PENGUJIAN PROTEIN BABI PADA PANGAN JAJAN

PENGUJIAN PROTEIN BABI PADA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) BERBASIS OLAHAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN PORCINE DETECTION KIT SKRIPSI RICO FERNANDO THEO JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR BOGOR

PENGUJIAN PROTEIN BABI PADA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) BERBASIS OLAHAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN PORCINE DETECTION KIT

Oleh : RICO FERNANDO THEO B.1411097 SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Ilmu Pangan Halal Universitas Djuanda Bogor

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR BOGOR

ABSTRACT

Rico Fernando Theo. B.1411097. Porcine Protein Content Analysis through Porcine Detection Kit on Meat based Snack that is Consumed by School Students. Supervised by Noli Novidahlia and Rosy Hutami.

The use of pork as a mixture of materials is contrary to the belief of Indonesian people, especially muslims. Product counterfeiting cases against the community can happen anywhere, including on snack that is consumed by school students. The purposes of this research were to know the contamination of porcine protein content and distribution channel of snack that is consumed by school students in Bogor city. This research was done in three stages: (1) determining the location of sampling and snack type products, (2) testing the sample produts with porcine detection kit, and (3) searching product distribution channels. The determination of sampling location was done purposively, regarding the location of Public Elementary School in Bogor city and its closeness to the traditional market. The determination of SMPBS type of sample product was done by choosing the most widely sold in Public Elementary Schools. We used twelve Public Elementary Schools as sampling spot and three types of SMPBS products which were meatballs, sausage, and fried filled tapioca flour (cireng). There were eight sample for each product type with two times repeatations. Canned porcine corned was used as as positive control and bovine meatball was used as negative control as the basis in determining the results of sample testing. Positive result was characterized by the formation of a red line in the test zone and control zone, while negative result was marked with only the formation of a red line in the control zone. Test results showed that all of samples were negative from porcine protein content. Tracing the product distribution channels were by survey method. Tracing of distribution channels resulted that the distribution channels used in meatballs was a zero-level channel, in sausage product was three-level channels, and in fried filled tapioca flour (cireng) was four-level channels.

Keywords: Cireng, halal, meatballs, rapid test kit, sausage, distribution channel.

ABSTRAK

Rico Fernando Theo. B.1411097. Pengujian Protein Babi Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Berbasis Olahan Daging dengan Menggunakan Porcine Detection Kit . Dibimbing oleh Noli Novidahlia dan Rosy Hutami.

Penggunaan daging babi sebagai campuran bahan bertentangan dengan keyakinan masyarakat Indonesia khususnya umat muslim. Kasus pemalsuan produk terhadap masyarakat dapat terjadi dimana saja termasuk pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui cemaran protein babi dan saluran distribusi pada produk bakso, sosis, dan cireng isi sebagai PJAS di wilayah kota Bogor. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (1) penentuan lokasi sampling dan jenis sampel PJAS, (2) pengujian sampel dengan porcine detection kit , dan (3) penelusuran saluran distribusi produk PJAS. Penentuan lokasi sampling dan jenis sampel PJAS dilakukan secara purposive, yaitu SDN berada di wilayah kota Bogor dan dekat dengan pasar, jenis produk PJAS adalah yang paling banyak dijual di SDN. Jumlah SDN yang terpilih sebagai lokasi sampling adalah 12 sedangkan produk yang digunakan sebagai sampel PJAS ada 3 (bakso, sosis, dan cireng isi) dengan jumlah masing-masing produk sebanyak 8. Sampel produk PJAS terpilih diuji protein babi menggunakan metode porcine detection kit sebanyak 2 kali ulangan. Kemudian, produk PJAS ditelusuri saluran distribusi produknya dengan metode survei. Kornet babi digunakan sebagai kontrol positif dan bakso daging sapi digunakan sebagai kontrol negatif untuk dijadikan dasar dalam menentukan hasil pengujian sampel produk PJAS. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya garis merah pada test zone dan control zone sedangkan hasil negatif ditandai dengan hanya terbentuknya garis merah pada control zone . Hasil uji protein babi pada sampel produk PJAS menunjukkan bahwa dari 24 sampel produk semuanya negatif. Hal ini menandakan bahwa sampel produk PJAS tidak mengandung protein babi. Berdasarkan hasil penelusuran, saluran distribusi yang digunakan pada produk bakso adalah zero-level channel, pada produk sosis adalah three-level channel, dan pada produk cireng isi adalah four-level channel.

Kata kunci: bakso, cireng isi, halal, rapid test kit, saluran distribusi, sosis.

Judul Skripsi : Pengujian Protein Babi pada Pangan Jajanan Anak sekolah (PJAS) Berbasis Olahan Daging dengan Menggunakan Porcine Detection Kit .

