KEBERADAAN MUSIK DALAM ACARA RITUAL PERUMAH BEGU PADA MASYARAKAT KARO DI DESA GAMBER KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO.

(1)

i

KEBERADAAN MUSIK DALAM ACARA RITUAL PERUMAH

BEGU PADA MASYARAKAT KARO DI DESA GAMBER

KECAMATAN SIMPANG EMPAT

KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

VIVA ATALIA BR SITEPU

NIM 081222510084

JURUSAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

ABSTRAK

Viva Atalia Br Sitepu, NIM 081222510084, Keberadaan Musik Dalam Acara Ritual Perumah Begu Pada Masyarakat Karo Di Desa Gamber Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo, Jurusan Sendratasik, Program Studi Pendidikan Seni musik, UNIMED.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan musik dalam Acara Ritual

Perumah Begu. Serta bagaimana proses yang dilaksanakan dalam ritual yang dilaksanakan di Desa Gamber Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah Masyarakat di Desa Gamber yang sedang melaksanan Ritual Perumah Begu serta Pemain musik tradisional karo. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang memainkan Alat Musik Tradisional Karo di Desa Gamber Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo.

Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, yang mengumpulkan berbagai informasi mengenai keberadaan musik Dalam Acara Ritual Perumah Begu. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan, observasi lapangan, wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini diperoleh bahwa musik tradisional Karo yaitu Gendang Lima

Sendalanen Dalam Acara Ritual perumah begu masih ada di Desa Gamber

Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. walaupun keberadaan Acara Ritual

Perumah Begu ini sudah sangat jarang ditemukan. Proses Ritual Tersebut

dilaksanakan dengan adanya seorang pemimpin yaitu Guru Sibaso.Pada pelaksanaan upacara ritual ini peranan Guru Sibaso dan Gendang Lima

Sendalanen sangat berpengaruh penting dalam terlaksananya acara ritual Perumah Begu. Pada proses Guru sibaso mencapai trance atau kesurupan, Musik diawali

dengan Gendang mulih-mulih atau mari-mari,kemudian beralih ke lagu

odak-odak serta selanjutnya beralih menjadi patam-patam yang berirama cepat,

kemudian menjadi tempo yang lebih cepat lagi yang disebut dengan gendang

peselukken atau limbe (Gendang Guru). Jadi, tugas musik disini adalah untuk

menghantarkan Guru sibaso mencapai Trace / Kesurupan. Kemudian Guru

sibaso akan menyampaikan pesan kepada keluarga yang melaksanakan Ritual Perumah Begu.


(3)

ii

KATA PENGANTAR

Ucapan syukur dan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis panjatkan kepada TUHAN YESUS KRISTUS, karena atas berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini hingga dalam bentuk skripsi. Penelitian ini berjudul, “Keberadaan Musik Dalam Acara Ritual Perumah Begu Pada Masyarakat Karo Di Desa Gamber Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo”. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang terbaik dan atas Berkat Anugrah-NYA Penulis dapat menyelesaikan perkuliahan hingga pada tingkat akhir.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang.

Dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis mengalami berbagai kesulitan. Namun berkat Doa, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Di sini penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri Medan. 2. Ibu Dr. Isda Pramuniati, M.Hum selaku Dekan Fakultas Bahasa Dan Seni. 3. Ibu Dra. Tuti Rahayu, M.Si, selaku Ketua Jurusan Sendatasik FBS

Universitas Negeri Medan serta selaku Pembimbing I yang selalu sabar dan rendah hati dalam membimbing penulis serta memberikan arahan sehingga penulis dapat menyelsaikan skripsi ini.

4. Bapak Panji Suroso,M.Si, selaku ketua Program Studi Seni Musik Jurusan Sendratasik FBS Universitas NEgeri Medan Serta Selaku Pembimbing II yang selalu memberikan arahan dan bimbingan dengan rendah hati.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Sendratasik FBS UNIMED yang telah banyak memberi sumbangan ilmunya selama perkuliahan.

