TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN KONVEKSI INDRADILA TERHADAP KONSUMEN YANG DIRUGIKAN DALAM PERJANJIAN JUAL BELI (STUDI KASUS : ANTARA PIHAK BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA DENGAN PIHAK PERUSAHAAN KONVEKSI INDRADILA).

(1)

i

SKRIPSI

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN KONVEKSI

INDRADILA TERHADAP KONSUMEN YANG

DIRUGIKAN DALAM PERJANJIAN JUAL BELI

(STUDI KASUS: ANTARA PIHAK BADAN

EKSEKUTIF MAHASISWA DENGAN PIHAK

PERUSAHAAN KONVEKSI INDRADILA)

I MADE DENO KARDIKA PUTRA 1203005131

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

ii

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN KONVEKSI

INDRADILA TERHADAP KONSUMEN YANG

DIRUGIKAN DALAM PERJANJIAN JUAL BELI

(STUDI KASUS: ANTARA PIHAK BADAN

EKSEKUTIF MAHASISWA DENGAN PIHAK

PERUSAHAAN KONVEKSI INDRADILA)

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

I MADE DENO KARDIKA PUTRA NIM. 1203005131

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(3)

iii Lembar Persetujuan Pembimbing

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 2 MEI 2016

PEMBIMBING I

Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH. NIP. 19550306 198403 1 003

PEMBIMBING II

Dr. Dewa Gde Rudy, SH., M.Hum. NIP. 19590114 198601 1 001


(4)

iv

SKRIPSI INI TELAH DIUJI PADA TANGGAL : 20 JUNI 2016

Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Nomor 187/UN14.1.11.1/PP.05.02/2016

Ketua : Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH.

NIP. 195503061984031003 ( )

Sekretaris : Dr. Dewa Gde Rudy, SH.,M.Hum

NIP. 195901141986011001 ( )

Anggota : 1. Ida Bagus Putu Sutama, SH.,M.Si

NIP. 195706131986011005 ( )

2. I Made Dedy Priyanto, SH.,M.Kn

NIP. 198404112008121003 ( )

3. I Made Pujawan, SH.,MH


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala rahmat dan karunia-Nya penulisan skripsi yang berjudul

“TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN KONVEKSI INDRADILA

TERHADAP KONSUMEN YANG DIRUGIKAN DALAM PERJANJIAN JUAL

BELI (STUDI KASUS: ANTARA PIHAK BADAN EKSEKUTIF

MAHASISWA DENGAN PIHAK PERUSAHAAN KONVEKSI INDRADILA)”

ini, dapat terselesaikan. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana. Penulis berharap semoga skripsi ini memenuhi kriteria salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Penulisan skripsi ini terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, melalui kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, S.H., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana;

2. Bapak Dr. Gde Made Swardhana, S.H., M.H., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana;

3. Ibu Dr. Ni Ketut Sri Utari, S.H., M.H., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana;


(6)

vi

4. Bapak Dr. I Gede Yusa, S.H., M.H., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana;

5. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH., selaku Dosen Pembimbing I, Pembimbing Akademik, dan sekaligus Ketua Bagian Hukum Bisnis yang telah sabar memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini;

6. Bapak Dr. Dewa Gde Rudy, Dosen Pembimbing II yang telah sabar dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini;

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama kuliah kepada penulis;

8. Bapak dan Ibu Staf Laboratorium Hukum, Perpustakaan, dan Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Udayana;

9. Kepada kedua orang tua saya, I Nyoman Londen dan Ni Ketut Wiriani, yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

10. Kepada saudara terdekat penulis, Luh Putu Vira Cintya Dewi dan Ni Nyoman Desia Cantika Dewi yang selalu memberikan dukungan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

11. Kepada sahabat-sahabat penulis Surya dan Ryan yang setiap hari selalu menemani dalam keadaan apapun, dan terima kasih untuk BARBADOS: Dirga, Dodi, Ardy, Andik, Jason, Didit, Zenit, Ditha, Adi, Surya dan juga PUTRA SANGKUNI: Gus Wisnu, Gus Wahyu, Cahya Pujawan dan


(7)

vii

21MKH: Krisna Adhi, Renatha, Agus Tresna, Surya Budhi, Rahde, Yoga, Moje, Shah Rangga, Ade, Rony.

12. Kepada teman-teman penulis dalam organisasi tercinta BPMFH UNUD: Kak Ami, Kak Dendra, Kak Hima, Kak Dimar, Kak Usro, Kak Rahma, Kak Agus, Kak Trisna, Kak Sisca, Kak Santhi, Dedik, Tebo, Ratna dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Teman-teman kelas C Gung Oka, Gung Putra, Krisna, Dwi, Merry, Alin, Anggiana DC, Gek Linda, Kak Monique, dll. yang telah berjuang bersama-sama menempuh ilmu;

13. Teman-teman penulis lainnya seperti Bima, Mitha Rosa, Nanda, Keanu, Agung Wedantha, Wanda, Mang Ucil, Wah Aik, Dewa Adhy, Dewa Angga, Dode, Dobi, Tofan, Kresna, Wah Tirta, Gung Surya, Andy, Arik King, Denny, Erik, Pebri, Jerry, Ariesta dan rekan-rekan angkatan 2012 yang telah menumbuhkan tali persahabatan yang tak kan terlupa.

Semoga segala bantuan, budi baik dan petunjuk yang telah diberikan kepada penulis mendapat pahala dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam penulisan hasil penelitian ini. Dengan kerendahan hati, penulis menghargai dan menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, baik sebagai bahan bacaan maupun untuk pengetahuan bagi yang memerlukan.

Denpasar, 2 MEI 2016


(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA ... ii

HALAMAN PERSERTUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ...viii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... xii

ABSTRAK.... ...xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 7

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 8

1.5 Tujuan Penelitian ... 10

1.5.1 Tujuan Umum ... 10

1.5.2 Tujuan Khusus ... 10


(9)

ix

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 11

1.6.2 Manfaat Praktis ... 11

1.7 Landasan Teoritis ... 12

1.8 Hipotesis ... 18

1.9 Metode Penelitian... 19

1.9.1 Jenis Penelitian ... 19

1.9.2 Jenis Pendekatan ... 20

1.9.3 Sifat Penelitian ... 21

1.9.4 Data dan Sumber Data ... 21

1.9.5 Teknik Pengumpulan Data ... 23

1.9.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian ... 24

1.9.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 24

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI ... 26

2.1 Tanggung Jawab... 26

2.1.1 Pengertian Tanggung Jawab ... 26

2.1.2 Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab ... 27

2.1.3 Bentuk Tanggung Jawab ... 31


(10)

x

2.2.1 Pengertian Perjanjian Jual Beli ... 33

2.2.2 Syarat Sahnya Perjanjian Jual Beli ... 34

2.2.3 Kekuatan Mengikat Perjanjian Jual Beli ... 36

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERUSAHAAN INDRADILA TIDAK MELAKUKAN PRESTASI DALAM MENYEDIAKAN BARANG BERKUALITAS SEBAGAIMANA DITENTUKAN DALAM PERJANJIAN ... 38

