Implementasi Metode Amtsilati Di Pondok Pesantren Al Hasan Salatiga Tahun 2018 - Test Repository

  

IMPLEMENTASI METODE AMTSILATI

DI PONDOK PESANTREN AL HASAN SALATIGA TAHUN 2018

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

  

Disusun oleh:

SHOBIRIN

NIM: 111-14-298

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2018

  MOTTO

َُُْ٘يِقْعَذ ٌُْنَيَعَىاًيِتَشَعاًّأْشُق َُْْٔىَضَّْأآَِّّإ

  “Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Qur‟an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya ”

  PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi Rabbil „Alamiin, puji syukur atas nikmat dan karunia Allah

  SWT, dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada:

  1. Orang tuaku tercinta bapak H. Kholil dan Ibu HJ. Muntofiah, yang senantiasa mencurahkan kasih sayang dan do‟a yang tak pernah putus untuk putra-putrinya.

  2. Masku CH Muna, yang selalu memberi dukungan moral maupun materil dan memberi semangat.

  3. Almaghfurllah pengasuh Pondok Pesantren Al Hasan K.H. Ichsanuddin (Alm) dan ibu Nyai. Rosidah yang saya ta‟dzimi.

  4. Bapak Drs. Budi Raharjo dan ibu Nyai. Kamalah Isom, S. E., bapak Kyai Ma‟arif dan ibu Nyai. Hanik, serta para ustadz-ustadz dan keluarga ndalem yang senantiasa mendo‟akan dan membimbing dalam menuntut ilmu.

  5. Bapak Muhammad Taslim selaku ustadz dan juga santri senior yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

  6. Ibu Dra. Urifatun Anis, yang telah sabar membimbing dan mendo‟akan dalam penyusunan skripsi ini.

  7. Teman-teman pondok pesantren Al Hasan yang senantiasa memberi dukungan dan mendo‟akan dalam penyusunan skripsi ini.

  8. Teman-temanku PAI H dan angkatan 2014 yang sama-sama berjuang dan belajar di IAIN Salatiga.

  9. Keluarga besar SD N PUCANG yang selalu memberi semangat

  10. Teman-teman PPL di SMP 8 Salatiga.

  11. Teman-teman dan keluarga KKN Posko 83 Dsn. Cerme Lor Ds. Cerme Kec. Juwangi Kab. Boyolali.

  12. Semua pihak yang selalu memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN BERLOGO .............................................................................. ii HALAMAN DEKLARASI .......................................................................... iii HALAMAN NOTA PEMBIMBING ........................................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... v MOTTO........................................................................................................ vi PERSEMBAHAN ........................................................................................ vii KATA PENGANTAR .................................................................................. ix ABSTRAK ................................................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiii

  BAB I PENDAHULUAN A.

  1 Latar Belakang Masalah ................................................................

  B.

  8 Fokus Penelitian ............................................................................

  C.

  8 Tujuan Penelitian ...........................................................................

  D.

  9 Kegunaan Penelitian ......................................................................

  E.

  Definisi Operasional ...................................................................... 9 F.

  11 Sistematika Penulisan ...................................................................

  BAB II KAJIAN PUSTAKA A.

  12 Pondok Pesantren ..........................................................................

  B.

  22 Metode Amtsilati ...........................................................................

  C.

  Kajian Pustaka …………………………………………………… 31

  BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ....................................................

  34 B. Lokasi Penelitian............................................................................

  35 C. Sumber Data ..................................................................................

  36 D. Prosedur Pengumpulan Data ..........................................................

  36 E. Analisis Data ..................................................................................

  38 F. Pengecekan Keabsahan Data .........................................................

  40 G. Tahap-tahap Penelitian ..................................................................

  41 BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS A.

  Paparan Data ..................................................................................

  43 B. Analisis Data ..................................................................................

  75 BAB V PENUTUP A.

  Kesimpulan ....................................................................................

  79 B. Saran ..............................................................................................

  81 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1 Pedoman Wawancara Lampiran 2 Verbatim Wawancara Lampiran 3 Surat Pembimbing dan Asisten Pembimbing

  Skripsi Lampiran 4 Surat Keterangan Bukti Penelitian Lampiran 5 Lembar Konsultasi Skripsi Lampiran 6 Pernyataan Publikasi Skripsi Lampiran 7 Daftar Nilai SKK Lampiran 8 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 9 Daftar Gambar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan yang paling

  utama di dalam pendidikan. Pembelajaran adalah suatu proses komunikasi dalam aktivitas pendidikan. Komunikasi adalah proses pengiriman informasi dari satu pihak kepada pihak lain untuk tujuan tertentu. Komunikasi dikatakan efektif apabila komunikasi yang terjadi menimbulkan arus informasi dua arah, yaitu dengan munculnya feedback dari pihak penerima pesan tersebut. Banyak bukti menunjukkan bahwa komunikasi memegang peran penting dalam kehidupan manusia. Dapat dilihat berhasil atau tidaknya seseorang dalam membina hidup tidak lepas dari kemampuan orang tersebut dalam berkomunikasi. Orang-orang besar tidak akan menjadi tokoh terkenal tanpa mereka mampu melakukan komunikasi dengan baik (Majid, 2014: 265).

