374239429 1204205014 3 BAB II Pemahaman Proyek pdf

2. Pemahaman Mall

PEMAHAMAN TERHADAP MALL

Pada Bab ini dijelaskan pemahaman yang lebih spesifik dari judul, yakni pemahaman terhadap mall . Data bersumber dari pustaka cetak dan internet yang disajikan berupa tulisan, tabel dan gambar yang memberikan pemahaman terhadap mall . Selain itu, untuk medukung pemahaman terhadap literatur dilakukan observasi terhadap proyek sejenis untuk mendukung pemahaman.

2.1 Pemahaman Terhadap Mall (Aspek Non-Teknis)

Berikut disajikan pemahaman mengenai aspek non teknis (non-perancangan) yang digunakan untuk memperjelas spesifikasi mall yang dirancang.

2.1.1 Pengertian Mall

Beberapa Pengertian tentang mall yang dikutip dari berbagai sumber literatur diantaranya sebagai berikut :

a. Menurut Rubenstein”...Traditionally the word ’Mall’ has mean an area usually lined with shade trees and used as a public walk or promenade...” (Nurrachman, 2011:18).

Bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi ”...Secara tadisional kata mall dapat diartikan sebagai suatu daerah berbentuk memanjang yang dinaungi oleh pohon- pohon dan biasanya untuk jalan- jalan...” Bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi ”...Secara tadisional kata mall dapat diartikan sebagai suatu daerah berbentuk memanjang yang dinaungi oleh pohon- pohon dan biasanya untuk jalan- jalan...”

diartikan sebagai suatu fasilitas komersial dengan wujud arsitektural berupa ruang rekreasi (jalan) yang ditata sedemikian rupa untuk menghubungkan dua titik keramaian atau lebih dengan dikelilingi retail atau tempat penjualan berbagai kebutuhan. Dalam mall pengunjung melakukan rekreasi dengan berjalan-jalan dan sesekali melihat barang yang dijual oleh retail sebelum memutuskan untuk memasuki retail tersebut.

Sehingga dengan demikian esensi dari mall bukan sebagai pertokoan padat barang, namun lebih kepada sebuah tempat penjualan dengan menonjolkan rekreasi dan kenyamanan berbelanja. Hal inilah yang mengakibatkan harga barang di mall relatif lebih tinggi.

2.1.2 Klasifikasi Mall

Mall dalam berbagai topik sering disamakan dengan shopping centre , sehingga dalam berbagai sumber literatur, klasifikasi mall hampir sama dengan klasifikasi shopping center .

Berdasarkan beberapa sumber, maka klasifikasi mall dalam ruang lingkup shopping center adalah sebagai berikut :

a. Dilihat Dari Jenis Barang Yang Dijual

Beddington (1982) mengemukakan empat (4) jenis pusat perbelanjaan berdasarkan barang yang di jual, yaitu :

1) Demand (permintaan), yaitu yang menjual kebutuhan sehari-hari yang juga merupakan kebutuhan pokok.

2) Semi Demand (setengah permintaan), yaitu yang menjual barang-barang untuk kebutuhan tertentu dalam kehidupan sehari-hari.

3) Impuls (barang yang menarik), yaitu yang menjual barang-barang mewah yang menggerakkan hati konsumen pada waktu tertentu untuk membelinya.

4) Drugery , yaitu yang menjual barang-barang higienis seperti sabun, parfum dan lain- lain.

b. Dilihat dari Luas Areal Pelayanan

Marlina (2008) menyebutkan bahwa berdasarkan jangkauan pelayanannya, dalam hal ini adalah luas wilayah, maka mall dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut :

1) Regional Shopping Centers dengan luas areal antara 27.870 – 92.900 m2 dengan skala pelayanan antara 150.000 – 400.000 penduduk.

2) Community Shopping Centre dengan luas areal antara 9.290 – 23.225 m2 dengan jangkauan pelayanan antara 40.000 – 150.000 penduduk.

3) Neigbourhood Shopping Centre dengan luas areal antara 2.720 – 9.290 m2. Jangkauan pelayanan antara 5.000 – 40.000 penduduk.

c. Berdasarkan Sistem Transaksi dan Penjualan

Menurut Marlina (2008:217) dijelaskan bahwa berdasarkan sistem transaksinya, sebuah pusat perbelanjaan dapat dibedakan sebagai berikut:

1) Toko Grosir, yaitu toko yang menjual barang dalam partai besar. barang-barang tersebut biasanya disimpan digudang atau ditempat lain, sedangkan yang ada dipajang hanya contohnya.

2) Toko Eceran, yaitu toko yang menjual barang dalam partai kecil atau per satuan barang. Toko eceran lebih banyak menarik pembeli karena tingkat variasi barangnya yang tinggi.

Berdasarkan sumber ini, maka toko eceran membutuhkan display area yang besar dan dropping area yang kecil, sementara toko grosir sebaliknya. Untuk mall akan lebih baik menggunakan sistem eceran apabila pengunjung yang ditargekan adalah konsumen langsung dari barang yang dijual.

d. Berdasarkan Unsur Lokasi

Menurut Marlina (2008:217) berdasarkan unsur lokasinya, pusat perbelanjaan terbagi menjadi beberapa jenis yaitu :

1) Pasar ( market )

6) Supermarket

2) Shopping street 7) Superstore

3) Shopping precint 8) Hypermarket

4) Shoping center 9) Shopping mall

5) Departement store 10) Town Square

Berdasarkan pemaparan sumber di atas mall merupakan salah satu jenis pusat perbelanjaan yang berkembang hingga saat ini. Shopping mall memiliki ciri khas yang Berdasarkan pemaparan sumber di atas mall merupakan salah satu jenis pusat perbelanjaan yang berkembang hingga saat ini. Shopping mall memiliki ciri khas yang

2.1.3 Unsur dalam Kegiatan Mall (Shopping Center)

Prastika (2011:11) Unsur-unsur dalam kegiatan pusat perbelanjaan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu pengunjung, barang dan pengelola. Penjelasan selanjutnya sebagai berikut :

a. Pengunjung

Dwijendra dalalm Bhumi (2012) menyebutkan bahwa pengunjung/pembeli adalah suatu lembaga atau individu yang melakukan pembelian untuk memenuhi kebutuhan pribadinya atau konsumsi rumah tangganya. Sementara Menurut Beddington (1989:2) aktivitas berbelanja pengunjung dapat dibedakan menjadi dua, antara lain :

1) Convenience Shopping merupakan kegiatan berbelanja keperluan sehari-hari. Hal yang dibutuhkan pembeli disini adalah kemudahan dan pelayanan yang cepat.

2) Comparison Shopping merupakan kegiatan berbelanja yang dilakukan dengan membandingkan harga, jenis, kualitas, pelayanan, dan sebagainya walaupun belum tentu membeli. Kegiatan ini juga dalam istilah lain disebut dengan window shopping . Berdasarkan kedua jenis aktivitas berbelanja tersebut, dapat dibedakan pengertiannya antara berbelanja dengan membeli. Membeli (to buy) adalah hasil sesuatu yang telah ditentukan sebelumnya dan mempunyai tujuan pasti. Penentuan barang yang hendak dibeli akan mengarahkan pembeli pada toko tertentu. Pembeli biasanya membawa dana yang cukup untuk barang yang diinginkannya.

Sedangkan kata berbelanja (shopping) , dalam hal ini tidak mempunyai tujuan khusus dan biasanya disertai dengan waktu yang berlebihan dan dana yang cukup. Orang berbelanja tidak hanya untuk membeli barang tertentu yang dibutuhkan dengan segera, namun juga untuk membandingkan harga, gaya, dan kualitas. Berbelanja juga dipengaruhi oleh keinginan menghabiskan waktu untuk kegiatan sosial serta meneruskan kebiasaan.

b. Barang

Barang merupakan obyek yang diperjual belikan dalam dunia perdagangan, sehingga kemudian muncul pusat-pusat perbelanjaan (Nusadarifa, 1989). Dalam Nusadarifa (1989:21) disebutkan bahwa jika dilihat dari karakteristiknya, jenis barang yang dijual pada pusat perbelanjaan dapat dibedakan menjadi empat (4) yaitu :

1) Convenience Goods , merupakan barang kebutuhan sehari-hari.

2) Specialty Goods , merupakan jenis barang tertentu seperti benda-benda antik dan koleksi.

3) Shopping Goods , merupakan barang yang dibutuhkan bulanan atau musiman.

4) Impulse Goods , merupakan barang yang tidak terlalu dibutuhkan atau dicari oleh pengunjung.

Berdasarkan sumber ini maka jenis barang yang dominan dijual dalam mall adalah convenience goods yang merupakan kebutuhan sehari-hari seperti pakaian, makanan dan minuman dan shopping goods yang merupakan kebutuhan musiman seperti gadget, elektronik dan peralatan olahraga.

c. Pedagang dan Pengelola

Menurut Swasta dan Sukotjo (1988) diesbutkan bahwa pedagang adalah suatu lembaga atau individu yang melakukan usaha kegiatan menjual barang kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi yang bersifat non bisnis.

Sehubungan dengan sumber di atas, maka pedagang dalam mall merupakan penyewa dari sebuah tempat/kios yang dikelola oleh pengelola mall . Secara terperinci, fungsi-fungsi dan kegiatan yang dilakukan pedagang dalam mall ini adalah sebagai berikut : pengangkutan, penyimpanan, pembelanjaan, mencari konsumen, menjalankan kegiatan promosi, memberikan promosi dan informasi, melakukan pengepakan dan pembungkusan dan mengadakan penyortiran.

Dalam melaksanakan transaksi jual beli, ada tiga macam pelayanan yang diberikan dari pedagang kepada pembeli, diterjemahkan dari Beddington (1982:6), yaitu :

1) Self Service (swalayan) yaitu pengunjung memilih dan mengambil sendiri barang- barang yang hendak di beli dari rak-rak yang tersedia, lalu membawanya ke kasir untuk dibayar.

2) Self Selection (swapilih) dimana pembeli dapat memilih langsung barang yang dibeli

lalu menyerahkannya kepada pramuniaga untuk dibuatkan bukti pembelian.

3) Personal Service (pelayanan pribadi) dimana pembeli akan mendapatkan pelayanan sepenuhnya dari pramuniaga dalam arti juga dapat berkonsultasi, misalnya pada toko pakaian.

Berdasarkan sumber ini, maka jenis pelayanan yang digunakan dalam mall dapat disesuaikan menurut sistem penjualan, akan tetapi sistem yang paling tepat dari aktivitas mall adalah self service (swalayan). Hal ini dikarenakan sistem ini memberikan keleluasaan penuh kepada pelanggan untuk menentukan sendiri barang yang dikehendaki maupun untuk aktivitas window shopping serta lebih efisien dalam penyediaan tenaga pelayan.

2.1.4 Faktor yang Pengembangan Mall ( Shopping Center) Terdapat beberapa variable yang menentukan tingkat kesuksesan sebuah pusat

perbelanjaan. Franssiscus (2010) .menjelaskan bahwa kesuskesan tidak ditentukan oleh salah satu dari faktor-faktor ini namun semuanya merupakan satu rangkaian yang saling mempengaruhi. Berikut adalah faktor-faktornya :

a. Lokasi

Lokasi adalah faktor pertama dan kunci untuk pembangunan mall atau shopping center . Lokasi yang baik harus dekat dengan wilayah populasi tangkapan yang terdiri dari kawasan pemukiman, kawasan perkantoran atau industry, hotel, objek wisata, sarana transportasi publik serta kelompok jenis usaha yang sesuai.

b. Visibilitas

Visibilitas, yang berarti posisi shopping center harus dengan mudah dapat dilihat oleh siapa saja. Idealnya, shopping center harus tampak jelas dari arus lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki.

c. Kemudahan Akses

Shopping center yang terakses dengan jalan raya utama akan mendapatkan manfaat yang lebih tinggi karena volume arus lalu lintas yang berimplikasi positif pada pengunjung.

d. Luas

Luas sebuah pusat perbelanjaan biasanya berpatokan pada luas kotor seluruh area lantai ( gross floor area ). Luas kotor adalah jumlah total dari seluruh area lantai yang dibangun di dalam bangunan.

e. Perencanaan dan Desain Ruang

Perencanaan tata ruang dan desain penting diperhatikan karena menyangkut optimalisasi imbal hasil investasi serta memenuhi kebutuhan operasional penyewa.

f. Penyewa Utama

Penyewa utama merupakan ritel besar, punya nama besar dan menjadi magnet untuk shopping mall ini. Kehadirannya bisa menjadi daya tarik untuk peritel kecil agar mau menyewa ruangan di mall .

g. Keseimbangan Penyewa

Perlu diperhatikan keseimbangan penyewa dengan tujuan untuk menciptakan kemudahan berbelanja, menciptakan efek sinergi dan menyediakan pengalaman berbelanja yang beragam bagi pengunjung.

h. Citra, Pemasaran dan Manajemen

Strategi pembinaan citra sangat membantu diferensiasi pusat perbelanjaan dan membedakan pusat perbelanjaan yang sukses dengan para pesaingnya.

i. Berorientasi Layanan Pelanggan

Dalam mall harus dipahami siapa pelanggannya, dari mana asal pelanggan, apa yang diinginkan pelanggan dan yang menarik minatnya. Berdasarkan penjelasan-penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa pemilihan lokasi harus menjadi pertimbangan yang vital dalam pengembangan mall. Sementara dalam pemilihan lokasi yang strategis biasanya memiliki kekurangan dalam hal luas lahan yang tersedia sehingga dari lokasi dapat diperkirakan jenis mall yang akan terbangun.

2.1.5 Mall dan Wisata Pantai

Berdasarkan klasifikasi Leiper dalam Pitana (2009:45) terdapat tujuh sektor utama dalam industri pariwisata yaitu : sektor pemasaran, perhubungan, akomodasi, daya tarik wisata, tour operator, pendukung/rupa-rupa dan regulator.

Sektor daya tarik wisata bisa berupa keindahan alam atau atraksi wisata yang unik dan menarik. Pantai dapat menjadi contoh daya tarik keindahan alam yang dapat mendatangkan pengunjung. Sementara pada sektor pendukung dapat berupa toko, restoran, travel cek dan bank yang membantu menunjang berbagai kebutuhan wisatawan.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa mall dapat menjadi salah satu sektor pendukung pariwisata pantai yang melayani kebutuhan belanja para wisatawan. Kebutuhan tersebut diantaranya kebutuhan belanja kuliner, fashion, peralatan renang, selancar hingga kebutuhan lain seperti elektronik dan gadget.

2.2 Studi Perancangan Mall (Aspek Teknis)

Berikut dijelaskan mengenai aspek teknis tentang mall yang mengarah langsung pada perancangan mall sebagai sebuah produk arsitektur yang berupa bangunan.

2.2.1 Elemen-elemen Esensial Mall

Sebagai landasan dasar, perlu diketahui apa saja yang menjadi elemen dalam ruang mall. Aji Bangun dan Harvey M. Rubenstein dalam Nurrachman (2011:10-12) menyebutkan bahwa elemen-elemen yang terdapat dalam mall dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Atrium

Atrium merupakan ruang kosong (void) yang secara horisontal diapit oleh lapisan- lapisan lantai di lantai kedua atau lebih sisi-sisinya, dengan ketinggian dua lapis lantai atau lebih yang mendapat terang alami siang hari dan menjadi pusat orientasi bangunan.

b. Magnet primer

Magnet merupakan transformasi dari ‟ node ‟ kota, yang berfungsi sebagai titik konsentrasi, dapat juga sebagai landmark . Perwujudannya dapat berupa crowd atau plaza. Penempatan magnet primer atau anchor mall terletak pada setiap pengakhiran koridor sedangkan pada plaza ditekankan di lantai atas dan basement dalam hubungan vertikal. Magnet mall dalam istilah lain juga disebut generator.

c. Magnet Sekunder

Toko merupakan salah satu bagian terpenting dari Mall yang dapat dianggap sebagai ‟distrik‟ pada pusat perbelanjaan. Penempatan toko erat kaitannya dengan magnet primer ( crowd dan ruang publik terbuka) sebagai daya tarik utama dalam pusat perbelanjaan tersebut.

d. Koridor

Merupakan ruang yang digunakan untuk berjalan kaki. Koridor terbagi menjadi dua macam, antara lain :

1) Koridor Utama yang merupakan orientasi dari toko-toko yang ada di sepanjang toko- toko tersebut dengan lebar sekitar 15 meter untuk koridor oudor.

2) Koridor Tambahan (Sekunder) yang merupakan koridor yang terletak pada sepanjang koridor utama dengan lebar minimal untuk koridor sekunder adalah 6 meter untuk koridor outdoor.

e. Street F urniture Merupakan elemen desain yang melengkapi keberadaan suatu jalan, yang berintegrasi dengan pohon, antara lain berupa lampu jalan, patung, desain grafik, kolam, tempat duduk, pot taman, tempat sampah dan lain-lain.

2.2.2 Lokasi Mall

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa lokasi merupakan kunci sukses suatu pusat perbelanjaan termasuk mall sehingga dengan demikian pemilihan lokasi harus benar- benar diperhatikan.

a. Pemilihan Lokasi

Dwijendra dalalm Bhumi (2012:17) menyatakan bahwa pilihan tujuan berbelanja akan tergantung pada nilai keuntungan yang didapat konsumen bila berbelanja ke tempat yang ditujunya. Dalam sumber yang sama juga dijelaskan teori tentang berbelanja tersebut. Berikut rangkuman dari teori tersebut :

1) Spatial Interaction Theory (Teori Interaksi Ruang)

Jarak pengunjung ke lokasi mall merupakan faktor penghambat sementara daya tarik mall merupakan faktor pendorong sehingga dapat dianalisa ketentuan antara jarak dan daya tarik.

2) Behaviour Theory (Teori Perilaku Individu)

Keputusan konsumen dalam memilih dipengaruhi oleh keadaan konsumen tersebut terhadap fasilitas yang ada. Setiap konsumen memiliki karakter yang berbeda sehingga perlu dianalisa karakter-karakter konsumen yang akan berkunjung. Berdasarkan sumber ini, maka dapat dikatakan bahwa semakin jauh jarak mall dengan

pusat keramaian maka semakin banyak pula hal/fasilitas menarik yang harus disediakan untuk menarik pengunjung atau dengan menyediakan potongan harga yang cukup menjanjikan. Namun bukan berarti karena jaraknya dekat menjadikan mall minim fasilitas dan fitur menarik lainnya.

b. Pemilihan Tapak

Marlina (2008:208) menjelaskan pertimbangan pemiilihan tapak untuk sebuah pusat perbelanjaan dapat dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut :

1) Tapak yang dipilih memungkinkan untuk dibangun dan terletak di dalam kawasan perdagangan yang direkomendasikan dalam analisis pasar.

2) Tapak yang dipilih mempunyai ukuran yang cukup luas dan bentuk yang sesuai untuk rancangan area perdagangan dengan segala kelengkapannya, termasuk ruang parkir yang cukup.

3) Aturan-aturan pemanfaatan ruang pada lahan yang dipilih tidak menghambat pembangunan yang akan dilakukan.

4) Lokasi tapak mudah dicapai, terutama dari fasilitas umum seperti bandara dan stasiun.

5) Harga tanah harus disesuaikan dengan jumlah modal dan uang sewa yang mungkin diperoleh.

6) Ketersediaan jaringan utilitas yang memadai sesuai jenis pusat perbelanjaan yang direncanakan.

7) Kondisi geologi dan hidrologi tanah untuk analisis jenis pondasi yang digunakan. Berdasarkan sumber ini maka dapat disimpulkan bahwa persyaratan lokasi yang terbaik

adalah kedekatan dengan pemukiman yang juga berimbas pada akses, hal ini juga senada dengan teori yang dijelaskan Dwijendra sebelumnya.

2.2.3 Aspek Arsitektural

Berikut ini akan dijelaskan kriteria-kriteria perancangan mall berdasarkan aspek arsitekturalnya yang terdiri dari bentuk, pola penataan dimensi dan komposisi ruang penjualannya.

a. Bentuk Mall Menurut Maithland dalam Yempormase (2013:11) dijelaskan bahwa terdapat tiga (3) bentuk umum mall dengan keuntungan dan kerugiannya masing-masing, berikut merupakan rangkuman dari sumber tersebut :

1) Open Mall ( mall terbuka), adalah mall tanpa pelingkup. Keuntunganya adalah kesan luas dan perencanaan teknis yang mudah sehingga biaya lebih murah. Kerugianya

berupa kendala iklim dan cuaca ( climatic control ) (berpengaruh terhadap kenyamanan) dan kesan pewadahan kurang.

2) Enclosed Mall ( mall tertutup), adalah mall dengan pelingkup. Keuntunganya berupa kenyamanan ( climatic control) . Kerugiannya adalah biaya mahal dan kesan ruang kurang jelas.

3) Integrated Mall ( mall terpadu), adalah penggabungan mall terbuka dan tertutup. Biasany berupa mall tertutup dengan akhiran mall terbuka. Hal ini juga merupakan

salah satu solusi climatic control .

Berdasarkan keterangan sumber ini maka bentuk yang paling menjawab solusi ruang mall adalah semi open mall , karena dapat memberikan pilihan ruang yang lebih dinamis antara ruang dalam dan ruang luar, namun akan memerlukan luasan tapak yang lebih besar

daripada closed mall .

b. Pola Pusat Perbelanjaan (Shopping Center) Maithland dalam Bhumi (2012:21) menyebutkan bahwa pada dasarnya pola mall

berpola linier. Tatanan mall yang sering dijumpai adalah mall berkoridor tunggal dengan lebar koridor standar antara 8-16 m. Untuk memudahkan akses pengunjung, pintu masuk sebaiknya dapat dicapai dari segala arah. San Interior (2014) menyebutkan ada tiga pola penataan retail dalam pusat perbelanjaan sebagai berikut :

1) Sistem Banyak Koridor Dalam sistem banyak koridor memanfaatkan ruang sebanyak mungkin untuk dapat menaruh barang sehingga tidak ada ruang yang terbuang (lihat gambar 2.1).

Gambar 2.1 Sistem retail dengan banyak koridor Sumber: San Interior (2014). Diakses pada 1 November 2015

2) Sistem Plaza Sistem plaza memanfaatkan adanya ruang kosong (void) sebagai ruang bagi pengunjung untuk melihat semua barang yang dijual (lihat gambar 2.2).

Gambar 2.2 Sistem retail Plaza Sumber: San Interior (2014). Diakses pada 1 November 2015

3) Sistem Mall Sistem mall menggunakan pedestrian yang disisinya berderet retail tempat berjualan barang (lihat gambar 2.3).

Gambar 2.3 Sistem mall Sumber: San Interior (2014). Diakses pada 1 November 2015.

Sehingga dengan demikian, pola mall memiliki visual ruang yang lebih baik dan menghindari kesan padat barang yang sering membosankan konsumen. Sementara dalam hubungannya dengan generator mall, Darlow (1972) menyebutkan beberapa pola yang digunakan untuk menata mall sebagai berikut (lihat Gambar 2.4) :

Gambar 2.4 Pola Peletakan Generator Mall Sumber : Darlow (1972 :16)

“M” berarti magnet atau generator mall yang menurut sumber ini dapat berupa anchor tenant dari berbagai brand yang terkenal. Hal tersebut dikarenakan brand yang terkenal dapat menarik minat pengunjung dan seringkali menjadi pusat perhatian dibanding dengan retail yang lain sehingga brand tersebut diberikan ruang lebih sebagai anchor tenant .

c. Dimensi Mall Diterjemahkan dari Beddington (1982:16) dijelaskan hal yang perlu diperhatikan bahwa mall jangan terlalu panjang karena dapat melelahkan pengunjung.panjang ideal sebuah pedestrian mall berkisar antara 200-250 meter, setelah itu harus ada suatu ruang untuk istirahat dan pause point dan suatu fokal poin yang menarik agar pengunjung tidak kehilangan seleranya.

d. Penataan Retail

Masih mengacu pada sumber di atas jika penataan sirkulasi mal hanya memiiki satu koridor, diharapkan semua retail dapat dilewati pengunjung sehingga semua retail memiliki nilai nilai komersial yang sama. Berdasarkan Pickard (2002) dijelaskan kompleksitas kegiatan yang terjadi pada suatu retail sebagai berikut (lihat Gambar 2.5):

Gambar 2.5 Pola aktivitas dalam sebuah retail Sumber : Pickard (2002)

Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa display area atau ruang pajang merupakan fokal poin yang menjadi daya tarik terhadap konsumen dan dituntut juga akses untuk barang dan pengelolaan yang tidak mengganggu aktivitas utama. Sementara untuk detail shop front atau fasad depan toko menurut Beddington (1982:25) ada beberapa tipe (lihat gambar 2.1).

Gambar 2.6 Contoh bentuk shop front Sumber : Beddingtin (1982:47)

e. Komposisi Ruang Penjualan

Lanus dalam Bhumi (2012:21-23) menjelaskan bahwa pada umumnya sebuah pertokoan/perbelanjaan dapat dibagi menjadi dua area berdasarkan pemakaiannya yang terdiri dari :

1) Ruang non penjualan ( nonselling area ), meliputi : ruang-ruang yang berhubungan dengan pelayanan konsumen ( coustemer service ), proses memasukkan dan menukarkan barang dagangan dan aktivitas pengelola dan karyawan.

2) Ruang pajang barang dagangan ( display ), tempat terjadinya interaksi antara konsumen dengan penjual. Ruang ini juga disebut selling area. Sementara untuk orientasi ruang-ruang dalam mall , berdasarkan kepuasan pelanggan dan produktivitas karyawan, ada empat pendekatan umum menempatkan ruang-ruang penjualan :

1) Sandwich Approach , keterbatasan sistem ini adalah tidak efisiennya bagi pelanggan dan karyawan ke lantai tertentu dalam hubungannya untuk melakukan kegiatan non selling area .

2) Core Approach , dengan menempatkan non selling area ke pusat core, arus kedatangan barang bercampur dengan kegiatan penunjang dalam selling area .

3) Peripheral Approach , pada metode ini telah dilakukan penanganan barang-barang dagangan tanpa mengganggu kegiatan penunjang. Area non selling diletakkan mengelilingi area penjualan.

4) Annex Approach, pada metode ini semua kegiatan non-penjualan dikelompokkan menjadi satu dan diletakkan terpisah dengan daerah penjualan. Sementara Jean Lambert (2010:3) menjelaskan ada beberapa tipe tenant sesuai ukurannya (lihat tabel 2.1).

Tabel 2.1 Ukuran Tenant

No. Jenis Tenant Ukuran Minimal (m2) Ukuran Maksimal (m2) 1 Anchor Tenant

2 Mini-Anchor Tenant

3 Large Speciality Tenant

4 Speciality Tenant

Sumber : Diterjemahkan dari Jean Lambert (2010:3)

f. Sistem Sirkulasi Mall Sementara Beddington (1982:32) menjelaskan beberapa pola sirkulasi untuk loading dan unloading dock seperti gambar berikut :

1) Sistem servis satu lajur Sistem servis satu lajur memanfaatkan satu lajur (kiri/kanan) untuk digunakan sebagai loading dan unloading barang (lihat gambar 2.7).

Gambar 2.7 One Way Service Road Sumber: Beddington (1982:32)

2) Sistem servis dua lajur Sistem servis dua lajur memanfaatkan 2 sisi lajur untuk loading dan unloading (lihat gambar 2.8) .

Gambar 2.8 One Way Service Road to shops Sumber: Beddington (1982:32)

3) Sistem T

Sistem T merupakan alternatif di tempat sempit dan untuk kelancaran sirkulasi sehingga truk barang tidak memerlukan ruang untuk putar balik lagi (lihat gambar 2.9)

Gambar 2.9 Sistem T Sumber: Beddington (1982:32)

4) Pola Loading Deck Dalam loading dan unloading barang seringkali truk harus parkir dan menunggu giliran, berikut pola yang dijelaskan dalam Beddington (1982:32) (lihat gambar 2.10).

Gambar 2.10 Pola loading deck Sumber: Beddington (1982:32)

2.2.4 Aspek Struktural

Berikut ini akan dijelaskan kriteria perancangan mall berdasarkan aspek struktural yang juga meliputi konstruksi dalam pembangunan mall . Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Gedung, dijelaskan bahwa mall termasuk bangunan klas 6 dan ada beberapa persyaratan mengenai struktur bangunan komersial sebagai berikut :

a. Jarak struktur utama dari tapak sekurang-kurangnya 10 m ke dalam tapak

b. Bangunan dengan bentuk dasar T, L dan U hendaknya menggunakan dilatasi pada 25 m untuk mencegah kerusakan akibat gempa

c. Saat terjadi gempa, struktur bangunan harus dapat bertahan dalam waktu yang cukup bagi pengguna untuk melarikan diri. Sementara diterjemahkan dari Kevin Ducharme dan Matthew Paladino (2012:99)

disimpulkan bahwa untuk bangunan komersial, struktur yang paling direkomendasikan adalah disimpulkan bahwa untuk bangunan komersial, struktur yang paling direkomendasikan adalah

Dalam sumber juga dijelaskan ada tiga bagian struktur yang digunakan dalam bangunan komersial yaitu :

a. Sub Struktur berupa pondasi

b. Supper struktur berupa kolom

c. Upper struktur berupa struktur penutup atap Joseph De Chiara dan John Callender (1983:1297) dalam buku Time Saver Standard menjelaskan beberapa kriteria desain yang menyangkut struktur diantaranya :

a. Jarak kolom dalam modul sebaiknya 6 m; 7,5 m; atau 9 m

b. Tinggi ceiling bersing berkisar antara 3 – 4 m untuk pandangan yang baik

c. Terdapat pilihan antara single level dan multi level, mall dengan multi level memiliki void untuk pandangan secara vertikal.

2.2.5 Aspek Utilitas

Berikut ini akan dijelaskan kriteria-kriteria perancangan mall berdasarkan aspek utilitasnya.

a. Sistem Pencahayaan

Sistem pencahayaan yang digunakan dalam mall terbagi menjadi 2 yaitu pencahayaan alami dan buatan. Untuk pencahayaan alami yang terbaik adalah cahaya langit (bukan sinar langsung) namun intensitasnya tidak bisa ditebak karena tergantung kondisi alam. Menurut Manurung (2012) pencahayaan alami dalam pusat perbelanjaan (mall) mengikuti kriteria sebagai berikut :

1) Pencahayaan alami pada pusat perbelanjaan sebaiknya diterapkan terutama pada pagi hingga sore hari untuk menekan biaya konsumsi energi lampu.

2) Pencahayaan alami yang paling sering digunakan dalam pusat perbelanjaan adalah pencahayaan alami pada atrium (void) dengan menggunakan skylight sehingga juga memberi kesan luas dengan pencayhayaan yang optimal di siang hari.

3) Massa memanjang Timur-Barat lebih efektif untuk memasukkan cahaya alami, sementara massa berbentuk lingkaran digunakan untuk memasukan cahaya secara lebih merata.

4) Adaptasi bentuk bangunan terhadap pencahayaan alami seperti bentuk yang ramping, void, fasad yang miring, fasad yang ditonjolkan atau bentuk segitiga yang memungkinkan cahaya masuk dari kedua sisi bangunan.

Sehubungan dengan sumber di atas berikut merupakan gambaran desain atrium dengan pencahayaan alami sesuai dengan kondisi yang diinginkan menurut Watson dkk (1999) (lihat gambar 2.11) :

Gambar 2.11 Variasi Atrium sesuai kondisi pencahayaan yang diinginkan

Sumber : Watson dkk (1999)

Sementara untuk pencahayaan buatan menggunakan lampu. Lampu dipilih sesuai kegiatan. Masing-masing kegiatan memiliki kebutuhan cahaya yang berbeda seperti berikut (lihat tabel 2.2) :

Tabel 2.2 Kebutuhan Pencahayaan untuk Berbagai Kegiatan Jenis Pencahayaan

Tingkat

Contoh-contoh Area Kegiatan

Penerangan (lux)

Pencahayaan Umum untuk 20 Layanan penerangan yang minimum dalam area sirkulasi ruangan dan area yang

luar ruangan, pertokoan di daerah terbuka, halaman tempat jarang digunakan dan/atau

penyimpanan

tugas-tugas atau visual

50 Tempat pejalan kaki & panggung

sederhana

70 Ruang Boiler

Halaman Trafo, ruang tungku, dll.

area sirkulasi di industri, pertokoan dan ruang penyimpanan

Pencahayaan umum untuk

Layanan penerangan yang minimum dalam tugas interior

Meja & mesin kerja ukuran sedang, proses umum dalam industri kimia dan makanan, kegiatan membaca dan membuat arsip

Gantungan baju, pemeriksaan, kantor untuk menggambar, perakitan mesin dan bagian yang halus, pekerjaan warna, pekerjaan menggambar kritis.

Pekerjaan mesin dan di atas meja yang sangat halus, perakitan mesin presisi kecil dan instrumen; komponen elektronik, pengukuran dan pemeriksaan bagian kecil yang rumit (sebagian mungkin diberikan oleh tugas pencahayaan setempat)

Sumber : UNEP. 2015 Berdasarkan data tabel di atas dapat diketahui bahwa pencahayaan di pertokoan membutuhkan intensitas sedang, namun untuk retail tertentu seperti bookstore dan barang Sumber : UNEP. 2015 Berdasarkan data tabel di atas dapat diketahui bahwa pencahayaan di pertokoan membutuhkan intensitas sedang, namun untuk retail tertentu seperti bookstore dan barang

Tabel 2.3 Pencahayaan sesuai jenis lampu

Lum/Watt

Indeks

Jenis Lampu

Lampu Pijar

8-18

14 Baik sekali

Rumah, restoran, penerangan 1000 umum, penerangan darurat

Lapisan w,r,t Kantor, pertokoan, rumah sakit, Lampu Neon

yang baik

rumah

Lampu Neon

Hotel, pertokoan, rumah, kantor 8000- Kompak (CFL)

40-70

60 Sangat Baik

10000 Penerangan umum di pabrik, garasi,

Merkuri tekanan 2000- tinggi (HPMV)

44-57

50 Cukup

tempat parkir mobil, penerangan 4000

berlebihan/sangat terang Peraga, penerangan berlebihan,

2000- Lampu Halogen

18-24

20 Baik Sekali

arena pameran, area konstruksi 4000 Sodium tekanan

Penerangan umum di pabrik, 6000- tinggi (HPSV) SON

67-121

90 Cukup

gudang, penerangan jalan 12000 Sodium tekanan

Jalan Raya, terowongan, kanal, 6000- rendah (LPSV)

penerangan jalan

Sumber : UNEP. 2015

Namun terjemahan dari Levine dan Vorsatz (2007:401) yang menjelaskan bahwa bangunan dapat berfungsi sebagai kolektor dan transformer dari energi matahari sehingga dapat mengurangi ketergantungan dari konsumsi energi listrik.

Energi surya juga dapat digunakan untuk pencahayaan, untuk pemanasan pasif dan sebagai salah satu ventilasi alami, yang dapat memberikan banyak penghawaan yang diperlukan. Sehingga dalam hal ini pemanfaatan lokasi dengan intensitas penyinaran yang tinggi dapat dioptimalkan.

b. Sistem Penghawaan

Bhumi (2012:24) menjelaskan bahwa sistem penghawaan pada Mall (Pusat Perbelanjaan) dapat digolongkan menjadi dua yaitu alami dan buatan, lebih jelasnya sebagai berikut :

1) Sistem Penghawaan Alami Sistem penghawaan alami adalah suatu sistem penghawaan yang memanfaatkan

hembusan angin dan iklim sekitar untuk penghawaannya atau tanpa bantuan alat.

2) Sistem Penghawaan Buatan Penghawaan pada suatu Mall (Pusat Perbelanjaan) dapat diatur oleh Air Conditioner atau biasa disebut dengan AC. Suhu yang biasanya digunakan 18-20 derajat celcius. Penggunaan AC biasanya digunakan pada Mall dan Plaza yang biasanya cenderung terdiri dari bangunan tunggal.

2.3 Arsitektur Hijau (Green Architecture)

Pemahaman terhadap arsitektur mall selama ini lebih cenderung kepada pertokoan tertutup yang kurang ramah lingkungan. Hal ini tidak lepas dari banyaknya desain mall yang berkembang di Indonesia yang relatif hanya mengutamakan keuntungan tanpa memperhatikan dampak terhadap lingkungan dan pemanasan global. Berdasarkan hal ini, seorang perancang perlu memperhatikan konteks lingkungan dalam mengambil keputusan desain. Banyak muncul nama langgam/ style arsitektur yang mengklaim ekologis dan ramah lingkungan. Namun dari sekian banyak nama itu, green architecture merupakan suatu label yang sudah di akui dunia dan memiliki lembaga resmi. Selain itu, saat ini telah berkembang tend go-green di berbagai bidang termasuk bidang pemerintahan di Indonesia.

Di Indonesia terdapat asosiasi yang menangani masalah Green Architecture yaitu GBCI. Berdasarkan GBCI (2016) disebutkan bahwa Lembaga Konsil Bangunan Hijau Indonesia atau Green Building Council Indonesia (GBCI) adalah lembaga mandiri ( non - government ) dan nirlaba ( non-for profit ) yang berkomitmen penuh terhadap pendidikan masyarakat dalam mengaplikasikan praktik-praktik terbaik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan global yang berkelanjutan. GBCI merupakan Emerging Member dari World Green Building Council (WGBC) yang berpusat di Toronto, Kanada. WGBC saat ini beranggotakan

97 negara dan hanya memiliki satu GBC di setiap negara. Selain aktif mengkampanyekan trend go - green, GBCI juga menangani masalah sertifikasi terhadap bangunan sebagai green building dan sudah menilai beberapa bangunan di Indonesia baik dalam skala besar maupun sekala kecil seperti rumah tinggal. Seperti yang dikutip langsung dari GBCI, ada beberapa ringkasan kriteria yang menjadi penilaian utama sebagai berikut :

a. Tepat Guna Lahan

1) Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari struktur bangunan

dan struktur sederhana bangunan taman (hardscape) di atas permukaan tanah atau di bawah tanah dengan kriteria sebagai berikut :

a) Untuk konstruksi baru, luas areanya adalah minimal 10% dari luas total lahan.

b) Untuk renovasi utama (major renovation), luas areanya adalah minimal 50% dari ruang terbuka yang bebas basement dalam tapak.

2) Memilih daerah pembangunan yang dilengkapi minimal delapan dari 12 prasarana

sarana kota.

1. Jaringan Jalan

2. Jaringan penerangan dan Listrik

3. Jaringan Drainase

4. STP Kawasan

5. Sistem Pembuangan Sampah

6. Sistem Pemadam Kebakaran

7. Jaringan Fiber Optik

8. Danau Buatan (Minimal 1% luas area)

9. Jalur Pejalan Kaki Kawasan

10. Jalur Pemipaan Gas

11. Jaringan Telepon

12. Jaringan Air bersih

3) Terdapat minimal 7 (tujuh) jenis fasilitas umum dalam jarak pencapaian jalan utama

sejauh 1500 m dari tapak.

1. Bank

2. Taman Umum

3. Parkir Umum (di luar lahan)

4. Warung/Toko Kelontong

5. Gedung Serba Guna

6. Pos Keamanan/Polisi

7. Tempat Ibadah

8. Lapangan Olah Raga

9. Tempat Penitipan Anak

10. Apotek

11. Rumah Makan/Kantin

12. Foto Kopi Umum

13. Fasilitas Kesehatan

14. Kantor Pos

15. Kantor Pemadam Kebakaran

16. Terminal/Stasiun Transportasi Umum

17. Perpustakaan

18. Kantor Pemerintah

19. Pasar

4) Adanya tempat parkir sepeda yang aman sebanyak satu unit parkir per 20 pengguna

gedung hingga maksimal 100 unit parkir sepeda

5) Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari bangunan taman (hardscape) yang terletak di atas permukaan tanah seluas minimal 40% luas total 5) Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari bangunan taman (hardscape) yang terletak di atas permukaan tanah seluas minimal 40% luas total

6) Menggunakan green roof sebesar 50% dari luas atap yang tidak digunakan untuk

mechanical electrical (ME), dihitung dari luas tajuk.

7) Desain lansekap berupa vegetasi (softscape) pada sirkulasi utama pejalan kaki menunjukkan adanya pelindung dari panas akibat radiasi matahari.

8) Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota dari lokasi bangunan hingga 50%, yang dihitung menggunakan nilai intensitas curah hujan sebesar 50 mm/hari.

9) Menggunakan teknologi-teknologi yang dapat mengurangi debit limpasan air hujan

b. Efisiensi dan Konservasi Energi

1) Mendorong penghematan konsumsi energi melalui aplikasi langkah-langkah efisiensi energi.

2) Menggunakan lampu dengan daya pencahayaan lebih hemat sebesar 15% daripada daya pencahayaan yang tercantum dalam SNI 03 6197-2011 atau SNI edisi terbaru tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan.

3) Menggunakan fitur hemat energi pada lift, menggunakan sensor gerak, atau sleep mode pada eskalator.

4) Penggunaaan cahaya alami secara optimal sehingga minimal 30% luas lantai yang digunakan untuk bekerja mendapatkan intensitas cahaya alami minimal sebesar 300 lux. Perhitungan dapat dilakukan dengan cara manual atau dengan software.

5) Mendorong penggunaan ventilasi yang efisien di area publik (non nett lettable area) untuk mengurangi konsumsi energi.

6) Tidak mengkondisikan (tidak memberi AC) ruang WC, tangga, koridor, dan lobi lift, serta melengkapi ruangan tersebut dengan ventilasi alami ataupun mekanik.

7) Menggunakan sumber energi baru dan terbarukan. Setiap 0,5% daya listrik yang dibutuhkan gedung yang dapat dipenuhi oleh sumber energi terbarukan

c. Konservasi Air

1) Pemasangan alat meteran air (volume meter) yang ditempatkan di lokasilokasi tertentu pada sistem distribusi air, sebagai berikut:

 Satu volume meter di setiap sistem keluaran sumber air bersih seperti sumber PDAM atau air tanah.

 Satu volume meter untuk memonitor keluaran sistem air daur ulang.

 Satu volume meter dipasang untuk mengukur tambahan keluaran air bersih apabila dari sistem daur ulang tidak mencukupi.

2) Meningkatkan penghematan penggunaan air bersih yang akan mengurangi beban konsumsi air bersih dan mengurangi keluaran air limbah

3) Menyediakan air dari sumber daur ulang yang bersumber dari air limbah gedung untuk mengurangi kebutuhan air dari sumber utama.

4) Penggunaan seluruh air bekas pakai (grey water) yang telah di daur ulang untuk kebutuhan sistem flushing atau cooling tower

5) Menyediakan instalasi tangki penampungan air hujan kapasitas 20% dari jumlah air hujan yang jatuh di atas atap bangunan yang dihitung menggunakan nilai intensitas curah hujan sebesar 50 mm/hari.

6) Seluruh air yang digunakan untuk irigasi gedung tidak berasal dari sumber air tanah dan/atau PDAM.

d. Sumber dan Siklus Material

1) Menggunakan material yang memiliki sertifikat sistem manajemen lingkungan pada proses produksinya minimal bernilai 30% dari total biaya material. Sertifikat dinilai sah bila masih berlaku dalam rentang waktu proses pembelian dalam konstruksi berjalan.

2) Tidak menggunakan bahan perusak ozon pada seluruh sistem pendingin gedung

3) Desain yang menggunakan material modular atau prafabrikasi (tidak termasuk equipment) sebesar 30% dari total biaya material.

4) Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama dan pabrikasinya berada di dalam radius 1.000 km dari lokasi proyek minimal bernilai 50% dari total biaya material.

e. Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang

1) Menjaga dan meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan dengan melakukan introduksi udara luar ruang sesuai dengan kebutuhan laju ventilasi untuk kesehatan pengguna gedung.

2) Memantau konsentrasi karbondioksida (CO 2) dalam mengatur masukan udara segar sehingga menjaga kesehatan pengguna gedung

3) Memasang tanda “Dilarang Merokok di Seluruh Area Gedung” dan tidak menyediakan bangunan/area khusus untuk merokok di dalam gedung. Apabila tersedia, bangunan/area merokok di luar gedung, minimal berada pada jarak 5 m dari pintu masuk, outdoor air intake, dan bukaan jendela.

4) Mengurangi polusi udara ruang dari emisi material bangunan yang dapat mengganggu kenyamanan dan kesehatan pekerja konstruksi dan pengguna gedung.

5) Mengurangi kelelahan mata dengan memberikan pemandangan jarak jauh dan menyediakan koneksi visual ke luar gedung

6) Mencegah terjadinya gangguan visual akibat tingkat pencahayaan yang tidak sesuai dengan daya akomodasi mata.

7) Menjaga kenyamanan suhu dan kelembaban udara ruangan yang dikondisikan stabil untuk meningkatkan produktivitas pengguna gedung.

f. Manajemen Lingkungan Bangunan

1) Adanya instalasi atau fasilitas untuk memilah dan mengumpulkan sampah sejenis sampah rumah tangga (UU No. 18 Tahun 2008) berdasarkan jenis organik, anorganik, dan B3

2) Limbah cair, dengan menjaga kualitas seluruh buangan air yang timbul dari aktivitas konstruksi agar tidak mencemari drainase kota Dalam ruang lingkup studi ini kriteria di atas hanya digunakan sebagai pembanding dalam menyusun landasan perancangan. Dengan berusaha mengikuti kaidah arsitektur hijau diharapkan rancangan mall memiliki dampak yang lebih baik terhadap lingkungan di sekitarnya.

2.4 Studi Fasilitas Sejenis

Berikut disajikan hasil observasi fasilitas sejenis yang dilakukan pada Oktober 2015 dengan cara mengunjungi langsung objek observasi dan mengambil data yang diperlukan.

2.4.1 Beachwalk Kuta Bali

Beachwalk Kuta Bali merupakan jenis mall yang memiliki hubungan dengan pantai yaitu Pantai Kuta. Mall ini dibuka sejak tahun 2012 dan kini menjadi salah satu mall paling ramai di Bali. Mall ini berlokasi di Jalan Pantai Kuta, sekitar 25 menit dari Bandara Ngurah Rai dan sangat dekat dengan Pantai Kuta (lihat gambar 2.12).

Gambar 2.12 Posisi Beach Walk Bali dari Bandara Sumber : Google Map

Kompleks rekreasi dan hiburan ini berdiri diatas lahan seluas 3,7 hektar tepat di depan pantai utama di ujung jalan Pantai Kuta. Beachwalk dalam gambar peta situasi sesungguhnya merupakan satu komplek dengan Sheraton Resort sehingga dari citra satelit terlihat menyatu (lihat gambar 2.13).

Gambar 2.13 Tapak Plan Beachwalk Sumber: Google Earth – Beachwalk Kuta Bali

Di sebelah selatan Beachwalk terdapat hotel Seraton Ressort, yang juga masih dalam satu kompleks dengan mall ini. Sementara terlihat dalam gambar pola penataan massa di beachwalk menggunakan konsep s emi open mall dan layout mall ini menonjolkan penataan landscape untuk menghilangkan kesan toko dalam ruangan (lihat gambar 2.14).

Gambar 2.14 Layout Beachwalk (ukuran penuh terlampir-1) Sumber : Observasi 8 Oktober 2015

Mall ini mulai beroperasi jam 09.00 WITA hingga 22.00 WITA dan buka setiap hari. Sementara untuk jam kerja kantor pengelola hanya pada hari senin sampai jumat mulai pukul

09.00 hingga pukul 18.00 WITA. Mall ini mengambil keuntungan dari pemandangan sunset di Pantai Kuta yang menawan sehingga puncak kunjungan di mall ini terjadi pada sore hari. Konsep semi open dan pantai membuat mall ini memiliki banyak kolam yang juga berfungsi sebagai penyejuk alami bangunan (lihat gambar 2.15)

Gambar 2.15 Kolam besar di Beachwalk Sumber : Observasi 8 Oktober 2015

Desain Beachwalk mengadopsi konsep semi indoor yang lebih menekankan konsep landscape . Hal ini menjadikan nuansa yang berbeda dari sebuah mall . Kolam besar dan meneteskan air terletak langsung di depan retail menguatkan kesan ruang luar yang terintegrasi dengan mall ini. Selain itu, desain yang berkelanjutan dan tindakan ramah lingkungan seperti sistem penampungan air hujan juga tersedia di sini.

Namun dalam retailnya masih mempertahankan nuansa modern dan mewah. Penyewa tempat Beachwalk mencakup beberapa merek terkenal kelas dunia termasuk, Mango, Zara, Gap dan Topshop. Barang-barang yang dijual oleh merek dagang tersebut sering menjadi trend setter . (lihat gambar 2.16).

Gambar 2.16 Retail Pakaian di Beachwalk Sumber : Observasi april 2015

Dalam menangani pengunjung yang memakai kendaraan pribadi, ada banyak pilihan tempat parkir bagi pengunjung di mall ini. Di depan mall , yaitu di jalan pantai Kuta bisa dimanfaatkan untuk parkir sepeda motor. Tempat parkir bawah tanah hingga seribu kendaraan disediakan di lantai area parkir bawah tanah, dan ada juga area parkir multi-level yang nyaman untuk sepeda motor dekat Harris Hotel jika tempat parkir di Jalan Pantai Kuta penuh (lihat gambar 2.17).

Gambar 2.17 Parkir di depan jalan menuju pantai kuta (kiri); parkir bertingkat (kanan) Sumber : Observasi 8 Oktober 2015

Mall ini merupakan bangunan 4 lantai dengan 1 basement sebagai tempat parkir dan utilitias, setiap lantai seolah-olah memiliki bentuk yang berbeda dengan grid struktur yang cukup rumit. Berikut layout tiap levelnya (lihat gambar 2.18).

Gambar 2.18 Layout Tiap Lantai Beachwalk Sumber : Observasi 8 Oktober 2015

Jadi, informasi yang dapat diperoleh dari hasil studi banding terhadap objek Beachwalk Kuta Bali adalah :

a. Beachwalk bukan hanya sekedar pusat perbelanjaan, tetapi juga merupakan tempat jalan-jalan dan hiburan yang rekreatif.

b. Daya tarik Beachwalk karena menggunakan konsep semi outdor mall dengan memaksimalkan landscape sebagai bagian dari aktivitas mall

c. Selain itu, desain bangunan yang unik dan plastis menjadikan bangunan mall ini terlihat lebih menarik dibandingkan bangunan lainnya.

d. Adapun fasilitas secara umum di mall ini adalah sebagai berikut :

e. Retail pakaian, buku makanan, peralatan rumah tangga, elektronik

f. Galeri batik

g. Pujasera : masakan lokal, internasional, junk food

h. Bioskop, kidzone, tempat penitipan anak

i. Taman Rekreasi, panggung, street furniture

j. Kantor Pengelola, Toilet, MEP

2.4.2 Mall Bali Galeria

Mall Bali Galeria disebut juga MBG merupakan mall pertama di Bali yang memiliki bioskop sebagai fasilitas penunjangnya. Mall ini terletak di depan persimpangan Rewa Ruci dan sekitar 17 menit dari bandara Ngurah Rai Tuban (lihat gambar 2.19).

Gambar 2.19 Lokasi Mall Bali Galeria Sumber : Google Earth Observasi 6 Oktober 2015

Data yang disajikan bersumber dari observasi langsung ke objek studi. (Observasi Penulis, Oktober 2015) . Mall Bali Galeria adalah sebuah pusat perbelanjaan yang terletak Jl. By pass I Gusti Ngurah Rai, Simpang Dewa Ruci Kuta, Bali. Mall Bali Galeria merupakan salah satu mall terbesar di Bali dengan luas bangunan 9.830 m² yang mengincar kalangan masyarakat kaum menengah keatas. Di bagian Utara yang merupakan bagian depan mall ini justru tidak terletak di depan jalan utama, hanya akses masuk/keluar yang terlihat dari jalan utama (lihat gambar 2.20).

Gambar 2.20 Tapak Plan dan Peta Situasi Bali Galeria Sumber : Google Earth – Mall Bali Galeria

Gambar di atas adalah pencitraan satelit google earth untuk Mall Bali Galeria karena data site plan tidak tersedia saat observasi ke lapangan. Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa Mall Bali Galeria masih satu kompleks dengan Supermarket Hypermart yang ada di sebelah timur dari Mall Bali Galeria (lihat gambar 2.21).

Gambar 2.21 Layout Mall Bali Galleria (ukuran penuh terlampir-2)

Sumber : Digambar ulang dari Mall Bali Galeria, 2015

Mall ini mengusung type duty free sehingga beberapa barang impor yang dijual bebas dari pajak sehingga lebih murah. Adapun jenis barang yang dijual di kompleks ini meliputi :

a. Barang-barang yang bersifat kebutuhan primer, berupa makanan dan minuman, pakaian, sepatu, dan sandal, pada bagian ini terdapat pada wilayah swalayan Hypermart yang terletak pada lantai dua bangunan ini.

b. Barang-barang yang bersifat kebutuhan Sekunder, seperti buku bacaan, terletak pada bagian timur bangunan pada Matahari Departement Store.

c. Barang- barang yang bersifat pelengkap kebutuhan dan bersifat hiburan seperti, CD, Kaset, kosmetik terletak pada tengah-tengah bangunan utama. Sementara Fasilitas-fasilitas yang ada di Mall Bali Galeria ini meliputi :

a. Fasilitas Pusat Perbelanjaan

Fasiltas pertokoan yang melayani kegiatan jual-beli, dengan penyewa besar ( Anchor Tenant) seperti Duty Free Shop, Hypermart, Matahari Departement Store , ACE Hardware , Informa Furnishings , Gramedia Bookstores dan beberapa retail kecil yang terdapat dalam mall ini (lihat gambar 2.22).

Gambar 2.22 Retail Hypermart dan Bilabong di Mall Bali Galeria

Sumber : Observasi 6 Oktober 2015 Sumber : Observasi 6 Oktober 2015

F ood and Baverage ( Khusus Makanan dan Minuman)