ANALISIS LITERASI HAKIKAT SAINS GURU BIOLOGI SMA KABUPATEN BANDUNG.
ANALISIS LITERASI HAKIKAT SAINS GURU BIOLOGI SMA KABUPATEN BANDUNG
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh:
Nur Yetty Waelissa 1101224
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014
(2)
ANALISIS LITERASI HAKIKAT SAINS GURU BIOLOGI SMA KABUPATEN BANDUNG
Oleh:
Nur Yetty Waelissa
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Biologi
Sekolah Pasca Sarjana
© Nur Yetty Waelissa2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Dr. Sri Anggraeni, M.Si NIP.195826011987032001
Pembimbing II
Prof. DR. Suroso Adi Yudianto, M. Pd NIP.195305221980021001
Mengetahui,
Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Biologi
Dr. H. Riandi, M.Si NIP.196305011988031002
(4)
ANALISIS LITERASI HAKIKAT SAINS GURU BIOLOGI SMA KABUPATEN BANDUNG
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai literasi hakikat sains guru Biologi SMA kabupaten Bandung, karena kompetensi ini berkaitan dengan profesionalisme guru. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Subyek penelitian ini adalah guru-guru Biologi SMA yang tergabung dalam MGMP Biologi kabupaten Bandung yang ditetapkan secara random sampling yang berjumlah 12 orang guru. Analisis literasi hakikat sains dijaring dengan menggunakan instrumen test (soal pilihan ganda dan benar-salah) dan instrumen non-test (angket dan wawancara). Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru biologi SMA kabupaten Bandung literat hakikat sains kategori cukup (58%). Guru mencapai literat hakikat sains tertinggi dan terendah pada domain cara mengetahui yang terdapat pada aspek postulat sains (92%) dan aspek miskosepsi mengenai sains (29%). Dari penelitian ini juga diketahui ada kecendrungan faktor pendidikan pada guru berkontribusi terhadap literasi hakikat sainsnya. Guru yang literat hakikat sains kategori baik sekali memiliki kompetensi yang dipersyaratkan sebagai guru biologi, tetapi guru yang melanjutkan pendidikannya tidak sesuai dengan bidang yang diampunya menjadi salah satu penyebab guru kurang literat hakikat sains.
(5)
ANALYSIS NATURE OF SCIENCE LITERACY SENIOR HIGH SCHOOL BIOLOGY TEACHERS IN KABUPATEN BANDUNG
ABSTRACT
A study aimed to description about biology teacher’s nature of science literate at senior high school in Kabupaten Bandung, it’s related to teacher’s profesionalism. The method used in this study was descriptive design, with 12 biology teachers in senior high school who join in MGMP Kabupaten. Bandung. Samples choosed by random sampling. The instrument used for data collection were test (multiple choise and true-false test) and non-test (quesionare and interview). The result showed that nature of science literate of biology teachers at senior high school in Kabupaten Bandung categorized sufficient (58%). The highest and the lowest teacher’s nature of science literate were in a way of knowing domains in science postulatates of science aspect (92%) and misconception about science aspect (29%). Teachers’s background education contributed toward their nature of science literate. Teachers who have nature of science literate in very good category, they do competent as biology teacher, but they who have unappropriate study with their major in school caused their nature of science literate were low.
(6)
DAFTAR ISI Hal. PERNYATAAN... ABSTRAK... i ii KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH...
iv v
DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...
xi xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian... B. Rumusan Masalah ... C. Pertanyaan Penelitian... D. Batasan Masalah... E. Tujuan Penelitian... F. Manfaat Penelitian...
1 4 5 5 5 6
BAB II ANALISIS LITERASI HAKIKAT SAINS GURU BIOLOGI SMA KABUPATEN BANDUNG
A. Hakikat Sains (Nature of Science)... B. Filsafat Sains……... C. Pengembangan Profesionalisme Guru Sains (Biologi) melalui Inkuiri D. Miskonsepsi mengenai Sains ………... E. Penelitian yang Relevan…...
7 7 27 32 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi, Populasi dan Subjek Penelitian... B. Metode Penelitian...
42 43
(7)
C. Definisi Operasional... D. Instrumen Penelitiaan... E. Prosedur Penelitian... F. Teknik Pengumpulan Data…………... G. Analisis Data... H. Alur Penelitian …...
43 43 53 54 55 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian... 1. Hasil Tes Literasi Hakikat Sains Guru Biologi SMA Kabupaten
Bandung ….………..…... 2. Hasil Analisis Angket ... 3. Hasil Analisis Wawancara ... B. Pembahasan Hasil Penelitian... 1. Postulat Sains ... 2. Pengetahuan Ilmiah ...
3. Keterampilan Proses Intelektual... 4. Watak Ilmiah... 5. Kaidah-kaidah Bukti Ilmiah... 6. Miskonsepsi mengenai Sains... C. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian...
59 59 75 78 79 86 87 89 100 101 102 104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan... B. Saran...
105 105
DAFTAR PUSTAKA...
LAMPIRAN- LAMPIRAN ………...
RIWAYAT HIDUP...
107 113 136
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1 Istilah dan Konsep dalam Sains ………... 2.2 Perbandingan Antara Aspek Hakikat Sains... 2.3 Identifikasi Literasi Hakikat Sains ... 3.1 Sebaran Soal Literasi Hakikat Sains………...………... 3.2 Kategori Tingkat Kesukaran Soal ………..…... 3.3 Persentase Tingkat Kesukaran Soal PG ………... 3.4 Persentase Tingkat Kesukaran Soal B-S ………... 3.5 Kategori Daya Pembeda Soal ………... 3.6 Persentase Daya Pembeda Soal PG ………... 3.7 Persentase Daya Pembeda Soal B-S ……... 3.8 Kategori Validitas Soal ………... 3.9 Persentase Daya Pembeda Soal PG ………... 3.10 Persentase Daya Pembeda Soal B-S ………... 3.11 Kategori Reliabilitas Soal... 3.12 Rekap Hasil Analisis Uji Coba Soal PG... 3.13 Hasil Analisis Uji Coba Soal B-S... 3.14 Kisi-kisi Instrumen Angket... 3.15 Kategori Persentase Literasi Hakikat Sains Guru... 3.16 Persentase Angket Menurut Koentjaraninggrat... 4.1 Rata-rata Literasi Hakikat Sains Guru Biologi SMA Kabupaten Bandung... 4.2 Literasi Hakikat Sains Guru Pada Tiap Aspek Hakikat Sains ………... 4.3 Rata-rata Literasi Hakikat Sains tiap Aspek Keterampilan Proses Intelektual
Guru Biologi SMA Kabupaten Bandung ……….. 4.4 Literasi Hakikat Sains Aspek Keterampilan Proses Intelektual Biologi SMA
Kabupaten Bandung ... 4.5 Analisis Hasil Angket ……... 4.6 Analisis Hasil Wawancara ………... 4.7 Profil Guru Berdasarkan Capaian Literasi hakikat Sains ………....
Hal. 12 17 20 44 46 46 46 47 48 48 49 49 49 50 51 52 53 56 57 60 61 65 66 76 78 84
(9)
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1 Tiga Domains Sains (Bell, 2009) ... 3.1 Alur Penelitian ………... 4.1 Literasi Hakikat Sains Guru Biologi SMA Kabupaten Bandung ………... 4. 2 Literasi Hakikat Sains Guru Biologi SMA Kabupaten Bandung Pada Aspek
Postulat Sains……….…... 4.3 Literasi Hakikat Sains Guru Biologi SMA Kabupaten Bandung Pada Aspek
Pengetahuan Ilmiah ………...
4.4 Literasi Hakikat Sains Guru Biologi SMA Kabupaten Bandung Pada Aspek Keterampilan Proses Intelektual ………... 4.5 Literasi Hakikat Sains Guru Biologi SMA Kabupaten Bandung Pada Aspek
Watak Ilmiah ………... 4.6 Literasi Hakikat Sains Guru Biologi SMA Kabupaten Bandung Pada Aspek
Kaidah-kaidah Bukti Ilmiah………... 4.7 Literasi Hakikat Sains Guru Biologi SMA Kabupaten Bandung Pada Aspek
Miskonsepsi mengenai Sains ……….………... Hal. 8 58 60
62
63
64
72
73
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
A Instrumen Penelitian
A.1 Kisi-kiasi Soal Literasi Hakikat Sains ………... A.2 Kisi-kisi Lembar Angket ………... A.3 Kisi-kisi Pedoman Wawancaar……….…...
B Hasil Penelitian
B.1 Hasil Tes Literasi Hakikat Sains………... B.2 Hasil Angket ………... B.3 Hasil Wawancara………...
