STUDI TENTANG FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN USAHA JASA KECANTIKAN DI KOTA SURAKARTA

(1)

commit to user

STUDI TENTANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN USAHA JASA KECANTIKAN

DI KOTA SURAKARTA

Skripsi

Dimaksudkan Untuk Melengkapi Tugas – tugas dan Memenuhi Syarat – syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh : CAESA SEPTIANI PUTRI

F 1107035

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

(3)

commit to user

iii

   

    


(4)

MOTTO

[ |wâÑ çtÇz uxÜ{tÜzt twtÄt{ {|wâÑ çtÇz wtÑtà ÅxÅuxÜ|~tÇ ~x{|wâÑtÇÇçt ~xÑtwt ÉÜtÇz

Ät|ÇA

; f ÉÜxÇ ^ |xÜ~xzttÜw<

T Åu|á| |àâ áxÑxÜà| t|Ü w| Ätâà ÄxÑtá? Äxu|{ utÇçt~ ÉÜtÇz çtÇz ÅxÅ|ÇâÅÇçt Åt~t t~tÇ

{tâáA

; c xÇâÄ|á<

` tátÄt{@

ÅtátÄt{ ~|àt twtÄt{ uâtàtÇ ÅtÇâá|t? Åt~t wtÜ| |àâ wtÑtà w|tàtá| ÉÄx{ ÅtÇâá|tA

g|wt~ twt ÅtátÄt{ wtÄtÅ àt~w|Ü ÅtÇâá|t çtÇz à|wt~ àxÜ}tÇz~tâ ÉÄx{ ÅtÇâá|tA

; ] É{Ç YA ^ xÇÇxwç<

f xáâÇzzâ{Ççt áxáâwt{ twt ~xáâÄ|àtÇ |àâ twt ~xÅâwt{tÇA


(5)

commit to user

v

PERSEMBAHAN

K arya ini penulis persembahkan unt uk :

Allah SWT at as anugerah dan

rahmat nya hingga saat ini, dan hanya kepadaM u hamba menyembah, berlindung sert a memohon ampun

D an dihadiahkan kepada :

I bunda dan ayahanda at as doa dan kasih sayangnya sepanjang masa

Adik-adikku yang cantik at as doa

dan dukungan t anpa hent i-hentinya

M y L ove at as doa, penunt un dan

bantuannya selalu

EP`07 at as kerjasama sert a kerepot annya


(6)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga hanya dengan bimbingan, pertolongan, dan kasih sayang-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul :“STUDI TENTANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN USAHA JASA KECANTIKAN DI KOTA SURAKARTA”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persiapan,perencanaan, dan pelaksanaan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peran dan bantuan berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Tiada yang dapat melukiskan kebahagiaan penulis selain rasa syukur yang mendalam. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Sutanto, Msi, selaku pembimbing yang dengan arif dan bijak telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan memberikan masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof. DR. Bambang Sutopo, M. Com, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

3. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.si Selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan.


(7)

commit to user

vii

4. Ibu Dwi Prasetyani, SE, M.si selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan.

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta seluruh staff dan karyawan yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan pelayanan kepada penulis.

6. Seluruh petugas di perpustakaan MM Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi.

7. Ayah dan Mamah yang senantiasa selalu mendoakan, member dorongan dan bimbingan kepada ananda.

8. Kedua adikku yang cantik makasih atas doanya…..tetap semangat ya…

9. Arry Budhi Saputro terimakasih atas waktu dan bantuannya, baik spirit dan religi.

10.Teman – temanku di Ekonomi Pembangunan 2007.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsung maupun tidak atas bantuannya kepada penulis hingga terselesaikannya penelitian ini.

Demikian skripsi ini penulis susun dan tentunya masih banyak kekurangan yang perlu di benahi. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi sempurnanya skripsi ini. Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi segenap pembaca.

Surakarta, April 2011


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 9

B. Penelitian Terdahulu ... 20

C. Kerangka Pemikiran ... 21


(9)

commit to user

ix BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 24

B. Teknik Pengambilan Sampel... 24

C. Teknik Pengumpulan Data ... 26

D. Definisi Operasional Variabel ... 27

E. Analisis Data ... 28

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Wilayah Surakarta ... 34

B. Gambaran Karakteristik Responden ... 40

C. Analisis Data ... 53

D. Interpretasi Secara Ekonomi ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I.1 Struktur Eknmi Kota Surakarta Tahun 2003-2008 Atas Dasar

Harga Berlaku (persen) ... 4

Tabel IV.1 Gambaran Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin, Tingkat Kepadatan, dan Pembagian Administrasi di Kota Surakarta Tahun 2008 ... 35

Tabel IV.2 Jumlah Penduduk Kota Surakarta Menurut Jenis Kelamin Tahun 1995-2008 ... 36

Tabel IV.3 Penduduk Kota Surakarta Menurut Dewasa, Anak dan Jenis Kelamin Tahun 2008 ... 37

Tabel IV.4 Banyaknya Penduduk Usia 5 Tahun Ke atas Menurut Tingkat Pendidikan di Kota Surakarta Tahun 2008 ... 38

Tabel IV.5 Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Surakarta Tahun 2008 ... 39

Tabel IV.6 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Surakarta Tahun 2007-2008 (Jutaan Rupiah) ... 40

Tabel IV.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 41

Tabel IV.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia ... 41

Tabel IV.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan ... 42

Tabel IV.10 Lama Menjadi Usahawan Jasa Kecantikan ... 43

Tabel IV.11 Distribusi Frekuensi Lokasi Usaha ... 43

Tabel IV.12 Distribusi Frekuensi Status Kepemilikan Usaha ... 44

Tabel IV.13 Distribusi Frekuensi Yang Memulai Mendirikan Usaha ... 45

Tabel IV.14 Distribusi Frekuensi Status Pekerjaan ... 45

Tabel IV.15 Distribusi Frekuensi Usaha Lain ... 46 Tabel IV.16 Distribusi Frekuensi Yang Mendorong Menjadi Usawan Jasa


(11)

commit to user

xi

Tabel IV.17 Modal Untuk Memulai Usaha Jasa Kecantikan ... 47

Tabel IV.18 Cara Mendapatkan Sumber Modal ... 48

Tabel IV.19 Tenaga Pembantu Dalam Menjalankan Usaha ... 48

Tabel IV.20 Cara Merekrut Tenaga Pembantu Dalam Menjalankan Usaha ... 49

Tabel IV.21 Hari Kerja Dalam Seminggu ... 50

Tabel IV.22 Jumlah Gaji Tenaga Pembantu Perbulan ... 50

Tabel IV.23 Besar Rata-rata Omset Pendapatan Perbulan ... 51

Tabel IV.24 Total Laba Bersih Dalam Satu Bulan ... 52

Tabel IV.25 Distribusi Frekuensi Cara Menentukan Harga Jasa ... 53

Tabel IV.26 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 54

Tabel IV.27 Peringkat Variabel ... 62

Tabel IV.28 Hasil Uji Multikolinearitas ... 56

Tabel IV.28 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 57


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar II.1 Kerangka Pemikiran ... 21 Gambar III.1 Uji t ... 33


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner.

Lampiran 2. Data Operasional Variabel.

Lampiran 3. Hasil Pengelompokan Data Responden. Lampiran 4. Hasil Analisis regresi Linier Berganda. Lampiran 5. Hasil Uji Multikolinearitas.

Lampiran 6. Hasil Uji Heteroskedastik. Lampiran 7. Hasil Uji Autokorelasi .


(14)

ABSTRAKSI

STUDI TENTANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN USAHA JASA KECANTIKAN

DI KOTA SURAKARTA CAESA SEPTIANI PUTRI

F1107006

Penelitian ini bertujuan: pertama, mengetahui besarnya pengaruh faktor modal usaha, tingkat pendidikan, lama usaha dan lokasi usaha terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan di kota Surakarta; kedua, untuk mengetahui manakah dari faktor-fakor tersebut yang mempunyai pengaruh dominan terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan di kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan observasi terhadap usahawan jasa kecantikan di Kota Surakarta. Sampel diambil dari 5 Kecamatan di Kota Surakarta yaitu Kecamatan Laweyan, Banjarsari, Serengan, Pasarkliwon, dan Jebres sebanyak 75 responden.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh pembuktian dari sebuah hipotesis. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan kuesioner serta pengamatan langsung, dengan sampel sebanyak 75 usahawan dengan teknik sampling classified proportional random sampling technique. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda yang disertai dengan uji asumsi klasik (uji multikolinieritas, heteroskedastik, dan autokorelasi) serta uji statistik (uji t, uji F, koefisien determinasi (R2)).

Hasil penelitian menunjukkan,pertama, bahwa secara individu keempat variabel modal usaha, tingkat pendidikan, lama usaha dan lokasi usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan di Kota Surakarta, kecuali tingkat pendidikan tidak signifikan terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan di Kota Surakarta. Dan secara bersama-sama keempat variabel tersebut positif dan signifikan terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan di Kota Surakarta; Kedua, dilihat dari koefisien regresinya, variabel yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan di Kota Surakarta adalah lama usaha, berarti hal ini sesuai dengan hipotesis dalam penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan: pertama, usahawan jasa kecantikan berfokus mengikuti seminar kecantikan dan kursus-kursus kecantikan; kedua, usahawan memiliki modal dalam menambah perlengkapan dan peralatan salon; ketiga, usahawan memperhatikan lokasi usaha dan menambah pengalaman usaha dalam menjalani usahanya.

Kata Kunci : modal usaha, tingkat pendidikan, lama usaha dan lokai usaha, classified


(15)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang, sejak tahun 1969 dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan kestabilan. Pembangunan nasional mengusahakan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, yang pada akhirnya memungkinkan terwujudnya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat.

Tetapi pembangunan nasional negara Indonesia dapat dikatakan mengalami perkembangan yang masih jauh dari tujuan negara dalam mensejahterakan rakyat, khususnya kesejahteraan ekonomi rakyat kecil. Pembangunan nasional seluruhnya belum mengalami kemajuan yang signifikan, bahkan perekonomian negara pasca krisis ekonomi 1997 juga tidak mengalami peningkatan. Akhir-akhir ini Indonesia seakan mengalami cobaan yang tiad hentinya dengan banyaknya terjadi musibah seperti berbagai macam bencana alam dan kecelakaan transportasi yang membuat semakin terpuruknya perekonomian.

Di tengah sektor ekonomi yang lesu karena imbas dari krisis ekonomi yang menyebabkan ketimpangan antar penduduk dan penyediaan lapangan pekerjaan yang tidak memadai, sehingga timbul banyaknya permasalahan pengangguran yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Hal tersebut


(16)

terjadi karena banyak perusahaan yang tidak mempertahankan usahanya yang berakibat berkurangnya lapangan pekerjaan.

Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia dewasa ini memang merupakan permasalahan yang rumit. Hal ini terjadi karena lapangan pekerjaan formal tidak mampu menyerap seluruh tenaga kerja yang ada akibat makin kuatnya proses modernisasi yang bergerak bias menuju sifat-sifat dualistik, masalah ini ditambah lagi dengankemampuan para angkatan kerja yang kebanyakan mempunyai pendidikan dan ketrampilan relatif rendah, sedangkan disisi lain lapangan kerja formal menuntut pengetahuan dan kemampuan tekhnis yang relatif tinggi. Kondisi ini menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran dan berbagai macam penyakit sosial lainnya. Para penganggur mempunyai beberapa ciri khas, yaitu banyak diantaranya yang berumur relatif muda dan belum kawin, pendidikan sekolah lanjutan, dan berinspirasi bekerja di sektor formal dengan gaji dan pekerjaan yang relatif tetap (Manning dan Effendi, 1991: 1).

Adanya pertumbuhan yang tidak seimbang antara angkatan kerja dan kesempatan kerja dengan segala implikasinya secara social ekonomi akan menjadikan penciptaan lapangan kerja sebagai prioritas utama di Indonesia. Kesenjangan tersebut tidak sekedar menimbulkan pengangguran, tetapi sebagian dari mereka akan menerima jenis pekerjaan apa saja demi kelangsungan hidupnya. Akibat susahnya bekerja di sektor formal, hal ini ternyata mampu membuat masyarakat berpikir unuk mendirikan usaha sendiri


(17)

commit to user

Pemerintah juga telah menyadari bahwa untuk mengurangi angka pengangguran hanyalah dengan menciptakan para wiraswasta atau pelaku bisnis yang lebih banyak lagi dan dapat bersaing. Jenis usaha yang peling banyak dilakukan masyarakat adalah Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Hal ini dikarenakan keterbatasan modal dan usaha kemampuan yang dimiliki.

Untuk menciptakan para wiraswasta baru khususnya UKM, pemerintah sudah membantu dengan memberikan kebijakan kredit mudah untuk para usahawan/pelaku bisnis dalam menciptakan lapangan usahanya maupun mengembangkan usahanya yang telah ada. Dengan kebijakan tersebut diharapkan Indonesia dapat meningkatkan pelaku bisnis di Indonesia dan mengurangi angka pengangguran di Indonesia yang cukup tinggi. Indonesia pada saat ini menganut perekonomian global yang membuatpersaiangan usaha menjadi lebih keras dan ketat. Dengan adanya sistem itu para usahawan dituntut untuk bekerja lebih keras lagi untuk menekuni serta menjalani usahanya. Di dunia bisnis yang merupakan prioritas utamanya adalah meraih keuntungan dan keberhasilan atas usahanya.

Dengan adanya perkembangan dan kemajuan tekhnologi di berbagai bidang kehidupan, kebutuhan hidup manusia juga semakin banyak dan kompleks. Demikian halnya banyak bermunculan usaha-usaha kecil seperti halnya jasa yang mana menawarkan produk maupun jasanya kepada konsumen (masyarakat) dalam memenuhi kepuasan hasrat pada bagian masyarakat tertentu yakni wanita dalam hal tampil cantik serta menarik, dengan beragam penawaran jasa pada usaha jasa kecantikan. Adapun anggapan bahwa masa depan dunia akan dikuasai oleh usaha kecil dan


(18)

menengah yang mana negara memberikan perhatiannya pada pembinaan usaha skala kecil-menengah. Selain itu adanya kecenderungan berbagai negara untuk memfokuskan perhatiannya kepada pembinaan usaha kecil-menengah. Biro Pusat Stastistik (BPS 1994) telah menggunakan secara konsisten pendekatan ini, yaitu usaha skala kecil-menengah yang identik tidak dengan badan hukum serta bagi usaha besar yakni identik dengan badan hukum.

Sektor usaha jasa dewasa ini telah mengalami peningkatan yang dramatis bila dibandingkan dengan dekade sebelumnya. Di Surakarta misalnya, sektor usaha jasa dewasa ini telah menyumbang 12,38% PDRB, yang mana kontribusi ini dilihat dari segi pendapatan maupun kemampuannya menyerap sebagian besar penawaran akan tenaga kerja. Dengan semakin banyaknya usaha jasa kecantikan di Surakarta, juga akan berpengaruh terhadap PDRB Kota Surakarta itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada tabel I.2 di bawah ini.

Tabel I.1

Struktur Ekonomi Surakarta Tahun 2003-2008 Atas Dasar Harga Berlaku (Persen)

Sektor Tahun

2003 2004 2005 2006 2007 2008

Pertanian 0,07 0,07 0,06 0,06 0,06 0,06

Pertambangan 0,05 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04

Industri 28,63 28,10 26,42 25,11 24,34 23,27

Listrik, Gas & Air 2,63 2,70 2,59 2,69 2,69 2,70

Bangunan 12,80 12,68 12,89 13,07 13,38 14,44

Perdagangan, Hotel & Restoran

22,67 22,96 23,82 24,35 24,78 25,12

Pengangkutan dan Komunikasi

10,79 10,83 11,52 11,78 11,61 11,20

Keuangan 10,73 11,14 11,43 11,26 11,06 10,93

Jasa-jasa 11,62 11,48 11,23 11,64 12,04 12,38

TOTAL 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00


(19)

commit to user

masih merupakan sektor yang menjadi andalan terbesar di Kota Surakarta. Tetapi mulai tahun 2007 disaat mulai bermunculannya usaha jasa kecantikan di Kota Surakarta, sektor pedagangan member andil paling besar dalam PDRB Kota Surakarta.

Dinamika yang terjadi pada sektor usaha jasa terlihat dari munculnya berbagai usaha jasa seperti jasa cathering, jasa letter, jasa wedding organizer,

jasa kecantikan, dan jasa-jasa lainnya yang mana usaha ini merupakan suatu usaha kecil yang didirikan oleh seseorang usahawan yang memiliki ketrampilan serta kemampuan dibidangnya tersebut. Usahawan-usahawan inilah yang mengembangkan usahanya manakala menawarkan pelayanan produk/jasa kepada konsumen (masyarakat) untuk menghasilkan uang (pendapatan) yang secara langsung dapat meningkatkan kesejahteraan usahawan tersebut.

Saat ini perkembangan usaha jasa kecantikan mengalami peningkatan, dilihat dari permintaan konsumen (masyarakat) akan pelayanan perawatan rambut, kulit, wajah dan lain-lain. “Selama masih ada wanita, permintaan untuk perawatan rambut dan kecantikan tetap akan ada” (Nihayati, 2010: 2). Demikianlah faktor utama yang membuktikan para usahawan-usahawan usaha jasa kecantikan dalam mendirikan bisnisnya, “wirausaha adalah orang yang menciptakan kemakmuran bagi dirinya maupun bagi orang lain yang menemukan cara-cara atau tekhnik yang lebih baik dalam pemafaatan sumber daya, memperkecil pemborosan, serta menghasilkan produk atau jasa dalam upayanya memuaskan kebutuhan orang lain” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka-1989).


(20)

Sejak dikenal pertama kali, seorang usahawan telah berjasa banyak bagi perekonomian dan kualitas hidup manusia. Suatu usaha atau bisnis akan menciptakan suatu produk atau jasa baru, lapangan kerja baru, jalur distribusi baru, aspek-aspek manfaat sosial baru, mobilisasi dan inovasi atas produktifitas masyarakat, serta metode-metode baru dalam tekhnologi berproduksi. Dengan demikian munculah berbagai usaha jasa kecantikan yang mana dapat menbantu dalam menyerap sebagian masyarakat untuk sebagai karyawan pada usaha ini, misalnya hairstylist, nailist, kapster, teraphist dan lain sebagainya yang mana orang-orang ini sebelumnya dididik terlebih dahulu atau memang dari individu tersebut memiliki ketrampilan dan kemampuan dalam bidang tersebut.

Dalam hal munculnya usaha-usaha atau bisnis jasa kecantikan tersebut dalam perekonomian dewasa ini, setiap usaha dituntut memiliki daya adaptasi yang tinggi secara cepat dan usaha antisipasi perkembangan dalam lingkungan usaha agar usaha tersebut dapat bertahan dalam keadaan sulit sekalipun. Di balik era perubahan yang terus menerus terjadi, tentunya ada peluang usaha yang dapat dimanfaatkan secara lebih optimal. Dalam hal ini usaha jasa kecantikan diharapkan mampu mengindentifikasi peluang yang muncul akibat adanya perubahan itu.

Usaha jasa salon kecantikan merupakan bagian dari sektor informal yang mempunyai kedudukan dan peranan yang strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Adapun persoalan yang dihadapi untuk menuju keberhasilan usaha dengan melalui berbagai kombinasi dari beberapa variabel


(21)

commit to user

lokasi usaha. Dengan diketahukinya pengaruh terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha jasa salon kecantikan, diharapkan para pengusaha tersebut dapat mengembangkan usahanya dengan mengambil kebijakan yang tepat.

Dengan nantinya diketahui pengaruh terhadap fakor-faktor terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan, diharapkan mereka dapat mengembangkan usahanya dengan mengambil kebijaksanaan yang tepat. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dilakukan penelitian

mengenanai “STUDI TENTANG FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI KEBERHASILAN USAHA JASA KECANTIKAN

DI KOTA SURAKARTA”.

B. Rumusan Masalah

Apakah faktor modal usaha, tingkat pendidikan, lama usaha, serta lokasi usaha mempengaruhi keberhasilan usaha jasa kecantikan di Kota Surakarta dan faktor manakah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan di Kota Surakarta ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh faktor modal usaha, tingkat pendidikan, lama usaha dan lokasi usaha terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan di Kota Surakarta, sekaligus untuk mengetahui manakah dari faktor-fakor tersebut yang mempunyai pengaruh dominan terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan di Kota Surakarta.


(22)

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk bidang ilmu penelitian, memberikan informasi kepada masyarakat tentang pola produsen yang mempunyai usaha jasa kecantikan Kota Surakarta.

2. Memberikan informasi kepada pengusaha jasa kecantikan untuk mengambil kebijakan dalam meningkatkan keberhasilan.

3. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi peneliti lain yang akan meneliti masalah yang sama di waktu yang akan datang.


(23)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Keberhasilan Usaha

Pengusaha yang berhasil menurut Mubyarto seperti yang dikutip oleh I nyoman Jampel adalah mereka yang mulai dari usaha kecil-kecilan bukannya yang sekaligus menjadi besar, yang dipentingkan adalah keuletan dan ketrampilan sebagai manajer dan inovator (Subanar 1993: 20).

Menurut As`ad (1991: 156) yang mengutip dari pendapat MC Clarend, seorang wiraswasta di katakana berhasil bila, ia mampu bertahan di dalam bidang usahanya akan tetapi harus bisa mendatangkan laba/keuntungan sebagai usaha yang diharapkan bisa berkembang.

Dengan demikian seorang usahawan jasa kecantikan tentunya juga ingin untuk memperoleh laba. Seperti yang dijelaskan oleh Richard G. Lipsey dan Petero Steyner yang mengatakan bahwa : … laba ekonomi dari barang-barang yang dijual dirumuskan sebagai selisih antara pendapatan yang diterima dari penjualan itu dengan biaya oportunitas dari sumber-sumber yang digunakan untuk membuatnya (As`ad 1991: 158).

Tujuan akhir perusahaan adalah keutungan dan tingkat keuntungan yang berhasil diraih sering dijadikan ukuran keberhasilan usaha. Dengan keutungan yang diperoleh, pengusaha akan memperluas usaha, melakukan


(24)

penyempurnaan mutu, pengembangan tekhnologi dan pelayanan yang bagus.

Untuk melihatkeberhasilan dari suatu usaha perusahaan dapat dinilai dari tercapainya tidaknya tujuan pokok perusahaan yaitu memperoleh keuntungan sebagai tolak ukurnya (Latief, 2004: 30).

Keberhasilan usaha yang biasa diukur berdasarkan tingkat keuntungan yang diperoleh para pengusaha dibidang jasa kecantikan ini. Ditinjau dari sudut ekonomi, keberhasilan usaha atau keuntungan usaha adalah kelebihan penghasilan dari biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan yang didapat dari jumlah total penerimaan dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan.

Total penerimaan (total revenue) yaitu penerimaan total perusahaan dari hasil penjualan outputnya, dimana output dikalikan dengan harga jual output tersebut dan dapat dirumuskan sebagai berikut :

TR = Q x PQ

Total biaya (total cost) adalah penjualan dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap total (total fixed cost/TFC) adalah jumlah biaya-biaya tetap yang dibayar atau dikeluarkan perusahaan berapapun tingkat output yang dihasilkan. Biaya variabel total (total variable cost/TVC) merupakan jumlah biaya yang berubah menurut tinggi rendahnya output yang dihasilkan. Sehingga total penerimaan dapat dirumuskan :


(25)

commit to user

2. Laba

Suatu usaha maupun perusahaan memperoleh keuntungan. Menurut Soeharno, Laba adalah pendapatan (penerimaan total) dikurangi dengan biaya total (semua biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu barang). Laba (keutungan) perusahaan dapat dirumuskan sebagai berikut :

π

= TR –TC

Keterangan :

π

= Laba/keuntungan (profit)

TR = Penerimaan total (harga dikali dengan jumlah yang dijual)

TC = Biaya total (semua biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu barang)

Q = Kuantitas barang yang dihasilkan, atau dijual

Masyarakat awam dan masyarakat bisnis biasanya mendefinisikan laba (profit) dengan menggunakan konsep akuntansi. Laba bisnis (laba usaha) adalah sisa dari pendapatan dikurangi biaya eksplisit (akuntansi) dalam menjalankan usaha, yang mana laba tersebut menunjukkan posisi jumlah kekayaan modal yang tersedia setelah semua sumber daya yang digunakan dalam proses produksi dibayar (Arsyad, 1993: 23).

Laba adalah pendapatan dikurangi dengan biaya total. Pendapatan perusahaan diperoleh dari penjualan produknya sebesar Y dengan harga p. Biaya total yang dikeluarkan perusahaan adalah biaya yang dibutuhkan


(26)

untuk memproduksi output Y, yaitu sebesar jumlah faktor input sebesar wi. Dengan demikian laba dapat dirumuskan (Hartono, 2002: 92) :

π = p.Y – wi.Xi - …. – Wn.Xn

Biaya merupakan kombinasi faktor-faktor produksi yang harus dikorbankan dalam melakukan proses produksi. Minimisasi biaya total untuk n produksi selanjutnya dapat dinyatakan sebagai berikut (Silberberg,

2001: 177) :

C =

3. Modal Usaha

Modal atau yang sering disebut dengan capital adalah semua bentuk kekayaan yang dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung dalam program untuk menambah output, lebih khusus dikatakan

capital terdiri dari barang-barang yang dibuat untuk penggunaan produksi pada masa yang akan dating (Irawan dan Suparmoko, 1998: 75). Modal merupakan faktor yang sangat penting dalam kegiatan usaha. Pengertian modal dalam arti luas menurut Schwiedland, modal meliputi baik modal dalam bentuk uang, maupun dalam bentuk barang misalnya barang-barang dagangan dan lain sebagainya (Riyanto, 1997: 18).

Modal dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu modal usaha dan modal kerja. Modal usaha atau yang biasa disebut sebagai kapital yaitu semua bentuk kekayaan yang dapat digunakan langsung maupun tidak langsung dalam produksi untuk menambah output (Irawan dan


(27)

commit to user

sehari-hari, misalnya untuk membayar uang muka pembelian bahan mentah, dimana uang yang telah dikeluarkan itu diharapkan akan dapat masuk kembali dalam perusahaan dalam jangka waktu pendek melalui hasil penjualan produksinya.

Modal menurut fungsi kerjanya terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Modal tetap yaitu modal yang berwujud peralatan untuk proses produksi

b. Modal kerja yaitu modal yang digunakan untuk membiayai operasi usaha seperti membayar bahan baku, yang diharapkan dapat kembali lagi. Uang masuk yang berasal dari hasil penjualan produk akan dikeluarkan lagi untuk membiayai operasi produksi selanjutnya (Riyanto, 1997: 51).

Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibedakan menjadi modal sendiri dan modal asing. Modal sendiri merupakan modal yang berasal dari pemilik perusahaan (pengusaha), sedangkan modal asing adalah modal yang didapat dari hasil pinjaman atau kredit dari lembaga keuangan yang ada. Kekuatan modal yang tertumpu pada kekuatan sendiri akan lebih baik daripada modal yang berasal dari luar, karena modal dari luar tentu memiliki konsekuensi biaya bunga dan ketergantungan dengan pihak luar.

Pengaruh modal usaha pada keberhasilan usaha. Modal usaha merupakan faktor pendukung dalam kegiatan usaha usaha karena tanpa modal usaha, sebuah usaha tidak dapat dilakukan. Modal usaha merupakan kebutuhan utama bagi seorang pengusaha dalam menjalankan usaha baik


(28)

pada saat memulai, pengembangan maupun pada saat penurunan usaha (Wulaningsih, 2005: 14).

Modal usaha mempunyai peranan penting yang akan menentukan keberhasilan usaha dari pengusaha karena tersedianya modal usaha yang cukup akan mempengaruhi kelancaran dan pengembangan usaha yang yang dijalankan. Modal yang besar akan mengakibatkan volume usaha akan besar sehingga diharapkan akan mencapai keuntungan maksimal (Latief, 2004: 33). Dari sini dapat digambarkan bahwa modal usaha mempengaruhi keberhasilan usaha.

4. Tingkat Pendidikan

Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan akan membentuk keleluasaan pengetahuan seseorang dan selanjutnya akan mempengaruhi perilaku dan pengembangan keputusannya. Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan yang diperoleh, maka orang akan cenderung lebih rasional dalam mencermati setiap kejadian.

Pendidikan pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan masyarakat sehingga dapat meningkatkan kemampuan masyarakat tersebut dalam perkembangan ekonomi. Pendidikan tidak hanya menambah pengetahuan tetapi juga meningkatkan keterampilan kerja sehingga akan berpengaruh pada keberhasilan usaha.

Menurut ragamnya, pendidikan dapat dibedakan menjadi 3 (Priyatno dalam Risdianto, 2004: 41-42) :


(29)

commit to user

a. Pendidikan Formal

Yaitu sebagai suatu system pendidikan yang dikembangkan secara bertahap dan bertata tingkat, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.

b. Pendidikan Informal

Yaitu sebagai proses seumur hidup bagi setiap orang dalam mencari dan menghimpun pengetahuan, ketrampilan, sikap dan pengertian yang diperoleh dari pengalaman sehari-hari kendatipun biasanya penyelenggaraan pendidikan ini kurang terorganisir dan kurang sistematis, tetapi ini merupakan sumber yang paling besar dari segala apa yang dipelajari manusia.

c. Pendidikan Non Formal

Yaitu sebagai kegiatan pendidikan yang terorganisir dan sistematis diluar pendidikan formal.

Pengaruh tingkat mendidikan pada keberhasilan usaha. Pendidikan formal umumnya memberikan kesempatan bagi subjek didik yang cerdas untuk mengubah kelas sosialnya dan merupakan pencerminan bahwa untuk mendapatkan pekerjaan yang baik, yang mendatangkan penghasilan yang baik (Demartoto, 2001: 32). Meskipun demikian, pendidikan akan membentuk keleluasaan pengetahuan seseorang dan selanjutnya akan mempengaruhi perilaku dan pengambilan keputusannya. Karena pendidikan tidak hanya menambah pengetahuan seseorang tetapi juga meningkatkan produktifitas kerja (Sutomo dalam Latief, 2004: 35).


(30)

Hubungan pendidikan dengan produktifitas kerja dapat tercermin dalam tingkat penghasilan yang tinggi pula (Simanjuntak, 1987: 66). Sehingga dapat digambarkan bahwa tingkat pendidikan mempunyai pengaruh pada keberhasilan usaha.

5. Lama Usaha

Lama usaha sangat berpengaruh positif terhadap tingkat keuntungan yaitu lamanya seseorang dalam menggeluti usaha yang dijalaninya. Ada suatu asumsi bahwa semakin lama seseorang menjalankan usahanya maka akan semakin berpengalaman orang tersebut. Hal ini tentu saja akan meningkatkan keberhasilan usahanya, karena selain mereka mempunyai pengalaman dalam pengelolaannya mereka juga mengetahui celah-celah mana yang sekiranya dapat membuat barang/jasanya tersebut laku sehingga akan memperbesar pendapatan yang mana pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan. Dengan pengalaman kerja yang lama, usahawan akan semakin terampil, cekatan dan cepat dalam melakukan pekerjaanya, sehingga yang dilakukan berubah menjadi hasil yang baik.

Lama usaha maupun pengalaman usaha ini dapat dimasukkan ke dalam pendidikan informal, yaitu pengalaman sehari-hari yang dilakukan secara sadar atau tidak sadar dalam lingkungan pekerjaan dan sosialnya. Dengan demikian usahawan dapat mengumpulkan informasi, sehingga semakin banyak pengetahuan dan semakin terampil dalam bekerja akan


(31)

commit to user

membuat mereka tidak ragu lagi dalam mengambil keputusan dalam berusaha.

Menurut Woodworth dan Marquis yang dikitip oleh Ririn Tri Rahmawati (2008), dalam hal pengalaman kerja ternyata tidak hanya menyangkut jumlah masa kerja saja, tetapi lebih dari itu juga perlu diperhitungkan jenis pekerjaan yang pernah dihadapinya. Sejalan dengan bertambahnya pengalaman kerja maka akan bertambah pula pengetahuan dan ketrampilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaanya, karena penguasaan situasi dan kondisi dalam menghadapi calon pelanggan yang bervariasi semakin baik.

