PERBEDAAN SKOR EKSPRESI MATRIKS METALOPROTEINASE 9 PADA KARSINOMA TIROID PAPILER VARIAN KLASIK DAN VARIAN FOLIKULER DENGAN INFILTRASI INTRAKOMPARTEMEN DAN EKSTRAKOMPARTEMEN.
i
TESIS
PERBEDAAN SKOR EKSPRESI MATRIKS
METALOPROTEINASE 9 PADA KARSINOMA TIROID
PAPILER VARIAN KLASIK DAN VARIAN FOLIKULER
DENGAN INFILTRASI INTRAKOMPARTEMEN DAN
EKSTRAKOMPARTEMEN
dr. NI WAYAN ARMERINAYANTI NIM 1114098102
PROGRAM M AGISTER
PROGRAM STUDI ILM U BIOM EDIK PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
(2)
ii
DENGAN INFILTRASI INTRAKOMPARTEMEN DAN
EKSTRAKOMPARTEMEN
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI WAYAN ARMERINAYANTI NIM 1114098102
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
(3)
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 16 Maret 2015
Pembimbing I, Pembimbing II,
dr. I Ketut Mulyadi, SpPA (K) dr. Luh Putu Iin Indrayani Maker, SpPA (K) NIP. 130 327 316 NIP. 197511042008012013
Mengetahui, Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Spesialis-1 Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar
Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA (K) NIP. 196502011996012001
(4)
iv
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 26 Maret 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, Nomor: 727 Tanggal 12 Maret 2015
Ketua : dr. I Ketut Mulyadi, SpPA (K) Anggota :
1. Dr. Luh Putu Iin Indrayani Maker, SpPA (K) 2. Prof. dr. I Gusti Alit Artha, MS., SpPA (K), MIAC 3. Dr. Herman Saputra, SpPA (K)
(5)
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Nama : dr. Ni Wayan Armerinayanti
NIM : 1114098102
Program Studi : Magister Ilmu Biomedik (Combine-Degree)
Judul : Perbedaan Skor Ekspresi Matriks Metaloproteinase 9 pada Karsinoma Tiroid Papiler Varian Klasik dan Varian Folikuler dengan Infiltrasi Intrakompartemen dan Ekstrakompartemen
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan peraturan peundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 26 Maret 2015 Yang membuat pernyataan,
(6)
vi
Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa-Tuhan Yang Maha Esa, atas asung wara nugraha-Nya, sehingga tesis dengan judul Perbedaan Skor Ekspresi Matriks Metaloproteinase 9 pada Karsinoma Tiroid Papiler Varian Klasik dan Varian Folikuler dengan Infiltrasi Intrakompartemen dan Ekstrakompartemen, dapat penulis selesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya tesis ini tidak mungkin dapat selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, izinkan penulis dengan sepenuh hati menghaturkan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat: dr. I Ketut Mulyadi, SpPA (K), selaku pembimbing I, yang telah membantu mengembangkan dan merealisasikan ide, memberikan pengarahan, koreksi dan bimbingan serta dukungan dari awal penyusunan usulan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada dr. Luh Putu Iin Indrayani M., SpPA(K), selaku pembimbing II dan Kepala Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, masukan, koreksi dan dukungan dari awal penyusunan usulan penelitian hingga selesainya tesis ini, serta memberikan ijin peminjaman blok dan preparat histopatologi selama proses penelitian. Selain itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:
(7)
vii
1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD, FINASIM dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT (K), M.Kes yang memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister Pascasarjana dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Universitas Udayana.
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, SpS (K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk menjadi mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Udayana.
3. Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And., FAACS selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedik (Combined Degree) Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan Combined Degree.
4. Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. Anak Ayu Saraswati, M.Kes atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan di Bagian Ilmu Patologi Anatomi dan melakukan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar.
5. Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA (K) sebagai Ketua Program Studi Ilmu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan selaku pembimbing, yang telah memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan spesialisasi, memberikan petunjuk, nasehat serta bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi.
(8)
viii
memberikan bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi.
7. Prof. dr. I Gusti Alit Artha, MS.,SpPA (K), MIAC, dr. Herman Saputra, SpPA (K), Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, SpPD-KGH, selaku penguji, atas semua saran, koreksi, sanggahan, petunjuk dan masukan dalam penyusunan tesis ini.
8. Seluruh staf dosen/pengajar PPDS-1 Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, dan semua dosen Pascasarjana Program Magister Ilmu Biomedik Combined Degree, yang telah membimbing, memberikan masukan, dan bekal pendidikan kepada penulis, sehingga membantu menyelesaikan tesis ini.
9. Keluarga besar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa yang telah memberikan dukungan, semangat, dan kesempatan mengikuti program pendidikan spesialisasi.
10.Seluruh teman sejawat residen di bagian Patologi Anatomi dan pegawai di bagian/SMF Patologi Anatomi FK Unud/RSUP Sanglah, Denpasar atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.
Rasa syukur ini dan sujud penulis persembahkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Ir. I Made Artha dan Ni Wayan Metri, BA, yang telah memberikan bekal pendidikan yang cukup, perhatian, pengertian, dukungan, semangat dan kasih sayang yang sangat tulus kepada penulis. Ayahanda dan
(9)
ix
ibunda mertua, I Nyoman Arka Suteja, SE, Ak. dan Ni Made Sawitri, terima kasih atas pengertian, perhatian, dukungan, dan semangat yang begitu besar selama penulis menjalani masa pendidikan. Akhirnya kepada suami tercinta, dr. I Gede Bagus Gita Pranata Putra dan ananda terkasih, I Putu Bagus Ngurah Nararya Wibawa Pranata, kalian adalah keberuntungan dalam hidupku, terima kasih atas semangat, perhatian, pengorbanan, pengertian dan cinta kasih yang tulus dan tak terhingga selama penulis menjalani masa pendidikan dan menyelesaikan tesis ini. Semoga tesis ini memberikan manfaat dan sumbangan yang berguna bagi perkembangan pelayanan di Laboratorium Patologi Anatomi dan bidang Ilmu patologi Anatomi. Terakhir, semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa-Tuhan Yang Maha Esa, selalu melimpahkan rahmatnya kepada kita semua.
Om Santih, Santih, Santih, Om
Denpasar, Maret 2015
(10)
x ABSTRAK
Karsinoma tiroid papiler (KTP) merupakan 80% dari seluruh karsinoma tiroid berdiferensiasi baik dengan 2 tipe tersering yaitu KTP varian klasik dan KTP varian folikuler.(KTPVF) Agresivitas antara kedua tipe karsinoma tiroid ini masih kontroversi, selain itu agresivitas juga sering dikaitkan dengan luas infiltrasi tumor. Matriks Metaloproteinase 9 (MMP-9) merupakan marka relevan dalam memprediksi agresivitas tumor karena mempengaruhi proses invasi dan metastasis tumor. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri mekanisme molekuler keterlibatan MMP-9 dalam menentukan agresivitas KTP dengan membuktikan perbedaan skor ekspresi MMP-9 pada KTP klasik dan KTPVF baik yang menunjukkan infiltrasi intrakompartemen maupun ekstrakompartemen
Penelitian analitik potong lintang ini menggunakan sampel sebesar 40 sampel yang dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing terdiri dari 10 KTP klasik intrakompartemen, 10 KTP klasik ekstrakompartemen, 10 KTPVF intrakompartemen dan 10 KTPVF ekstrakompartemen. Sampel diambil dari arsip blok parafin Laboratorium Patologi Anatomi FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar sepanjang tahun 2011 sampai Juni 2014. Kemudian dilakukan pulasan imunohistokimia MMP-9 untuk melihat perbedaan skor ekspresi MMP-9 antar seluruh kelompok, yang dianalisis melalui uji One Way Anova sedangkan pengaruh seluruh variabel independen terhadap skor ekspresi MMP-9 dinilai dengan uji regresi berganda ANCOVA dengan tingkat kemaknaan (α) pada p<0,05.
Terdapat perbedaan rerata skor ekspresi MMP-9 antar keempat kelompok, dimana ditemukan nilai perbedaan yang sangat bermakna antara KTP intrakompartemen dengan KTP ekstrakompartemen (p<0,001). Uji regresi berganda menunjukkan tidak terdapat pengaruh faktor usia, jenis kelamin dan ukuran tumor terhadap skor ekspresi MMP-9 (p>0,05).
Agresivitas karsinoma tiroid papiler ditentukan oleh luas infiltrasi tumor, sedangkan perbedaan tipe histologis (klasik dan varian folikuler), maupun faktor usia, jenis kelamin dan ukuran tumor tidak mempengaruhi agresivitasnya.
Kata kunci: Matriks metaloproteinase 9, Karsinoma tiroid papiler klasik, Karsinoma tiroid papiler varian folikuler, Intrakompartemen, Ekstrakompartemen
(11)
xi
DIFFERENCE OF MATRIX METALLOPROTEINASE 9 EXPRESSION SCORE IN CLASSIC AND FOLLICULAR VARIANT OF PAPILLARY THYROID CARCINOMA WITH INTRA COMPARTMENT AND EXTRA
COMPARTMENT INFILTRATION
ABSTRACT
Papillary Thyroid Carcinoma (PTC) was 80% of well differentiated thyroid tumors constitutes two frequently types included classic PTC and follicular variant of PTC (FVPTC). Aggressiveness between those distinct types was still controversies, although aggressiveness also associated with extent of tumor infiltration. Matrix Metalloproteinases 9 (MMP-9) was relevance marker predicting tumor aggressiveness because its role of invasive and metastatic process. The aim of this study was to explore molecular mechanism of MMP-9 in aggressiveness of PTC by proofed difference of MMP-9 expression score in classic PTC and follicular variant of PTC with intra compartment and extra compartment infiltration.
This cross-sectional study was performed on 40 samples that divided into 4 groups which consists of 10 classic PTC intra compartment, 10 classic PTC extra compartment, 10 FVPTC intra compartment and 10 FVPTC extra compartment, taken from paraffin block archive from Pathology Anatomy Departement Faculty of Medicine Udayana University/Sanglah General Hospital Denpasar during 2011 until June 2014. Immunostaining was performed to determined the difference of MMP-9 score expression between four group. Result was analyzed by One Way Anova, while impact of all independent variables on MMP-9 expression was analyzed by multiple regression test ANCOVA, with confidence level (α)<0,05. There was difference of MMP-9 expression score between four group, which showed very significant difference between intra compartment and extra compartment PTC (p<0,001). Multiple regression test showed no impact of age, sex and size of tumor on MMP-9 expression score.
It was concluded that PTC aggressiveness was determined by extent of tumor infiltration, while histological type (classic and follicular variant), age, sex and tumor size were not impacting aggressiveness.
Key word: Matrix Metalloproteinase 9, Classic Papillary Thyroid Carcinoma, Follicular Variant of Papillary Thyroid Carcinoma, Intra compartment, Extra Compartment.
(12)
xii
PRASYARAT GELAR ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR SINGKATAN ... xx
DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.3.1 Tujuan Umum ... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
(13)
xiii
1.4.2 Manfaat Praktis ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7
2.1 Definisi Karsinoma Tiroid Papiler ... 7
2.2 Klasifikasi Karsinoma Tiroid Papiler ... 7
2.3 Epidemiologi ... 9
2.4 Faktor risiko ... 15
2.5 Patogenesis Karsinoma Tiroid Papiler Klasik dan Varian Folikuler ... 20
2.6 Gejala Klinis dan Makroskopis ... 28
2.7 Mikroskopis Karsinoma Papiler Tiroid Klasik dan Varian Folikuler .... 30
2.8 Sistem Stadium dan Pola Perluasan Karsinoma Tiroid Papiler ... 35
2.9 Penanganan Karsinoma Tiroid Papiler ... 40
2.10 Struktur, Jenis dan Fungsi Umum Matriks Metalloproteinase (MMP)…. ... …….. 44
2.11 Fungsi Matriks Metaloproteinase 9 (MMP-9/Gelatinase………..…..50
2.12 Peranan Matriks Metaloproteinase 9 (MMP-9)/Gelatinase B pada Karsinoma Tiroid Papiler ... 55
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN.... ... 59
3.1 Kerangka Berpikir ... 59
3.2 Konsep Penelitian ... 63
3.3 Hipotesis Penelitian ... 63
BAB IV METODE PENELITIAN ... 64
4.1 Rancangan Penelitian ... 64
(14)
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 64
4.3.1 Populasi Target ... 64
4.3.2 Populasi Terjangkau ... 64
4.3.3 Sampel ... 65
4.3.4 Perhitungan dan Cara Pengambilan Sampel ... 65
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 66
4.4.1 Kriteria Inklusi ... 66
4.4.2 Kriteria Eksklusi ... 66
4.5 Identifikasi Variabel Penelitian ... 68
4.6 Definisi Operasional Variabel ... 69
4.7 Prosedur Penelitian ... 70
4.8 Skema Alur Penelitian ... 75
4.9 Analisis Data ... 76
BAB V HASIL PENELITIAN ... 77
5.1 Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Data Klinis Pasien ... 77
5.2 Perbedaan Skor Ekspresi MMP-9 antara kelompok KTP Klasik Intrakompartemen, KTP Klasik Ekstrakompartemen, KTPVF Intrakompartemen dan KTPVF Ekstrakompartemen ... 81
5.3 Hubungan Antar Variabel ... 87
BAB VI PEMBAHASAN ... 89
6.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Usia Pasien ... 89
6.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Jenis Kelamin Pasien... 92
6.3 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Ukuran Tumor ... 95
6.4 Ekspresi MMP-9 pada KTP Klasik dan KTPVF dengan Infiltrasi Intrakompartemen dan Ekstrakompartemen ... 97
(15)
xv
6.5 Pengaruh Antar Seluruh Variabel dengan Skor Ekspresi MMP-9 ... 109
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 112
DAFTAR PUSTAKA ... 114
(16)
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Klasifikasi histologik tumor tiroid berdasarkan WHO ... 8
2.2 Tipe histopatologis karsinoma sel folikel tiroid berdasarkan AJCC……….. . 9
2.3 Tabel temuan beberapa studi di Malaysia dan Myanmar tentang hubungan antara karsinoma tiroid dan goiter ... 13
2.4 Prevalensi kasus karsinoma tiroid selama 3 tahun (2008-2010) di Indonesia berdasarkan kelompok usia ... 14
2.5 Sistem TNM brdasarkan AJCC ... 36
2.6 Jenis matriks metaloproteinase ... 48
5.1 Karakteristik Subyek Penelitian ... 79
5.2 Distribusi rerata ukuran tumor pada kelompok KTP Klasik Intrakompartemen, KTP Klasik Ekstrakompartemen, KTPVF Intrakompartemen dan KTPVF Ekstrakompartemen ... 80
5.3 Perbedaan skor ekspresi MMP-9 antara kelompok KTP Klasik Intrakompartemen, KTP Klasik Ekstrakompartemen, KTPVF Intrakompartemen, dan KTPVF Ekstrakompartemen ... 82
5.4 Pengaruh Variabel Independen dan Variabel Kontrol terhadap Skor Ekspresi MMP-9 ... 87
(17)
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Grafik prevalensi kasus karsinoma tiroid di Denpasar tahun 2008-2010 berdasarkan data registrasi kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi
Anatomi Indonesia………... 11
2.2 Mekanisme nodul goiter sebagai faktor risiko KTP……… ... 17
2.3 Mekanisme beberapa faktor risiko seperti radiasi dalam memicu karsinoma tiroid ... 18
2.4 Kaskade karsinogenesis neoplasma tiroid... 21
2.5 Jalur sinyal sel pada neoplasma sel folikuler….. ... 22
2.6 Tata ulang gen RET/PTC ... 24
2.7 Interaksi antar sel dengan sel dan sel dengan ECM pada karsinoma tiroid.. 27
2.8 Makroskopis karsinoma tiroid papiler ……….29
2.9 Karakteristik inti KTP ... 32
2.10 Mikroskopis KTP Klasik ... 32
2.11 KTPVF yang encapsulated ... 34
2.12 Gambaran Skematik Interpretasi Invasi Kapsel ... 38
2.13 Struktur matriks metalloproteinase (MMP) ... 46
2.14 Fungsi seluler MMP dalam perkembangan dan fisiologi normal ... .. 47
2.15 Struktur MMP (Gelatinase B) ... 51
2.16 Peranan MMP-9 yang bebas TIMP yang berasal dari sel radang PMN, sel tumor maupun stroma dalam inisiasi dan promosi instabilitas genetik ... 52
(18)
xviii
2.17 Transisi epithelial menjadi mesenkimal (EMT) yang dipicu MMP-9. ... 5
2.18 Peranan MMP-9 dalam mengaktifkan angiogenesis ... … 54
2.19 Kaitan MMP-9 dengan kemampuan metastasis tumor ... 55
2.20 Pulasan MMP-9 pada KTP ... 58
3.1 Bagan Kerangka Berpikir ... 62
3.2 Bagan Konsep Penelitian ... 63
5.1 Grafik Distribusi Kasus KTP Klasik dan KTPVF dengan Infiltrasi Intrakompartemen dan Ekstrakompartemen berdasarkan Jenis Kelamin Pasien ... 80
5.2 Grafik Beda Rerata Skor Ekspresi MMP-9 kasus KTP Klasik dan KTPVF dengan infiltrasi intrakompartemen dan ekstrakompartemen………. ... 83
5.3 Kasus sampel 1 pulasan imunohistokimia MMP-9 pada KTP Klasik intrakompartemen ... 84
5.4 Kasus sampel 4 pulasan imunohistokimia MMP-9 pada KTP Klasik intrakompartemen ... 84
5.5 Kasus sampel 13 pulasan imunohistokimia MMP-9 pada KTP Klasik ekstrakompartemen ... 85
5.6 Kasus sampel 22 pulasan imunohistokimia MMP-9 pada KTPVF intrakompartemen ... 85
5.7 Kasus sampel 36 pulasan imunohistokimia MMP-9 pada KTPVF ekstrakompartemen ... 86
(19)
xix
5.8 Kasus sampel 34 pulasan imunohistokimia MMP-9 pada KTPVF ekstrakompartemen ... 86 6.1 Bagan jalur patogenesis keterlibatan MMP-9 dalam proses infiltrasi tumor
pada penelitian………... 99
6.2 Pola Distribusi Ekspresi MMP-9 ... 102 6.3 Pola Ekspresi MMP-9 pada Stroma sekitar Tumor dan pada Makrofag ... 105 6.4 Bagan Jalur Transkripsi MMP-9 yang dilibatkan oleh beberapa Jalur
(20)
xx
DAFTAR SINGKATAN
AJCC : American Joint Commission on Cancer
AKAP9 : A-kinase anchor protein 9
APC : Adenomatous Polyposis Coli ATA : American Thyroid Association
BRAF : V-raf murine sarcoma viral oncogene homolog B1
cAMP : cyclic Adenosine Mono Phosphate DNA : Deoxyribonucleic Acid
ECM : Extra Cellular Matrix
EMT : Epithelial Mesenchymal Transition
ERK : Extracellular-signal-Regulated Kinase ERα : Estrogen Receptor alpha
ERβ : Estrogen Receptor beta
FGF : Fibroblast growth factor
FGFR : Fibroblast growth factor receptor
FNA : fine needle aspiration
(21)
Nucleotide-xxi
KTM : Karsinoma Tiroid Meduler KTP : Karsinoma Tiroid Papiler
KTPVF : Karsinoma Tiroid Varian Folikuler LOH : Loss of Heterozygosity
LT4 : Levotiroxin
MAPK : Mitogen Activated Protein Kinase
MMP-9 : Matriks Metaloproteinase 9
NCCN : National Comprehensive Cancer Network
NTCTCS : National Thyroid Cancer Treatment Cooperative Study
NTRK : Neurotropic thyrosine kinase receptor
PARP : Poly-ADP-ribose-polymerase
PTEN : Phosphatase with Tensin Homology Gene
RAI : Radioactive Iodine
RAS : Rat sarcoma oncogen
RET : Rearranged during transfection
RLN : Recurrent Laryngeal Nerve
RND ; Radical Neck Dissection
SEER : Surveillance, Epidemiology, and End Results
TIMP : Tissue Inhibitors of Matrix Metalloproteinases
TNM : Tumor, Nodes, Metastazes
TRK : Tyrosine Receptor Kinase
TSH : Thyroid Stimulating Hormone
TSHR : Thyroid Stimulating Hormone Receptor
TTF-1 : Thyroid Transcription Factor-1
(22)
VEGF : Vascular endothelial growth factor WHO : World Health Organization
(23)
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Ethical Clearance……… 122
Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian………..………... 123 Lampiran 3 Data Subyek Penelitian………..………. 124 Lampiran 4a Uji Normalitas Data Usia………..………….. 125 Lampiran 4b Data Deskriptif Usia pada Seluruh Kelompok KTP…………... 125 Lampiran 4c Statistik Deskriptif Usia secara Keseluruhan………. 126 Lampiran 4d Analisis Beda Rerata Usia antar Seluruh Kelompok KTP…… 126 Lampiran 4e Analisis Beda Rerata Usia Kelompok KTP Intrakompartemen vs
KTP Ekstrakompartemen……… 126
Lampiran 4f Analisis Beda Rerata Usia Kelompok KTP Klasik vs KTPVF.. 126 Lampiran 5a Data Deskriptif Perbandingan Jenis Kelamin antar seluruh
Kelompok KTP ……….. 127
Lampiran 5b Analisis Statistik Perbandingan Jenis Kelamin antar seluruh
kelompok KTP……… 127
Lampiran 6a Uji Normalitas data Ukuran Tumor……… 128 Lampiran 6b Data Deskriptif Ukuran Tumor secara Keseluruhan………….. 128 Lampiran 6c Data Deskriptif Ukuran Tumor Pada Seluruh Kelompok KTP.. 129 Lampiran 6d Analisis Statistik Beda Rerata Ukuran Tumor Pada Seluruh
Kelompok KTP……… 130
Lampiran 6e Analisis Statistik Beda Rerata Ukuran Tumor antara KTP Klasik
(24)
Lampiran 6f Analisis Beda Rerata Ukuran Tumor antara KTP Intrakompartemen dan Ekstrakompartemen……… 130 Lampiran 6g Analisis Beda Rerata Ukuran Tumor antara KTP Klasik Intrakompartemen dan KTPVF Intrakompartemen…………. 130 Lampiran 6h Analisis Beda Rerata Ukuran Tumor antara KTP Klasik Intrakompartemen dan KTP Klasik Ekstrakompartemen…… 131 Lampiran 6i Analisis Beda Rerata Ukuran Tumor antara KTP Klasik Ekstrakompartemen dan KTPVF Intrakompartemen………… 131 Lampiran 6j Analisis Beda Rerata Ukuran Tumor antara KTPVF Intrakompartemen dan KTPVF Ekstrakompartemen…………. 131 Lampiran 6k Analisis Beda Rerata Ukuran Tumor antara KTP Klasik Ekstrakompartemen dan KTPVF Ekstrakompartemen………. 131 Lampiran 7a Data Deskriptif Perbandingan Skor Ekspresi MMP-9 antar seluruh
Kelompok KTP ………. 132
Lampiran 7b Uji Homogenitas Skor Ekspresi MMP-9 antar Kelompok
KTP……… 132
Lampiran 7c Uji Analisis Perbedaan Skor MMP-9 Antar Seluruh Kelompok
KTP……… 132
Lampiran 7d Uji Komparasi Multipel antar Seluruh Kelompok KTP………. 133 Lampiran 8 Analisis Statistik (Uji ANCOVA) Pengaruh Antar Seluruh
(25)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan dengan tingginya insiden goiter. Goiter merupakan faktor predisposisi karsinoma tiroid yang dapat mempengaruhi perangai biologis karsinoma tiroid. Hal ini sangat berbeda dengan insiden karsinoma tiroid di dunia barat yang lebih sering berkaitan dengan efek radiasi. Sedangkan penelitian yang menelusuri agresivitas karsinoma tiroid khususnya karsinoma tiroid papiler (KTP) di wilayah dengan insiden goiter yang tinggi masih terbatas.
Insiden karsinoma tiroid meningkat lebih cepat dibandingkan keganasan lainnya yaitu 3,8% per tahun pada periode 1992-2001 berdasarkan lokasi dan jenis kelamin. Di Amerika Serikat pada tahun 2008, insiden karsinoma tiroid berdasarkan umur sekitar 6,47 per 100,000 laki-laki dan 19,39 per 100,000 perempuan (Nikiforov, 2009). Dari perhitungan data registrasi kanker di Indonesia pada tahun 2010 karsinoma tiroid menduduki peringkat ke 5 terbanyak setelah karsinoma payudara, serviks, kulit, dan rektum. Sedangkan di Denpasar, pada tahun yang sama karsinoma tiroid menduduki peringkat ke 3 terbanyak setelah karsinoma payudara dan serviks dengan insiden relatif 24/100.000 penduduk (Ditjen Yan Med, 2008-2010; Anonim, 2010).
(26)
Sekitar 90% karsinoma tiroid tergolong berdiferensiasi baik dan 80% diklasifikasikan sebagai KTP sedangkan 10% merupakan karsinoma tiroid folikuler (KTF). Diantara kedua tipe tersebut terdapat tipe campuran yang dahulu dikenal sebagai mixed papillary and follicular carcinoma karena karakteristik intinya sesuai KTP sedangkan polanya histologisnya menyerupai karsinoma folikuler dan saat ini istilah tersebut diganti dengan KTP varian folikuler (KTPVF) (Chang et al., 2006). KTPVF merupakan varian KTP kedua terbanyak setelah KTP varian klasik (Gupta et al., 2012). Di Laboratorium Patologi Anatomi FK Unud/ RSUP Sanglah selama periode 2011-2013 tercatat 96,86% kasus KTP dengan 63,32% kasus diantaranya merupakan KTPVF dan 36,68% kasus merupakan KTP klasik, namun setelah diagnosis ulang ditetapkan 57,67% kasus merupakan KTP klasik dan 42,33% kasus KTPVF. Temuan ini menjadi landasan yang kuat untuk pentingnya pemeriksaan marka tambahan yang dapat menentukan perangai biologis kedua varian KTP ini.
Kejadian metastasis pada KTP umumnya melalui kelenjar getah bening (KGB), sedangkan metastasis jauh dapat terjadi pada 1,73-8,4% kasus KTP terutama pada KTPVF dan lokasi tersering adalah paru (Chrisoulidou et al., 2011). Penelitian lain menyatakan bahwa pola metastasis KTPVF bervariasi tergantung latar belakang molekuler maupun variannya. Metastasis ke KGB didapatkan pada 65% kasus KTPVF non encapsulated sehingga memiliki perangai menyerupai KTP klasik. Sedangkan pada KTPVF encapsulated dan diffuse diketahui memiliki pola molekuler yang serupa dengan KTF ditandai oleh tingginya frekuensi point mutasi Ras (36%)
(27)
3
sehingga cenderung bermetastasis jauh dengan ataupun tanpa disertai metastasis ke KGB (Gupta et al., 2012).
Adanya variasi latar belakang molekuler pada KTPVF menyebabkan perangai biologis KTPVF masih sulit diprediksi, beberapa laporan morfologi dan studi longitudinal menyebutkan bahwa area berdiferensiasi buruk, lesi bilateral/multipel, invasi intravasa, invasi perineural maupun infiltrasi ekstrakompartemen meliputi invasi kapsel, perluasan ekstratiroid dan metastasis jauh lebih banyak dijumpai pada KTPVF dibandingkan dengan KTP klasik tetapi risiko metastasis ke limfonodi lebih rendah dibandingkan KTP klasik (Chang et al., 2006; Chrisoulidou et al., 2011; Chen
et al., 2012; Gupta et al., 2012). Penelitian lainya justru melaporkan bahwa KTPVF memiliki perangai klinis maupun patologis yang sebanding dengan KTP klasik (Gonzalez et al., 2011; Der Lin et al., 2010; Salajegheh et al., 2008; De Lellis et al.,
2004). Beberapa kasus KTPVF berkembang secara lambat selama bertahun-tahun sehingga dianggap memiliki perangai yang serupa dengan tumor jinak tiroid. Faktor kliniko-patologis lain juga dipercaya mempengaruhi agresivitas KTP, seperti usia dan jenis kelamin pasien, ukuran tumor primer, adanya invasi kapsel, multisentrisitas tumor, serta adanya lesi jinak tiroid sebelumnya (Rosai et al., 2011). Dengan demikian agresivitas KTPVF masih menimbulkan perdebatan tetapi penelitian yang membandingkan agresivitas KTPVF dengan KTP klasik masih sangat terbatas.
Hingga saat ini diyakini bahwa belum ada terapi yang efektif dalam penanganan KTP. Seringkali timbul keraguan diantara ahli bedah dalam menentukan perlunya
(28)
terapi tambahan maupun monitoring lanjutan terutama pada kasus KTP yang belum menunjukkan perluasan ekstrakompartemen (Ito et al., 2007; Haigh et al., 2005). Pemahaman tentang mekanisme molekuler yang berkaitan dengan agresivitas KTP sangat penting untuk menemukan strategi terbaru dalam deteksi dini, pencegahan, diagnosis, penentuan terapi dan monitoring KTP. Mekanisme molekuler tersebut sifatnya sangat kompleks dan melibatkan komponen intraseluler dan ekstraseluler. Komponen molekuler yang telah ditemukan perubahannya pada karsinoma tiroid antara lain CK19, Tiroglobulin, Ki67, MMP, Kalsitonin, TTF-1, BRAF, RET, HBME-1, SERPINA1, TfR1/CD71, galectin-3, dan E-cadherin (Ito, 2012).
Pada proses invasi tumor akan dilibatkan salah satu komponen ekstraseluler yang berperan utama dalam degradasi matriks ekstraseluler (Extracellular Matrix/ ECM) melalui efek proteolitik yang dimilikinya yaitu matriks metaloproteinase (MMP) (Farina et al., 2014; Kondo et al., 2006 ). Terdapat berbagai jenis MMP, salah satu yang mendapatkan perhatian khusus yaitu MMP-9 karena merupakan kelompok gelatinase yang berperan utama dalam degradasi kolagen IV yang merupakan komponen utama membran basalis epitel, interstisial dan vaskuler. MMP-9 memiliki level ekspresi basal yang rendah, berbeda dengan level ekspresi pada kondisi kanker. Selain itu MMP-9 mempengaruhi transformasi neoplastik dengan menjadi inisiator instabilitas genetik, mengaktifkan proses angiogenesis dan memicu ekspansi tumor. Hal ini menunjukkan peranan penting MMP-9 pada proses invasi dan metastasis sehingga dapat menjadi parameter agresivitas tumor. Telah dilaporkan bahwa
(29)
5
ekspresi MMP-9 tinggi pada KTP, peningkatan ekspresinya berkorelasi signifikan dengan stadium, ukuran tumor dan adanya metastasis ke limfonodi (Meng et al., 2012; Bouchet et al., 2014). Namun belum ada penelitian yang melaporkan perbedaan skor ekspresi MMP-9 pada KTP klasik dan KTPVF untuk membedakan sifat agresifnya.
Penelitian ini dibuat untuk memahami mekanisme molekular MMP-9 sebagai marka agresivitas dengan menilai perbedaan skor ekspresi MMP-9 pada KTP klasik dan KTPVF baik yang menunjukkan infiltrasi intrakompartemen maupun ekstrakompartemen.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan skor ekspresi MMP-9 pada KTP klasik infiltrasi intrakompartemen, KTP klasik infiltrasi ekstrakompartemen, KTPVF infiltrasi intrakompartemen dan KTPVF infiltrasi ekstrakompartemen?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memahami agresivitas KTP terkait varian (KTP klasik dan KTPVF) maupun luasnya infiltrasi tumor (intrakompartemen dan ekstrakompartemen) dengan menelusuri mekanisme molekuler yang didasari oleh ekspresi MMP-9.
(30)
1.3.2 Tujuan Khusus
Membuktikan adanya perbedaan skor ekspresi MMP-9 pada KTP klasik infiltrasi intrakompartemen, KTP klasik infiltrasi ekstrakompartemen, KTPVF infiltrasi intrakompartemen dan KTPVF infiltrasi ekstrakompartemen.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademik
1. Penelitian ini diharapkan dapat menentukan hubungan antara varian KTP (KTP klasik dan KTPVF) pada berbagai luas infiltrasi tumor (intrakompartemen dan ekstrakompartemen) dengan skor ekspresi MMP-9. 2. Mengetahui peranan MMP-9 sebagai marka biologi prediktif agresivitas KTP.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Penentuan perbedaan skor ekspresi MMP-9 antara KTP Klasik dan KTPVF pada berbagai luas infiltrasi tumor (intrakompartemen dan ekstrakompartemen) dapat dipakai sebagai rujukan penentuan terapi maupun tindakan monitoring lanjutan.
2. Parameter prognostik biologik (MMP-9) dan patologik (luasnya infiltrasi tumor) ini diharapkan dapat dipakai sebagai pegangan oleh klinisi untuk dapat memberikan penjelasan ke pasien KTP klasik maupun KTPVF tentang prognosis, kekambuhan dan kemungkinan metastasis.
(31)
7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Karsinoma Tiroid Papiler
Karsinoma tiroid papiler (KTP) merupakan neoplasma ganas sel epitel folikel tiroid yang membentuk pola pertumbuhan papiler atau disertai dengan pola folikuler dan utamanya ditandai oleh karakteristik inti khas KTP. Gambaran inti yang khas KTP meliputi ukuran inti membesar, berbentuk oval, mengalami elongasi, saling tumpang tindih dengan gambaran clearing atau ground glass appearance atau dengan kontur inti yang ireguler mencakup adanya groove dan inklusi sitoplasma intranuklear. KTP tergolong tumor ganas tiroid yang berdiferensiasi baik (De Lellis et al., 2004).
2.2Klasifikasi Karsinoma Tiroid
Berdasarkan WHO, tumor primer tiroid diklasifikasikan menjadi epitelial dan nonepitelial, jinak atau ganas, dengan kategori yang terpisah untuk limfoma dan keganasan lainnya (tabel 2.1) (De Lellis et al., 2004). Klasifikasi karsinoma tiroid berdasarkan garis besar diferensiasinya dijabarkan menurut American Joint Commission on Cancer (AJCC) sesuai yang dijabarkan tabel 2.2 (Rubin et al., 2012). Penelitian ini mengacu pada sistem klasifikasi WHO dan AJCC.
(32)
Tabel 2.1
Klasifikasi histologik tumor tiroid berdasarkan WHO (Rubin et al., 2012) I. Tumor epitelial
A. Jinak
1. Adenoma Folikuler 2. Lainnya
B. Ganas
1. Karsinoma Folikuler 2. Karsinoma Papiler 3. Karsinoma Meduler*
4. Karsinoma Undifferentiated (anaplastik) 5. Lainnya
II. Tumor Non-epitelial A. Jinak
B. Ganas
III. Limfoma maligna IV. Lainnya
V. Tumor sekunder
VI. Tumor yang tidak dapat diklasifikasikan VII. Lesi yang menyerupai tumor
(33)
9
Tabel 2.2
Tipe Histopatologis Karsinoma Sel Folikel Tiroid (Rubin et al., 2012)
A. Karsinoma papiler (mencakup KTPVF)
B. Karsinoma folikuler (mencakup karsinoma sel hurtle) C. Karsinoma poorly differentiated
D. Karsinoma undifferentiated (anaplastic)
2.3Epidemiologi
Karsinoma tiroid merupakan keganasan tersering dari organ endokrin. Karsinoma ini merupakan 3% dari insiden terbaru seluruh kanker yang terdiagnosis di Amerika Serikat dan 1,7% dari insiden terbaru seluruh kasus kanker di dunia. Insiden dan prevalen karsinoma tiroid mengalami peningkatan yang tetap selama tiga dekade terakhir, terutama sejak pertengahan tahun 1990-an di berbagai negara di dunia. Saat ini insiden karsinoma tiroid diperkirakan antara 5 hingga 8 kasus per 105 penduduk per tahun di negara-negara berkembang (Frasca et al., 2008). Data lain menyebutkan telah ditemukan lebih dari 213.000 kasus baru karsinoma tiroid di seluruh dunia pada tahun 2008, dengan angka insiden kasar 3,1/100.000 (Cossu et al., 2013). Temuan kasus baru meningkat lagi pada tahun 2010 berdasarkan penelitian terbaru yang didukung oleh WHO yaitu ditemukan sekitar 44.670 kasus baru (De Matos et al.,
2012). Berdasarkan data SEER (Surveillance, Epidemiology, and End Results) di Amerika Serikat, insiden karsinoma tiroid meningkat tiga kali lipat sejak tahun 1973,
(34)
dengan kecepatan pertumbuhan 2,4% per tahun antara tahun 1980 hingga 1997 dan 6,5% per tahun sejak tahun 1997 serta saat ini menduduki lima besar karsinoma yang mengalami peningkatan insiden tercepat, baik pada pria maupun wanita. Insiden karsinoma tiroid di seluruh dunia bervariasi pada masing-masing daerah geografis dan secara keseluruhan lebih tinggi pada negara ekonomi berkembang (Nikiforov, 2009).
Peningkatan insiden karsinoma tiroid terutama terjadi pada KTP, sedangkan tipe lain seperti folikuler, meduler, maupun anaplastik tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. KTP berjumlah sekitar 83% dari keseluruhan keganasan tiroid dan 80% dari keseluruhan tumor ganas tiroid yang berdiferensiasi baik (Nikiforov, 2009; Meng et al., 2012; Zidan et al., 2003). Peningkatan insiden KTP mencakup KTP klasik dan KTPVF, baik pada tumor yang berukuran <1 cm maupun >1 cm atau bahkan >4 cm hingga 5 cm. Peningkatan temuan insiden KTP kemungkinan terkait dengan semakin maraknya metode deteksi dini melalui pemeriksaan ultrasonografi maupun biopsi jarum halus (FNA/ fine needle aspiration). Alasan lainnya yaitu karena telah dikenalnya perubahan inti yang khas menjadi kriteria morfologi KTP (Nikiforov, 2009; Kondo et al,. 2006).
Di Indonesia tidak ditemukan data khusus tentang insiden KTP, data yang dilaporkan adalah keseluruhan kasus kanker tiroid. Menurut Registrasi Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia, dari tahun 2008-2010 kanker tiroid menempati urutan ke 5 dari 10 kanker terbanyak dan urutan ke 4 dari 10 kanker terbanyak pada
(35)
11
perempuan. Di Denpasar pada rentang tahun yang sama kanker tiroid menduduki urutan ke 3 dari 10 kanker terbanyak dengan prevalensi secara berurutan yaitu 155/2000 kasus, 84/865 kasus, 118/1124 kasus. Diantara keseluruhan kasus tersebut, diperkirakan sekitar 80% merupakan kasus KTP, dengan varian klasik (KTP Klasik) sebagai subtipe KTP terbanyak (80%) dan diikuti oleh KTPVF sebagai subtipe kedua terbanyak (9-22,5% kasus KTP) (Ditjen Yan Med, 2008-2010; Gupta et al., 2012).
0 2 4 6 8 10
2008 2009 2010
Denpasar
Gambar 2.1
Grafik prevalensi kasus karsinoma tiroid di Denpasar tahun 2008-2010 berdasarkan data registrasi kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi
Anatomi Indonesia (Ditjen Yan Med, 2008-2010).
Hingga saat ini epidemiologi KTP masih sangat menarik untuk ditelusuri. Penelitian berbagai negara di dunia telah membandingkan insiden tumor ini pada populasi yang tinggal di area dataran tinggi (pegunungan) dengan populasi yang tinggal di sekitar pantai membuktikan bahwa konsentrasi asupan iodium mempengaruhi insiden KTP bahkan pada beberapa kasus berkaitan dengan morfologi
Pr
evalens
i k
asu
s
(36)
KTP (LiVolsi., 2011). Dilaporkan bahwa insiden KTP lebih sering pada daerah dengan asupan iodium yang cukup, sedangkan insiden KTF berkaitan dengan defisiensi iodium (Knobel et al., 2007).
Kasus goiter baik endemik maupun non endemik (sporadik) diyakini merupakan prekursor perkembangan kanker tiroid. Prevalensi goiter di seluruh dunia pada populasi umum sekitar 4-7%, dan insiden keganasan terjadi pada 10% kasus tiroid goiter. Dilaporkan bahwa insiden karsinoma tiroid tercatat meningkat pada daerah goiter endemik seperti Kolumbia dan Austria serta daerah non endemik seperti Jerman. Peningkatan insiden karsinoma tiroid terkait goiter juga menjadi permasalahan di negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. WHO mencatat sekitar 655 juta jiwa di dunia mengalami goiter dan 27% diantaranya berada di Asia Tenggara (Htwe, 2012). Adapun perbandingan hasil studi epidemiologi karsinoma tiroid terkait goiter di beberapa Negara Asia Tenggara sesuai tabel 2.3.
Di RSUP Sanglah Denpasar sekitar 70% kasus KTP berasal dari nodul goiter baik nodul soliter tunggal maupun multipel. Pada kasus tersebut umumnya secara mikroskopis akan ditemukan adanya latar belakang gambaran goiter di sekitar area neoplastik. Hal ini menunjukkan bahwa kasus KTP di RSUP Sanglah Denpasar juga berkaitan dengan kasus goiter.
(37)
13
Tabel 2.3
Tabel temuan beberapa studi di Malaysia dan Myanmar tentang hubungan antara karsinoma tiroid dan goiter (Htwe, 2012)
Studi; tahun Sarawak; 2000–2004 Kelantan; 1994–2004 Perak; 2004–2007 Myanmar; 1996–1998
Kesimpulan dan diskusi
•Insiden secara signifikan lebih tinggi
pada pria (p=0,01)
•Prevalensi tertinggi pada rentang usia
21-40 tahun
•Tipe histologis tersering: KTP
•28,1% dari 1.480 lesi tiroid merupakan
lesi neoplastik
•Tersering adalah KTP (76,6%)
•Mayoritas kasus (59.9%) terjadi dengan
latar belakang hiperplasia noduler
•Studi menunjukkan karsinoma tiroid
yang berkembang dari MNT terbanyak pada area defisiensi iodium
•Bukan merupakan area endemik ,
sampel sedikit tetapi Karsinoma tiroid lebih tinggi dari daerah lain (11%) dan KTP (57,5%)
•Rentang usia 21-60 tahun, tertinggi pada ras malay, diikuti india kemudian china.
•Kejadian karsinoma tiroid diantara
keseluuhan kasus lebih tinggi secara signifikan; p< 0,0001
•Frekuensi secara signifikan lebih tinggi
pada pasien usia 21-60 tahun; p < 0,008
•KTP dan adenoma folikuler secara
signifikan lebih tinggi dari tipe lainnya; p = 0,003
(38)
Studi epidemiologis lain telah melaporkan kaitan KTP dengan radiasi. Pada pertengahan abad yang lalu, karsinoma tiroid seringkali terdiagnosis pada individu yang sebelumnya pernah menjalani terapi radiasi dosis rendah pada bagian kepala leher untuk penyakit jinak seperti hemangioma, limfangioma, pembesaran kelenjar tymus, pembesaran tonsil dan adenoid. Laporan selanjutnya menyebutkan KTP dijumpai pada korban serangan bom atom di Jepang pada akhir perang dunia II (LiVolsi., 2011). Terakhir diketahui terjadi peningkatan tajam KTP pada anak-anak usia di bawah 15 tahun akibat bencana Chernobyl di Belarusia pada bulan april 1986 yang dikenal sebagai epidemik KTP (LiVolsi., 2011; De Lellis et al., 2004).
Tabel 2.4
Prevalensi kasus karsinoma tiroid selama 3 tahun (2008-2010) di Indonesia berdasarkan kelompok usia
Kelompok Prevalensi (%)
Usia 2008 2009 2010
<15 1,34 1,17 1,45
15-24 10,96 8,73 7,79
25-34 20,96 18,18 18,55
35-44 22,11 23,22 23,61
45-54 20,86 23,85 24,73
55-64 12,40 13,50 12,69
65-74 7,59 6,12 8,51
≥75 1,53 2,07 1,12
Berdasarkan kelompok usia, KTP bermanifestasi pada usia dewasa antara 20-50 tahun (median usia 43 tahun) dengan rasio perbandinganan antara perempuan dan laki-laki yaitu 4:1. Jika terjadi diatas usia 50 tahun, dominasi perempuan berkurang. Sedangkan median usia untuk kasus KTPVF sama dengan KTP pada umumnya yaitu
(39)
15
44 tahun dengan rasio perbandingan perempuan terhadap laki-laki yaitu 6:1 (De Lellis et al., 2004; Gupta et al., 2012; Chen et al., 2012). Sesuai tabel 2.4 di Indonesia, selama tahun 2008-2010 lebih dari 75% kasus karsinoma tiroid terjadi pada rentang usia 25-64 tahun, median usia yaitu 49 tahun, dengan rasio perbandingan antara kelompok perempuan terhadap laki-laki yaitu 4:1.
Tingkat mortalitas akibat karsinoma tiroid masih rendah, namun kejadiannya telah mengalami peningkatan sejak tahun 1992 dengan kecepatan 0,6% per tahun. Pada tahun 2010, data terbaru WHO menyebutkan insiden mortalitas karsinoma tiroid sebanyak 3,78%. Sedangkan untuk karsinoma berdiferensiasi baik seperti KTP, angka harapan hidup tergolong tinggi yaitu sekitar 82-86% dan sebanding antara KTP klasik maupun KTPVF (De Matos et al., 2012)
2.4 Faktor risiko
Terdapat beberapa faktor risiko terkait karsinoma tiroid terutama KTP, diantaranya goiter, paparan radiasi, tiroiditis limfositik, faktor hormonal dan faktor herediter (genetik). Goiter merupakan proliferasi kelenjar tiroid yang dapat terkait kondisi eutiroid, hipo- maupun hipertiroid akibat penyakit primer pada tiroid maupun rangsangan sekunder oleh faktor hormonal maupun faktor lain (Kondo et al., 2006). Di Indonesia, beberapa wilayah masih tercatat sebagai daerah endemis goiter akibat rendahnya asupan iodium. Adapula kasus goiter dengan etiologi yang belum jelas diketahui, dikenal sebagai goiter sporadik diyakini berkaitan dengan faktor biologis
(40)
intrinsik (prevalensi goiter lima hingga sepuluh kali lipat lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki), goitrogen alami, merokok, defisiensi zinc atau selenium dan stress emosional (Fuhrer et al., 2012).
Goiter dapat menimbulkan hiperplasia yang bersifat difusa maupun noduler (nodul tunggal dan multipel) dan dipercaya mempengaruhi peningkatan insiden KTP. Analisis klonal telah dimanfaatkan dalam membedakan hiperplasia dengan neoplasia, dimana hiperplasia digolongkan sebagai proliferasi yang bersifat poliklonal sedangkan neoplasia merupakan proliferasi monoklonal dari sel yang mengalami transformasi genetik. Pada tiroid, ditemukan perubahan pola monoklonal pada kelompok nodul yang sebelumnya merupakan nodul hiperplastik (Kondo et al., 2006). Mekanisme bagaimana perubahan poliklonal menjadi monoklonal ini merupakan interaksi antara faktor risiko goiter dan adanya predisposisi genetik yang selanjutnya menciptakan lingkungan mutagenik yang ditandai oleh peningkatan proliferasi sel disertai pembentukan radikal bebas yang memicu adanya mutasi somatik tirosit. Klonal tumor terbentuk jika defek genetik tidak dapat diperbaiki. Pada kondisi ini, mutasi merupakan pencetus proliferasi sel (Fuhrer et al., 2012). Goiter meningkatkan risiko karsinoma tiroid sebanyak dua setengah kali lipat (Cossu
et al., 2013)
Ditemukan bahwa insiden KTF lebih tinggi terjadi pada area goiter endemik yang berkaitan dengan rendahnya asupan iodium. Sedangkan insiden KTP lebih sering berkaitan dengan goiter sporadik pada area dengan asupan iodium yang cukup.
(41)
17
Sebuah penelitian eksperimental pada hewan coba yang sebelumnya dengan asupan iodium rendah kemudian diberikan suplementasi iodium didapatkan terjadinya perubahan morfologi folikuler menjadi papiler. Hal ini menunjukkan peranan kadar iodium lebih penting dalam memodulasi morfologi tumor daripada inisiator pada karsinogenesis tiroid. Jika propilaksis iodium diberikan, maka terjadi penurunan rata-rata TSH (Thyroid Stimulating Hormone) serum dan peningkatan perbandingan rasio struktur papiler : folikuler (Kondo et al., 2006). Selain itu peningkatan iodium juga berkaitan dengan frekuensi mutasi BRAFV600E dengan mekanisme yang belum
diketahui dan baru dibuktikan melalui beberapa studi epidemiologi (Pellegriti et al., 2013)
Gambar 2.2
Mekanisme nodul goiter sebagai faktor risiko KTP (Fuhrer et al., 2012) Radiasi meningkatkan risiko karsinoma tiroid hingga enam kali lipat (DeLellis et al., 2004) Paparan radiasi menyebabkan terjadinya tata ulang kromosom yang menghidupkan aktivitas gen secara berlebih, memicu instabilitas genomik melalui mekanisme langsung maupun tak langsung, menyebabkan perubahan awal genetik
(42)
yang melibatkan jalur sinyal mitogen activated protein kinase (MAPK). Aktivasi onkogenik sinyal MAPK selanjutnya meningkatkan instabilitas genomik, memicu perubahan lanjut genetik yang melibatkan jalur sinyal lainnya, regulator siklus sel dan berbagai molekul adesi. Instabilitas genomik dan perubahan genetik secara bersama-sama memicu progresi karsinoma tiroid (Kondo et al., 2006)
Gambar 2.3
Mekanisme beberapa faktor risiko seperti radiasi dalam memicu karsinoma tiroid (Kondo et al., 2006)
Infiltrat limfosit seringkali dijumpai pada KTP, mengindikasikan faktor imunologis yang terlibat dalam progresi KTP. Limfositik tiroiditis seperti pada tiroiditis Hashimoto maupun autoimun memicu KTP tidak hanya melalui peningkatan level TSH tetapi juga dengan memproduksi berbagai sitokin proinflamasi dan tekanan oksidatif yang meningkatkan tumorigenesis tiroid (Kondo et al., 2006). Risiko
(43)
19
terjadinya KTP akibat pengaruh imunologis sekitar satu sepertiga kali lipat dibandingkan populasi normal (Baloch et al., 2010).
Terjadinya kasus KTP yang dua hingga empat kali lebih sering pada wanita menunjukkan bahwa hormon pada wanita mengatur karsinogenesis tiroid. Beberapa penelitian melaporkan bahwa reseptor estrogen diekspresikan oleh sel-sel epitel folikel, sehingga pada pasien pemakai kontrasepsi oral maupun yang menjalani terapi estrogen rentan mengalami karsinoma tiroid karena estrogen dapat memicu proliferasi sel epitel folikel. Faktor lain seperti pada kehamilan terjadi peningkatan hormon tiroid serum dan estrogen yang mendukung peranan estrogen dalam karsinogenesis tiroid. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa estrogen dapat
meningkatkan ekspresi reseptor estrogen α (ERα) pada sel KTP non anaplastik,
meningkatkan proliferasi sel dan menghambat ekspresi protein pro-apoptosis. Sinyal estrogen berkaitan dengan KTP yang tidak agresif, dengan diferensiasi dan prognosis yang baik. Hal ini terjadi karena pada mayoritas KTP, efek proliferasi ERα akan dihambat oleh ekspresi dominan reseptor estrogen β (ERβ) (Kondo et al., 2006; Kavanagh et al., 2010)
Risiko karsinoma tiroid meningkat hingga enam kali lipat jika orang tua atau saudara mengalami karsinoma tiroid, hal ini menunjukkan adanya peranan faktor herediter. Bentuk idiopatik familial non-medullary thyroid carcinoma ditemukan pada 3,5-6,2% kasus karsinoma tiroid. Karsinoma tiroid familial berkaitan dengan beberapa sindrom tumor seperti gen adenomatous polyposis coli (APC), Cowden
(44)
disease (terkait mutasi gen PTEN/ Phosphatase with tensin homology gene), sindrom Werner (terkait mutasi gen WRN) serta karsinoma sel renal papiler (terjadi kerentanan pada lokus 1q21) dan goiter multinoduler familial (kerentanan pada lokus 19p13.2) (Kondo et al., 2006)
2.5 Patogenesis Karsinoma Tiroid Papiler Klasik dan Varian Folikuler
Karsinoma tiroid terjadi akibat akumulasi dari sejumlah perubahan di tingkat genomik (mutasi) yang dikenal sebagai instabilitas genomik. Berbeda dengan KTF, pada KTP kromosom masih diploid atau mendekati diploid dengan frekuensi Loss of Heterozygosity (LOH) yang lebih jarang. Perbedaan pola instabilitas kromosom ini menunjukkan bahwa kedua tipe karsinoma tiroid ini melalui jalur molekuler yang berbeda. Selanjutnya, instabilitas genomik memicu progresi neoplasma tiroid melalui peningkatan aktivasi onkogenik hingga terhindar dari apoptosis. Serupa dengan karsinoma di berbagai organ, proses karsinogenesis pada tiroid terjadi melalui berbagai tahapan (multi-step) sehingga menimbulkan berbagai perubahan yang dapat diamati secara histologik (Viglietto et al., 2012).
(45)
21
Gambar 2.4
Kaskade karsinogenesis neoplasma tiroid (Viglietto et al., 2012).
Terdapat tiga jalur utama perubahan biologi molekuler pada tumor-tumor yang berasal dari sel epitel folikel tiroid yaitu TSH/cAMP, MAP kinase (MAPK) dan P13K/AKT. Jalur mitogenik dan diferensiasi TSH/cAMP terlibat pada hipertiroidisme sedangkan jalur mitogenik MAPK terlibat dalam perkembangan karsinoma tiroid dan jalur P13K/AKT mempengaruhi perkembangan karsinoma yang masih berdiferensiasi maupun yang berdiferensiasi buruk. Mutasi reseptor TSH (TSHR) maupun Guanine
(46)
nucleotide-tiroid, meskipun beberapa laporan kasus pernah menunjukkan adanya mutasi GNAS1 pada karsinoma tiroid berdiferensiasi baik (Kondo et al., 2006).
Gambar 2.5
Jalur sinyal sel pada neoplasia sel folikuler (Kondo et al., 2006).
Secara umum, karsinogenesis KTP terjadi melalui jalur kaskade RAS-BRAF-MAPK. Tata ulang RET dan TRK merupakan karakteristik KTP yang berkaitan dengan pecahnya rangkaian DNA. Sedangkan penelitian lain menemukan rendahnya tata ulang kedua gen ini pada KTP dengan mutasi BRAF. Sehingga diketahui adanya dua mekanisme utama pada KTP dalam aktivasi kaskade ini yaitu tata ulang RET atau NTRK1 (Neurotrophic tyrosine kinase receptor1) dan aktivasi point mutation
(47)
23
atau NTRK selanjutnya menyandi reseptor tirosin kinase (TRK) transmembran (Chien et al, 2012). Sedangkan aktivasi point mutation pada BRAF, akan menjadi komponen signaling intermediet dari jalur MAPK, hal ini terjadi terutama pada tumor yang bersifat sporadik (Chien et al, 2012; Fuhrer et al., 2006; Viglietto et al., 2012)
Tata ulang gen RET/PTC diketahui sebagai alterasi genetik spesifik pertama pada karsinogenesis tiroid. Gen RET mengkode reseptor tirosin kinase dari glial cell-derived nervous growth factor dan secara endogen terekspresi pada sel neuroendokrin. Terjadi ekspresi yang salah dari potongan gen RET pada melalui fusi promotor pada regio N-terminal dari gen terkait (disebut PTC-1,2 dan seterusnya) dan regio C-terminal fungsional dari gen RET (mengandung tirosin kinase). Hasilnya adalah aktivasi RAS-RAF-MAPK signaling. Saat ini teridentifikasi lebih dari 8
protein chimera RET/PTC pada karsinoma tiroid, dimana RET/PTC-1 (inv(10)(q11.2;q21) dan RET/PTC-3 atau ELE1-RET (inv(10)(q11.2;q10) terhitung kira-kira 80% dan merupakan fusi gen yang tersering (Chien et al, 2012). Keduanya melibatkan inversi pada lengan panjang kromosom 10, menghasilkan perpaduan antara RET dengan gen Histone H4 (histone protein nucleosome) pada RET/PTC-1 atau RET dengan nuclear receptor coactivator 4 (NCOA4) pada RET/PTC-3 (Chien
et al., 2012; Santoro et al., 2006).
Tata ulang gen RET/PTC spesifik untuk tumor yang memiliki arsitektur klasik dan mikrokarsinoma dan prevalennya ditemukan lebih tinggi (30% sampai 65%) pada keganasan yang disebabkan oleh radiasi (Chernobyl-tumor) dan lebih jarang (5%
(48)
sampai 15%) pada kanker yang sporadis. KTP varian klasik berkaitan dengan RET/PTC1 (Chien et al., 2012).
Gambar 2.6
Tata ulang gen RET/PTC. A.Skema tampilan mekanisme molekuler terbentuknya onkogen PTC. B.Perbandingan antara protoonkogen RET dan onkogen RET/PTC
(Viglietto et al., 2012)
Tata ulang gen lainnya pada KTP adalah inversi kromosom 7q menghasilkan fusi antara BRAF dan AKAP 9 (A-kinase anchor protein 9 gene). Fusi protein ini meningkatkan aktivitas kinase. Sepertiga sampai setengah dari kasus KTP ditemukan
gain-of-function mutation pada gen BRAF (Chien et al, 2012; Constantine et al,
2007). BRAF berlokasi pada kromosom 7q32, dan terjadi transversi thymine ke
adenine yang menyebabkan perubahan valine menjadi glutamate pada kodon 600 (BRAF V600E) (Constantine et al., 2007; Salajegheh et al., 2008). Mutasi pada BRAF
V600E dapat menyebabkan aktivasi RAF kinase dan secara in vitro dapat
menyebabkan transformasi sel dengan efikasi yang lebih tinggi daripada wild-type
(49)
25
BRAF. Mutasi BRAF V600E dilaporkan sebagai defek molekular yang sering terjadi
pada KTP yang sporadis (berkisar antara 36% sampai 69%) dan pada KTP klasik (antara 29-69%). Sementara tata ulang gen AKAP9/BRAF (inv(7)(q21-22q34) terjadi pada radiation-induced karsinoma tiroid. Mutasi BRAF berkaitan dengan tumor yang lebih agresif, sehingga memiliki prognosis yang buruk (Chien et al., 2012).
Seperti halnya yang sering dijumpai pada KTF, 13% KTPVF mengalami translokasi kromosom t(2;3)(q13;p25) yang menggabungkan faktor transkripsi khusus tiroid PAX8 ke PPARɤ, reseptor hormon inti yang secara normal terlibat dalam diferensiasi sel berbagai jaringan. Selanjutnya ditemukan bahwa terdapat hubungan antara adanya translokasi PAX8-PPARɤ dengan KTPVF yang multifokal dan dengan invasi vaskuler. Sehingga tata ulangnya ini kemungkinan berperan memicu proses metastasis (Chien et al., 2012; Salajegheh et al., 2008).
Translokasi PAX8-PPARɤ juga disertai mutasi BRAF non konvensional (K601E)
yang menimbulkan penggantian lisin oleh glutamat pada kodon 601 (BRAF K601E),
akibatnya terjadi peningkatan aktivitas kinase seperti yang terjadi pada mutasi BRAF V600E pada KTP klasik. Namun aktivitas kinase BRAF V600E 2,5 kali lebih besar
daripada aktivitas kinase oleh BRAF K601E. Penelitian Trovisco dkk meyakinkan
bahwa mutasi BRAF K601E spesifik untuk KTPVF (Chien et al., 2012; Salajegheh et al., 2008).
Berikutnya juga dilaporkan bahwa pola mutasi Ras pada KTF serupa dengan yang terjadi pada sekitar 21% KTP terutama KTPVF. Hal ini menunjukkan kemungkinan
(50)
korelasi yang sangat kuat antara mutasi Ras dengan diferensiasi folikuler pada karsinogenesis tiroid. Terdapat tiga protoonkogen Ras, diantaranya HRAS (pada kromosom 11p11), KRAS (pada kromosom 12p12), dan NRAS (pada kromosom 1p13) merupakan kelompok famili besar protein yang berikatan dengan guanosin triposfat (GTP) (Salajegheh et al., 2008). Mutasi pada karsinoma tiroid ini melibatkan kodon 61 dari HRAS dan NRAS. Diketahui bahwa insiden mutasi Ras lebih jarang dijumpai pada karsinoma tiroid yang berdiferensiasi baik dibandingkan dengan yang berdiferensiasi buruk maupun yang anaplastik. Hal ini membuktikan bahwa mutasi Ras berhubungan dengan progresi tumor (Kondo et al., 2006).
Selain keseluruhan proses intraseluler tersebut, progresi KTP berkaitan dengan berbagai proses ekstraseluler seperti interaksi antar sel maupun interaksi sel dengan ECM yang pada akhirnya juga mempengaruhi kondisi intraseluler (gambar 2.7).
Fibroblast growth factor (FGF) dan reseptornya (FGFR) merupakan regulator penting dalam proses tomorigenesis maupun angiogenesis pada KTP. Pada berbagai karsinoma tiroid akan terekspresi FGFR1, FGFR3 maupun FGFR4, sedangkan FGFR2 hanya terekspresi pada tiroid normal dewasa. FGFR4 akan terekspresi pada fenotip yang agresif mempengaruhi proliferasi, migrasi maupun diferensiasi sel. Selain itu reseptor tirosin kinase MET yang merupakan reseptor untuk hepatocyte growth factor (HGF) diketahui terekspresi kuat pada KTP (77-93%) dan berkaitan dengan motilitas, kemampuan invasif dan memicu angiogenesis (Kondo et al., 2006).
(51)
27
Gambar 2.7
Interaksi antar sel dengan sel dan sel dengan ECM pada karsinoma tiroid (Kondo
et al., 2006).
Ligan Vascular endothelial growth factor (VEGF) seperti VEGFA, VEGFB, VEGFC dan VEGFD berikatan dengan reseptornya dan memicu proliferasi sel endotel dan limfatik. Ditemukan bahwa overekspresi VEGFC dan VEGFD pada KTP berkaitan dengan densitas metastasis limfatik maupun KGB. Keseluruhan interaksi ini juga dapat meningkatkan regulasi fibronektin pada KTP yang tidak invasif. Fibronektin merupakan protein matriks ekstraseluler yang mengatur adesi, migrasi, invasi tumor dan metastasis. Molekul adesi ini secara umum menghubungkan sel ke kolagen atau substrat proteoglikan ECM lainnya. Pada kasus KTP yang invasif terjadi penurunan ekspresi fibronektin dan kemampuan adesinya didegradasi oleh MMP (Kondo et al., 2006).
(52)
2.6 Gejala klinis dan Makroskopis
Secara umum, KTP tampak sebagai massa tiroid atau cold nodule pada scan radioaktif iodium atau seperti limfadenopati regio servikal. Pada area dengan defisiensi iodium, KTP dapat berkembang dan tampak sebagai nodul yang berbeda diantara goiter multinoduler. Sedangkan pada populasi dengan asupan iodium yang cukup, KTP tampak sebagai nodul soliter yang teraba diantara kelenjar tiroid normal. KTP seringkali ditemukan secara insidental pada nodul tiroid yang tidak teraba, misalnya pada kasus trauma atau penyakit lainnya saat pemeriksaan imaging seperti USG (Ultrasonografi). Nodul preklinis yang berupa fokus kecil atau fokus mikroskopik KTP juga kadang ditemukan pada saat otopsi. Pentingnya arti klinis karsinoma papiler yang tidak teraba tidak terlalu diperdebatkan sejak diketahui bahwa karsinoma papiler dengan ukuran yang besar dan teraba pada pasien usia muda memiliki harapan hidup 20 tahun sebanyak lebih dari 98% (De Lellis et al., 2004).
KTP klasik dapat menunjukkan berbagai pola makroskopis, lesi umumnya berupa massa padat putih keabu-abuan dengan tepi yang ireguler atau kadang tampak infiltrasi secara makroskopis ke parenkim tiroid sekitarnya. Beberapa kasus dapat menunjukkan gambaran papil, perubahan kistik, kalsifikasi distrofik atau bahkan pembentukan tulang. Ukuran tumor bervariasi, dari terkecil (<1 mm) hingga beberapa sentimeter, ukuran rata-rata sekitar 2-3 cm. Tumor yang multisentrik juga sering terjadi. Pada kasus lainnya tumor primer tampak solid meskipun metastasis ke KGB menunjukkan gambaran kistik.
(53)
29
Gambar 2.8
Makroskopis karsinoma tiroid papiler. A. Irisan KTP klasik menunjukkan lesi dapat bersifat multifokal, lesi terbesar berupa area kistik dengan tonjolan papiler di dalamnya. (foto dari John Nicholls, MD, Hong Kong University) B. Lesi soliter dan
berkapsel pada KTPVF menyerupai adenoma folikuler (Baloch et al., 2011). Karsinoma papiler juga dapat berkembang dari kista duktus tiroglosus dan dapat menunjukkan perluasan langsung ke lemak peritiroid, otot skeletal, esofagus, larynx dan trakea. Karsinoma papiler memiliki kemampuan menginvasi sistem limfatik dalam kelenjar tiroid sehingga metastasis ke kelenjar getah bening sering terjadi.
Untuk KTPVF, secara makroskopis sering menyerupai adenoma folikuler
encapsulated yaitu berupa tumor cenderung soliter berbentuk bulat hingga ovoid, dan berkapsel (De Lellis et al., 2004). Pada irisan akan tampak berwarna kuning kecoklatan, mengkilat (glassy) karena kandungan koloid yang dimilikinya (Baloch et al., 2010).
(54)
2.7 Mikroskopis Karsinoma Papiler Tiroid Klasik dan Varian Folikuler
Terdapat berbagai varian/ subtipe KTP, diantaranya varian terbanyak yaitu varian klasik yang didominasi pola pertumbuhan papiler dan varian terbanyak berikutnya yaitu varian folikuler (KTPVF) yang didominasi dengan pola pertumbuhan folikuler. Selain itu terdapat pula varian lain yang lebih agresif dilihat dari pola pertumbuhan, tipe sel dan reaksi stroma seperti tall cell, columnar cell, diffuse sclerosing, clear cell
dan varian onkositik (Salajegheh et al., 2008). Secara umum, kriteria diagnosis KTP awalnya didasarkan pada pola pertumbuhan papiler, namun saat ini sesuai ketetapan WHO, hallmark diagnosis KTP didasarkan pada karakteristik inti (LiVolsi, 2011).
Gambaran histologi karakteristik inti KTP yaitu inti sel yang jernih, kosong, atau
Orphan Annie eye. Inti jernih ini berukuran lebih besar dengan bentuk yang lebih ireguler dibandingkan inti sel folikel normal dan mengandung kromatin yang hipodens. Gambaran inti yang jernih berkaitan dengan area tengah inti yang eukromatin sedangkan area heterokromatin mayoritas terpusat di tepi inti. Anak inti juga membenam di bagian tepi inti sehingga anak inti menjadi tidak terlihat. Inti pada KTP ini tersusun saling tumpang tindih (overlapping) terkait dengan sitoplasma sel epitelial folikel ganas yang terpusat di bagian apikal maupun basal sehingga inti sel yang berdekatan tampak ramai dan saling tumpang tindih (LiVolsi, 2011). Sayangnya gambaran inti yang jernih tidak hanya dijumpai pada KTP, tetapi juga dapat timbul pada kasus tiroiditis autoimun khususnya tiroiditis hashimoto. Tetapi pada kasus non neoplastik seperti tiroiditis, gambaran inti jernih bersifat fokal. Karakteristik inti
(55)
31
lainnya yaitu adanya nuclear groove yaitu gambaran inti yang terbelah seperti biji kopi (LiVolsi, 2011; Gonzalez et al., 2011).
Pada KTP klasik, susunan sel didominasi oleh struktur papiler namun dapat bervariasi dan bercampur dengan struktur folikuler (Gonzalez et al., 2011). Struktur papiler umumnya kompleks dan bercabang, pada beberapa kasus papil bisa sangat edematous. Struktur papiler ini dilapisi oleh epitel dengan polaritas yang terganggu dan sitoplasma yang eosinofilik. Pola arsitektur lain seperti folikuler maupun solid umumnya bersamaan dengan struktur papiler dan sangat jarang menemukan pola petumbuhan papiler murni (Livolsi, 2011).
Papiler pada KTP harus dibedakan dengan struktur papiler yang terkadang ditemukan pada goiter noduler atau adenoma folikuler dengan papil, dan dari lipatan papiler pendek hiperplasia difus. Pada kondisi tersebut, inti sel epitelnya umumnya bulat, terletak di basal dan yang terpenting tidak menunjukkan gambaran inti karsinoma papiler atau kalaupun ada hanya dalam jumlah yang sangat sedikit (De Lellis et al., 2004).
(56)
Gambar 2.9 Karakteristik inti KTP
A.Inti menggambarkan ground glass appearance (tanda panah). B.Karakeristik lain inti KTP yaitu nuclear groove (tanda panah) (Livolsi, 2011; DeLellis et al., 2004)
Gambar 2.10 Mikroskopis KTP klasik
A. KTP dengan struktur papiler yang dominan. B. Fibrovascular core pada KTP klasik (Gonzales et al., 2011)
A B
(57)
33
Varian KTP lainnya yang sering yaitu KTPVF. Deskripsi histologik KTPVF pertama kali diperkenalkan oleh Lindsay pada tahun 1960, diikuti oleh Chen dan Rosai tahun 1977 dan Rosai et al tahun 1983. Sesuai dengan namanya, KTPFV ditandai oleh gambaran inti KTP yang khas (inti jernih, groove dan pseudoinklusi) disertai pola pertumbuhan folikuler. Pola pertumbuhan folikuler dapat dijumpai pada KTP dengan beragam proporsi dan istilah KTPVF awalnya dipakai untuk karsinoma invasif yang menunjukkan arsitektur histologis folikuler yang dominan. Ini berarti bahwa KTPVF merupakan KTP dengan komponen folikuler yang dominan, dan adanya proporsi minor dari komponen papiler masih dapat diterima. Namun gambaran komponen papiler merupakan papiler abortif yaitu berupa tonjolan papiler yang pendek tanpa tangkai (stalk) yang jelas, menyerupai komponen papiler pada goiter hiperplastik (Koseoglu et al., 2006). Pada beberapa laporan, masih adanya komponen papiler pada sekitar 20% atau bahkan 30% masih diterima sebagai KTPVF (Kakudo et al., 2012).
(58)
Gambar 2.11
KTPVF yang encapsulated. KTP tersusun membentuk struktur folikuler pada seluruh area tumor dengan inti menunjukkan karakteristik KTP (Gonzalez et al.,
2011).
KTPVF memiliki beberapa varian, diantaranya varian encapsulated, nonencapsulated, dan difus (Gupta et al., 2012). KTPVF varian encapsulated
seringkali dikelirukan dengan adenoma folikular. Sehingga untuk menegaskan diagnosis KTPFV pada kasus lesi tiroid berkapsel, LiVolsi and Baloch menetapkan kriteria ditemukannya karakteristik sitologi KTP baik multifokal maupun difus pada KTPFV yang berkapsel (Chen et al., 2012). Chan mengajukan kriteria yang lebih ketat meliputi evaluasi gambaran mayor dan minor. Terdapat empat gambaran mayor, antara lain: (1) inti oval hingga bulat, (2) inti yang tumpang tindih dengan polaritas terganggu, (3) pola kromatin inti yang jernih atau pucat pada hampir seluruh lesi atau gambaran groove yang jelas, dan (4) adanya psammoma bodies. Jika hanya ada satu gambaran yang teridentifikasi, seluruh kriteria minor diperlukan untuk
(59)
35
menyimpulkan diagnosis. Kriteria minor tersebut mencakup: (1) adanya papil abortif, (2) didominasi oleh folikel yang memanjang atau ireguler, (3) koloid berwarna gelap, (4) adanya pseudoinklusi inti, dan (5) histiosit berinti banyak pada lumen folikel (Chen et al., 2012). Selain itu, folikel neoplastik pada KTPVF umumnya dengan bentuk yang ireguler dan ukuran yang lebih bervariasi daripada karsinoma maupun adenoma folikuler(Baloch et al., 2011).
Gambaran psammoma bodies, kalsifikasi dan respon desmoplastik dapat ditemukan pada KTPVF tapi cenderung lebih jarang jika dibandingkan dengan KTP klasik. Psammoma bodies tampak sebagai “bayangan” papil yang telah mati
merupakan diferensiasi kalsifikasi distrofik terbentuk dari area infark fokal pada ujung papil yang menarik kalsium. Infark yang terus menerus disertai deposit kalsium menimbulkan lamelasi. Psammoma bodies biasanya tampak pada bagian sentral tangkai, pada stroma tumor, atau pembuluh limfatik, namun tidak pernah berada di dalam folikel neoplastik (koloid) (Livolsi 2011; De Lellis et al., 2004).
2.8 Sistem Stadium dan Pola Perluasan Karsinoma Tiroid Papiler
Klasifikasi stadium tumor tiroid sesuai sistem TNM yang didasarkan pada ukuran tumor (T), penyebaran limfatik (N), dan metastasis jauh (M). Sistem TNM ini disahkan oleh International Union Against Cancer (IUCC) dan American Joint Commission on Cancer (AJCC). Berikut penjabaran klasifikasi sistem TNM berdasarkan AJCC dalam menentukan stadium karsinoma tiroid (Rubin et al., 2012).
(60)
Tabel 2.5
Sistem TNM berdasarkan AJCC (Rubin et al., 2012)
Definisi TNM Kelompok stadium
T1
Dimensi terbesar tumor ≤2 cm, terbatas pada tiroid N0
Tanpa metastasis KGB regional
Stadium I T1 N0 M0
T2
Dimensi terbesar tumor
>2cm tetapi ≤ 4 cm
N0
Tanpa metastasis KGB regional
Stadium II T2N0M0
T3
Dimensi terbesar tumor >4 cm atau tumor dengan berbagai ukuran dengan perluasan ekstratiroid minimal (contoh: ke otot sternotiroid)
N1a
Metastasis ke level VI (KGB Pretrakea, paratrakea dan Delphian/ Prelaringeal)
Stadium III T3N0M0 T1N1aM0 T2N1aM0 T3N1aM0 T4a
Tumor berbagai ukuran melewati kapsel, kejaringan subkutan, laring, trakea, esophagus
dan recurrent laryngeal
nerve.
N1b
Metastasis ke KGB servikal unilateral, bilateral, kontralateral atau superior mediastinum. Stadium IVa T4aN0M0 T4aN1aM0 T1N1bM0 T2N1bM0 T3N1bM0 T4N1bM0 T4b
Tumor menginvasi fascia prevertebra atau menyelubungi arteri karotis atau pembuluh darah mediastinal
Stadium IVb T4b berbagai N
M0
M1
Metastasis jauh Stadum IVc
Berbagai T Berbagai N M1
(61)
37
Invasi kapsel maupun invasi intravasa merupakan faktor prediktif terjadinya metastasis pada KTP. Selanjutnya adanya metastasis baik ke KGB maupun metastasis jauh mempengaruhi tingginya angka kekambuhan dan mortalitas pada pasien KTP (Gupta et al., 2012). Secara morfologi, KTPVF cenderung lebih sering berkapsel dibandingkan KTP klasik sehingga gambaran invasi kapsel lebih sering dijumpai pada kasus KTPVF, seperti halnya pada KTF maupun adenoma folikuler. Frekuensi invasi kapsel pada KTPVF encapsulated lebih tinggi dibandingkan KTP klasik yaitu 65% berbanding 38% (Gupta et al., 2012; Chen et al., 2012). Pada KTPVF
encapsulated, kaskade perluasan tumor diawali dengan invasi tumor melewati kapselnya, baik tanpa atau disertai adanya invasi vasa intra kapsuler maupun ekstra kapsuler. Seiring dengan peningkatan ukuran tumor dan kemampuan invasifnya, akhirnya terjadi kaskade lanjutan berupa perluasan tumor ke jaringan ekstra tiroid. Namun proses lanjutan ini jarang terjadi pada KTPVF encapsulated, perluasan ekstra tiroid lebih sering dijumpai pada KTPVF nonencapsulated dalam frekuensi yang sebanding dengan KTP klasik (Chen et al., 2012; Chrisoulidou et al., 2011; Ghossein
et al., 2009). Penentuan kriteria adanya invasi kapsel pada KTPVF sama seperti penentuan invasi kapsel pada KTF (Ghossein et al., 2009).
(62)
Gambar 2.12
Gambaran Skematik Interpretasi Invasi Kapsel (Ghossein et al., 2009)
Gambar 2.12 menunjukkan bahwa follicular neoplasm (oranye) yang dikelilingi oleh kapsel fibrous (hijau). A dan B menggambarkan bagian tumor belum melewati kapsel, C. Tumor secara total melewati kapsel, D. Tumor diliputi oleh kapsel fibrous tipis, namun sudah meluas melampaui garis imajiner yang ditarik melalui kontur luar kapsel, E. Satellite tumor nodule dengan arsitektur dan sitomorfologi yang sama dengan tumor utama berada di luar kapsel, F. Folikel terletak tegak lurus pada kapsel memberi kesan adanya invasi, G. Folikel terletak sejajar pada kapsel, H. Tumor menyerupai gambaran mushroom, secara total melewati kapsel, I. Tumor menyerupai gambaran mushroom, namun belum melampaui kapsel, J. Folikel neoplastik pada kapsel fibrous disertai adanya sel limfosit dan siderofag, berkaitan dengan ruptur kapsel karena tusukan jarum saat pemeriksaan FNAB sebelumnya. Yang digolongkan
(63)
39
telah mengalami invasi kapsel adalah C, D, E dan H sedangkan A, B, F, G, I dan J belum dinyatakan mengalami invasi kapsel (Ghossein et al., 2009).
KTPVF merupakan varian KTP yang unik karena pola invasinya beragam, selain menembus kapsel dan menimbulkan perluasan ke jaringan ekstratiroid, KTPVF dapat meluas melalui vaskuler sehingga menimbulkan metastasis ke organ jauh dan dapat pula serupa dengan KTP klasik yang melalui jalur limfonodi dan akhirnya bermatastasis di KGB. Hal ini berkaitan dengan latar belakang molekuler KTPVF yang dapat mengikuti pola molekuler KTP klasik maupun KTF (Chen et al., 2012; Chrisoulidou et al., 2011; Ghossein et al., 2009).
Penentuan adanya invasi vaskuler pada KTPVF maupun KTP klasik berdasarkan kriteria 1) adanya sel tumor pada ruang vaskuler, 2) adanya sel tumor yang menempel di endotel vaskuler, 3) adanya sel tumor yang invasif melalui dinding pembuluh darah dan endotel dan 4) adanya trombus yang menempel pada tumor intravaskuler (Mete et al., 2011). Frekuensi invasi vaskuler pada KTPVF juga lebih tinggi daripada KTP klasik yaitu 25% berbanding 5%. Pada berbagai penelitian, frekuensi terjadinya metastasis jauh pada KTP berkisar antara 1,73-8,4% kasus yang umumnya terjadi pada KTPVF. Dari hasil review 13 penelitian dilaporkan bahwa frekuensi metastasis jauh tersering yaitu pada paru (49%), diikuti tulang (25%) dan pada tulang maupun paru (5%). Sedangkan metastasis ke KGB dijumpai pada sekitar 35% keseluruhan kasus KTP dan 70% diantaranya terjadi pada KTP klasik. Kecenderungan KTP klasik untuk menimbulkan metastasis melalui KGB berkaitan juga dengan dasar biologi
(64)
molekulernya yaitu adanya perubahan genetik akibat mutasi BRAF dan tata ulang RET/PTC (Chen et al., 2012; Chrisoulidou et al., 2011; Ghossein et al., 2009; NCNN, 2012).
2.9Penanganan Karsinoma Tiroid Papiler
Penanganan pasien dengan KTP secara umum terdiri dari empat komponen utama diantaranya ekstirpasi pembedahan yang adekuat, ablasi RAI (Radioactive Iodine) tambahan pada kasus tertentu, supresi TSH, dan surveillance. Keseluruhan strategi terapi tergantung pada temuan preoperatif dan intraoperatif sesuai klasifikasi TNM serta evaluasi postoperatif yang berkaitan dengan perangai biologis tumor (Cooper et al., 2006; NCCN, 2012). Penelitan sebelumnya menunjukkan perangai KTPVF varian encapsulated berbeda dengan KTP klasik, terkait tingkat mutasi BRAF V600E
dan metastasis KGB yang lebih rendah. Berbeda dengan KTPVF non encapsulated
yang perangai biologisnya menyerupai KTP klasik, dengan tingkat mutasi BRAF V600E dan metastasis KGB yang secara signifikan lebih tinggi. Namun penelitian terbaru menemukan bahwa perangai kedua varian KTPVF ini tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna, sehingga penentuan agresivitas kasus KTPVF dari berbagai aspek sangat penting untuk ketegasan penentuan terapi karena kasus yang agresif memerlukan tiroidektomi total, radical neck dissection (RND) dan ablasi RAI (Constantine et al., 2007; Chang et al., 2006; Xing et al., 2005)
(1)
KTP Statistic Std. Error Ukuran KTP Klasik
Intrakompartemen
Mean 2.1800 .46087
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.1374 Upper Bound 3.2226
Median 2.0000
Std. Deviation 1.45739
Minimum .50
Maximum 5.00
KTP Klasik
Ekstrakompartemen
Mean 3.6700 .55778
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.4082 Upper Bound 4.9318
Median 3.0000
Std. Deviation 1.76387
Minimum 1.20
Maximum 7.00
KTPVF Intrakompartemen Mean 4.1500 .44752
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.1376 Upper Bound 5.1624
Median 4.0000
Std. Deviation 1.41520
Minimum 2.00
Maximum 6.50
KTPVF Ekstrakompartemen Mean 3.9500 .96162
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.7747 Upper Bound 6.1253
Median 3.2500
Std. Deviation 3.04092
Minimum .50
(2)
Lampiran 6d. Analisis Statistik Beda Rerata Ukuran Tumor Pada Seluruh
Kelompok KTP
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 26.252 14 1.875 1.974 .067
Within Groups 23.748 25 .950
Total 50.000 39
Lampiran 6e. Analisis Statistik Beda Rerata Ukuran Tumor antara KTP Klasik
dan KTPVF
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 4.152 14 .297 1.268 .292
Within Groups 5.848 25 .234
Total 10.000 39
Lampiran 6f. Analisis Beda Rerata Ukuran Tumor antara KTP Intrakompartemen
dan Ekstrakompartemen
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 4.271 14 .305 1.331 .258
Within Groups 5.729 25 .229
Total 10.000 39
Lampiran 6g. Analisis Beda Rerata Ukuran Tumor antara KTP Klasik
Intrakompartemen dan KTPVF Intrakompartemen
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3.750 10 .375 2.700 .075
Within Groups 1.250 9 .139
(3)
Intrakompartemen dan KTP Klasik Ekstrakompartemen
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3.750 10 .375 2.700 .075
Within Groups 1.250 9 .139
Total 5.000 19
Lampiran 6i. Analisis Beda Rerata Ukuran Tumor antara KTP Klasik
Ekstrakompartemen dan KTPVF Intrakompartemen
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.000 9 .222 .741 .669
Within Groups 3.000 10 .300
Total 5.000 19
Lampiran 6j. Analisis Beda Rerata Ukuran Tumor antara KTP VF
Intrakompartemen dan KTPVF Ekstrakompartemen
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3.167 10 .317 1.555 .260
Within Groups 1.833 9 .204
Total 5.000 19
Lampiran 6k. Analisis Beda Rerata Ukuran Tumor antara KTP Klasik
Ekstrakompartemen dan KTPVF Ekstrakompartemen
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3.200 10 .320 1.600 .246
Within Groups 1.800 9 .200
(4)
Lampiran 7 Statistik Perbandingan Skor Ekspresi MMP-9 Pada Kelompok KTP
Klasik
Intrakompartemen,
KTP
Klasik
Ekstrakompartemen,
KTPVF
Intrakompartemen dan KTPVF Ekstrakompartemen Deskriptif Skor MMP-9 pada
Seluruh Kelompok KTP
Lampiran 7a. Data Deskriptif Perbandingan Skor Ekspresi MMP-9 antar seluruh Kelompok
KTP
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower
Bound
Upper Bound KTP Klasik
Intrakompartemen
10 2.6000 1.77639 .56174 1.3292 3.8708 1.00 6.00
KTP Klasik
Ekstrakompartemen
10 7.8000 1.54919 .48990 6.6918 8.9082 6.00 9.00
KTPVF Intrakompartemen 10 3.7000 1.76698 .55877 2.4360 4.9640 2.00 6.00 KTPVF Ekstrakompartemen 10 7.0000 1.82574 .57735 5.6939 8.3061 4.00 9.00 Total 40 5.2750 2.76412 .43705 4.3910 6.1590 1.00 9.00
Lampiran 7b. Uji Homogenitas Skor Ekspresi MMP-9 antar Kelompok KTP
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.097 3 36 .961
Lampiran 7c. Uji Analisis Perbedaan Skor MMP-9 Antar Seluruh Kelompok KTP
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 189.875 3 63.292 21.078 .000 Within Groups 108.100 36 3.003
(5)
Lampiran 7d. Uji Komparasi Multipel antar Seluruh Kelompok KTP
Dependent Variable:SkorMMP9(I) KTP (J) KTP
Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Tukey HSD KTP Klasik Intrakompartemen
KTP Klasik Ekstrakompartemen -5.20000* .77496 .000 -7.2871 -3.1129 KTPVF Intrakompartemen -1.10000 .77496 .496 -3.1871 .9871 KTPVF Ekstrakompartemen -4.40000* .77496 .000 -6.4871 -2.3129 KTP Klasik
Ekstrakompartem en
KTP Klasik Intrakompartemen 5.20000* .77496 .000 3.1129 7.2871 KTPVF Intrakompartemen 4.10000* .77496 .000 2.0129 6.1871 KTPVF Ekstrakompartemen .80000 .77496 .732 -1.2871 2.8871 KTPVF
Intrakompartemen
KTP Klasik Intrakompartemen 1.10000 .77496 .496 -.9871 3.1871 KTP Klasik Ekstrakompartemen -4.10000* .77496 .000 -6.1871 -2.0129 KTPVF Ekstrakompartemen -3.30000* .77496 .001 -5.3871 -1.2129 KTPVF
Ekstrakompartem en
KTP Klasik Intrakompartemen 4.40000* .77496 .000 2.3129 6.4871 KTP Klasik Ekstrakompartemen -.80000 .77496 .732 -2.8871 1.2871 KTPVF Intrakompartemen 3.30000* .77496 .001 1.2129 5.3871 LSD KTP Klasik
Intrakompartemen
KTP Klasik Ekstrakompartemen -5.20000* .77496 .000 -6.7717 -3.6283 KTPVF Intrakompartemen -1.10000 .77496 .164 -2.6717 .4717 KTPVF Ekstrakompartemen -4.40000* .77496 .000 -5.9717 -2.8283 KTP Klasik
Ekstrakompartem en
KTP Klasik Intrakompartemen 5.20000* .77496 .000 3.6283 6.7717 KTPVF Intrakompartemen 4.10000* .77496 .000 2.5283 5.6717 KTPVF Ekstrakompartemen .80000 .77496 .309 -.7717 2.3717 KTPVF
Intrakompartemen
KTP Klasik Intrakompartemen 1.10000 .77496 .164 -.4717 2.6717 KTP Klasik Ekstrakompartemen -4.10000* .77496 .000 -5.6717 -2.5283 KTPVF Ekstrakompartemen -3.30000* .77496 .000 -4.8717 -1.7283 KTPVF
Ekstrakompartem en
KTP Klasik Intrakompartemen 4.40000* .77496 .000 2.8283 5.9717 KTP Klasik Ekstrakompartemen -.80000 .77496 .309 -2.3717 .7717 KTPVF Intrakompartemen 3.30000* .77496 .000 1.7283 4.8717 Tamha
ne
KTP Klasik Intrakompartemen
KTP Klasik Ekstrakompartemen -5.20000* .74536 .000 -7.4059 -2.9941 KTPVF Intrakompartemen -1.10000 .79232 .700 -3.4397 1.2397 KTPVF Ekstrakompartemen -4.40000* .80554 .000 -6.7789 -2.0211 KTP Klasik
Ekstrakompartem en
KTP Klasik Intrakompartemen 5.20000* .74536 .000 2.9941 7.4059 KTPVF Intrakompartemen 4.10000* .74312 .000 1.9011 6.2989 KTPVF Ekstrakompartemen .80000 .75719 .887 -1.4431 3.0431 KTPVF
Intrakompartemen
KTP Klasik Intrakompartemen 1.10000 .79232 .700 -1.2397 3.4397 KTP Klasik Ekstrakompartemen -4.10000* .74312 .000 -6.2989 -1.9011 KTPVF Ekstrakompartemen -3.30000* .80346 .004 -5.6729 -.9271 KTPVF
Ekstrakompartem en
KTP Klasik Intrakompartemen 4.40000* .80554 .000 2.0211 6.7789 KTP Klasik Ekstrakompartemen -.80000 .75719 .887 -3.0431 1.4431 KTPVF Intrakompartemen 3.30000* .80346 .004 .9271 5.6729 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
(6)
Lampiran 8 Analisis Statistik (Uji ANCOVA) Pengaruh Antar Seluruh Variabel
terhadap Perbedaan Skor Ekspresi MMP-9
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:SkorMMP9
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Partial Eta Squared Corrected Model 197.101a 6 32.850 10.747 .000 .661
Intercept 39.932 1 39.932 13.063 .001 .284
Usia 4.513 1 4.513 1.476 .233 .043
Sex 2.176 1 2.176 .712 .405 .021
Ukuran .040 1 .040 .013 .909 .000
KTP 171.988 3 57.329 18.755 .000 .630
Error 100.874 33 3.057
Total 1411.000 40
Corrected Total 297.975 39 a. R Squared = .661 (Adjusted R Squared = .600)
Parameter Estimates
Dependent Variable:SkorMMP9
Parameter B
Std.
Error t Sig.
95% Confidence Interval
Partial Eta Squared Lower Bound Upper Bound
Intercept 7.063 1.702 4.149 .000 3.600 10.527 .343
Usia -.023 .019 -1.215 .233 -.062 .016 .043
Sex .532 .630 .844 .405 -.750 1.813 .021
Ukuran .017 .145 .115 .909 -.278 .311 .000
[KTP=1] -4.329 .844 -5.131 .000 -6.045 -2.612 .444
[KTP=2] .839 .795 1.056 .299 -.778 2.457 .033
[KTP=3] -3.252 .812 -4.004 .000 -4.905 -1.600 .327
[KTP=4] 0a . . . .