  Begitu juga dengan kualitas pembelajaran, sangat dipengaruhi oleh efektif tidaknya komunikasi yang terjadi di dalamnya. Komunikasi efektif dalam pembelajaran kepada peserta didik, dimana peserta didik mampu memahami maksud pesan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sehingga menambah wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menimbulkan perubahan tingkah laku menjadi lebih baik. Guru yang dalam hal ini sebagai komunikator adalah pihak yang paling bertanggung jawab tarhadap berlangsungnya komunikasi yang efektif dalam pembelajaran sehingga guru sebagai pengajar dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik agar menghasilkan proses pembelajaran yang efektif (Majid, 2014: 266).

  Selain itu di dalam suatu pembelajaran juga membutuhkan metode. Metode menurut J.R David dalam Teaching Strategies For College Class Room (1976) adalah a way in achieving something

  “cara untuk mencapai sesuatu” untuk melaksanakan suatu strategi digunakan seperangkat metode pengajaran tertentu. Dalam pengertian demikian maka metode pengajaran menjadi salah satu unsur dalam strategi belajar mengajar. Unsur seperti sumber belajar, kemampuan guru dan siswa, media pendidikan, materi pengajaran, organisasi adalah: waktu tersedia, kondisi kelas dan lingkungan merupakan unsur-unsur yang mendukung strategi belajar mengajar. Dalam bahasa arab dikenal dengan istilah thariqah (jalan-cara) (Majid, 2014: 131-132).

  Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, Kendala dalam pembelajaran merupakan persoalan yang selalu digelisahkan oleh guru adalah menyangkut keaktifan dan pemahaman peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

  Dalam meningkatkan keaktifan dan pemahaman tersebut, terutama di dalam meningkatan kemampuan baca kitab kuning bagi santri yang akan dibahas dalam penelitian ini, seorang pendidik dituntut untuk melakukan perubahan yang sifatnya inovatif dan kreatif. Berbagai metode dijalankan oleh pendidik untuk memacu keaktifan dan pemahaman belajar santri. Namun dalam kenyataanya, tidak jarang guru mengalami kesulitan dalam pemilihan metode yang tepat penerapannya dalam kegiatan tersebut.

  Sebab, kurangnya daya dukung metode tentu berimbas pada kurangnya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan pembelajaran.

  Maka dalam hal ini, metode memainkan peran penting dalam terlaksananya kegiatan pembelajaran. Bahkan, ada sebuah pepatah yang diungkapkan oleh Mahmud Yunus, bahwa dalam dunia proses belajar mengajar, yang disingkat dengan PBM, dikenal dengan ungkapan “Metode jauh lebih penting daripada materi” (Yunus, 1990: 85).

  Begitu pula dalam kegiatan pembelajaran yang berlangsung di pondok pesantren, tidak lepas dari unsur-unsur yang berhubungan dengan metode pembelajaran, sebab penggunaan metode pembelajaran yang kurang dapat menyebabkan terhambatnya proses pembelajaran yang dilangsungkan. Sebagaimana lazimnya pesantren, pola metode pembelajaran yang digunakan, biasanya masih berpusat pada kyai atau ustadz, sehingga seorang kyai atau ustadz dituntut untuk menguasai metode pembelajaran yang tepat untuk santrinya.

  Pembelajaran dalam pondok pesantren memiliki keunikan tersendiri. Seperti yang dikatakan Abdurrahman Wahid bahwa keunikan pengajaran di pesantren dapat ditemui pada cara pemberian pelajarannya dan kemudian dalam penggunaan materi yang diajarkan dan dikuasai oleh santri (Abdurrahman, 2010: 6). Pelajaran yang diberikan dalam pengajian yang berbentuk seperti kuliah terbuka dimana sang kyai membaca, menerjemahkan, kemudian santri membaca ulang, mempelajari di luar waktu, atau mendiskusikannya dengan teman sekelas dalam bentuk yang dikenal dengan musyawarah, takror dan lain sebagainya.

  Secara umum metode pembelajaran yang diterapkan di pondok pesantren mencakup dua aspek, yaitu:

  1. Metode yang bersifat tradisional (salaf).

  2. Metode yang bersifat modern (khalaf).

  Dalam penelitian ini metode yang akan dibahas yaitu tentang Metode Amtsilati yang dikembangkan oleh Pondok Pesantren Darul Falah Jepara. Metode Amtsilati termasuk kedalam metode pembelajaran yang bersifat modern, bahkan metode tersebut sudah mulai digunakan dalam kegiatan pembelajaran kitabiyah oleh banyak pesantren saat ini. Ini merupakan bukti bahwa metode ini memiliki kekhasan tersendiri sebagai bentuk yang cakupannya tidak hanya pada pencapaian target dalam keberhasilan kemampuan baca kitab kuning, melainkan juga pada proses pemahaman dan kemampuan membaca dan memahami kitab kuning yang berlangsung di pondok pesantren.

  Metode Amtsilati adalah metode cara cepat belajar kitab kuning. Metode ini diperkenalkan pertama kali di Jepara pada tanggal 16 Juni 2002. Metode Amtsilati terdiri dari lima jilid yang dijadikan pembelajaran bagi peserta didik, dua jilid Tatimmah (praktek) yang biasanya diterapkan setelah semua materi selesai, satu Khulasoh yang dijadikan sebagai dasar atau nadzaman, satu Qo‟idati (kumpulan kaidah-kaidah) dan 1 Sharfiyah. Pengarang Metode Amtsilati ini adalah KH. Taufiqul Hakim yang juga sebagai pimpinan pondok pesantren Darul Falah, Jepara.

