PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP PEMBELAJARAN KONSUMEN KARTU.

(1)

PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP PEM BELAJARAN KONSUM EN KARTU AS

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Untuk Menyusun Skripsi S-1 Jurusan Manajemen

Oleh :

SYAIFUL ARIF

0612010235 / EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

SKRIPSI

PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP

PEMBELAJARAN KONSUMEN KARTU AS

Yang diajukan

SYAIFUL ARIF

0612010235 / EM

Disetujui untuk Ujian Lisan oleh :

Pembimbing utama

Wiwik Handayani, SE, Msi Tanggal :……….

Mengetahui Wakil Dekan I

Drs. Rahman A. Suwaidi, MS NIP. 19600330 198603 1001


(3)

PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP

PEMBELAJARAN KONSUMEN KARTU AS

Yang diajukan

SYAIFUL ARIF

0612010235 / EM

Telah disetujui untuk di seminarkan oleh :

Pembimbing utama

Drs. Wiwik Handayani, SE, Msi Tanggal :………

Mengetahui

Ketua Program Studi Manajemen

Dr. Muhadjir Anwar, MM NIP. 196509071991031001


(4)

PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP

PEMBELAJARAN KONSUMEN KARTU AS

Yang diajukan

SYAIFUL ARIF

0612010235 / EM

Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi

Pembimbing utama

Wiwik Handayani, SE, Msi Tanggal :……….

Mengetahui Ketua Program Studi

Manajemen

Dr. Muhandjir Anwar, MM NIP. 196509071991031001


(5)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “ PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP PEMBELAJARAN KONSUMEN KARTU AS”

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Progdi Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM, selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Ibu Wiwik Handayani, SE, MSi, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan dan dorongan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.


(6)

ii

5. Segenap staff Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan banyak pengetahuan selama masa perkuliahan.

6. Bapak dan Ibu, yang telah memberikan dukungan, doa dan semangat dan segalanya.

7. Cewek aku ( Wildania Mafazza Akhmad ), yang telah memberikan dukungan, doa, dan semangat serta menemaniku.

8. Teman – teman KOC, genKzZ_jO , Thanks atas smuanya yang ud support aku. 9. Semua pihak yang ikut membantu, yang tidak bisa penulis sebutkan

satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa apa yang telah disajikan masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang penulis miliki, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.

Surabaya, Juli 2012 Penulis


(7)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

ABSTRAKSI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Penelitian Terdahulu ... 7

2.2. Landasan Teori ... 8

2.2.1. Pengertian Pemasaran ... 8

2.2.2. Konsep Pemasaran ... 8

2.2.3. Pengertian Manajemen Pemasaran ... 9

2.2.4. Pengertian Perilaku Konsumen ... 9


(8)

iv

2.2.6. Pengertian Celebrity endorser ... 20

2.2.7. Pengertian Endorser ... 20

2.2.8. Peran Endorser ... 21

2.2.9. Celebrity endorser sebagai Product endorser ... 21

2.2.10 Indikator Selebrity Endorser ... 22

2.2.11. Pembelajaran Konsumen ... 25

2.2.12. Indikator Pembelajaran Konsumen ... 30

2.2.13. Pengaruh Celebrity Endorser Terhadap Pembelajaran Konsumen. ... 31

2.3. Kerangka Konseptual ... 32

2.4. Hipotesis ... 33

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 34

3.2 Populasi Dan Sampel Penelitian ... 37

3.2.1 Populasi ... 37

3.2.2 Sampel ... 37

3.3 Jenis Data dan Sumber Data ... 38


(9)

v

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 45

4.1.1. Sejarah singkat Perusahaan ... 45

4.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 53

4.2.1. Analisis Statistik Deskriptif ... 53

4.2.2. Uji Outlier Multivariate ... 55

4.2.3. Uji Reliabilitas ... 57

4.2.4. Model Struktural ... 58

4.2.5. Uji Kausalitas ... 59

4.3. Pembahasan ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1. Kesimpulan ... 61

5.2. Saran ... 62


(10)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin...56

Tabel 4.2. Identitas Responden Menurut Umur ...57

Tabel 4.3. Identitas Responden Menurut Pendidikan ...57


(11)

vii

PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP PEMBELAJARAN KONSUMEN KARTU AS

Syaiful Arif

ABSTRAK

Dalam membuat iklan, produsen harus memilih siapa yang menjadi endorser dalam iklannya tersebut. Sekarang ini banyak para produsen yang sepakat dengan adanya kecenderungan bahwa konsumen tertarik terhadap sosok tertentu sebagai endorsernya sehingga dapat ditirukan perilakunya oleh konsumen. Adapun sosok tertentu tersebut terkait dengan karakteristik menonjol yang dimilikinya, seperti celebrity endorser. Perlunya konsumen belajar tentang produk-produk khususnya produk dengan berbagai macam kegunaan di setiap produknya sangat berguna bagi konsumen itu sendiri. Melihat pentingnya pembelajaran konsumen melalui celebrity endorser dan pengulangan pesan pada iklan maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Celebrity endorser dan Pengulangan Pesan Iklan Terhadap Pembelajaran Konsumen.

Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen Kartu As di Graha Pari Surabaya. Sampel pada penelitian ini 105 pelanggan. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling (SEM).

Berdasarkan hasil pengujian untuk menguji pengaruh pengulangan pesan dan celebrity endorser terhadap pembelajaran konsumen, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Pengulangan pesan berpengaruh positif terhadap

pembelajaran konsumen. Konsumen sangat memperhatikan pesan yang

disampaikan di akhir iklan. Celebrity endorser tidak berpengaruh terhadap

pembelajaran konsumen.

.

Keywords : pengulangan pesan iklan, celebrity endorser, pembelajaran


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Strategi pemasaran modern dewasa ini tidak lagi hanya dipandang sekedar memasarkan produk yang berkualitas, membuat produk dengan harga murah dan menempatkan produk yang mudah dijangkau konsumen. Kini perusahaan harus memikirkan bagaimana berkomunikasi yang menguntungkan dengan konsumen untuk mengenalkan produk mereka secara intensif, salah satu bentuk komunikasi produsen dengan konsumen adalah melalui iklan.

Iklan merupakan salah satu alat bauran promosi yang digunakan sebagai alat pengantar pesan untuk membentuk sikap konsumen. Agar penyampaian pesan dapat diterima oleh konsumen dengan baik maka dibutuhkan media yang tepat. Berkembangnya media informasi di Indonesia menyebabkan banyaknya iklan yang membanjiri media. Media yang digunakan adalah televisi, radio, majalah atau surat kabar, dan lain lain. Pengiklanan di media televisi hingga kini masih dianggap cara paling efektif dalam mempromosikan produk terutama di Indonesia yang masyarakatnya masih brand minded dimana merek yang pernah muncul di iklan ditelevisi lebih digemari daripada yang tidak diiklankan di televisi. Perusahaan harus memiliki cara kreatif dalam beriklan agar dapat menarik perhatian konsumen


(13)

2

dan menciptakan preferensi terhadap merek. Salah satu cara kreatif dalam beriklan adalah dengan menggunakan endorser.

Sosok endorser dapat berasal dari kalangan selebriti dan orang biasa/non-selebriti. Endorser sebagai opinion leader yang menyampaikan pesan hingga sampai ke konsumen mengenai merek produk. Opinion Leader berperan dalam memberikan informasi pada orang lain, pelaku persuasi, dan pemberi informasi. Perusahaan harus memilih endorser yang cocok dan untuk menyampaikan pesan iklan yang diinginkan kepada target audience, sehingga pesan tersebut sampai kepada konsumen yang dapat membentuk opini, dan mereka akan meneruskan opini tersebut sesuai persepsi masing-masing, dengan demikian diharapkan akan bertambahnya kesadaran terhadap produk.

Penggunaan endorser diharapkan dapat memberikan asosiasi positif antara produk dengan endorser. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan pada suatu merek. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman untuk mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek di dalam benak konsumen. Citra yang baik merupakan salah satu cara yang efektif di dalam menjaring konsumen, karena konsumen dengan sadar atau tidak sadar akan memilih suatu produk yang memiliki brand image yang positif, sehingga tercipta persepsi yang baik di mata konsumen, dan akan


(14)

3

mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan pembelian yang pada akhirnya dapat menciptakan loyalitas terhadap suatu merek produk tertentu

Dalam membuat iklan, produsen harus memilih siapa yang menjadi endorser dalam iklannya tersebut. Sekarang ini banyak para produsen yang sepakat dengan adanya kecenderungan bahwa konsumen tertarik terhadap sosok tertentu sebagai endorsernya sehingga dapat ditirukan perilakunya oleh konsumen. Adapun sosok tertentu tersebut terkait dengan karakteristik menonjol yang dimilikinya, seperti celebrity endorser.

Menurut Engel et. al (1995 : 51) pengandalan yang besar pada pengulangan dapat menjadi sangat diperlukan dalam beberapa kondisi, ketika komunikasi membawa seperangkat informasi yang besar atau kompleks, konsumen mungkin tidak dapat memahami sepenuhnya pesan bersangkutan selama satu pemaparan. Walaupun hal ini mungkin bergantung pada jenis medium dimana iklan tersebut muncul. Untuk alasan ini, pengulangan adalah alat yang penting untuk meningkatkan pembelajaran.

Menurut Sumarwan (2002 : 115), konsumen meniru dari perilaku orang lain tersebut, sehingga dikenal sebagai modeling. Konsumen mempelajari perilaku dengan mengamati perilaku orang lain dan konsekuensi dari perilaku tersebut. Dan menurut Mowen dan Minor (2002 : 187) orang belajar dengan memperhatikan tindakan orang lain dan mengamati konsekuensi dari tindakan –tindakan tersebut. Sedangkan menurut Peter dan Olson (1999 : 240) seseorang cenderung meniru perilaku orang lain ketia dia melihat bahwa perilaku itu membawanya pada konsekuansi yang positif,


(15)

4

mereka tidak akan meniru perilaku orang lain jika dia melihat akan membawanya pada konsekuensi negatif.

Persaingan provider celullar paling seru saat ini adalah antara XL dan Kartu As. Berkali-kali kita dapat melihat iklan-iklan kartu XL dan Kartu As saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang 2 kartu yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar.