3.1 Kewajiban Perusahaan Konveksi Indradila Untuk Menyediakan Kualitas Barang Sesuai Ketentuan Dalam Perjanjian Jual Beli ... 38

3.2 Akibat hukum Konveksi Indradila dalam hal produk barang yang tidak sesuai dengan perjanjian atau cacat produk ... 41

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN KONVEKSI INDRADILA TERHADAP KONSUMEN YANG DIRUGIKAN ATAS KUALITAS PRODUK BARANG YANG TIDAK SESUAI DENGAN KETENTUAN PERJANJIAN ... 45

4.1 Kualitas Produk barang yang tidak sesuai dengan perjanjian yang merugikan konsumen ... 45

4.2 Tanggung jawaban konveksi Indradila terhadap kerugian konsumen berkaitan dengan kualitas produk barang yang tidak sesuai dengan perjanjian ... 49

BAB V PENUTUP ... 54

5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 55


(11)

xi

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku. Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, 2 MEI 2016 Yang menyatakan,

(I Made Deno Kardika Putra) NIM. 1203005131


(12)

xii

ABSTRAK

Transaksi jual beli yang sering dilakukan oleh pelaku usaha dan konsumen sering menimbukan beberapa keadaan, baik keadaan menguntungkan maupun merugikan salah satu pihak. dalam hal keadaan merugikan salah satu pihak yang merugikan wajib memberikan tanggung jawab yang sesuai dengan apa yang sudah disepakati bersama. Kondisi konsumen yang dirugikan tentu memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya, hal ini dimaksudkan agar tercipta keseimbangan posisi antara konsumen dan pelaku usaha.

Dalam menyikapi kondisi diatas, ketika suatu produk diketahui cacat atau memiliki kualitas rendah maka tentu konsumen akan mengajukan keberatan atau meminta pertanggungjawaban terhadap pelaku usaha selaku produsen barang tersebut dengan diikuti tuntutan ganti kerugian, namun dalam kenyataannya terkadang tidak mudah bagi konsumen untuk mendapatkan pertanggungjawaban dari pelaku usaha. Demi mengatasi permasalahan yang ada pemerintah mengeluarkan suatu landsan hukum yang kuat yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang memberikan perlindungan kepada konsumen tidak hanya dibidang hukum maeriil yang bermaksud mencegah timbulnya kerugian konsumen, tapi juga dibidang hukum acara yang dimaksudkan untuk memudahkan konsumen dalam menuntut pemulihan haknya kepada pelaku usaha baik melalui pengadilan maupun di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan cara di luar pengadilan salah satunya adalah dengan mediasi.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian empiris yang pada hakikatnya meneliti hukum dalam penerapannya di kehidupan masyarakat, yang di mana penelitian ini dilaksankan di perusahaan konveksi indradila. Adapun hasil dari penelitian ini adalah pihak perusahaan indradila melakukan tanggung jawab namun tanggung jawab tersebut tidak sesuai dengan isi perjanjian tersebut, dikarenakan dengan melakukan mediasi sehingga hanya membayar ganti rugi uang sebesar Rp. 575.000,00 kepada pihak konsumen sebagau bentuk tanggung jawabnya.


(13)

xiii

ABSTRACT

Buying and selling is often done by businesses and consumers often raises some circumstances, either beneficial or detrimental state of one of the parties. in the event of an adverse one adverse party shall assign responsibility in accordance with what has been agreed. Conditions aggrieved consumer would require increased efforts to protect, it is intended to create a level playing field between consumers and businesses.

In addressing the above conditions, when a product is known disabilities or low quality then of course the consumer will file an objection or hold accountable the perpetrators of the business as the manufacturer of the item followed by claims for damages, but in reality it is sometimes not easy for consumers to get accountability from businesses , In order to overcome the existing problems the government issued a landsan strong law is Law Number 8 of 1999 on Consumer Protection, which provides protection to consumers not only in the field of law maeriil intending to prevent the loss of consumers, but also in the field of procedural law which are intended to facilitate consumers in demanding redress to businesses either through the court or outside the court. Settlement of disputes by using extrajudicial means one of them is with the mediation.

The method used is the method of empirical research, which is essentially researching the law in its application in public life, which is where this research are conducted in a garment company indradila. The results of this study are the company indradila undertake the responsibility but the responsibility is not in accordance with the contents of the agreement, due to the mediation so that only pays compensation money amounting to Rp. 575,000.00 to the consumer sebagau form of responsibility.


(14)

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan ekonomi di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun dan menuju ke arah yang lebih baik setiap tahunnya. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang makin maju merupakan akibat dari dunia bisnis yang ada di Indonesia. Masyarakat yang kini makin memajukan kesejahteraannya merupakan langkah awal dalam berkembangnya bisnis dan ekonomi yang ada di Indonesia.

Dalam perkembangan bisnis dan ekonomi di Indonesia sebagai salah satunya yaitu kegiatan perusahaan yang merupakan bagian dari kegiatan ekonomis yang di lakukan oleh seseorang maupun suatu organisasi secara terbuka dan berkesinambungan baik dalam barang yang bergerak maupun tidak bergerak atau jasa dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.

Dewasa ini, perusahaan merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan masyarakat modern. Hal ini merupakan perusahaan merupakan pusat aktivitas manusia untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari. Perusahaan memiliki kontribusi penting bagi negara karena merupakan sumber pendapatan negara dari sektor pajak, dan untuk sektor lain perusahaan juga sangat penting bagi kehidupan sosial bermasyarakat karena membuka suatu lapangan pekerjaan bagi kaum pengangguran.


(16)

Usaha perusahaan atau yang menjalankan perusahaan, sesungguhnya merupakan padanan kata dari pedagang atau kegiatan perdagangan, yang mengandung makna melakukan kegiatan terus menerus, terang-terangan dalam rangka mencari keuntungan.1

Bentuk perusahaan di Indonesia ada yang berbentuk badan hukum dan ada yang tidak berbentuk badan hukum. Sebagai salah satunya bentuk perusahaan yang tidak berbentuk badan hukum adalah Usaha Dagang (UD). Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD) merupakan perusahaan perseorangan yang biasanya dilakukan atau di jalankan oleh satu orang pengusaha.2

Bentuk perusahaan UD, perusahaan perseorangan yang pengusahanya langsung bertindak sebagai pengelola yang juga di bantu oleh beberapa orang pekerja. Salah satu contohnya adalah perusahaan konveksi. Perusahaan konveksi bergerak di bidang pembuatan pakaian baik baju, kemeja, jaket, celana dan lain sebagainya. Perusahaan konveksi yang dikelola oleh satu orang, baik dari segi keuntungan, segi kerugian, segi tanggung jawab, itu semua diterima dan ditanggung oleh satu orang.