Staw (1991) berpendapat bahwa pengalaman menjalankan usaha merupakan prioritas utama dalam menjalankan usaha. Dapat disimpulkan bahwa seseorang yang terlibat dalam suatu kegiatan usaha bisa menjadi suatu tolak ukur dalam berusaha.

Pengaruh lama usaha pada keberhasilan usaha ada asumsi bahwa semakin lama seseorang menjalani usaha maka akan semakin berpengalaman ornag tersebut, karena mempunyai pengetahuan lebih tentang bagaimana cara memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Dari pengalaman usaha, seseorang dapat semakin terampil dalam bekerja akan membuat pengusaha tidak ragu lahi dalam mengambil keputusan dalam berusaha. Sehingga semakin lama seorang pengusaha bekerja, berarti semakin banyak pengalaman pengusaha tersebut pada akhirnya akan meningkatkan keberhasilan usaha (Latief, 2004: 34). Dengan


(32)

demikian dapat digambarkan bahwa pengalaman usaha mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan usaha.

6. Lokasi Usaha

Mengingat lokasi usaha dapat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan usaha, maka lokasi usaha ini perlu direncanakan dengan baik. Mengingat lokasi usaha dapat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan usaha, sebab salah memilih lokasi usaha akan mengakibatkan suatu kerugian bagi perusahaan (Murti dan Suprihanto, 1998: 67). Lokasi usaha yang dipilih pengusaha dalam menjalankan usaha merupakan letak yang strategis atau termasuk dalam pusat keramaian sehingga banyak orang yang berkunjung, maka kemungkinan terjadi peningkatan dalam perolehan pendapatan pengusaha juga meningkat. Sehingga lokasi usaha yang tepat merupakan salah satu unsur yang dapat mempengaruhi pendapatan yang diperoleh pengusaha. Dengan demikian dapat digambarkan bahwa lokasi usaha berpengaruh pada keberhasilan usaha.

Pemilihan lokasi usaha pada saat ini tidak dapat dilakukan secara coba-coba, mengingat semakin tajamnya persaingan serta banyaknya usaha. Karenanya pemilihan letak usaha harus dilakukan dan diputuskan melalui beberapa pertimbangan yang disertai fakta yang kongkrit dan lengkap. Lokasi usaha jasa memiliki sifat distribusi (menawarkan barang/jasa mendekati konsumen) dengan demikian cenderung memilih lokasi usaha yang dekat dengan konsumen yang membutuhkan jasanya


(33)

commit to user

Secara umum, pemilihan lokasi oleh suatu unit aktivitas ditentukan oleh beberapa faktor seperti: bahan baku lokal (local input); permintaan lokal (local demand); bahan baku yang dapat dipindahkan (transferred input); dan permintaan luar (outside demand) menurut (Hoover dan Giarratani, 2007). Menurut August Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar atau di dekat pasar.

Dengan berbagai pengertian serta pemahaman yang beragaman tentang teori lokasi maka dapat disimpulkan Tidak ada sebuah teori tunggal yang bisa menetapkan di mana lokasi suatu kegiatan produksi (industri) itu sebaiknya dipilih. Untuk menetapkan lokasi suatu industri (skala besar) secara komprehensif diperlukan gabungan dari berbagai pengetahuan dan disiplin. Berbagai faktor yang ikut dipertimbangkan dalam menentukan lokasi, antara lain ketersediaan bahan baku, upah buruh, jaminan keamanan, fasilitas penunjang, daya serap pasar lokal, dan aksesibilitas dari tempat produksi ke wilayah pemasaran yang dituju (terutama aksesibilitas pemasaran ke luar negeri), stabilitas politik suatu negara dan, kebijakan daerah (peraturan daerah).

Pengaruh lokasi usaha pada keberhasilan usaha salah satu hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan adalah lokasi usaha, sebab salah


(34)

memilih lokasi usaha akan mengakibatkan suatu kerugian bagi perusahaan (Murti dan Suprihanto, 1998: 67). Lokasi usaha yang dipilih pengusaha dalam menjalankan usaha merupakan lokasi yang strategis atau termasuk dalam pusat keramaian sehingga banyak orang yang berkunjung, maka kemungkinan terjadi peningkatan dalam memperoleh pendapatan pengusaha juga meningkat. Hal ini dikarenakan intensitas pertemuan antara pengusaha dengan calon pembeli semakin besar dan bervariasi. Sehingga pemilihan lokasi usaha yang tepat merupakan salah satu unsure yang dapat mempengaruhi pendapatan yang diperoleh pengusaha. Dengan demikian dapat digambarkan bahwa lokasi usaha berpengaruh pada keberhasilan usaha.

B. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan, diharapkan akan semakin mendukung penelitian ini. Untuk mendukung hipotesis yang telah dikemukakan maka hasil penelitian terdahulu yang relevan adalah sebagai berikut :

1. Hapsari (2004) menganalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pedagang kaki lima di Kota Surakarta. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa faktor modal, jam kerja, tingkat pendidikan, lama usaha berpengaruh positif terhadap peningkatan keberhasilan pedagang kaki lima di Kota Surakarta dan faktor umur tidak berpengaruh positif


(35)

commit to user

2. Kushadiyanto (2006) menganalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan usaha pedagang handphone di Kota Surakarta. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa faktor modal, pengalaman kerja, jam kerja, tingkat pendidikan, pembukuan berpengaruh positif terhadap penigkatan keberhasilan usaha pedagang handphone di Kota Surakarta.

3. Nugraha (2006) menganalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengusaha tahu tempe di Kabupaten Sukoharjo. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa jumlah tenaga kerja dan jumlah bahan baku mempunyai pengaruh positif terhadap keberhasilan pengusaha tahu tempe di Kabupaten Sukoharjo, sedangkan pengalaman usaha dan modal usaha tidak berpengaruh terhadap keberhasilan pengusaha tahu tempe di Kabupaten Sukoharjo.

C. Kerangka Pemikiran

Gambar II.1. Kerangka Pemikiran MODAL

TINGKAT PENDIDIKAN

LOKASI USAHA LAMA USAHA

KEBERHASILAN

JASA


(36)

Pada dasarnya setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan semaksimal mungkin. Oleh karenanya perusahaan harus menjual produknya dengan harga yang lebih tinggi dari biaya-biayanya (Boediono, 2002: 95-100).

Keberhasilan suatu usaha biasanya ditandai dengan adanya tingkat keuntungan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan perusahaan usaha jasa kecantikan, diantaranya seperti modal usaha, lama usaha, tingkat pendidikan dan lokasi usaha.

Modal usaha dapat mempengaruhi keberhasilan usaha jasa kecantikan karena semakin banyak modal yang dimiliki, maka akan memperbesar volume usaha yang diharapkan akan meningkatkan keberhasilan usaha yang dijalankan.

Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan pelaksanaan kerja, tetapi juga landasan untuk mengembangkan diri memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada di sekitar demi kelancaran pekerjaan. Asumsi dari human capital adalah bahwa seseorang dapat meningkatkan penghasilan dengan meningkatkan pendidikan (Simanjuntak, 1987:59). Sehingga dapat disimpulkan bahwa keterampilan meningkat, maka usahawan jasa kecantikan tersebut dapat juga meningkatkan keberhasilan usahanya.

Berdasarkan kualitas sumber daya manusia usahawan jasa kecantikan, lama usaha juga dapat mempengaruhi keberhasilan usaha jasa


(37)

commit to user

tersebut maka dapat dilihat sudah lama usaha jasa kecantikan itu didirikan, dengan demikian akan semakin besar peluang atau ide untuk mempertahannkan atau mengembangkan usahanya.

Dalam halnya lokasi usaha, faktor ini juga dapat mempengaruhi keberhasilan usaha jasa kecantikan karena lokasi usaha jasa memiliki sifat distribusi (menawarkan barang/jasa mendekati konsumen) dengan demikian cenderung memilih lokasi usaha yang dekat dengan konsumen yang membutuhkan jasanya. Asumsi demikian dimasudkan Lokasi usaha yang dipilih pengusaha dalam menjalankan usaha merupakan letak yang strategis atau termasuk dalam pusat keramaian sehingga banyak orang yang berkunjung, maka dapat meningkatkan keuntungan atas usahanya tersebut.

D. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah serta tujuan penelitian yang telah dikemukan, maka diajukan beberapa hipotesis sebagai berikut:

Diduga terdapat pengaruh positif faktor modal usaha, tingkat pendidikan, lama usaha, serta lokasi usaha terhadap keberhasilan jasa kecantikan di Kota Surakarta yang mana faktor modal usaha mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap jasa kecantikan.


(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan usaha jasa kecantikan sebagai unit analisisnya. Penelitian analisis keberhasilan usaha jasa kecantikan ini dilakukan dengan mengambil wilayah 5 kecamatan di Kota Surakarta dikarenakan dari semua kecamatan memiliki jumlah populasi yang usaha jasa kecantikan yang banyak.

B. Tekhnik Pengambilan Sampel

Populasi atau Universe adalah jumlah dan keseluruhan obyek yang karakteristiknya hendak digunakan (Djarwanto, 1987: 107). Berdasarkan data yang diperoleh pada bagian koperasi dan usaha kecil menengah Badan Pusat Statistik per 31 Nopember 2009 di Kota Surakarta jumlah usaha jasa kecantikan sebanyak 300 usahawan. Dengan demikian jumlah populasi yang dalam penelitian ini adalah 300 Usaha Jasa Kecantikan.

Sampel adalah sebagai populasi yang berkarakteristik hendak diselidiki dan dianggap bisa mewakili keseluruhan populasi (Djarwanto, 1987: 108). Penentuan besar sampel pada penelitian ini didapatkan dengan menggunakan metode Slovin (Umar, 1999: 78) dengan rumus sebagai berikut :

η = 2

Nε 1

N


(39)

commit to user

Dimana :

η : Ukuran sampel N : Ukuran populasi

ε2

: Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih ditolelir atau diinginkan, misalnya 2%

Dengan rumus di atas maka sampel yang didapat adalah sebagai berikut :

η = 75

) 10% x (300 1

300

2 =

+

Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 75 usaha jasa kecantikan.

Dalam penelitian ini sampel usaha jasa kecantikan diambil secara area proportional random sampling, merupakan suatu tekhnik memilih sampel dari populasi yang dibagi dalam kelompok-kelompok (area) secara geografis, kemudian sampel diambil dari kelompok-kelompok tersebut secara acak (Soekartawi dalam farikh, 2007). Secara rinci mengenai jumlah sampel yang akan diambil dari tiap-tiap kecamatan di Kota Surakarta dapat dilhat pada tabel III.1 sebagai berikut :


(40)

Tabel III.1 Jumlah Usaha Jasa Kecantikan Di Kota Surakarta Tahun 2009

No Kecamatan Populasi Sampel

1 Laweyan 70 18

2 Jebres 67 17

3 Banjarsari 65 16

4 Pasar Kliwon 43 11

5 Serengan 55 13

Jumlah total 2009 300 75

Sumber: BPS Kota Surakarta

C. Tekhnik Pengumpulan Data

Tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tekhnik kuesioner, observasi dan studi pustaka.

1. Tekhnik Kuesioner

Yaitu mengumpulkan data dan informasi dengan cara menanyakan secara langsung kepada usaha jasa kecantikan guna melengkapi data yang diperlukan dan telah tertulis dalam kuestioner.

2. Observasi atau pengamatan

Yaitu mengumpulkan data dengan cara mengamati secara langsung keadaan umum lokasi yang diteliti, sehingga dapat diperoleh data seakurat mungkin.


(41)

commit to user

3. Studi Pustaka

Yaitu pengumpulan data teori yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti.

D. Definisi Operasional

1. Keberhasilan Usaha

Dalam penelitian ini keberhasilan usaha adalah variabel dependen. Keberhasilan usaha diukur dengan tingkat keutungan atau laba usaha yang diperoleh oleh para usahawan jasa kecantikan dalam menjalankan aktivitas usahanya. Tingkat keuntungan merupakan penerimaan uang yang didapat oleh pengusaha dari selisih total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan (penjumlahan dari semua biaya tetap dengan biaya variabel) yang mana diukur dalam satuan rupiah per bulan.

2. Modal Usaha

Modal usaha adalah modal yang digunakan pengusaha untuk menjalankan operasional usahanya, baik modal sendiri maupun modal dari pihak lain (modal pinjaman). Modal usaha diukur satuan rupiah.

3. Tingkat Pendidikan

Dalam penelitian ini merupakan pendidikan akhir yang ditamatkan para usahawan jasa kecatikan secara formal bangku sekolah. Dengan kategori pendidikan dengan tamat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Diploma, Sarjana, maupun Pascasarjana yakni Diukur dengan tahun sukses dalam satuan tahun.


(42)

4. Lama Usaha

Lama usaha merupakan lamanya usahawan tersebut dalam menjalankan aktivitas usahanya dengan diukur satuan tahun.

5. Lokasi Usaha

Lokasi usaha diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu strategis (berada di pinggir jalan utama/raya), serta lokasi usaha yang tidak strategis (berada jauh dari jalan utama/raya). Lokasi usaha yang terletak dipinggir jalan utama diperkirakan lebih terjangkau oleh konsumen. Letak usaha dinyatakan dalam dummy yaitu :

D= 0 : tidak strategis (jauh dari jalan utama) D = 1 : strategis

E. Analisis Data

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan usaha jasa kecantikan, maka digunakan model regresi berganda dan dapat dirumuskan model fungsi sebagai berikut;

Y = f {X1, X2, X3, X4,}

Dimana ;

Y : Keberhasilan usaha/keuntungan (dalam rupiah) X1 : Modal (dalam rupiah)

X2 : Tingkat Pendidikan (tahun) X3 : Lama Usaha (tahun)


(43)

commit to user

D = 0 : tidak strategis D = 1 : strategis

Selanjutnya terhadap hasil analisis regresi dilakukan pengujian asumsi dan statistik ( Uji F, R2, t )

a. Uji asumsi

1) Multikolinearitas

Untuk mengetahui hubungan antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dalam model regresi. Jika dalam model tersebut terdapat Multikolinearitas maka model tersebut memiliki kesalahan standar yang besar sehingga koefisien tidak dapat ditaksir dengan ketepatan tinggi. Cara pengujiannya adalah dengan menggunakan metode Klein, yaitu dengan membandingkan nilai r2 dengan nilai R2 yang didapat dan hasil matriks korelasi.

Jika nilai r2 > R2 maka ada masalah Multikolinearitas. Jika nilai r2 < R2 maka tidak ada masalah Multikolinearitas. 2) Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi pokok dalam regresi linear adalah bahwa variansi residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lain adalah tidak sama. Apabila variansi tersebut tidak sama, maka berarti telah terjadi masalah heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas dengan menggunakan

Uji White, dengan bantuan program Eviews 6.0 perintah yang dapat dilakukan adalah dengan meregresi variabel bebas dan variabel terikat, kemudian dari hasil dari hasil regresi OLS akan


(44)

diperoleh nilai Obs*R-squared. Nilai Obs*R-squared tadi lalu dibandingkan dengan nilai chi-squared tabel dengan df sesuai jumlah regresor dan level of significant yang dipakai.

Jika nilai chi-square lebih besar dari nilai Obs*R-squared

(tidak signifikan), maka tidak terdapat heteroskedastik dalam model tersebut.

Jika variabel independen tidak signifikan secara statistik tidak mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.

3) Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi atau hubungan yang terjadi antara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (data time series) maupun tersusun dalam rangkaian ruang atau (data cross sectional). Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Dalam hal ini asumsinya adalah autokorelasi tidak terdapat dalam distribansi atau gangguan ui. adanya autokorelasi antar variabel gangguan menyebabkan penaksiran tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun sampel besar. Salah satu pengujian yang umum digunakan untuk mengetahui adanya autokorelasi adalah uji statistik LM-TEST


(45)

commit to user

a) Estimasi persamaan regresi dengan OLS (Ordinary Least Square), dapatkan nilai residualnya (ut).

b) Regresi ut terhadap variabel bebas dan ut-I ………. ut-p

c) Hitungan (n - p)R2 - x2. Jika lebih besar dari nilai tabel chi-square dengan df p, menolak hipotesa bahwa setidaknya ada satu koefisien autokorelasi yang berbeda dengan nol.

Apabila dari hasil uji autokorelasi, diketahui bahwa nilai probalitas lebih besar dari 5%, maka hipotesis yang terdapat pada model tidak terdapat autokorelasi (autokorelasi ditolak).

b. Uji Statistik

1) Pengujian secara serentak ( Uji F-test)

Uji F ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terkait. Tahap Pengujiannya adalah sebagai berikut (Ghozali, 2006):

Hipotesa : Ho = b1, b2, b3, b4, b5, b6 = 0 Ha = b1, b2, b3, b4, b5, b6 ≠ 0

Fhitung : F =

(

(

)

)

(

N-k

)

R -1

1 -K

R2

2

R2 : Koefisien determinasi berganda N : Banyaknya observasi

k : Banyaknya parameter total yang diperkirakan

F-tabel ditentukan level of signifikan (α = 0,05) dengan (n-k, k-1) Dimana : F : F-hitung


(46)

Jika F-hitung <F-tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak (semua koefisien regresi secara bersama-sama tidak signifikan pada tingkat

α).

Jika F-hitung >F-tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima (semua koefisien regresi secara bersama-sama signifikan pada tingkat α). 2) Analisis koefisiensi determinasi berganda (R2)

Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui seberapa jauh variasi variabel bebas atau independen variabel dapat menerangkan dengan baik variabel terkait atau dependen variabel. Hal ini dapat dilihat dan nilai R2 nya. Analisis koefisien determinasi berganda mempunyai ketentan sebagai berikut: Jika R2 mendekati 0, maka variabel yang dipilih tidak dapat menerangkan variabel terkaitnya dan jika R2 mendekati 1, maka variabel bebas yang dipilih dapat menerangkan dengan baik variabel terkaitnya. Formula penguji adalah sebagai berikut (Ghozali, 2006):

yi ei -1 T R -1 T E 2 2 SS SS SS SS Σ Σ = =

ESS : Explain Sum Of Square

RSS : Residual Sum Of Squre

TSS : Total Sum Of Square

3) Uji t


(47)

commit to user

Hipotesis ; Ho : b1 = 0 Ha : b1 ≠ 0 Menentukan level of significant

Nilai of test

daerah ditolak daerah ditolak

daerah diterima → t (α/2, n-k)

Gambar III.1 Uji t

Ho diterima jika : -t(α/2, n-k) ≤ t (α /2, n-k)

Ho ditolak jika : t > t (α/2, n-k) atau t < -t (α/2, n-k) Dimana; α : derajat signifikansi

n : jumlah sampel

k : banyaknya parameter

Jika H0 diterima, maka koefisien regresi tidak signifikan pada tingkat α.

Jika H0 ditolak, maka koefisien regresi signifikan pada tingkat α. Perhitungan nilai t :

Se

bi t

(bi)

=

Dimana bi : Koefisien regresi


(48)

BAB IV

ANALISIS DATA ATAU PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Wilayah Surakarta

1. Aspek Geografis

Kota Surakarta merupakan sebuah daratan rendah yang terletak di cekungan lereng Pegunungan Lawu dan Pegunungan Merapi dengan ketinggian sekitar 92 m diatas permukaan air laut. Posisi Kota Surakarta terletak diantara 110 45’ 15” – 110 45’ 35” Bujur Timur dan 70’ 36” – 70’ 56” Lintang Selatan. Suhu udara maksimum adalah 32,5 derajat Celsius sedangkan suhu udara minimum adalah 21,9 derajat Celsius. Rata-rata tekanan udara adalah 1010,9 MBS dengan kelembaban udara berkisar antara 69% sampai dengan 86%. Kecepatan angin 4 Knot dengan arah angin 240 derajat. Solo memiliki iklim tropis, musim hujan dan musim kemarau bergantian sepanjang 6 bulan tiap tahunnya. Bulan Desember adalah bulan dimana hari hujan terbanyak jatuh dengan jumlah hari hujan sebanyak 27 hari sedangkan curah hujan sebesar 1.025,8 mm.

Kota Surakarta dibelah dan dialiri oleh tiga buah sungai besar, yaitu sungai Bengawan Solo, Kali Jenes dan Kali Pepe. Sungai Bengawan Solo adalah sungai terbesar, dimana pada jaman dahulu dikenal sebagai lalu lintas perdagangan. Kota Surakarta memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :


(49)

commit to user

Sebelah barat : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar Sebelah selatan : Kabupaten Sukoharjo.

Luas wilayah kota Surakarta adalah 130 km2, yang secara administratif terbagi menjadi lima kecamatan. Kelima kecamatan tersebut adalah Kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres dan Banjarsari yang terbagi atas 51 kelurahan. Jumlah RW yang tercatat sebanyak 592 dan jumlah RT sebanyak 2.644, dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebesar 127.742 KK maka jumlah KK setiap RT rata-rata sebesar 48 KK.

Gambaran luas wilayah, jumlah penduduk, rasio jenis kelamin, tingkat kepadatan,dan pembagian administrasi di Kota Surakarta Tahun 2008, dapat dilihat pada tabel IV.1 berikut :

Tabel IV.1 Gambaran Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Tingkat Kepadatan, dan Pembagian Administrasi di Kota Surakarta Tahun 2008

Kecamatan

Luas wilayah

(km2)

Jumlah penduduk

Tingkat kepadatan

Laki-laki Perempuan Jumlah

Laweyan 8,63 54.164 55.766 109.930 12.723

Serengan 3,19 31.263 63.558 63.558 19.899

Pasar Kliwon 4,82 43.172 44.808 87.980 18.272

Jebres 12,58 70.466 71.826 142.292 11.311

Banjarsari 14,81 80.259 81.834 162.093 10.945

JUMLAH 44,04 279.324 286.529 565.853 12.849

Sumber : BPS Kota Surakarta

Menurut tabel diatas, Kecamatan Banjarsari memiliki luas wilayah terbesar yaitu 14,81 km2 serta jumlah penduduk terbesar yaitu sebesar 162.093 orang, sedangkan yang memiliki luas wilayah dan jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Serengan masing-masing sebesar


(50)

3,19 km2 dan 63.558 orang. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di kecamatan Serengan yaitu 19.899 jiwa/km.

2. Aspek Demografis

Penduduk adalah salah satu unsur penting dalam terbentuknya suatu negara. Salah satu modal dasar pembangunan nasional adalah jumlah penduduk sebagai sumber daya manusia yang potensial dan produktif bagi terwujutnya pembangunan.

Besar jumlah penduduk Kota Surakarta setiap tahunnya selalu berubah-ubah. Hal ini disebabkan karena adanya kelahiran, kematian, dan perpindahan penduduk. Berdasarkan data yang ada, maka perkembangan penduduk Kota Surakarta dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.2 Jumlah Penduduk Kota Surakarta Menurut Jenis Kelamin Tahun 1995-2008

Tahun Jenis Kelamin Jumlah Rasio Jenis

Kelamin Laki-laki Perempuan

1995 249.084 267.510 516.594 93,11

2000 238.158 252.056 490.214 94,49

2003 242.591 254.056 497.234 95,27

2004 249.278 261.433 510.711 95,35

2005 250.868 283.672 523.540 88,44

2006 254.259 258.639 512.898 98,31

2007 246.132 269.240 515.372 91,42

2008 247.245 275.690 522.935 89,68

Sumber : BPS Kota Surakarta

Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Surakrta tidak selalu mengalami kenaikan pada tiap tahunnya. Misalnya pada tahun 2006, jumlah penduduk justru mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 523.540 jiwa tahun 2005 menjadi 512.898 jiwa


(51)

commit to user

kematian dan perpindahan penduduk ke luar kota. Sedangkan kenaikan jumlah penduduk biasanya disebabkan oleh kelahiran dan migrasi penduduk ke dalam Kota Surakarta.

Selanjutnya jumlah penduduk menurut dewasa, anak-anak dan jenis kelamin akan tersaji pada tabel berikut.

Tabel IV.3 Penduduk Kota Surakarta Menurut Dewasa, Anak dan Jenis Kelamin Tahun 2008

Kecamatan Dewasa Anak

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

Laweyan 42.282 43.981 11.882 12.300

Serengan 14.283 15.120 10.701 10.743

Pasar Kliwon 31.204 34.566 11.968 10.242

Jebres 51.718 52.527 18.748 22.811

Banjarsari 41.731 44.203 38.528 37.631

Jumlah 181.218 190.397 91.827 93.727

Sumber : BPS Kota Surakarta

Penduduk Kota Surakarta berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu 284.142 jiwa dibanding laki-laki yaitu 273.045 jiwa. Penduduk dewasa juga lebih banyak dari pada anak-anak.

3. Aspek Sosial ekonomi

a. Keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan

Komposisi berdasarkan tingkat pendidikan yang sedang dan telah ditempuh, yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pendidikan formal.

Berdasarkan tabel IV.4 jumlah penduduk Kota Surakarta paling banyak adalah tamat SMA yaitu 83.364 orang, sedangkan jumlah terkecil adalah penduduk tidak sekolah yaitu 12.468 orang. Jadi dapat


(52)

disimpulkan bahwa sebagian besar penduduk Kota Surakarta sudah berpendidikan.

Tabel IV.4 Banyaknya Penduduk Usia 5 Tahun Ke atas Menurut Tingkat Pendidikan di Kota Surakarta Tahun 2008

Tingkat Pendidikan

Kecamatan Laweyan Serengan Pasar

Kliwon Jebres Banjarsari Jumlah

Tamat PT 9.311 3.113 6.970 5.756 10.489 35.639 Tamat SMA 23.280 10.205 19.199 18.455 12.225 83.364 Tamat SMP 20.772 11.493 18.565 23.095 27.426 101.351 Tamat SD 19.316 12.886 15.695 22.199 28.022 98.118 Tidak

Tamat SD

7.663 2.813 6.354 16.182 11.039 44.051 Belum

Tamat SD

10.481 4.297 11.174 16.810 24.037 66.799 Tidak

Sekolah

4.135 1.278 1.084 18.858 6.837 32.192 Jumlah 91.849 46.085 79.041 121.451 138.064 476.490 Sumber : BPS Kota Surakarta

b. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surakarta tahun 2008 jumlah lapangan pekerjaan yang ditekuni penduduk ada berbagai macam, diantaranya yakni; petani, buruh tani, pengusaha, buruh industri, buruh bangunan, pedagang, angkutan, pns, pensiunan dan lain sebagainya.

Mata pencaharian penduduk Kota Surakarta terbanyak sebagai buruh industri karena banyaknya industri yang berdiri di Surakarta sehingga banyak tenaga kerja yang terserap di sektor tersebut. Selain itu mata pencarian penduduk Surakarta yang banyak di tekuni seperti


(53)

commit to user

berpenghasilan kecil dan menengah masih banyak terdapat di Kota Surakarta, seperti yang disajikan pada tabel IV.5 sebagai berikut.

Tabel IV.5 Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Surakarta Tahun 2008

Mata Pencaharian

Kecamatan Laweyan Serengan Pasar

kliwon Jebres Banjarsari Kota

Petani Sendiri

38 - - 81 337 456

Buruh Tani 32 - - - 397 429

Pengusaha 964 1.124 2.237 1.119 2.810 8.254 Buruh

Industri

16.421 5.264 8.894 17.653 21.802 70.034 Buruh

Bangunan

12.648 4.372 7.589 16.534 21.616 62.759 Pedagang 5.387 3.713 7.751 4.478 11.045 32.374 Angkutan 2.154 1.726 4.051 1.627 6.218 15.776 PNS/POLRI/

TNI

5.027 1.207 3.333 7.167 9.590 26.424 Pensiunan 3.711 647 1.826 8.637 73.862 22.683 Lain-lain 37.644 17.166 16.611 49.155 41.714 163.29 0 Jumlah 83.726 35.319 52.292 106.451 123.391 401.179

Sumber : BPS Kota Surakarta

c. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Perhitungan PDRB yang dilakukan dengan harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tiap tahun.

Perkembangan PDRB Kota Surakarta tahun 2007 – 2008 atas dasar harga berlaku dapat dilihat pada tabel PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku yang diambil dari Surakarta Dalam Angka 2008.


(54)

PDRB Kota Surakarta mengalami kenaikan dari tahun 2007 sebesar 6.909.094,57 menjadi 7.901.886,06 pada tahun 2008. Lapangan usaha yang mempunyai kontribusi besar dalam PDRB kota Surakarta berasal dari sektor industri serta perdagangan, hotel dan restoran, hal ini disebabkan karena Surakarta tergolong sebagai daerah perkotaan yang sebagian besar perkonomiaannya didominasi oleh sektor industri serta perdagangan, hotel dan restoran.

Tabel IV.6 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Surakarta Tahun 2007-2008 (Jutaan Rupiah)

Lapangan Usaha Tahun

2007 2008

Pertanian 4.259,39 4.726,23

Penggalian 2.525,78 2.945,24

Industri pengolahan 1.681.790,25 1.838.499,70

Listrik, Gas, dan Air bersih

186.120,50 203.337,92

Bangunan 924.664,68 1.140.846,43

Perdagangan, Hotel, dan restoran 1.711.786,42 1.984.698,20 Pengangkutan dan Komunikasi 802.106,24 884.951,75 Keuangan, Persewaan, dan jasa Perusahaan

763.887,99 863.951,75

Jasa - jasa 831.953,32 977.959,30

PDRB 6.909.094,57 7.901.886,06

Penduduk Pertengahan Tahun (orang)

515.372 522.935

PDRB perkapita 13.406.034,03 15.110.646,75

Sumber : BPS Kota Surakarta

B. Gambaran Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini berdasarkan jenis kelamin, usia, dan pendidikan usahawan jasa kecantikan di Surakarta.


(55)

commit to user

1. Jenis Kelamin

Deskripsi responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.7 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

1 Wanita 62 82,7 %

2 Pria 13 17,3 %

total 75 100 %

Sumber: Data primer diolah, 2010.

Dari responden yang berjumlah 75 orang yang berjenis kelamin wanita berjumlah 62 orang atau 82,7% dari jumlah keseluruhan. Sedangkan untuk jenis kelamin pria berjumlah 13 orang atau 17,3% dari jumlah responden. Hal ini menunjukkan wanita mendominasi dalam berwirausaha jasa kecantikan dibandingkan dengan pria.

2. Usia

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner kepada responden, maka klasifikasi responden menurut kelompok tingkat usia dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel IV.8 Distribusi Frekuensi Usia

No Usia Frekuensi Persentase

1 ≤ 20 tahun 1 1,3

2 21 – 30 tahun 20 26,7

3 31 – 40 tahun 37 49,3

4 41 – 50 tahun 15 20,0

5 > 50 tahun 2 2,7

Total 75 100%

Sumber: Data primer diolah, 2010.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden terbesar dari usahawan adalah mereka yang berumur antara 31 – 40 tahun yang


(56)

berjumlah 37 responden atau 49,3% dari jumlah keseluruhan. Sementara itu pada posisi kedua diduduki oleh responden yang berusia antara 21 – 30 tahun sebanyak 20 orang atau 26,7%. Posisi ketiga adalah responden yang berusia 41 – 50 tahun sebanyak 15 atau 20,0%. Posisi kempat adalah responden yang berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 2 atau 12,7%. Posisi kelima adalah responden yang berusia kurang dari 20 tahun sebanyak 1 atau 1,3%.

3. Pendidikan

Berdasarkan data yang diperoleh dari jawaban responden, maka didapat komposisi responden menurut tingkat pendidikan, sebagai berikut:

Tabel IV.9 Distribusi Frekuensi Pendidikan

No Tingkat Pendidikan

(Tahun Sukses)

Frekuensi Persentase

1 7 sd 9 2 2,7%

2 10 sd 12 44 58,7%

3 12 keatas 29 38,7%

Total 75 100%

Sumber: Data primer diolah, 2010.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang berada pada tingkat pendidikan SMA merupakan kelompok terbanyak yaitu berjumlah 44 orang atau 58,7% dari keseluruhan jumlah responden. Sedangkan pada urutan kedua adalah mereka yang berada pada tingkat pendidikan Diploma dan Sarjana sebanyak 14 orang atau 18,7%. Posisi ketiga ditempati oleh mereka yang memiliki tingkat pendidikan SMP sebayak 2 orang atau 2,7%. Posisi terakhir ditempati oleh tingkat pendidikan Pascasarjana sebanyak 1 orang atau 2,7%.


(57)

commit to user

4. Pengalaman Usaha

Deskripsi responden berdasarkan tanggapan mengenai lama menjadi usahawan jasa kecantikan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.10 Pengalaman Usaha

No Pengalaman Usaha Frekuensi Persentase

1 1-7 tahun 49 65.3%

2 8 - 14 tahun 8 10,7%

3 15 - 21 tahun 9 12,0%

4 22 - 28 tahun 7 9,3%

5 > 28 tahun 2 2,7%

Total 75 100%

Sumber: Data primer diolah, 2010.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden responden terbesar adalah mereka yang lama menjadi usahawan 1-7 tahun sebanyak 49 orang atau 65,3% dari keseluruhan jumlah responden. Sedangkan pada urutan kedua adalah mereka yang lama menjadi usahawan 15-21 tahun sebanyak 9 orang atau 12,0%. Urutan ketiga mereka yang lama menjadi usahawan 8-14 tahun sebanyak 8 orang atau 10,7%. Urutan keempat mereka yang lama menjadi usahawan 22-28 tahun sebanyak 7 orang atau 9,3%. Dan yang terakhir > 28 tahun sebanyak 2 orang atau 2,7%.

5. Lokasi Usaha

Deskripsi responden berdasarkan lokasi usaha atau yang dapat disebut juga dengan letak usaha dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.11 Distribusi Frekuensi Lokasi Usaha

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

1 Tidak Strategis 8 10,7%

2 Strategis 67 89,3%

Total 75 100%

Sumber: Data primer diolah, 2010.

Dari responden yang berjumlah 75 orang yang berlokasi dekat dengan jalan utama berjumlah 67 orang atau 89,3% dari jumlah


(58)

keseluruhan. Sedangkan yang belokasi jauh dari jalan utama berjumlah 8 orang atau 10,7% dari jumlah responden. Hal ini menunjukkan lokasi usaha yang dekat dengan jalan utama mendominasi dalam berwirausaha jasa kecantikan dibandingkan lokasi usaha yang tidak strategis.

6. Status Kepemilikan Usaha

Deskripsi responden berdasarkan kepemilikan usaha jasa kecantikan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.12 Distribusi Frekuensi Status Kepemilikan Usaha

No Status Kepemilikan Frekuensi Prosentase

1 Milik sendiri 69 92,0%

2 Menyewa 5 6,7%

3 Milik orang lain 1 1,3%

Total 75 100%

Sumber: Data primer diolah, 2010.

Dari responden yang berjumlah 75 orang bahwa status kepemilikan usaha jasa kecantikan yang status milik sendiri berjumlah 69 orang atau 92,0% dari jumlah keseluruhan. Urutan kedua status kepemilikan menyewa berjumlah 5 orang atau 6,7% dari jumlah responden. Sedangkan yang terakhir status kepemilikan milik orang lain sebanyak 1 orang atau 1,3%. Hal ini menunjukkan status kepemilikan usaha yakni milik sendiri mendominasi dalam berwirausaha jasa kecantikan dibandingkan menyewa maupun milik orang lain.

7. Awal Usaha

Deskripsi responden berdasarkan kepemilikan usaha jasa kecantikan dapat dilihat pada tabel berikut.


(59)

commit to user

Tabel IV.13 Distribusi Frekuensi Awal Usaha

No Awal usaha Frekuensi Prosentase

1 Usaha sendiri 69 92,0%

2 Usaha keluarga 6 8,0%

Total 75 100%

Sumber: Data primer diolah, 2010.

Dari responden yang berjumlah 75 orang bahwa mereka yang memulai usaha jasa kecantikan atas usahanya sendiri yaitu berjumlah 69 orang atau 92,0% dari jumlah keseluruhan. Urutan kedua mereka yang memulai usaha sendiri karena warisan orang tua berjumlah 6 orang atau 8,0% dari jumlah responden. Hal ini menunjukkan yang memulai usaha tersebut yakni usaha sendiri mendominasi dalam berwirausaha jasa kecantikan dibandingkan usaha keluarga/warisan keluarga.

8. Status Pekerjaan

Deskripsi responden berdasarkan kepemilikan usaha jasa kecantikan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.14 Distribusi Frekuensi Status Pekerjaan

No Status pekerjaan Frekuensi Prosentase

1 Pekerjaan pokok 56 74,7%

2 Pekerjaan sampingan 19 25,3%

Total 75 100%

Sumber: Data primer diolah, 2010.

Dari responden yang berjumlah 75 orang bahwa mereka yang menjadikan usaha jasa kecantikan menjadi pekerjaan pokoknya ialah berjumlah 56 orang atau 74,7% dari jumlah keseluruhan. Urutan kedua mereka yang menjadikan usaha jasa kecantikan menjadi pekerjaan sampingannya berjumlah 19 orang atau 25,3% dari jumlah responden. Hal ini menunjukkan yang memulai usaha tersebut yakni pekerjaan pokok


(60)

mendominasi dalam berwirausaha jasa kecantikan dibandingkan pekerjaan sampingan.

9. Usaha Lain

Deskripsi responden berdasarkan kepemilikan usaha jasa kecantikan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.15 Distribusi Frekuensi Usaha Lain

No Usaha lain Frekuensi Prosentase

1 Ya/ada 18 24,0%

2 Tidak/tidak ada 57 76,0%

Total 75 100%

Sumber: Data primer diolah, 2010.

Dari responden yang berjumlah 75 orang bahwa mereka yang tidak mempunyai usaha lain selain usaha jasa kecantikan berjumlah 57 orang atau 76,0% dari jumlah keseluruhan. Urutan kedua mereka yang mempunyai usaha lain selain usaha jasa kecantikan berjumlah 18 orang atau 24,0% dari jumlah responden. Hal ini menunjukkan mereka yang tidak mempunyai usaha lain selain usaha kecantikan mendominasi dalam berwirausaha jasa kecantikan dibandingkan mereka yang memiliki usaha lain.

10.Pendorong Usaha

Deskripsi responden berdasarkan kepemilikan usaha jasa kecantikan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.16 Distribusi Frekuensi Pendorong Usaha

No Pendorong usaha Frekuensi Prosentase

1 Melanjutkan usaha orangtua


(61)

commit to user

Dari responden yang berjumlah 75 orang bahwa yang mendorong mereka untuk menjadi usahawan jasa kecantikan karena hal lain berjumlah 68 orang atau 90,7% dari jumlah keseluruhan. Urutan kedua bahwa yang mendorong mereka melanjutkan jasa kecantikan orangtuanya berjumlah 7 orang atau 9,3% dari jumlah responden. Hal ini menunjukkan hal lain yang mendorong berwirausaha jasa kecantikan lebih dominan dibandingkan mereka yang melanjutkan usaha jasa kecantikan dari orangtuanya.

11.Modal

Deskripsi responden berdasarkan tanggapan mengenai modal untuk memulai usaha jasa kecantikan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.17 Distribusi Frekuensi Modal Usaha

No Modal usaha Frekuensi Persentase

1 ≤ 5 jt 8 10,7%

2 6 - 10 juta 8 10,7%

3 11 - 15 juta 9 12,0%

4 16 - 20 juta 21 28,0%

5 > 20 juta 29 38,7%

Total 75 100%

Sumber: Data primer diolah, 2010.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden terbesar adalah mereka yang memiliki modal untuk mendirikan usaha sebesar >20 juta sebanyak 29 orang atau 38,7% dari keseluruhan jumlah responden. Sedangkan pada urutan kedua adalah mereka yang memiliki modal untuk mendirikan usaha sebesar 16-20 juta sebanyak 21 orang atau 28,0%. Urutan ketiga mereka yang memiliki modal untuk mendirikan usaha 11-15 juta sebanyak 9 orang atau 12,0%. Selanjutnya urutan keempat dan


(62)

terakhir adalah mereka yang memiliki modal untuk mendirikan usaha sebesar ≤ 5 jt serta yang memiliki modal sebesar 6-10 juta sebanyak 8 orang atau 10,7%.

12. Sumber Modal Usaha

Deskripsi responden berdasarkan tanggapan mengenai cara mendapatkan sumber modal dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.18 Distribusi Frekuensi Asal Modal Usaha

No Sumber Modal Frekuensi Persentase

1 Modal sendiri 50 66,7%

2 Pinjaman 25 33,3%

Total 75 100%

Sumber: Data primer diolah, 2010.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang dalam mendapatkan sumber modal sendiri/pribadi dalam mendirikan usaha jasa kecantikan merupakan kelompok terbanyak yaitu berjumlah 50 orang atau 66,7% dari keseluruhan jumlah responden. Sedangkan pada urutan kedua adalah mereka yang mendapatkan sumber modal dari pinjaman dalam mendirikan usaha jasa kecantikan sebanyak 25 orang atau 33,3% dari seluruh jumlah responden.

13.Tenaga Pembantu

Deskripsi responden berdasarkan tanggapan mengenai adanya tenaga pembantu dalam menjalankan usaha jasa kecantikan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.19 Distribusi Frekuensi Tenaga Pembantu

No Tenaga Pembantu Frekuensi Persentase


(63)

commit to user

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki tenaga pembantu atas usaha jasanya merupakan kelompok terbanyak yaitu berjumlah 65 orang atau 86,7% dari keseluruhan jumlah responden. Sedangkan pada urutan kedua adalah mereka yang tidak memiliki tenaga pembantu atas usahanya sebanyak 10 orang atau 13,0% dari seluruh jumlah responden.

14.Cara Merekrut Tenaga Pembantu

Deskripsi responden berdasarkan tanggapan mengenai adanya tenaga pembantu dalam menjalankan usaha jasa kecantikan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.20 Distribusi Frekuensi Merekrut Tenaga Pembantu

No Perekrutan Tenaga Pembantu Frekuensi Persentase

1 Saudara 5 6,7%

2 Teman 24 32,0%

3 Tetangga 6 8,0%

4 Iklan Lowongan 28 37,3%

5 Lainnya 12 16,0%

Total 75 100%

Sumber: Data primer diolah, 2010.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang merekrut tenaga pembantu melalui iklan lowongan merupakan kelompok terbanyak yaitu berjumlah 28 orang atau 37,3% dari keseluruhan jumlah responden. Sedangkan pada urutan kedua adalah mereka yang merekrut dengan melalui teman sebanyak 24 orang atau 32,0%. Urutan ketiga mereka yang merekrut dengan melalui lowongan lainnya sebanyak 12 orang atau 16,0%. Urutan keempat mereka yang merekrut dengan melalui tetangga


(64)

sebanyak 6 orang atau 8,0%. Urutan terakhir mereka yang merekrut dengan melalui saudara 5 orang atau 6,7% seluruh jumlah responden.

15.Jumlah Hari Kerja dalam Seminggu

Deskripsi responden berdasarkan tanggapan mengenai lama menjual saham kembali dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.21 Distribusi Frekuensi Hari Kerja dalam Seminggu

No Hari Kerja Dalam Seminggu Frekuensi Persentase

1 6 hari 46 61,3%

2 7 hari 29 38,7%

Total 75 100%

Sumber: Data primer diolah, 2010.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden terbesar adalah mereka yang menggunakan waktu 6 hari dalam menjalankan usaha jasa kecantikan sebanyak 46 orang atau 61,3% dari keseluruhan jumlah responden. Sedangkan pada urutan terakhir yaitu meraka yang menggunakan 7 hari kerja dalam menjalankan usaha jasa kecantikan sebanyak 29 orang atau 38,7% dari jumlah keseluruhan responden.

16.Jumlah Gaji Tenaga Pembantu Perbulan

Deskripsi responden berdasarkan tanggapan mengenai jumlah gaji tenaga pembantu perbulan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.22 Distribusi Frekuensi Jumlah Gaji Tenaga Pembantu Perbulan

No Jumlah Gaji Tenaga Pembantu Frekuensi Persentase

1 ≤ 500.000 21 28%

2 600 ribu – 1 juta 48 64%

3 Lainnya 6 8,0%

Total 75 100%


(65)

commit to user

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden dengan memberikan gaji kepada tenaga pembantu sebesar 48 orang atau 64% dalam satu bulan merupakan kelompok terbanyak dari keseluruhan jumlah responden. Kemudian urutan kedua adalah mereka yang memberikan gaji kepada tenaga pembantu sebesar ≤ 500.000 sebanyak 21 orang atau 28% dalam satu bulan. Urutan ketiga dan terakhir adalah mereka yang tidak mempunyai tenaga kerja sebanyak 6 orang atau 8,0% dari jumlah keseluruhan.

17.Rata-rata Pendapatan

Deskripsi responden berdasarkan tanggapan mengenai besar rata-rata keuntungan satu bulan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.23 Distribusi Frekuensi Besar Rata-rata Pendapatan per Bulan

No Rata-rata keuntungan Frekuensi Persentase

1 ≤ 5 juta 27 36,0%

2 6 – 10 juta 28 37,3%

3 11 – 15 juta 12 16,0%

4 16 – 20 juta 8 10,7%

Total 75 100%

Sumber: Data primer diolah, 2010.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden dengan besar omset rata-rata pendapatan sekitar 6 - 10 juta dalam satu bulan merupakan kelompok terbanyak dengan jumlah 28 orang atau 37,3% dari keseluruhan jumlah responden. Kemudian urutan kedua adalah mereka yang memiliki omset rata-rata sebesar ≤ 5 juta dalam satu bulan sebanyak 27 orang atau 36,0%. Urutan ketiga adalah merekayang memiliki omset rata-rata pendapatan sebesar 11- 15 juta sebanyak 12 orang atau 16,0%. Urutan


(66)

terakhir mereka yang memiliki rata-rata omset pendapatan sebesar 16 – 20 juta sebesar 8 orang atau 10,7% dari jumlah keseluruhan.

18.Laba Bersih

Deskripsi responden berdasarkan tanggapan mengenai total laba bersih perbulan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.23 Total Laba Bersih Dalam Satu Bulan

No Total Laba Bersih Frekuensi Persentase

1 < 1 juta 4 5,3%

2 1 - <5 juta 45 60,0%

3 5 - <10 juta 11 14,7%

4 10 - <15 juta 13 17,3%

5 >15 juta 2 2,7%

Total 75 100%

Sumber: Data primer diolah, 2010.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden mengenai total laba bersih dalam satu bulan dengan total laba bersih 1 - <5 juta merupakan kelompok terbanyak dengan jumlah 45 orang atau 60,0% dari keseluruhan jumlah responden. Kemudian urutan kedua adalah mereka dengan total laba bersih satu bulan 10 - <15 juta sebanyak 13 orang atau 17,3%. Urutan ketiga adalah mereka dengan total laba bersih satu bulan 5 - <10 juta sebanyak 11 orang atau 14,7%. Dan yang keempat adalah mereka yang dengan total laba bersih <1 juta atau 5,3% dari jumlah keseluruhan. Selanjutnya yang terakhir mereka yang dengan total laba bersih >15 juta sebanyak 2 orang atau 2,7%.

19.Penentuan Harga Jasa Dalam Usaha Jasa Kecantikan


(1)

commit to user

pertama yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap keberhasilan usaha. Berdasarkan analisis regresi diketahui bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan di Surakarta yang ditunjukkan dari tinggi rendahnya pendidikan responden tidak berpengaruh terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan di Surakarta. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam mendirikan usaha jasa kecantikan tidak mutlak harus mempunyai pendidikan yang tinggi. Keberhasilan usaha jasa lebih dipengaruhi oleh jiwa kewirausahaan dalam diri seorang usahawan. Pencapaian keberhasilan usahawan dalam usahanya diperluas melalui pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam berbisnis, seperti halnya memiliki kemauan, kemmpuan serta ketrampilan dalam menjalankan bisnis/usahanya.

3. Pengaruh Lama Usaha terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan di

Surakarta.

Koefisien regresi lama usaha bernilai positif sebesar 172538,7 dan nilai probabilitasnya sebesar 0,0055, nilai tersebut berarti variabel modal usaha mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkat keberhasilan usaha yang diperoleh usahawan jasa kecantikan. Probabilitas regresi lama usaha yang bernilai positif sebesar 0,0055 menunjukkan bahwa variabel lama usaha mempunyai pengaruh positif terhadap keberhasilan usaha. Jika lama usaha bertambah sebesar 1 tahun, maka tingkat keberhasilan yang diterima usahawan jasa kecantikan akan mengalami kenaikan sebesar 172538,7 rupiah dengan asumsi variabel lain konstan. Nilai ini sesuai hipotesis


(2)

pertama yang menyatakan bahwa lama usaha berpengaruh terhadap keberhasilan usaha. Berdasarkan analisis regresi diketahui bahwa lama usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan di Surakarta yang ditunjukkan dari hasil analisis memberikan bukti empiris bahwa lama uasha berpengaruh positif terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan di Surakarta yang ditunjukkan dari uji t dengan p<0,05. Lama usaha sangat berpengaruh positif terhadap tingkat keuntungan yaitu lamanya seseorang dalam menggeluti usaha yang dijalaninya. Ada suatu asumsi bahwa semakin lama seseorang menjalankan usahanya maka akan semakin berpengalaman orang tersebut. Hal ini tentu saja akan meningkatkan keberhasilan usahanya, dengan pengalaman kerja yang lama, usahawan akan semakin terampil, cekatan dan cepat dalam melakukan pekerjaanya, sehingga yang dilakukan berubah menjadi hasil yang baik.

4. Pengaruh Lokasi Usaha terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan di Surakarta.

Koefisien regresi lokasi usaha bernilai positif sebesar 2866982 dan nilai probabilitasnya sebesar 0,0069, nilai tersebut berarti variabel lokasi usaha mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkat keberhasilan usaha yang diperoleh usahawan jasa kecantikan. Probabilitas regresi lokasi usaha yang bernilai positif sebesar 0,0069 menunjukkan bahwa variabel lokasi


(3)

commit to user

usaha berpengaruh terhadap keberhasilan usaha. Berdasarkan analisis regresi diketahui bahwa lokasi usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan di Surakarta yang ditunjukkan dari hasil analisis memberikan bukti empiris bahwa lokasi uasha berpengaruh positif terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan di Surakarta yang ditunjukkan dari uji t dengan p<0,05. Lokasi usaha sangat berpengaruh positif terhadap tingkat keuntungan yaitu lokasi usaha mempengaruhi letak usahanya. Ada suatu asumsi bahwa lokasi usaha yang dipilih pengusaha dalam menjalankan usaha merupakan letak yang strategis atau termasuk dalam pusat keramaian sehingga banyak orang yang berkunjung, maka kemungkinan terjadi peningkatan dalam perolehan pendapatan pengusaha juga meningkat. Sehingga lokasi usaha yang tepat merupakan salah satu unsur yang dapat mempengaruhi pendapatan yang diperoleh pengusaha yang mana akan mendatangkan keuntungan/keberhasilan tersebut. Dengan demikian dapat digambarkan bahwa lokasi usaha berpengaruh pada keberhasilan usaha. Namun hal lain ada penunjang lain seperti halnya sudah dipercayai customer dengan hasil bagus dan harga terjangkau dan lainnya, maka walaupun lokasi usaha terletak pada lokasi tidak strategispun customer tetap mengunjungi tempat tersebut.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha jasa kecantikan di Kota Surakarta, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Hasil analisis regresi mengenai keberhasilan usaha jasa kecantikan di Kota Surakarta menunjukkan :

a. Secara serentak modal usaha, tingkat pendidikan, lama usaha dan lokasi usaha berpengaruh signifikan, kecuali tingkat pendidikan tidak signifikan terhadap keberhasilan usaha jasa kecantikan dengan tingkat derajat kepercayaan 95%.

b. Berdasarkan perhitungan R2 didapatkan nilai adjusted R2 sebesar 0,418425. Ini berarti 41% variasi variabel modal usaha, tingkat pendidikan, lama usaha dan lokasi usaha dapat menerangkan dengan baik variabel tingkat keberhasilan usaha jasa kecantikan. Sisanya 59% variabel tingkat keberhasilan usaha jasa kecantikan dijelaskan oleh variasi variabel lain di luar model.

c. Secara individual pada derajat signifikan 95% variabel modal usaha, tingkat pendidikan, lama usaha dan lokasi usaha, kecuali tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat keberhasilan usaha jasa kecantikan.


(5)

commit to user

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka dapat diberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Berdasarkan penelitian dimana variabel yang berpengaruh positif dan signifikan ialah modal usaha, lama usaha dan lokasi usaha maka untuk meningkatkan keuntungan yang didapat maka pemilik usaha jasa kecantikan tersebut disarankan untuk menambah modal usaha untuk memperbesar volume usaha seperti melengkapi perlengkapan, peralatan salon, desaign interior, menambah luas lahan, dan lain sebagainya. Selain itu juga menambah pengalaman dalam menjalani usahanya dan juga tetap memperhatikan letak serta lokasi usahanya agar para konsumen tertarik dan nyaman.

2. Berdasarkan penelitian bahwa variabel tingkat pendidikan bepengaruh positif namun tidak signifikan terhadap keberhasilan jasa kecantikan maka sebaiknya kepada usahawan maupun tenaga pembantunya mengikuti pelatihan/kursus-kursus serta seminar di bidang tatarias serta kecantikan yang menunjang usahanya terlebih dahulu, sehingga mereka dapat tambahan ketrampilan serta pengetahuan akan trend terkini (model up to

date) secara fundamental maupun teknikal dengan tujuan agar dapat

menekan faktor resiko yang ada serta dapat memberikan kepuasan maksimal terhadap konsumen.


(6)

3. Usahawan jasa kecantikan diharapkan selalu memiliki ketrampilan, kreatifitas dan juga inovasi baru agar konsumen tetap setia dating kembali dan puas atas pelayanan yang diterimanya.

4. Model regresi linear yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan R2 yang masih rendah (41%), oleh karena itu terdapat kemungkinan penelitian lebih lanjut dengan memasukkan variabel baru yang lebih mempengaruhi keberhasilan usaha jasa kecantikan di Surakarta.