C Dokumen
C.1 Profil Guru... C.2 Rekap Hasil Uji Coba Instrumen... Lembar Judgement Instrumen... Izin Melakukan Studi Lapangan...
Hal.
113 121 123
124 125 127
128 131 134 135
(11)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat menuntut harus memiliki sumber daya manusia yang cerdas serta terampil. Dapat diperoleh dan dikembangkan melalui pendidikan IPA (sains) yang berperan dalam mempersiapkan siswa untuk mampu berfikir kritis, kreatif, dan logis. Pendidikan sains diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa dalam mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam secara ilmiah (BSNP, 2006).
Tujuan pendidikan IPA ini sejalan dengan konsep hakikat sains menurut Sterling et al., (2010), yang menyatakan siswa dituntut untuk mencapai aspek-aspek hakikat sains yang meliputi pengetahuan yang merupakan bukti ilmiah, bersifat tidak mutlak, menggunakan imajinasi dan kreativitas dengan cara proses penemuan (inkuiri) oleh siswa. Hakikat sains penting agar siswa dapat memiliki kesadaran tentang literasi sains yang diwujudkan melalui pemahaman hakikat sains, sebab inti dari literasi sains adalah hakikat sains (Lederman et al., 2006).
Untuk mengajarkan sains khususnya biologi guru harus memahami hakikat sains (The Nature of Science/ NOS). Menurut Lederman et al., (Wenning, 2006a) mendefinisikan hakikat sains (The
Nature of Science) sebagai karakteristik pengetahuan ilmiah yang berurusan dengan sifat empirisnya, sifat kreatif dan imajinatifnya, karakteristik teorinya, hakikat sosial budayanya dan sifat tentatifnya. Lederman (Wenning & Rebecca, 2006) menyebutkan bahwa secara khusus hakikat sains (NOS) mengacu pada epistemologi dan sosiologi sains, yaitu sebagai cara untuk mengetahui, atau suatu nilai-nilai yang melekat pada sains dan
(12)
pengembangannya. Lebih lanjut Wenning (2006a) mendefinisikan hakikat sains (The Nature of Science/ NOS) sebagai pemahaman tentang isi dan sejarah sains dilengkapi dengan pengetahuan ilmiah, keterampilan proses intelektual, kaidah-kaidah bukti ilmiah, postulat sains, watak ilmiah, dan miskonsepsi mengenai sains.
Sesuai dengan hasil field study (Waelissa, 2012) guru belum dapat melaksanakan pembelajaran biologi yang membuat siswa aktif dalam menemukan pengetahuan dengan menjelajah alam sekitar. Umumnya pembelajaran masih didominasi oleh penggunaan metode ceramah, aktivitas siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. Hal ini mungkin disebabkan karena lemahnya guru dalam memahami hakikat sains sehingga pembelajaran biologi umumnya masih berpusat pada guru (teacher centered). Padahal Biologi sebagai salah satu bidang sains menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains tersebut (Depdiknas, 2006). Hal yang sama juga diungkapkan Khishfe dan Khalick (2002) bahwa guru masih lemah dalam memahami hakikat sains. Guru tidak percaya bahwa penyelidikan ilmiah melekat pada tahap-tahap pengetahuan sebagai metode ilmiah dan teori adalah hukum-hukum yang belum matang. Guru tidak melakukan dan mendukung pembelajaran di kelas dengan hakikat sains, akibatnya mereka salah dalam mengasumsikan tentang inkuiri yang memandu pemahaman terhadap hakikat sains.
Dampak negatif dari lemahnya guru dalam memahami hakikat sains adalah guru tidak mengerti cara mengajarkan sains dan pada akhirnya, siswa tidak mengerti pula tentang sains. Ilmu yang diajarkan kurang dihubungkan dengan kejadian yang terjadi sehari-hari, sehingga siswa banyak yang tidak melihat hubungan antara yang dipelajari di kelas dengan yang mereka ketahui di kehidupan sehari-hari (Bell, 2009). Dengan demikian literasi hakikat sains sangat penting bagi guru biologi terutama terkait dengan keterlibatannya dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Kurikulum 2013 yang menekankan pada pendekatan ilmiah
(13)
3
(scientific) menuntut guru harus memahami hakikat sains bukan hanya sebagai tubuh pengetahuan (body knowledge) tetapi juga memahami metode atau proses memperoleh pengetahuan dan menerapkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam situasi nyata.
Sementara itu, lemahnya kemampuan siswa Indonesia dalam bidang sains terbukti dari hasil penelitian tentang assesmen hasil belajar sains pada level internasional yang diselenggarakan oleh OECD. Siswa hanya mampu mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta sederhana dan menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menarik atau mengevaluasi suatu kesimpulan. Siswa diduga belum mampu menggunakan konsep ilmiah untuk melakukan prediksi dan menjelaskan konsep sains, belum mampu mengenali pertanyaan yang dapat dijawab dengan penyelidikan ilmiah, belum mampu memilih informasi yang relevan dari sekian banyak data dan argumen yang digunakan untuk menarik kesimpulan dari suatu fenomena sains (Rustaman, 2009). Rendahnya kemampuan siswa Indonesia dalam bidang sains tidak terlepas dari kemampuan guru melaksanakan suatu percobaan yang bersifat menguji dan bahkan menemukan suatu konsep biologi.
Biologi sebagai salah satu pembelajaran sains memiliki empat tujuan yaitu mengajarkan fakta-fakta Biologi, mengembangkan kemampuan, mengajarkan keterampilan dan mendorong sikap yang nyata (Rustaman, 2003). Untuk mencapai tujuan tersebut maka para guru Biologi perlu memiliki pemahaman tentang hakekat sains serta kemampuan untuk mengemukakan pembelajaran biologi berbasis inkuiri. Seperti yang disarankan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) yaitu pembelajaran sains sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek kecakapan hidup. Selain itu The National Science Teacher Association (NSTA & AETS, 2003) mendefinisikan penyelidikan ilmiah sebagai cara yang
(14)
ampuh untuk memahami isi sains, siswa belajar bagaimana bertanya dan menggunakan bukti untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Guru sains yang profesional memiliki pengetahuan, memahami hakikat sains, memahami pengetahuan ilmiah, memahami materi sains secara mendalam dan fleksibel, dan menguasai cara mengajar dalam pembelajaran. Semua itu tercapai apabila guru memahami hakikat sains. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh NSTA (2003) bahwa memahami hakikat sains dan melakukan inkuiri merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru sains dan sebagai standar penting dalam pembekalan guru sains (NSTA & AETS, 2003).
Sementara itu, miskonsepsi mengenai sains yang dinyatakan oleh MacComas (1998) perlu dipahami guru dan menjadi fokus program pendidikan guru. Menurut MacComas (1998) miskonsepsi mengenai sains merupakan beberapa pandangan yang belum benar mengenai sains, salah satunya adalah peran kreativitas dalam sains yakni metode ilmiah. Miskonsepsi mengenai sains ini dikenal sebagai mitos sains.
Tim dosen Fakultas MIPA jurusan Pendidikan Biologi UPI memiliki program pendampingan guru-guru biologi SMA di kabupaten Bandung yang tergabung dalam MGMP Biologi. Program pendampingan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam berinkuiri. Selama pendampingan guru-guru dibekali dengan literasi hakikat sains. Untuk itu penting diteliti bagaimanakah literasi hakikat sains guru
biologi SMA di kabupaten Bandung yang tidak mengikuti pendampingan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah literasi hakikat sains guru Biologi SMA kabupaten Bandung?”
(15)
5
C. Pertanyaan Penelitian
Agar penelitian lebih terarah maka rumusan masalah tersebut di atas dijabarkan kedalam pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimanakah tingkat literasi hakikat sains guru Biologi SMA di kabupaten Bandung?
2. Kendala (kesulitan) apa saja yang dihadapi guru Biologi SMA di kabupaten Bandung dalam memahami tiap aspek hakikat sains?
D. Batasan Masalah
Agar penelitian ini terarah, ruang lingkup penelitian dibatasi pada hal-hal sebagai berikut.
1. Subyek penelitian yang dianalisis adalah guru-guru Biologi SMA yang tergabung dalam MGMP Biologi di kabupaten Bandung dan tidak mengikuti pendampingan.
