 5. Bagan kemungkinan pengaruh macam-macam obat terhadap nyeri
(menurut Keldel) .................................................................................... 26 Gambar 6. Struktur parasetamol .............................................................................. 27 Gambar 7. Data edema yang terjadi pada kaki mencit pada rentang waktu tertentu setelah injeksi karagenin 1% subplantar ................................................ 56 Gambar 8. Data hasil orientasi dosis efektif diklofenak ............................................. 58 Gambar 9. Data hasil orientasi wakt efektif diklofenak .......................................... 60 Gambar 10. Diagram batang rata-rata % daya antiinflamasi kelompok perlakuan terhadap kontrol karagenin .................................................................... 66 Gambar 11. Diagram batang % potensi relative kelompok perlakuan terhadap diklofenak sebagai kontrol positif.......................................................... 70
Gambar 13. Pembentukan prostaglandin melalui adisi karbon 9 dan 11 oleh radikal superoksid .............................................................................................. 72 Gambar 14. Reaksi penangkapan radikal hidroksil oleh katekin................................ 73 Gambar 15. Hasil penetapan dosis efektif asam asetat ............................................... 76 Gambar 16. Hasil orientasi dosis efektif parasetamol ................................................ 78 Gambar 17. Hasil orientasi selang waktu pemberian asam asetat .............................. 80 Gambar 18. Diagram rata-rata % perubahan penghambatan geliat terhadap kontrol positif ..................................................................................................... 86 Gambar 19. Grafik profil geliat kelompok perlakuan jus buah belimbing dan parasetamol ............................................................................................ 88 Gambar 20. Diagram batang daya antiinflamasi dan analgesik pada jus buah belimbing ............................................................................................... 90
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan determinasi buah belimbing ....................................... 97 Lampiran 2. Gambar alat blender yang digunakan untuk membuat jusBelimbing, buah belimbing yang sesuai criteria pemilihan dan jus buah belimbing konsentrasi 20% ..................................................................................... 98
Lampiran 3. Gambar mencit yang menggeliat sesuai dengan definisi operasional.... 98 Lampiran 4. Gambar cara pengukuran edema dengan jangka sorong ........................ 99 Lampiran 5. Skema kerja uji efek antiinflamasi ....................................................... 100 Lampiran 6. Skema kerja uji efek analgesik ............................................................. 101 Lampiran 7. Data penetapan rentang waktu pengukuran edema dan analisis statistiknya ........................................................................................... 102 Lampiran 8. Data Penetapan Dosis Efektif Diklofenak dan Analisis Statistiknya... 105 Lampiran 9. Data Penetapan Waktu Pemberian Dosis Efektif Diklofenak dan Analisis
Statistiknya........................................................................................... 108 Lampiran 10. Perhitungan penetapan peringkat dosis jus buah belimbing pada kelompok perlakuan ............................................................................. 111 Lampiran 11. Data diameter edema pada uji efek antiinflamasi jus buah belimbing112 Lampiran 12. Data % daya antiinflamasi dan analisis statistiknya........................... 115 Lampiran 13. Rata-rata % daya antiinflamasi dan potensi relatif kelompok perlakuan
Lampiran 14. Data penetapan dosis asam asetat dan analisis statistiknya................ 119 Lampiran 15. Data penetapan dosis efektif parasetamol dan analisis statistiknya ... 121 Lampiran 16. Data penetapan rentang waktu pemberian rangsang geliat ................ 124 Lampiran 17. Data jumlah geliat pada uji efek analgesik beserta analisis statistiknya……………………………………………………………127 Lampiran 18. Data % penghambatan geliat terhadap kontrol negatif pada uji analgesik dan analisis statistiknya........................................................................ 130 Lampiran 19. Data % perubahan penghambatan geliat terhadap kontrol positif
(parasetamol 91 mg/kg BB) dan analisis statistiknya .......................... 133
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Peradangan merupakan reaksi kompleks dalam jaringan yang melibatkan
respon pembuluh darah dan leukosit. Peradangan mungkin menjadi berbahaya dalam beberapa situasi. Mekanisme peradangan untuk menghancurkan penginvasi dan jaringan nekrosis memiliki kemampuan intrinsik untuk merusak jaringan normal. Ketika peradangan tidak tepat sasaran dan merusak jaringan itu sendiri atau peradangan tidak terkontrol dengan baik, maka hal ini bisa menjadi penyebab kerusakan dan penyakit (Kumar, Abbas, Fausto, dan Aster, 2010).