6. Kepala Desa Gamber Bapak Sapta Pelawi selaku Kepala Desa Gamber . 7. Teristimewa buat kedua orangtua saya tercinta Stevanus Sitepu Dan Pelita

Wati Br Milala, terima kasih atas Doa, kesabaran, kesetiaan, perhatian, dukungan dan pengorbanan baik moral maupun materi sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan hingga sampai kepada skripsi. Laterlupakenku kekelengendu ras Latihndu e nande,bapaku, Lit nge Pagi Malemna.

8. Buat Adikku Mordekhay Neguita Sitepu dan Nia Efrata Br Sitepu ,terima kasih atas dukungan serta dukungan Doa . Love u.!!!

9. Terima kasih juga saya ucapkan kepada Bapak Jabal Sembiring yang membantu serta melengkapi referensi yang saya butuhkan.

10. Teman – Teman Stambuk 08, Cinthya Sitepu, Minegia Lola Setia Tarigan, Efrida Yanci Sinaga, Esma Marietta bangun, Adenansius,Yobi Leomanta Sinuhaji, Andre Girsang, Modalta Barus, Damayanti Tobing, Dian Bangun, Teger P Bangun sebagai sahabat terbaik saya, terima kasih atas dukungan dan Masukan-masukannya. Thanks For U Support N idea…!! Mejuah – juah Dibata Simasu- Masu…!!!!


(4)

iii

11. Buat orang Spesial di hati Penulis Handi Harmana Sembiring Kembaren yang selalu menemani penulis dalam penyelsaian skripsi ini,serta mendukung saya dalam penyelesaian skripsi ini penulis ucapkan terima kasih. Love u…!!! Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2013


(5)

iv DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 7

C.Pembatasan Masalah ... 8

D.Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL 11 A.Landasan Teoritis ... 11

1. Pengertian Keberadaan... 11

2. Pengertian Musik ... 12

3. Musik Tradisional Karo ... 13

4. Pengertian Ritual ... 17

5. Pengertian Perumah Begu ... 19

B.Kerangka Konseptual ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 25

A.Lokasi dan waktu Penelitian ... 25

B.Populasi dan Sampel ... 25

1. Populasi ... 25

2. Sampel ... 26

C.Metodologi Penelitian ... 26

D.Teknik Pengumpulan Data ... 28

1. Studi Pustaka ... 28

2. Observasi ... 30

3. Wawancara ... 31

4. Dokumentasi ... 32

E. Teknik Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 34

A. Gambaran Umum Desa Gamber ... 34

1. Letak Geografis ... 34

2. Mata Pencaharian ... 35

3. Sistem Religi ... 37

4. Sistem Kekerabatan ... 39 B. Ritual Perumah Begu


(6)

v

1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Ritual Perumah Begu ... 41

1.1 Tahap-Tahap Ritual Perumah Begu ... 42

1.2 Tahap Persiapan ... 42

1.3 Tahap Pelaksanaan Serta Peranan Musik Dalam Ritual Perumah Begu ... 43

2.4Tahap Penutupan ... 45

2. Keberadaan Musik atau Ansambel Gendang Lima Sendalanen ... 46

2.1 Bentuk Gendang Lima Sendalanen ... 46

2.2 Instrumen Gendang Lima Sendalanen ... 47

2.3 Bentuk Umum Tempo Dalam Gendang Lima Sendalanen ... 51

3. Perkembangan ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 60


(7)

vi

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 4.1 Hasil Pertanian ... 36

Gambar 4.2 Hasil Pertanian ... 36

Gambar 4.3 Sebahagian Hasil Pertanian ... 37

Gambar 4.4 Persiapan Ritual ... 42

Gambar 4.5 Sarune ... 47

Gambar 4.6 Gendang Singindungi ... 49

Gambar 4.7 Gendang Singanaki ... 49

Gambar 4.8 Penganak... 50


(8)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan suatu Negara kesatuan yang menganut paham demokrasi , memiliki 33 provinsi yang terbagi kedalam lima pulau besar yaitu Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, Pulau Irian, dan Pulau Sumatera dan terkenal dengan kesuburan alamnya.Kelima pulau besar tersebut memiliki keanekaragaman budaya dan memiliki ciri khas masing-masing. Kebebasan beragama juga benar-benar di anut pada masyarakat Indoneisia. Ada empat keyakinan beragama dan satu kepercayaan yang diakui pemerintah Indonesia yaitu Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan aliran kepercayaan Kong Hu Cu. Kebebasan beragama tersebut mempengaruhi kebiasaan di indoneisia sehingga menimbulkan kebudayaan yang berbeda, akan tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi kedalaman stabilitas dan kenyamanan pada masyarakat karena adanya paham Bhineka Tunggal Ika yang dianut pada masyarakat Indoneisia.