2. Literasi hakikat sains dalam penelitian ini berdasarkan pada aspek hakikat sains (nature of Science/ NOS) menurut Wenning (2006a) yang meliputi: pengetahuan ilmiah (scientific knowledge), keterampilan proses intelektual (intellectual process skills), kaidah-kaidah bukti ilmiah (rules of scientific evidence), postulat sains (postulates of science), watak ilmiah (scientific disposition), dan miskonsepsi mengenai sains (major misconceptions about science)
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai literasi hakikat sains guru-guru Biologi SMA yang tergabung dalam MGMP Biologi di kabupaten Bandung, dan mendeskripsikan kendala (kesulitan) yang dihadapi guru-guru Biologi dalam memahami tiap aspek hakikat sains.
(16)
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat bagi guru
a. Mendalami tingkat literasi hakikat sains masing-masing
b. Menambah wawasan bagi guru terhadap hakikat sains melalui soal-soal hakikat sains yang diberikan
2. Manfaat bagi peneliti
Proses dan hasil dari penelitian ini dapat menjadi dasar untuk merancang pelatihan yang fokus pada mengaktifkan kegiatan siswa dan pengembangan profesi guru biologi.
3. Manfaat bagi peneliti lain
Proses dan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian, rujukan, atau pembanding bagi penelitian yang sedang atau akan dilakukan, sehingga akan memperkaya dan melengkapi hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan dalam kajian sejenis.
(17)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi, Populasi dan Subyek Penelitian
Pada penelitian ingin mengungkap literasi hakikat sains guru-guru biologi SMA yang tidak mengikuti program pendampingan yang diselenggarakan FPMIPA jurusan Pendidikan Biologi. Guru-guru ini berasal dari beberapa daerah di kabupaten Bandung yaitu: Rancaekek, Pangalengan, Kertasari, Dayeuhkolot, Margahayu, Katapang, Soreang, Bojongsoang, dan Ciparay. Populasi dari penelitian ini adalah guru anggota MGMP Biologi kabupaten Bandung yang berjumlah 40 orang dan tersebar di beberapa SMA kabupaten Bandung.
Pemilihan subyek penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik random sampling. Menurut Sugiono (2003) teknik ini memiliki kemungkinan tertinggi dalam menetapkan sampel representatif, dimana dalam teknik ini semua individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi subyek penelitian. Subyek penelitian ditentukan secara random sederhana (Fraenkel & Wallen, 2006) sejalan dengan yang dikemukakan Russeffendi (2001) bahwa random sederhana adalah cara yang paling baik untuk memperoleh sampel representatif. Random sederhana dilakukan sebanyak 30% dari jumlah populasi, yaitu dengan memberi nomor semua anggota populasi, kemudian memberi nomor-nomor pada kertas kecil, kertas-kertas kecil kemudian digulung, dimasukkan dalam suatu tempat, dan dikocok. Pengocokan dilakukan sampai diperoleh sejumlah kertas kecil bernomor sebanyak yang diperlukan (Russeffendi, 2001). Subyek penelitian ini berjumlah 12 orang guru yang berasal dari daerah kecamatan di kabupaten Bandung, sebagaimana telah disebutkan di atas. Guru-guru yang menjadi subyek penelitian ini terdiri dari empat orang guru laki-laki dan delapan orang guru perempuan.
(18)
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Menurut Sukmadinata (2008) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Penelitian Deskriptif merupakan penelitian yang hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala ataupun keadaan (Arikunto, 2003).
C. Definisi Operasional
Untuk menghindari penafsiran yang keliru terhadap defenisi yang digunakan dalam penelitian ini, maka terlebih dahulu diuraikan definisi operasional dalam penelitian ini. Literasi hakekat sains diartikan sebagai kemampuan guru biologi SMA kabupaten Bandung dalam memahami aspek hakikat sains yang ditunjukkan melalui skor hasil tes yang merujuk pada aspek hakikat sains.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini didasarkan atas data yang diperlukan. Adapun instrumen yang digunakan pada penelitian ini antara lain.
1. Soal literasi hakikat sains
Soal-soal literasi hakikat sains yang digunakan dalam penelitian ini adalah 21 butir soal yang terdiri dari 18 butir soal pilihan ganda dengan empat alternatif pilihan jawaban (a, b, c, dan d) dan 3 butir soal benar-salah (B-S) dengan 2 alternatif pilihan jawaban (benar-benar-salah). Format tes pilihan ganda memiliki banyak keuntungan (Haladayna) (Koksal, 2010) selain praktis juga mudah dalam mengembangkan tujuan tertentu. Hal ini sejalan dengan Faisal (1992) bahwa untuk menilai pemahaman dapat menggunakan skor tes (Wulan, 2008).
Soal ini sebelumnya digunakan untuk mengukur pemahaman hakikat sains (nature of science literacy test/NosLit) dikalangan siswa sekolah
(19)
44
menengah (Wenning, 2006b). Untuk mengukur pemahaman guru terhadap aspek keterampilan proses intelektual maka peneliti menambahkan soal yang dikembangkan dari aspek keterampilan proses intelektual menurut Wenning (2006a). Adapun sebaran soal literasi hakikat sains ditunjukkan dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Sebaran soal Literasi hakikat sains No Aspek Pengetahuan Hakikat
Sains
Soal nomor
Jumlah soal
1 Pengetahuan ilmiah (scientific knowledge)
1, 2, 3, 3
2 Keteramplan proses intelektual (intellectual process skills)
a. menghasilkan prinsip melalui induksi
4, 5 2
b. menjelaskan dan memprediksi 6, 7 2 c. mengobservasi dan merekam
data
8, 9 2
d. mengidentifikasi dan mengontrol variabel
10, 11, 12 3
e. mengkontruksi grafik untuk menemukan hubungan
13, 14 2
f. mendesain dan memimpin inverstigasi
15, 16, 17 3
g. menggunakan teknologi 18, 19 2
h. penarikan kesimpulan dari fakta-fakta
20, 21, 22 3
3 Kaidah-kaidah bukti ilmiah (rules of scientific evidence)
23, 24, 25 3
4 Postulat sains (postulates of science)
26, 27 2
5 watak ilmiah (scientific disposition) 28, 29, 30 3 6 miskonsepsi mengenai sains
(major misconception about science)
31, 32, 33 3
Total soal 33
Sebelum digunakan dalam penelitian, soal literasi hakikat sains diuji coba terlebih dahulu. Berikut ini langkah-langkah sebelum soal literasi hakikat sains digunakan dalam penelitian.
(20)
1. Membuat sebaran butir soal literasi hakikat sains yang merujuk pada aspek hakikat sains menurut Wenning (2006a)
2. Melakukan judgement kepada Dosen ahli yang mengampu mata kuliah filsafat sains yang bertujuan untuk mengetahui validitas soal, kesesuaian antara indikator soal dan kunci jawaban
3. Melakukan uji coba soal literasi hakikat sains terhadap 10 orang guru biologi di SMA kota dan kabupaten Bandung. Adapun 10 orang guru ini terdiri dari guru biologi di SMA Pasundan 2 Bandung, guru biologi SMA kabupaten Bandung yang mengikuti pendampingan dan beberapa teman sesama S2 program Pendidikan Biologi angkatan 2011. Selanjutnya memeriksa hasil uji coba soal dengan skor maksimum 1 (untuk jawaban benar) dan skor minimum 0 (untuk jawaban salah) 4. Menganalisis hasil uji coba instrumen untuk mengetahui tingkat
kesukaran, daya pembeda, validitas, dan reliabilitas soal sebagai pertimbangan dalam menyeleksi butir-butir soal yang akan digunakan dalam penelitian dengan menggunakan bantuan software ANATES Versi 4.0.5. Jumlah soal yang diujicobakan sebanyak 33 soal, sedangkan yang digunakan untuk penelitian sebanyak 21 soal, yang terdiri dari 18 soal pilihan ganda (PG) dan 3 soal benar salah (B-S). Adapun hasil uji coba instrumen untuk soal pilihan ganda (PG) ditunjukkan dalam Tabel 3.10 sementara untuk soal benar-salah (B-S) ditunjukkan dalam Tabel 3.11.
a. Analisis hasil uji coba soal pilihan ganda (PG) 1) Taraf Kesukaran
Taraf kesukaran adalah suatu pokok uji untuk menentukan proporsi item soal berada pada tingkat mudah, sedang, atau sukar. Tingkat kesukaran dihitung dengan menggunakan rumus.