Manifestasi klinis dan patologi dari respon peradangan disebabkan oleh beberapa reaksi. Fenomena vaskuler pada peradangan akut ditandai dengan adanya peningkatan aliran darah menuju daerah yang terluka, akibat dari dilatasi arteriola dan pembukaan kapiler karena induksi mediator seperti histamin. Meningkatnya permeabilitas vaskuler mengakibatkan akumulasi cairan protein ekstraseluler yang menimbulkan eksudat. Protein plasma keluar dari pembuluh darah, sebagian besar melewati cell junction interendotelial vena yang melebar. Kemerahan (rubor), panas (kalor), dan bengkak (tumor) pada peradangan disebabkan karena meningkatnya aliran darah dan edema. Leukosit yang tersirkulasi, yang didominasi neutrofil, bermigrasi ke daerah yang terluka. Leukosit yang teraktivasi akan melepaskan Ketika terjadi kerusakan jaringan, dan adanya pelepasan prostaglandin, neuropeptida, dan sitokin, salah satu simpton lokal peradangan adalah nyeri (dolor) (Kumar dkk., 2010).
Nyeri merupakan pengalaman subyektif, yang sulit untuk dideskripsikan secara pasti, meskipun kita semua tahu apa yang dimaksud dengan nyeri (Rang, Dale, Ritter, dan Moore, 2007). Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang tak mengenakkan, kebanyakan menyiksa dan karena itu berusaha untuk bebas darinya. Pada beberapa penyakit, misalnya pada tumor ganas dalam fase akhir, meringankan nyeri kadang-kadang merupakan satu-satunya tindakan yang berharga (Mutschler, 1986).
Secara umum, pengatasan peradangan dan nyeri dapat dijelaskan sebagai berikut: penghambatan pembentukkan prostaglandin, yaitu suatu mediator peradangan dan nyeri. Penghambatan bisa dilakukan dengan berbagai cara: (i) penghambatan pembentukan asam arakidonat oleh obat-obat steroid, (ii) penghambatan enzim siklooksigenase (COX) oleh obat-obat antiinflamasi non steroid (AINS), dan (iii) penghambatan radikal bebas oleh senyawa antioksidan (Rang dkk., 2007). Dengan dihambatnya prostaglandin, maka perdangan dapat diatasi. Sedangkan rasa nyeri juga berkurang karena reseptor nyeri tidak tersensibilitasi oleh prostaglandin (Mutschler, 1986).
Beberapa senyawa alam yang terdapat dalam tumbuhan memiliki aktivitas sebagai penghambat radikal bebas atau secara luas dikenal sebagai senyawa antioksidan. Salah satu tanaman yang memiliki kandungan senyawa antioksidan adalah belimbing (Averrhoa carambola L.) yang merupakan suku oksalidaceae. Buah belimbing, memiliki kandungan polifenol dan asam askorbat yang diketahui sebagai antioksidan (Wakte, Patil, Patil, dan Phatak, 2007). Hal ini dikuatkan dengan hasil penelitian (Sari, 2008) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol 96% buah belimbing (Averrhoa carambola L.) memiliki aktivitas antioksidan yang ditunjukkan oleh nilai
IC
50 sebesar 28,82 ± 0,04 µg/mL, sehingga digolongkan sebagai antioksidan kuat,
karena nilai IC
50 kurang dari 200 µg/mL. Selain itu, sebelumnya juga pernah
dilakukan pengujian beberapa efek farmakologi buah Averrhoa carambola Linn pada hewan percobaan, yang salah satunya menunjukkan adanya efek analgesik sari buah pada dosis 2,5; 5; dan 10 ml/kg BB (Rianti, Padmawinata, dan Andreanus, 1978).
Berdasarkan pada uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai ada tidaknya efek antiinflamasi dan analgesik pada jus buah belimbing manis. Dalam penelitian ini digunakan jus, bukan sari, karena di masyarakat jus lebih terjangkau dibandingkan sari, karena dalam pembuatan sari dibutuhkan alat juice extractor, yang cukup mahal.