Sumatera merupakan salah satu pulau besar bagian di Indonesia yang memiliki khas tersendiri dalam masyarakanya, hal ini disebabkan karena banyaknya suku berbeda yang ada di pulau ini. Satu lagi bagian dari Pulau Sumatera adalah Sumatera utara yang terletak di bagian utara Pulau Sumatera dengan ibu kotanya adalah Medan. Medan terdapat beberapa suku yang mendiami daerah tersebut yaitu Melayu, Batak, dan Nias. Ketiga suku tersebut saling bahu membahu dalam menjaga kententraman yang sampai saat ini masih tetap terjaga.


(9)

2

Batak merupakan etnis yang masih terbagi menjadi lima bagian yaitu : Batak Karo, Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Mandailing dan Batak Angkola. Sama halnya dengan kebudaayaan lainya di Indoneisia kelima sub etnis batak tersebut juga memiliki ciri khas masing-masing, akan tetapi jika kita tinjau dari bangunan rumah adat kelima suku etnis Batak tersebut jelas kelihatan bahwa kelima sub etnis Batak tersebut punya akar yang sama, itu bisa dilihat dari bentuk dan fungsi rumah adat yang hampir sama.

Suku Karo merupakan salah satu dari beberapa sub suku Batak di Sumatera Utara, sehingga sering juga suku Karo disebut Batak Karo. Selain sebutan untuk suatu kumpulan masyarakat dari salah satu sub suku Batak tersebut, Karo juga merupakan sebutan untuk satu wilayah administratif Kabupaten yaitu Kabupaten Karo yang wilayahnya meliputi seluruh dataran tinggi Karo. Gambaran tentang daerah domisili masyarakat Karo dapat pula dilihat seperti apa yang digambarkan oleh J.H. Neuman dalam buku lentera kehidupan orang Karo dalam berbudaya (Sarjani Tarigan, 2009 : 36), yaitu:

Wilayah yang didiami oleh suku Karo dibatasi sebelah timur oleh pinggir jalan yang memisahkan dataran tinggi dari Serdang. Di sebelah Selatan kira-kira dibatasi oleh sungai Biang (yang diberi nama sungai Wampu, apabila memasuki Langkat), disebelah Barat dibatasi oleh gunung Sinabung dan disebelah Utara wilayah itu meluas sampai kedataran rendah Deli dan Serdang.

Karo juga merupakan satu suku dari etnis Batak yang juga memiliki ciri khas tersendiri. Kabupaten karo ibukotanya Kabanjahe terdiri dari 13 kecamatan yakni: kecamatan Barus Jahe, Kecamatan Tiga Panah, kecamatan Tigabinanga, kecamatan Lau Baleng, kecamatan Payung, kecamatan Munte, kecamatan Juhar, kecamatan Berastagi, dan kecamatan Merek. Sebutan khas untuk Kabupaten Karo


(10)

3

adalah Taneh Karo Simalem, yang menandakan bahwa wilayah Kabupaten Karo tanahnya Subur, memiliki hawa pegunungan yang sejuk. Karena kesuburan alamnya, banyak masyakat Karo menjadikan pertanian sebagai pekerjaanya.

Dari gambaran luas daerahnya diatas, domisili masyarakat Karo ini memang tidak dapat dibantah, bahwa ada beberapa kelompok yang berdomisili di daerah pantai dan hidup berdampingan dengan penduduk Melayu, dan secara bertahap kedua suku tersebut saling berbaur dan berakulturasi antara sesamanya.