Satu hal yang aneh, yaitu satu orang muncul dalam dua penampilan iklan yang merupakan satu produk sejenis yang saling bersaing, dalam waktu yang hampir bersamaan. Jeda waktu aku menonton penampilan Sule dalam iklan di XL dan AS tidak terlalu jauh. Ada sebagian yang bilang, apa yang dilakukan oleh Sule tidak etis dalam dunia periklanan. Mereka menyoroti peran Sule yang menjadi ‘kutu loncat’ ala tokoh parpol yang secara cepat berpindah kepada pelaku iklan lain yang merupakan kompetitornya. Bintang iklan yang jadi kontroversi itu adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah bintang iklan XL. Di XL, Sule bermain satu frame dengan bintang cilik Baim.

Ketatnya situasi persaingan yang sedang terjadi pada Industri Telekomunikasi sedang dirasakan oleh masing-masing operator seluler dari berbagai merek SIM Card,. Perilaku konsumen brand switching lebih memperhatikan harga didalam melakukan pembelian. Hal ini juga dialami Sim Card Kartu As, yang mengalami penurunan nilai Top Brand Index, seperti pada table berikut :


(16)

5

Tabel 1.2. Top Brand Kartu As 2009-2011

Merek TBI

(2009)

TBI (2010)

TBI (2011)

Simpati 36.1% 42.9% 49.9.%

Im3 12.9% 17.9% 17.5%

Kartu As 17.8% 15.8% 9.5%

Sumber : Majalah marketing edisi khusus 2011

Dari table di atas dapat diketahui bahwa pelanggan Kartu As mengalami penurunan, Sedangkan Kartu Simpati dan Im3 mengalami peningkatan . Hal ini mengindikasikan perpindahan pelanggan.

Oleh karena itu, perlunya konsumen belajar tentang produk-produk khususnya produk dengan berbagai macam kegunaan di setiap produknya sangat berguna bagi konsumen itu sendiri. Melihat pentingnya pembelajaran konsumen melalui celebrity endorser dan pengulangan pesan pada iklan maka perlu dilakukan studi mengenai “Pengaruh Celebrity Endorser Terhadap Pembelajaran Konsumen”.

1.2. Perumusan Masalah

Masalah penelitiannya adalah celebrity endorser dan pengulangan pesan pada iklan Kartu Asdalam proses pembelajaran konsumen. Dilihat dari masalah penelitian tersebut, persoalan penelitian yang ingin dikaji adalah :

Apakah celebrity endorser pada iklan dapat mempengaruhi proses pembelajaran konsumen?


(17)

6

1.2. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan tersebut maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah :

Untuk mengetahui pengaruh celebrity endorser pada iklan terhadap proses pembelajaran konsumen.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dengan adanya penelitian ini dapat membarikan masukan bagi perusahaan di dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi.

2. Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan kesempatan kepada penulis untuk membahas mengenai ilmu-ilmu yang diterima selama masa perkuliahan ke dalam praktek lapangan.

3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain apabila akan mengadakan penelitian lebih lanjut.


(18)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

1. Handayani, 2009. Analisis Pengaruh Pemodelan dan Pengulangan Pesan Iklan Televisi terhadap Pembelajaran Konsumen (Studi Kasus terhadap Shampo Sunsilk)

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis SEM maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Konsumen yang menggunakan Shampo Sunsilk khususnya remaja SMA di Sidoajo sangat memperhatlkan pesan yang disampaikan di akhir iklan. (2) Konsumen yang menggunakan Shampo Sunsilk khususnya remaja SMA di Sidoarjo sangat menyukai model dengan pengetahuan dan latar belakang yang dapat mewakili produk yang diiklankan.

2. Penelitian terdahulu diambil Hapsari (2008) dengan judul “Celebrity Endoser, Typical-Person Endoser Iklan Televisi Dan Brand Image Produk (Studi Kasus Pada Pond’s Age Miracle). Berdasarkan hasil deskripsi penelitian, Penggunaan celebrity endorser dan typical-person

endorser pada iklan televisi Pond’s dapat disimpulkan mempengaruhi


(19)

8

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pengertian Pemasaran

Menurut Kotler (1997:8), pemasaran sebagai proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan serta inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain.

Menurut Stanton (1991:3), pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.

Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan seluruh kegiatan usaha yang dibuat untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa dalam menciptakan hubungan pertukaran yang dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.

2.2.2. Konsep Pemasaran

Menurut Kotler (1997:17), konsep pemasaran merupakan sebuah orientasi pemasaran yang menyatakan kunci untuk meraih tujuan organisasi yaitu menjadi lebih efektif dari pada pesaing dalam memadukan kegiatan pemasaran guna menetapkan dan memuaskan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran.


(20)

9

Menurut Tjiptono (2005:3), konsep pemasaran berarti bahwa aktifitas pemasaran dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan adalah berusaha memuaskan pelanggan melalui pemahaman perilaku konsumen secara menyeluruh yang dijabarkan dalam kegiatan pemasaran yang mengintegrasikan kegiatan-kegiatan fungsional lainnya secara lebih efektif dan efisien dibandingkan para pesaing.

Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa di dalam konsep pemasaran terdiri dari kegiatan untuk mengetahui apa yang diinginkan oleh konsumen dan kemudian memuaskan keinginan-keinginan itu yang pada akhirnya mencapai tujuan memperoleh laba.

2.2.3. Pengertian Manajemen Pemasaran

Menurut Kotler (1997:13), manajemen pemasaran merupakan proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan organisasi.

Definisi ini mengakui bahwa manajemen pemasaran adalah proses yang melibatkan analisa, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian; yang mencakup barang, jasa, dan gagasan; yang tergantung pada pertukaran; dan dengan tujuan menghasilkan kepuasan bagi pihak-pihak yang terlibat.

2.2.4. Pengertian Perilaku Konsumen

Menurut Schiffman dan Kanuk (1994:7), perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari,


(21)

10

membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.

Menurut Engel et.al (1994:3), perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini.

Menurut Kotler (1997:153-167), sekurang-kurangnya ada 4 faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu:

1. Faktor budaya

Faktor budaya mempunyai pengaruh yang sangat luas mendalam terhada perilaku yang mencakup budaya (kultur), sub budaya dan kelas sosial.

Budaya adalah simbol dan fakta yang komplek, diciptakan oleh manusia dari generasi ke generasi sebagai penentu dan pengatur perilaku manusia dalam bermasyarakat.

Perilaku konsumen sangat ditentukan oleh budaya yang tercermin dalam cara hidup, kebiasaan, tradisi dalam permintaan produk. Setiap perilaku atau tindakan konsumen ditata dan dikendalikan oleh berbagai sistem nilai dan morma budaya, untuk itu perusahaan dituntut untuk mengerti implikasi dari kebudayaan dimana perusahaan berada. Sub budaya adalah kebudayaan yang ada pada suatu golongan masyarakat yang berbeda dengan masyarakat yang lainnya. Sub budaya memberikan lebih banyak ciri-ciri dan sosialisasi khusus bai para anggotanya.


(22)

11

Kelas sosial adalah pembagian masalah yang relatif homogen dan permanen yang tersusun secara hirarkis dan memiliki anggota dengan nilai, minat dan perilaku yang serupa. Stratifikasi kelas sosial menunjukan preferensi produk dan merk yang berbeda-beda sehingga dapat diunakan untuk mensegmentasikan pasar dan meramalkan tanggapan konsumen terhadap kegiatan pemasaran konsumen.

2. Faktor sosial

Selain faktor budaya, perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga serta peran dan status. Kelompok acuan adalah kelompok yang memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang.

Kelompok acuan dapat mempengaruhi seseorang terutama 3 hal yaitu: (1). Menghadapkan seseorang pada perilaku dan gaya hidup baru. (2). Mempengaruhi perilaku dan konsep diri seseorang, serta (3). Menciptakan tekanan untuk mematuhi apa yang mungkin mempengaruhi pilihan produk dan merk aktual seseorang. Keluarga baik berupa keluarga inti yaitu lingkup keluarga yang meliputi orang tua dan anak yang hidup bersama maupun keluarga besar yaitu keluarga inti ditambah anggota yang masih ada ikatan keluarga, mempengaruhi pengaruh yang berbeda terhadap perilaku seseorang. Bagi perusahaan yang terpenting adalah mengetahui siapa pengambil inisiatif dan berwenang untuk memutuskan pembelian.


(23)

12

Peran dan status seseorang yang berpartisipasi diberbagai kelompok akan membawa pada posisi tertentu. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan seseorang dan didalam peran terdapat status. Setiap orang akan menjalankan peran tertentu yang akan mempengaruhi perilakunya sehingga dimungkinkan adanya perilaku yang berbeda dalam setiap peran.

3. Faktor pribadi

Yang termasuk faktor pribadi adalah usia, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup dan kepribadian. Usia berhuungan erat dengan perilaku dan selera seseorang. Bertambahnya seseorang biasanya diikuti juga dengan berubahnya selera terhadap produk. Faktor pekerjaan juga mempengaruhi pola konsumsi sedangkan keadaan ekonomi cenderung mempengaruhi barang dan jasa. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opini yang menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan, sedangkan kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berbeda dari seseorang yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan. Dengan kepribadian eseorang mempunyai “konsep diri” atau citra pribadi yang luas.

4. Faktor psikologis

Terdapat 4 faktor psikologis utama yang mempengaruhi pilihan pembeli yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan serta keyakinan dan sikap.


(24)

13

Motivasi adalah kebutuhan yang cukup mendorong seseorang untuk bertindak. Sedangkan persepsi adalah proses bagaimana seorang individu memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran yang berarti. Pengetahuan atau pembelajaran diartikan sebagai perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sebagian besar perilaku merupakan hasil dari belajar melalui kombinasi dari dorongan, rangsangan, petunjuk, tanggapan dan pengakuan. Teori pembelajaran dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat dan memasarkan barang dan jasa. Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dianut seseorang tentang suatu hal, sedangkan siakap diartikan sebagai evaluasi, perasaan, emosional dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap beberapa obyek atau gagasan.

Sikap akan mengarahkan seseorang berprilaku secara konsisten terhadap suatu obyek tanpa harus mengekspresikan atau bereaksi dengan cara yang sama atau cara-cara baru. Sikap seseorang membentuk suatu pola yang konsisten dan mengubah suatu sikap yang mungkin diperlukan penyesuaian yang besar dengan sikap-sikap yang lain. Untuk itu perusahaan sebaiknya menyesuaikan prodaknya dengan sikap yang telah ada.

Secara umum manfaat mempelajari perilaku konsumen adalah membantu manajemen mencapai sasaran yang diinginkan secara efektif. Dalam memahami respon konsumen baik berdasarkan riset formal


(25)

14

maupun tidak, yang menjadi unsur utama kesuksesan adalah pengetahuan tentang konsumen tersebut. Tidaklah cukup hanya dengan mengandalkan pengalaman penjualan sehari-hari karena akan sulit untuk menganalisis keinginan, persepsi dan preferensi konsumen sebab keinginan, persepsi dan preferensi konsumen dapat berubah sewaktu-waktu.

2.2.5. Pengertian Periklanan

Menurut Kotler (1997:235), mendefinisikan periklanan adalah segala bentuk penyajian non-personal dan promosi ide, barang atau jasa oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran.

Menurut Kasali (1992:9), secara sederhana iklan didefinisikan sebagai peran yang menawarkan suau produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media.

Menurut Jefkins (1997:3), pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada calon pembeli potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang semurah-murahnya.

Menurut Sigit (1982:50), advertising atau periklanan adalah cara penyajian dengan cetakan, tulisan, kata-kata, gambar, atau menggunakan orang, produk atau jasa yang dilakukan oleh suatu lembaga dengan maksud untuk mempengaruhi dan meningkatkan penjualan, meningkatkan pemakaian, atau untuk memperoleh suau dukungan atau pendapat.


(26)

15

2.2.5.1. Tujuan periklanan

Menurut Kotler (1997:237), tujuan iklan ada 3 yaitu: 1. Untuk menyampaikan informasi :

a. Memberitahu pasar tentang produk baru.

b. Menganjurkan cara penggunaan baru untuk produk baru. c. Memberitahu tentang perubahan baru.

d. Menjelaskan cara kerja suatu produk. 2. Untuk membujuk :

a. Membujuk pelanggan untuk membeli sekarang. b. Memilih merek tertentu.

c. Menganjurkan memilih merek tertentu.

d. Mengubah persepsi konsumen tentang ciri-ciri merek tertentu. 3. Untuk mengingatkan :

a. Mengingatkan para pelanggan pada waktu pasar sepi.

b. Mengingatkan konsumen bahwa produk itu mungkin akan sangat dibutuhkan dalam waktu dekat.

c. Menjaga agar pelanggan selalu ingat akan produk-produk itu.

2.2.5.2. Fungsi Periklanan

Menurut Kotler (1997:225), periklanan dapat melakukan fungsi-fungsi sebagai berikut:

1. Membangun kesadaran calon pembeli yang belum mengetahui tentang perusahaan atau produk yang mungkin menolak untuk


(27)

16

menemui wiraniaga. Iklan dapat menjadi sasaran perkenalan bagi perusahaan atau produk.

2. Membangun pemahaman. Jika produk tersebut memiliki beberapa keistimewaan baru, sebagian tugas menjelaskan hal itu dapat dilakukan secara efektif oleh iklan.

3. Pengingat yang efisien. Jika calon pembeli tidak mengetahui produk tersebut tentu tidak siap untuk membeli, iklan yang mengingatkan akan lebih ekonomis dari pada kunjungan penjual. 4. Menciptakan langkah awal. Iklan yang menawarkan brosur dan

mencantumkan nomor telephone perusahaan adalah cara yang efektif untuk menciptakan langkah awal bagi wiraniaga.

5. Legitimasi. Wiraniaga dapat menggunakan iklan perusahaan yang dimuat di majalah terkenal untuk mengabsahkan keberadaan perusahaan dan produknya.

6. Meyakinkan kembali. Iklan dapat mengingatkan pelanggan bagaimana cara menggunakan produk itu dan meyakinkan mereka kembali tentang pembelian mereka.

2.1.3 Iklan Televisi (TVC / television commercial)

Iklan bisa didefinisikan sebagai semua bentuk presentasi non personal yang mempromosikan gagasan, barang dan jasa yang dibiayai pihak sponsor tertentu. Sponsor iklan dalam hal ini tidak terbatas pada perusahaan, namun mencakup semua pihak yang menyebarkan pesannya pada publik sasaran


(28)

17

termasuk sekolah, organisasi, amal dan lembaga pemerintahan. Iklan merupakan cara efektif untuk menyebarkan pesan, apakah itu bertujuan membangun preferensi merek atau mengedukasi masyarakat. Secara garis besar iklan mempunyai 3 tujuan yaitu : (1) iklan informatif, iklan ini umumnya dianggap sangat penting untuk peluncuran produk baru, dimana tujuannya adalah merangsang permintaan awal, (2) iklan persuasive, sangat penting apabila mulai tercipta tahap persaingan, dimana tujuan iklan adalah membangun preferensi pada merek tertentu, (3) iklan yang bertujuan mengingatkan (remainder advertising) lebih cocok untuk produk yang sudah memasuki tahap kedewasaan lanjutan dari iklan pengingat ini adalah reinforcement advertising yang bertujuan meyakinkan konsumen atau calon konsumen bahwa mereka membeli produk yang tepat. Tujuan iklan semestinya merupakan kelanjutan atau turunan dari keputusan perusahaan sebelumnya tentang pasar sasaran, positioning dan bauran pemasaran. Selain itu, tujuan iklan harus didasarkan pada analisa mendalam situasi pasar terkini. Jika produknya sudah masuk tahap kedewasaan, perusahaan juga pemimpin pasar, tapi penggunaan mereknya masih rendah, maka tujuan yang lebih tepat adalah mendorong penggunaan (usage) lebih besar lagi. (Sulaksana, 2005 : 92-93).

Iklan menjadi wacana penting dalam bisnis, terutama dalam proses membangun merek atau branding. Kegiatan periklanan yang efektif dipandang mampu mempengaruhi kecenderungan mengkonsumsi dalam masyarakat. Tindakan mengkonsumsi secara berulang (repeat buying) adalah salah satu tujuan dalam pemasaran. Iklan yang efektif juga akan mengubah pengetahuan publik


(29)

18

mengenai ketersediaan dan karakteristik sebuah produk (product knowladge), elastisitas permintaan produk akan sangat dipengaruhi aktivitas periklanan. Iklan televisi atau TVC sesungguhnya hanyalah bagian kecil dalam proses branding. Masih banyak elemen-elemen lain dalam mencapai sebuah merek yang kuat dan (diharapkan) mempunyai brand life cycle yang panjang bahkan abadi. (http://www.makin.co.id)

Dalam membuat iklan yang cerdas, harus kreatif sekaligus menjual artinya dari segi pendekatan bahasa komunikasinya (visual atau verbal) iklan tersebut mampu menarik target audience untuk melihat (stopping power), mengerti dan kemudian mengambil tindakan yang diharapkan. Jadi iklan yang cerdas bukan hanya tertanam kuat dalam benak konsumen (reminding) tetapi juga mampu menggerakkan calon konsumen untuk mengambil keputusan (action). (Majalah Cakram edisi khusus Juni-Juli 2005).

Periklanan dipandang sebagai media yang paling lazim digunakan suatu perusahaan (khususnya produk konsumsi / consumer goods) untuk mengarahkan komunikasi yang persuasif pada konsumen. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merk. Tujuan ini bermuara pada upaya mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli. Meskipun tidak secara langsung berdampak pada pembelian, iklan menjadi sarana untuk membantu pemasaran yang efektif dalam menjalin komunikasi antara perusahaan ke konsumen dan sebagai upaya perusahaan dalam menghadapi pesaing. Kemampuan ini muncul karena adanya suatu produk yang dihasilkan suatu


(30)

19

perusahaan. Bagaimanapun bagusnya suatu produk, jika dirahasiakan dari konsumen maka tidak ada gunanya. Konsumen yang tidak mengetahui keberadaan suatu produk tidak akan menghargai produk tersebut.

Penggunaan televisi dalam mengkampanyekan iklan mempunyai kemampuan dalam membangun citra, iklan televisi mempunyai cakupan, jangkauan dan repetisi yang tinggi dan dapat menampilkan pesan multimedia (suara, gambar, dan animasi) yang dapat mempertajam ingatan. Biaya iklan televisi per tampil relatif murah dibanding iklan di majalah atau koran. Meskipun demikian, biasanya biaya keseluruhan iklan televisi lebih besar dan kurang tersegmentasi. (Suyanto,2005:4-5)

Penggunaan televisi sebagai media beriklan bukanlah sebuah ruang kosong yang hampa makna, tetapi merupakan sederet penanda (signifiers) yang membawa bersama sederet penanda atau makna (signifieds), menyangkut gaya hidup, karakter manusia, nilai kepemimpinan, hingga wajah realitas sosial masyarakat (www.kompas.com/kompas mediacetak/0308/17/seni/495655.htm)

Pada dasarnya media televisi bersifat transistory atau hanya sekilas dan menyampai pesannya dibatasi oleh durasi (jam, menit, detik). Pesan dari televisi memiliki kelebihan tersendiri tidak hanya didengar tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang bergerak (audio visual). Televisi merupakan media yang paling disukai oleh para pengiklan. Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi yang mempunyai unsur audio dan visual sehingga para pengiklan percaya bahwa televisi mampu menambah daya tarik iklan dibanding media lain. Televisi juga


(31)

20

diyakini sangat berorientasi mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang disampaikan (Kasali, 1992:172).

2.2.6. Pengertian Celebrity endorser

Menurut Shimp (2003:460), celebrity endorser adalah tokoh (aktor, penghibur, atau atlet) yang dikenal masyarakat karena prestasinya di dalam bidang-bidang yang berbeda. Celebrity endorser banyak digunakan oleh produsen sebagai product endorser dalam iklannya karena perilaku konsumsinya mudah ditiru oleh konsumen. Dalam memilih celebrity

endorser sebagai product endorser, produsen harus memilih secara selektif

karena tidak semua celebrity endorser mempunyai karakteristik yang menonjol dalam diri celebrity endorser tersebut. Diantara karakteristik tersebut adalah cantik atau cakep, mempunyai prestasi dalam bidangnya dan dikenal oleh konsumen. Contohnya: Bintang televisi, Aktor film, Bintang olahraga, Penyanyi, Model,dll.

2.2.7. Pengertian Endorser

Menurut Shimp (2003:456), endorser adalah seorang pendukung dalam periklanan. Para pemasang iklan dengan bangga menggunakan kaum selebriti di dalam periklanan karena atribut populer yang mereka miliki termasuk kecantikan, keberanian, bakat, jiwa olahraga (athleticisme), keanggunan, kekuasaan,dll. Lebih umum lagi, para konsumen mungkin


(32)

21

menyukai merek karena mereka menyukai selebriti yang mendukung produk tersebut.

2.2.8. Peran Endorser

Menurut Shim (2003:460), peran endorser adalah untuk mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen yang baik terhadap produk yang didukungnya.

2.2.9. Celebrity endorser sebagai Product endorser

Menurut Shimp (2003:460), para celebrity endorser digunakan secara luas di dalam iklan-iklan di majalah, di radio, dan di televisi sebagai

product endorser. Para celebrity endorser banyak diminta sebagai juru

bicara produk. Kemungkinan, sebanyak ¼ dari semua iklan menggunakan dukungan celebrity endorser.

Para pengiklan dan biro-biro iklan bersedia membayar harga yang tinggi kepada kaum celebrity endorser tersebut yang disukai dan dihormati oleh khalayak yang menjadi sasaran dan yang diharapkan akan mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen yang baik terhadap produk yang didukung. Penggunaan celebrity endorser sebagai product endorser dalam periklanan akan sangat efektif bila motivasi konsumen untuk memproses pesan relatif rendah. Untuk itu dampak penggunaan celebrity


(33)

22

produsen dan biro-biro iklan. Untuk itu ada beberapa dimensi yang dipertimbangkan dalam menyeleksi celebrity endorser sebagai product

endorser, yaitu:

1. Kredibilitas yaitu kemampuan dan prestasi seseorang yang dapat dipercaya untuk meyakinkan orang lain. Memiliki kesan yang positif dimata masyarakat juga harus ada.

2. Kecocokan dengan khalayak yaitu penampilan seseorang yang disukai oleh khalayak.

3. Kecocokan dengan merek yaitu seseorang yang mempunyai citra, nilai dan perilaku yang sesuai dengan kesan yang diinginkan untuk merek yang diiklankan.

4. Daya tarik yaitu sesuatu yang menonjol dari seseorang yang disukai oleh orang lain yang meliputi sikap dan fisik.

2.2.10 Indikator Selebrity Endorser

Celebrity endorser adalah tokoh (aktor, penghibur, atau atlet) yang

dikenal masyarakat karena prestasinya di dalam bidang-bidang yang berbeda. Ada beberapa factor yang mempengaruhi celebrity endorser sebagai product endorser yaitu :

a. Credibility

Segala hal yang berkaitan dengan kredibilitas selebriti untuk meyakinkan khalayak sasaran atas pesan iklan yang disampaikan dengan indikator (Pratiwi, 2009 : 246):


(34)

23

1. Keahlian adalah kemampuan selebriti dalam menarik simpati penonton

2. Berpengetahuan adalah tingkat pengetahuan selebriti.

3. Ketrampilan adalah tingkat kreativitas bintang iklan tersebut dalam membintangi suatu iklan

4. Dapat dipercaya adalah sikap dari bintang iklan yang dapat dipercaya. 5. Jujur adalah bintang iklan mempromosikan produk sesuai dengan

kenyataan. b. Likeability

Tingkat disukainya selebriti oleh khalayak sasaran dalam mengiklankan produk (Pratiwi, 2009 : 246) dengan indikator :

1. Humoris adalah sikap dari bintang iklan yang suka bercanda dalam iklan tersebut.

2. Berjiwa muda adalah semangat yang dimiliki bintang iklan yang menggelora seperti anak muda.

3. Ramah adalah kesopanan dan keramahan bintang iklan dalam menanggapi fans.

4. Banyak dikenal adalah bintang iklan tersebut sudah sering tampil di televisi.

c. Attractiveness

Daya tarik yang dimiliki selebriti dalam menjalankan perannya sebagai endorser (Pratiwi, 2009 : 246) dengan indikator :


(35)

24

1. Tampilan adalah cara berdandan dan berpakaian seorang selebriti dalam membintangi suatu iklan

2. Elegan adalah kesan yang menampilkan mewah dari bintang iklan tersebut.

3. Seksi adalah gerakan dan gaya berpakaian dari bintang iklan tersebut yang terkesan menggoda.

4. Enak dilihat adalah proporsi penampilan dan kostum yang sesuai dalam iklan tersebut

5. Modern adalah tampilan bintang iklan yang terkesan modern 6. Gaul adalah mengikuti perkembangan mode dan bahasa dalam

membintangi suatu iklan.

d. Meaningfulness

Seberapa kuat pengaruh selebriti dalam mempengaruhi khalayak sasaran agar membeli produk (Pratiwi, 2009 : 246) dengan indikator :

1. Menjadi inspirasi konsumen yang membeli produk, hal itu dikarenakan setelah konsumen melihat iklan tersebut.

2. Disukai konsumen saat menonton iklan. 3. Image selebriti cocok dengan image produk 4. Sukses dan sedang naik daun


(36)

25

2.2.11. Pembelajaran Konsumen

Menurut Mowen dan Minor (2002 : 164), pembelajaran-perilaku merupakan sebuah proses dimana pengalaman dengan lingkungan mengarah pada perubahan perilaku yang relatif permanen atau potensial terhadap perubahan seperti itu.

Stimulus generalization (generalisasi rangsangan) dalam Proses pembelajaran konsumen adalah kemampuan seseorang untuk menggeneralisasi (menyamakan dua hal yang agak berbeda) (Schiffman dan Kanuk, 2000:166). Generalisasi terjadi ketika suatu stimulus yang sangat mirip dengan stimulus yang sudah ada menghasilkan respons yang sama (Hawkins at al. 1998:345).

Melalui konsep stimulus generalization dapat dipahami mengapa produkproduk "metoo" dapat membanjiri pasar segera sesudah peluncuran suatu produk 1nnovative (produk baru). Berdasarkan konsep stimulus generalization, maka di dalam strategi pemasaran diperkenalkan product line extension yaitu menambah produk terkait pada brand yang sudah dikenal. Praktek lain dalam strategi pemasaran yang dilandaskan pada stimulus generalization ialah family-branding (Loudon dan Della Bitta, 1988:451), di mana suatu keseluruhan lini produk menggunakan suatu brand name saja. Selain itu licensing juga berlandaskan pada family-branding (Engel at al. 2005:43).

Perusahaan kadang menggunakan generalisasi dalam bentuk penetapan merek keluarga dengan menempatkan nama merek yang sama


(37)

26

pada produk-produk yang berbeda. Sekarang ini ada kecenderungan ke arah penempatan produk baru sebagai perluasan lini produk dan bukan pengembangan identitas merek yang terpisah (Shiffman dan Kanuk 2000:199). Kecenderungan ini didorong terutama oleh pertimbangan keuangan. Biasanya menciptakan suatu identitas produk baru lebih mahal daripada melakukan pengembangan berdasarkan produk yang sudah mapan. Namun, harus disadari bahwa strategi penetapan merek-keluarga mungkin tidak selalu merupakan arah tindakan yang terbaik. Identitas merek yang terpisah diinginkan untuk perusahaan yang berharap untuk memasarkan produk dengan kualitas yang bervariasi (Peter, Olson 2000:208).

Stimulus discrimination (pembedaan rangsangan) dalam proses pembelajaran konsumen adalah tindakan pilihan terhadap hanya satu stimulus spesifik di antara stimuli serupa lainnya (Schiffman dan Kanuk 2000:168). Diskriminasi merupakan suatu proses di mana suatu organisasi belajar untuk memberikan respons terhadap suatu stimulus, tetapi menghindar membuat respons yang sama terhadap stimulus yang sama (Mowen, 2002:123).

Kemampuan konsumen untuk mendiskriminasi terhadap berbagai stimuli adalah basis bagi strategi positioning yang mengupayakan pencapaian suatu image yang unik dari suatu brand ke dalam ingatan (mind) konsumen (Hawkins at al 1998:345). Dalam hal ini sangat penting untuk mengusahakan bedaan. Hal yang patut diingat adalah market


(38)

27

challenger atau market follower menginginkan agar supaya konsumen menggeneralisasi pengalamannya, sedangkan market leader mengandalkan kepada kemampuan konsumen untuk mendiskriminasi (Schiffman dan Kanuk 2000:169). Diskriminasi jelas merupakan konsep yang penting dalam pemasaran. Para pemasar biasanya ingin konsumen membedakaan antara produk mereka dan produk pesaing. Jika diskriminasi diinginkan, ini biasanya paling baik dicapai

Menurut Sumarwan (2002 : 92), belajar merupakan proses untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman, pengetahuan dan pengalaman ini akan mengakibatkan perubahan sikap dan perilaku yang relatif permanen.

Proses belajar perilaku dibagi menjadi tiga yaitu : a. Proses belajar classical conditioning

Classical conditioning adalah suatu teori belajar yang

mengutarakan bahwa makhluk hidup, baik manusia maupun binatang adalah makhluk pasif yang bisa diajarkan perilaku tertentu melalui pengulangan.

Ada dua konsep utama yang diturunkan dari proses belajar

classical conditioning, yaitu : 1. Generalisasi stimulus

Generalisasi stimulus yaitu kemampuan seorang konsumen untuk bereaksi sama terhadap stimulus yang relatif berbeda.


(39)

28

Diskriminasi stimulus adalah lawan kata dari generalisasi, yaitu konsumen diharapkan bisa mengambil kesimpulan berbeda terhadap beberapa stimulus yang mirip satu dengan yang lainnyal.

b. Proses belajar instrumental conditioning (Ooperant conditioning)

Operant conditioning adalah proses belajar yang terjadi

pada diri konsumen akibat konsumen menerima imbalan yang positif atau negatif (rewards) karena mengkonsumsi suatu produk sebelumnya.

Operant conditioning memiliki empat konsep penting yaitu:

1. Penguatan (reinforcement)

Yaitu suatu rangsangan yang meningkatkan peluang seseorang untuk mengulangi perilaku yang pernah dilakukannya.

2. Hukuman (punishment)

Hukuman adalah hal-hal negatif atau hal yang tidak menyenangkan yang diterima konsumen karena dia melakukan suatu perbuatan.

3. Kepunahan (extinction)

Kepunahan muncul ketika konsumen menganggap bahwa stimulus tidak dapat memberikan kepuasan yang diharapkannya.


(40)

29

Konsumen diarahkan untuk melakukan suatu perilaku sebelum dia bisa melakukan perilaku yang diharapkan produsen.

c. Proses belajar vicarious learning (observational lerning)

Observational learning adalah proses belajar yang

dilakukan konsumen ketika ia mengamati tindakan dan perilaku orang lain dan konsekuensi dari perilaku tersebut.

Ada tiga penggunaan observational learning dalam strategi pemasaran, yaitu :

1. Mengembangkan respon baru

Model bisa digunakan untuk memperkenalkan berbagai penggunaan produk-produk baru yang selama ini belum terpikirkan oleh konsumen.

2. Mencegah respon yang tidak dikehendaki

Produsen dapat mencegah perilaku konsumen yang tidak dikehendaki dengan menggunakan model sehingga dapat memberikan kepercayaan kembali terhadap produk yang dianggap negatif oleh konsumen.

3. Memfasilitasi respon

Model bisa digunakan untuk memperagakan produk sehingga menjadi daya tarik konsumen untuk bisa meniru model tersebut.

Proses belajar bisa terjadi karena adanya empat unsur yang mendorong proses belajar tersebut (Schiffman dan Kanuk, 2000 ;


(41)

30

Loudon dan Della Bitta, 1993). Keempat unsur tersebut adalah motivasi (motivation), isyarat (cues), respons (response), dan pendorong atau penguatan (reinforcement).

2.2.12. Indikator Pembelajaran Konsumen

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Irma Satya Indriyati dan John J.O.I. Ihalauw dalam Wiwik (2008:23), bahwa pembelajaran konsumen terdiri atas 2 dimensi, yaitu :

1. Generalisasi Stimulus

Generalisasi terjadi ketika suatu stimulus yang agak berbeda dengan stimulus yang sudah ada menghasilkan respon yang sama. Diukur dengan menggunakan indikator :

a Kesaamaan produk yang baru dan yang lama. b Penggunaan, apapun jenis produknya.

2. Diskriminasi Stimulus.

Diskriminasi stimulus merupakan hal sebaliknya dari generalisasi stimulus dimana konsumen melakukan pemilihan terhadap hanya satu stimulus spesifik dari antara stimulus serupa lainnya. Diukur dengan menggunakan indikator:

a Pengetahuan terhadap setiap jenis iklan selain yang terbaru. b Pemilihan produk yang terbaru untuk digunakan.


(42)

31

2.2.12. Pengaruh Celebrity Endorser Terhadap Pembelajaran Konsumen. Menurut Sumarwan (2002 : 115), konsumen meniru dari perilaku orang lain tersebut, sehingga dikenal sebagai modeling. Konsumen mempelajari perilaku dengan mengamati perilaku orang lain dan konsekuensi dari perilaku tersebut.

Dan menurut Mowen dan Minor (2002 : 187) orang belajar dengan memperhatikan tindakan orang lain dan mengamati konsekuensi dari tindakan –tindakan tersebut.

Sedangkan menurut Peter dan Olson (1999 : 240) seseorang cenderung meniru perilaku orang lain ketia dia melihat bahwa perilaku itu membawanya pada konsekuansi yang positif, mereka tidak akan meniru perilaku orang lain jika dia melihat akan membawanya pada konsekuensi negatif.

Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa konsumen dapat meniru perilaku dari orang lain (dalam hal ini adalah model), sebagai salah satu pembelajaran. Oleh karena itu pemodelan mempunyai pengaruh positif terhadap pembelajaran konsumen.


(43)

32

2.3. Kerangka Konseptual

Credibility

Likeability

Attractiveness

Meaningfulness

Celebrity Endorser

Pembelajaran Konsumen

(Y)

Diskriminasi Stimulus Generalisasi


(44)

33

2.4. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori yang digunakan maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Diduga celebrity endorser berpengaruh positif terhadap proses pembelajaran konsumen.


(45)

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional Variabel

Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan dalam penelitian yang berupa suatu konsep yang mempunyai variasi nilai. Variabel yang digunakan dalam menganalisa data adalah : 1. Celebrity endorser sebagai Product endorser

Celebrity endorser adalah tokoh (aktor, penghibur, atau atlet) yang

dikenal masyarakat karena prestasinya di dalam bidang-bidang yang berbeda. Ada beberapa factor yang mempengaruhi celebrity endorser sebagai product endorser yaitu :

a. Keahlian (X1.1)

Segala hal yang berkaitan dengan kredibilitas selebriti untuk meyakinkan khalayak sasaran atas pesan iklan yang disampaikan dengan indikator (Handayani, 2009 : 77):

1. Pengetahuan yang spesifik

2. Pengetahuan yang dimiliki mampu mewakili produk yang diiklankan.


(46)

35

b. Kepercayaaan (X1.2)

Adalah persepsi tentang sejauh mana objektivitas atau kejujuran sumber (Handayani, 2009 : 77) dengan indikator :

1. Keyakinan bahwa produknya akan digemari.

2. Dengan endorser yang terkenal produk akan terjaga kredibilitasnya.

3. Kalimat yang ada dalam iklan mengandung kejujuran. c. Daya Tarik (X1.3)

Daya tarik yang dimiliki selebriti dalam menjalankan perannya sebagai endorser (Handayani, 2009 : 77) dengan indikator :

1. Sosok endorser yang identik dengan produk yang dibintangi 2. Spirit endorser sampai saat ini masih diingat konsumen. 2. Variabel pembelajaran konsumen (Y)

Pembelajaran adalah suatu proses seseorang untuk mencari tahu tentang sesuatu yang belum diketahui. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Indriyati dan Ihalauw (2002), bahwa pembelajaran konsumen dapat diukur dengan dua hal yaitu :

Y1. Generalisasi Stimulus

Generalisasi terjadi ketika suatu stimulus yang agak berbeda dengan stimulus yang sudah ada menghasilkan respon yang sama. Indikatornya yaitu :

a. Kesaamaan produk yang baru dan yang lama. b. Penggunaan, apapun jenis produknya.


(47)

36

Y2. Diskriminasi Stimulus.

Diskriminasi stimulus merupakan hal sebaliknya dari generalisasi stimulus dimana konsumen melakukan pemilihan terhadap hanya satu stimulus spesifik dari antara stimulus serupa lainnya. Indikatornya yaitu :

a. Pengetahuan terhadap setiap jenis iklan selain yang terbaru. b. Pemilihan produk yang terbaru untuk digunakan.

3.1.2. Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval yaitu skala jenjang selisih semantik (semantic differential scale), Sugiyono (2001:91). Analisis ini dilakukan dengan meminta responden untuk menyatakan pendapatnya tentang serangkaian pernyataan yang berkaitan dengan obyek yang diteliti dalam bentuk nilai yang berada dalam rentang dua sisi.

1 7

Sangat Tidak Baik Sangat Baik

Tanggapan atau pendapat tersebut dinyatakan dengan memberi skor yang berada dalam rating nilai 1 sampai dengan 7 pada masing-masing skala, dimana nilai 1 menunjukan nilai terendah dan nilai 7 nilai tertinggi. Sugiyono (2001:91).


(48)

37

3.2. Teknik Penentuan Sampel a. Populasi

Populasi merupakan kelompok subyek / obyek yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik tertentu yang berbeda dengan kelompok subyek / obyek yang lain, dan kelompok tersebut akan dikenai generalisasi dari hasil penelitian (Sumarsono, 2004: 44). Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen Kartu As di Graha Pari Surabaya

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri dan karakteristik yang sama dengan populasi tersebut. Karena itu sample harus representative dari sebuah populasi (Sumarsono, 2002 : 45). Metode pengambilan sampel dengan metode non probability sampling dengan teknik Purposive Sampling yaitu sampel dipilih berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh peneliti. Dengan kriteria antara lain :

- Pernah menyaksikan iklan produk Kartu As karena akan lebih mengerti tentang iklan tersebut.

- Mengerti dan memahami akan produk Kartu As.

Teknik penentuan sampel yang dipergunakan adalah berdasarkan pedoman pengukuran sampel menurut Augusty (2002:48), antara lain : 1. 100 – 200 sampel untuk teknik maximum likelihood estimation. 2. Pedomannya adalah 5 – 10 kali jumlah parameter yang diestimasi.


(49)

38

3. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh variabel laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5-10. bila terdapat 20 indikator, besarnya sampel adalah 100-200.

Karena dalam penelitian ini terdapat 15 indikator maka jumlah sampelnya 15 x 7 =105.

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data

a. Data primer

Yaitu data yang diperoleh langsung dari tanggapan responden. b. Data sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari Kartu As yang meliputi data penjualan dan data sejarah perusahaan.

3.3.2. Sumber Data

Sumber data dari penelitian ini diperoleh berdasarkan kuesioner yaitu memberikan angket daftar pertanyaan kepada responden.


(50)

39

3.3.3. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah: 1. Wawancara

Yaitu pengumpulan data dilakukan dengan tanya jawab secara langsung dengan konsumen untuk mengetahui pendapat mereka secara langsung.

2. Kuesioner

Yaitu teknik pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan (angket) kepada responden untuk memperoleh informasi langsung. 3. Dokumentasi

Metode didasarkan kepada hasil dokumentasi yang berhubungan dengan peneliti ini, yakni dokumentasi dari Kartu As.

3.4. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis

Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah Struktural Equation Modelling [SEM]. Model pengukuran faktor kredibilitas, kecocokan dengan khalayak, kecocokan dengan merek, daya tarik, Celebrity endorser sebagai endorser, brand image menggunakan

Confirmatory Factor Analysis. Penaksiran masing-masing variabel bebas


(51)

40

3.4.2. Pengujian Hipotesis

a. Uji Normalitas Sebaran dan Linearitas

1. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dapat diuju dengan metode-metode statistik.

2. Menggunakan Critical Ratio yang diperoleh dengan membagi koefisien sampel dengan standart errornya dan skewness value yang biasanya disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai statistik untuk menguji normalitas itu disebut dengan Z-value. Pada tingkat signifikasi 1%, jika nilai Z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal.

3. Normal Probability Plot [SPSS 10.1]

4. Linearitas dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan lihat pola penyebarannya untuk menduga ada tidaknya linieritas.

b. Evaluasi atas Outlier

1. Mengamati nilai Z-score : ketentuannya diantara + 3,0 non outlier

2. Multivariate outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalanobis pada tingkat p< 0,001. Jarak diuji dengan Chi-Square [χ] pada df sebesar

jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : bila Mahalanobis > dari nilai χ

adalah multivariate outlier.

Outlier adalah obsevasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang


(52)

41

dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi [Hair, 1998].

c. Deteksi Multicollinierity dan Singularity

Dengan mengamati Determinant matrix covarians. Dengan ketentuan apabila determinant sample matrix mendekati angka 0 [kecil], maka terjadi multikolinieritas dan singularitas [Tabachnick & Fidell, 1998].

d. Uji Validitas dan reliabilitas

Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya oengukuran atas apa yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukan derajad sampai dimana masing-masing indikator itu mengidentifikasi sebuah konstruk yang umum.

Karena indikator multidimensi, maka uji validitas dari setiap latent

variabel / construct akan diuji dengan melihat loading faktor dari

hubungan antara setiap observard variabel dan latent variabel. Sedangkan reliabilitas diuji dengan construct reliability dan varience-extracted.

Construct reliability dan varience-evtracted dihitung denagn rumus

berikut:

Construct Reliability = [∑ Standardize Loading]


(53)

42

Variance Extracted = [∑ Standardize Loading]

[ [∑ Standardize Loading] + ∑εj]

Sementara εj dapat dihitung denagn formula εj = 1 – [standardize

loading]. Secara umum, nilai constuct reliability yang dapat diterima

adalah ≥ 0,7 dan varience axtracted 0,5 [Hair et.al., 1998]. Standardize

Loading dapat diperoleh dari output AMOS 4.01, dengan melihat nilai

estimasi setiap constuct regression weights terhadap setiap butir sebagai indkatornya.

3.4.3. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal

Pengaruh langsung [koefisien jalur] diamati dari bobot regresi terstandar, dengan pengujian signifikasi pembanding nilai CR [Critical

Ratio] atau p [Probability] yang sama dengan nilai t hitung. Apabila t

hitung lebih besar dari pada t tabel berarti signifikan.

3.4.4. Pengujian model dengan Two-Step Approach

Two-Step Approach to structural equation modelling [SEM]

digunakan untuk menguji model yang diajukan pada gambar 3.2.

Two-Step Approach digunakan untuk mengatasi masalah sampel data yang

kecil jika dibandingkan denagn jumlah butir instrumentasi yang digunakan [Hartline & Ferrel, 1996], dan keakuratan reliabilitas indikator-indikator terbaik dapat dicapai dalam two-step approach ini. Two-Step Approach


(54)

43

bertujuan untuk menghindari interaksi antara model pengukuran dan model struktural pada One Step Approach [Hair et. al., 1998].

Yang dilakukan dalam two-step approach to SEM adalah sebagai berikut :

a. Menjumlahkan skala butir-butir setiap konstrak menjadi sebuah indikator summed-scale bagi setiap konstrak. Jika terdapat skala yang berbeda setiap indikator tersebut distandardisasi [Z-scores] dengan mean = 0, deviasi standar = 1, yang tujuannya adalah untuk mengeliminasi pengaruh-pengaruh skala yang berbeda-beda tersebut [Hair et.al., 1998].

b. Menetapkan error [ε] dan lamda [λ] terms, error terms dapat dihitung dengan rumus 0,1 kali σ² dan lamda terms dengan rumus 0,95 kali σ

[Anderson dan Gerbing, 1988]. Perhitungan construct reliability [α]

telah dijelaskan pada bagian sebelumnya dan deviasi standar [σ] dapat

dihitung dengan bantuan program aplikasi statistik SPSS. Setelah error

[ε] dan lamda [λ] terms diketahui skor-skor tersebut dimasukan

sebagai parameter fix pada analisis model pengukuran SEM.

3.4.5. Evaluasi Model

Hair et.al., 1998 menjelaskan bahwa pola “confirmatori” menunjukan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data, maka


(55)

44

model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teoritis tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu “poor fit” dengan data. Amos dapat menguji apakah model “good fit” atau “poor fit”. Jadi, “good fit” model yang diuji sangat penting dalam penggunaan structural

equation modelling.

Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai kriteria Goodness of Fit, yakni Chi-square, Probability, RMSEA, GFI,

TLI, CFI, AGFI, CMIN/DF. Apabila model awal tidak good fit dengan

data maka model dikembangkan dengan pendekatan two step approach to

SEM.

Tabel 3.1. Goodness of Fit Indices

GOODNESS OF FIT INDEX

KETERANGAN CUT-OFF VALUE

X²-Chi-square Menguji apakah covariance populasi yang diestimasi sama

dengan cova-riance sample [apakah model sesuai dengan data].

Diharapkan Kecil, 1 s.d 5. atau paling baik diantara 1 dan 2

Probability Uji signifikansi terhadap perbedaan matriks

covariance data dan matriks covariance yang diestimasi

Minimum 0,1 atau

0,2 atau ≥ 0,05

RMSEA Mengkompensasi kelemahan Chi-square pada

sample besar.

≤ 0,08

GFI Menghitung proporsi tertimbang varians dalam matriks sample yang dijelaskan oleh matriks covariance populasi yang diestimasi [analog dengan R² dalam regresi berganda].

0,90

AGFI GFI yang disesuaikan terhadap DF. ≥ 0,90

CMIN/DF Kesesuaian antara data dan model. ≤ 2,00

TLI Perbandingan antara model yang diuji terhadap baseline model.

≥ 0,95 CFI Uji Kelayakan model yang tidak sensitive terhadap

besarnya sample dan kerumitan model

≥ 0,94


(56)

45

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J.C and D.W. Gerbing, 1998, “Structural Equation Modelling in Practice : A Review and Recommended Two-Step Approach.”,

Psycological Bulletin, May, Vol.103, Iss 3, Pg. 411-23.

Bentler, P.M. and C.P. Chou, 1998, “Practical Issue in Structural Equation Modelling”, Sociological Methods and Research. 16 (1). 78-117.

Darmawan, Didit dan Erna Ferrinadewi, 2003, Dampak Celebrity endorser sebagai Product endorser Terhadap Brand image, Penerbit Mahardika, Vol. 2, No. 1, hal 27-33.

Engel, Blackeweel dan Minrard, 1994, Perilaku Konsumen. Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta.

Ferdinand, Augusty, 2002, Structural Equation Modelling Dalam Penelitian Manajemen, Penerbit BP Undip, Semarang.

Hair, J.F.. et. al., 1998, Multivariate Data Analysis. Fifth Editions, Prentice- Hall International, Inc, New Jersey.

Hartline, Michael D. and O.C. Ferrell, 1996,”The Management of Customer-Contact Service Employees : An Ampirical Investigation”, Journal of

Marketing. 60 (4):52-70.

Howard, John A., 1994, Buyer Behavior in Marketing Strategy. Second Editions, Prenhallindo- Hall International, Inc., New Jersey.

Jefkins, Frank, 1997, Periklanan. Edisi ke Tiga, Erlangga, Jakarta. Kasali, Renald, 1992, Manajemen Periklanan, Grafiti, Jakarta.

Kotler, Philip, 1997, Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Jilid I. Edisi Revisi, Prenhallindo, Jakarta. _____________, 2002, Manajemen. Jilid I. Edisi Millennium, Prenhallindo,

Jakarta.

Purwanto, B.M, 2003. Does Gender Moderate The Effect of Role Stress on Salesperson’s Internal States and Performance? An Application of Multigroup Structural Equation Manajemen (MSEM), Jurnal Manajemen,

Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan, Buletin Ekonomi FE UPN


(57)

46

Rossiter dan Percy, 1987, Advertising and Promotion Management, Mac- Graw Hill, Inc., USA.

Sembiring, Murpin .J, 2004, Kontribusi Peran Iklan di Era Pasar Bebas, Penerbit Mahardika,Vol.2, No.3,Hal 35-40.

Setyaningsih dan Didit, 2004, Pengaruh Citra Merek Terhadap Efektifitas Iklan, Penerbit Mahardika. Vol.2, No.3, Hal 41-49.

Shimp, Terence A., 2003, Periklanan dan Pomosi. Jilid I. Edisi ke Lima, Erlangga, Jakarta.

Sutisna, SE, ME, 2003, Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Tabachnick B.G., 1996, Using Multivariate Statistics. Third Editions, Harper Collins College Publisher.


(58)

47

PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP

PEMBELAJARAN

KONSUMEN KARTU AS

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

SYAIFUL ARIF

0612010235 / EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”

JAWA TIMUR


(59)

48

USULAN PENELITIAN

PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP

PEMBELAJARAN

KONSUMEN KARTU AS

Yang diajukan

SYAIFUL ARIF

0612010235 / EM

Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi

Pembimbing Utama

Wiwik Handayani, SE, MSi Tanggal………

Mengetahui Ketua Program Studi

Manajemen

Dr. Muhadjir Anwar, MM NIP. 196509071991031001


(60)

49

SKRIPSI

PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP

PEMBELAJARAN

KONSUMEN KARTU AS

Yang diajukan

SYAIFUL ARIF

0612010235 / EM

disetujui untuk Ujian Lisan oleh

Pembimbing Utama

Wiwik Handayani, SE, MSi Tanggal………

Mengetahui Wakil Dekan I

Drs. Rahman A. Suwaidi, MS NIP. 19600330 198603 1001


(61)

45

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. Sejerah singkat Perusahaan

Telkomsel merupakan operator telekomunikasi seluler GSM kedua di Indonesia, dengan layanan paskabayarnya yang diluncurkan pada tanggal 26 Mei 1995. Waktu itu kepemilikan saham Telkomsel adalah PT Telkom (51%) dan PT Indosat (49%). Kemudian pada November 1997 Telkomsel menjadi operator seluler pertama di Asia yang menawarkan layanan prabayar GSM. Telkomsel ini mengklaim sebagai operator telekomunikasi seluler terbesar di Indonesia, dengan 26,9 juta pelanggan dan memiliki market share sebesar 55% (Maret 2006). Telkomsel memiliki tiga produk GSM, yaitu SimPATI (prabayar), KartuAS (prabayar), serta KartuHALO (paskabayar). Saat ini saham Telkomsel dimiliki oleh TELKOM (65%) dan perusahaan telekomunikasi Singapura SingTel (35%). TELKOM merupakan BUMN Indonesia yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia, sedang SingTel merupakan perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Singapura.


(62)

46

Pada tahun 1995, secara resmi Telkomsel mendapat izin untuk memberikan jasa telekomunikasi selular GSM, setelah sebelumnya sukses sebagai pilot project Telkom dalam proyek percontohan GAM do Batam. Hal berbeda dengan operator lain, Telkomsel mulai membangun jaringan dan melayani pelanggannya dari luar jawa yakni Batam, Medan daerah lainnya. Selanjutnya Pada tahun 1996, Telkomsel mulai beroperasi di ibu kota Jakarta dan berhasil melayani seluruh propinsi yang ada di Indonesia,hal ini ditandai dengan pengoperasian layanan Telkomsel di Ambon dan jayapura.

Telkomsel menjadi pelopor kartu prabayar isi ulang di ASIA dan meluncurkan prodak pertamanya simPATI, kartu ini diluncurkan saat krisis ekonomi sedang melanda tahun 1997, dimana Telkomsel memberikan solusi kepada para pengguna jasa selular yang memulia melakukan pengontrolan anggaran komunikasinya. Selain itu juga Telkomsel mendapat sertifikat ISO 9002 untuk Costumer Service

On-Line dari PT Tuv Rheinland Jerman, yang menandai layanan pelanggan

Telkomsel telah memenuhi standarisasi mutu internasional. Telkomsel pada tahun 1998 membuat program baru untuk mengembangkan jaringannya dengan mencanangkan Word Class Operator sebagai tolak ukur standar layanan.Positioning baru kartu prabayar Telkomsel dengan nama simPATI Nusantara yang bermottokan “Dengan simPATI tetap terkendali”, dimana simPATI yang sebelumnya hanya digunakan di area registrasinya, kini simPATI bisa digunakan di seluruh Indonesia.


(63)

47

Untuk tahun 1999, implementasi BIANCA ( Billing and

Customer Care) menggantikan system billing lama, menandai peristiwa

penting Telkomsel dalam menjalankan bisnisnya. BIANCA memungkinkan berbagai proses dapat dilakukan secara serempak, seperti : informasi pelanggan, pencatatan percakapan hingga produksi tagihan / invoice. Predikat pelayanan terbaik untuk kategori operator selular : “The

in Achieving Costumer Satisfaction Toward Service Quality” dari

lembaga survei frontier bekerja sama dengan majalah SWA. Pada tahun 2000, Telkomsel mempelopori layanan Mobile Banking di Indonesia bekerja sama dengan bank Panin, yang merupakan inovasi Tekomsel dalam mengintegrasikan system teknologi telekomunikasi dan informasi dalam sistem banking.

Disini Telkomsel juga merupakan operator terkemuka layanan telekomunikasi seluler di Indonesia dengan pangsa pasar dan pendapatan saham. Pada akhir Maret 2009, Telkomsel memiliki 72.1 juta pelanggan yang berdasarkan statistik industri mewakili pangsa pasar yang diperkirakan sekitar 50%. Telkomsel menyediakan layanan selular di Indonesia, melalui nasional sendiri dual-band GSM 900-1800 MHz, jaringan 3G, dan internasional, melalui 341 mitra roaming internasional di 180 negara (akhir Maret 2009). Pada September 2006, Telkomsel menjadi operator pertama di Indonesia untuk meluncurkan layanan 3G.

Perusahaan menyediakan pelanggan dengan pilihan antara dua-kartu prabayar simPATI dan Kartu As, atau pasca-bayar dua-kartuHALO


(64)

48

layanan, serta berbagai layanan nilai tambah dan program. Pada 20 Maret 2009, Telkomsel dan Apple South Asia Pte. Ltd meluncurkan iPhone 3G di Indonesia dengan harga disesuaikan rencana untuk semua pelanggan Telkomsel berharga. Telkomsel beroperasi di Indonesia telah tumbuh secara substansial sejak peluncuran komersial pasca layanan dibayar pada tanggal 26 Mei 1995. Pada 4 November 1997, Telkomsel menjadi operator telekomunikasi seluler pertama di Asia yang memperkenalkan GSM dapat diisi ulang layanan pra-bayar. Pendapatan kotor Telkomsel telah tumbuh dari Rp 3.59 triliun pada tahun 2000 menjadi Rp 44.42 triliun pada tahun 2008. Selama periode yang sama, jumlah pelanggan selular Telkomsel meningkat dari sekitar 1,7 juta seperti pada 31 Desember 2000 untuk 65.3 juta pada 31 Desember 2008. Telkomsel memiliki jangkauan jaringan terbesar dari salah satu operator selular di Indonesia, menyediakan jangkauan jaringan yang mencapai lebih dari 95% dari jumlah penduduk Indonesia dan merupakan satu-satunya operator di Indonesia yang mencakup seluruh negara, provinsi dan kabupaten, baik semua "kecamatan" di Sumatra, Jawa, dan Bali. Disini Perusahaan Telkomsel menawarkan GSM Dual Band (900 & 1800), GPRS, Wi-Fi, EDGE, dan 3G Teknologi. Di Provinsi Jawa Barat sendiri kantor PT.TELKOMSEL berada di Jl.Asia-Afrika No. 134-137 Gedung CCSL lantai 8-12 Bandung. Untuk lebih dekat melayani pelanggannya, saat ini Wilayah Regional Jabar didukung oleh 3 GraPARI.


(65)

49

4.1.2 Visi dan Misi PT.TELKOMSEL

Visi dan misi bagi sebuah perusahaan bisa dikatakan sebagai pedoman dan tujuan. Tanpa adanya visi dan misi sebuah perusahaan tidak akan bertahan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan oleh perusahaan tersebut. Visi dan misi PT.TELKOMSEL yang membawa TELKOMSEL menjadi salah satu perusahan terkemuka di Indonesia. Sasaran baru yang disisipkan dalam pernyataan visi dan misi terbaru TELKOMSEL ditujukan untuk menuntun perusahaan dalam melewati serangkaian tantangan baru, meningkatkan irama industri, dan mengatasi situasi yang tidak nyaman. Visi dan Misi terbaru TELKOMSEL menandakan adanya tiga perubahan penting, yaitu :

1. Menetapkan Posisi Pasar yang Baru

Posisi pasar yang baru merupakan posisi yang melampaui kepemimpinan pasar yang telah dicapai.

2. Memperluas Lingkup Bisnis

TELKOMSEL akan memperluas lingkup bisnis menuju industri komunikasi nirkabel.

3. Memberikan Solusi

TELKOMSEL memberikan solusi yang lebih dari sekedar penyediaan jaringan generic (umum) dan pelayanan.


(66)

50

4.1.3 Visi PT.TELKOMSEL

Visi adalah pedoman bagi perusahaan yang merupakan suatu keinginan terhadap keadaan di masa yang akan datang. TELKOMSEL memiliki visi yang dijadikan acuan untuk pengembangan perusahaan ke depan yaitu ; The Indonesia wireless telecommunication solutions

company “TELKOMSEL penyedia solusi nirkabel terkemuka di

Indonesia” Sebagai penyedia solusi telekomunikasi nirkabel terkemuka di Indonesia, TELKOMSEL selalu berusaha menyediakan layanan seluler seluas-luasnya berstandar layanan kelas dunia dan mengacu pada kepuasan pelanggan.

4.1.4 Misi PT.TELKOMSEL

Misi merupakan penjabaran secara tertulis mengenai makna visi yang mengandung falsafah atau nilai-nilai yang harus tertanam dalam tingkah laku seluruh organisasi perusahaan. Misi yang diamanatkan dalam perusahaan adalah : First choice wireless telecommunication

solutions provider in Indonesia working in partnership with shareholders and other alliances to create value for investors, employee and the nation

"Menjadi pilihan utama sebagai penyedia solusi telekomunikasi nirkabel di Indonesia yang bekerjasama dengan para pemegang saham dan mitra usaha lainnya untuk menghasilkan nilai tambah bagi investor (penanam modal), karyawan dan negara. "


(67)

51

Bekerjasama dengan para pemegang saham dan mitra usaha agar dapat menghasilkan nilai tambah bagi penanam modal, karyawan dan negara, diharapakan dapat menjadikan TELKOMSEL sebagai penyedia solusi telekomunikasi nirkabel di Indonesia.

4.1.4. KartuAS

Kartu AS merupakan kartu prabayar yang sangat fenomenal yang pernah diluncurkan oleh TELKOMSEL, di mana hanya 3 tahun sejak diluncurkan 24 Mei 2004 telah digunakan sekitar 17 Juta pelanggan. KartuAS merupakan inovasi yang ditujukan untuk memperluas pasar seluler di Indonesia dan mendorong penetrasi pasar sehingga masyarakat secara lebih luas dapat menikmati layanan seluler berkualitas dengan harga yang semakin terjangkau.

Kartu AS dapat diisi ulang seperti halnya dengan kartu prabayar yang ada di Indonesia. Kartu AS dapat digunakan di seluruh Indonesia, tarif percakapan sangat kompetitif karena mempunyai dua tarif khusus, yaitu :

1. Tarif Murah (tarif flat dari pelanggan kartu AS ke pelanggan kartu HALO dan simPATI)


(68)

52

Strategi Bisnis Perusahaan

Jaringan distribusi merupakan faktor utama dalam memastikan penyediaan produk sehingga dapat menjangkau pangsa pasar yang dituju. Tantangan di area ini adalah menciptakan sistem yang dapat memberikan kinerja yang positif bagi mitra XL dalam mendistribusikan produk XL serta bagi pelanggan sebagai pengguna akhir. Distribusi yang efektif tidak hanya mendistribusikan produk kepada penjual atau tempat penjualan, tetapi juga mendukung perluasan distribusi. Persaingan ketat antar operator seluler memacu XL membangun sistem yang dapat mendistribusikan produk sesuai permintaan pasar, juga secara aktif mempromosikan penjualan. Bukti kontribusi dari saluran distribusi untuk kesuksesan XL adalah pencapaian 26 juta pelanggan pada 2008. Walaupun sebelumnya telah mempunyai sistem distribusi yang baik, XL secara rutin mengevaluasi bagaimana sistem distribusi yang ada senantiasa dapat berjalan mengikuti kondisi pasar secara dinamis.

Di 2007, XL melakukan perubahan dengan mengimplementasi sistem distribusi baru. XL telah mengimplementasikan sistem distribusi hybrid, gabungan antara sistem indirect (dealer management) dan direct. Sistem ini mengambil contoh dari sistem distribusi untuk fast moving consumer goods (FMCG) dengan tujuan menjangkau pelanggan dan mengawasi saluran distribusi serta ketersediaan produk dan layanan dengan lebih merata


(69)

53

4.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.2.1. Analisis Statistik Deskriptif

Gambaran statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran jawaban responden berdasarkan hasil penyebaran kuesioner terhadap unsur-unsur yang ada pada setiap variabel.

a. Deskripsi responden berdasarkan jenis kelamin

Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1. Dalam Tabel 4.1 terlihat bahwa dari 105 responden 55 responden (52%) adalah laki-laki, 50 responden (48%) perempuan.

Tabel 4.1

Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-Laki 55 52

Perempuan 50 48

Total 105 100

Sumber : Lampiran.

Berdasarkan table identitas responden berdasarkan jenis kelamin dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan antara laki laki dan perempuan atau dengan kata lain seimbang. Hal ini mengindikasikan tidak ada perbedaan gender untuk pemakai kartu provider XL.

b. Deskripsi responden berdasarkan kelompok umur

Pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden yang berusia 36–45 tahun sejumlah 45 orang (42%) selanjutnya, yang berumur sekitar 25–35 tahun sejumlah 44 orang (44%), selanjutnya responden yang berusia lebih dari


(70)

46-54

55 tahun sejumlah 11 orang (11%) dan yang terakhir adalah responden yang berusia 55 tahun sebanyak 5 orang (3%).

Tabel 4.2

Identitas Responden Menurut Umur

No Umur Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 25 – 35 tahun 45 42

2. 36 – 45 tahun 44 44

3. 46 – 55 tahun 11 11

4. > 55 tahun 5 3

Total 105 100

Berdasarkan table identitas responden berdasarkan umur dapat diketahui bahwa yang paling banyak respondennya adalah kalangan muda. Tetapi tidak dari kalangan sekolah, tetapi pada kalangan sudah berkarier, atau golongan eksekutif muda.

c. Deskripsi responden berdasarkan kelompok pendidikan

Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden terbesar adalah berpendidikan S1 sebanyak 57 orang (52%), selanjutnya responden yang berpendidikan D3 sebanyak 32 orang (32%), dan D1 masing-masing sebanyak sejumlah 32 orang (32%), SMU sejumlah 4 orang (4%).

Tabel 4.3

Identitas Responden Menurut Pendidikan No Jabatan Jumlah (orang) Persentase (%)

1. SMU 4 4

2. D1 32 32

3. D3 32 32

4. S1 57 52

Total 105 100


(71)

55

Berdasarkan table identitas responden berdasarkan pendidikan dapat diketahui bahwa yang paling banyak respondennya adalah kalangan pekerja, atau eksekutif muda yang lulus S1.

4.2.2. Uji Outlier

Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik

yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi atau mutivariat (Hair, 1998). Evaluasi terhadap outlier

multivariate (antar variabel) perlu dilakukan sebab walaupun data yang

dianalisis menunjukkan tidak ada outliers pada tingkat univariate, tetapi observasi itu dapat menjadi outliers bila sudah saling dikombinasikan. Jarak antara Mahalanobis untuk tiap-tiap observasi dapat dihitung dan akan menunjukkan sebuah observasi dari rata-rata semua variabel dalam sebuah ruang multidimensional (Hair.dkk, 1998; Tabachnick & Fidel, 1996). Uji terhadap outliers multivariate dilakukan dengan menggunakan jarak Mahalanobis pada tingkat p < 1%. Jarak Mahalanobis itu dievaluasi dengan

menggunakan χ² (chi kuadrat) pada derajat bebas sebesar jumlah variabel

yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil uji outlier tampak pada tabel berikut :


(72)

56

Tabel 4.4. Hasil Uji Outlier Multivariate

original sample estimate mean of subsamples Standard deviation T-Statistic Celebrity

Ahli 0.622 0.55 0.318 1.954

D.Tarik 0.722 0.651 0.307 2.347

Percaya 0.903 0.739 0.38 2.376

Pemb.Konsum

Belajar1 0.595 0.536 0.366 1.627

Belajar2 0.622 0.585 0.31 2.004

Belajar3 0.756 0.714 0.173 4.359

Sumber : Lampiran

Hasil estimasi telah memenuhi Convergen vailidity karena semua indikator Variabel memiliki loading factor di atas 0,50 dan siginifikan. Sehingga dapat disimpulkan indikator - indikator pada penelitian ini Valid.

Average variance extracted (AVE) Average variance

extracted (AVE)

Celebrity 0.652

Pemb.Konsum 0.617

Sumber : Lampiran

Sedang dilihat nilai Discriminant validity dapat dilihat dari nilai Avarage variance extracted (AVE) untuk setiap konstruk(variabel). Dipersyaratkan model yang baik apabila nilai AVE masing-masing konstruk (Variabel) lebih besar dari 0,5. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai AVE untuk konstruk (Variabel) Celebrity Endorser, Pembelajaran Konsumen memiliki nilai lebihn besar dari 0,5, sehingga variabel tersebut valid


(1)

57

4.2.3. Uji Reliabilitas

Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Cronbach’s Alpha ini digunakan untuk mengestimasi reliabiltas setiap skala (variabel atau observasi indikator). Sementara itu item to total correlation digunakan untuk memperbaiki ukuran – ukuran dan mengeliminasi butir – butir yang kehadirannya akan memperkecil koefisien Cronbach’s Alpha yang dihasilkan (Purwanto, 2002). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.5. Pengujian Reliability Consistency Internal

Composite Reliability

Celebrity 0.791

Pemb.Konsum 0.837

Sumber : Lampiran

Koefisien Cronbach’s Alpha dihitung untuk mengestimasi reliabilitas setiap skala [variabel atau indikator observasian]. Sementara itu item to total correlation digunakan untuk memperbaiki ukuran-ukuran dan mengeliminasi item-item yang kehadirannya akan memperkecil koefisien Cronbach’s Alpha yang dihasilkan.

Proses eleminasi diperlakukan pada item to total correlation pada indikator yang nilainya < 0,5 [Purwanto,2003]. Terjadi eliminasi karena nilai item to total correlation indikator belum seluruhnya ≥ 0,5. Indikator


(2)

58

yang tereliminasi tidak disertakan dalam perhitungan cronbach's alpha. Perhitungan cronbach's dilakukan setelah proses eliminasi.

Reliabilitas konstruk ( Variabel) yang diukur dengan nilai composite reliability, konstruk (Variabel) reliabel jika nilai composite reliability di atas 0,70. Hasil pengujian menunjukkan bahwa konstruk (Variabel) Celebrity Endorser, Pembelajaran Konsumen memiliki nilai composite reliability lebih besar darin 0,7. Sehingga keempat variabel tersebut Reliabel.

4.2.4. Model Struktural

Pengujian terhadap model struktural dilakukan dengan melihat nilai R-Square yang meruapakan uji goodness-fit model.

R-square

R-square

Celebrity

Pemb.Konsum 0.249 Sumber : Lampiran

Model pengaruh kualitas produk dan pengulangan periklanan terhadap kepuasan konsumen memberikanj nilai R-square sebesar 0,249 yang dapat diintepretasikan bahwa variabilitas Pembelajaran konsumen yang dapat dijelaskan oleh Celebrity Endorser sebesar 24,90 %, sedang 75,10% dijelaskan oleh variabel selain kedua variabel tersebut (Celebrity Endorser). Sehingga model penelitian ini kurang sesuai, artinya variabel


(3)

59

Celebrity Endorser kurang mampu menjelaskan fenomena pembelajaran konsumen

4.2.5. Uji Kausalitas

results for inner weights

original sample estimate

mean of subsamples

Standard deviation

T-Statistic Celebrity ->

Pemb.Konsum 0.002 0.01 0.015 0.134

Sumber : Lampiran

1. Celebrity Endorser berpengaruh terhadap Pembelajaran konsumen, tidak dapat diterima dengan tingkat signifikansi 0,134 lebih kecil dari 1,96 ( batas signifikansi Z α = 5%) : Non Signifikan (positif)

4.4 Pembahasan

4.4.1. Pembahasan Hasil Uji Kausalitas Pengaruh Celebrity Endorser Terhadap Pembelajaran Konsumen

Dalam penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa celebrity endorser tidak berpengaruh terhadap pembelajaran konsumen. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Sumarwan (2002 : 115) bahwa konsumen mempelajari perilaku dengan mengamati perilaku orang lain dan konsekuensi dari perilaku tersebut. Begitu juga pernyataan Mowen dan Minor (2002 : 187) bahwa orang belajar dengan memperhatikan


(4)

60

tindakan orang lain dan mengamati konsekuensi dari tindakan – tindakan tersebut. Serta pernyataan dari Peter dan Olson (1999 : 240) bahwa seseorang cenderung meniru perilaku orang lain ketia dia melihat bahwa perilaku itu membawanya pada konsekuansi yang positif, mereka tidak akan meniru perilaku orang lain jika dia melihat akan membawanya pada konsekuensi negatif.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Kussujaniatun (2007) bahwa kredibilitas endoser yang menggunakan variabel keahlian, kepercayaan, dan daya tarik berpengaruh terhadap brand personality.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa bagi konsumen sangat menyukai model dengan pengetahuan dan latar belakang yang dapat mewakili produk yang diiklankan, konsumen juga suka terhadap model yang terkenal dan lebih identik dengan produk sehingga konsumen masih bisa mengingat setiap model yang di gunakan dalam iklan. Hal ini menunjukkan bahwa model (peraga) yang digunakan oleh kartu AS untuk menarik perhatian konsumen khususnya pada kartu AS kurang berhasil.


(5)

61

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian untuk menguji pengaruh celebrity endorser terhadap pembelajaran konsumen, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Celebrity endorser tidak berpengaruh terhadap pembelajaran konsumen. Konsumen sangat menyukai model dengan pengetahuan dan latar belakang yang dapat mewakili produk yang diiklankan, konsumen juga suka terhadap model yang terkenal dan lebih identik dengan produk sehingga konsumen masih bisa mengingat setiap model yang di gunakan dalam iklan kartu AS. Hal ini menunjukkan bahwa model (peraga) yang digunakan oleh kartu AS untuk menarik perhatian konsumen kurang berhasil.


(6)

62

5.2.Saran

Sebagai implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan atau dimanfaatkan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan, antara lain sebagai berikut :

1. Hal ini dapat menjadi pertimbangan pihak kartu AS dan biro iklan untuk mengadakan riset lebih lanjut dalam meningkatkan efektivitas iklan pada pengulangan pesan dalam hubungannya dengan pembelajaran konsumen celebrity endorser .

2. Diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan tentang celebrity endorser dan pembelajaran konsumen karena terdapat banyak hal yang dapat digali pada variabel yang diteliti, sehingga akan memberikan masukan bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan dan dapat memberikan masukan bagi perusahaan dan para praktisi iklan.