Untuk menguji efek antiinflamasi digunakan metode rangsang edema, karena metode ini telah digunakan oleh banyak peneliti dan telah terbukti cocok untuk digunakan metode geliat, karena metode ini dapat mendeteksi baik analgesik sentral maupun perifer. Metode ini juga telah banyak digunakan dan direkomendasikan sebagai suatu metode skrining yang cukup sederhana (Vogel, 2002).
1. Perumusan masalah
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang muncul dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Apakah jus buah belimbing (Averrhoa carambola L.) mempunyai efek antiinflamasi dan atau analgesik? b. Seberapa besar daya antiinflamasi dan atau analgesik jus buah belimbing
(Averrhoa carambola L.)?
2. Keaslian penelitian
Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti dan sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang efek antiinflamasi dan analgesik jus buah belimbing (Averrhoa carambola L.) belum pernah dilakukan. Penelitian yang pernah dilakukan yaitu: a. Pengujian Beberapa Efek Farmakologi Buah Averrhoa carambola Linn pada hewan percobaan (Rianti dkk., 1978), dan disimpulkan bahwa sari buah
Averrhoa carambola
Linn memiliki efek analgesik pada dosis 5, 10, dan 20 ml/kg BB, efek diuretik dan hipoglikemik pada dosis 5 dan 10 ml/kg BB. Sari buah 2,5; 5; dan 10 ml/kg BB tidak menunjukkan efek antipiretik pada tikus, buah segar) hanya menunjukkan efek hipoglikemik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah pada penelitian ini digunakan sari buah belimbing, sedangkan penulis menggunakan jus buah. Selain itu, dosis yang digunakan penulis juga tidak sama dengan penelitian sebelumnya.
b. Daya Antioksidan Ekstrak Etanol 96% Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) dengan metode 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) (Sari, 2008), dan disimpulkan bahwa ekstrak etanol 96% buah belimbing memiliki aktivitas antioksidan yang ditunjukkan oleh nilai IC
50 sebesar 28,82 ± 0,04 µg/mL,
sehingga digolongkan sebagai antioksidan kuat, karena nilai IC
50 kurang dari
200 µg/mL. Kandungan senyawa yang bertanggung jawab sebagai antioksidan adalah polifenol dan vitamin C.
c. Antioxidant and Antimicrobial Activities of Averrhoa carrambola L. Fruit (Wakte dkk., 2007), dan disimpulkan bahwa daya antioksidan ekstrak
Averrhoa carambola
L. bergantung pada konsentrasi dan tingkat kematangan buah. Nilai IC
50 muda, setengah masak, dan masak secara berurutan 300, 250, dan 250 µg/mL.
d. Senyawa Antibakteri Golongan Flavonoid dari Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn) (Sukadana, 2009), dan disimpulkan bahwa isolat flavonoid fraksi F dari ekstrak kental air buah belimbing manis diduga
B dan C-4’. Identifikasi dengan spektrofotometer inframerah diduga bahwa isolat flavonoid mengandung gugus OH, C-H aromatik, C-H alifatik, C=C aromatik, C-O alkohol dan tidak adanya gugus C=O. Dan fraksi tersebut diduga dapat menghambat bakteri gram positif dan gram negatif mulai dari konsentrasi 500 ppm dan 100 ppm.
e. Anti-inflammatory and Bactericidal Properties of Selected Indigenous
Medical plants Used for Dysuria
(Sripanidkulchai, Tattawasart, Laupattarakasem and Wongpanich, 2002), dan disimpulkan bahwa pemberian secara intraperitoneal ekstrak air akar Carica papaya (10 g/kg BB, p.o.),
Ananas comosus
(20 g/kg BB, i.p.), dan tangkai pohon Averrhoa carambola (20 g/kg BB, i.p.) pada jam pertama setelah induksi karagenin, memberikan efek antiinflamasi yang setara dengan asam asetilsalisilat (ASA) 300 mg/kg BB sebagai kontrol positif. Namun, setelah jam kedua dan ketiga, ekstrak- ekstrak tersebut menunjukkan aktivitas anti-inflamasi yang lebih kuat daripada ASA. Untuk aktivitas antibakteri, Staphylococcus aureus paling sensitif terhadap ekstrak A. carambola dengan kadar bunuh minimum (KBM) 15,62 mg/ml atau kurang, ekstrak C. rotundus dan I. cylindrica menghambat
E. coli, Ps. aeruginosa,
dan S. aureus dengan KBM 62,5 mg/mL. C. papaya dan A. comosus tidak menunjukkan aktivitas antibakteri.