(21)
46
Keterangan: P = indeks kesukaran
B = banyaknya guru yang menjawab betul JS = jumlah seluruh guru peserta tes
Pada penelitian ini untuk mengetahui tingkat kesukaran dilakukan melalui software ANATES Versi 4.0.5. Nilai tingkat kesukaran yang telah diketahui kemudian diinterpretasi melalui tabel indeks kesukaran. Adapun kategori tingkat kesukaran ditunjukkan pada Tabel 3.2
Tabel 3.2 Kategori Tingkat Kesukaran Soal Tingkat Kesukaran Kategori Soal
0,00-0,30 Sukar
0,31-0,70 Sedang
0,71-1,00 Mudah
(Arikunto, 2003)
Berikut ini merupakan hasil seleksi butir soal berupa persentase tingkat kesukaran pada instrumen soal pilihan ganda (PG). Adapun persentase tingkat kesukaran soal pilihan ganda (PG) ditunjukkan dalam Tabel 3.3
Tabel 3.3 Persentase Tingkat Kesukaran Soal PG Kategori Soal Jumlah Soal Persentase
Sukar 1 5%
Sedang 14 78%
Mudah 3 17%
Jumlah 18 100%
Sementara persentase tingkat kesukaran soal benar-salah (B-S) ditunjukkan dalam Tabel 3.4
Tabel 3.4 Persentase Tingkat Kesukaran Soal B-S Kategori Soal Jumlah Soal Persentase
Sukar 1 33%
Sedang 2 67%
Mudah - -
(22)
2) Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara kelompok unggul dengan kelompok assor. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks Diskriminasi (D). Rumus untuk menghitung daya pembeda adalah sebagai berikut.
D
Keterangan:
D = Daya pembeda
BA = Jumlah guru yang menjawab benar dari kelompok unggul untuk tiap soal
BB = Jumlah guru yang menjawab benar dari kelompok assor untuk tiap soal
JA = Jumlah guru kelompok unggul JB = Jumlah guru kelompok assor
Pada penelitian ini untuk mengetahui daya pembeda soal dilakukan melalui bantuan software ANATES Versi 4.0.5. Nilai tingkat daya pembeda yang telah diketahui kemudian diinterpretasi melalui tabel klasifikasi daya pembeda. Adapaun klasifikasi daya pembeda soal ditunjukkan dalam Tabel 3.5
Tabel 3.5 Kategori Daya Pembeda Soal
Daya Pembeda Kategori Soal
0,00-0,20 Jelek
0,21-0,40 Cukup
0,41-0,70 Baik
0,71-1,00 Baik sekali
(Arikunto, 2003)
Seluruh butir soal yang digunakan untuk instrumen soal pilihan ganda dan benar-salah termasuk kategori cukup, baik, dan baik sekali. Adapun persentase daya pembeda soal pilihan ganda (PG) ditunjukkan pada Tabel 3.6
(23)
48
Tabel 3.6 Persentase Daya Pembeda Soal PG
Daya Pembeda Jumlah Soal Persentase
Cukup 3 17%
Baik 11 61%
Baik Sekali 4 22%
Jumlah 18 100%
Sementara persentase daya pembeda soal benar-salah (B-S) ditunjukkan dalam Tabel 3.7
Tabel 3.7 Persentase Daya Pembeda Soal B-S
Daya Pembeda Jumlah Soal Persentase
Baik 1 33%
Baik Sekali 2 67%
Jumlah 3 100%
3) Uji Validitas
Pada buku Encyclopedia of Educational Evaluation yang ditulis oleh Scarvia B. Anderson dan kawan-kawan disebutkan “A test is valid if it measures what it purpose to measure” Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 2003). untuk menghitung validitas butir soal pilihan ganda digunakan teknik korelasi product moment dengan angka kasar yang dikemukakan oleh Pearson, yakni.
rxy
∑ ∑ ∑
√[ ∑ ∑ ∑ ]
(Arikunto, 2003) Keterangan:
∑X = Jumlah skor seluruh guru pada item tersebut ∑Y = Jumlah skor total seluruh guru pada test N = Jumlah seluruh guru
X = Skor tiap guru pada item tersebut Y = Skor total tiap guru
(24)
Pada penelitian ini untuk mengetahui validitas item dilakukan melalui bantuan software ANATES Versi 4.0.5. Nilai validitas yang telah diketahui kemudian diinterpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi menggunakan tabel interpretasi validitas butir soal. Adapun interpretasi indeks validitas soal ditunjukkan dalam Tabel 3.8
Tabel 3.8 Kategori Validitas Soal Indeks Validitas Interpretasi
0,00-0,19 Sangat rendah
0,20-0,39 Rendah
0,40-0,59 Cukup
0,60-0,79 Tinggi
0,80-1,00 Sangat Tinggi
(Arikunto, 2003)
Berikut ini merupakan hasil seleksi butir soal berupa persentase validitas pada instrumen tes pilihan ganda (PG) ditunjukkan dalam Tabel 3.9
Tabel 3.9 Persentase Validitas Soal PG
Interpretasi Jumlah Soal Persentase
Cukup 13 72%
Tinggi 5 28%
Jumlah 18 100%
Sementara persentase validitas tes benar-salah (B-S) ditunjukkan dalam Tabel 3.10
Tabel 3.10 Persentase Validitas Soal B-S
Interpretasi Jumlah Soal Persentase
Sangat tinggi 2 67%
Tinggi 1 33%
Jumlah 3 100%
4) Uji Reliabilitas
Reliabilitas tes merupakan keajegan/konsistensi suatu soal dalam memberikan hasil pengukuran, berlaku untuk seluruh soal bukan tiap butir soal. Dalam penelitian ini uji coba dilaksanakan satu kali,
(25)
50
maka reliabilitas dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan metode belah dua (split-half methods). Rumus yang digunakan adalah rumus K-R. 21 sebagai berikut.
r11
–
(Arikunto, 2003) Keterangan:
r11 = Reliabilitas tes n = Banyaknya item M = Rata-rata skor total S = Standar deviasi tes
Pada penelitian ini reliabilitas soal dilakukan dengan menggunakan bantuan software ANATES Versi 4.0.5. Nilai reliabilitas yang telah diketahui kemudian diinterpretasi melalui tabel klasifikasi reliabilitas tes. Adapun klasifikasi nilai reliabilitas ditunjukkan dalam Tabel 3.11
Tabel 3.11 Kategori Reliabilitas Soal
Nilai r11 Keterangan
0,000-0,200 Sangat rendah
0,201-0,400 Rendah
0,401-0,600 Cukup
0,601-1,800 Tinggi
0,801-1,000 Sangat Tinggi
Hasil uji coba instrumen menunjukkan bahwa reliabilitas pada instrumen soal pilihan ganda sebesar 0,90 termasuk kategori sangat tinggi (lihat Tabel 3.12). Sementara reliabilitas pada instrumen soal benar-salah (B-S) adalah sebesar 0,71 termasuk kategori tinggi (Lihat Tabel 3.13). Di bawah ini merupakan rekapitulasi butir soal yang dapat digunakan sebagai instrumen dalam pengambilan data berdasarkan hasil uji coba instrumen. Pada Tabel 3.12 dapat dilihat bahwa Korelasi XY = 0,82 dikategorikan sangat tinggi; Reliabilitas = 0,90 dikategorikan sangat tinggi.
(26)
Tabel 3.12 Rekap Hasil Analisis Uji Coba Soal PG Aspek Hakikat Sains Btr Asli No urut Baru T. Kesukaran
Daya Pembeda Validitas Keterangan
DP (%)
Arti rxy Arti
Pengetahuan Ilmiah
1 1 Sedang 66.67 Baik 0.518 Cukup Digunakan
2 2 Sedang 100.00 Baik
sekali
0.710 Tinggi Digunakan
3 3 Sedang 66.67 Baik 0.473 Cukup Digunakan
Keterampilan Proses Intelektual
4 4 Sedang 66.67 Baik 0.537 Cukup Digunakan
5 - Sedang 33.33 Cukup 0.326 Rendah Tidak
digunakan
6 - Mudah -33.33 Jelek -0.326 Sangat
rendah
Tidak digunakan
7 5 Sedang 33.33 Cukup 0.456 Cukup Digunakan
8 - Sangat
sukar
-33.33 Jelek -0.376 Sangat
rendah
Tidak digunakan
9 6 Sedang
100.00
Baik sekali
0.793 Tinggi Digunakan
10 7 Sedang
100.00
Baik sekali
0.658 Tinggi Digunakan
11 8 Mudah 33.33 Cukup 0.446 Cukup Digunakan
12 - Sangat
sukar
-33.33 Jelek -0.324 Sangat
rendah
Tidak digunakan
13 - Sukar 33.33 Cukup 0.219 Rendah Tidak
digunakan
14 9 Sedang 66.67 Baik 0.595 Cukup Digunakan
15 - Sedang 33.33 Cukup 0.217 Rendah Tidak
digunakan
16 10 Mudah 66.67 Baik 0.525 Cukup Digunakan
17 11 Sangat
mudah
33.33 Cukup 0.480 Cukup Digunakan
18 12 Sedang 66.67 Baik 0.550 Cukup Digunakan
19 - Mudah -33.33 Jelek -0.063 Sangat
rendah
Tidak digunakan
20 13 Sedang 66.67 Baik 0.470 Cukup Digunakan
21 - Sangat
mudah
0.00 Jelek 0.198 Sangat
rendah
Tidak digunakan
22 14 Sedang
100.00
Baik sekali
0.772 Tinggi Digunakan
Kaidah-kaidah bukti
Ilmiah
23 - Sedang 33.33 Cukup 0.328 Rendah Tidak
digunakan
24 15 Sedang 66.67 Baik 0.550 Cukup Digunakan
Postulat Sains 26 16 Sedang 66.67 Baik 0.602 Tinggi Digunakan
27 - Sedang 0.00 Jelek 0.063 Sangat
rendah
Tidak digunakan
Watak Ilmiah 28 17 Sedang 66.67 Baik 0.601 Tinggi Digunakan
29 - Sukar 33.33 Cukup 0.287 Rendah Tidak
digunakan Miskonsepsi
mengenai sains
(27)
52
Tabel 3.13 Rekap Hasil Analisis Uji Coba Soal B-S
Korelasi XY = 0,55 : Cukup Reliabilitas = 0,71 : Tinggi
2. Angket
Lembar angket yang digunakan berupa pertanyaan-pertanyaan yang pilihan jawabannya telah disediakan terbuka. Menurut Ridwan (2002) angket terbuka merupakan angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya dengan cara memberi tanda silang atau tanda check list (√).