Dalam era modern ini suatu perusahaan bukannya tanpa adanya masalah, namun muncul beberapa masalah dalam pelaksanaannya. Masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan perusahaan ini antara lain, seperti menyangkut ketetapan harga, ingkar janji antara pelaku usaha dan konsumen, perikatan antara pelaku

1 Sri Redjeki Hartono, 2000, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, CV. Mandar Maju,

Bandung, hal V.


(17)

usaha dengan konsumen dan perlindungan konsumen. Masalah-masalah yang timbul merupakan dari kurang telitinya suatu perusahaan perseorangan yang dikelola sendiri oleh pengusahanya.

Masalah-masalah yang disebutkan di atas mengakibatkan terjadinya ketidak seimbangan antara pelaku usaha dengan konsumen, dimana konsumen berada di posisi yang lemah. Konsumen yang biasa dikatakan sebagai raja, namun pada kenyataannya tidaklah demikian. Konsumen selalu dijadikan sebagai kerangka konsumtif, sehingga mengakibatkan konsumen menjadi korban dalam hubungan jual beli dengan pelaku usaha. Banyak contoh-contoh pengaduan konsumen terkait produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha. Dimana produk-produk tersebut tidak sesuai dengan apa yang sudah diperjanjikan dalam perjanjian jual beli antara pelaku usaha dengan konsumen.

Rendahnya kesadaran konsumen akan hak-haknya disebabkan, antara lain, tingkat pengetahuan konsumen yang rendah, sumber-sumber informasi penyadaran yang masih jarang dan juga karena adanya suatu sistem perdagangan yang merugikan kepentingan konsumen. Konsumen seringkali dirugikan, dan atas kerugian itu tidak ada celah bagi konsumen untuk menggugat kepada produsen atau pelaku usaha.

Perusahaan konveksi Indradila dalam bidang garmen pembuatan kebutuhan sekunder seperti baju, celana , kemeja dan lain sebagainya tidak memenuhi apa yang menjadi standar pesanan dalam pembuatan baju pelatihan mahasiswa di salah satu universitas, dimana konveksi Indradila teridentifikasi telah melakukan


(18)

ingkar janji atau wanprestasi mengenai cacat produk yang tidak sesuai dengan perjanjian jual beli yang sudah disepakati. Dalam situasi ini konsumen dirugikan dalam hal materiil berupa barang fisik yang cacat produk, atau yang tidak memenuhi kualitas.

Kondisi konsumen yang dirugikan tentu memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya, hal ini dimaksudkan agar tercipta keseimbangan posisi antara konsumen dan pelaku usaha. Dalam menyikapi kondisi diatas, ketika suatu produk diketahui cacat, maka konsumen tentu akan mengajukan keberatan atau meminta pertanggungjawaban terhadap pelaku usaha selaku produsen barang tersebut dengan diikuti dengan tuntutan ganti kerugian. Namun dalam kenyataannya terkadang tidak mudah bagi konsumen untuk mendapatkan pertanggungjawaban dari pelaku usaha.3

Dalam hal ini yang kerap menjadi permasalahan dalam suatu perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak antara perusahaan konveksi Indradila dengan konsumen adalah apabila suatu produk barang sudah selesai dalam tahapan pembuatan baju kaos dan bahan pokok baju kaos tersebut tidak sesuai dengan contoh baju kaos yang sudah diberikan oleh konsumen. Karena jika didalami contoh baju kaos yang diberikan konsumen memiliki nilai yang tinggi, tetapi baju kaos yang diberikan oleh perusahaan konveksi Indradila justru memliki nilai yang rendah. Karena sudah disepakatinya harga maka pihak konsumen mengalami kerugian dari segi materiil berupa barang fisik yang cacat atau tidak

3 Sofian Parerungan, 2014, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Produk Cacat,


(19)

sesuai dan sejumlah uang yang sudah diberikan kepada pihak perusahaan konveksi Indradila.

Untuk mengatasi permasalahan yang ada pemerintah mengeluarkan suatu landasan hukum yang kuat yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang selanjutnya disingkat UUPK, yang memberikan perlindungan kepada konsumen tidak hanya dibidang hukum materiil yang bermaksud mencegah timbulnya kerugian konsumen, tapi juga dibidang hukum acara yang dimaksudkan untuk memudahkan konsumen dalam menuntut pemulihan haknya kepada pelaku usaha. Baik melalui pengadilan maupun di luar pengadilan.

Lahirnya UUPK tersebut diharapkan dapat mendidik masyarakat masyarakat Indonesia untuk lebih menyadari akan segala hak dan kewajiban yang dimiliki terhadap pelaku usaha. Dalam Pasal 16 huruf b UUPK ditentukan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi. Dalam pasal 19 UUPK juga ditentukan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan gantirugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Sehubungan dengan Pasal tersebut di atas, kewajiban utama pelaku usaha adalah menjaga dan menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan serta kegunaan produknya terhadap konsumen.


(20)

Tanggung jawab sebuah perusahaan salah satunya meminimalkan dampak yang kurang baik kepada lingkungan terutama kepada konsumen dari produk yang dipasarkan. Dewasa ini banyak pelaku usaha dalam bidang konveksi yang kurang paham dengan adanya perjanjian terhadap konsumen mengenai perjanjian jula beli. Tidak hanya pelaku usaha yang mendapat perlindungan namun konsumen juga memiliki hak yang sama dalam mendapat perlindungan. Pemerintah berperan mengatur, mengawasi dan mengontrol sehingga tercipta sistem yang kondusif dalam perjanjian jual beli antara pelaku usaha dengan konsumen dibidang konveksi.