3. Manfaat penelitian
Dengan adanya penelitian tentang daya antiinflamasi dan analgesik jus buah belimbing (Averrhoa carambola L.) diharapkan akan diperoleh manfaat sebagai berikut:
a. Secara teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi terutama dalam bidang ilmu kefarmasian mengenai khasiat buah belimbing (Averrhoa
carambola L.) sebagai antiinflamasi dan analgesik.
b. Secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam penyediaan obat tradisional sebagai alternatif dalam mengurangi peradangan dan rasa nyeri.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk menambah informasi mengenai khasiat jus buah belimbing terutama yang digunakan sebagai antiinflamasi dan pengurang rasa nyeri.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui ada tidaknya efek antiinflamasi dengan metode Langford, Holmes, dan Emele (1972) dan atau analgesik dengan metode geliat pada jus buah belimbing (Averrhoa carambola L.). b. Mengetahui besarnya daya antiinflamasi dan atau analgesik pada masing- masing dosis jus buah belimbing (Averrhoa carambola L.) yang digunakan dalam penelitian ini.
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Belimbing
1. Sistematika
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Gymnospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Geranilases Famili : Oxalidaceae Genus : Averrhoa Spesies : Averrhoa carambola L. (Lawrence, 1951)
2. Kandungan kimia
Buah belimbing mengandung asam oksalat (0,03% dari berat buah segar), vitamin C (0,05% dari berat buah segar), monopolisakarida, karotenoid (Heber, 2007), serta katekin (Sukadana, 2009).
3. Kegunaan
Buah belimbing digunakan untuk mengobati diare, mual, dehidrasi, hemoroid, demam, dan nyeri hati (Heber, 2007). Efek analgesik ditunjukkan pada sari buah belimbing pada dosis 5, 10, dan 20 ml/kg BB, efek diuretik dan hipoglikemik pada dosis 5 dan 10 ml/kg BB (Rianti dkk., 1978). Selain itu, Sari (2008) menyatakan
4. Morfologi tanaman
Merupakan tanaman berbatang kayu yang dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5 meter. Bentuk daunnya berubah-ubah dan memiliki panjang 10-12 cm. bunganya berwarna keunguan, yang tumbuh pada cabang tanaman. Bentuk bunga radial dan strukturnya bersusun lima. Buahnya merupakan buah berair, panjangnya mendekati 10 cm, dan tersusun dari lima sisi dan bentuknya menyerupai bintang jika diiris secara melintang. Jika masak akan berwarna kuning tua (Heber, 2007).
B. Flavonoid
OH OH HO O OH OH
Gambar 1. Struktur katekin
(Strobel, Allard, Perez-Acle, Calderon, Aldunate, dan Leighton, 2005)
Flavonoid adalah grup komponen polifenol yang terdapat di dalam buah dan sayuran. Familinya terbagi menjadi monomerik flavanol, flavanon, antosianindin, flavon, dan flavonol (Watson, 2001). Lebih dari 4000 flavonoid telah teridentifikasi di dalam berbagai buah, sayuran, dan minuman. Flavonoid menjadi menarik akhir- akhir ini karena berbagai potensi efeknya yang menguntungkan bagi kesehatan manusia. Flavonoid telah dilaporkan memiliki aktivitas antiviral, anti alergi,
Flavonoid dikenal sebagai kelator transisi logam; sebagian besar uji inhibisi lipid peroksidasi mengukur kombinasi aktivitas pengkelat transisi logam (biasanya besi) dan penangkapan radikal bebas. Flavonoid memiliki elemen struktur kimia yang mungkin bertanggung jawab atas aktivitas antioksidan. Penelitian terkini oleh Dr.