  Metode Amtsilati terinspirasi dari metode cepat membaca Al- Qur‟an yaitu Metode Qiro‟ati. Jika dalam metode Qiro‟ati orang bisa belajar membaca Al-

  Qur‟an dengan cepat, maka dengan metode Amtsilati orang akan dapat membaca dan memahami kitab gundul atau kitab kuning dengan cepat. Baik dari kitab yang ringan seperti kitab safinatunnajah, kitab yang sedang maupun kitab yang bobot isinya lebih berat, karena pada dasarnya mempelajari Amtsilati hampir sama dengan mempelajari nahwu saraf pada umumnya. Perbedaannya, metode Amtsilati ini lebih praktis dan lebih efisien dibandingkan dengan metode nahwu saraf yang klasik (Taufiqul Hakim, 2004: 7).

  Pesantren merupakan lembaga pendidikan non formal yang sudah ada sejak zaman dahulu. Pengertian pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe- dan akhiran -an berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja juga menjelaskan pesantren berasal dari kata santri yaitu seorang yang belajar agama Islam, sehingga dengan demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Ada juga yang mengartikan pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.

  Sesuai dengan arus dinamika zaman, definisi serta persepsi terhadap pesantren menjadi berubah pula. Kalau pada awalnya pesantren diberi makna dan pengertian sebagai lembaga pendidikan tradisional, tetapi saat sekarang pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional tidak selamanya benar karena banyak juga pesantren pada saat ini yang sudah mengikuti arus zaman. Untuk itu tidak mudah merumuskan pengertian pesantren karena banyaknya pesantren, yang dapat disebutkan hanyalah unsur-unsur pokoknya saja. (Haidar, 2006: 26-27).

  Lingkungan pesantren pada umumnya terdiri dari rumah kyai, sebuah tempat peribadatan yang berfungsi sebagai tempat pendidikan (disebut masjid kalau digunakan unt uk sholat jum‟at, kalau tidak disebut dengan langgar atau surau), sebuah atau lebih rumah pemondokan yang dibuat dari bambu atau kayu, sebuah atau lebih ruangan untuk memasak, kolam atau ruangan untuk mandi dan berwudlu (Karel, 1974: 15).

  Pondok Pesantren Al Hasan merupakan salah satu pondok pesantren yang ada di kota Salatiga. Awalnya pondok pesantren ini merupakan sebuah tempat pengajian yang para santrinya setiap hari pulang ke rumah, kemudian lambat laun tempat ini mempunyai santri yang berasal dari jauh sehingga dibuatkan tempat tinggal. Di pesantren ini, santri diwajibkan untuk tinggal 24 jam dengan bimbingan pengasuh serta pengurus pondok untuk menjamin berlangsungnya proses kegiatan belajar mengajar. Adapun santri yang menuntut ilmu di pondok pesantren ini terdiri dari pelajar dan mahasiswa.

  Sejak awal berdirinya pondok pesantren Al Hasan, pengasuh pondok pesantren berharap santri lulusan pondok pesantren tersebut benar- benar menjadi santri yang berkualitas dalam berbagai bidang dan bisa terjun di masyarakat dengan bekal pengetahuan agama Islam yang mumpuni terutama agar santri pandai membaca dan memahami Al-

  Qur‟an dan kitab kuning, karena khazanah pengetahuan Islam banyak yang bersumber dari kitab-kitab tersebut.

  Namun pada saat itu banyak santri yang belum bisa membaca dan memahami kitab-kitab (kitab kuning) yang telah diajarkan karena berbagai faktor, diantaranya adalah: (1) para santri berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda-beda sebelumnya, (2) santri belum pernah mempelajari ilmu alat yang akan digunakan untuk membaca dan memahami kitab kuning, (3) waktu yang sangat terbatas apabila diajarkan ilmu alat seperti nahwu sharaf dan sebagainya.

  Dari berbagai permasalahan tersebut, ada salah satu santri yang pernah belajar dan menjadi santri Darul Falah yang mengusulkan atau memberikan masukan kepada pengasuh pondok pesantren untuk menerapkan metode Amtsilati untuk diajarkan kepada para santri sebagai bekal untuk dapat membaca dan memahami tulisan-tulisan Arab termasuk kitab suci Al-

  Qur‟an dan kitab-kitab klasik yang biasa disebut dengan kitab kuning.

  Amtsilati mulai digunakan dan diajarkan di Pondok Pesantren Al Hasan pada tahun 2016. Hingga saat ini Amtsilati masih diajarkan di Pondok Pesantren Al Hasan. Yang diharapkan dengan metode ini dapat membantu para santri untuk bisa membaca dan memahami kitab kuning dan memahami kaidah bahasa Arab.

  Berpijak dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti ingin mengkaji dan meneliti tentang metode dalam meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning, yaitu dengan metode Amtsilati. Dengan mengharap ridho dan inayah Allah SWT, peneliti mengambil tema penelitian yang berjudul

  “Implementasi Metode Amtsilati Di Pondok Pesantren Al Hasan Salatiga Tahun 2018 ”.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi metode Amtsilati di Pondok Pesantren Al

  Hasan tahun 2018? 2. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat yang terjadi dalam proses pembelajaran Amtsilati di Pondok Pesantren Al Hasan tahun

  2018? C.

   Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk: 1.

  Mengetahui implementasi metode Amtsilati di Pondok Pesantren Al Hasan.

  2. Mengetahui dan menganalisis faktor pendukung dan faktor penghambat yang dialami oleh pihak pondok pesantren selama menerapkan metode Amtsilati di Pondok Pesantren Al Hasan.