Kesenian merupakan suatu hal yang tidak bisa dilepaskan dari masyarakat karo. Masyarakat Karo mempunyai kesenian yang sangat kaya yang mereka peroleh dari leluhurnya secara turun-temurun. Warisan tersebut antara lain seperti seni musik, sastra, (cerita rakyat, pantun), tari, ukir (pahat). Dalam kesenian tradisional khususnya seni musik ada dua ansambel yang begitu populer di kalangan masyarakat Karo yaitu ansambel Gendang Lima Sendalanen dan ansambel Telu Sendalanen. Selain kedua ansambel tersebut dikenal juga beberapa jenis suara yang sampai pada saat ini masih sering dipakai pada pesta adat dan ritual pada masyarakat Karo.

Masyarakat Karo sendiri masih banyak yang percaya dengan tahayul dan ilmu-ilmu gaib, hal itu bisa dilihat dari masih banyaknya ritual - ritual tradisi yang berbau mistik masih dilaksanakan sampai saat ini.


(11)

4

Beberapa Ritual atau upacara-upacara Pada Masyarakat Karo yaitu: 1. Upacara peralihan

a. Upacara anak lahir: maksudnya adalah memudahkan kelahiran, menyelamatkan ibu, menyambut bayi atau mupus, menguburkan ari-ari. b. Upacara petelayoken adalah upacara turun mandi. Membawa anak

mula-mula kesungai dan diberi nama.

c. Upacara pejuma-jumaken atau erjuma tiga adalah upacara membawa anak itu pertama kali ke ladang.

d. Upacara petiga-tigaken adalah upaca membawa anak kepekan (kepasar) untuk pertama kalinya.

e. Upacara ergunting adalah upacara memotong rambut.

f. Upacara kacip-kacipi upacara memotong kulup atau sering disebut sunat.

g. Upacara erkiker adalah upacara memotong gigi. 2. Upacara perkawinan

a. Upacara pedalan tanda adalah upacara mengikat janji

b. Upacara nangkih adalah upacara membawa perempuan kerumah orangtua laki-laki.

c. Upacara mukul adalah upacara meresmikan perumah-tanggaan (setelah usai pesta adat)

d. Upacara mesur-mesuri babah adalah upacara yang dilakukan ketika perempuan hamil (hamil tujuh bulanan).


(12)

5

3. Upacara yang berhubungan dengan pengolahan tanah/ tanaman a. Upacara ngumbung adalah upacara permulaan aron

b. Upacara merdang adalah upacara menanam padi

c. Upacara mere page adalah upacara member sajian kepada padi (dewi padi) berupa rires/cimpa.

d. Upacara mutik adalah upacara mula-mula menyabit padi. 4. Upacara menolak celaka/ mendatangkan untung

a. Upacara nengget adalah upaca membuat terkejut, sebab belum punya anak.

b. Upacara ngicik adalah upacara memanggil tendi. Tendi adalah roh pada orang hidup.

c. Upacara muncang adalah upacara mengusir hantu-hantu jahat dari sebuah rumah atau dari sebuah kampung.

d. Upacara raleng tendi adalah hamper sama dengan upacara ngicik. e. Upacara mulahken manuk adalah upacara memberi korban pada

hantu-hantu.

f. Upacara erpangir kulau adalah upacara membersihkan diri di air. g. Dst.

5. Upacara yang berhubungan dengan rumah

a. Upacara mengket rumah adalah upacara memasuki rumah baru. b. Upacara mengket kudin adalah (kandang ayam).


(13)

6

6. Upacara kematian

a. Mengubur cawir metua artinya mengubur orang tua yang meninggal setelah lanjut usia.

b. Mengubur anak perana atau singuda-nguda artinya menguburkan anak laki-laki yang belum kawin.

c. Mengubur bicara guru (anak yang mati sebelum bergigi).

d. Upacara perumah begu adalah upacara memanggil arwah orang yang sudah meninggal.

Dari peryataan upacara-upacara atau ritual yang ada pada Masyarakat Karo, disini kita akan membahas tentang perumah begu yang merupakan salah satu ritual yang dilakukan pada Masyarakat Karo.