Van Acker dan koleganya di Belanda menunjukkan bahwa flavonoid dapat menggantikan vitamin E sebagai chain-breaking anti-oxidant di dalam membran mikrosomal liver. Peran flavonoid sebagai antioksidan dalam sistem pertahanan tubuh bisa didapatkan dengan komsumsi flavonoid 50-800 mg perhari. Kapasitas flavonoid sebagai antioksidan bergantung pada struktur molekulnya. Posisi dari gugus hidroksil dan rantai lain dalam stuktur kimia flavonoid penting untuk aktivitas antioksidan dan penangkapan radikal bebas (Watson, 2001; Buhler and Miranda, 2000).
C. Peradangan
1. Pengertian peradangan
Peradangan merupakan suatu mekanisme respon pertahanan tubuh yang fundamental, dirancang untuk membebaskan diri dari penyebab awal kerusakan pada sel (misalnya mikrobia, racun) dan akibatnya (seperti nekrosis sel dan jaringan). Tanpa peradangan, infeksi akan berlangsung tanpa terdeteksi, kerusakan tidak akan sembuh, dan kerusakan jaringan mungkin akan bertahan sehingga sangat
2. Terjadinya radang
Inflamasi akut merupakan respon cepat tubuh dengan mengirim leukosit dan protein plasma, seperti antibodi, menuju ke daerah infeksi atau kerusakan jaringan.
Inflamasi akut memiliki 3 komponen utama: (1) perubahan dalam kemampuan vaskuler yang menyebabkan meningkatnya kecepatan alir darah, (2) perubahan struktural dalam mikrovaskuler yang memungkinkan protein plasma dan leukosit dari sirkulasi mikro, terakumulasi di daerah yang rusak, dan terkaktivasinya kedua komponen tersebut berfungsi untuk mengeliminiasi agen penyebab kerusakan (Kumar dkk., 2010).
Beberapa sel dan mediator-mediator terlibat dalam respon alami (merupakan variasi sistem pertahanan tubuh) yang interaksinya sangat kompleks. Lebih detailnya berhubungan dengan kejadian vaskuler dan peran sel serta mediator-mediator dalam tubuh. Kejadian vaskuler merupakan awal dilatasi pada arteriola kecil yang mengakibatkan peningkatan aliran darah, yang diikuti dengan penurunan kemudian berhentinya aliran darah dan peningkatan permeabilitas vena pos kapiler, dengan eksudasi cairan. Vasodilatasi disebabkan oleh adanya beberapa mediator (histamin, prostaglandin (PG) E
2 dan I 2 , dan sebagainya) yang dilepaskan karena adanya
interaksi antara jaringan dan mikroorganisme. Beberapa pelepasan dari mediator tersebut (seperti histamin, platelet-activating factor (PAF) dan sitokin oleh interaksi (TRL-PAMP) juga bertanggung jawab atas fase alami peningkatan permeabilitas produksi beberapa mediator inflamasi, pada umumnya bradikinin, yang berhubungan dengan kejadian seluler. Sel yang terkait dengan inflamasi, beberapa (sel endotelial vaskuler, sel mast, dan makrofag jaringan) normalnya berada di jaringan ketika platelet dan leukosit meningkatkan akses ke area inflamasi (Rang dkk., 2007).
Gambar 2. Diagram ringkas dari pembentukkan mediator inflamasi yang
berasal dari fosfolipid dengan garis besar aksinya dan tempat aksi obat
antiinflamasi
(Rang dkk., 2007).
Eicosanoid
merupakan senyawa de novo dari fosfolipid. Eicosanoid yang utama adalah asam arakidonat, yang terbentuk dari proses esterifikasi fosfolipid.
Eicosanoid
berperan dalam pengontrolan berbagai proses fisiologis dan sebagian Langkah awal dan batas kecepatan sintesis eicosanoid bergantung pada pembebasan asam arakidonat, baik dengan satu tahap (dengan bantuan fosfolipase A
2 ) maupun
dua tahap (dengan bantuan IP, inositol, fosfat, DAG, diasilgliserol). Tetapi, fosfolipase A
2 (PLA 2 ) memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan asam
arakidonat intraseluler (gambar 2). Berbagai stimulan dapat membebaskan asam arakidonat, tergantung pada tipe sel. Kerusakan sel umumnya juga memicu proses pembebasan asam arakidonat.