D. Kegunaan Penelitian

  Dari penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat, adapun manfaatnya sebagai berikut:

  1. Manfaat Teoritis a.

  Memberi kejelasan secara teoritis tentang metode Amtsilati.

  b.

  Menambah dan memperkaya keilmuan di dunia pendidikan.

  c.

  Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan bagi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam di IAIN Salatiga serta pondok pesantren di sekitanya.

  2. Manfaat Praktis a.

  Untuk menambah wawasan bagi penulis dalam mengetahui kitab Amtsilati.

  b.

  Memberikan manfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri.

E. Penegasan Istilah

  Untuk memudahkan atau menjaga agar tidak terjadi kesalahfahaman, maka penulis kemukakan penegasan istilah dari judul skripsi berikut: 1.

  Implementasi Menurut bahasa implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan. Implementasi merupakan suatu prose side, kebijakan atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa pengetahuan, ketrampilan maupun sikap. Dalam oxford

  advance learner‟s dictionary bahwa implementasi adalah ”put something into effect, penerapan sesuatu yang memberikan dampak

  dan efek (mulyasa, 2001:93).

  Jadi, implementasi adalah suatu penerapan yang berupa suatu tindakan yang akan menimbulkan dampak baik berupa pengetahuan, ketrampilan ataupun sikap dari apa yang diterapkan tersebut.

2. Metode Amtsilati

  Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1990:910).

  Amtsilati adalah kitab atau buku berisi metode membaca kitab kuning secara cepat. Secara bahasa kata Amtsilati berarti beberapa contoh dari saya, maksudnya metode yang digagasnya dituangkan dalam bentuk buku dengan banyak contoh agar mudah dipahami bagi yang ingin belajar kitab kuning (Taufiqul Hakim, 2002:2).

3. Pondok pesantren

  Istilah pondok pesantren terdiri dari dua kata, yaitu pondok dan pesantren. Kedua kata tersebut memiliki arti sendiri-sendiri.

  Dalam pemakaian kata pondok dan pesantren memiliki kesatuan arti dan pengertian. Kata pondok lebih menggambarkan pada tempat tinggal atau penginapan para santri. Sedangkan pesantren menggambarkan lingkungan masyarakat dimana santri itu menuntut ilmu. Sebagaimana dijelaskan bahwa pesantren adalah tempat santri- santri belajar ilmu agama Islam, pondok ialah tempat penginapan seperti asrama masa sekarang (Mahmud, 1979: 231).

  Jadi, pondok pesantren merupakan tempat tinggal dimana para santri mencari ilmu agama yang akan membentuk perilaku, sikap, ataupun pengetahuan para santri.

F. Sistematika Pembahasan

  Untuk mempermudah pemahaman dalam penelitian ini, berikut ini sistematika pembahasan hasil penelitian: Bab I pendahuluan, membahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika pembahasan.

  Bab II kajian pustaka, membahas tentang landasan teori dan kajian pustaka terdahulu dengan menjelaskan seputar pesantren dan tinjauan tentang metode Amtsilati.

  Bab III pembahasan tentang metode penelitian yang berkaitan dengan jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data.

  Bab IV pembahasan tentang paparan data dan analisis, yang dijelaskan dengan paparan dan analisis hasil penelitian yang diperoleh peneliti dalam melakukan penelitian di lapangan.

  Bab V penutup atau bab terakhir, yang berisi tentang kesimpulan dari penelitian dan saran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tinjauan tentang pondok pesantren a. Pengertian pondok pesantren Pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama

  pendidikan Islam tradisional dimana para santrinya tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan dibawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai. Asrama untuk para santri tersebut berada dalam kompleks pesantren dimana kyai bertempat tinggal. Disamping itu juga ada fasilitas ibadah berupa masjid. Biasanya kompleks pesantren dikelilingi dengan tembok untuk dapat mengawasi arus keluar masuknya santri sesuai dengan peraturan yang berlaku (Zamakhsari, 1994: 44). Dari aspek kepemimpinan pesantren kyai memegang kekuasaan hampir mutlak.

  Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seseorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal (Muzayyin, 2003: 229).

  Menurut Abdurrahman Wahid (2007: 3), pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi terpisah dari kehidupan sekitarnya. Dalam kompleks itu berdiri beberapa bangunan: rumah kediaman pengasuh (di daerah berbahasa Jawa disebut

  

kyai , di daerah berbahasa Sunda disebut ajengan dan di daerah

  berbahasa Madura nun atau bandera disingkat ra), sebuah surau atau masjid, tempat pengajaran; dan asrama tempat tinggal santri. Sedangkan menurut Nurcholish Madjid (1997: 3). Pesantren atau pondok merupakan lembaga wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional.

  Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pesantren ialah suatu lembaga pendidikan yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan mementingkan moral sebagai pedoman perilaku sehari-hari yang diajarkan oleh seorang kyai dan dibantu para ustadz- ustadz serta ustadzah dan murid-muridnya yang disebut sebagai santri.

b. Sejarah pondok pesantren

  Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Jawa. Munculnya pesantren di Jawa bersamaan dengan kedatangan Wali Sanga yang menyebarkan Islam di daerah tersebut. Tokoh yang pertama kali mendirikan pesantren adalah Syaikh Maulana Malik Ibrahim. Pola tersebut kemudian dikembangkan oleh para wali yang lain.