Perumah begu pada Masyarakat Karo dilakukan bagi orang yang baru saja meninggal dunia dan dilaksanakan pada malam pertama setelah mayat dikebumikan. Perumah begu juga biasa dilakukan dari persetujuan keluarga yang ingin memanggil arwah yang sudah duluan meninggal dunia. Dalam sebuah ritual perumah begu biasanya dipimpin oleh Guru si baso.Pada awal upacara, Guru Si baso akan melakukan tahap awal upacara yang bersifat menegaskan perbedaan dunia antara manusia dan roh orang meninggal. Selama prosesi ritual, Guru si baso memainkan dua peran penting, yaitu sebagai ‘master of ceremony’ atau pemimpin utama ritual dan juga berperan sebagai ‘story teller in dramatical ritual’.Guru Si baso sebagai penceritera kembali kisah hidup dari orang yang baru atau yang sudah lama meninggal. Tujuan upacara ini adalah menyenangkan hati sang Begu, dengan menyuguhinya makanan serta muinuman yang enak – enak.


(14)

7

Disamping itu agar sang begu dapat bertukar pikiran serta memberikan nasihat kepada kerabatnya yang masih hidup.

Melihat fenomena-fenomena di atas , penulis merasa tertarik untuk lebih mendalami dan selanjutnya meneliti bagaimana sebenarnya keberadaan musik dalam suksesnya sebuah Ritual Perumah Begu.

Adapun judul yang akan diteliti adalah: “Keberadaan Musik Dalam Acara Ritual Perumah Begu Pada Masyarakat Karo Di Desa Gamber Kec. Simpang Empat Kabupaten Karo”.

B. Identifikasi Masalah

Tujuan dari intifikasi masalah adalah agar penelitian yang dilakukan menjadi terarah, serta cakupan masalah tidak terlalu luas. Hal ini sejalan dengan pendapat Hadeli (2006:23) yang mengatakan bahwa indentifikasi masalah adalah suatu situasi yang merupakan akibat dari interaksi dua atau lebih faktor (seperti kebiasaan-kebiasaan, keadaan-keadaan,dan lain sebagainya yang menimbulkan beberapa pertanyaan-pertanyaan. Dari uraian diatas maka permasalahan penelitian ini dapat di indentifikasi menjadi beberapa bagian diantaranya:

1. Bagaimana keberadaan musik Gendang Lima Sendalanen pada masyarakat karo?

2. Bagaimana keberadaan perumah begu pada masyarakat karo?

3. Bagaimana fenomena yang terjadi ketika diadakan ritual perumah begu? 4. Siapa saja yang berperan dalam ritual perumah begu?


(15)

8

5. Apa saja syarat yang dilaksanakan sebelum dan sesudah dilaksanakannya ritual perumah begu?

6. Bagaimanakah peranan musik Gendang Lima Sendalanen dalam ritual perumah begu?

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah, sekaligus untuk mempersingkat cakupan, keterbatasan waktu, dana, kemampuan peneliti, maka peneliti mengadakan pembatasan masalah untuk memudahkan memecahkan masalah yang dihadapi dalam penelitian ini.

Hal ini sesuai dengan pendapat Sukardi (2003:30) yang mengatakan bahwa:

“Dalam merumuskan atau pun membatasi permasalahan dalam suatu penelitian sangatlah berfariasi dan tergantung pada kesenangan peneliti. Oleh karena itu perlu hati-hati dan jeli dalam mengevaluasi rumusan permasalahan penelitian, dan di rangkum dalam beberapa pertanyaan yang jelas”.

Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti membatasi masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana keberadaan ritual perumah begu pada Masyarakat Karo? 2. Bagaimanakah keberadaan musik (ansambel) Gendang Lima Sendalanen


(16)

9

D. Perumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu titik fokus dari sebuah penelitian yang hendak dilakukan, mengingat sebuah penelitian merupakan upaya untuk menemukan jawaban pertanyaan, maka dari itu perlu dirumuskan dengan baik, sehingga dapat mendukung untuk menemukan jawaban pertanyaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Maryeani (2005: 14), yang menyatakan bahwa:

“Rumusan masalah merupakan jabaran detail fokus penelitian yang akan digarap. Rumusan masalah menjadi semacam kontrak bagi peneliti karena penelitian merupakan upaya untuk menemukan jawaban pertanyaan sebagaimana terpapar pada rumusan masalahnya. Rumusan masalah juga biasa disikapi sebagai jabaran fokus penelitian karena dalam praktiknya, proses penelitian senantiasa berfokus pada butir-butir masalah sebagaimana dirumuskan”.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah serta pembatasan masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Keberadaan Musik Dalam Acara Ritual Perumah Begu Pada Masyarakat Karo Di Desa Gamber Kec. Simpang Empat Kabupaten Karo”.

E. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan selalu mengarah kepada tujuan, yang merupakan suatu keberhasilan penelitian yaitu tujuan penelitian, dan tujuan penelitian merupakan jawaban atas pertanyaan dalam penelitian. Berhasil tidaknya suatu kegiatan penelitian yang dilaksanakan terlihat pada tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Dalam penelitian tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti adalah sebagai berikut:


(17)

10

1. Mendeskripsikan keberadaan Ritual Perumah Begu pada Masyarakat Karo. 2. Mendeskripsikan keberadaan musik Gendang Lima Sendalanen pada

Masyarakat Karo.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan kegunaan dari penelitian yang merupakan sumber informasi dalam mengembangkan kegiatan penelitian selanjutnya. Maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :

1. Menambah wawasan peneliti dalam menuangkan gagasan, dan ide ke dalam karya tulis.

2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti dalam menambah pengetahuan dan wawasan mengenai keberadaan musik dalam ritual Perumah Begu.

3. Untuk menambah wawasan bagi peneliti dan pembaca, khususnya bagi masyarakat penikmat seni musik.

4. Sebagai bahan informasi bagi pecinta budaya Sumatera Utara.

5. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lainya yang berniat melakukan penelitian di bidang musik tradisional.


(18)

58

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut :

A. Kesimpulan

1. Hubungan kekerabatan yang paling mendasar pada masyrakat karo dikenal dengan merga silima (lima marga pada Masyarakat Karo) yaitu Karo-karo, Sembiring, Tarigan, Ginting, Perangin-angin. Serta rakut sitelu (tiga ikatan) yaitu sukut, kalimbubu dan anak beru menjadi dasar dalam tutur pada Masyarakat Karo.

2. Upacara ritual Perumah Begu saat ini masih diadakan oleh sebahagian Masyarakat Karo yakni penganut kepercayaan pemena karena mereka menyakini dengan pelaksanaan upacara ritual perumah begu dapat menyelsaikan berbagai persoalan atau permasalahan yang terjadi dalam keluarga. Seperti meminta pembagian warisan dan hak keluarga yang ditinggallkan secara merata, meminta kesehatan, meminta supaya kelurga yang ditinggalkan baik-baik saja, dan sebagainya.

3. Gendang lima sendalanen mempunyai repotoar yang khusus serta mempunyai peranan yang sangat vital dalam mengiringi ritual perumah begu. Adapun reportoar perumah begu adalah : gendang mulih-mulih, siadang-adangi (odak-odak), sabung tukuk (patam-patam) ,limbe (gendang guru), perang(gendang peselukken). Pada gendang guru dan gendang peselukken guru sibaso menjadi trance (kesurupan). Pemberian nama


(19)

59

untuk pemain musik ansambel gendang lima sendalanen adalah sierjabaten.

4. Tradisi juga mengalami perubahan bersamaan dengan perkembangan dan pengaruh kebudayaan asing (kebudayaan Barat) ini terlihat dari peranya dalam upacara adat bahkan pada beberapa ritual Masyarakat Karo termasuk Perumah Begu.


(20)

60

B. Saran

Dari beberapa kesimpulan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut :

1. Ansambel Gendang Lima Sendalanen merupakan salah satu ansambel byang sudah diwariskan oleh nenek moyang kita yang harus kita jaga dan tetap dipertahankan dalam kesenian musik tradisional Karo.

2. Ritual perumah begu salah satu acara ritual yang sangat jarang dilaksanan dalam masyarakat sekarang ini. Kita bisa mengetahui hal tersebut dan dikenalkan kembali oleh dinas kebudayaan dan pariwisata, sehingga bisa membuat wisatawan lokal maupun mancanegara merasa tertarik mengetahui bagaimana sebenarnya ritual Perumah Begu tersebut.