Asam arakidonat dimetabolisme melalui beberapa cara (gambar 2), yaitu: 1. oleh enzim siklooksigenase (COX) yang terdiri dari dari dua bentuk, COX-1 dan
COX-2 . Enzim ini mengawali biosintesis prostaglandin dan tromboksan.
2. oleh lipoksigenase yang mengawali sintesis leukotrien, lipoksin dan komponen lain (Rang dkk., 2007).
Radikal bebas oksigen akan terlepas secara ekstraseluler dari leukosit setelah adanya pemaparan mikrobia, kemotaksin, dan kompleks imun, atau mengikuti tantangan fagositik. Produksi radikal bebas oksigen bergantung pada aktivasi sistem oksidasi NADPH. Anion superoksida, hidrogen peroksida (H
2 O 2 ), dan radikal
hidroksil, merupakan spesies utama yang diproduksi oleh sel, dan anion superoksida dapat berinteraksi dengan NO untuk membentuk spesies nitrogen reaktif (Kumar dkk., 2010).
Seperti yang telah diketahui bahwa aktivasi fagosit melepaskan berbagai penelitian oleh Babior pada tahun 1987, menunjukkan bahwa neutrofil yang .
O ).
teraktivasi juga memproduksi radikal oksigen superoksida ( Superoksida dapat menghasilkan hidrogen peroksida dengan serangkaian reaksi (1):
- .
O
2 + 2H → H
2 O 2 + O
2
(1) . Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa O dan H O juga dihasilkan pada
2
2
aktivasi sel fagosit lain, meliputi monosit, makrofag, dan eusinofil. H
2 O 2 dapat .
dengan mudah terpenetrasi ke membran sel, sedangkan O tidak bisa. Kemudian dengan adanya keberadaan ion dari transisi logam yang sesuai (biasanya besi), H
2 O
2
dapat berinteraksi dengan reduksi ion besi sehingga membentuk spesies oksidasi . tinggi, yang paling penting adalah radikal hidroksil ( OH) yang menuju peroksidasi lipid.
- 2+ 3+ .
Fe + H O OH + OH (2) +
2 2 → kompleks intermediet → Fe
Reaksi (2) dapat terjadi secara ekstraseluler jika medium di sekitar fagosit . yang teraktivasi mengandung ion besi. Derivat fagosit O dimungkinkan berperan dalam mengatur ion besi ke dalam bentuk reduksi:
3+ 2+ .
O
Fe → kompleks intermediet → Fe + + O
2 (3)
Ion besi dihasilkan dari pendesakan hem pada hemoglobin oleh H
2 O
2 .
O
kemudian akan mereduksi ferritin menjadi besi. Karena itulah pendarahan di daerah inflamasi akan meningkatkan produksi radikal bebas dan memperparah kerusakan jaringan. Reaksi (2) dapat terjadi secara intraseluler, ketika H O
2
2
.
terpenetrasi ke dalam sel dan bereaksi dengan ion besi untuk membentuk OH (Halliwell, Hoult, and Blake, 1988).
3. Tanda-tanda peradangan
Peradangan akut adalah respon langsung dari tubuh terhadap cidera atau kematian sel. Tanda-tanda pokok peradangan menurut Price dan Wilson (1995), mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), tumor (pembengkakan), dolor (nyeri), dan fungsio laesa (perubahan fungsi).
a. Rubor
Rubor
atau kemerahan, biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Pada waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang mensuplai darah pada daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler- kapiler yang sebelumnya kosong atau terisi sebagian saja, meregang dengan cepat sehingga menjadi terisi penuh dengan darah. Keadaan tersebut dinamakan
hyperimia
atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamin.
b. Kalor Kalor
atau panas, terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin
o
dari 37
C, yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih
o
panas dari sekelilingnya, sebab darah (pada suhu 37
C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang mengalami peradangan, lebih banyak daripada yang disalurkan ke daerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah- daerah perdangan yang terjadi pada organ dalam, karena jaringan-jaringan
o
tersebut sudah mempunyai suhu 37
C, dan hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.
c. Tumor