  Salah satu kelebihan dari model pendidikan Wali Sanga, terletak pada pola pendekatannya yang didasarkan pada segala sesuatu yang sudah akrab dengan masyarakat dan perpaduan antara aspek teoritis dan praktis. Misalnya, Sunan Giri menggunakan pendekatan permainan anak-anak, Sunan Kudus menggunakan dongeng, Sunan Kalijaga mengajarkan Islam melalui seni wayang kulit dan Sunan Derajat mengenalkan Islam melalui keterlibatan langsung dalam menangani kesengsaraan yang dialami masyarakat

  (Abd A‟la, 2006: 16).

  Pola itu mengantarkan pesantren pada sistem pendidikan yang penuh kelenturan. Menjadikan masyarakat sebagai masyarakat pembelajar. Pesantren tidak membatasi waktu-waktu belajar, sehingga proses pembelajaran berlangsung selama dua puluh empat jam hadir penuh dalam bentuk y ang nyata tanpa harus “memberatkan” siapapun yang terlibat di dalamnya (Abd A‟la, 2006: 16).

c. Tipe-tipe pondok pesantren

  Secara umum pesantren dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni pesantren salaf (tradisional) dan pesantren khalaf (modern). Pesantren salaf adalah sebuah pesantren yang tetap melestarikan unsur-unsur utama pesantren dan masih mampu menjaga eksistensi pesantrennya, melalui kegiatan pendidikannya berdasarkan pada pola-pola pengajaran klasik atau lama, yakni melalui pengajian kitab kuning dengan metode pembelajaran tradisional. Sedangkan pesantren khalaf (modern) adalah pesantren yang tetap melestarikan unsur- unsur pesantren, tetapi juga memasukkan di dalamnya unsur- unsur modern yang ditandai dengan klasikal atau sekolah dan adanya materi ilmu-ilmu umum dalam muatan kurikulumnya (Depag RI, 2003: 7-8).

  Selain tipe pesantren di atas, menurut Nasir (2005: 87) menyebutkan lima klasifikasi pesantren antara lain: 1)

  Pondok pesantren klasik (salaf) yaitu pondok pesantren yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan), dan sistem klasikal (madrasah dan salaf). 2)

  Pondok pesantren semi berkembang yaitu pondok pesantren yang di dalamnya terdapat pendidikan salaf

  (weton dan sorogan), dan sistem klasikal (madrasah) swasta kurikulum 90 % agama dan 10% umum.

  3) Pondok pesantren berkembang yaitu hampir sama dengan semi berkembang hanya berbeda dalam kurikulumnya

  70% agama dan 30% umum, serta telah diselenggarakan madrasah SKB Tiga Mentri.

  4) Pondok pesantren modern ( khalaf) yaitu pondok pesantren ini lebih lengkap dari pondok pesantren berkembang.

d. Elemen pondok pesantren

  Ada 5 elemen yang ada dalam sebuah pondok pesantren, sebagai berikut: 1)

  Pondok Sebuah pesantren adalah asrama pendidikan

  Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang kyai. Asrama untuk para siswa berada di sekitar kompleks tempat tinggal kyai, dimana biasanya dikelilingi tembok agar dapat mengawasi keluar masuknya santri sesuai dengan peraturan yang berlaku (Zamakhsyari, 1984: 44).

  2) Masjid

  Masjid adalah tempat beribadah dan kegiatan belajar mengajar. Masjid merupakan sentral sebuah pesantren, dimana masjid tempat bertumpu seluruh kegiatan yang berkaitan dengan ibadah seperti sholat berjamaah, beri‟tiqaf, zikir, do‟a, wirid serta kegiatan belajar mengajar santri (Yasmadi, 2005: 64). 3)

  Pengajaran Kitab-kitab Islam Klasik Dalam dunia pondok pesantren, istilah “kitab kuning”, sudah cukup populer, yaitu kitab-kitab berbahasa Arab yang dikarang oleh ulama

  ‟ masa lalu, khususnya di abad pertengahan. Di lingkungan pondok pesantren tradisional, kitab-kitab inilah yang jadi inti kurikulum dan boleh dikatakan sebagai makanan pokok santri sehari-hari (Bawani, 1993:135).

  Kitab itu disebut “kitab kuning” karena umumnya dicetak di atas kertas berwarna kuning yang berkualitas rendah. Kadang-kadang lembar-lembaranya lepas tak terjilid sehingga bagian-bagian yang perlu mudah diambil.

  Biasanya, ketika belajar, para santri hanya membawa lembaran-lembaran yang akan dipelajari dan tidak

  (Dahlan, 1996:333).

  membawa kitab secara utuh

  Kitab-kitab kuning tersebut (yang berbahasa Arab) tertulis dengan redaksi tanpa harokat dan tanda baca lainnya, seperti titik dan koma. Maka tak heran para orang pondok pesantren memperkenalkan istilah (Wahid, 1999: 221). kitab kuning dengan kitab gundul

  Pengertian umum yang beredar di kalangan pemerhati masalah pesantren adalah bahwa kitab kuning selalu dipandang sebagai kitab-kitab keagamaan yang berbahasa Arab, sebagai produk pemikiran ulama- ulama masa lampau yang ditulis dengan format khas pra-modern, sebelum abad ke-17an M.

  Isi yang disajikan kitab kuning itu semua terdiri dari dua komponen yakni: komponen matan dan syarah.

  Matan adalah isi, inti yang akan dikupas oleh syarah. Ciri lain dari kitab kuning yang khas yakni, penjilidan kitab yang biasanya dengan sistem korasan, dimana lembaran-lembarannya dapat dipisah-pisahkan sehingga lebih memudahkan pembaca untuk menelaahnya, akan tetapi pada saat ini juga banyak kitab kuning yang dicetak seperti buku, dalam artian dijilid menjadi satu.