3. Dalam konteks perubahan baik dalam peran Ansambel Gendang Lima Sendalanen dalam kesenian tradisional Karo karena mulai diterimanya keyboard oleh Masyarakat, perlu disikapi sebagai hal wajar sebagai konsekuensi terhadap kemajuan zaman, jadi masyarakat bersikap wajar dengan adanya perubahan alat musik tradisional Karo dengan digantikan oleh musik Barat (keyboard).


(21)

61

DAFTAR PUSTAKA

Bangun, Tridah. 1989 Adat Budaya Karo di Sumatera Utara.

Barus, Coki Wiranta. 2011. Peranan Gendang Lima Sendalanen Dalam Mengiringi Tari Ndikkar Pada Perguruan Pencak Silat Teratai Suci Di Kelurahan Gung Leto Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo.

Ginting, EF. 1999. Religi Karo (Membaca ReligiKaro Dengan Mata Yang Baru). Kabanjahe: Abdi Karya

Kongres Kebudayaan Karo, 1995. Adat Nggeluh Ibas Kalak Karo.

Marshall, Gretchen B Rossma. 1995. Designing Qualitative Research. London: Sage Publications, Internasional Education and Professional Publisher. Maryaeni, 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.

Poerwadarminta. 1984. Kamus Besar Bahasa Indoneisia. Jakarta: Balai Pustaka. Sarjani, Tarigan.2011. Kepercayaan Orang Karo Tempo Doeloe.

Simanjuntak, Berry.2010. Peranan Musik Pada Kegiatan Dansa Berbaris Di Universal Line Dance Medan.

Sitepu, Putra.2010. Deskriptif Penggabungan Alat Musik Keyboard Dengan Gendang lima sendalanen pada pesta ulang tahun Persadan Karo Mergana Ras Anak Beruna Di Cinta Damai Medan Helvetia.

Sugiyono, 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendididkan. Bandung: Alfabeta.

Tarigan, Brevin.2011. Ansambel Gendang Lima Sendalanen Pada Masyarakat Karo: studi kasus pembawa Trance Pada Ritual Erpangir Ku Lau Dalam Konteks Sosio_Budaya Di Lau Debuk-Debuk Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.


(22)

62

Tarigan, Perikuten, 2004. Pluralitas Musik Etnik: Batak Toba, Mandailing, Melayu, Pak-pak Dairi, Angkola, Karo Dan Simalungun: Pusat Dokumentasi Dan Pengkajian Kebudayaan Batak HKBP NOMMENSEN. Wikipedia, 2012.Alat Musik Tradisional Karo.


(1)

1. Mendeskripsikan keberadaan Ritual Perumah Begu pada Masyarakat Karo. 2. Mendeskripsikan keberadaan musik Gendang Lima Sendalanen pada

Masyarakat Karo.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan kegunaan dari penelitian yang merupakan sumber informasi dalam mengembangkan kegiatan penelitian selanjutnya. Maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :

1. Menambah wawasan peneliti dalam menuangkan gagasan, dan ide ke dalam karya tulis.

2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti dalam menambah pengetahuan dan wawasan mengenai keberadaan musik dalam ritual Perumah Begu.

3. Untuk menambah wawasan bagi peneliti dan pembaca, khususnya bagi masyarakat penikmat seni musik.

4. Sebagai bahan informasi bagi pecinta budaya Sumatera Utara.

5. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lainya yang berniat melakukan penelitian di bidang musik tradisional.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut :

A. Kesimpulan

1. Hubungan kekerabatan yang paling mendasar pada masyrakat karo dikenal dengan merga silima (lima marga pada Masyarakat Karo) yaitu Karo-karo, Sembiring, Tarigan, Ginting, Perangin-angin. Serta rakut sitelu (tiga ikatan) yaitu sukut, kalimbubu dan anak beru menjadi dasar dalam tutur pada Masyarakat Karo.

2. Upacara ritual Perumah Begu saat ini masih diadakan oleh sebahagian Masyarakat Karo yakni penganut kepercayaan pemena karena mereka menyakini dengan pelaksanaan upacara ritual perumah begu dapat menyelsaikan berbagai persoalan atau permasalahan yang terjadi dalam keluarga. Seperti meminta pembagian warisan dan hak keluarga yang ditinggallkan secara merata, meminta kesehatan, meminta supaya kelurga yang ditinggalkan baik-baik saja, dan sebagainya.