Untuk itu jika terjadi permasalahan, konsumen dihadapkan pada bagaimana pertanggungjawaban perusahaan konveksi Indradila. Untuk menjawab permasalahan itu maka diadakan suatu penelitian yang mendalam tentang bagaimana pertanggungjawaban konveksi Indradila sebagai pelaku usaha. Dalam pelaksanaan tanggung jawabnya wajib diwaspadai dari kemungkinan timbul masalah, apalagi menyangkut pertanggungjawaban. Untuk mengantisipasinya lepas tangan dari pihak konveksi Indradila, maka perlu adanya kesadaran setiap hak dan kewajiban dari kedua belah pihak. Maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dalam suatu karya ilmiah dalam bentuk skripsi yang berjudul

“Tanggung Jawab Perusahaan Konveksi Indradila Terhadap Konsumen

Yang Dirugikan Dalam Perjanjian Jual Beli (Studi Kasus: Antara Pihak

Badan Eksekutif Mahasiswa Dengan Pihak Perusahaan Konveksi


(21)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah, yaitu :

1. Apa akibat hukum apabila perusahaan Indradila tidak melakukan prestasi dalam menyediakan barang yang berkualitas sebagaimana ditentukan dalam perjanjian ?

2. Bagaimana bentuk tanggung jawab perusahaan konveksi Indradila terhadap konsumen yang dirugikan terkait dengan kualitas produk barang yang tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menentukan batas-batas materi yang akan di bahas di dalam skripsi ini, sehingga pembahasan yang diuraikan nantinya akan terarah dan benar-benar tertuju pada pokok bahasan diinginkan. Permasalahan yang dibahas hanya menyangkut masalah tanggung jawab perusahaan konveksi dan akibat hukum dari tidak dilakukannya prestasi oleh perusahaan. Hal ini sangat diperlukan agar pembahasan selanjutnya tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang diangkat.

Pertama akan dibahas mengenai akibat hukum apabila perusahaan Inderadila tidak melakukan prestasi. Kedua, akan dibahas mengenai bagaimana pertanggungjawaban perusahaan konveksi Indradila terhadap konsumen yang dirugikan terhadap produk barang yang berkualitas atau bermutu rendah yang


(22)

tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian. Dua masalah tersebut akan dibahas untuk menemukan jawaban, sehingga memperoleh kejelasan dan kepastian.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Penelitian ini meneliti suatu perusahaan yang berada di denpasar yang dimana sebagai suatu subjek hukum yang memiliki hak dan kewajibannya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab bilamana terjadinya suatu hasil produk barang dan/atau jasa adanya cacat produk dan/atau tidak sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati oleh para pihak. Adapun penelitian yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini adalah:

No. Judul Penelitian Penulis Permasalahan

1. TANGGUNG JAWAB

UD. BUMI MAS

ELEKTRONIK

SEBAGAI SUPPLIER

TERKAIT DENGAN

CACAT PRODUK

BARANG YANG

MENJADI OBJEK

PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

KONSUMEN DI KOTA

Shinta Vinayanti Bumi

1. Bagaimana tanggung jawab UD. Bumi Mas Elektronik sebagai Supllier terhadap kerugian konsumen berkaitan dengan cacat produk barang yang menjadi objek pada perusahaan pembiayaan


(23)

DENPASAR 2. Bagaimana upaya penyelesaian dari UD. Bumi Mas Elektronik sebagai supplier terhadap kerugian konsumen berkaitan dengan cacat produk barang yang menjadi objek pada perusahaan pembiayaan

konsumen?

Terdapat sedikit kemiripan dimana suatu barang yang cacat produk atau tidak sesuai yang diteliti dari penelitian ini atau baru dengan penelitian yang sudah ada, namun dapat dilihat perbedaan dari penelitian ini adalah:

Penelitian Baru Penelitian yang Sudah Ada

1. Objek penelitian berbeda, yakni meneliti suatu kebutuhan sekunder seperti baju, celana dan lain sebagainya.

2. Pihak-pihak yang terkait hanya terhadap dua belah pihak.

1. Objek penelitiannya lebih pada alat yang berakitan dengan listrik.

2. Pihak-pihak yang terkait mencakup lebih dari dua belah pihak.


(24)

1.5 Tujuan Penelitian

Dalam penulisan skripsi haruslah mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai, tujuan penulisan skripsi dapat dibagi menjadi dua , yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Adapaun tujuan umum dan tujuanm khusus penulisan skripsi ini adalah :

1.5.1 Tujuan Umum

1. Untuk melatih diri dalam usaha menyatakan pikiran secara tertulis.

2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang penelitian.

3. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan ilmu pengetahuan hukum perusahaan.

4. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui akibat hukum yang disebabkan perusahaan tidak melakukan prestasi terhadap konsumen terkait dengan kualitas barang yang sudah diperjanjikan

2. Untuk mengetahui tanggung jawab perusahaan konveksi Indradila terhadap konsumen yang dirugikan terkait dengan kualitas produk barang yang tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian


(25)

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

1.6.1 Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi upaya pengembangan wawasan bagi ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang hukum perusahaan mengenai tanggung jawab perusahaan konveksi Indradila terkait dengan kualitas produk barang yang tidak sesuai dengan perjanjian.

2. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan informasi bagi para akademisi maupun sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lanjut.

1.6.2 Manfaat Praktis

Selain manfaat teoritis, hasil penelitian yang dilakukan diharapkan juga mampu memberikan manfaat praktis, yaitu :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi pelaku usaha untuk mengetahui akibat hukum apabila perusahaan tidak memenuhi prestasinya.

2. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi yang baik bagi pelaku usaha dan konsumen terhadap tanggung jawab pelaku usaha kepada konsumen yang telah dirugikan.


(26)

1.7 Landasan Teoritis

Suatu landasan teoritis dalam pembahasan yang bersifat ilmiah memiliki kegunaan lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. Disamping itu suatu landasan teoritis dapat memberikan petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada suatu pengetahuan penelitian.4

Berdasarkan buku III KUHPerdata Bab II Pasal 1313 perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Pengertian perjanjian menurut KUHPdt masih terlalu luas, menurut pendapat ahli Sudikno Mertokusumo yang memandang suatu perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat yang dapat menimbulkan akibat hukum.5

Wirjono Prodjodikoro mengemukakan pendapat yang berbeda, perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara keua belah pihak, dimana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan suatu hal, seangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.6

Suatu perjanjian yang bersifat timbal balik senantiasa menimbulkan sisi aktif dan sisi pasif. Sisi aktif menimbulkan hak bagi kreditor untuk menuntut

4 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, hal 12. 5 Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenai Hukum, Liberty, Yogyakarta, hal 98. 6 Wirjono Prodjodikoro, 1989, Asas-Asas Hukum Perjanjian, PT Bale, Bandung, hal 9.


(27)

pemenuhan prestasi, sedangkan sisi pasif menimbulkan beban kewajiban bagi debitur untuk melaksanakan prestasinya. Pada situasi normal antara prestasi dan kontra prestasi akan saling bertukar namun pada kondisi tertentu pertukaran prestasi tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga muncul pristiwa yang disebut wanprestasi. Zul Afdi dan Chandrawulan menyatakan wanprestasi yaitu seseorang (debitur) dikatakan ingkar janji (wanprestasi) apabila ia tidak melaksanakan kewajibannya tersebut bukan karena suatu keadaan memaksa.7

Pertanggungjawaban berasal dari kata “tanggung jawab” yang berarti

keadaan wajib menanggung segala sesuatu berupa penuntutan, diperkarakan dan dipersalahkan sebagai akibat sikap sendiri atau pihak lain.8 Jika dikaitkan dengan

kata pertanggung jawaban berarti kesiapan untuk menanggung segala bentuk beban berupa dituntut, diperkarakan dan dipersalahkan akibat dari sikap dan tindakan sendiri atau pihak lain yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Setiap orang yang menimbulkan akibat dari sikap sendiri maupun pihak lain harus melakukan tanggung jawab yang sesuai dengan perjanjian yang kedua belah pihak sepakati.

Dalam hal ini teori yang digunakan adalah pertanggung jawaban perdata, pada Pasal 1365 KUHPerdata bahwa “Tiap perbuatan melanggar hukum yang

membawa kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Dalam ilmu hukum dikenal

3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut :

7 Zul Afdi dan Chandrawulan, 1998, Hukum Perdata dan Dagang, CV Armico, Bandung,

hal 43.

8 Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, hal


(28)

a. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan.

b. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian).

c. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.

Dari tiga ketegori tersebut terdapat model tanggung jawab hukum adalah :

a. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) sebagaimana terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata.

b. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1367 KUHPerdata.

c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dalam Pasal1367 KUHPerdata.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), merupakan salah satu usaha menuju sistem yang lebih adil bagi konsumen, terutama dari segi perlindungan hukumnya. Dalam UUPK ketentuan tentang product liability diatur untuk semakin memperkuat perlindungan terhadap konsumen. Bagi pihak produsen sendiri, dengan adanya peraturan tersebut, memberikan keuntungan berupa bisa mendapatkan kepercayaan dari konsumen sehingga produknya memiliki daya saing tinggi ditengah serbuan masuknya produk-produk asing.

Dalam prinsip product liability berlaku sistem tanggung jawab mutlak; merupakan prinsip tanggung jawab di mana kesalahan tidak dianggap sebagai faktor yang mennetukan. Dalam tanggung jawab mutlak tidak harus ada hubungan


(29)

antara subyek yang bertanggung jawab dan kesalahannya. Jika konsumen yang merasa dirugikan atas produk yang dihasilkan suatu produsen atau pelaku usaha, maka itu menjadi dasar untuk bisa menggugat produsen yang bersangkutan tanpa harus membuktikan kesalahan pelaku usaha atau produsennya. Pelaku usaha dan atau produsen bisa terlepas dari tanggung jawab itu jika dia bisa membuktikan bahwa kesalahan itu merupakan kesalahan konsumen atau setidaknya bukan kesalahannya; sebaliknya ia akan dikenai tanggung jawab jika tidak bisa mampu membuktikan tuntutan konsumen itu. UUPK mengatur hal ini dalam pasal 19 ayat 5, pasal 27 dan pasal 28.9

Prinsip tanggung jawab ini penting untuk diterapkan karena :

1. Konsumen tidak dalam posisi yang menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks, mengingat terbatasnya informasi dan kemampuan lainnya seperti modal.

2. Asumsinya produsen lebih dapat mengantisispasi jika sewaktu-waktu ada gugatan atas kesalahannya.

3. Asas ini dapat memaksa pelaku usaha untuk lebih berhati-hati.

Dalam setiap perjanjian tentu ada suatu hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak, baik bagi konsumen dan pelaku usaha.

9 Mumu Muhajir, 2007, Penerapan Prinsip Product Liability,

http://kataloghukum.blogspot.co.id/2008/01/penerapan-prinsip-product-liability.html di akses pada tanggal 1 November 2015


(30)

hak konsumen dapat dilihat pada Pasal 4 UUPK dijelaskan mengenai kewajiban dari pelaku usaha.

Adapun hak-hak konsumen yang dijelaskan dalam Pasal 4 UUPK, antara lain :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila baranng dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;


(31)

9. Hak-ak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya juga perlu memperhatikan kewajiban-kewajiban yang harus diembannya. Dalam Pasal 7 UUPK menjelaskan kewajiban-kewajiban pelaku usaha, yaitu :

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencova barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;


(32)

7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Penyelesaian sengketa terdapat melalui litigasi dan non-litigasi, dalam kasus ini penyelesaian menggunakan non-litigasi. Adapula beberapa penyelesaian melalui non-litigasi sebagai berikut :10

a) Negosiasi

Suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif.

b) Mediasi

Cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

c) Konsiliasi

Penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan kesepakatan para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima.

Dalam penelitian ini,lebih merujuk kepada penyelesaian melalui mediasi. Terdapat dasar dan prosedur mediasi yang di atur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan. Hal ini

10

Frans Hendra Winarta, 2012, Hukum Penyelesaian sengketa¸Jakarta, Sinar Grafika, hal. 7


(33)

digunakan sebagai dasar hukum untuk menjawab permasalahan mengenai upaya-upaya penyelesaian apa saja yang dapat ditempuh konsumen apabila mengalami kerugian akan barang-barang hasil produksi dari konveksi yang dibelinya.

1.8 Hipotesis

Dengan memperhatikan uraian tersebut diatas, maka hipotesis dari permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bahwa setiap kegiatan perusahaan memiliki hak dan kewajibannya yang sudah tertera dalam peraturan perundang-undangan. Setiap pelaku usaha wajib melakukan prestasinya sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati oleh para pihak yang terkait.

2. Bahwa perusahaan yang tidak melakukan prestasinya atas tidak sesuainya atau terkait dengan kualitas produk barang yang tidak sesuai dalam perjanjian jual beli, wajib melakukan tangung jawaban terhadap konsumen yang merasa dirugikan. Namun pada dasarnya banyak pelaku usaha yang mengabaikan tanggung jawabnya. Konveksi indradila yang tidak memenuhi prestasi dalam suatu perjanjian wajib melakukan tanggung jawaban kepada konsumen yang dirugikan.

1.9 Metode Penelitian

1.9.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yakni suatu penelitian yang beranjak dari adanya kesenjangan antara das solen dengan das sein yaitu


(34)

kesenjangan antara teori dengan dunia realita, kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum, dan adanya situasi ketidak tahuan yang dikaji untuk pemenuhan kepuasan akademik. Penelitian ilmu hukum empiris lebih menekankan pada segi observasinya. Hal ini berkaitan dengan sifat obyektif dan empiris dari ilmu pengetahuan itu sendiri, termasuk pengetahuan ilmu hukum empiris yang berupaya mengamati fakta-fakta hukum yang berlaku dalammasyarakat, dimana hal ini mengaharuskan pengetahuan untuk dapat diamati dan dibuktikan secara terbuka. Titik tolak pengamatannya terletak pada kenyataan atau fakta-fakta sosial yang ada dan hidup ditengah-tengah masyarakat sebagai budaya hidup masyarakat.11

Ilmu hukum empiris adalah ilmu hukum yang memandang hukum sebagai fakta yang dapat diamati dan bebas nilai. Pengertian bebas nilai yang dimaksud disini adalah bahwa pengkajian terhadap ilmu hukum tidak boleh tergantung atau dipengaruhi oleh penilaian pribadi si peneliti.12

1.9.2 Jenis Pendekatan

Pada umumnya, penelitian hukum memiliki 7 jenis pendekatan yakni: Pendekatan Kasus (The Case Approach), Pendekatan Perundang-Undangan

(Statue Approach), Pendekatan Fakta (Fact Approach), Pendekatan Analisis

Konsep Hukum (Analitical And Conseptual Approach), Pendekatan Frasa (Words

11 Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian dalam Hukum, Mandar Maju,

Bandung, hal 125


(35)

And Phrase Approach), Pendekatan Sejarah (Historical Approach), dan Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach).13

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini memakai 4 (empat) cara pendekatan, yaitu Pendekatan Kasus (Case Approach), Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach), dan Pendekatan Analisis Konsep Hukum

(Analitical And Conseptual Approcah).

1.9.3 Sifat Penelitian

Sifat penelitian hukum empiris yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang sifatnya deskriptif. Penelitian yang sifatnya deskriptif berupaya menggambarkan secara lenkap mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarakan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian deskriptif ini dapat membentuk teori-teori baru atau dapat memperkuat teori yang sudah ada.

1.9.4 Data dan Sumber Data

Adapun data dan sumber data yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini yaitu :

1. Data Primer

13 Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum


(36)

Data primer adalah data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan atau field research, dilakukan baik melalui wawancara atau interview.14 Data-data tersebut juga berupa hasil wawancara langsung dari beberapa narasumber yang memiliki konsep esensi dalam masalah yang dibahas.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah suatu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan, yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang telah terdokumentasikan sebelumnya dalam bentuk-bentuk bahan hukum.

Dalam penelitian ini digunakan bebrapa bahan hukum, yaitu Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder, dan Bahan Hukum Tersier. Bahan-bahan hukum tersebut masing-masing dijabarkan sebagai berikut :

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan yang isinya mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah. Seperti Peraturan Perundang-undangan dan Putusan Pengadilan.15 Bahan hukum primer yang digunakan dalam

penulisan skripsi ini adalah :

14 Bambang Waluyo, 1996, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, hal

6.


(37)

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie);

b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel

voor Indonesie, S.1847-23);

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang “Perlindungan

Konsumen”;

d. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan

e. Doktrin-doktrin atau pendapat para ahli hukum;

f. Perjanjian jual beli antara konveksi Indradila dengan pihak Badan Eksekutif Mahasiswa

2. Bahan Hukum Sekunder

Sebagai bahan hukum sekunder yang terutama adala buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum.16

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk, penunjang ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya : kamus, enslikopedi, indeks komulatif dan seterusnya.17

16 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hal 155. 17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo


(38)

1.9.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian hukum empiris, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yaitu :

1. Teknik wawancara (interview) adalah cara untuk menghimpun data dengan jalan mengadakan wawancara dengan tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan pihak terkait yaitu informan perusahaan konveksi Indradila. Tanya jawab ini dimaksudkan untuk memperdalam informasi yang akan digunakan dalam penelitian, yang kemudian dapat menjadi jawaban atau solusi untuk memecahkan pokok-pokok permasalahan yang diteliti.

2. Teknik studi dokumen yang dilakukan dengan cara membaca, memahami, membandingkan karya-karya ilmiah hukum dan dari peraturan perundang-undangan maupun tulisan ilmiah hukum lainnya yang relevan dengan masalah yang akan dibahas. Data-data yang didapat disusun secara sistematis.

1.9.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Teknik penentuan sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Non Probability Sampling. Teknik ini berperan sangat penting bagi peneliti dalam penentuan pengambilan sampel. Ada 4 (empat) bentuk teknik Non Probability Sampling, yaitu:


(39)

b) Accidental Sampling

c) Purposive Sampling

d) Snowball Sampling

Bentuk sampel yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah bentuk

Snowball Sampling, dimana teknik ini ditentukan sendiri oleh penulis yaitu

dengan mencari key informan (informan kunci) atau responden kunci yang dianggap mengetahui tentang penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis.

1.9.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan teknik analisis kualitatif, artinya keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, dikategorikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data yang lainnya, dilakukan interprestasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif, kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif.18


(40)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN

PERJANJIAN JUAL BELI

2.1 Tanggung Jawab

Tanggung jawab pelaku usaha atas produk barang yang merugikan konsumen merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan yang paling banyak mengalami kerugian yang disebabkan produk dari pelaku usaha itu sendiri. Untuk mengeteahui lebih jelas mengenai tanggung jawab pelaku usaha, sebaiknya kita memahami lebih dalam mengenai definisi tanggung jawab.

2.1.1 Pengertian Tanggung Jawab

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan. Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya.1 Menurut hukum perdata pertanggungjawaban dibagi menjadi dua macam, yaitu kesalahan dan risiko. Dengan demikian dikenal dengan pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (liability without based on fault) dan pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability without fault) yang dikenal dengan tanggung jawab risiko atau tanggung jawab mutlah (strick liability). Prinsip dasar tanggung jawab atas dasar kesalahan mengandung arti bahwa seseorang harus

1


(41)

bertanggung jawab karena ia melakukan kesalahan yang merugikan orang lain. Sebaliknya prinsip tanggung jawab resiko adalah bahwa konsumen penggugat tidak diwajibkan lagi melainkan produsen tergugat langsung bertanggung jawab sebagai risiko usahanya.

2.1.2 Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab

Secara umum, tanggung jawab pelaku usaha atas produk yang merugikan konsumen mempunyai beberapa prinsip-prinsip hukum yang dibedakan sebagai berikut:

1.Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsuru kesalahan (liability

based on fault) adalah prinsip yang cukup berlaku dalam hukum pidana

dan perdata. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya Pasal 1365, 1366 dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh.2 Prinsip ini menyatakan seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUHPerdata, yang lazim dikenal sebagai Pasal tentang perbuatan melanggar hukum, mengharuskan terpeneuhi empat unsur pokok, yaitu adanya perbuatan, adanya unsur kesalahanm adanya kerugian yang diderita, dan adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dengan kerugian.