  Tujuan utama pengajaran ini adalah untuk mendidik para santri menjadi calon ulama. Namun pada santri yang tinggal di pesantren hanya sementara dan tidak bercita-cita menjadi ulama, mempunyai tujuan untuk mencari pengalaman dalam hal pendalaman perasaan keagamaan. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan terdapat dalam 8 kelompok Nahwu dan sharaf a)

  Fiqih

  b) Ushul Fiqih

  c) Hadist

  d) Tafsir

  e) Tauhid

  f) Tasawuf dan etika

  g) Cabang-cabang lain seperti Tarikh

h) Balaghoh (Zamakhsyari, 1984: 50).

  Untuk mendalami kitab-kitab klasik tersebut, biasanya menggunakan sistem weton dan sorogan, atau dikenal dengan sorogan atau bandongan. Weton adalah pengajian yang berdasarkan kemauan dari kyai baik dalam menentukan tempat, waktu serta kitabnya. Sedangkan pengertian sorogan adalah pengajian yang merupakan permintaan dari seseorang atau beberapa orang santri kepada kyainya untuk diajarkan kitab tertentu (Yasmadi, 2005: 67).

  Kebanyakan kitab kuning yang digunakan di pondok pesantren itu menggunakan atau berbahasa Arab, sementara pondok pesantren sebagai pengguna kitab kuning bukanlah orang Arab, sehingga dalam membacanya dibutuhkan penguasaan terhadap teknik atau cara mebaca kitab kuning.

  Yang dimaksud dengan teknik membaca kitab kuning dalam pembahasan ini adalah cara yang lazim digunakan di lingkungan pondok pesantren khususnya di Jawa di pondok pesantren dimana penulis melakukan penelitian, yaitu cara penerjemahan kitab kuning yang berbahasa Arab ke dalam bahasa Jawa, yang meliputi terjemah dan tata bahasa Arab.

  Pembacaan kitab cara ini dimulai dengan terjemah, syarah dengan analisa gramatika (I ‟rob), peninjauan morfologis (tasrif) dan uraian semantik

  (murad, ghard, ma ‟ na) (Raharjo, 1985:89). Oleh karena itu dalam sistem penerjemahan ini juga dikenal kode- kode tertentu untuk menjelaskan tata bahasanya. Sistem penerjemahan ini dibuat sedemikian rupa sehingga para santri diharapkan mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam suatu kalimat bahasa Arab.

  Untuk dapat membaca kitab kuning haruslah memahami dan menguasai bahasa Arab dengan baik dan benar, untuk itu membutuhkan kaidah-kaidah bahasa Arab dan menghafal kaidah-kaidah tersebut tidaklah mudah, sehingga dibutuhkan suatu metode khusus unuk lebih memudahkan. Untuk mampu membaca kitab kuning dengan baik dan benar dibutuhkan kurang lebih kurun waktu 6 tahun, sehingga dibutuhkan suatu metode khusus untuk lebih memudahkan dan mempersingkat waktu. Dari situlah metode Amtsilai lahir, dimana metode ini sebagai program pemula membaca kitab kuning selama 6 bulan sebagai metode praktis mendalami Al-

  Qur‟an dan kitab Kuning. Dengan demikian, untuk memahami kitab kuning dan memudahkan memahami isi kitab kuning dan Al-

  Qur ‟an perlu ada bimbingan dan penerapan dengan metode praktis Amstilati maupun metode yang lainnya.

  Jadi teknik membaca kitab kuning dalam pembahasan ini adalah guru membaca kitab, santri mendengarkannya sambil menyimak makna materi yang diberikan. Pemberian makna tersebut biasanya ditulis dengan huruf kecil-kecil dalam huruf pegon di bawah kata atau kalimat Arabnya. Dilingkungan pondok pesantren di Jawa menyebutkannya dengan istilah atau nafsahi yang mempunyai cara dan sistem

  maknani

  penerjemah yang khas Jawa dengan makna atau terjemah bedasarkan kode atau arti tertentu sesuai dengan kedudukan kata dalam kalimat, seperti kode Huruf

  م: utawi/ bermula (kedudukannya mubtada‟), Huruf

  خ : iku/ itu (kedudukannya khobar), Huruf ظ : ingdalem/ pada (kedudukannya zhorof), Huruf طم : kelawan/ dengan (kedudukannya maful mutlak) dan lain- lainnya. 4)

  Santri Terdapat tiga jenis santri yaitu santri mukim, santri kalong dan santri pasan. Berikut penjelasannya: a)

  Santri mukim Santri mukim adalah para santri yang tempat tinggalnya jauh dari pesantren, sehingga jarang pulang ke rumah, kemudian menetap di pesantren yang telah disediakan.

  b) Santri kalong

  Santri kalong adalah murid-murid atau santri yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren, yang biasanya tidak tinggal di pesantren (Sindu Galba, 2004: 53).

  c) Santri pasan

  Santri pasan adalah istilah bagi santri yang hanya datang mencari ilmu pada bulan puasa atau bulan Ramadhan, malah ada juga yang sudah kyai- kyai (Abdul Munir Mulkhan, 1998: 143).

  5) Kyai

  Kyai merupakan elemen terpenting dalam pendirian pesantren. Beliau biasanya sebagai ustad sekaligus pengasuh pondok pesantren tersebut. Di Jawa Tengah, ulama yang memimpin pesantren disebut kyai.