Angket ini terdiri atas tujuh pertanyaan dengan dua alternatif jawaban beralasan digunakan untuk mengetahui bagaimana kendala guru dalam memahami aspek hakikat sains pengetahuan ilmiah dan keterampilan proses intelektual. Berikut ini merupakan kisi-kisi angket yang ditunjukkan dalam Tabel 3.14
Asppek Hakikat Sains Btr Asli No urut Baru T. Kesukaran
Daya Pembeda Validitas Keterangan
DP (%)
Arti rxy Arti
Kaidah-kaidah bukti
ilmiah
25 19 Sedang 100.00 Baik
sekali
0.837 Tinggi Digunakan
Watak Ilmiah 30 20 Sukar 100.00 Baik
sekali
0.772 Tinggi Digunakan
Miskonsepsi mengenai
sains
32 - Sangat
mudah
33.33 Baik 0.590 Cukup Tidak
digunakan
(28)
Tabel 3.14 Kisi-kisi instrumen Angket
Aspek Pengetahuan Hakikat Sains Pertanyaan No Pertanyaan
Pengetahuan ilmiah
Pengetahuan ilmiah Kendala dalam membedakan
istilah-istilah seperti: variabel, hipotesis, teori, prinsip, konsep, dsb 1 Keterampilan proses intelektual Menghasilkan prinsip melalui induksi
Kendala dalam menjelaskan fenomena hasil pengamatan
2
Mengidentifikasi dan mengontrol variabel
Kendala dalam mengidentifikasi dan mengontrol variabel-variabel yang terlibat atau berpengaruh dalam percobaan
3 Mengkontruksi grafik dan menemukan hubungan Kendala dalam mengtransformasikan data observasi ke dalam bentuk tabel, grafik
4
Mendesain dan memimpin investigasi
Merancang atau mendesain sendiri langkah-langkah kegiatan percobaan yang akan dipraktikumkan 5 Menggunakan teknologi dan kepastian selama investigasi Memanfaatkan peralatan laboratorium dan teknologi dalam melakukan pengamatan
6
Penarikan kesimpulan dari fakta-fakta
Membuat kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari hasil pengamatan
7
3. Lembar wawancara
Lembar wawancara berupa sejumlah pertanyaan sebagai informasi tambahan tentang literasi hakikat sains dari guru Biologi SMA kabupaten Bandung. Wawancara dilakukan setelah hasil tes literasi hakikat sains dan angket dianalisis.
E. Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan
a. Pembuatan proposal
b. Melaksanakan seminar proposal
c. Menyempurnakan proposal dengan bantuan dosen pembimbing d. Mengurus perizinan
(29)
54
e. Menyusun instrumen disertai dengan proses bimbingan dengan dosen pembimbing
f. Meminta pertimbangan profesional (judgment) oleh dosen ahli Jurusan Pendidikan Biologi terhadap instrumen.
2. Tahap pelaksanaan
a. Melapor dan minta izin kepada ketua MGMP Biologi kabupaten Bandung berkenaan dengan guru yang akan dijadikan subyek penelitian
b. Menentukan secara random dari seluruh anggota guru yang menjadi subyek penelitian
c. Melakukan tes literasi hakikat sains kepada subyek penelitian d. Membagikan angket untuk diisi oleh subyek penelitian
e. Wawancara dilakukan setelah tes literasi hakikat sains dianalisis 3. Tahap pengambilan kesimpulan
a. Menganalisis dan mengolah data penelitian
b. Menganalisis dan membahas hasil temuan penelitian c. Menarik kesimpulan
d. Menyusun laporan
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Soal literasi hakikat sains
Soal literasi hakikat sains yang terdiri dari tes pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban dan benar-salah (B-S) dengan dua alternatif jawaban. Pengumpulan data literasi hakikat sains guru biologi dilakukan dengan testing dimana guru mengisi lembar soal
2. Angket
Angket diisi oleh guru dengan cara memberikan tanda check list (√) pada kolom “Ya atau Tidak” disertai alasan untuk mengetahui kendala guru dalam memahami setiap aspek hakikat sains.
(30)
3. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap guru sebagai informasi tambahan terkait literasi hakikat sains.
G. Analisis data
Data yang diperoleh dari setiap sumber data selanjutnya ditriangulasi untuk menghasilkan kesimpulan yang bersifat kuat. Menganalisa data sebuah penelitian deskriptif pada dasarnya mensintesis informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai macam sumber (seperti dari wawancara atau dokumen) ke dalam sebuah deskripsi koheren tentang apa yang telah diamati atau yang tidak ditemukan. Data berupa statistik seperti persentase dapat dihitung jika diperlukan untuk memperjelas rincian spesifik tentang fenomena dalam penyelidikan (Fraenkel & Wallen, 2006). Data yang terkumpul setelah dianalisis kemudian diinterpretasikan atau ditafsirkan dan dideskripsikan agar kesimpulan-kesimpulan penting dapat ditangkap.
1. Analisis Soal Literasi hakikat sains
Analisis butir soal adalah segala upaya untuk mengetahui kualitas (baik buruknya) semua butir soal dalam suatu tes dengan cara menghitung daya pembeda, tingkat kesukaran, tingkat homogenitas, dan fungsi pengecoh dalam tiap butir soal. Analisis butir soal tersebut dilakukan dengan menggunakan software Anates V4.0.9. Setelah soal tersebut dilakukan uji coba kemudian dilanjutkan pada penelitian sebenarnya. Hasil jawaban guru pada tes literasi hakikat sains tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus:
(Purwanto, 2009) Keterangan:
S = Nilai yang diharapkan.
R = Jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar. N = Skor maksimum dari tes tersebut.
(31)
56
Selanjutnya dilakukan penafsiran persentase literasi hakikat sains guru berdasarkan hasil perhitungan di atas. Penafsiran ini dilakukan berdasarkan kategori menurut Arikunto (2008). Adapun penafsiran kategori literasi hakikat sains guru ditunjukkan dalam Tabel 3.15
Tabel 3.15 Kategori Persentase Literasi Hakikat sains guru
Persentase Predikat
81 – 100 % Baik Sekali
61 – 80 % Baik
41 – 60 % Cukup
21 – 40 % Kurang
≤ 21 % Kurang Sekali
2. Analisis Angket
Angket yang digunakan dalam penelitian ini diolah dengan cara menghitung jumlah guru yang menjawab “Ya” dan jumlah guru yang menjawab “Tidak” untuk setiap pertanyaan pada angket. Langkah selanjutnya yaitu dengan dilakukan perhitungan persentase jawaban guru untuk setiap pertanyaan dengan rumus sebagai berikut:
Selanjutnya, hasil dari perhitungan tersebut diinterpretasikan dengan cara membuat kategori untuk setiap kriteria berdasarkan tabel aturan Koentjaraninggrat 1990. Adapun persentase kategori angket menurut aturan Koentjaraninggrat ditunjukkan dalam Tabel 3.16
(32)
Tabel 3.16 Persentase Angket menurut Koentjaraningrat 1990
Persentase Predikat
0% Tidak ada
1%-25% Sebagian kecil
26%-49% Hampir separuhnya
50% Separuhnya
51%-75% Sebagian besar
76%-99% Hampir seluruhnya
100% Seluruhnya
3. Analisis Wawancara
Analisis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini diolah dengan cara merekap data hasil wawancara secara menyeluruh sebagai keterangan penjelas.