2

Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Grasindo, Jakarta, hal. 59.


(42)

2.Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab

Prinsip ini menyatakan tergugat dianggap selalu bertanggung jawab (presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan ada pada si tergugat.3 Saat ini beban pembuktian terbalik (omkering van

bewjislast) masih dapat diterima dengan prinsip praduga untuk selalu

bertanggung jawab. Dasar pemikiran dari teori pembalikan beban pembuktian adalah seseorang yang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal ini tentu bertentengan dengan asas hukum praduga tidak bersalah yang lazim dikenal dalam hukum. Namun, jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak, asas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada dipihak pelaku usaha yang digugat dan tergugat ini harus menghadirkan bukti-bukti, dirinya tidak bersalah.

3.Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab

Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of nonliability principle) hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan.4 Contoh dari

3

Ibid, hal. 61.

4


(43)

penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh si penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini, pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat diminta pertanggungjawabannya.

4.Prinsip Tanggung Jawab Mutlak

Prinisp tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Dengan begitu ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi di atas.5 Ada pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun, ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya dalam keadaan force majure. Sebalikanya

absolute liability adalah prinisp tanggung jawab tanpa kesalahan dan

tidak ada pengecualiannya. Prinsip tanggung jawab mutlak dalam tanggung jawab pelaku usaha atas produk yang merugikan konsumen secara umum digunakan untuk menjerat pelaku usaha, khususnya produsen barang yang memasarkan produknya yang merugikan konsumen. Dalam hal ini, konsumen hanya perlu membuktikan adanya hubungan kasualitas antara perbuatan pelaku usaha dan kerugian yang dideritanya. Selebihnya dapat digunakan prinsip strict liability.

5


(44)

5.Tanggung Jawab Dengan Pembatsan

Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability

principle) sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai

klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak film, misalnya ditentukan bila film yang ingin dicuci/dicetak itu hilang atau rusak, maka si konsumen hanya dibatasi ganti kerugiannya sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru.6 Secara

umum prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen seharusnya tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan, mutlak harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang jelas.

Jika dilihat dari sudut pandang Hukum Perlindungan Konsumen, prinsip yang digunakan dalam tanggung jawab, di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Kelalaian atau Kealpaan

Tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawab yang ditemukan oleh perilaku produsen.7

2. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Wanprestasi

6

Ibid, hal. 65.

7


(45)

Prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi ini merupakan tanggung jawab yang didasarkan pada kontrak antara pelaku usaha dengan konsumen. Prinsip tanggung jawab ini tidak didasarkan pada upaya yang telah dilakukan pelaku usaha dalam memenuhi prestasinya. Artinya, meskipun pelaku usaha sudah berupaya memenuhi kewajiban dan janjinya, namun konsumen tetap mengalami kerugian, maka pelaku usaha tetap dibebani tanggung jawab untuk mengganti kerugian yang dialami konsumen.8

3. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak

Prinsip tanggung jawab mutlak dikenal dengan nama product

liability. Menurut asas ini produsen wajibbertanggung jawab atas kerugian

yang dialami konsumen atas penggunaan produk yang dipasaarkannya.9

2.1.3 Bentuk Tanggung Jawab

Pada umumnya pertanggungjawaban pelaku usaha yang diatur dalam UUPK telah mengakomodir prinsip-prinsip pertanggungjawaban modern yang lebih dapat memberikan perlindungan terhadap konsumen.

Bentuk-bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha dalam UUPK dirumuskan sebagai berikut:

a. Pasal 19 UUPK menetapkan tanggung jawab pelaku usaha untuk memberikan ganti kerugian kepada konsumen sebagai akibat kerusakan,

8

Ibid, h. 92

9


(46)

pencemaran dan atau kerugian konsumen karena mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan (Pasal 19 ayat (1) UUPK)

b. Ganti kerugian yang dapat diberikan dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan (Pasal 19 ayat (2) UUPK)

c. Tenggang waktu pemberian ganti kerugian dilaksanakan dalam tujuh hari setelah tanggal transaksi (Pasal 19 ayat (3) UUPK)

d. Pemberian ganti kerugian tersebut tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan (Pasal 19 ayat (4) UUPK)

e. Ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat (1) dan (2) tidak berlaku apabilapelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen (Pasal 19 ayat (5) UUPK).

Memperhatikan substansi Pasal 19 ayat (1) diatas dapat diketahui bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi:

a. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan

b. Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran


(47)

Pada Pasal 20 UUPK menegasakan tanggung jawab pelaku usaha periklanan atas iklan yang diproduksinya dan segala akibat ditimbulkan oleh iklan tersebut.

2.2 Perjanjian Jual Beli

Suatu perjanjian biasanya berawal dari perbedaan kepentingan di antara para pihak. Perumusan hubungan ini pada umumnya diawali dengan proses negosisasi di antara para pihak. melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk untuk saling mempertemukan susatu kepentingan yang diinginkan melalui proses tawar menawar. Pada umumnya kontrak bisnis justru berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kontrak. Melalui kontrak, perbedaan tersebut disatukan dan selanjutnya dibingkai dengan perangkat hukum sehingga mengikat para pihak.

Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara khusus terhadap perjanjian ini. Pengaturan perjanjian bernama dapat diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

2.2.1 Pengertian Perjanjian Jual Beli

Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 KUHPerdata. Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang / benda, dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga.


(48)

Dari pengertian yang diberikan Pasal 1457 diatas, persetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban, yaitu :10

1.Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli

2.Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual

Menurut Salim H.S., S.H.,M.S., perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pihak pembeli.11 Di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut. Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda yang menjadi objek jual beli.

2.2.2 Syarat Sahnya Perjanjian Jual Beli

Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

3. Mengenai suatu hal tertentu

10

M. Yahya Harahap, 1968, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hal. 181.

11

Salim H.S, 2003, Hukum Kontrak Toeri dan Teknik Penyusunan, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 49.


(49)

4. Suatu sebab yang halal

Untuk lebih jelasnya akan dibahas mengenai syarat sahnya perjanjian yang ada diatas:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Syarat pertama untuk sahnya suatu perjanjian adalah adanya suatu kesepakatan atau konsensus pada para pihak. yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian kehendak antara para pihak dalam perjanjian. Jadi dalam hal ini tidak ada unsur paksaan dari pihak yang terkait dalam perjanjian tersebut.

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Cakap artinya adalah kemampuan untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dalam hal ini adalah membuat suatu perjanjian. Perbuatan hukum adalah segala perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum. Orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang sudah dewasa.