  Namun zaman sekarang, ulama yang berpengaruh dalam masyarakat juga disebut “kyai” walaupun tidak memimpin pesantren (Zamakhsyari, 1984: 55).

e. Model pembelajaran pondok pesantren

  Model pembelajaran di pesantren ada yang bersifat tradisional adapula model pembelajaran yang bersifat baru (modern). Pesantren pada mulanya telah mengenal sistem kalsikal, tetapi tidak dengan batas-batas fisik yang lebih tegas seperti pada sistem klasikal yang dterapkan di sekolah atau madrasah modern (Depag, 2003: 73).

  Adapun model pembelajaran pesantren yang bersifat tradisional antara lain: 1)

  Sorogan Model sorogan merupakan kegiatan pembelajaran bagi para santri yang lebih menitikberatkan pada pengembangan kemampuan perseorangan (individual), di bawah bimbingan seorang ustadz atau kyai. Pengajian sistem sorogan ini diselenggarakan pada ruang tertentu dimana disitu terdapat tempat duduk seorang kyai atau ustadz, kemudian di depannya terdapat bangku pendek untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap. santri-santri lain, baik yang mengaji kitab yang sama ataupun berbeda duduk agak jauh sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh kyai atau ustadz kepada temannya sekaligus mempersiapkan diri menunggu gilirannya dipanggil (Depag, 2003: 74-75). 2)

  Bandongan Model bandongan disebut juga model wetonan.

  Metode bandongan dilakukan oleh seorang kyai atau ustadz terdapat sekelompok peserta didik atau santri, untuk mendengarkan dan menyimak apa yang dibacanya dari sebuah kitab. Seorang kyai atau ustadz dalam hal ini membaca, menerjemahkan, menerangkan dan sering kali mengulang teks-teks kitab berbahasa Arab tanpa harakat (gundul). Sementara itu santri dengan memegang kitab yang sama, masing-masing melakukan pen-dhabitan (penetapan) harakat, pencatatan simbol-simbol kedudukan kata, arti-arti kata langsung di bawah kata yang dimaksud, dan keterangan-ketarangan lain yang dianggap penting dan dapat membantu memahami teks.

  Posisi santri dalam pembelajaran dengan menggunakan metode ini adalah melingkari dan mengelilingi kyai atau ustadz sehingga membentuk halaqoh (lingkaran). Untuk penterjemahannya kyai atau ustadz dapat menggunakan berbagai bahasa yang menjadi bahasa utama para santrinya ( Depag, 2003: 86-87). 3)

  Musyawarah Musyawarah merupakan model pembelajaran yang lebih mirip dengan diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqoh (lingkaran) yang dipimpin langsung oleh kyai atau ustadz, dan mungkin juga santri senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada pelaksanaannya, para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau pendapatnya. Dengan demikian, model ini lebih menitikberatkan pada kemampuan perseorangan di dalam menganalisis atau memecahkan suatu persoalan dengan argumen logika yang mengacu pada kitab-kitab tertentu (Depag, 2003: 92-93).

  4) Hafalan (muhafadhah)

  Model hafalan adalah model pembelajaran santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan seorang kyai atau ustadz. Para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu. Hafalan yang dimiliki santri kemudian dihafalkan di hadapan kyai atau ustadznya secara periodik atau insidental tergantung pada petunjuk gurunya tersebut. 5)

  Mudzakarah Model mudzakarah atau dalam istilah lain bahtsul masail merupakan pertemuan ilmiah yang membahas masalah diniyah seperti ibadah, aqidah dan masalah agama pada umumnya. Model ini sesungguhnya tidak jauh dengan model musyawarah. Hanya bedanya pada model ini pesertanya adalah para kyai atau para santri tingkat tinggi (Depag, 2003: 109).

2. Tinjauan tentang metode Amtsilati a. Pengertian metode Amtsilati

  Secara lughowi metode dalam bahasa Arab disebut dengan istilah toriqoh yang berarti jalan. Terdapat beberapa pendapat dari definisi metode: 1)

  Menurut Radliyah Zaenuddin (2005:31) metode adalah rencana yang menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian materi secara teratur, dimana tidak ada satu bagian yang lain dan kesemuanya berdasarkan atas approach (pendekatan) yang telah ditentukan sebelumnya.

  2) Menurut Wina Sanjaya (2008:142) metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.

  Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan proses pembelajaran.

  Sedangkan Amtsilati berasal dari kata “Amtsilah” yang artinya beberapa contoh Dan akhiran

  “ti” itu merupakan

  pengidofahan (persambungan) lafadz Amtsilah dengan ya

  

mutakallim wahdah (Taufiqul Hakim, 2004: 8). Jadi yang

  dimaksud metode Amtsilati yaitu suatu alat atau cara yang dilakukan oleh guru dalam menyajikan materi kitab Amtsilati dimana dalam kitab tersebut lebih menekankan pada memperbanyak contoh dan juga praktek dengan tujuan siswa mampu memahami qowa

‟id dengan baik.

  Metode Amtsilati bukanlah dua rangkaian kata yang terpisah melainkan satu rangkaian dalam satu arti yang pengertiannya mencakup maksud dan isinya. Jadi yang dimaksud dengan penerapan metode Amtsilati adalah suatu metode atau cara praktis belajar membaca kitab kuning.