(33)
58
H. Alur Penelitian
Gambar 3.1 Alur Penelitian Studi Pendahuluan
Revisi Instrumen
Uji Coba Instrumen Penyusunan Instrumen
Kajian Literatur tentang Literasi Hakikat Sains
Wawancara Angket Identifikasi Masalah
Pengumpulan Data
Analisis Hasil Tes & Angket Melakukan Tes Judgement Instrumen
Penarikan Kesimpulan Pelaksanaan
(34)
Analisis Hasil Tes & Angket
Wawancara
I. Alur Penelitian
Studi Pendahuluan
Identifikasi Masalah
Kajian literatur tentang Literasi Hakikat Sains
Pelaksanaan Penelitian Penyusunan Instrumen
Pengumpulan Data Judgement Instrumen
Angket
Penarikan Kesimpulan Tes Literasi Hakikat Sains Uji Coba Instrumen
(35)
60
Gambar 3.1 Alur Penelitian
J. Alur Penelitian
Penyusunan Proposal
Perbaikan Proposal Seminar Proposal
Judgement Instrumen
Kajian Literasi Hakikat sains
Penyusunan Instrumen
Uji Coba Instrumen Literasi Hakikat sains
Revisi Instrumen
Pelaksanaan Penelitian Studi Kepustakaan
Pengumpulan Data
Analisis Data
Penarikan Kesimpulan Tes Literasi Hakikat sains
Angket & Wawancara Perumusan Masalah
MGMP guru Biologi kabupaten Bandung
(36)
(37)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa guru biologi SMA kabupaten Bandung literat hakikat sains kategori cukup. Literat hakikat sains tertinggi dan terendah dicapai guru pada domain cara mengetahui, yakni pada aspek postulat sains dan miskonsepsi mengenai sains. Hal ini menunjukkan bahwa guru memahami bahwa sains berbeda dengan pengetahuan lainnya yang dapat berubah dan berkembang ketika ditemukan bukti-bukti baru, namun sebagian besar guru masih memiliki pandangan yang belum benar tentang peran kreativitas dalam sains yakni, guru miskonsepsi tentang metode ilmiah. Pendidikan juga berkontribusi terhadap literasi hakikat sains guru, umumnya guru yang memiliki kualifikasi akademik dan mengembangkan profesi tidak sesuai dengan bidang yang diampunya menunjukkan literat hakikat sainsnya kurang.
Pada domain pengetahuan dan domain metode atau proses sains, guru biologi SMA kabupaten Bandung literat hakikat sains kategori baik. Domain-domain ini terdapat pada aspek pengetahuan ilmiah dan keterampilan proses intelektual. Sementara pada aspek kaidah-kaidah bukti ilmiah dan watak ilmiah yang juga termasuk domain cara mengetahui, guru literat hakikat sains kategori cukup. Dari hasil angket juga terungkap bahwa guru belum menguasai beberapa keterampilan proses, seperti: menghasilkan prinsip melalui induksi, penjelasan dan prediksi, mengidentifikasi dan mengontrol variabel, dan mendesain dan memimpin investigasi ilmiah yang disebabkan guru belum terlatih dalam mengembangkan keterampilan-keterampilan proses ini.
B. Saran
Berdasarkan hasil kajian dan temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian ini mendorong penulis untuk memberi saran, yaitu:
(38)
1. Sejak awal persiapan calon guru biologi sudah diarahkan pada literasi hakikat sains dan memberikan pengalaman penelitian sains bagi calon guru
2. Untuk meningkatkan literasi hakikat sains dan pengembangan profesi guru maka program pelatihan guru diharapkan berfokus pada inkuiri ilmiah agar dapat memfasilitasi pembelajaran biologi yang mengaktifkan siswa.
3. Aspek watak ilmiah dapat diarahkan untuk pengembangan pendidikan karakter, sehingga sudah sepatutnya guru biologi literat hakikat sains 4. Perlu adanya penelitian lanjutan tentang literasi hakikat sains guru dengan
jumlah subyek penelitian yang lebih banyak dan penggunaan instrumen yang lebih dapat mengungkap. Lebih lanjut mengungkap tentang aspek Tatanama Ilmiah (Scientific Nomenclature) dan prinsip-prinsip belajar biologi yang meliputi: hubungan sebab-akibat, struktur-fungsi, dan lain-lain. Program yang diarahkan untuk peningkatan kualitas pembelajaran biologi dan pengembangan profesi guru tepat sasaran.
(39)
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, S. (2006). Pengembangan Model Perkuliahan Biologi Umum Berdasarkan Pembelajaran Inkuiri pada Mahasiswa Calon Guru Biologi. Disertasi Doktor. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan
Anggraeni, S. (2009). Kemampuan Melakukan Inkuiri dan Dampaknya terhadap Sikap Ilmiah dari Calon Guru Biologi. http://file.upi/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA.pdf [Online]. Tersedia: [03 September 2013]
Alberta. (1998). Biology 20-30 (Senior High). Edmonton, Canada http://www.Irc.Learning. Gov. Ab.ca [10 Oktober 2013]
Arikunto, S. (2003). Prosedur Penelitian Pendidikan Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, S. (2008). Evaluasi Program Pendidikan. Pedoman Teoritis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Edisi kedua. Jakarta: Bumi Aksara
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. [Online]. Tersedia: http://bsnp-indonesia.org/id/wpcontent/uploads/kompetensi/Panduan_Umum_KTSP. pdf [25 November 2012].
Bell, R. L. (2009). Teaching The Nature of Science. Three Critical Question.
[Online]. Tersedia: http://www.
Ngspscience.com/profdev/Monographs/SCL22-0449A_SCI_AM_Bell_Lores.pdf. [04 Februari 2013]
Blystone, R.V. & Blodgett, K. (2006). “The Scientific Method”. CBE-Life Sciences Education. Vol. 5,7-11, Spring 2006.
Carin, A.A. (1993). Teaching Science Through Discovery (Seventh Ed). New York: Macmillan Publishing Company.
Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga
Depdiknas. (2004). Kompetensi Pedagogik Guru. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas. (2006). Permendiknas Nomor 22 Tahun Tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas
(40)
Fraenkel, J.R & Wallen, N.E. (2006). How to Design Sains Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Galih,T.I. (2011). Kemampuan Inkuri dan Sikap Ilmiah Guru Biologi SMA di Kota Bandung Dalam Melaksanakan Kegiatan Inkuiri. Tesis Magister pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Haigh, M., (1996). Investigating Investigators: Implications for Teacher of the Introduction of Open Investigations into Form 6 (Year 12) Biology Practical Work. Paper accompanying presentation to 27th annual conference of The Australian Science Education Research Association, Canberra.
Hamdiyanti, Y & Kusnadi. (2007). Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Melalui Pembelajaran Berbasis Kerja Ilmiah pada Mata Kuliah Mikrobiologi. http://file.upi.edu/saung-guru/view/. [Online]. Tersedia: [29 Desember 2013]
Hayat, B & Yusuf, S. (2009). Benchmark Internasional Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Hazen, R.M., and Trefil, J. (1992). Science Matters Achieving Scientific Literacy, New York: Random House.
Jasin. (2006). Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E (2000). Models of Teaching. 6th edition. Boston: Allyn and Bacon
Khishfe, R., & F. Abd-Al-Khalick. (2002). Influence of Explicit and reflective versus Implicit Inquiry-Oriented Instruction on Sixth Graders” Views of Nature of Science. Journal of Research in Science Teaching. 39 (7): 551-578
Koentjaraningrat. (1990). Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Koksal, M.S. (2010). Examining Science Teacher’s Understanding of the NOS Aspects Through The use of Knowledge Test Open-ended Questions. Science Education International Vol.21, No.3, September 2010, 197-211. [Online]. Tersedia: [12 Februari 2013].
Liliasari. (2010). Peningkatan Kualitas Guru Sains Melalui Pengembangan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi.
(41)
109
http://file.upi/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA.pdf [Online]. Tersedia: [13 Januari 2014]
Lederman, N.G., Abd-El-Khalick, F., Bell, R.L., & Schwartz, R. (2002). “Views of Nature of Science Questionnaire: Toward Valid and Meaningful Assessment of Learner’s Conceptions of Nature of Science”. Journal of Research in Science Teaching,39,(6), 497-521.[Online]. Tersedia: http://umdberg.pbworks.com/w/file/fetch/38495119/VNOS.pdf.
[15 Februari 2013]
Lederman, N.G. (2006). Nature of Science: Past, Present, and Future. In S.K. Abell, & N.G. Lederman, (Editors), Handbook of research in Science education 831-879. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Publishers. [Online]. Tersedia: http://www.csss-science.org/downloads /NOSLederman_2006.pdf. [15 Februari 2013]
MacComas, W. F. (1998). The Principal Elements of The Nature of Science: Dispelling The Myths. The Nature of Science in Science Education. 7,(6), 511-532
NSTA & AETS. (2003). Standards for Teacher Preparation Tersedia: http://www.oecsorg/pisa/pisaproducts/44455820.pdf/ [20 Februari 2013]
National Research Council. (1996). National Science Education Standards. Washington, DC: National Academy Press
National Research Council. (2000). Inquiry and The National Science Education Standards: A Guide for Teaching and Learning. Washington, DC: National Academy Press.
Nur, M. (1982). Kompetensi Akademik Mahasiswa FKIE IKIP Biologi, Fisika, dan Kima ditinjau dari Peranannya Mengelola Kegiatan Inkuiri sebagai Dasar Pengembangan Pelajaran Sains di Sekolah Menengah Atas. Disertasi Doktor pada SPS IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan
Purwanto, N. (2009). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Resdakarya
Poedjiadi, A. (1987). Sejarah dan Filsafat Sains. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Jakarta.
Ridwan. (2002). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta
(42)
Rustaman, N.Y., Dirdjosoemarto, S., Yudianto, S.A., Achmad, Y., Subekti, R., Rochintaniawati, D., & Nurjhani, M. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Jurusan Pendidikan Biologi. FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Rustaman, N.Y. (2003). Keterampilan Proses Ilmiah dalam Sains. http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/195012311 979032-NURYANI_RUSTAMAN/Keterampilan_Proses_UIN-03.pdf [Online]. Tersedia: [08 Maret 2013].
Rustaman, N.Y. (2007). Pendidikan Biologi dan Trend Penelitiannya. Proseding Seminar Nasional Biologi Perkembangan Biologi dan Pendidikan Biologi untuk Menunjang Profesionalisme Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UPI.
Rustaman, N.Y. (2007). Kemampuan Dasar Bekerja Ilmiah Dalam Pendidikan
Sains dan Asesmennya.
http://file.upi/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA.pdf [Online]. Tersedia: [20 Desember 2013]
Rustaman, N. et al., (2009). Laporan Hasil kajian Analisis Konten dan Capaian Sains Siswa Indonesia dalam TIMSS (Trend in International Mathematic and Science Study. Pusat Penilaian Pendidikan dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.
Ruseffendi, E.T. (2001). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press
Rutherford, F.J., & Ahlgren, A. (1990). Science for all Americans. New York: Oxford
Santyasa, I. W. (2006). Pembelajaran Inovatif Model Kolaboratif Basis Proyek dan Orientasi NOS. Makalah. [Online]. Tersedia: http://www.freewebs.com/santyasa/PDF_Files/Collaborative_Model_Proj ect_Based_dan_Orientasi_NOS.pdf. [13 Januari 2014]
Suatma., Rustaman, N., Widodo. A., Redjeki. S. (2011). Identifikasi Keterampilan Riset Pendidikan Sains Pada Mata kuliah Proses Belajar Mengajar (PBM) Program Studi Pendidikan Biologi. Makalah. Diseminarkan Pada Seminar Nasional Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung
Suatma. (2011a). Profil Penguasaan Keterampilan Riset Pendidikan Sains Mahasiswa Calon Guru Biologi. Makalah Seminar Nasional “Pendidikan MIPA berorientasi Pengembangan Soft Skills”, diselenggarakan oleh
(43)
111
Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung, tanggal 26 November 2011 di Bandar Lampung.
Sugiono. (2003). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeth
Suma, K. (2004). Peningkatan Profesionalisme Guru. http://www.learningace.com/doc/4537821/1013fbed546479ac385192685e 1007fe/2010-peningkatan[Online]. Tersedia: [20 Desember 2013]
Sukmadinata, N.S. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kesuma Karya Bandung
Sukmadinata, N.S. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sukarna, M.I.P., & Wilujeng, I. (2008). Peningkatan Kemampuan Calon Guru MIPA Mengembangkan Kerja Ilmiah (Scientific Process) dalam Pengajaran Mikro, Menuju Terbentuknya Guru Pemula Bidang IPA yang Kompeten. http//file.unnes/PRODI.PENDIDIKAN_IPA.pdf [Online]. Tersedia: [27 Desember 2013]
Schwartz, R.S., Lederman, N. G., & Crawford, B.A. (2004). Developing Views of Nature of Science in an Authentic Context: An Explicit Approach to Bridging the Gap Between Nature of Science and Scientific Inquiry. Science Teacher Education. 611-644.
Sterling, D., et al. (2010). Virginia Mathematic and Science Coalition Scientific Inquiry and Nature of Science Task Force Report [Online]. Tersedia:http://www.vamsc.org
Trowbridge, et al., (1973). Teaching Science by Inquiry in the Secondary School. Columbus, Ohio : A Bell & Howell Co.
Yudianto, S.A. (2009). Manajemen Alam Sumber Pendidikan Nilai. Bandung: Mughni Sejahtera.
Wahjosumidjo. (1994). Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia
Waelissa, Y.N. (2012). Pemanfaatan Potensi Alam yang berkaitan dengan Nilai Kearifan Lokal sebagai Sumber Belajar dalam Pembelajaran Biologi di SMA X Provinsi Maluku. Laporan Field Study, Bandung: tidak diterbitkan Widodo, A. (2010). Peningkatan Profesionalisme Guru Biologi: Permasalahan
dan Alternatif Solusi in T. Hidayat et al. Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia, Bandung: FMIPA UPI
(44)
Wenning, C.J and Rebecca E. (2006). A Generic Model for Inquiry-oriented Labs in Postsecondary Introductory Physics. J Phys. Teac. Edu. Online, 3 (3), March 2006, pp24-33.
Wenning, C.J. (2006a). A framework for teaching the nature of science. Journal of Physics Teacher Education Online.3(3): 3-10.
Wenning, C.J. (2006b). Assesing nature-of-sience literacy as one component of scientific literacy. Journal of Physics Teacher Education Online.3(4): 3-10 Wulan, A.R. (2007). Pembekalan Kemampuan Performance Assesment kepada Calon Guru Biologi dalam Menilai Kemampuan Inkuiri. Disertasi Doktor. PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Wulan, A.R. (2008). Pengetian dan Esesnsi Konsep Evaluasi, Assesmen, Tes, dan Pengukurannya.
http://file.upi/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA.pdf [Online]. Tersedia: [30 Agustus 2013]
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, S. (2006). Pengembangan Model Perkuliahan Biologi Umum Berdasarkan Pembelajaran Inkuiri pada Mahasiswa Calon Guru Biologi. Disertasi Doktor. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan
Anggraeni, S. (2009). Kemampuan Melakukan Inkuiri dan Dampaknya terhadap Sikap Ilmiah dari Calon Guru Biologi. http://file.upi/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA.pdf [Online]. Tersedia: [03 September 2013]
Alberta. (1998). Biology 20-30 (Senior High). Edmonton, Canada http://www.Irc.Learning. Gov. Ab.ca [10 Oktober 2013]
Arikunto, S. (2003). Prosedur Penelitian Pendidikan Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, S. (2008). Evaluasi Program Pendidikan. Pedoman Teoritis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Edisi kedua. Jakarta: Bumi Aksara
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. [Online]. Tersedia: http://bsnp-indonesia.org/id/wpcontent/uploads/kompetensi/Panduan_Umum_KTSP. pdf [25 November 2012].
Bell, R. L. (2009). Teaching The Nature of Science. Three Critical Question.
[Online]. Tersedia: http://www.
Ngspscience.com/profdev/Monographs/SCL22-0449A_SCI_AM_Bell_Lores.pdf. [04 Februari 2013]
Blystone, R.V. & Blodgett, K. (2006). “The Scientific Method”. CBE-Life Sciences Education. Vol. 5,7-11, Spring 2006.
Carin, A.A. (1993). Teaching Science Through Discovery (Seventh Ed). New York: Macmillan Publishing Company.
Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga
Depdiknas. (2004). Kompetensi Pedagogik Guru. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas. (2006). Permendiknas Nomor 22 Tahun Tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:
(2)
Fraenkel, J.R & Wallen, N.E. (2006). How to Design Sains Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Galih,T.I. (2011). Kemampuan Inkuri dan Sikap Ilmiah Guru Biologi SMA di Kota Bandung Dalam Melaksanakan Kegiatan Inkuiri. Tesis Magister pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Haigh, M., (1996). Investigating Investigators: Implications for Teacher of the Introduction of Open Investigations into Form 6 (Year 12) Biology Practical Work. Paper accompanying presentation to 27th annual conference of The Australian Science Education Research Association, Canberra.