3. Mengenai suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu disebut juga dengan objek perjanjian. Objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak yang dapat berupa barang


(50)

maupun jasa namun juga dapat berupa tidak berbuat sesuatu. Objek perjanjian juga bisa disebut dengan prestasi. Prestasi terdiri atas:12

a. Memberikan sesuatu, misalnya memebayar harga, menyerahkan barang

b. Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membangun rumah, melukis suatu lukisan yang dipesan

c. Tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak mendirikan suatu bangunan, perjanjian untuk tidak menggunakan merek dagang tetentu.

4. Suatu sebab yang halal

Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak dijelaskan pengetian sebab yang halal. Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah bahawa si perjanjian tersebut tidak bertentengan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.

2.2.3 Kekuatan Mengikat Perjanjian Jual Beli

Pasal 1315 KUHPerdata memberikan penjelasan tentang terhadap siapa sajakah perjanjian mempunyai pengaruh langsung. Bahwa perjanjian mengikat para pihak sendiri adalah logis, dalam arti bahwa hak dan kewajiban yang timbul dari adanya suatu perjanjian hanyalah untuk para pihak saja. Setiap orang bebas membuat perjanjian, bebas untuk menentukan isi, luas dan bentuknya perjanjian

12

Dr. Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT Raja Grafindo, Jakarta, hal. 69.


(51)

sebagaimana yang dijelasakan dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Dalam melakukan suatu perjanjian terdapat bebearapa asas, salah satunya asas kekutan mengikat.

Asas kekuatan mengikat atau sering juga disebut asas Pacta Sun Servanda dapat disebutkan dari bunyi Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Konsukuensi dari asas ini bahwa sejak dipenuhinya syarat sahnya perjanjian, maka sejak saat itu pula perjanjian mengikat bagi para pihak. mengikat sebagai Undang-Undang berarti pelanggaran terhadap perjanjian tersebut berakibat hukum sama dengan melanggar Undang-Undang. Maksud dari asas ini adalah memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut.


(1)

pencemaran dan atau kerugian konsumen karena mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan (Pasal 19 ayat (1) UUPK)

b. Ganti kerugian yang dapat diberikan dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan (Pasal 19 ayat (2) UUPK)

c. Tenggang waktu pemberian ganti kerugian dilaksanakan dalam tujuh hari setelah tanggal transaksi (Pasal 19 ayat (3) UUPK)

d. Pemberian ganti kerugian tersebut tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan (Pasal 19 ayat (4) UUPK)

e. Ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat (1) dan (2) tidak berlaku apabilapelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen (Pasal 19 ayat (5) UUPK).

Memperhatikan substansi Pasal 19 ayat (1) diatas dapat diketahui bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi:

a. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan b. Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran


(2)

Pada Pasal 20 UUPK menegasakan tanggung jawab pelaku usaha periklanan atas iklan yang diproduksinya dan segala akibat ditimbulkan oleh iklan tersebut. 2.2 Perjanjian Jual Beli

Suatu perjanjian biasanya berawal dari perbedaan kepentingan di antara para pihak. Perumusan hubungan ini pada umumnya diawali dengan proses negosisasi di antara para pihak. melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk untuk saling mempertemukan susatu kepentingan yang diinginkan melalui proses tawar menawar. Pada umumnya kontrak bisnis justru berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kontrak. Melalui kontrak, perbedaan tersebut disatukan dan selanjutnya dibingkai dengan perangkat hukum sehingga mengikat para pihak.

Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara khusus terhadap perjanjian ini. Pengaturan perjanjian bernama dapat diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

2.2.1 Pengertian Perjanjian Jual Beli

Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 KUHPerdata. Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang / benda, dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga.


(3)

Dari pengertian yang diberikan Pasal 1457 diatas, persetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban, yaitu :10

1.Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli

2.Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual

Menurut Salim H.S., S.H.,M.S., perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pihak pembeli.11 Di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut. Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda yang menjadi objek jual beli.

2.2.2 Syarat Sahnya Perjanjian Jual Beli

Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian 3. Mengenai suatu hal tertentu

10

M. Yahya Harahap, 1968, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hal. 181.

11

Salim H.S, 2003, Hukum Kontrak Toeri dan Teknik Penyusunan, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 49.


(4)

4. Suatu sebab yang halal

Untuk lebih jelasnya akan dibahas mengenai syarat sahnya perjanjian yang ada diatas:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Syarat pertama untuk sahnya suatu perjanjian adalah adanya suatu kesepakatan atau konsensus pada para pihak. yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian kehendak antara para pihak dalam perjanjian. Jadi dalam hal ini tidak ada unsur paksaan dari pihak yang terkait dalam perjanjian tersebut.

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Cakap artinya adalah kemampuan untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dalam hal ini adalah membuat suatu perjanjian. Perbuatan hukum adalah segala perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum. Orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang sudah dewasa.

3. Mengenai suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu disebut juga dengan objek perjanjian. Objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak yang dapat berupa barang


(5)

maupun jasa namun juga dapat berupa tidak berbuat sesuatu. Objek perjanjian juga bisa disebut dengan prestasi. Prestasi terdiri atas:12

a. Memberikan sesuatu, misalnya memebayar harga, menyerahkan barang

b. Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membangun rumah, melukis suatu lukisan yang dipesan

c. Tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak mendirikan suatu bangunan, perjanjian untuk tidak menggunakan merek dagang tetentu.

4. Suatu sebab yang halal

Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak dijelaskan pengetian sebab yang halal. Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah bahawa si perjanjian tersebut tidak bertentengan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.

2.2.3 Kekuatan Mengikat Perjanjian Jual Beli

Pasal 1315 KUHPerdata memberikan penjelasan tentang terhadap siapa sajakah perjanjian mempunyai pengaruh langsung. Bahwa perjanjian mengikat para pihak sendiri adalah logis, dalam arti bahwa hak dan kewajiban yang timbul dari adanya suatu perjanjian hanyalah untuk para pihak saja. Setiap orang bebas membuat perjanjian, bebas untuk menentukan isi, luas dan bentuknya perjanjian

12

Dr. Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT Raja Grafindo, Jakarta, hal. 69.


(6)

sebagaimana yang dijelasakan dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Dalam melakukan suatu perjanjian terdapat bebearapa asas, salah satunya asas kekutan mengikat.

Asas kekuatan mengikat atau sering juga disebut asas Pacta Sun Servanda

dapat disebutkan dari bunyi Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Konsukuensi dari asas ini bahwa sejak dipenuhinya syarat sahnya perjanjian, maka sejak saat itu pula perjanjian mengikat bagi para pihak. mengikat sebagai Undang-Undang berarti pelanggaran terhadap perjanjian tersebut berakibat hukum sama dengan melanggar Undang-Undang. Maksud dari asas ini adalah memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut.