DEVALUASI YUAN DAN CADANGAN DEVISA SEBAG

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Di dalam ilmu keuangan, kurs adalah sebuah nilai yang merefleksikan suatu mata uang yang dapat ditukarkan dengan mata uang lain (O’Sullivan, Sheffrin dan Perez, 2011:232-233). Tiga komponen utama dalam nilai tukar meliputi tingkat inflasi, suku bunga, dan purchasing power parity. Ketiga komponen tersebut merupakan bagian dari indikator kondisi perekonomian suatu

negara. Sehingga nilai tukar mata uang memegang peranan yang sangat penting pada perekonomian suatu negara.

Dalam perekonomian suatu negara nilai tukar juga merupakan salah satu indikator perkembangan perekonomian suatu negara. Pergerakan nilai tukar berpengaruh sangat luas terhadap berbagai aspek perekonomian terutama negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Namun resiko nilai mata uang merupakan faktor ketidakpastian yang dihadapi oleh investor apabila berinvestasi di pasar global, jika nilai kurs cenderung tidak stabil, suku bunga akan naik karena Bank Sentral akan menahan rupiah sehingga akibatnya inflasi akan meningkat. Meningkatnya suku bunga dan inflasi, perkembangan perekonomian suatu negara akan seringkali terhambat.

Perkembangan perekonomian suatu negara tidak dapat dilepaskan dari negara lain. Setiap negara akan selalu berhubungan dengan negara lain baik dalam wujud perdagangan, penanaman modal atau hutang luar negeri (Eun, Resnick dan Shaberwal, 2013:203). Kondisi tersebut sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kemajuan perekonomian suatu negara apakah menjadi lebih baik atau sebaliknya. Demikian pula dengan Indonesia sebagai salah satu pemain dalam pasar internasional yang juga bergantung pada negara maju. Hal terwujud dalam penentuan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Sesuai dengan posisinya yang tergolong emerging market,

Indonesia sejak era Orde Baru telah menetapkan kursnya terhadap Dolar Amerika Serikat. Dengan alasan Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki pengaruh kuat dan menjadi tempat penanaman modal asing tertinggi di dunia.

Keunggulan perekonomian Amerika Serikat menyebabkan Dolar Amerika Serikat sangat berpengaruh dan dihargai hingga beberapa dekade terakhir diakui sebagai mata uang terkuat dunia dimana New York menjadi salah satu pusat keuangan internasional di dunia (Eun, Resnick dan Sabherwal, 2013). Bahkan Dolar Amerika Serikat tetap dipercaya oleh negara-negara lain dalam

berbagai transaksi meskipun terjadi persaingan ketat dengan mata uang kuat lainnya seperti Euro, Yen dan sebagainya.

Keunggulan Dolar Amerika Serikat ini tentu disebabkan oleh terpapresiasinya nilai kurs tersebut dibandingkan dengan kurs di negara lain. Terapresiasi atau terdepresiasinya suatu nilai kurs akan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti inflasi, suku bunga, neraca pembayaran, dan pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2012:209). Hal ini dipercaya oleh ekonom dunia sebagai prediktor untuk menilai pergerakan suatu nilai kurs.

Prediktor-prediktor tersebut tentu juga selayaknya dapat dipercaya untuk memprediksi nilai kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Tetapi pada bulan September 2015, dapat dilihat bahwa posisi Rupiah berada pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan dan hampir mendekati level Rupiah pada saat krisis moneter tahun 1998. Berikut adalah perkembangan nilai tukar rupiah pada tahun 2015:

USD/IDR

12000 ! January 2015 March 2015 May 2015

July 2015 September 2015 November 2015

Grafik 1.1.

Kurs USD/IDR pada Tahun 2015

(Sumber: www.investing.com)

Dapat dilihat bahwa pergerakan kurs perlahan-lahan menanjak hingga menyentuh angka 14.650 Rupiah per Dolar Amerika Serikat. Ini merupakan yang tertinggi dalam 1 (satu) dekade terakhir. Jika merujuk kepada teori yang dikemukakan para ahli, bahwa nilai tukar Rupiah dipengaruhi oleh tingkat inflasi dan perbedaan suku bunga, maka berikut ini merupakan perkembangan tingkat inflasi dan suku bunga pada tahun 2015 :

Suku Bunga

Inflasi

0% ! January 2015 March 2015 May 2015

July 2015 September 2015 November 2015

Grafik 1.2.

Perkembangan Suku Bunga dan Tingkat Inflasi di Indonesia pada Tahun 2015

(Sumber: www.bi.go.id)

Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa tingkat inflasi berada pada tingkat yang cenderung aman dan merefleksikan keadaan ekonomi Indonesia yang sedang berkembang dengan pesat.

Sedangkan dengan tingkat suku bunga yang pada awal tahun 2015 diturunkan oleh Bank Indonesia mengisyaratkan bahwa kondisi perekonomian juga sedang membaik.

Walaupun disebutkan bahwa kedua faktor tersebut yang biasanya menyebabkan pergerakan kurs, ternyata indikator tersebut tidak dapat menjadi jaminan untuk memprediksi nilai tukar. Hal ini tentu bertentangan dengan hasil penelitian dari Sugiartiningsih (2014) yang dimana menunjukan tingkat inflasi memiliki hubungan positif dan suku bunga berhubungan secara negatif. Jika membandingkan dengan perkembangan kurs USD/IDR, dapat diketahui bahwa pergerakan tingkat inflasi tidak dapat menjelaskan tren kurs USD/IDR yang perlahan-lahan bergerak naik jika dibandingkan dengan inflasi yang selayaknya mempengaruhi secara positif pergerakan kurs USD/ IDR (Sugiartiningsih, 2014). Seharusnya pergerakan kurs USD/IDR tidak melebihi batas eksploratori pergerakan trennya. Bahkan sejak bulan Juli 2015 dimana tren inflasi menurun, hal ini tidak diikuti oleh tren USD/IDR yang menurun, bahkan kurs spot terus menerus menanjak naik hingga pada bulan September 2015 melebihi batas normal. Barulah sejak kurs USD/IDR menanjak naik, hal ini memicu perlambatan ekonomi sehingga terjadi penurunan tren inflasi yang drastis dan diikuti oleh penurunan nilai kurs.

Selanjutnya untuk menilai hubungan antara suku bunga dan kurs USD/IDR dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Fed Funds Rate

Suku Bunga BI

USD/IDR

Grafik 1.3. Perkembangan Pergerakan USD/IDR dan Perbedaan Suku Bunga

(Sumber: www.investing.com, www.bi.go.id, www.federalreserve.gov. Diolah)

Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa tingkat suku bunga bahkan tidak berubah sejak awal Februari 2015 hingga akhir tahun 2015, dan juga dengan tingginya margin antara Fed Funds

Rate dan Suku Bunga BI, hal ini seharusnya membuat kurs USD/IDR terpapresiasi (nilai kurs semakin rendah). Tetapi hal tersebut menunjukan bahwa pergerakan USD/IDR tidak dapat

dijelaskan oleh tingkat suku bunga yang seharusnya bersifat negatif. Selanjutnya, menurut model International Fisher Effect yang diajukan oleh Irving Fisher (Eun, Resnick, Sabherwal, 2013) bahwa selisih nominal tingkat Fed Funds Rate yang sangat

rendah dibandingkan dengan Suku Bunga BI seharusnya membuat kurs terdepresiasi pada kisaran 7-8 persen. Tetapi tingkat depresiasinya bahkan melebihi jumlah tersebut. Bahkan pada kuartal akhir 2015 walaupun selisih nominalnya tetap sama, hal ini tidak dapat menjelaskan pergerakan kurs yang kembali menurun.

Dari uraian tersebut, terjadi ketidak konsistenan antara teori yang telah diuji pada penelitian sebelumnya, sehingga menyisakan satu determinan lagi, yaitu cadangan devisa yang akan ditunjukan pada grafik berikut ini :

Cadangan Devisa

USD/IDR

Grafik 1.4. Tren USD/IDR dan Posisi Cadangan Devisa

(Sumber: www.investing.com, www.bi.go.id. Diolah)

Dari grafik tersebut terlihat bahwa pada bulan Maret sampai dengan Mei, walaupun posisi cadangan devisa terus berkurang, ternyata hal ini tidak memicu volatilitas kurs USD/IDR dan hal ini bertolak belakang hasil penelitian Sugiartiningsih (2014) yang menemukan bahwa dengan semakin menurunnya cadangan devisa Indonesia, maka kurs USD/IDR akan semakin meningkat (terdepresiasi). Maka dari itu peneliti akhirnya memutuskan untuk memasukan perubahan cadangan devisa tersebut ke dalam salah satu variabel penelitiannya.

Akan tetapi dimulai pada bulan Agustus, dapat dilihat bahwa ternyata pergerakan cadangan devisa sejalan dengan pendapat bahwa cadangan devisa dan volatilitas kurs memiliki hubungan yang negatif. Dapat diduga bahwa hal tersebut disebabkan oleh faktor ekspektasi pasar yang disebabkan oleh devaluasi Yuan.

Dikutip dari BBC (http://www.bbc.com/news/business-33858433), pada tanggal 11 Agustus 2015, Bank Rakyat Tiongkok mengumumkan bahwa nilai tukar Yuan Renminbi terhadap Dolar Amerika Serikat akan diturunkan sebesar 1,9 persen dengan alasan untuk mengikuti kebijakan yang lebih berorientasi terhadap pasar. Kebijakan kemudian terus berlanjut hingga pada tanggal 13 Agustus 2015. Bloomberg (http://www.bloomberg.com/news/articles/2015-08-14/ Dikutip dari BBC (http://www.bbc.com/news/business-33858433), pada tanggal 11 Agustus 2015, Bank Rakyat Tiongkok mengumumkan bahwa nilai tukar Yuan Renminbi terhadap Dolar Amerika Serikat akan diturunkan sebesar 1,9 persen dengan alasan untuk mengikuti kebijakan yang lebih berorientasi terhadap pasar. Kebijakan kemudian terus berlanjut hingga pada tanggal 13 Agustus 2015. Bloomberg (http://www.bloomberg.com/news/articles/2015-08-14/

Kebijakan ini memicu perdebatan di kalangan ekonom dunia. Banyak ekonom berpendapat bahwa hal ini ditujukan oleh Tiongkok untuk meningkatkan ekspornya dikarenakan keadaan ekonomi Tiongkok sedang lesu akhir-akhir ini. Namun banyak juga yang membantah hal tersebut. Banyak ekonom berpendapat bahwa kebijakan ekonomi Tiongkok tidak mencerminkan keadaan fundamental ekonominya, dikarenakan tingkat inflasi yang cukup tinggi dan cadangan devisa yang luar biasa besar jumlahnya tidak dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang memadai sehingga dibutuhkan kebijakan revaluasi nilai kurs Yuan Renminbi yang dinilai tidak mencerminkan keadaan ekonomi sebenarnya (Xin Wang, et. al, 2012).

Untuk menguji apakah hal ini dapat dimasukan kedalam identifikasi masalah, maka peneliti memberikan data grafik yang disusun sebagai berikut:

Grafik 1.5. Kointegrasi USD/CNY dan USD/IDR

(Sumber: www.investing.com)

Dari grafik tersebut diatas, dapat dilihat bahwa muncul suatu pola dan tren yang sama diantara kedua kurs tersebut. Berdasarkan pendekatan analisis faktor, hal ini dijelaskan oleh

Nachrowi dan Usman (2006:3-4) bahwa pergerakan suatu indeks dapat dipengaruhi oleh indeks lain. Di dalam penjelasan yang dijabarkan oleh Madura dan Fox (2011:89), diketahui bahwa

ekspektasi dapat mempengaruhi pergerakan volatilitas kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Ekspektasi ini sendiri sering didefinisikan juga sebagai sentimen pasar. Dapat diketahui bahwa pasar valas, baik itu investor ataupun pedagang valas bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke depan. Plakandaras, et al. (2014) menemukan bahwa dengan informasi yang beredar luas di pasar, hal ini akan membuat pergerakan kurs berkorelasi dengan informasi tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan adanya berita devaluasi Yuan yang beredar luas, tentu banyak pelaku pasar valas bereaksi terhadap berita tersebut.

Tetapi hal ini masih belum dapat menjelaskan apa hubungan yang terjadi jika para pelaku pasar valas tersebut bereaksi dan menekan kurs CNY sehingga membuat kurs USD terapresiasi. Hal ini dijawab oleh Cai, et al. (2009) yang menerangkan bahwa sesungguhnya dikarenakan sifat mata uang USD yang sangat memiliki pengaruh di seluruh dunia membuat hubungan nilai tukar USD dengan kurs di negara-negara berkembang sangat terpengaruh oleh sentimen pasar. Hal ini dibuktikan dengan sudah beberapa kali Indonesia, yang juga termasuk di dalam objek penelitian tersebut, juga terkena efek samping dari pergerakan kurs USD.

Berdasarkan dari kedua hal yang sudah dijabarkan diatas, maka peneliti akhirnya memilih judul “Analisis Kebijakan Devaluasi Yuan dan Cadangan Devisa sebagai Faktor-Faktor

Penyebab Terdepresiasinya Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat pada Tahun

2015” dalam karya ilmiah yang akan dibuat.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, maka peneliti mengidentifikasi masalah yang akan bahasan dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana kondisi devaluasi nilai Yuan, cadangan devisa dan depresiasi nilai tukar Rupiah per Dolar Amerika Serikat pada tahun 2015.

2. Bagaimanakah pengaruh devaluasi nilai Yuan dan cadangan devisa terhadap depresiasi nilai tukar Rupiah per Dolar Amerika Serikat secara bersama pada tahun 2015.

3. Bagaimanakah pengaruh antara devaluasi nilai Yuan dan cadangan devisa terhadap depresiasi nilai tukar Rupiah per Dolar Amerika Serikat secara parsial pada tahun 2015.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini sendiri untuk melengkapi tugas akhir sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Bisnis dan Manajemen di Universitas Widyatama. Selain itu, peneliti tertarik untuk meneliti apakah hubungan yang terjadi diantara ketiga variabel tersebut. Hal tersebut dikarenakan fenomena yang terjadi diluar dugaan dan menyebabkan krisis sehingga pemerintah terpaksa campur tangan dengan mengeluarkan berbagai macam kebijakan dan paket ekonomi. Adapun tujuan dari penelitian ini sendiri adalah:

1. Untuk menganalisis kondisi antara devaluasi nilai Yuan, cadangan devisa dan depresiasi nilai tukar Rupiah per Dolar Amerika Serikat pada tahun 2015.

2. Untuk menganalisis pengaruh antara devaluasi nilai Yuan dan cadangan devisa terhadap depresiasi nilai tukar Rupiah per Dolar Amerika Serikat secara bersama pada tahun 2015.

3. Untuk menganalisis pengaruh antara devaluasi nilai Yuan dan cadangan devisa terhadap depresiasi nilai tukar Rupiah per Dolar Amerika Serikat pada tahun 2015 secara parsial.

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Penulis Diharapkan penulis dapat memperluas serta menggali lebih dalam lagi di bidang keilmuan ekonomi, dan dapat mengetahui apakah terdapat kesenjangan diantara teori ekonomi konvensional serta prakteknya di dunia nyata. Selain itu pula peneliti berharap bahwa penelitian ini dapat menambah pengetahuan di dalam penentuan kurs USD/IDR yang memegang peranan penting di dalam perkonomian Indonesia. Lebih lanjut penulis juga berharap dapat meneruskan studi di dalam dunia ekonomi internasional.

2. Peneliti Selanjutnya Diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini, peneliti selanjutnya dapat memperkirakan

faktor-faktor utama yang menentukan volatilitas kurs USD/IDR. Selain itu pula dikarenakan fenomena ini masih tergolong baru, diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi akademik di masa depan.

3. Civitas Akademika Penulis berharap bahwa penelitian ini dapat berkontribusi dalam memperluas wawasan kalangan civitas akademika melalui pengembangan ilmu manajemen khususnya yang berhubungan dengan ekonomi internasional.

4. Pemerintah Penulis berharap hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan oleh pemerintah dalam pengambilan keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan faktor makro ekonomi khususnya pemerintah dalam mengambil kebijakan dalam mengatur cadangan devisa sehingga dapat menstabilkan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar.

5. Investor Forex

Penulis berharap bahwa penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi investor dalam menginvestasikan dananya di dalam pasar valuta asing. Dengan hasil penelitian yang ada pula investor dapat lebih bijak dalam mengambil keputusan investasinya.

1.5. Metode Penelitian

Menurut Arikunto (2010:130) bahwa metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Jenis penelitian ini sendiri dapat digolongkan dalam penelitian eksploratori. Metode eksploratori yang digunakan sendiri adalah dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang menggunakan data sekunder. Menurut Sekaran (2011:119), penelitian eksploratori adalah:

“…penelitian yang digunakan dimana jika tidak banyak yang diketahui pada saat ini, tidak ada informasi yang tersedia atas masalah penelitian yang telah diuji atau dilakukan sebelumnya. Sehingga dibutuhkan penggalian yang lebih terhadap permasalahan tersebut untuk dapat memahami fenomena yang terjadi, dan menambah pengertian sebelum dikembangkan model dan desain penelitian bagi investigasi selanjutnya”

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam menyusun skripsi ini adalah penelitian dengan menggunakan metode kuantitatif korelasional. Penelitian korelasi sendiri adalah penelitian deskriptif yang dilakukan untuk mencari hubungan antara dua faktor pada sekelompok subjek penelitian. Stephen Isaac dan William B. Michael menyatakan bahwa tujuan korelasi adalah untuk menyelidiki keterkaitan variasi-variasi pada suatu faktor dengan variasi-variasi pada suatu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Sanjaya, 2013:81-82). Sedangkan pengertian penelitian kuantitatif menurut Emzir (2009:28), adalah:

“Pendekatan kuantitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang secara primer menggunakan paradigma postpositivist dalam mengembangkan ilmu pengetahuan (seperti pemikiran tentang sebab akibat, reduksi kepada variabel, hipotesis, dan pertanyaan spesifik, menggunakan pengukuran dan observasi, serta pengujian teori), menggunakan strategi penelitian seperti eksperimen dan survei yang memerlukan data statistik”.

Disamping itu, sifat penelitian ini sendiri bersifat verifikatif. Penelitian verifikatif sendiri bersifat untuk memastikan dan menguji kembali beberapa determinan di penelitian lalu dan

mengujinya kembali di dalam keadaan yang berbeda. Diperlukan perluasan untuk mempertajam dasar-dasar empiris mengenai hubungan di antara gejala sosial atau gejala-gejala fisik sehingga ia benar-benar mampu merumuskan hipotesis-hipotesis yang berarti bagi penelitian selanjutnya. Sedangkan menurut Masyhuri (2010:45), metode riset verifikatif adalah:

“Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan.”

Sehingga dalam arti lain, ketiga penjelasan tersebut dirasa sudah mewakili desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian kali ini.

1.6. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang menjadi objek penelitian ini sendiri walaupun secara fisik berada di Amerika Serikat, Republik Rakyat Tionghoa, dan juga di Kota Jakarta, Indonesia, tetapi berkat kemajuan teknologi dan informasi, maka penulis dapat mengakses data historis yang diinginkan melalui situs- situs seperti www.bi.go.id, www.federalreserve.gov, dan www.imf.org. Sedangkan untuk waktu objek penelitian ini sendiri dilakukan di bulan Januari 2016 hingga bulan April 2016.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pasar Keuangan

Pasar keuangan adalah tempat bertemunya pihak yang memiliki dana berlebih dengan pihak yang membutuhkan dana dan dapat melakukan transaksi bisnis secara langsung (Gitman dan Zutter, 2012:34). Pasar keuangan sendiri terbagi menjadi dua kategori yang membedakan satu sama lain, yaitu pasar modal dan pasar uang. Dimana pasar modal diidentifikasikan sebagai tempat yang menjual-belikan sekuritas jangka panjang seperti obligasi dan saham. Sedangkan pasar uang sebagai tempat jual beli sekurita berjangka pendek.

2.1.1. Pengertian Pasar Uang

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pasar keuangan memiliki dua cabang utama, yaitu pasar modal dana pasar uang. Pasar uang (money market) menurut Gitman dan Zutter (2012:35) adalah:

“Keseluruhan permintaan dan penawaran dana-dana atau surat-surat berharga yang mempunyai jangka waktu satu tahun atau kurang dari satu tahun dan dapat disalurkan melalui lembaga-lembaga keuangan”. Sedangkan menurut Ekananda (2014:353), pasar uang adalah: “Pasar uang sering juga disebut pasar kredit jangka pendek. Adapun bentuk transaksi- transaksi yang berada di pasar uang kebanyakan merupakan instrumen hutang jangka pendek seperti T-bill, SBI, commercial papers, dan sebagainya.”

Dengan demikian berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pasar uang adalah suatu lembaga keuangan yang memperjual-belikan sekuritas yang sifatnya jangka pendek (dibawah satu tahun).

Pasar uang sendiri tercipta dikarenakan hubungan keuangan antara individu, pelaku bisnis, pemerintah dan institusi keuangan yang memiliki dana berlebih dan ingin menginvestasikannya pada sekuritas yang aman, dan dimana pula saat para pelaku pasar uang membutuhkan pendanaan (Gitman dan Zutter, 2012:35). Sehingga hal tersebut dipandang sangat membantu perekonomian.

Alasan kenapa pasar uang dibutuhkan dalam sistem perekonomian adalah dikarenakan banyaknya perusahaan serta individu yang mengalami arus kas yang tidak sesuai antara inflows dan outflows. Misalnya, perusahaan melakukan penagihan dari klien pada periode tertentu dan pada waktu yang lain harus mengeluarkan uang untuk menutupi biaya operasionalnya.

Untuk mengatasi masalah tersebut (perusahaan pada saat kasnya mengalami defisit), maka perusahaan tersebut sementara dapat memasuki pasar uang sebagai peminjam dengan mencari lembaga keuangan atau pihak lain yang memiliki surplus (kelebihan) dana. Selanjutnya, pada saat perusahaan tersebut mengalami surplus dana, maka perusahaan tersebut menjadi kreditor dalam pasar uang untuk memperoleh pendapatan daripada membiarkan danaya tak terpakai atau idle.

2.1.2. Jenis-Jenis Instrumen Pasar Uang

Dalam kaitannya dengan instrumen yang berada di dalam pasar uang, terdapat beberapa jenis instrumen surat berharga yang diperdagangkan di pasar uang. Ekananda (2014:110) menyebutkan bahwa jenis instrumen surat berharga tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

1. Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), adalah surat berharga yang diperjualbelikan dengan cara diskonto dengan Bank Indonesia atau lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk oleh BI,

2. Sertifikat Bank Indonesia (SBI), adalah surat berharga berbentuk hutang jangka pendek yang diterbitkan oleh pemerintah,

3. Deposito, adalah instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Bank atas simpanan nasabahnya dengan periode jatuh tempo dan tingkat suku bunga tertentu,

4. Promissory Notes, adalah surat pernyataan kesanggupan membayar atas transaksi hutang piutang jangka pendek antara kreditur dengan debitur,

5. Treasury Bills, adalah surat hutang yang diterbitkan oleh negara dimana jangka waktunya dibawah satu tahun,

6. Banker's Acceptance, adalah salah satu instrumen pasar uang yang digunakan pada kegiatan eksport dan import barang atau digunakan sebagai transaksi valuta asing (valas),

7. Commercial Paper, adalah Instrumen utang yang diterbitkan oleh perusahaan kepada investor dengan tanpa jaminan (collateral), untuk membiayai kewajiban jangka pendeknya, dan

8. Call Money, adalah Instrumen yang dipergunakan pada kegiatan transaksi pinjam meminjam sejumlah dana antar Bank untuk periode jangka pendek.

2.2. Valuta Asing

2.2.1. Pengertian Valuta Asing

Terdapat beberapa pengertian valuta asing menurut para ahli. Berikut adalah pengertian valuta asing menurut Ekananda (2014:152) : “Suatu mekanisme dimana orang dapat melakukan tindakan mentransfer daya beli melewati batas negara yang menggunakan satuan uang yang berbeda dan membeli suatu valuta (nilai tukar) yang berbeda untuk dipergunakannya”.

Selanjutnya, Valuta Asing (valas) atau foreign exchange (forex) menurut Hady (2007:97) adalah:

“Mata uang asing yang difungsikan sebagai alat pembayaran untuk membiayai transaksi ekonomi keuangan internasional dan juga mempunyai catatan kurs resmi pada bank sentral”.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat diketahui bahwa valuta asing adalah sebuah rujukan atau mekanisme dimana suatu mata uang asing dapat ditransaksikan dan juga digunakan untuk mentransfer daya, dimana tempat perdagangan tersebut terjadi bisa berupa pasar dunia maya, atau sebuah hubungan interkoneksi antar bank di seluruh dunia.

2.2.2. Perdagangan Valuta Asing

Jenis transaksi yang paling utama digunakan di pasar valuta asing, salah satunya adalah perdagangan berjangka (forward trading), di mana beberapa pihak sepakat mempertukarkan mata uang di waktu mendatang atas dasar kurs yang mereka sepakati. Sedangkan kategori lainnya, yakni perdagangan spot (spot trading) langsung melaksanakan pertukaran tersebut.

Keseimbangan dalam pasar valuta asing mensyaratkan adanya kondisi interest parity, yakni suatu kondisi di mana berbagai simpanan dalam mata uang apa pun menawarkan perkiraan imbalan yang sama besarnya (bila diukur atau dihitung dengan satuan yang sama). Bila suku bunga dan perkiraan kurs masa mendatang tetap, kondisi interest parity menjamin adanya keseimbangan kurs. Kurs yang tengah berlaku juga dipengaruhi oleh berbagai perubahan atas perkiraan kurs untuk waktu mendatang. Sebagai contoh, apabila terjadi kenaikan perkiraan kurs USD/EUR untuk masa yang akan datang, maka jika suku bunga tetap, kurs USD/EUR yang tengah berlaku akan meningkat (Krugman, Obstfeld dan Melitz, 2011:344).

Dalam kenyataannya, sering terdapat berbagai tingkat kurs untuk satu valuta asing. Perbedaan ini timbul karena beberapa hal antara lain perbedaan antara kurs beli dan jual oleh pedagang valas, perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan dalam waktu pembayarannya, perbedaan dalam tingkat keamanan dalam penerimaan hak pembayaran. Kurs beli adalah kurs yang dipakai apabila para pedagang valas atau bank membeli valuta asing, sedangkan kurs jual adalah kurs yang dipakai apabila pedagang valas atau bank menjual valuta asing.

2.3. Kurs

2.3.1. Pengertian Kurs

Kurs adalah nilai tukar suatu mata uang dengan mata uang lainnya, kurs atau nilai tukar biasanya digunakan dalam transaksi yang melibatkan dua negara atau lebih. Pengertian kurs atau nilai tukar lainnya seperti yang dikemukakan oleh Ekananda (2014:168) sebagai berikut :

“Kurs merupakan harga suatu mata uang relatif terhadap mata uang negara lain. Kurs memainkan peranan penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, karena kurs memungkinkan kita menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara ke dalam satu bahasa yang sama”. Bila semua kondisi lainnya tetap, depresiasi mata uang dari suatu negara terhadap segenap

mata uang lainnya (kenaikan harga valuta asing bagi negara yang bersangkutan) menyebabkan ekspornya lebih murah dan impornya lebih mahal. Sedangkan apresiasi (penurunan harga valuta asing di negara yang bersangkutan) membuat ekspornya lebih mahal dan impornya lebih murah (Nopirin, 2008:156).

2.3.2. Faktor yang Mempengaruhi Kurs

Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi perubahan kurs di pasar valuta asing sesungguhnya banyak dikemukakan para ahli. Namun hal-hal tersebut masih dipandang belum konkrit dan masih terdapat inkonsistensi diantara faktor yang diajukan oleh satu ahli dibandingkan dengan yang lain.

Pada dasarnya, Madura dan Fox (2011:108) berpendapat bahwa terdapat 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu:

1. Faktor Fundamental Faktor fundamental berkaitan dengan indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan

relatif pendapatan antar negara, ekspektasi pasar dan intervensi bank sentral.

2. Faktor Teknis Faktor teknis berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran devisa pada saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan sementara penawaran

tetap, maka harga valuta asing akan terapresiasi. Sebaliknya apabila ada kekurangan permintaan sementara penawaran tetap, maka nilai tukar valuta asing akan terdepresiasi.

3. Sentimen Pasar

Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valuta asing naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.

Lebih lanjut, Madura dan Fox (2011:89) berpendapat bahwa ketiga faktor tersebut sesungguhnya terdapat 5 (lima) faktor penjelas yang murni berpengaruh yang berdasarkan oleh pendapat Krugman, Obstfeld dan Melitz (2011). Dan hal ini kembali diperkuat pada tahun 2013 oleh Eun, Resnick dan Sabherwal sehingga terdapat 5 (lima) faktor utama yang diajukan yaitu :

1. Tingkat inflasi

Dalam pasar valuta asing, perdagangan internasional baik dalam bentuk barang atau jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing, sehingga perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing. Contoh: jika Amerika Serikat sebagai mitra dagang Indonesia mengalami tingkat inflasi yang cukup tinggi maka harga barang Amerika Serikat juga menjadi lebih tinggi, sehingga otomatis permintaan terhadap produk relatif mengalami penurunan. Rasio uang dalam daya beli (paritas daya beli) berfungsi sebagai titik nilai tukar yang mencerminkan nilai sebenarnya. Itulah mengapa tingkat inflasi berdampak pada nilai tukar. Peningkatan inflasi di suatu negara mengarah pada penurunan mata uang nasional, dan juga sebaliknya. Penyusutan inflasi uang di dalam negeri akan mengurangi daya beli dan kecenderungan untuk menjatuhkan nilai tukar mata uang mereka terhadap mata uang negara- negara di mana tingkat inflasi yang lebih rendah.

2. Cadangan Devisa

Proses hubungan ekonomi antar negara tentu akan mempengaruhi hasil neraca pemabayaran internasional suatu negara. Diasumsikan apabila suatu neraca pembayaran internasional terjadi surplus maka akan hal tersebut akan berdampak pada peningkatan nilai cadangan devisa negara.

Sebaliknya bila negara mengalami defisit dalam neraca pembayaran, maka Bank Sentral negara tersebut harus mengeluarkan aset cadangan devisanya, seperti emas, valuta asing dan SDR atau meminjam dari Bank Sentral lain (Eun, Resnick dan Sabherwal, 2013). Kemampuan suatu negara untuk dapat memiliki devisa dalam jumlah yang besar akan mendorong peningkatan nilai ekspor pada periode selanjutnya (Samuelson dan Nordhaus, 2011). Kondisi ini akan berpengaruh terhadap penawaran mata uang asing yang juga semakin meningkat. Dengan demikian nilai tukar domestik akan terjadi apresiasi terhadap mata uang asing.

3. Perbedaan suku bunga

Perubahan tingkat suku bunga di suatu negara akan mempengaruhi arus modal internasional. Pada prinsipnya, kenaikan suku bunga akan merangsang masuknya modal asing, sehingga itulah sebabnya di negara dengan tingkat suku bunga tinggi, modal asing banyak yang masuk, sehingga menimbulkan permintaan untuk meningkatkan mata uang, dan menyebabkan kursnya terparesiasi.

4. Ekspor-impor

Harga suatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah suatu barang akan diimpor maupun diekspor. Barang-barang dalam negeri yang dapat dijual dengan harga barang yang relatif murah akan meningkatkan ekspor dan juga sebaliknya apabila harga suatu barang naik, maka tingkat ekspornya juga akan berkurang. Selain itu, pengurangan harga barang impor akan menambah jumlah impor, dan sebaliknya kenaikan harga barang impor akan mengurangi impor. Efek yang akan diakibatkan oleh hal tersebut terhadap nilai mata uang tentu sangat akan berpengaruh terhadap kondisi kurs. Apabila tingkat ekspor suatu negara lebih tinggi, maka permintaan terhadap mata uang negara itu bertambah lebih cepat dari penawarannya dan oleh karenanya nilai mata uang Negara itu naik (terapresiasi). Akan tetapi, apabila impor Harga suatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah suatu barang akan diimpor maupun diekspor. Barang-barang dalam negeri yang dapat dijual dengan harga barang yang relatif murah akan meningkatkan ekspor dan juga sebaliknya apabila harga suatu barang naik, maka tingkat ekspornya juga akan berkurang. Selain itu, pengurangan harga barang impor akan menambah jumlah impor, dan sebaliknya kenaikan harga barang impor akan mengurangi impor. Efek yang akan diakibatkan oleh hal tersebut terhadap nilai mata uang tentu sangat akan berpengaruh terhadap kondisi kurs. Apabila tingkat ekspor suatu negara lebih tinggi, maka permintaan terhadap mata uang negara itu bertambah lebih cepat dari penawarannya dan oleh karenanya nilai mata uang Negara itu naik (terapresiasi). Akan tetapi, apabila impor

5. Ekspektasi

Faktor terakhir yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah ekspektasi nilai tukar di masa depan. Sama seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke depan. Dan sebagai contoh, berita mengenai bakal melonjaknya inflasi di AS mungkin bisa menyebabkan pedagang valas menjual Dolar, karena memperkirakan nilai Dolar akan menurun di masa depan. Reaksi pasar tentu langsung akan menekan nilai tukar Dolar dalam pasar.

2.3.3. Sistem Kurs

Didalam menentukan suatu kurs di suatu negara, sejatinya terdapat beberapa sistem yang dipakai suatu negara dalam menentukan nilai kursnya. Menurut Ekananda (2014:314) terdapat 3 (tiga) sistem kurs valuta asing yang dipakai suatu negara, yaitu:

1. Sistem kurs bebas (floating)

Dalam sistem ini tidak ada campur tangan pemerintah untuk menstabilkan nilai kurs. Nilai tukar kurs ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap valuta asing.

2. Sistem kurs tetap (fixed)

Dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan turut campur secara aktif dalam pasar valuta asing dengan membeli atau menjual valuta asing jika nilainya menyimpang dari standar yang telah ditentukan.

3. Sistem kurs terkontrol atau terkendali (controlled)

Dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan mempunyai kekuasaan eksklusif dalam menentukan alokasi dari penggunaan valuta asing yang tersedia.

2.3.4. Fluktuasi Kurs

Dalam melakukan transaksi valuta asing, Sukirno (2012:209) berpendapat bahwa nilai kurs mengalami perubahan setiap saat. Perubahan nilai kurs valuta asing umumnya berupa:

1. Apresiasi atau depresiasi

Apresiasi adalah kenaikan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing, sedangkan depresiasi adalah penurunan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing. Kedua hal tersebut sepenuhnya tergantung pada kekuataan pasar (permintaan dan penawaran valuta asing) baik dalam negeri maupun luar negeri.

2. Revaluasi atau devaluasi

Naik atau turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Perbedaanya dengan apresiasi atau depresiasi diantaranya adalah revaluasi atau devaluasi dinyatakan secara resmi oleh pemerintah, dilakukan secara mendadak dan ada perbedaan selisih kurs yang besar antara sebelum dan sesudah revaluasi atau devaluasi.

2.4. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat

2.4.1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat

Dewasa ini ada ratusan mata uang yang digunakan di puluhan negara di dunia. Dolar Amerika Serikat merupakan salah satu dari mata uang internasional yang banyak digunakan dalam transaksi antar negara, terutama dengan Indonesia. Dalam praktek perdagangan valuta asing, mata uang dari berbagai negara ini telah ditentukan kodenya oleh suatu badan internasional yaitu International Organisation for Standardization yang sering disebut dengan ISO. Berikut adalah

pengertian nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat menurut International Organization for Standarization (ISO) :

“Dalam ISO code mata uang suatu negara hanya diberi kode dengan tiga huruf, dimana dua digit pertama adalah nama negara dan satu digit terakhir (digit ketiga) adalah nama mata uang negara yang bersangkutan…pada kurs IDR dua digit pertama menyatakan singkatan nama negara Indonesia dan digit ketiga merupakan inisial dari Rupiah…pada USD, dua digit pertama adalah kepanjangan dari United States dan digit terakhir merupakan akronim dari Dolar”.

Maka dari itu, biasanya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat biasa disingkat dengan USD/IDR. Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dalam transaksi ekonomi keuangan internasional disebut dengan hard currency, yaitu mata uang yang berasal dari negara maju dan nilainya relatif stabil serta kadang mengalami apresiasi atau kenaikan nilai dibanding mata uang dari negara lainnya. Sebaliknya mata uang yang berasal dari negara berkembang atau negara dunia ketiga jarang digunakan sebagai alat pembayaran antar negara karena nilainya relatif tidak stabil dan kadang mengalami depresiasi atau penurunan nilai, mata uang tersebut sering disebut dengan soft currency.

Hard currency berasal dari negara-negara maju seperti Dolar Amerika Serikat (USD), Yen Jepang (JPY), Euro (EUR), Poundsterling Inggris (GBP), Dolar Canada (CAD), Swiss Franc (CHF), Dolar Australia (AUD), dan lain-lain. Sedangkan soft currency pada umumnya berasal dari negara berkembang seperti Rupiah Indonesia (IDR), Bath Thailand (THB), Peso Filipina (PHP), Rupee India (INR), dan lain sebagainya.

Dalam penentuan suatu kurs, terdapat istiliah pair. Pair adalah suatu pasangan mata uang yang didalamnya terdapat satu base currency dan satu counter currency. Biasanya yang bersifat sebagai base currency adalah mata uang yang tergolong didalam hard currency, dan counter currency dapat berupa soft currency ataupun hard currency. Penentuan tersebut bukanlah tanpa alasan, tetapi karena kurs yang termasuk didalam hard currency biasanya merupakan majors, atau nilai mata uang yang sering ditransaksikan di dalam dunia valas.

Untuk dapat memahami nilai Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat, dapat melihat pair USD/IDR. Di dalam pair USD/IDR sendiri terkandung 2 jenis mata uang, yaitu USD sebagai base

currency dan IDR sebagai counter currency. Base currency biasanya bersifat sebagai nilai dasar dengan jumlah 1 (satu). Sedangkan counter currency mencerminkan nilai yang setara dengan base

currency tersebut. Untuk memahami arti dari pair tersebut, jika pada pair USD/IDR terdapat suatu angka,

misalkan 13.500. Maka artinya adalah setiap 1 USD akan bernilai 13.500 Rupiah. Sedangkan jika pada pair GBP/USD nilainya adalah 1,45 maka setiap 1 Poundsterling bernilai sejumlah 1,45 Dolar Amerika Serikat.

2.4.2. Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia

Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar sejak tahun 1970, penerapan sistem- sistem nilai tukar tersebut dapat berubah-ubah sesuai dengan kebijakan ekonomi nasional yang ditetapkan oleh pemerintah, adapun sistem-sistem penerapan kurs tersebut menurut Krugman,

Obstfeld dan Melitz (2011:99-101) adalah sebagai berikut :

1. Sistem kurs tetap (1970 - 1978)

Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar kurs resmi Rp 250/Dolar Amerika Serikat sementara kurs uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing.

2. Sistem mengambang terkendali (1978 - Juli 1997)

Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada

3. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997 - sekarang)

Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat semakin melemah. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka Bank Indonesia memutuskan untuk menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan mulai menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) pada tanggal 14 Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini juga dimaksudkan untuk mengurangi kegiatan intervensi Bank Indonesia terhadap rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri.

2.4.3. Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah per Dolar Amerika Serikat

Kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat selalu berubah-ubah setiap waktu, Pergerakan nilai tersebut didasari oleh beberapa faktor. Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat menjadi sangat penting bagi perekonomian Indonesia karena banyak transaksi perdagangan yang menggunakan mata uang Dolar Amerika Serikat.

Berikut adalah pengertian faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar Rupiah per Dolar Amerika Serikat menurut Madura (2008:89) :

1. Devaluasi/Depresiasi dan Revaluasi/Apresiasi Devaluasi dan depresiasi adalah penurunan nilai tukar mata uang negara tertentu terhadap nilai mata uang negara lain, dimana depresiasi penurunannya tidak terlalu besar dan bersifat sementara sedangkan devaluasi penurunannya besar dan biasanya diumumkan secara resmi oleh pemerintah negara yang bersangkutan, begitu pula sebaliknya.

2. Nilai nominal dan nilai intrinsik mata uang

Nilai yang tertera pada mata uang disebut nilai nominal / nilai ekstrinsik, sedangkan nilai intrinsik adalah nilai yang terkandung dalam mata uang itu sendiri, misalnya bahan yang digunakan untuk membuat mata uang itu (kertas, tinta, ongkos pembuatan, dan lain lain).

3. Neraca Pembayaran (Balance of Payment) Balance of Payment (BOP) ini dapat diartikan sebagai laporan keuangan dari suatu negara yang

menggambarkan aliran kas masuk dan keluar dari atau ke negara lain selama periode satu tahun. Dalam hal transaksinya BOP ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu transaksi yaitu transaksi kredit yang menimbulkan kewajiban untuk membayar, misalnya transaksi impor, sedangkan transaksi debit yang menimbulkan arus uang masuk atau hak penerimaan uang, misalnya, transaksi ekspor.

4. Cadangan Devisa Cadangan devisa ini dapat diartikan sebagai total dana dari suatu negara, baik itu berupa uang,

asset likuid atau fasilitas lainnya dalam bentuk mata uang asing yang dimiliki oleh bank sentral suatu negara.

5. Tingkat Inflasi Tingkat inflasi dapat diartikan sebagai tingkat kenaikan harga barang konsumsi yang terjadi

pada kurun waktu tertentu, biasanya dinyatakan dalam persen per tahun.

6. Suku Bunga Nominal Suku bunga nominal adalah suku bunga yang berlaku di suatu negara sebelum dikurangi tingkat inflasi.

7. Suku Bunga Riil Suku bunga riil adalah suku bunga yang berlaku di suatu negara setelah dikurangi dengan tingkat inflasi negara itu.

2.4.4. Mengukur Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat

Terdapat beberapa pendapat mengenai pengukuran nilai kurs. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai pengukuran nilai kurs menurut Nopirin (2008:167-169) : “Kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran

valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), yang berupa transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional. Suatu mata uang dikatakan kuat apabila transaksi kredit lebih besar dari transaksi debit, atau dalam kata lain surplus dalam neraca pembayaran. Sebaliknya nilai suatu mata uang dikatakan lemah apabila neraca pembayarannya mengalami defisit, atau bisa dikatakan jika permintaan valuta asing melebihi penawaran dari valuta asing”.

Selain itu, nilai tukar sendiri juga terbagi atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Kedua hal tersebut dijelaskan oleh Ekananda (2014:177-178) sebagai: “Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat

menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain…sedangkan nilai riil (real exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa dari

suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain”.

Maka dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kurs nominal seperti yang sudah dijelasakan adalah sebuah harga relatif dari mata uang dua negara yang umum diperdagangkan oleh khayalak awam. Sebagai contoh, jika antara Dolar Amerika Serikat dan Rupiah adalah 13.000 rupiah per Dolar, maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1 Dolar untuk 13.000 di pasar uang. Sebaliknya orang Indonesia yang ingin memiliki Dolar akan membayar 13.000 rupiah untuk setiap Dolar yang dibeli. Sehingga secara tidak langsung secara awam yang dimaksud kurs adalah kurs nominal.

Untuk mengukur kurs nominal sendiri, hal ini ditentukan oleh Bank Sentral yang disusun berdasarkan volume perdagangan valuta asing terhadap rupiah antar bank di pasar domestik, melalui Sistem Monitoring Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah (SISMONTAVAR) di Bank Indonesia secara real time (www.bi.go.id).

Tetapi kurs nominal ini sendiri biasanya terbagi menjadi dua kurs terpisah yang ditentukan oleh Bank Indonesia menjadi kurs jual dan kurs beli. Untuk mendapatkan kurs tengah sendiri

Ekananda (2014:201) nilai kurs tengah dihitung dengan menggunakan rumus :

K+ b K j

2 Dimana,

Kb = Kurs beli Kj = Kurs jual.

2.5. Devaluasi Yuan

2.5.1. Pengertian Devaluasi

Devaluasi adalah kebijakan ekonomi yang diambil suatu negara untuk menurunkan nilai mata uangnya terhadap mata uang negara lainnya, hal tersebut dilakukan sesuai dengan tujuan ekonomi yang akan dicapai oleh suatu negara. Berikut adalah pengertian devaluasi menurut Fahmi (2013:246) :

“Devaluasi dapat didefinisikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintahan suatu negara dengan menurunkan nilai mata uangnya (domestic currency) terhadap nilai mata uang asing (foreign currency)”. Dalam jangka pendek kebijakan devaluasi bertujuan untuk mendorong ekspor dan

membatasi impor. Sehingga dapat mendorong penggunaan produksi dalam negeri. Hal ini akan berdampak pada perbaikan posisi BOP, Balance Of Payment atau terjadinya kesetimbangan BOP atau mendekati kesetimbangan. Pada umumnya kebijakan devaluasi lebih banyak dimanfaatkan oleh Negara-negara yang sedang berkembang untuk meningatkan output ekonomi (Kim dan Ying,

2007), sehingga kebijakan devaluasi ini harus mendapat izin dari IMF.

2.5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Devaluasi

Devaluasi mata uang yang selama ini terjadi biasanya dimotivasi oleh keinginan pemerintah untuk mempengaruhi aktivitas perekonomian baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut penelitian sebelumnya, faktor-faktor tersebut adalah :

1. Output ekonomi suatu negara yang diindikasikan oleh tingkat GDP jangka panjang, neraca perdagangan dan tingkat inflasi (Kim dan Ying, 2007)

2. Nilai ekspor suatu negara dalam jangka panjang (Anaraki, 2014)

3. Daya saing perekonomian dengan negara lain (Anaraki, 2014)

Dalam jangka pendek, tindakan devaluasi dapat menggeser pengeluaran atau expenditure dari konsumsi produk luar negeri kepada konsumsi produk dalam negeri dikarenakan harga-harga dari luar negeri yang menjadi lebih mahal. Kenaikan harga ini akan berpengaruh terhadap konsumsi masyarakat yang akan menurun. Penurunan konsumsi ini juga selanjutnya dapat menyebabkan turunnya aktivitas ekonomi yang dapat mendorong terjadinya deflasi.

Dalam jangka panjang, hal ini juga berhubungan dengan salah satu motif yang sering muncul akhir-akhir ini, yaitu untuk meningkatkan nilai ekspor. Dengan adanya devaluasi nilai mata uang, terlepas dari apakah hal ini merupakan faktor utama penyebab devaluasi atau tidak, maka secara jangka panjang neraca pembayaran akan semakin membaik yang disebabkan oleh nilai barang lokal akan semakin murah dan barang-barang impor semakin mahal. Hal ini mendorong output nilai eskpor yang semakin besar yang disebabkan oleh harga barang yang murah.

2.5.3. Devaluasi Yuan