Hamdiyanti, Y & Kusnadi. (2007). Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Melalui Pembelajaran Berbasis Kerja Ilmiah pada Mata Kuliah Mikrobiologi. http://file.upi.edu/saung-guru/view/. [Online]. Tersedia: [29 Desember 2013]
Hayat, B & Yusuf, S. (2009). Benchmark Internasional Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Hazen, R.M., and Trefil, J. (1992). Science Matters Achieving Scientific Literacy, New York: Random House.
Jasin. (2006). Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E (2000). Models of Teaching. 6th edition. Boston: Allyn and Bacon
Khishfe, R., & F. Abd-Al-Khalick. (2002). Influence of Explicit and reflective versus Implicit Inquiry-Oriented Instruction on Sixth Graders” Views of Nature of Science. Journal of Research in Science Teaching. 39 (7): 551-578
Koentjaraningrat. (1990). Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Koksal, M.S. (2010). Examining Science Teacher’s Understanding of the NOS
Aspects Through The use of Knowledge Test Open-ended Questions. Science Education International Vol.21, No.3, September 2010, 197-211. [Online]. Tersedia: [12 Februari 2013].
Liliasari. (2010). Peningkatan Kualitas Guru Sains Melalui Pengembangan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi.
(3)
http://file.upi/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA.pdf [Online]. Tersedia: [13 Januari 2014]
Lederman, N.G., Abd-El-Khalick, F., Bell, R.L., & Schwartz, R. (2002). “Views of Nature of Science Questionnaire: Toward Valid and Meaningful
Assessment of Learner’s Conceptions of Nature of Science”. Journal of
Research in Science Teaching,39,(6), 497-521.[Online]. Tersedia: http://umdberg.pbworks.com/w/file/fetch/38495119/VNOS.pdf.
[15 Februari 2013]
Lederman, N.G. (2006). Nature of Science: Past, Present, and Future. In S.K. Abell, & N.G. Lederman, (Editors), Handbook of research in Science education 831-879. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Publishers. [Online]. Tersedia: http://www.csss-science.org/downloads /NOSLederman_2006.pdf. [15 Februari 2013]
MacComas, W. F. (1998). The Principal Elements of The Nature of Science: Dispelling The Myths. The Nature of Science in Science Education. 7,(6), 511-532
NSTA & AETS. (2003). Standards for Teacher Preparation Tersedia: http://www.oecsorg/pisa/pisaproducts/44455820.pdf/ [20 Februari 2013] National Research Council. (1996). National Science Education Standards.
Washington, DC: National Academy Press
National Research Council. (2000). Inquiry and The National Science Education Standards: A Guide for Teaching and Learning. Washington, DC: National Academy Press.
Nur, M. (1982). Kompetensi Akademik Mahasiswa FKIE IKIP Biologi, Fisika, dan Kima ditinjau dari Peranannya Mengelola Kegiatan Inkuiri sebagai Dasar Pengembangan Pelajaran Sains di Sekolah Menengah Atas. Disertasi Doktor pada SPS IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan
Purwanto, N. (2009). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Resdakarya
Poedjiadi, A. (1987). Sejarah dan Filsafat Sains. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Jakarta. Ridwan. (2002). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung:
(4)
Rustaman, N.Y., Dirdjosoemarto, S., Yudianto, S.A., Achmad, Y., Subekti, R., Rochintaniawati, D., & Nurjhani, M. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Jurusan Pendidikan Biologi. FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Rustaman, N.Y. (2003). Keterampilan Proses Ilmiah dalam Sains. http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/195012311 979032-NURYANI_RUSTAMAN/Keterampilan_Proses_UIN-03.pdf [Online]. Tersedia: [08 Maret 2013].
Rustaman, N.Y. (2007). Pendidikan Biologi dan Trend Penelitiannya. Proseding Seminar Nasional Biologi Perkembangan Biologi dan Pendidikan Biologi untuk Menunjang Profesionalisme Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UPI.
Rustaman, N.Y. (2007). Kemampuan Dasar Bekerja Ilmiah Dalam Pendidikan
Sains dan Asesmennya.
http://file.upi/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA.pdf [Online]. Tersedia: [20 Desember 2013]
Rustaman, N. et al., (2009). Laporan Hasil kajian Analisis Konten dan Capaian Sains Siswa Indonesia dalam TIMSS (Trend in International Mathematic and Science Study. Pusat Penilaian Pendidikan dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.
Ruseffendi, E.T. (2001). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press
Rutherford, F.J., & Ahlgren, A. (1990). Science for all Americans. New York: Oxford
Santyasa, I. W. (2006). Pembelajaran Inovatif Model Kolaboratif Basis Proyek dan Orientasi NOS. Makalah. [Online]. Tersedia: http://www.freewebs.com/santyasa/PDF_Files/Collaborative_Model_Proj ect_Based_dan_Orientasi_NOS.pdf. [13 Januari 2014]
Suatma., Rustaman, N., Widodo. A., Redjeki. S. (2011). Identifikasi Keterampilan Riset Pendidikan Sains Pada Mata kuliah Proses Belajar Mengajar (PBM) Program Studi Pendidikan Biologi. Makalah. Diseminarkan Pada Seminar Nasional Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung
Suatma. (2011a). Profil Penguasaan Keterampilan Riset Pendidikan Sains Mahasiswa Calon Guru Biologi. Makalah Seminar Nasional “Pendidikan
(5)
Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung, tanggal 26 November 2011 di Bandar Lampung.
Sugiono. (2003). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeth
Suma, K. (2004). Peningkatan Profesionalisme Guru. http://www.learningace.com/doc/4537821/1013fbed546479ac385192685e 1007fe/2010-peningkatan[Online]. Tersedia: [20 Desember 2013]
Sukmadinata, N.S. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kesuma Karya Bandung
Sukmadinata, N.S. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sukarna, M.I.P., & Wilujeng, I. (2008). Peningkatan Kemampuan Calon Guru MIPA Mengembangkan Kerja Ilmiah (Scientific Process) dalam Pengajaran Mikro, Menuju Terbentuknya Guru Pemula Bidang IPA yang Kompeten. http//file.unnes/PRODI.PENDIDIKAN_IPA.pdf [Online]. Tersedia: [27 Desember 2013]
Schwartz, R.S., Lederman, N. G., & Crawford, B.A. (2004). Developing Views of Nature of Science in an Authentic Context: An Explicit Approach to Bridging the Gap Between Nature of Science and Scientific Inquiry. Science Teacher Education. 611-644.
Sterling, D., et al. (2010). Virginia Mathematic and Science Coalition Scientific Inquiry and Nature of Science Task Force Report [Online]. Tersedia:http://www.vamsc.org
Trowbridge, et al., (1973). Teaching Science by Inquiry in the Secondary School. Columbus, Ohio : A Bell & Howell Co.
Yudianto, S.A. (2009). Manajemen Alam Sumber Pendidikan Nilai. Bandung: Mughni Sejahtera.
Wahjosumidjo. (1994). Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia Waelissa, Y.N. (2012). Pemanfaatan Potensi Alam yang berkaitan dengan Nilai
Kearifan Lokal sebagai Sumber Belajar dalam Pembelajaran Biologi di SMA X Provinsi Maluku. Laporan Field Study, Bandung: tidak diterbitkan
Widodo, A. (2010). Peningkatan Profesionalisme Guru Biologi: Permasalahan dan Alternatif Solusi in T. Hidayat et al. Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia, Bandung:
(6)
Wenning, C.J and Rebecca E. (2006). A Generic Model for Inquiry-oriented Labs in Postsecondary Introductory Physics. J Phys. Teac. Edu. Online, 3 (3), March 2006, pp24-33.
Wenning, C.J. (2006a). A framework for teaching the nature of science. Journal of Physics Teacher Education Online.3(3): 3-10.
Wenning, C.J. (2006b). Assesing nature-of-sience literacy as one component of scientific literacy. Journal of Physics Teacher Education Online.3(4): 3-10
Wulan, A.R. (2007). Pembekalan Kemampuan Performance Assesment kepada Calon Guru Biologi dalam Menilai Kemampuan Inkuiri. Disertasi Doktor. PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Wulan, A.R. (2008). Pengetian dan Esesnsi Konsep Evaluasi, Assesmen, Tes, dan Pengukurannya.
http://file.upi/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA.pdf [Online]. Tersedia: [30 Agustus 2013]