Nama : Rico Fernando Theo NIM

: B. 1411097 Program Studi : Teknologi Pangan Jurusan

: Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas

: Ilmu Pangan Halal

Disetujui,

Noli Novidahlia, Ir., M.Si Rosy Hutami, S.TP., M.Si Pembimbing I

Pembimbing II

Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Pangan Halal Universitas Djuanda Bogor

Siti Irma Rahmawati S.Pi., M.Agr., Ph.D NPP. 213 870 406

Tanggal Lulus : 26 Agustus 2016

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul “Pengujian Protein Babi pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Berbasis Olahan Daging dengan Menggunakan Porcine Detection Kit ” benar-benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber referensi dari hasil kutipan karya penulis lain dilakukan dengan benar dan disebutkan dalam teks dan daftar pustaka.

Bogor, 26 Agustus 2016

Rico Fernanado Theo

B. 1411097

PRAKARTA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Tidak lupa shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Junjungan Besar Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Penelitian pada skripsi yang berjudul “Deteksi Kehalalan Pangan Jajanan Anak Sekolah Berbasis Olahan Daging dengan Menggunakan Porcine Detection Kit ”, dilaksanakan pada bulan Mei 2016 sampai Agustus 2016, bertempat di Laboratorium Sains dan Halal Science Center (HSC), Fakultas Ilmu Pangan Halal, Universitas Djuanda. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Ilmu Pangan Halal, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Djuanda Bogor. Penelitian ini terselenggara atas bantuan dana dari KEMENRISTEK-DIKTI melalui program Hibah Penelitian Dosen Pemula tahun anggaran 2016.

Penyusunan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Siti Irma Rahmawati, S.Pi., M.Agr., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Pangan Halal Universitas Djuanda Bogor.

2. Ibu Dr. Mardiah, Ir., M.Si selaku Kepala Program Studi Teknologi Pangan dan Gizi.

3. Ibu Noli Novidahlia, Ir., M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pangan Halal Universitas Djuanda Bogor sekaligus Dosen Pembimbing I pada penelitian ini.

4. Ibu Rosy Hutami, S.TP., M.Si selaku Sekretaris Prodi dan Dosen Pembimbing

II Fakultas Ilmu Pangan Halal Universitas Djuanda Bogor pada penelitian ini.

5. Ibu Hj. Mira Suprayatmi, Ir., M.Si selaku dosen seminar dan penguji pada sidang skripsi

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Pangan Halal Universitas Djuanda Bogor Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi yang telah memberikan ilmu dan panutan kepada penulis.

7. Bu Ela, Pak Dede, Pak Agus, Pak Roni, dan Pak Busroh sebagai staff Laboratorium Sains dan Halal Science Center, Universitas Djuanda Bogor.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat kepada pembaca. Penulis juga menyadari bahwa penulisan laporan tugas akhir ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis meminta maaf jika ditemukan kesalahan dalam penulisan laporan tugas akhir ini. Atas perhatiaannya penulis sampaikan terima kasih.

Bogor, 26 Agustus 2016

Rico Fernando Theo

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam pelaksanaan dan penyusunan Skripsi tidak dapat terealisasi dengan baik tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Orang tua tercinta, papa (Karhi Theodore) dan mama (Ariyasuri) yang selalu memberikan support, doa, dan motivasi yang membangun semangat penulis dalam menyelesaikan skrispi ini.

2. Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas kesempatan dan bantuan dana yang diberikan untuk melaksanakan Hibah Penelitian Dosen Pemula a.n Ketua Tim Peneliti Rosy Hutami, S.TP., M.Si.

3. Nurul Ulfah D, terima kasih untuk kasih sayang, do’a yang selalu terucap, perhatian, bantuannya, dan dorongan semangatnya yang senantiasa mendampingi penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Teman-teman TPG 2014 konversi (Irsyad, Kak Edo, Kak Imam, Dita, Dian Putri, Elita, Kak Susi, Kak Afril, Kak Armita, Ka Mumu, Ka Ira, Ka Putria, dan Ka Tohom) yang telah memberikan kecerian, dukungan, dan kebersamaan selama masa perkuliahan serta semangat hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Mas Ulwan dan Rina atas masukan, saran, dan bantuannya di Global Halal Center, LPPOM MUI.

6. Semua teman-teman TPG 2014 atas dukungan dan doanya serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak untuk penyempurnaannya yang lebih lanjut. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua khususnya di bidang Ilmu dan Teknologi Pangan.

Bogor, Agustus 2016

Penulis

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas (UU No. 7 Tahun 1996). Pemenuhan pangan tidak hanya aman, bermutu, bergizi, tetapi harus jelas status kehalalannnya sebagai mana amanat di dalam UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. Untuk menjamin setiap pemeluk agama beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, negara berkewajiban memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat.

Pada era perdagangan global, dimungkinkan terjadinya impor barang atau bahan makanan dalam bentuk olahan atau mentah dari negara lain masuk ke Indonesia dengan mudah tanpa melalui pengujian. Status kehalalan barang atau produk impor sangat penting terutama bagi umat muslim. Sejumlah produk telah disertifikasi halal oleh LPPOM MUI termasuk produk pangan daging. Namun, masih ditemukan beberapa kasus pencampuran daging babi pada produk daging sapi olahan, seperti kasus bakso celeng di Bandung (Margono, 2014).