  Metode ini disusun secara lengkap dan sempurna, terencana serta terarah dimulai dari pelajaran yang amat mendasar dan sederhana dengan proses yang sangat evaluative disertai banyak latihan.

  Jadi metode Amtsilati ini merupakan terobosan baru untuk mempermudah santri agar bisa membaca kitab kuning dengan kurun waktu yang relatif singkat (3 sampai 6 bulan), serta metode ini dikemas begitu menarik dan praktis sehingga mudah dipelajari, bahkan bagi anak yang sedini mungkin.

b. Sejarah metode Amtsilati

  Metode Amtsilati disusun oleh KH.Taufiqul Hakim, yaitu seorang pendiri pondok pesantren Darul Falah, Bangsrih, Jepara.

  Berawal dari pengalaman beliau nyantri di pondok pesantren Maslakul Huda, Kajen-Margoyoso, Pati, dengan merasakan begitu sulitnya membaca kitab kuning dan belajar tentang ilmu kitab kuning (nahwu sharaf). Hal tersebut sangat wajar sebab latar belakang pendidikan beliau dimulai dari TK, SD, MTsN, yang notabene sangat kecil pendidikan tentang agama. Persyaratan yang harus dipenuhi pada saat beliau nyantri di pondok pesantren tersebut adalah hafal Alfiyah yang merupakan harga mati dan tidak bisa ditawar lagi. Dengan sekuat tenaga beliau menghafal Alfiyah walaupun belum tahu untuk apa Alfiyah dihafalkan, yang penting mantap, yakin, ibarat mantra, bukan ibarat resep ( Taufiqul Hakim, 2004: 1).

  Setelah kelas dua Aliyah, beliau baru sedikit demi sedikit tahu bahwa Alfiyah adalah sebagai pedoman dasar untuk membaca kitab kuning. Motivasi untuk memahami Alfiyah muncul. Dari

  

ghirah tersebut beliau menyimpulkan bahwa ternyata tidak semua

nadzam kitab Alfiyah yang tersebut sebagai induknya gramatik

  Arab digunakan dalam praktek membaca kitab kuning. Beliau menyimpulkan dari 1002 nadzam Alfiyah yang terpenting hanya berjumlah sekitar 100 sampai 200 bait, sementara nadzam yang lain hanya sekedar penyempurnaan.

  Berawal dari adanya sistem belajar cepat baca Al-Qur ‟an, yaitu dengan kitab Qiro

  ‟ati, beliau terdorong dari kitab tersebut yang mengupas cara membaca lafadz yang ada harakatnya, beliau ingin menulis metode yang bisa digunakan untuk membaca lafadz yang tidak ada harakatnya. Akhirnya terbentukanlah nama Amtsilati yang berarti beberapa contoh saya, yang beliau sesuaikan dengan akhiran “ti” dari kata Qiro‟ati. Mulai tanggal 27 Rajab tahun 2001 M, beliau mulai merenung dan muncul pemikiran untuk mujahadah. Setiap hari beliau melakukan mujahadah terus menerus sampai 17 Ramadlon yang bertepatan dengan Nuzulul Qu r‟an. Saat bermujahadah, beliau kadang seakan berjumpa dengan Syekh Muhammad Baha

  ‟uddin An-Naqsyabandiyah, Syekh Ahmad Mutamakkin dan Imam Ibnu Malik dalam keadaan tidur setengah sadar. Hari tersebut, seakan ada dorongan kuat untuk menulis. Siang dan malam, beliau ikuti dorongan tersebut dan akhirnya tanggal 27 Ramadhan selesailah penulisan Amtsilati dalam bentuk tulis tangan. Dengan demikian Amtsilati tertulis hanya dalam jangka waktu 10 hari. Kemudian diketik oleh Bapak Nur Shubki, Bapak Toni dan Bapak Marno. Proses pengetikan mulai dari Khulashoh sampai Amtsilati memakan waktu hampir satu tahun dan dicetak sebanyak 300 set.

  Sebagai follow up terciptanya Amtsilati, beliau dan rekan- rekannya mengadakan bedah buku di gedung NU kabupaten Jepara tanggal 16 juni 2002 yang diprakarsai oleh Bapak Nur Kholis. Sehingga timbullah tanggapan dari peserta yang pro dan kontra.

  Salah satu dari peserta kebetulan mempunyai kakak di mojokerto yang menjadi pengasuh pesantren. Beliau bernama KH.

  Hafidz pengasuh pondok pesantren Manba‟ul Qur‟an. Beliau berinisiatif untuk menyelenggarakan pengenalan sistem cepat baca kitab kuning metode amtsilati, tanggal 30 juni 2002, sekaligus untuk acara Hubbur Rosul di Ngabul Jepara. Pada acara tersebut mendapatkan sambutan yang luar biasa dapat dilihat dari banyaknya buku yang terjual.

  Dari Mojokerto dukungan mengalir sampai ke beberapa daerah di jawa timur, melalui forum yang digelar oleh Universitas Darul Ulum (UNDAR) Jombang, Jember, Pemekasan, Madura. Setelah itu mulailah Amtsilati terkenal sebagai metode cepat baca kitab, sampai saat ini Amtsilati tersebar di pelosok Jawa, bahkan sampai ke luar Jawa, seperti Kalimantan, Batam dan Malaysia (Taufiqul Hakim, 2002: 2-10).

B. Kajian Pustaka

  Kajian pustaka dilakukan untuk menelaah penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan kajian penelitian ini. Telaah ini penting dilakukan untuk pebanding dalam suatu penelitian. Berikut beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini: