Peranan pendidikan matematika dalam pembangunan karakter manusia Indonesia di SMA N 1 Parakan kelas XI IPA 4
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
Susi Kurniasih
NIM: 101414087
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(2)
i SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
Susi Kurniasih
NIM: 101414087
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(3)
(4)
(5)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Be more concerned with your character rather than your reputation, let your elegant and intellectually powerful will grow automatically”
Saya persembahkan karya ini untuk:
Bapak dan Ibu, Segenap Keluarga Terkasih
(6)
(7)
(8)
vii ABSTRAK
Kurniasih, Susi. 2014. Peranan Pendidikan Matematika dalam Pembangunan Karakter Manusia Indonesia di SMA N 1 Parakan Kelas XI IPA 4. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa yang dibangun oleh pendidikan matematika. Penelitian ini mengidentifikasi guru dalam memahami model, metode, dan strategi pembelajaran matematika yang akan dikembangkan pada pendidikan matematika. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi sejauh mana pendidikan matematika dapat membangun karakter yang baik pada peserta didik Sekolah Menengah Atas. Subyek penelitian adalah guru mata pelajaran matematika dan peserta didik tingkat SMA kelas XI.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi dan wawancara kepada guru dan empat peserta didik. Wawancara guru dan peserta didik dilakukan pada waktu dan tempat yang berbeda. Observasi dilakukan setelah mewawancarai guru dan peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter dapat dikembangkan pada pendidikan matematika dengan menerapkan strategi, model, dan metode pembelajaran yang tepat, sehingga mampu memberikan pengaruh yang baik bagi pembangunan karakter peserta didik.
Kata kunci: pembangunan karakter, pendidikan matematika, Sekolah Menengah Atas, guru, peserta didik.
(9)
viii ABSTRACT
Kurniasih, Susi. 2014. The Role of Mathematics Education in Character Building of Indonesian People in SMA N 1 Parakan Grade XI IPA 4. Thesis. Yogyakarta: Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics Education and Natural Science, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.
This research is a qualitative model which aims to get informations about character education values and nation culture of Indonesia are developed by mathematics education. It subjects are to identify the teacher’s understanding about model, method, and strategy in mathematics learning which is then developed in mathematics education. In addition, this research also aims to get information on how far mathematics education can build the good characters for the students at Senior High School level. The subject of this research is a mathematics teacher and students of Senior High School at eleven grade.
The data is obtained by observing and interviewing a mathematics teacher and four students. Interviewing to them is done at different place and at different time. This observation is conducted after interviewing to the subject. The result indicates that character education values can be developed by mathematics education by applying suitable learning strategy, learning model, and learning method, so that it can give good influence in character building for the students.
Keywords: mathematics education,character building, senior high school, teacher, student.
(10)
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan atas berkat, rahmat, dan kesempatan-Nya yang selalu tercurah pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul, “Peranan Pendidikan Matematika dalam Pembangunan Karakter Manusia Indonesia di SMA N 1 Parakan Kelas XI IPA 4”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari keterlibatan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Sanata Dharma.
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. 3. Bapak Dr. Yansen Marpaung selaku dosen pembimbing yang selalu
mendampingi, memberi kesempatan berkarya, menyemangati, dan mendoakan.
4. Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Matematika yang telah dengan gigih dan sabar mendidik dan menginspirasi selama penulis belajar di Program Studi Pendidikan Matematika.
(11)
(12)
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... ii
HALAMAN PENGESAHAN……….. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN……….. iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………vi
ABSTRAK………....vii
ABSTRACT………viii
KATA PENGANTAR………. ix
DAFTAR ISI……… xi
DAFTAR LAMPIRAN………... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………1
(13)
xii
C. Rumusan Masalah………. 6
D. Tujuan Penelitian………6
E. Manfaat Penelitian……….7
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Matematika……….9
B. Pendidikan Karakter……….11
C. Kaitan Kebiasaan, Karakter, dan Kecerdasan Seseorang………...13
D. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa dalam Pembelajaran Matematika………25
E. Penelitian yang Relevan………...30
F. Kerangka Berpikir………31
G. Hipotesis………...33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian………34
B. Tempat dan Waktu Penelitian………..35
C. Sumber Data………36
D. Teknik Pengumpulan Data………..36
E. Teknik Analisis Data………41
(14)
xiii
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian………44
B. Penyajian Data……… 48
C. Analisis Data………49
D. Ringkasan Hasil Analisis……… 78
E. Keterbatasan Penelitian……….. 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………. 81
B. Saran………... 82
DAFTAR PUSTAKA………... 84
(15)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN 1. Transkrip Wawancara
Transkrip Wawancara dengan Guru………..87 Transkrip Wawancara dengan Peserta Didik……….95
2. Screenshot SMS
Screenshot SMS………... 100
3. Dokumentasi
Dokumentasi Wawancara dengan Guru………... 113 Dokumentai Wawancara dengan Peserta Didik………...114
(16)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan karakter mulai menjadi salah satu program prioritas Kementerian Pendidikan Nasional sejak dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada peringatan Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei 2010. Pembangunan karakter berhubungan cukup erat dengan pendidikan karakter yang akan dilaksanakan di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga kependidikan lainnya.
Pembangunan karakter juga menjadi perhatian negara-negara di berbagai belahan dunia, dengan tujuan untuk membentuk generasi yang berkualitas dan bermoral baik. Hal ini yang memicu dunia pendidikan negeri ini agar semakin mengedepankan pendidikan karakter. Sekolah harus melakukan pendidikan karakter karena karakter bangsa Indonesia masih lemah. Hal itu ditunjukkan oleh banyak sekali pemberitaan mengenai kerusakan moral di negeri ini, seperti menjamurnya tindak korupsi, tawuran antar pelajar, bentrok antar suku, dan sebagainya. Kenyataan tersebut menjadi alasan kuat pentingnya diadakan pembangunan karakter di sekolah-sekolah dan lembaga kependidikan lainnya.
(17)
Pendidikan karakter sebaiknya difokuskan ke dalam pikiran seseorang pada berbagai usia, sehingga dapat mempengaruhi karakter seseorang menjadi lebih bernilai. Semakin dini pendidikan karakter diterapkan pada seseorang, maka pembangunan karakter pada diri seseorang juga semakin efektif dan bernilai. Pengembangan karakter individu cenderung akan lebih baik dengan hal tersebut.
Pembangunan karakter terkait tiga bidang utama yaitu, pendidikan, budaya, dan agama. Ketiga bidang tersebut terkait erat dengan nilai-nilai yang sangat penting bagi kehidupan manusia Indonesia. Sebagai contohnya, keragaman budaya dalam masyarakat Indonesia menjadi salah satu alasan mengapa pendidikan karakter itu penting. Pendidikan karakter berbasis kebudayaan yang membahas multikulturalisme akan memberikan efek sadar pada masyarakat tentang pentingnya persatuan dan kesatuan antar suku bangsa.
Pembangunan karakter diharapkan mampu menyentuh berbagai institusi, terutama institusi pendidikan. Hal ini sejalan dengan Renstra Kemendiknas 2010-2014 yang mencanangkan penerapan pendidikan karakter pada setiap institusi pendidikan. Pelaksanaan pendidikan karakter diharapkan mampu mewujudkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, berkarakter, mandiri, dan bertanggung jawab terhadap kemasyarakatan dan kebangsaan.
(18)
Pembangunan karakter di bidang pendidikan harus mampu mempersiapkan warga negara agar cerdas, aktif, kreatif, terampil, jujur, berdisiplin, dan bermoral. Secara spesifik, untuk mencapai tujuan pendidikan seutuhnya, pengembangan intelegensi saja belum cukup mampu menghasilkan manusia yang utuh. Intelegensi akan berjalan dengan baik jika didukung oleh kecerdasan emosional. Hal ini didukung oleh kajian psikolog Goleman (2002:512) dalam (http://makassar.tribunnews.com), yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi, menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial. Oleh karena itu, untuk mencapai kualitas pendidikan yang optimal, perlu diupayakan pembinaan kecerdasan emosi melalui pendidikan karakter pada peserta didik sebagai penyeimbang intelegensi lain yang ada.
Diperlukan kerja keras semua pihak terkait dengan penerapan pendidikan karakter di sekolah yang memerlukan pemahaman tentang konsep, teori, metodologi, dan aplikasi yang relevan dengan pembangunan karakter. Dalam hal ini, sekolah dipandang sebagai lingkungan yang mampu memberikan pendidikan-pendidikan yang efektif pada peserta didik. Pendidikan karakter yang diajarkan dengan betul di sekolah, mampu mempengaruhi karakter pribadi setiap peserta didik. Dengan begitu, sekolah dapat dijadikan sebagai lingkungan yang tepat dalam pembangunan karakter
(19)
untuk membentuk moral generasi bangsa lewat pendidik-pendidik yang paham mengenai pendidikan karakter.
Pendidikan karakter di sekolah seharusnya diterapkan pada berbagai bidang pendidikan yang ada. Pendidikan karakter yang menitik beratkan pada sikap maupun keahlian diharapkan akan memicu individu menjadi lebih baik dalam menjalankan hidup hingga ke tahapan pendidikan yang lainnya. Disamping pendidikan formal yang didapatkan oleh seseorang, kemampuan memperbaiki diri dan pengalaman merupakan hal yang mendukung upaya pendidikan seseorang di dalam bermasyarakat.
Adanya pendidikan karakter di sekolah pada bidang-bidang pendidikan, misalnya pendidikan matematika berarti akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak peserta didik sesuai bidang pendidikan yang diajarkan tersebut. Secara langsung maupun tidak langsung, pendidikan karakter tersebut menanamkan sekumpulan nilai moral tertentu dalam diri peserta didik. Pendidikan karakter juga menekankan sikap, perilaku dan tindakan yang baik berdasarkan nilai moral tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman mengenai nilai-nilai moral yang baik perlu diperdalam.
Pendidikan matematika merupakan salah satu cabang bidang kependidikan. Matematika terbentuk dari hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Dengan bernalar, peserta didik bisa membedakan sesuatu apakah baik atau buruk, bermanfaat atau tidak
(20)
dan sebagainya. Dalam hal ini, pendidikan matematika dapat dipandang sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan erat dengan pengembangan karakter peserta didik.
Pendidikan karakter di dalam pendidikan matematika merupakan salah satu implementasi kurikulum yang bertujuan membangun karakter bangsa. Peranan kurikulum yang menuntut peserta didik untuk tidak hanya ahli dalam bidang akademis saja, menjadi tugas bagi pendidik untuk memiliki kesadaran mengenai pentingnya pendidikan karakter melalui pendidikan matematika.
Dalam penelitian ini, akan dikaji dan diteliti peranan pendidikan matematika dalam pembangunan karakter di sekolah. Peneliti berasumsi bahwa pendidikan karakter melalui pendidikan matematika berpengaruh secara efektif dalam pembangunan karakter peserta didik. Sehubungan dengan hal tersebut, maka judul dari penelitian ini adalah “Peranan Pendidikan Matematika dalam Pembangunan Karakter Manusia Indonesia di SMA N 1 Parakan Kelas XI IPA 4”. Penelitian ini diharapkan mampu menunjukkan bahwa pendidikan matematika dapat menjadi media pendidikan moral yang akan membangun karakter manusia Indonesia ke arah yang semakin bermartabat.
(21)
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah sejauh mana peran pendidikan matematika dalam pembangunan karakter manusia Indonesia?
C. Rumusan Masalah
1. Nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa apa saja yang dibangun dan diperdalam melalui pendidikan matematika di Sekolah Menengah Atas?
2. Bagaimana guru Sekolah Menengah Atas menentukan model, metode, dan strategi pembelajaran matematika yang sesuai untuk mengembangkan nilai-nilai pendidikan karakter yang akan dikembangkan pada pendidikan matematika?
3. Apakah nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa yang dibangun melalui pendidikan matematika memberikan pengaruh yang baik bagi karakter peserta didik?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang
nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa yang dibangun oleh pendidikan matematika.
(22)
2. Mengidentifikasi guru dalam memahami model, metode, dan strategi pembelajaran matematika yang tepat untuk dipakai selama pembelajaran matematika, sehingga mampu mengembangkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam pendidikan matematika.
3. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pendidikan matematika dapat mengembangkan karakter yang baik pada peserta didik Sekolah Menengah Atas.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Sebagai penelitian ilmiah, hasil dari penelitian ini diharapkan mampu dijadikan acuan oleh pendidik-pendidik untuk menentukan strategi pembelajaran matematika, sehingga pendidik dapat menerapkan dan mengembangkan pendidikan karakter melalui pendidikan matematika.
Selain hal pokok di atas, secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menujukkan peran dari pendidikan matematika yang berorientasi pada pengembangan potensi olah pikir peserta didik dan pendidik dalam pengembangan karakter perserta didik yang sangat penting dalam pembangunan bangsa yang semakin bermartabat.
(23)
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberi inspirasi bagi peneliti khususnya, mahasiswa, dan dosen agar lebih peka dalam menanggapi perkembangan pelaksanaan pendidikan karakter dalam pendidikan matematika.
Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan yang positif bagi lembaga pendidikan formal maupun informal, pendidik dan tenaga kependidikan, khususnya guru matematika dan orang tua dalam menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter, sehingga mampu membangun dan membina karakter yang baik pada peserta didik.
(24)
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Matematika
Kata “pendidikan matematika” dibentuk dari dua kata, yaitu “pendidikan”dan “matematika”. Kata “pendidikan”sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan juga merupakan kegiatan yang penting dalam hidup manusia. Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Fatchul Mu’in (2013) ada dua asumsi mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertama, pendidikan bisa dianggap sebagai sebuah proses yang terjadi secara tidak sengaja atau berjalan secara alamiah. Pendidikan bukan proses yang diorganisasi secara teratur, terencana, dan menggunakan metode-metode yang dipelajari serta berdasarkan aturan-aturan yang telah disepakati mekanisme penyelenggaraannya oleh suatu komunitas masyarakat (negara), melainkan lebih merupakan bagian dari kehidupan yang telah berjalan sejak manusia itu ada.
Kedua, Fatchul Mu’in (2013) menjabarkan bahwa pendidikan bisa dianggap sebagai proses yang terjadi secara sengaja, direncanakan, didesain,
(25)
dan diorganisasi berdasarkan aturan yang berlaku. Pendidikan sebagai sebuah kegiatan dan proses aktivitas yang disengaja merupakan gejala masyarakat ketika sudah mulai disadari pentingnya upaya untuk membentuk, mengarahkan, dan mengatur manusia sebagaimana dicita-citakan masyarakat.
Matematika pada Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.
Pengertian matematika menurut Marpaung (2014), Matematika adalah ilmu yang dalam perkembangannya menggunakan metode deduktif. Metode deduktif adalah metode yang dimulai dari hal yang bersifat umum ke hal yang bersifat khusus. Matematika dimulai dari aksioma dan pengertian pangkal, lalu dengan menggunakan definisi dibangun konsep, lalu diturunkan teorema-teorema yang kebenarannya dibuktikan menggunakan logika.
Dari pengertian di atas, dapat dirangkum pengertian dari pendidikan matematika adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan penyelesaian masalah dengan pola berfikir matematis yaitu runtut, jelas, dan logis.
(26)
B. Pendidikan Karakter
Persoalan mengenai pendidikan karakter yang sering muncul di tengah kehidupan masyarakat adalah pengertian dan pemahaman dari pendidikan karakter itu sendiri, sehingga menjadi hal biasa ketika orang-orang mengartikan pendidikan karakter dalam berbagai pengertian dan pemahaman tentang pendidikan karakter.
Doni Koesoema A (2012), menyatakan bahwa pendidikan karakter sering dipahami sebagai proses sosialisasi tata krama dan aturan sopan santun di dalam masyarakat. Menurut beliau pendidikan karakter terkait dengan pembentukan diri manusia, definisi dan pemahamannya mesti selaras dan konsisten dengan pemahaman antropologis (ilmu tentang asal-usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaan manusia pada masa lampau) yang mendasarinya. Dengan pemahaman antropologi pendidikan tersebut dapat dirumuskan apa arti pendidikan karakter itu. Menurut pengertian tersebut, pendidikan karakter merupakan proses pembentukan pribadi manusia yang sesuai dengan manusia itu sendiri baik menurut gejala biologisnya (antropologi fisik), makhluk sosialnya, maupun budayanya (antropologi budaya).
Pengertian pendidikan karakter menurut sebuah program nasional pendidikan karakter di Amerika Serikat, Character Education Partnership (CEP) (Doni Koesoema, 2012, p.57) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai sebuah gerakan nasional untuk mengembangkan sekolah-sekolah agar
(27)
dapat menumbuhkan dan memelihara nilai-nilai etis, tanggung jawab dan kemauan untuk merawat satu sama lain dalam diri anak muda, melalui keteladanan dan pengajaran tentang karakter yang baik, dengan cara memberikan penekanan pada nilai-nilai universal yang diterima oleh semua. Gerakan ini merupakan usaha-usaha dari sekolah, distrik, dan negara bagian yang sifatnya intensional dan proaktif untuk menanamkan dalam diri para siswa nilai-nilai moral inti, seperti perhatian dan perawatan (caring), kejujuran, keadilan (fairness), tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri sendiri dan orang lain.
Definisi lain mengenai pendidikan karakter menurut Asosiasi Supervisi dan Pengembangan Kurikulum di Amerika Serikat (Doni Koesoema, 2012, p.57-58) pendidikan karakter adalah sebuah pengajaran kepada anak-anak tentang nilai-nilai kemanusiaan dasar, termasuk di dalamnya kejujuran, keramahtamahan, kemurahan hati, keberanian, kebebasan, persamaan, dan rasa hormat. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan sikap bertanggung jawab secara moral dan memiliki disiplin diri di dalam diri siswa sebagai warga negara.
Dari pengertian di atas pengertian pendidikan karakter secara umum adalah suatu konsep dasar yang diterapkan ke dalam pemikiran seseorang untuk menjadikan akhlak jasmani rohani maupun budi pekerti agar lebih berarti dari sebelumnya sehingga dapat mengurangi krisis moral yang menerpa negeri ini. (http://hengkikristiantoateng.blogspot.com)
(28)
C. Kaitan Kebiasaan, Karakter, dan Kecerdasan Seseorang
Secara umum, kecerdasan dibagi menjadi tiga jenis yaitu, kecerdasan intelektual (Inteligent Quotient / IQ), kecerdasan emosional (Emotional Quotient / EQ), dan kecerdasan spritual (Spiritual Quotient / SQ). Kecerdasan intelektual atau Intelegent Quotient (IQ) merupakan bentuk kemampuan individu untuk berfikir, mengolah, dan menguasai lingkungannya secara maksimal serta bertindak secara terarah. Kecerdasan Intelektual berperan dalam pemecahan masalah secara logika. Kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) merupakan kemampuan untuk mengenali, mengendalikan, dan menata perasaan sendiri dan perasaan orang lain secara mendalam sehingga kehadirannya menyenangkan dan didambakan orang lain. Kecerdasan ini berperan dalam pemberian kesadaran kepada seseorang mengenai perasaan milik diri sendiri dan juga perasaan milik orang lain, memberi rasa empati, cinta, motivasi, dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan atau kegembiraan secara tepat. Kecerdasan spiritual atau Spiritual Quotient (SQ) merupakan sumber yang mengilhami seseorang dengan mengikatkan diri pada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu. Kesadaran ini berperan pada diri seseorang dalam membedakan baik dan buruk, benar dan salah, dan pemahaman terhadap standar moral.
Berdasarkan kajian artikel, secara spesifik, untuk mencapai tujuan pendidikan seutuhnya ternyata pengembangan intelegensi saja tidak mampu
(29)
menghasilkan manusia yang utuh. Berbagai hasil kajian dan pengalaman menunjukkan bahwa pembelajaran komponen emosional lebih penting daripada intelektual. Jika kualitas pendidikan diharapkan tercapai secara optimal, perlu diupayakan bagaimana membina peserta didik untuk memiliki kecerdasan emosi yang stabil sebagai penyeimbang dari intelegensi yang ada. Sebab, melalui kecerdasan emosional peserta didik dapat memahami diri dan lingkungannya secara tepat, memiliki rasa percaya diri, tidak mudah putus asa, dan dapat membentuk karakter peserta didik secara positif. (http://makassar.tribunnews.com)
Dari kajian diatas, kemampuan emosional seseorang menjadi pendorong kebiasaan peserta didik dalam menentukan sikapnya terhadap masalah yang dihadapi dalam mengembangkan kecerdasan intelektualnya. Menurut Stephen R. Covey (The 7 Habits of Highly Effective People), ada tujuh kebiasaan manusia yang sangat efektif. Kebiasaan-kebiasaan itu adalah: 1. Kebiasaan 1: Proaktif (Be Proactive)
Proaktif adalah tentang bagaimana mengambil tanggung jawab bagi hidup seseorang. Orang-orang proaktif mengakui bahwa mereka ada karena dirinya sendiri. Mereka mengakui bahwa mereka tidak bisa terus menerus menyalahkan semuanya pada genetika, situasi, kondisi, atau pengkondisian untuk perilaku mereka. Mereka paham bahwa mereka yang memilih perilaku mereka.
(30)
Kebalikan dari proaktif adalah reaktif. Orang reaktif adalah orang yang sering dipengaruhi oleh lingkungan fisik mereka. Mereka cenderung menyalahkan hal-hal eksternal untuk disalahkan atas perilaku mereka. Segala sesuatu yang terjadi pada orang tersebut tergantung pada keadaan di luar mereka. Semua kekuatan eksternal seolah-olah sebagai stimulus yang menentukan keadaan orang reaktif ini.
Setiap orang memiliki kebebasan untuk menentukan respon. Salah satu hal penting yang dapat dipilih adalah apa yang seseorang katakan. Bahasa seseorang adalah indikator yang menggambarkan bagaimana diri seseorang tersebut. Orang proaktif memfokuskan waktu dan energi pada hal-hal yang dapat mereka kontrol.
2. Kebiasaan 2: Memulai dengan Tujuan Akhir (Begin with the End in Mind)
Kebiasaan 2 didasarkan pada imajinasi atau kemampuan untuk membayangkan dalam pikiran seseorang apa yang tidak bisa dilihat dengan mata saat ini. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa segala sesuatu diciptakan dua kali. Ada mental (pertama) penciptaan, dan fisik (kedua) penciptaan. Penciptaan fisik mengikuti mental, seperti bangunan mengikuti cetak biru.
Jika seseorang tidak membuat usaha sadar untuk memvisualisasikan siapa diri seseorang tersebut dan apa yang dinginkan dalam hidup, maka
(31)
seseorang memberdayakan orang lain dan keadaan untuk membentuk seseorang dan kehidupannya tanpa keputusan. Ini tentang menghubungkan kembali dengan keunikan seseorang itu sendiri dan kemudian mendefinisikan pedoman pribadi, moral, dan etika di mana seseorang dapat paling bahagia mengekspresikan dan memenuhi diri sendiri.
Memulai dengan tujuan akhir berarti untuk memulai setiap hari baru, tugas, atau proyek dengan visi yang jelas tentang arah yang seseorang inginkan dan tuju, dan kemudian dilanjutkan dengan meregangkan otot-otot proaktif seseorang untuk membuat sesuatu terjadi.
Salah satu cara terbaik untuk memasukkan Kebiasaan 2 ke dalam hidup seseorang adalah dengan mengembangkan misi pribadi (Personal Mission Statement). Ini berfokus pada apa yang seseorang ingin wujudkan dan lakukan. Ini adalah rencana seseorang untuk sukses. Ini menegaskan kembali siapa diri seseorang itu, menempatkan tujuan seseorang dalam fokus utama, dan menggerakkan ide-ide seseorang ke dalam dunia nyata.
3. Kebiasaan 3: Dahulukan yang Utama (Put First Things First)
Demi menjalani kehidupan yang lebih seimbang, seseorang perlu mengakui bahwa tidak melakukan segala sesuatu yang datang adalah tidak apa-apa. Tidak perlu untuk mempekerjakan diri terlalu berat. Yang
(32)
dibutuhkan adalah menyadari bahwa tidak apa-apa mengatakan tidak bila diperlukan, kemudian fokus pada prioritas tertinggi.
Kebiasaan 1 mengatakan, "You're in charge. You're the creator." Menjadi proaktif adalah pilihan. Kebiasaan 2 adalah yang utama, atau mental, penciptaan. Memulai dengan Tujuan Akhir adalah tentang visi. Kebiasaan 3 adalah ciptaan kedua, ciptaan fisik. Kebiasaan ini adalah di mana Kebiasaan 1 dan 2 datang bersama-sama. Ini terjadi hari demi hari, saat demi saat. Ini berkaitan dengan banyak pertanyaan yang dibahas dalam bidang manajemen waktu. Tapi tidak serta merta begitu. Kebiasaan 3 adalah tentang manajemen kehidupan juga , tujuan Anda, nilai-nilai, peran, dan prioritas.
Apakah yang dimaksud dengan "hal utama"? Hal utama adalah hal-hal yang seseorang, secara pribadi temukan yang menjadi paling berharga. Jika seseorang menempatkan hal utama yang pertama, seseorang mengatur dan mengelola waktu dan peristiwa sesuai dengan prioritas pribadi seseorang didirikan pada Kebiasaan 2.
4. Kebiasaan 4: Berpikir Menang-Menang (Think Win-Win)
Berpikir Menang-Menang bukanlah tentang bersikap baik, juga bukan teknik yang cepat-fix. Sebagian besar dari kita belajar untuk mendasarkan diri kita pada perbandingan dan persaingan. Kami berpikir tentang berhasil dalam hal orang lain gagal, yaitu jika saya menang, Anda kehilangan atau jika Anda menang, saya kalah. Hidup menjadi sebuah“zero-sum game”.
(33)
Win-win melihat kehidupan sebagai arena kooperatif, bukan arena kompetitif. Win-win adalah kerangka pikiran dan hati yang terus-menerus mencari keuntungan bersama dalam semua interaksi manusia. Win-win berarti kesepakatan atau solusi yang saling menguntungkan dan memuaskan.
Seseorang atau organisasi yang mendekati konflik dengan sikap menang-menang memiliki tiga karakter yang penting:
a. Integritas (Integrity): Menempel dengan perasaan sejati Anda, nilai-nilai, dan komitmen
b. Kedewasaan (Maturity): Mengekspresikan ide dan perasaan dengan keberanian dan pertimbangan untuk ide-ide dan perasaan orang lain
c. Abundance Mentality: Percaya bahwa ada kapasitas mental yang berlimpah untuk semua orang.
Banyak orang berpikir pada jangka waktu tertentu apakah seseorang itu baik maupun seseorang itu tidak baik. Win-win mengharuskan seseorang menjadi keduanya. Ini adalah tindakan menyeimbangkan antara keberanian dan pertimbangan. Untuk menjadi win-win ini, seseorang tidak hanya harus empatik, tetapi seseorang itu juga harus percaya diri. seseorang tidak hanya harus menjadi perhatian dan sensitif, seseorang juga
(34)
harus berani. Untuk melakukan itu, untuk mencapai keseimbangan antara keberanian dan pertimbangan, yang merupakan inti dari kedewasaan yang sebenarnya dan merupakan dasar untuk menjadi win-win.
5. Kebiasaan 5: Berusaha Memahami Dahulu, Baru Dimengerti (Seek First to Understand, Then to Be Understood)
Komunikasi adalah keterampilan yang paling penting dalam hidup manusia. Kita menghabiskan bertahun-tahun belajar bagaimana membaca dan menulis, dan tahun-tahun belajar bagaimana berbicara. Tapi bagaimana dengan mendengarkan? Apa pelatihan yang telah kita miliki yang memungkinkan kita untuk mendengarkan sehingga kita benar-benar sangat memahami orang lain? Mungkin tidak ada, kan?
Jika kita seperti kebanyakan orang, kita mungkin mencari yang harus dipahami dahulu. Dalam melakukannya, kita mungkin mengabaikan orang lain sepenuhnya, berpura-pura bahwa kita mendengarkan, namun sebenarnya memilah-milah dan hanya mendengar bagian-bagian tertentu dari percakapan atau penuh perhatian fokus hanya pada kata-kata yang dikatakan, tetapi tidak mampu memaknainya sama sekali. Jadi mengapa hal ini terjadi? Karena kebanyakan orang mendengarkan dengan maksud untuk membalas, namun tidak mengerti. Dengarkan diri kita seperti mempersiapkan pikiran kita apa yang akan dikatakan,
(35)
pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan dan sebagainya. Kita menyaring segala sesuatu yang kita dengar melalui pengalaman hidup kita, kerangka acuan kita.
Akibat seseorang sering mendengarkan autobiographically, seseorang cenderung untuk merespon dengan salah satu dari empat cara berikut ini:
a. Evaluating: Anda menilai dan kemudian setuju atau tidak setuju.
b. Probing: Anda mengajukan pertanyaan dari kerangka referensi Anda sendiri.
c. Advising: Anda memberikan nasihat, saran, dan solusi untuk masalah.
d. Interpreting: Anda menganalisis motif dan perilaku orang lain berdasarkan pengalaman Anda sendiri.
6. Kebiasaan 6: Bersinergi (Synergize)
Secara sederhana, sinergi berarti "dua kepala lebih baik dari satu." Bersinergi adalah kebiasaan kerjasama kreatif. Ini adalah kerja sama tim, keterbukaan pikiran, dan sebuah petualangan untuk menemukan solusi baru untuk masalah lama. Tapi itu tidak hanya terjadi dengan sendirinya. Ini sebuah proses, dan melalui proses itu, orang-orang membawa semua
(36)
pengalaman dan keahlian pribadi mereka ke meja. Bersama-sama, mereka dapat menghasilkan hasil yang jauh lebih baik bahwa mereka secara individual bisa. Sinergi memungkinkan kita menemukan hal-hal bersama-sama kita jauh lebih kecil kemungkinannya untuk menemukan oleh diri kita sendiri. Ini adalah gagasan bahwa keseluruhan lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya. Satu ditambah satu sama dengan tiga, atau enam, atau enam puluh.
Ketika orang mulai berinteraksi bersama-sama benar-benar, dan mereka terbuka untuk mempengaruhi satu sama lain, mereka mulai mendapatkan wawasan baru. Kemampuan menciptakan pendekatan baru meningkat secara eksponensial karena perbedaan. Menilai perbedaan adalah apa yang sebenarnya menggerakkan sinergi. Apakah Anda benar-benar menghargai perbedaan mental, emosional, dan psikologis antara orang-orang? Atau apakah Anda ingin semua orang hanya akan setuju dengan Anda sehingga Anda semua bisa akur? Banyak orang salah dalam mengartikan keseragaman persatuan untuk kesatuan. Perbedaan harus dilihat sebagai kekuatan, bukan kelemahan. Hal itu menambahkan semangat untuk hidup.
7. Kebiasaan 7: Mengasah Gergaji (Sharpen the Saw)
Mengasah Gergaji berarti melestarikan dan meningkatkan aset terbesar yang seseorang miliki. Ini berarti memiliki sebuah program yang
(37)
seimbang untuk pembaruan diri dalam empat bidang kehidupan seseorang, yaitu: fisik, sosial atau emosional, mental, dan spiritual. Berikut adalah beberapa contoh kegiatan:
a. Fisik (Physical): Makan, olahraga, dan istirahat.
b. Sosial atau Emosional (Social atau Emotional): Hubungan sosial dan emosional yang bermakna dengan orang lain
c. Mental: Belajar, membaca, menulis, dan mengajar
d. Spiritual: Menghabiskan waktu di alam, memperluas spiritual diri melalui meditasi, musik, seni, doa, atau layanan
Ketika seseorang memperbaharui diri pada keempat bidang tersebut, berarti seseorang menciptakan pertumbuhan dan perubahan dalam hidup seseorang itu sendiri. Mengasah gergaji membuat seseorang segar kembali, sehingga seseorang dapat terus melatih keenam kebiasaan yang efektif lainnya. Seseorang meningkatkan kapasitas untuk memproduksi dan menangani tantangan di sekitar. Tanpa pembaharuan ini, tubuh menjadi lemah, pikiran menjadi mekanis, emosi mentah, roh tidak peka, dan orang egois. Merasa baik tidak terjadi begitu saja. menghidupkan kehidupan dalam keseimbangan berarti mengambil waktu yang diperlukan untuk memperbaharui diri sendiri. Ini semua terserah pribadi. Seseorang dapat memperbaharui diri melalui relaksasi. Seseorang dapat memanjakan diri secara mental dan spiritual. Atau dapat menjalani kehidupan dengan
(38)
menyadari kesejahteraannya. Anda dapat merevitalisasi diri sendiri dan menghadapi hari baru dalam damai dan harmoni. Ingat bahwa setiap hari memberikan kesempatan baru untuk pembaharuan - kesempatan baru untuk mengisi ulang sendiri bukannya memukul dinding. Yang dibutuhkan adalah keinginan, pengetahuan, dan keterampilan.
Dari penjabaran mengenai kebiasaan, karakter, dan kecerdasan seseorang diatas, menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual akan tumbuh dengan baik dan optimal jika dikembangkan dengan adanya keseimbangan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual melalui pengembangan kebiasaan yang efektif. Kebiasaan yang efektif tersebut diantaranya yang diungkapkan oleh Stephen R. Covey. Dengan adanya keterkaitan ini, kemampuan peserta didik dalam pembelajaran matematika yang merupakan pengembangan kecerdasan intelektual memang sebaiknya didampingi dengan mengoptimalkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dengan melatih kebiasaan-kebiasaan efektif melalui pendidikan matematika. Hal ini diharapkan mampu menumbuhkan sikap yang baik dan membentuk peserta didik yang cerdas, berpengetahuan luas, dan berkarakter sebagaimana mestinya.
Seperti yang tercantum dalam buku panduan Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PPKM) di Universitas Sanata Dharma (Panitia PPKM USD, 2011) ketujuh kebiasaan yang efektif menurut Stephen R.Covey
(39)
tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk mengolah pengalaman dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari mahasiswa. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa mahasiswa diajak untuk mencapai kesadaran terhadap diri dan apa yang tengah dijalani, meng-eksplorasi diri, menemukan potensi, dan menyusun strategi agar dapat meningkatkan kompetensi dan integritas kepribadian. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa kualitas pribadi tidak dapat lepas dari kebiasaan-kebiasaan hidup. Hidup seseorang sekarang terbangun dari kebiasaan-kebiasaan hidup seseorang tersebut.
Hasil kajian buku tersebut menunjukkan bahwa ketujuh kebiasaan efektif menurut Stephen R. Covey tersebut dapat diterapkan dalam dunia pendidikan. Tujuan utama implementasinya dalam dunia pendidikan adalah untuk dijadikan sarana bagi guru dan peserta didik untuk mulai menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang menunjang bagi pertumbuhan peserta didik, sehingga hasil dari sebuah pembelajaran di institusi pendidikan terhadap peserta didik, selain cerdas secara intelektual juga memiliki karakter yang baik.
Seperti disebutkan dalam Martini (2011, p.1) bahwa pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai
(40)
yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa kedalam kurikulum, silabus, dan Rencana Pembelajaran (RPP) yang telah ada.
Penilaian pencapaian nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa dan implementasi ketujuh kebiasaan efektif menurut Stephen R. Covey tersebut dapat didasarkan pada indikator. Sekolah menetapkan indikator sekolah dan indikator kelas berdasarkan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa dan tujuh kebiasaan efektif menurut Stephen R. Covey yang disesuaikan dengan kondisi sekolah dan kondisi kelas masing-masing.
D. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa dalam Pembelajaran Matematika
Pendidikan karakter dan budaya bangsa adalah suatu usaha sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik agar mampu melakukan proses internalisasi, menghayati nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat. (http://makassar.tribunnews.com)
Menurut Koentjaraningrat dan Mochtar Lubis (Retno Listyarti, 2012, p.4) karakter bangsa Indonesia yaitu meremehkan mutu, suka menerabas, tidak percaya diri sendiri, tidak berdisiplin, mengabaikan tanggung jawab,
(41)
hipokrit, lemah kreativitas, etos kerja buruk, suka feodalisme, dan tak punya malu. Sedangkan menurut Winarno Surakhmad dan Pramoedya Ananta Toer, karakter asli bangsa Indonesia adalah nrimo, penakut, feodal, penindas, koruptif, dan tak logis.
Karakter-karakter bangsa Indonesia tersebut yang sebaiknya dibenahi oleh kita, sehingga mendorong Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mencanangkan pendidikan karakter di institusi-institusi kependidikan. Mulai tahun 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan karakter pada setiap pembelajaran.
Di dalam Peraturan Pemerintah No.32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan mata pelajaran matematika yaitu “Bahan kajian matematika, antara lain, berhitung, ilmu ukur, dan aljabar dimaksudkan untuk mengembangkan logika dan kemampuan berpikir peserta didik”.
Seperti yang telah dikaji bahwa hubungan erat antara tiga jenis kecerdasan berperan penting dalam pengembangan kecerdasan seseorang. Pendidikan matematika berkaitan dengan pengembangan kecerdasan intelektual (IQ), sedangkan pendidikan karakter dan budaya bangsa berkaitan dengan pengembangan kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.32 tahun 2013 tersebut dapat dikaitkan antara pembelajaran matematika yang bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik dengan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran matematika
(42)
agar sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika menurut Depdiknas tahun 2004 dalam Tatang Herman (2006) yaitu:
1) Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalkan melalui kegiatan eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi, serta inkonsistensi.
2) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
4) Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, dan diagram dalam menjelaskan gagasan.
Berikut penjabaran 18 nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter dan budaya bangsa Indonesia menurut Retno Listyarti (2012) yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran matematika:
1) Religius
Religius merupakan sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
(43)
2) Jujur
Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3) Toleransi
Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4) Disiplin
Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku yang tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5) Kerja Keras
Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6) Kreatif
Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7) Mandiri
Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
(44)
Demokratis adalah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9) Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10) Semangat Kebangsaan
Semangat kebangsaan adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11) Cinta Tanah air
Cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12) Menghargai Prestasi
Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13) Bersahabat/Komunikatif
Bersahabat/komunikatif adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
(45)
14) Cinta Damai
Cinta damai adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15) Gemar Membaca
Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. 16) Peduli Lingkungan
Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17) Peduli Sosial
Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18) Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap dirinya maupun orang lain dan lingkungan sekitarnya.
E. Penelitian yang Relevan
Berdasarkan studi kepustakaan, peneliti menemukan penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian dilakukan oleh Jailani (2007) dalam
(46)
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta pada 14 Mei 2011, yang berjudul “Pendidikan Karakter Pada Pembelajaran Matematika”. Penelitian tersebut menunjukkan bagaimana pendidikan karakter dapat dikembangkan dalam pembelajaran matematika, terutama di sekolah.
Penelitian juga dilakukan oleh Didi Suryadi (2010) dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di Yogyakarta pada 27 November 2010, yang berjudul “Penelitian Pembelajaran Matematika Untuk Pembentukan Karakter Bangsa”. Penelitian tersebut menyatakan bahwa pembelajaran matematika yang berorientasi pada pengembangan potensi olah pikir peserta didik, sangat strategis berkontribusi pada pencapaian tujuan pendidikan nasional yaitu memiliki karakter cerdas yang dilandasi nilai-nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.
F. Kerangka Berpikir
Beberapa tindakan asusila yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini memicu para pengambil kebijakan pendidikan untuk mengembangkan pendidikan yang berkarakter untuk membangun karakter generasi bangsa Indonesia menjadi lebih baik. Nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa ini diterapkan dalam semua bidang pendidikan yang ada di Indonesia melalui indikator-indikator pada kurikulum 2013 yang baru-baru ini sedang dikembangkan dan mulai dilaksanakan di berbagai sekolah.
(47)
Pendidikan matematika merupakan salah satu cabang pendidikan yang diajarkan di sekolah-sekolah. Pendidikan matematika yang selama ini berkembang di tengah masyarakat memiliki arti bahwa proses pengajarannya hanya mengenai ilmu hitung saja.
Seiring berkembangnya pola pikir manusia, pandangan mengenai lingkup pengajaran pada pendidikan matematika mulai bergeser. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa penelitian mengenai pembangunan karakter yang dapat diajarkan pada pendidikan matematika yang diimplementasikan melalui pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter di sekolah.
Pembangunan karakter melalui pendidikan matematika merupakan hal yang perlu dilakukan, mengingat pendidikan matematika memang mengajarkan tentang bagaimana bernalar dan mengolah pola pikir. Pembangunan karakter melalui pendidikan matematika dapat dilakukan dengan menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa dalam setiap kegiatan pembelajaran matematika. Hal tersebut mengajarkan pada peserta didik untuk cerdas dalam berpikir matematis dan berkarakter baik sesuai dengan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa yang diterapkan pada pembelajaran matematika di sekolah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda yaitu: Jailani dan Didi Suryadi mengenai pembelajaran matematika
(48)
untuk pembentukan karakter menunjukan adanya peranan pendidikan matematika dalam membangun karakter para peserta didik. Berdasarkan hasil tersebut, pemilihan judul penelitian peranan pendidikan matematika dalam pembangunan karakter manusia Indonesia diharapkan mampu menunjukkan peranan pendidikan matematika pada pembangunan karakter manusia Indonesia dan dapat membantu peserta didik dalam membangun karakternya menjadi lebih baik dengan belajar matematika di sekolah.
G. Hipotesis
Penelitian kualitatif ini menggunakan hipotesis dengan alasan hipotesis pada penelitian ini digunakan sebagai tindak lanjut dari kerangka berpikir. Hipotesis pada penelitian ini tidak berarti hipotesis yang akan diuji dengan metode statistik.
Mengacu pada alasan penggunaan hipotesis diatas maka hipotesis penelitian kualitatif ini adalah pendidikan matematika berperan dalam pembangunan karakter manusia Indonesia melalui aktivitas berpikir peserta didik di bawah bimbingan guru melalui model, metode, dan strategi pembelajaran yang tepat dalam membangun dan menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa melalui pembelajaran matematika di sekolah.
(49)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Menurut Sugiyono (2012), metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk memahami situasi sosial secara mendalam, menemukan pola, hipotesis, dan teori.
Moleong (2007), menyatakan bahwa penelitian kualitatif dimanfaatkan untuk keperluan:
a. Meneliti latar belakang fenomena yang tidak dapat diteliti melalui penelitian kuantitatif.
b. Meneliti sesuatu secara mendalam. c. Penelitian konsultatif.
d. Memahami fenomena yang sampai sekarang belum banyak diketahui.
e. Dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk menelaah latar belakang misalnya, tentang motivasi, peranan, nilai, sikap, dan persepsi.
(50)
Penelitian ini bermaksud memberikan gambaran sejauh mana peranan dari pendidikan matematika di Sekolah Menengah Atas dalam pembangunan karakter peserta didik. Dalam penelitian ini yang diamati adalah nilai-nilai pendidikan karakter yang diterapkan oleh guru dalam mata pelajaran matematika dan bagaimana pengaruhnya terhadap karakter peserta didik. Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian ini akan menjadi lengkap dan mendalam sehingga tujuan dari penelitian ini akan tercapai.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Penelitian akan dilakukan di Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Temanggung, yaitu SMA N 1 Parakan. Peneliti melakukan penelitian pada sekolah tersebut karena peneliti merupakan alumni dari sekolah tersebut. Peneliti berasumsi bahwa penelitian akan berjalan lebih efektif jika peneliti benar-benar mengetahui seluk beluk sekolah, kultur sekolah, dan keadaan yang ada di sekolah tersebut.
2. Penelitian akan dilaksanakan bulan Agustus dan September tahun 2014. Waktu pelaksanaan penelitian disesuaikan dengan jam pembelajaran efektif yang ada di sekolah tersebut. Dipilih bulan Agustus dan September tahun 2014 karena pada bulan tersebut tahun ajaran baru dimulai, sehingga waktu cukup untuk pelaksanaan penelitian.
(51)
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari subyek penelitian secara langsung yaitu data hasil wawancara dan observasi. Sedangkan bentuk datanya berupa data kualitatif.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Wawancara
Pedoman wawancara yang digunakan peneliti ada dua macam yaitu pedoman wawancara untuk guru mata pelajaran dan pedoman wawancara untuk peserta didik. Pedoman wawancara untuk guru digunakan oleh peneliti untuk mewawancarai guru mata pelajaran matematika pada Sekolah Menengah Atas.
Wawancara dengan guru mata pelajaran matematika ini akan dilakukan dengan pendekatan personal untuk mendapatkan informasi yang memang benar-benar sesuai dengan pandangan personal guru.
Pedoman wawancara untuk peserta didik digunakan untuk mewawancarai beberapa peserta didik pada Sekolah Menengah Atas yang akan dipilih secara acak. Wawancara akan dilakukan dengan empat peserta didik Sekolah Menengah Atas dengan pendekatan personal dan diskusi kelompok kecil pada waktu tertentu. Pendekatan
(52)
personal akan dilakukan untuk mendapatkan informasi dan pandangan peserta didik secara individual. Metode diskusi dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai pandangan peserta didik jika berada di lingkup sosial.
Wawancara dilakukan peneliti sebagai tahap penting penelitian. Tahap ini dilakukan sebelum dan sesudah melakukan observasi secara mendalam di sekolah. Wawancara dilakukan dengan menemui guru mata pelajaran matematika pada waktu tertentu. Wawancara juga dilakukan dengan beberapa peserta didik pada waktu yang berbeda. Wawancara peserta didik dilaksanakan setelah wawancara guru.
Berikut ini kisi-kisi pertanyaan pada wawancara: Tabel 3.1 Kisi-Kisi Pertanyaan Wawancara
Subjek Pertanyaan
1. Guru • Sebagai seorang guru mata pelajaran matematika, bagaimana Anda memilih metode, model, dan strategi pembelajaran?
• Apakah Anda tahu strategi pembelajaran kooperatif ?
• Apakah Anda tahu strategi penemuan terbimbing?
• Apakah Anda setuju bahwa pendidikan karakter itu penting?
• Seberapa penting pendidikan karakter dalam pembelajaran matematika menurut Anda?
• Bagaimana Anda mengajarkan nilai-nilai pendidikan karakter kepada peserta didik
(53)
dalam pembelajaran matematika?
• Bagaimana Anda menempatkan diri sebagai pembimbing peserta didik dalam membangun karakter mereka selama pembelajaran matematika?
2. Peserta didik
• Kesulitan apa saja yang dialami ketika belajar matematika di kelas?
• Kemudahan apa saja yang dialami ketika belajar matematika dikelas?
• Lebih sulit memahami cara
menghitungnya atau dalam
mengoperasikan perhitungannya?
• Bagaimana menyikapi ketika Anda mengalami kesulitan belajar matematika? • Lebih suka bertanya kepada guru, teman, atau cari tahu sendiri lewat perpustakaan, internet, dsb?
• Apa yang kalian lakukan ketika ada seorang teman susah sekali belajar matematika?
• Apakah manfaat yang Anda rasakan dengan belajar matematika di kelas? • Apakah manfaat yang Anda rasakan
dengan belajar matematika di luar kelas?
2. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan sebagai panduan pengamatan secara langsung perilaku peserta didik dan guru selama pembelajaran matematika di kelas. Lembar observasi digunakan setelah pelaksanaan wawancara guru. Lembar observasi diisi oleh peneliti ketika melakukan observasi pada suatu kelas di Sekolah Menengah Atas. Aspek-aspek yang diamati dalam observasi kelas adalah:
(54)
b. Kemampuan guru dalam mengkondisikan kelas, termasuk mengajarkan kebiasaan-kebiasaan yang efektif dalam rangka membangun karakter yang baik.
c. Kemampuan guru merefleksikan pembelajaran matematika dengan kondisi sosial masyarakat.
d. Sikap peserta didik dalam menganalisis masalah pada pembelajaran matematika.
e. Sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika yang disampaikan guru di kelas.
f. Sikap peserta didik dalam menganalisis masalah di luar kelas yang berkaitan dengan nalar dan pola pikir seperti yang dikembangkan dalam pembelajaran matematika.
Dalam lembar observasi ada 18 pernyataan. Kisi-kisi untuk lembar observasi di kelas pada pembelajaran matematika sebagai berikut:
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Lembar Observasi
No. Aspek-aspek
Jumlah Butir Pernyataan
Pernyataan Skor
1 Kemampuan guru
mempersiapkan materi
ajar. 1
• Bahan ajar kontekstual (tidak bergantung pada buku acuan semata)
1
2 Kemampuan guru
dalam mengkondisikan kelas, termasuk
5
• Guru sudah
mempertimbangkan respon peserta didik
(55)
mengajarkan
kebiasaan-kebiasaan yang efektif dalam rangka membangun karakter yang baik.
mengenai
pembelajarannya. • Guru mengajar dengan
situasi kelas pasif. • Guru mengajar dengan
situasi kelas aktif. • Guru menanggapi
respon positif peserta didik.
• Guru menanggapi respon negatif peserta didik.
3 Kemampuan guru
merefleksikan pembelajaran
matematika dengan
kondisi sosial
masyarakat.
4
• Guru terpaku dengan
rumus dalam
pembelajaran matematika.
• Guru mengkaitkan materi dengan kondisi sosial masyarakat. • Guru membimbing
peserta didik mencari langkah-langkah penyelesaian masalah dalam pembelajaran. • Guru membimbing
siswa menemukan hasil / solusi dalam pembelajaran.
1-4
4 Sikap peserta didik dalam menganalisa
masalah pada
pembelajaran matematika.
2
• Peserta didik aktif dalam pembelajaran. • Peserta didik berpikir
kritis dalam
menanggapi persoalan yang diajukan guru.
1-2
5 Sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika yang disampaikan guru di kelas.
3
• Peserta didik bersikap kooperatif.
• Peserta didik mampu mengkomunikasikan idenya.
• Peserta didik
menyertakan alasan
(56)
dalam menyampaikan gagasannya.
6 Sikap peserta didik dalam menganalisa masalah diluar kelas yang berkaitan dengan nalar dan pola pikir
seperti yang
dikembangkan dalam pembelajaran
matematika.
2
• Peserta didik bersikap komunikatif dalam menanggapi
persoalan.
• Peserta didik
menampakkan reaksi yang positif dalam menanggapi
persoalan.
1-2
3. Dokumen
Teknik dokumenter digunakan sebagai bukti telah diadakan penelitian. Dokumen yang dihimpun berupa dokumen tertulis, gambar, dan video. Metode dokumentasi ini dilakukan untuk mendukung hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti agar lebih akurat.
E. Teknik Analisis Data
Analisis dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah pengumpulan data dalam periode tertentu (Sugiyono, 2012). Analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (1984), dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan verification (verifikasi) (Sugiyono, 2012: 401).
(57)
Langkah-langkah analisis data model interaktif tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
Peneliti berada di lapangan dan memperoleh data-data dalam bentuk catatan maupun rekaman. Data yang diperoleh tersebut dibuat menjadi catatan deskriptif kemudian dibuat catatan refleksif yang berisi pendapat peneliti berdasarkan fenomena yang dijumpai selama penelitian berlangsung.
2. Reduksi data
Fenomena yang dijumpai selama penelitian masih berupa data yang banyak, rumit, dan kompleks. Untuk itu perlu dilakukan reduksi data. Reduksi data dilakukan dengan merangkum, memilah hal-hal pokok, memfokuskan hal-hal penting, kemudian merumuskan pola, dan membuang yang tidak perlu.
3. Penyajian data
Setelah data direduksi maka selanjutnya adalah penyajian data. Penyajian data dalam penelitian kualitatif berupa uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.
4. Penarikan kesimpulan dan verifikasi
Penarikan kesimpulan dan verifikasi pada penelitian kualitatif berupa gambaran suatu obyek yang awalnya masih remang-remang
(58)
setelah diteliti menjadi jelas dan kredibel didukung dengan adanya data-data yang sudah diproses sesuai langkah-langkah analisa data model interaktif.
F. Uji Keabsahan Instrumen Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penilitian ilmiah, sehingga keabsahan data penelitian kualitatif ini sangat penting. Dengan uji instrumen pengambilan data sebelum dilaksanakan uji coba di lapangan, diharapkan instrumen tersebut mampu mengukur secara tepat keadaan di lapangan.
Uji keabsahan instrumen pengambilan data pada penelitian ini menggunakan uji pakar. Dalam penelitian ini pengujian instrumen penelitian dilakukan oleh dosen pembimbing.
(59)
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA N 1 Parakan Temanggung. Penelitian diawali dengan menyerahkan surat izin pada tanggal 14 Agustus 2014 kepada Ibu Dra. Waldhonah, M.M selaku kepala sekolah. Setelah melakukan diskusi mekanisme penelitian dengan kepala sekolah, peneliti melakukan pertemuan dengan guru mata pelajaran matematika, yaitu Ibu Ir. Elfi Ulfiati Sufaeroh yang sudah dihubungi sebelumnya melalui telepon.
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 14 Agustus 2014, 16 Agustus 2014, dan 18 Agustus 2014. Penelitian dilaksanakan dengan mewawancarai guru mata pelajaran matematika, peserta didik, dan mengobservasi kelas dan lingkungan sekolah. Wawancara dengan guru mata pelajaran adalah wawancara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data utama. Wawancara dengan peserta didik, observasi kelas, dan analisis dokumen merupakan pelaksanaan penelitian untuk menguji keabsahan data utama yang didapatkan pada saat wawancara dengan guru mata pelajaran matematika.
(60)
1. Observasi Lingkungan Sekolah dan Kelas
Observasi lingkungan sekolah dilakukan setiap kali peneliti masuk ke sekolah tersebut, dari tanggal 14 Agustus 2014, 16 Agustus 2014, dan 18 Agustus 2014. Kebetulan, peneliti adalah alumni dari sekolah tersebut, jadi peneliti cukup memahami keadaan sekolah tersebut.
Observasi kelas dilakukan peneliti di kelas XI IPA 4 pada tanggal 18 Agustus 2014 pukul 10.15-11.45 WIB, jam ke 5 dan 6 pada mata pelajaran matematika yang diampu oleh Ibu Elfi. Peserta didik sebanyak 25 orang, perempuan 16 orang dan laki-laki 9 orang. Ada 21 orang beragama Islam dan 4 orang non Islam.
Pembelajaran matematika saat itu sedang membahas materi suku banyak. Lingkungan di sekitar kelas kondusif dan nyaman. Keadaan di kelas bersih, rapi, dan mencerminkan suasana yang kondusif untuk kegiatan belajar dan mengajar. Peserta didik dibagi menjadi kelompok-kelompok, masing-masing kelompok 4 orang. Anggota kelompok dibagi berdasarkan letak tempat duduk.
2. Wawancara
a. Wawancara dengan Guru
Wawancara dilakukan dengan Ibu Elfi selaku guru mata pelajaran matematika di kelas XI IPA 4 dilaksanakan selama dua
(61)
kali pertemuan pada waktu dan tempat yang berbeda. Wawancara pertama dilakukan pada tanggal 14 Agustus 2014 kira-kira pada pukul 11.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB. Tempat wawancara di depan kantor guru. Suasana waktu itu cukup riuh karena bertepatan dengan pelaksanaan rangkaian lomba HUT Pramuka dan dalam rangka menyambut HUT RI pada tanggal 17 Agustus 2014. Kendati begitu, obrolan antara peneliti dengan informan tidak terlalu terganggu. Suasana disekitar tempat duduk kami juga kondusif sehingga cukup mendukung kami untuk berbincang-bincang serius mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti.
Wawancara kedua dilaksanakan pada tanggal 16 Agustus 2014 pada pukul 11.54 WIB sampai dengan 13.00 WIB. Tempat wawancara di perpustakaan sekolah. Pada waktu itu dipilih di perpustakaan agar suasana lebih kondusif dan mengutamakan kenyamanan informan dalam menyampaikan informasi kepada peneliti. Pembicaraan dimulai dengan diiringi musik klasik yang diputar oleh petugas perpustakaan. Peneliti menggunakan media tablet sebagai perekam pembicaraan antara peneliti dengan informan. Peneliti juga menggunakan catatan sebagai bahan acuan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada informan.
(62)
b. Wawancara dengan Peserta Didik
Wawancara dengan peserta didik dilakukan pada tanggal 18 Agustus 2014, pada pukul 14.00-15.00 WIB dan tanggal 6 September 2014 pada pukul 14.15-16.00 WIB. Wawancara dengan peserta didik dilakukan secara intensif dengan berbagai tekhnik, baik berdiskusi langsung maupun berdiskusi melalui SMS. Hal ini dimaksudkan agar data yang didapat dari informan (peserta didik) lebih akurat.
Percakapan dimulai pada tanggal 18 Agustus 2014 dengan berkenalan bersama peserta didik satu kelas XI IPA 4. Peneliti memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengajukan diri sebagai subjek penelitian sebanyak empat peserta didik. Banyak peserta didik yang menawarkan diri sebagai subjek penelitian, terutama peserta didik laki-laki. Meskipun demikian, peserta didik perempuan juga antusias dalam mengajukan diri.
Pada akhirnya, peneliti memilih sebanyak empat peserta didik dari kelas XI IPA 4 sebagai subjek penelitian yaitu, Muhammad Musa Abdurrohim (Musa), Naufal Fais Maulidin (Naufal), Fauzi Danu Nugroho (Uzi), dan Rindang Puspito Retno (Rindang).
(63)
Dari pembicaraan awal dengan empat peserta didik tersebut, didapat kesepakatan untuk melakukan komunikasi aktif, baik secara langsung maupun melalui media komunikasi seperti SMS, telepon, maupun media sosial lainnya. Hal itu dimaksudkan agar peneliti tidak terlalu kesulitan dalam menjangkau mereka, juga karena jarak jauh yang belum memungkinkan untuk bertemu langsung dengan mereka setiap waktu.
B. Penyajian Data
Data yang didapatkan selama penelitian berupa transkrip wawancara, gambar, lembar observasi, dan rekaman pembicaraan. Transkrip wawancara didapat dengan menuangkan hasil rekaman pembicaraan ke dalam tulisan. Gambar digunakan sebagai bukti telah diadakan wawancara lisan secara langsung kepada informan. Lembar observasi digunakan peneliti sebagai acuan dalam mengobservasi kelas dan lingkungan.
Data yang berupa transkrip wawancara, gambar, lembar observasi, dan rekaman pembicaraan berada dalam lampiran.
(64)
C. Analisis Data
1. Analisis Data Hasil Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran Matematika
Penyajian data hasil transkrip wawancara guru menggunakan metode yang digunakan oleh Tohirin (2012, p.118-130). Supaya data yang berkenaan dengan fokus penelitian dapat diketahui dengan mudah, maka peneliti harus menentukam kode-kode tertentu sesuai dengan konteks datanya atau fokus penelitiannya. Cara-cara membuat kode ditentukan sendiri oleh peneliti, karena prinsipnya adalah untuk memudahkan peneliti mengingat data yang berkenaan dengan fokus penelitiannya (Tohirin, 2012, p.117).
Berikut tabel analisis data hasil wawancara dengan guru:
Tabel 4.1 Data Hasil Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran Matematika Kelas XI IPA 4 SMA N 1 Parakan
Keterangan Kode:
MP : Metode Pembelajaran
SP : Strategi Pembelajaran MOPE : Model Pembelajaran
PK : Pendidikan Karakter
PEMKAR : Pembangunan Karakter
(65)
KON : Konfirmasi
RES : Respon
MSL : Masalah
K1 : Kebiasaan 1 Stephen R. Covey (Be Proaktive)
K2 : Kebiasaan 2 Stephen R. Covey (Begin With The End In Mind)
K3 : Kebiasaan 3 Stephen R. Covey (Put First Things First) K4 : Kebiasaan 4 Stephen R. Covey (Think Win-Win)
K5 : Kebiasaan 5 Stephen R. Covey (Seek First To Understand, Then To Be Understood)
K6 : Kebiasaan 6 Stephen R. Covey (Synergize)
K7 : Kebiasaan 7 Stephen R. Covey (Sharpen The Saw) K4A : Kebiasaan 4 Indeks A Stephen R. Covey (Integrity) K4B : Kebiasaan 4 Indeks B Stephen R. Covey (Maturity)
K4C : Kebiasaan 4 Indeks C Stephen R. Covey (Abundance Mentality) K5A : Kebiasaan 5 Indeks A Stephen R. Covey (Evaluating)
K5B : Kebiasaan 5 Indeks B Stephen R. Covey (Probing) K5C : Kebiasaan 5 Indeks C Stephen R. Covey (Advising) K5D : Kebiasaan 5 Indeks D Stephen R. Covey (Interpreting)
P : Peneliti
(66)
No. Wawancara Keterangan Analisis
1 P: “Selamat siang, Ibu. Sudah lama sekali tidak
bertemu, Ibu apa
kabar?”(membuka pembicaraan)
G: “Selamat siang mbak Susi. Saya kabar baik, sekarang dimana kok jarang ada kabar main ke sekolah?”
P: “Saya melanjutkan ke Pendidikan Matematika di Sanata Dharma Jogja, Bu. Jadi kedatangan saya kesini,
mau menindak lanjuti
permohonan ijin saya
melalui SMS kemarin untuk penelitian disini, Bu.”
G: “Oh iya, jadi mau meneliti tentang apa?”
P: “Sebenarnya sudah tidak asing untuk saat ini karena ada kaitan dengan kurikulum
terbaru yang dipakai
sekarang, tetapi saya fokus
kepada pendidikan
karakternya, Bu. Menindak lanjuti rasa penasaran saya
mengenai pendidikan
karakter di pendidikan
matematika.”
G: “Jadi mbak Susi nanti tidak mengajar di kelas? Saya pikir mau mengajar
seperti yang biasanya
dilakukan mahasiswa yang mau penelitian.”
Mula-mula peneliti
membuka percakapan
dengan menanyakan kabar
dan sebagainya. Hal
tersebut direspon cukup baik oleh guru. Dengan
demikian memicu
pembicaraan yang lebih
nyaman, hangat, dan
komunikatif. Peneliti
bermaksud melakukan
penelitian yang bersifat
mendalam, yaitu
mengenai pendidikan
karakter yang dilakukan guru ini di kelas. Dengan
membuka pembicaraan
yang nyaman, hangat, dan komunikatif, peneliti
berharap mampu
mendapatkan informasi
yang sesuai dengan
harapan.
Guru memahami maksud kedatangan peneliti dan
memberi respon baik.
Respon baik dapat peneliti
lihat dari cara guru
menanggapi sapaan dan
menghadirkan ekspresi yang menyenangkan bagi peneliti untuk berbicara lebih lanjut dengan guru tersebut.
Pada saat guru menanyakan kabar, status kemahasiswaan
peneliti, dan maksud
penelitian ini, dapat
dikatakan bahwa guru ini memiliki sikap yang baik dalam menanggapi maksud orang lain (lawan bicara).
2 P: “Tidak, Bu. Mencoba sesuatu yang baru. Ibu,
bagaimana pembelajaran
matematika di sekolah ini
selama ini?”(sambil
menyerahkan proposal penelitian dan segera dipelajari oleh guru beberapa saat)
Guru mula-mula mencoba mengingat-ingat
pengalaman ketika
mengajar angkatan
peneliti. Guru
membandingkan realita
yang terjadi pada
pembelajaran dahulu
(angkatan peneliti) dengan
Guru memahami masalah.
Ketika guru mampu
membandingkan keadaan
kelas jaman dulu dengan
sekarang berarti guru
memahami tipikal peserta didik-peserta didik di kelas
pembelajaran matematika
(67)
G: “Untuk yang sekarang ini agak berbeda dengan dulu jamannya kalian. Anak-anak jaman sekarang ini kok
kurang gregetnya.(MSL)
Beda sama jaman kalian, kalau jamannya kalian kan kalau pelajaran meskipun sering bergurau tapi saat belajar matematika ya mau konsentrasi. Kalau sekarang itu, kalau belum disuruh belum mau mengerjakan.” (INF)
angkatan yang sekarang.
Informasi ini
menunjukkan adanya
masalah. masalah yang
dimaksud adalah masalah
mengenai perbedaan
respon dari peserta didik jaman dulu dengan peserta didik sekarang.
jaman sekarang.
3 P: “Menurut Ibu penyebabnya apa, kira-kira?”
G: “Saya kok merasa
mungkin karena pola
pergaulan jaman
sekarang.(MSL) Mereka
sudah mulai terkontaminasi sama alat-alat elektronik,
informasi-informasi di
media-media yang kurang
bertanggung jawab dan
sebagainya itu.”(MSL)
P: “Bukannya di sekolah ini
dilarang membawa alat
komunikasi ya, Bu? Jaman saya dulu kan gitu. (KON)
G: “Ya masih berlaku aturan
itu.(RES) Tetapi kalau
dirumah kan kita sebagai
guru di sekolah tidak
mengetahui bagaimana
mereka menggunakan
alat-alat itu, apakah
bertanggungjawab atau
tidak.(MSL) Yang bisa
kelihatan ya kalau di kelas, masih seneng asyik sendiri kalau dijelaskan.”(INF)
Guru mencoba menduga penyebab dari masalah yang terjadi pada peserta didik. Guru menjabarkan
dugaannya mengenai
penyebab masalah yang
terjadi di kelas
pembelajaran matematika.
Guru menyebutkan
dengan cukup yakin
beberapa pemicu masalah tersebut.
Guru mampu menarik
kesimpulan dari dugaannya.
Dalam hal ini guru
melakukan kebiasan
Evaluating (K5A). Hal ini menunjukkan bahwa guru mencoba memahami dahulu
keadaan kelas dengan
menduga beberapa pemicu
masalah, baru guru
melakukan penilaian atas masalah yang ada. Guru
membiasakan diri untuk
memahami dahulu, baru
menilai. Ini sesuai dengan kebiasaan K5.
4 P: “Apa mungkin metode,
model, dan strategi
pembelajaran di kelas yang
membuat mereka kurang
Guru mencoba
mengingat-ingat model
pembelajarannya. Guru mengatakan tidak hafal
Pembicaraan ini mulai
mengacu pada efektifitas metode, model, dan strategi pembelajaran yang di kelas.
(68)
nyaman? Pernah terpikir begitu, Bu?”
G: “Kalau saya sudah
menggunakan model
pembelajaran yang bagus itu, kadang-kadang tidak tahu namanya, karena ada banyak itu, salah satunya yang saya ingat yang kooperatif itu. Itu yang saya pakai. Saya rasa
itu efektif untuk
mereka.”(MOPE)
dengan jenis-jenis model pembelajaran, satu yang
diingat yaitu model
kooperatif. Model tersebut yang guru rasa efektif untuk peserta didik.
Guru menentukan model
pembelajaran yang tepat
untuk digunakan dalam
pembelajaran ketika guru
tahu bagaimana kondisi
kelas dan peserta didiknya. (berkaitan dengan rumusan
masalah yang diajukan
peneliti pada Bab I mengenai
pengaruh metode
pembelajaran) 5 P: “Pertimbangan
menggunakan model
kooperatif itu disesuaikan dengan respon siswa yang cenderung pasif, kurang bertanggung jawab ketika pembelajaran atau karena ada pertimbangan lainnya?”
G: “Kebanyakan guru disini
menggunakan model
kooperatif (berkelompok) tersebut guna membangun
karakter anak seperti
toleransi, jujur, kreatif,
peduli sosial, dan
bersahabat.(PK) Dengan
berkelompok selama
pembelajaran guru bisa
melatih anak untuk
bertanggung jawab dengan meminta anak mengerjakan hasil pekerjaan kelompoknya di depan kelas. Hal tersebut juga dilakukan untuk melatih
anak percaya
diri.”(PEMKAR)
Peneliti mulai
menanyakan alasan
pemilihan model
pembelajaran kepada
guru. Respon guru sudah
menyebutkan jawaban
yang berkaitan dengan tuntutan kurikulum 2013
yang menitikberatkan
adanya pendidikan
karakter.
Guru memahami tanggung jawabnya untuk menerapkan pendidikan karakter pada pembelajarannya di kelas. Guru menyebutkan beberapa
nilai-nilai pendidikan
karakter.
(nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter dan budaya bangsa Indonesia menurut Retno Listyarti (2012) pada teori yang tercantum di Bab II)
6 P: “Ada hasilnya, Bu?”
G: “Ada beberapa yang sudah tercapai, tapi sulit sekali membuat mereka mau maju ke depan kelas. Rasa
percaya dirinya mereka
masih kurang sekali. Saya curiganya begini, mungkin
Guru memaparkan
masalah yang belum bisa diselesaikan sekaligus melakukan penilaian atas keberhasilan penerapan metode pembelajaran.
Guru mencoba memahami kelemahan peserta didiknya lalu mengevaluasi metode yang dia terapkan di kelas. Ini menunjukkan kebiasaan 5 (K5) sudah dilakukan oleh guru.
(69)
karena faktor lingkungan.”
P: “Hanya itu saja, Bu yang
belum tercapai dari
keseluruhan karakter yang sudah disebutkan?”
G: “Rasa-rasanya sejauh ini begitu.”
7 P: “Ibu tadi curiga faktor
lingkungan, maksudnya
bagaimana, Bu?”
G: “Maksudnya begini, kami ini kan berada di kawasan pegunungan. Biasanya kalau orang dari desa seperti ini agak kurang pede kan?
Mereka cenderung malu
meskipun sudah dirangsang dengan kata-kata penguatan misalnya ‘gak papa maju saja, salah tidak apa-apa’, tapi tetap tidak mau maju ke depan kelas.”
P: “Mungkin tidak mau maju ke depan karena tidak
yakin dengan jawaban
mereka?”
G: “Wong mereka itu
sebenarnya pintar kok, nilai mereka bagus-bagus kalau ulangan. Ketika mereka ikut lomba juga hasilnya jarang mengecewakan, kan saya juga kebetulan yang selalu ditunjuk mendampingi anak kalau mau olimpiade dan sebagainya itu.”
P: “Apakah mungkin faktor kebiasaan mereka ketika di rumah atau di lingkungan kali ya, Bu?”
G: “Sepertinya begitu.
Terbukti kan, misalnya
seperti mbak Susi
melanjutkan ke luar kota, pasti kelihatan kurang pede dibandingkan yang dari kota
Guru menjelaskan alasan dari kecurigaannya. Guru menjelaskan
permasalahan dengan
baik. Guru meminta
persetujuan atas
pengalaman peneliti
tentang ketidak percayaan diri yang dikarenakan oleh factor lingkungan. Guru
mengakui kemampuan
peserta didiknya dengan
memberi keterangan
tentang hasil penilaian ulangan peserta didik.
Guru memahami
kekurangan peserta didik
dengan menunjukkan
penguatan dengan
mengajukan pertanyaan pada peneliti sebagai kerangka referensi dugaan guru tersebut.
Guru menganggap faktor lingkungan sebagai pemicu
ketidak percayaan diri
peserta didik dan guru
memaklumi hal tersebut.
Disamping itu, guru
mengakui kemampuan
peserta didiknya yang baik dan tidak mengecewakan. Ini sesuai dengan salah satu
bagian dari teori (K4).
Dalam hal ini (K4C) sudah dipenuhi oleh guru. Guru melakukan penialai dengan mengajukan pertanyaan dari kerangka referensi guru tersebut, ini sesuai dengan kebiasaan (K5B).
(70)
besar, mereka lebih pede kan?”
8 P: “Iya juga, Bu. Saya juga ketika awal-awal kuliah minder juga. Kalau di luar kelas bagaimana, Bu?” G: “Tingkah polah mereka
ketika di luar kelas,
sepengamatan saya ya
begitu, santun,
mencerminkan tingkah orang desa.”
P: “Karakter-karakter yang dikembangkan guru di kelas ada hasilnya, Bu?”
G: “Kalau menurut saya, sudah.”
P: “Untuk kali ini sepertinya cukup dulu wawancaranya, Bu. Saya lanjutkan besok ya, Bu. Nanti saya kabari seperti biasa.”
G: “Iya, mbak. Kabari saja.”
Guru mengajukan
pertanyaan pada peneliti
untuk meyakinkan
dugaannya. Guru
memberikan keterangan tentang pengamatannya terhadap peserta didik selama di luar kelas dengan nada yang cukup
mantap. Tidak ada
keterangan lanjutan
seperti kritik terhadap tingkah peserta didik dan sebagainya.
Peneliti memperkuat dugaan guru mengenai krisis percaya diri pada peserta didik yang berasal dari daerah kecil. Guru melakukan penilaian tentang perilaku peserta didik di lur kelas. Dalam hal ini guru juga memperhatikan peserta didik ketika di luar
kelas. Guru mampu
melakukan penilaian
terhadap dirinya sendiri
mengenai pengembangan
karakter yang sudah
dilakukannya ketika di kelas. Dalam pembicaraan ini, guru
mengatakan pembangunan
karakter yang dilakukan di kelas menghasilkan karakter yang baik pada peserta didik dan terlihat ketika di luar kelas.
9 P: “Selamat siang Ibu, kemarin sudh dibicarakan
mengenai pembangunan
karakter pada peserta didik, nah misal dari sana saya
menyimpulkan bahwa
metode, model, dan strategi pembelajaran itu selain
berpengaruh pada hasil
pencapaian nilai peserta didik juga berpengaruh pada kebiasaan hidup peserta
didik pada kehidupan
sosialnya. Iya atau tidak, Ibu ?”
G: “Iya, ya jelas kalau dalam
pembelajaran, kita
membiasakan anak saling bekerja sama kemudian bisa tampil di depan umum, terus bisa saling berbagi, ya to, untuk anak-anak yang pandai
Peneliti memulai
pembicaraan dengan
mengingatkan kembali
ringkasan pembicaraan
pada wawancara
sebelumnya. Guru
menyetujui kesimpulan yang diajukan peneliti dan memberikan keterangan
mengenai strategi
pembelajaran dengan
membiasakan peserta
didik untuk tampil di
depan kelas dalam
menyelesaikan soal-soal matematika yang sudah
dibahas dengan
kelompoknya. Guru
mengkategorikan
kemampuan peserta didik dalam dua hal, yaitu pintar dan kurang pintar. Peserta
Dalam hal ini keputusan
guru dalam menentukan
strategi, model, dan metode pembelajaran mempengaruhi
penerapan pendidikan
karakter di kelas.
Cara guru dengan
mengkategorikan peserta
didik dalam dua kategori
menunjukkan bahwa guru
melaksanakan (K4) dan
(K4C).
Tanggung jawab diajarkan oleh guru dengan melakukan strategi pembelajaran yaitu membiasakan peserta didik tampil di depan kelas dalam
menyampaikan hasil
pekerjaan kelompoknya.
Guru menerapkan
pendidikan karakter dengan melatih peserta didik untuk
(71)
bisa menularkan ilmu pada temannya, terus anak yang
kuran pintar juga mau
bertanya kepada yang lebih pandai ya. Kemudian kalau yang pintar tadi sudah
menguasai semua saya
arahkan ke dia untuk
mencari soal-soal sendiri, nanti kalau ada soal-soal yang dirasa sulit bisa ditanyakan kepada gurunya, jadi sebetulnya seperti pengayaan bagi yang sudah pintar ya bisa lebih dari yang lain gitu. Boleh misalnya peserta didik yang sudah menguasai bab-bab tertentu
mempelajari bab-bab
selanjutnya itu kalau sama saya gak apa-apa, maksud saya supaya mereka yang sudah pintar itu supaya jangan sama dengan yang standar-standar saja.”
P: “Kalau hal tersebut, berarti melatih mereka untuk mandiri ya, Bu?”
G: “Iya.”
P: “Mencoba sesuatu yang baru secara mandiri ya, Bu?”
didik yang pintar tidak sering disuruh maju ke depan kelas, sedangkan peserta didik yang kurang pintar cenderung lebih sering disuruh maju ke
depan kelas untuk
memaparkan hasil
pekerjaan kelompoknya.
bertanggung jawab, berani,
dan komunikatif selama
bekerja di kelompok.
Dengan membiasakan
bekerja dalam kelompok,
kemudian mengerjakan di
depan kelas, ini juga
kebiasaan yang baik yang dilakukan guru, secara tidak
langsung guru melatih
peserta didik untuk
bersinergi, terlebih ketika pekerjaan kelompok yang dikerjakan di depan kelas belum tepat. Pada saat itu peserta didik akan berunding dengan kelompoknya untuk menemukan solusi bersama. Ini sejalan dengan (K6).
10 P: ”Disini ada program akselerasi, Bu?”
G: “Tidak ada. Tapi ada yang anak kelas satu sudah mempelajari pelajaran kelas dua, itu ada. Mereka sering nanya bagaimana caranya menyelesaikan soal yang kelas dua itu, saya senang kalau seperti itu. Jadi mereka sudah bisa lanjut terus tidak perlu mundur ke materi sebelumnya. Kalau jaman dulu-dulu itu bisa, tetapi sekarang ini kok belum ada
Sebelum menjawab
pertanyaan, guru mencoba mengingat-ingat prestasi alumninya yang bagus
dalam pembelajaran
matematika. Guru dengan
nada kecewa
mengungkapkan kondisi pembelajaran matematika saat ini yang tidak bisa
seperti dulu. Guru
mengatakan
kekecewaannya karena
peserta didiknya tidak mau melakukan eksplorasi
Dalam hal ini sebenarnya
guru bermaksud
melaksanakan (K7), namun
merasa kecewa karena
ternyata tidak sesuai dengan harapan. Kendati begitu guru
tetap mengatakan bahwa
peserta didiknya bukan tidak percaya diri, namun belum
sepenuhnya percaya diri
sepenuhnya. Guru tetap
memiliki harapan pada
peserta didiknya yang dia yakini memiliki potensi, kedepan memiliki tingkat
(1)
k kl
4. Siswa 4 (Uzi)
(2)
m mn
(3)
o op
Dokumentasi
1. Wawancara dengan guru mata pelajaran matematika
(4)
q qr
2. Wawancara dengan peserta didik
(5)
s st
3. Observasi kelas
(6)
u u6