Pangan halal saat ini menjadi salah satu pusat perhatian dari para pelaku industri pangan dan pemerintah di Indonesia. Hal ini dikarenakan mayoritas penduduk Indonesia adalah umat muslim. Umat muslim diwajibkan untuk mengonsumsi hanya makanan dan minuman yang halal dan thayyib. Kewajiban umat muslim untuk mengonsumsi pangan halal menjadi sebuah peluang pasar bagi industri pangan untuk memproduksi pangan yang terjamin kehalalannya sehingga produk dapat diterima secara luas oleh semua kalangan dan meningkatkan nilai tambah. Persoalan kehalalan telah diatur dalam UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) yang menyatakan Pangan halal saat ini menjadi salah satu pusat perhatian dari para pelaku industri pangan dan pemerintah di Indonesia. Hal ini dikarenakan mayoritas penduduk Indonesia adalah umat muslim. Umat muslim diwajibkan untuk mengonsumsi hanya makanan dan minuman yang halal dan thayyib. Kewajiban umat muslim untuk mengonsumsi pangan halal menjadi sebuah peluang pasar bagi industri pangan untuk memproduksi pangan yang terjamin kehalalannya sehingga produk dapat diterima secara luas oleh semua kalangan dan meningkatkan nilai tambah. Persoalan kehalalan telah diatur dalam UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) yang menyatakan

Tindak pemalsuan pangan atau food adulteration yang menyangkut status kehalalan produk masih banyak terjadi di masyarakat, seperti pencampuran daging sapi dengan daging babi. Tujuan pencampuran tersebut untuk menghasilkan produk akhir dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan bahan aslinya, mengingat harga daging sapi terus meningkat (Margawati dan Ridwan, 2010). Salah satu contoh kasus pemalsuan yang terjadi, yaitu kasus penemuan bakso daging celeng di Jakarta Barat (Zahra, 2014). Kasus pemalsuan produk terhadap masyarakat dapat terjadi dimana saja termasuk pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS).

Produk PJAS umumnya dijual dengan harga yang murah, enak, dan tampilan yang menarik. Hal tersebut menimbulkan kecurigaan dan kekhawatiran terutama produk PJAS berbasis olahan daging karena peluang penggunaan bahan non halal sebagai bahan baku atau bahan campuran produk cukup tinggi. Konsumen PJAS umumnya didominasi oleh anak-anak yang belum memiliki pemikiran dalam memilih makanan dan minuman halal yang dikonsumsi olehnya. Terbatasnya pengawasan oleh orang tua di sekolah menyebabkan pangan yang dikonsusmsi oleh anak-anak menjadi tidak terjaga. Selain itu, pengawasan yang minimal dan peraturan yang tidak ketat dari pihak sekolah dan pemerintah menjadi peluang yang digunakan oleh pedagang PJAS untuk melakukan tindak pemalsuan produk. Oleh karena itu, dibutuhkan metode-metode analisis yang dapat mendeteksi cemaran daging babi yang digunakan pada PJAS olahan daging.

Selama ini, pengujian protein babi pada produk pangan umumnya menggunakan metode PCR (polymerase chain reaction) dan ELISA (enzyme linked immunosrobant assay ) (Tanaka, 2010). Metode PCR dan ELISA memiliki ketelitian yang tinggi, tetapi biaya analisis cukup mahal. Selain itu, metode tersebut membutuhkan banyak instrumen sehingga tidak dapat dilakukan secara praktis di lapangan. Metode baru yang dapat digunakan saat ini adalah metode perangkat deteksi protein babi atau porcine detection kit (Tanaka, 2010). Metode ini mudah dilakukan, praktis untuk mendeteksi Selama ini, pengujian protein babi pada produk pangan umumnya menggunakan metode PCR (polymerase chain reaction) dan ELISA (enzyme linked immunosrobant assay ) (Tanaka, 2010). Metode PCR dan ELISA memiliki ketelitian yang tinggi, tetapi biaya analisis cukup mahal. Selain itu, metode tersebut membutuhkan banyak instrumen sehingga tidak dapat dilakukan secara praktis di lapangan. Metode baru yang dapat digunakan saat ini adalah metode perangkat deteksi protein babi atau porcine detection kit (Tanaka, 2010). Metode ini mudah dilakukan, praktis untuk mendeteksi

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

a. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kehalalan pangan jajanan anak sekolah (PJAS)

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui cemaran protein babi pada produk bakso, sosis, dan cireng isi sebagai PJAS di wilayah kota Bogor.

b. Mengetahui saluran distribusi produk bakso, sosis, dan cireng isi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)

Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Kepmenkes RI No 942/Menkes/SK/VII/2003). Pangan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun pedesaan. Konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus meningkat dengan semakin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan pangan jajanan adalah murah dan mudah didapat serta cita rasanya enak dan cocok dengan selera kebanyakan masyarakat (Hapsari, 2013). Pangan jajanan yang dijual di lingkungan sekolah adalah pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Pangan jajanan anak sekolah (PJAS) merupakan pangan siap saji yang dapat ditemui di lingkungan sekolah dan secara rutin dikonsumsi oleh sebagian besar anak sekolah.

PJAS memegang peranan strategis karena menyumbang asupan gizi dan energi penting bagi anak sekolah. Tumbuh kembang anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian kualitas dan kuantitas yang baik dan benar dalam meningkatkan status gizi. Berdasarkan penelitian Hapsari (2013), pangan jajanan rata-rata menyumbang 12.93% protein dan 12.51% energi dari total konsumsi setiap hari. Jajanan, seperti bakso, burger, sosis, siomay, dan lain-lain merupakan produk olahan daging yang umumnya dijual oleh pedagang jajanan makanan di sekolah (Nuraini, 2007). Namun, produk yang dijajakan tidak diketahui status kehalalannya. Produk dengan bahan baku utama daging sangat berisiko tercemar dengan bahan non halal sehingga produk menjadi tidak halal. Harga daging yang tinggi menjadi alasan pengggunaan bahan non halal sebagai alternatif pengganti daging. Hal ini diperkuat dengan banyaknya kasus bakso oplosan babi yang beredar di masyarakat dan tidak menutup kemungkinan menjadi pangan jajanan anak sekolah mengingat bakso adalah jajanan favorit anak-anak.

B. Porcine Detection Kit

Porcine detection kit adalah teknik deteksi protein babi menggunakan teknologi immunokromatografi assay yang dilengkapi dengan perlengkapan yang sangat sederhana (Pahlevi, 2013). PerkinElmer’s porcine detection kit menyediakan hasil deteksi untuk daging babi dalam waktu yang sangat cepat dan langsung di tempat pada beberapa tipe daging. Adas dua jenis porcine detection kit yang tersedia, yaitu raw meat detection kit dan processed meat detection kit . Raw meat detection kit adalah jenis porcine detection kit yang digunakan untuk mendeteksi protein babi pada daging yang belum melalui

proses pemanasan, yaitu daging mentah yang tidak terpapar suhu di atas 40 O C. Pada raw meat detection kit, batas minimum konsentrasi daging babi yang

dapat dideteksi, yaitu 0.05% (b/b). Processed meat detection kit adalah jenis porcine detection kit yang digunakan untuk mendeteksi protein babi pada daging yang telah melalui proses pemanasan, yaitu daging yang terpapar panas

pada suhu 100 O C selama 30 menit. Pada processed meat detection kit, batas minimum konsentrasi daging babi yang dapat dideteksi, yaitu 0.5% (b/b)

(PerkinElmer, 2011). Porcine detection kit dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip immunokromatografi dengan mengadsorpsi beberapa jenis antibodi pada permukaan strip uji yang akan terikat khusus dengan antigen spesifik babi (PerkinElmer, 2011). Prinsip kerja immunokromatografi pada porcine detection kit memiliki kesamaan dengan kromatografi lapis tipis. Hasil positif ditandai dengan munculnya garis merah pada test zone dan control zone pada strip uji sedangkan hasil negatif ditandai dengan munculnya garis merah hanya pada control zone pada strip uji (Gambar 1). Metode ini dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah ketidakpraktisan yang ada pada metode- metode konvensional karena metode ini hanya memerlukan alat dan reagen dalam jumlah yang kecil.

Control

Test

positive negative Invalid Invalid Gambar 1. Pembacaan hasil pengujian porcine detection kit

(PerkinElmer, 2011)

1. Antibodi

Antibodi merupakan protein globulin (Immunoglobulin) yang bereaksi spesifik terhadap antigen yang dihasilkan oleh sel plasma akibat dari limfosit B yang peka antigen. Antibodi terbentuk sebagai hasil reaksi sistem kekebalan untuk pertahanan tubuh terhadap infeksi zat yang dianggap asing oleh tubuh itu sendiri. Antibodi terdapat dalam berbagai cairan tubuh, tetapi konsentrasi tertinggi dan termudah dalam jumlah yang banyak untuk analisis diperoleh dari serum darah. Adanya antibodi merupakan respon keberadaan molekul asing dalam tubuh dan disebarkan melalui darah dan limfe dimana antibodi tersebut akan mengikat molekul atau antigen asing (Agustaf, 2006). Antibodi hanya dapat mengikat antigen yang spesifik terhadap antibodi tersebut (Murtini, 2001). Semua molekul immunoglobulin mempunyai empat rantai polipeptida dasar yang terdiri atas dua rantai berat (heavy chain) dan rantai ringan (light chain) identik (Gambar 2). Setiap rantai ringan dihubungkan dengan rantai berat melalui ikatan disulfida (S-S) (Fusvita, 2015). Immunoglobulin (Ig) dibagi menjadi 5 kelas, yaitu IgG, IgM, IgA, dan IgE (Adyawati, 2003).