3. Gendang lima sendalanen mempunyai repotoar yang khusus serta

mempunyai peranan yang sangat vital dalam mengiringi ritual perumah begu. Adapun reportoar perumah begu adalah : gendang mulih-mulih, siadang-adangi (odak-odak), sabung tukuk (patam-patam) ,limbe (gendang guru), perang(gendang peselukken). Pada gendang guru dan gendang peselukken guru sibaso menjadi trance (kesurupan). Pemberian nama


(3)

untuk pemain musik ansambel gendang lima sendalanen adalah sierjabaten.

4. Tradisi juga mengalami perubahan bersamaan dengan perkembangan dan pengaruh kebudayaan asing (kebudayaan Barat) ini terlihat dari peranya dalam upacara adat bahkan pada beberapa ritual Masyarakat Karo termasuk Perumah Begu.


(4)

B. Saran

Dari beberapa kesimpulan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut :

1. Ansambel Gendang Lima Sendalanen merupakan salah satu ansambel byang sudah diwariskan oleh nenek moyang kita yang harus kita jaga dan tetap dipertahankan dalam kesenian musik tradisional Karo.

2. Ritual perumah begu salah satu acara ritual yang sangat jarang dilaksanan dalam masyarakat sekarang ini. Kita bisa mengetahui hal tersebut dan dikenalkan kembali oleh dinas kebudayaan dan pariwisata, sehingga bisa membuat wisatawan lokal maupun mancanegara merasa tertarik mengetahui bagaimana sebenarnya ritual Perumah Begu tersebut.

3. Dalam konteks perubahan baik dalam peran Ansambel Gendang Lima Sendalanen dalam kesenian tradisional Karo karena mulai diterimanya keyboard oleh Masyarakat, perlu disikapi sebagai hal wajar sebagai konsekuensi terhadap kemajuan zaman, jadi masyarakat bersikap wajar dengan adanya perubahan alat musik tradisional Karo dengan digantikan oleh musik Barat (keyboard).


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bangun, Tridah. 1989 Adat Budaya Karo di Sumatera Utara.

Barus, Coki Wiranta. 2011. Peranan Gendang Lima Sendalanen Dalam Mengiringi Tari Ndikkar Pada Perguruan Pencak Silat Teratai Suci Di Kelurahan Gung Leto Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo.

Ginting, EF. 1999. Religi Karo (Membaca ReligiKaro Dengan Mata Yang Baru). Kabanjahe: Abdi Karya

Kongres Kebudayaan Karo, 1995. Adat Nggeluh Ibas Kalak Karo.

Marshall, Gretchen B Rossma. 1995. Designing Qualitative Research. London: Sage Publications, Internasional Education and Professional Publisher. Maryaeni, 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.

Poerwadarminta. 1984. Kamus Besar Bahasa Indoneisia. Jakarta: Balai Pustaka. Sarjani, Tarigan.2011. Kepercayaan Orang Karo Tempo Doeloe.

Simanjuntak, Berry.2010. Peranan Musik Pada Kegiatan Dansa Berbaris Di Universal Line Dance Medan.

Sitepu, Putra.2010. Deskriptif Penggabungan Alat Musik Keyboard Dengan Gendang lima sendalanen pada pesta ulang tahun Persadan Karo Mergana Ras Anak Beruna Di Cinta Damai Medan Helvetia.

Sugiyono, 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendididkan. Bandung: Alfabeta.

Tarigan, Brevin.2011. Ansambel Gendang Lima Sendalanen Pada Masyarakat Karo: studi kasus pembawa Trance Pada Ritual Erpangir Ku Lau Dalam Konteks Sosio_Budaya Di Lau Debuk-Debuk Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.


(6)

Tarigan, Perikuten, 2004. Pluralitas Musik Etnik: Batak Toba, Mandailing, Melayu, Pak-pak Dairi, Angkola, Karo Dan Simalungun: Pusat Dokumentasi Dan Pengkajian Kebudayaan Batak HKBP NOMMENSEN. Wikipedia, 2012.Alat Musik Tradisional Karo.