Gambar 2. Stuktur antibodi (Ig) (www. geomarz.wordpress.com)

Antibodi adalah bahan biologik yang digunakan untuk immunoassai. Ada tiga kelompok antibodi berdasarkan cara menghasilkannya, yaitu antibodi poliklonal, antibodi monoklonal, dan antibodi rekombinan. Antibodi poliklonal dapat digunakan untuk mengidentifikasi protein yang homolog terhadap protein imunogen serta dapat menapis protein target dalam samoel jaringan dari spesies selain imunogen. Beberapa kelebihan dari antibodi poliklonal diantaranya mampu mengenali beberapa epitop yang menyebabkan antibodi poliklonal lebih toleran terhadap perubahan kecil yang terjadi pada antigen sehingga antibodi poliklonal dipilih untuk mendeteksi denaturasi protein (Adyawati, 2003). Selain itu, antibodi poliklonal dapat dihasilkan dari beragam spesies, yaitu kelinci, kambing, domba, keledai, dan ayam sehingga memberikan beragam pilihan bagi penggunanya (Adyawati, 2003). Antibodi monoklonal merupakan reagensia yang murni dimana setiap molekulnya sama dan identik, diproduksi dari kultur sel yang merupakan keturunan dari satu klon tunggal (Murtini, 2001). Menurut Burgess (1995) dalam Murtini (2001), antibodi monoklonal memiliki kelebihan dibandingkan dengan antibodi poliklonal, seperti mempunyai spesifisitas, isotipe, dan afinitas tunggal sehingga akan mengikat antigen lebih spesifik dibandingkan dengan antibodi poliklonal. Antibodi rekombinan adalah antibodi yang dihasilkan tanpa hewan coba karena dihasilkan dari gen fungsional yang dapat dikloning dan disisipkan ke dalam sel prokariotik atau eukariotik (Li et al., 2009 dalam Fusvita, 2015).

2. Antigen

Antigen adalah benda asing yang masuk ke tubuh dan dapat merangsang tubuh menghasilkan antibodi. Antigen ini berupa zat yang mampu merangsang respon imun atau kekebalan tubuh pada area yang spesifik. Antigen dapat berupa protein, karbohidrat, asam nukleat atau lipid. Antigen yang baik harus murni dan mempunyai sifat immunogenisitas, yaitu sifat dari zat yang dapat membangkitkan respon imun spesifik (Nurhayati, 2000). Menurut Jackson (1993) dalam Nurhayati (2000), salah satu syarat antigen agar bersifat immunogenik, yaitu bersifat asing. Sifat ini merupakan kebutuhan utama dan pertama suatu molekul untuk memenuhi syarat sebagai antigen. Secara alami respon imun akan terjadi pada komponen yang biasanya tidak ada dalam tubuh atau biasanya tidak terpapar pada sistem imforetikular hopes.

Antigen tersusun atas epitop. Epitop atau determinan adalah bagian dari antigen yang dapat mengenal atau menginduksi pembentukan antibodi (Biologipedia, 2011). Hubungan antara antibodi dan antigen dapat diibaratkan, seperti kunci dan gembok. Setiap antibodi spesifik berikatan dengan antigen tertentu seperti yang terlihat pada Gambar 3. Setiap ujung dari “Y” antibodi mengandung paratop (strukturnya seperti gembok) yang bersifat spesifik untuk suatu epitop atau antigen determinan (bentuknya seperti kunci), yaitu suatu bagian dari antigen yang secara langsung berikatan dengan antibodi sehingga kedua bagian ini berikatan bersama secara tepat.

Gambar 3. Hubungan antibodi dan antigen (Perez, 2015)

3. Partikel Nano Emas

Partikel nano emas (AuNP) merupakan partikel yang memiliki ukuran dalam skala nanometer (10 -9 m), yaitu antara 1-100 nm. Partikel

nano emas (AuNP) dapat disintesis melalui dua cara, yaitu fisika (top down ) dan kimiawi (bottom up) (Abdullah, 2009 dalam Fusvita, 2015). Partikel nano emas (AuNP) dibuat secara fisika melalui peleburan batangan emas sampai berukuran nanometer. AuNP yang dibuat secara kimiawi melalui reduksi partikel nano dari prekursor molekular atau ionik logamnya. Hasil reduksi ion logam menghasilkan partikel-partikel logam yang terurai dalam fasa cair. Oleh karena itu, partikel nano dikenal juga sebagai koloid (Wardah, 2012 dalam Fusvita, 2015).

Rohiman et al. (2014) dalam Fusvita (2015) memaparkan bahwa AuNP memiliki sifat unik yang ditandai dengan warna koloid yang beragam dari merah sampai ungu sesuai dengan ukuran partikelnya (Gambar 4). Partikel nano emas (AuNP) sangat menarik perhatian bidang analisis dan biomedikal karena sifat sintesisnya, area permukaan spesifik yang luas, stabilitas kimia yang tinggi, biokompatibilitas baik, kemampuan menghantarkan panas dengan baik, bersifat optik, penerapan katalitik dan afinitas tinggi untuk mengikat molekul amina atau molekul yang mengandung tiol (Cao et al., 2011 dalam Fusvita, 2015). Teknologi nano partikel emas dapat digunakan salah satunya di dalam diagnostik molekuler dan klinik, yaitu immunokromatorgafi lateral flow test atau test strip (Krissanti, 2016). Pembuatan label atau konjugat untuk antibodi juga menggunakan AuNP sehingga meningkatkan peluang kepastian ikatan antara antibodi dan antigen.

Gambar 4. Ragam warna koloid partikel nano emas (Fusvita, 2015)

4. Strip Uji

Strip uji atau immunostrip merupakan perangkat melacak berupa teknik immunokromatografi yang berbasis pada prinsip immunoassai yang membutuhkan antigen, antibodi, dan pelacak (Fusvita, 2015). Immunostrip sebagai sebuah perangkat untuk mendeteksi antigen babi memiliki tempat yang penting dalam industri pangan karena penggunaannya lebih cepat dan mudah serta dapat digunakan di lapangan. Bagian-bagian strip uji pada porcine detection kit terdiri dari:

- Bantalan contoh (sample pad), yaitu bantalan penyerap untuk contoh uji yang akan diperiksa

- Bantalan konjugat (conjugated pad), yaitu bantalan yang mengandung antibodi khusus untuk menangkap analit sasaran, biasanya berkonjugasi dengan partikel nano emas.

- Membran reaksi, yaitu membran untuk reaksi immunologik yang terbuat dari nitroselulosa. Bagian ini terdiri dari zona uji yang mengandung antibodi yang disintesis dari BSA dan zona kendali yang

mengandung antibodi spesifik. - Bantalan penyerap (absorbent pad), yaitu bantalan yang berfungsi

untuk menyerap contoh uji di seluruh membran rekasi dengan daya kapiler.

- kapiler.

Gambar 5. Bagian-bagian dari strip uji dengan teknologi immunkromatografi (Singh et al., 2015)

C. Penelitian Identifikasi Cemaran Babi pada Produk Pangan

Identifikasi cemaran protein babi pada produk daging dapat diuji menggunakan beberapa metode, yaitu metode polymerase chain reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan porcine detection kit ). Ardi (2012) di dalam penelitiannya telah melakukan analisis adanya cemaran babi pada produk bakso yang dijual dipasaran dengan metode PCR. Ardi (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tingkat cemaran protein babi minimum yang dapat diidentifikasi dengan teknik PCR sebesar 0.5%. Selain itu, telah dilakukan analisis kandungan daging babi pada meat bone meal dengan menggunakan metode ELISA (Asyhari, 2011 dalam Sriati, 2011). Analisis dengan metode ELISA dapat mendeteksi 0.28% cemaran protein babi dalam daging sapi (Sumartini et al., 2002 dalam Pahlevi, 2013). Pahlevi (2013) di dalam penelitiannya telah melakukan analisis cemaran protein babi pada penggilingan bakso dengan menggunakan metode porcine detection kit. Teknik ini mudah dilakukan, praktis untuk mendeteksi keberadaan cemaran babi dalam waktu yang cukup singkat, dan memiliki sensitvitas minimum, yaitu 0.5% (PerkinElmer, 2011).

D. Saluran Distribusi

Saluran distribusi adalah lembaga-lembaga distributor yang mempunyai kegiatan untuk menyalurkan atau menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen (Baeti, 2007). Setiap perusahaan atau pelaku usaha memiliki pola distribusi yang berbeda. Perusahaan atau pelaku usaha dapat mendistribusikan produknya langsung kepada konsumen atau dapat juga mendistribusikannya melalui perantara dalam saluran distribusinya. Menurut Kotler (2005) dalam Baeti (2007), ada empat jenis saluran distribusi berdasarkan jumlah perantara yang terdapat di dalamnya, yaitu zero-level channel, one-level channel, two- level channel, three -level channel, dan four-level channel. Skema saluran distribusi dapat dilihat pada Gambar 6.

Produsen

0 1 2 3 4 Agen

Pedagang Besar

Pedagang Besar

Pengecer

Konsumen

Gambar 6. Jenis saluran distribusi

Keterangan: (0) zero-level channel (1) one-level channel (2) two-level channel (3) three-level channel (4) three-level channel

Zero -level channel adalah jenis saluran distribusi yang menunjukkan bahwa produsen tidak menggunakan perantara dalam menyalurkan produknya sehingga penyaluran langsung dilakukan produsen pada konsumen. One-level channel adalah jenis saluran distribusi yang menunjukkan produsen menggunakan satu tipe perantara dalam menyalurkan produknya kepada konsumen, yaitu pengecer. Two-level channel adalah jenis saluran distribusi yang menunjukkan produsen menggunakan dua tipe perantara dalam menyalurkan produknya kepada konsumen, yaitu pedagang besar dan pengecer. Three-level channel adalah jenis saluran distribusi yang menunjukkan produsen menggunakan dua tipe perantara dalam menyalurkan produknya kepada konsumen, yaitu agen dan pengecer sedangkan four-level channel menggunakan tiga tipe perantara, yaitu agen, pedagang besar, dan pengecer (Kotler, 2005 dalam Baeti, 2007).

III. METODE PENELITIAN

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakso, sosis, cireng isi , kornet babi, es batu, alkohol 70%, aquades, sabun cuci, klorin 2%, reagen ekstraksi PerkinElmer porcine detection kit. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cooler box, lemari es, kantung plastik, plastik clip, label, nampan, topless, pisau, gunting, talenan, mortar, blender, gelar ukur, gelas piala, batang pengaduk, corong pisah, sudip, sendok plastik, alufo, neraca analitik, sarung tangan, sponge, stopwatch, tisue, kuesioner, botol semprot, dan PerkinElmer porcine detection kit.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dasar negeri (SDN) di wilayah kota Bogor dan analisisnya dilakukan di Laboratorium Sains dan Halal Science Center, Fakultas Ilmu Pangan Halal, Universitas Djuanda Bogor. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (tahun 2016), terdapat 214 SDN di Kota Bogor. Selanjutnya dipilih dua belas SDN, yaitu SDN PG, SDN SW, SDN EM, SDN PO, SDN PR, SDN JU, SDN MR, SDN KD, SDN SA, SDN KB, SDN BA, dan SDN TS. Kriteria pemilihan SDN dilakukan secara purposive sampling, yaitu berada di wilayah kota Bogor, lokasi dekat dengan pasar, dan kelengkapan jenis PJAS yang dijual. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan dari bulan Mei sampai Juni 2016.

C. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama adalah penentuan lokasi sampling dan jenis sampel PJAS. Tahap kedua adalah pengujian sampel PJAS dengan porcine detection kit. Tahap ketiga adalah penelurusan saluran distribusi produk sampel PJAS.

1. Penentuan Lokasi Sampling dan Jenis Sampel PJAS

Lokasi sampling pada penelitian ini adalah sekolah dasar negeri (SDN). Penentuan SDN dilakukan secara purposive sampling, yaitu teknik

pengambilan sampel berdasarkan atas suatu pertimbangan atau kriteria tertentu sebagai persyaratan pemilihan sampel. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan SDN, yaitu SDN berada wilayah kota Bogor, lokasi dekat dengan pasar, dan kelengkapan jenis PJAS yang dijual. Alasan pemilihan SDN yang berada di wilayah kota Bogor adalah sebagai batasan peneliti dalam menentukan lokasi sampling yang digunakan untuk mengambil sampel. SDN yang berada dekat dengan pasar diasumsikan memiliki arus distribusi bahan atau produk PJAS yang lebih mudah dan lancar daripada SDN yang jauh dengan pasar. Diasumsikan para pedagang PJAS yang berjualan di SDN tersebut memperoleh produk dengan cara membeli produk curah yang biasanya dibeli dari pasar di sekitar SDN. SDN dengan jumlah produk PJAS yang beragam (lengkap) menunjukkan jumlah pedagang PJAS yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah produk PJAS yang kurang beragam sehingga dapat mempermudah peneliti dalam mengambil sampel. Tahapan penentuan lokasi sampling dan jenis PJAS dapat dilihat pada Gambar 7.

Penentuan Kriteria Lokasi SDN

Survei Lokasi SDN

Identifikasi Jenis PJAS di SDN

Pemilihan Lokasi SDN dan Produk PJAS

Gambar 7. Penentuan lokasi sampling dan jenis sampel PJAS

Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia tahun 2016, terdapat 214 SDN di kota Bogor. Setelah dilakukan survei, hasil survei di lapangan menunjukkan bahwa terdapat 24 SDN yang berlokasi dekat dengan pasar Bogor dan Anyar (Lampiran 1). Kemudian, dipilih 12 SDN dari 24 SDN sebagai lokasi sampling, yaitu SDN PG, SDN SW, SDN EM, SDN PO, SDN PR, SDN JU, SDN MR, SDN KD, SDN SA, SDN KB, SDN BA, dan SDN TS. SDN yang dipilih didasarkan Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia tahun 2016, terdapat 214 SDN di kota Bogor. Setelah dilakukan survei, hasil survei di lapangan menunjukkan bahwa terdapat 24 SDN yang berlokasi dekat dengan pasar Bogor dan Anyar (Lampiran 1). Kemudian, dipilih 12 SDN dari 24 SDN sebagai lokasi sampling, yaitu SDN PG, SDN SW, SDN EM, SDN PO, SDN PR, SDN JU, SDN MR, SDN KD, SDN SA, SDN KB, SDN BA, dan SDN TS. SDN yang dipilih didasarkan

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah produk PJAS, yaitu bakso, sosis, dan cireng isi. Pemilihan produk tersebut sebagai sampel dilakukan secara purposive dengan asumsi merupakan jenis produk PJAS yang paling banyak dijual di SDN. Hal ini didasarkan atas hasil survei pendahuluan yang menunjukkan bahwa produk PJAS yang mendominasi, yaitu bakso, sosis, dan cireng isi dengan presentase masing- masing produk, yaitu 88%, 50%, dan 42% (Lampiran 1). Kemudian, setiap produk terpilih diambil masing-masing sebanyak delapan kali sehingga total sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 24 sampel. Keterbatasan jumlah sampel yang diambil dikarenakan terbatasnya jumlah biaya penelitian.

2. Pengujian Sampel PJAS dengan Porcine Detection Kit

Sampel produk PJAS terpilih, yaitu bakso, sosis, dan cireng isi diuji kandungan protein babi dalam sampel tersebut dengan menggunakan rapid porcine detection kit . Pengujian dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Prosedur pengujian terdiri dari dua tahap, yaitu preparasi sampel dan analisis. Pada tahap preparasi sampel, pilih bagian produk yang akan digunakan sebagai sampel. Usahakan untuk menghindari pengambilan bagian minyak, air atau gelatin yang terlalu banyak dari sampel makanan. Untuk hasil terbaik, sampel sebaiknya dihomogenkan terlebih dahulu. Untuk sampel beku, jangan digunakan langsung, tetapi dithawing terlebih dahulu sebelum diuji. Hindari menyentuh membran sensitif pada strip uji karena dapat menjadi kontaminasi sehingga mengganggu kinerja strip uji (PerkinElmer, 2011). Setelah tahap preparasi sampel, dilanjutkan dengan tahap analisis. Tahapan analisis dengan porcine detection kit dapat dilihat pada Gambar 8.

Mulai

Sampel PJAS diambil sebanyak 0.5-1.0 g dan dimasukkan ke dalam larutan ekstraksi

(reagen)

Tabung ditutup rapat dan dikocok selama 30-60 detik

Penutup tabung dibuka dan strip uji dicelupkan ke dalam larutan esktraksi sampai eluen warna merah muda terlihat menutupi bagian awal hingga tengah strip uji (Gambar 20)

Strip uji dikeluarkan dan diletakkan di permukaan datar dengan posisi horizontal

Hasil uji dibaca setelah 15 menit dan 10 menit berikutnya untuk konfirmasi hasil uji

2 garis merah Tidak

1 garis merah

1 garis merah

(test line dan muncul garis

(control line)

(test line)

control line ) merah

Hasil invalid positif

Hasil Uji Valid Pengujian ulang

Selesai

Gambar 8. Tahapan pengujian sampel PJAS dengan porcine detection kit

(PerkinElmer, 2011)

3. Penelurusan Saluran Distribusi Produk

Penelusuran saluran distribusi produk merupakan tindak lanjut dari hasil pengujian protein babi. Produk PJAS yang menunjukkan hasil positif maupun negatif selanjutnya ditelusuri saluran distribusi produknya. Penelusuran saluran distribusi produk dilakukan dengan metode survei dengan teknik wawancara dengan bantuan kuesioner. Tahapan penelusuran saluran distribusi produk dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Tahapan penelusuran saluran distribusi produk

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer

dan data sekunder. Data primer diperoleh dari uji protein babi pada produk bakso, sosis, dan cireng isi serta wawancara langsung dengan pedagang PJAS. Data sekunder diperoleh dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia meliputi profil wilayah sekolah di kota Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi langsung, pengujian laboratorium, studi pustaka, dan wawancara dengan menggunakan alat bantu kuesioner.

E. Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu data hasil pengujian protein babi dan hasil wawancara responden. Data hasil pengujain protein babi ditabulasikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan secara keseluruhan hasil uji protein babi pada sampel PJAS dengan menggunakan porcine detection kit. Data hasil wawancara responden dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan saluran distribusi produk PJAS di wilayah kota Bogor.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Uji Protein Babi pada PJAS

Salah satu bentuk pemalsuan produk teruatama produk berbasis olahan daging sapi adalah penggunaan daging babi sebagai bahan campuran atau bahan pengganti yang dapat mempengaruhi status kehalalan produk. Kasus pemalsuan produk terhadap masyarakat dapat terjadi dimana saja termasuk pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Berdasarkan hasil survei, produk yang paling banyak ditemui di sekitar lingkungan sekolah, yaitu produk bakso, sosis, dan cireng isi (Gambar 10). Sampel-sampel tersebut akan diuji keberadaan protein babinya dengan menggunakan rapid test kit, yaitu PerkinElmer porcine detection kit.

Gambar 10. Sampel produk PJAS (A) bakso, (B) sosis, (C) cireng isi

Bakso adalah produk olahan daging yang dibuat dari daging hewan ternak yang dicampur pati dan bumbu-bumbu, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lainnya, dengan atau tanpa bahan tambahan pangan yang diizinkan, dibentuk bulat atau bentuk lainnya, dan dimatangkan (SNI 3818:2014). Prinsip pembuatan bakso daging sapi terdiri atas empat tahap, yaitu penghancuran daging, pembuatan adonan, pencetakan bakso, dan pemasakan (Aulawi dan Ninsix, 2009). Produk ini sangat popular di Indonesia karena harga dan macam bakso yang sangat bervariasi mampu memenuhi selera dan daya beli berbagai lapisan masyarakat, baik anak-anak maupun dewasa (Hermanianto dan Andayani, 2002)

Sosis adalah salah satu produk olahan daging yang telah lama dikonsumsi oleh masyarakat. Menurut Badan Standardisasi Nasional, sosis daging adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa Sosis adalah salah satu produk olahan daging yang telah lama dikonsumsi oleh masyarakat. Menurut Badan Standardisasi Nasional, sosis daging adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa

Sebagai dasar dalam menentukan hasil pengujian sampel PJAS (negatif atau positif), dilakukan pengujian terhadap produk berupa kornet babi sebagai kontrol positif dan bakso yang diproduksi oleh peneliti sebagai kontrol negatif. Hasil pengujian pada Tabel 1 menunjukkan kontrol positif yang mengandung protein babi ditandai dengan terbentuknya garis merah pada test zone dan control zone sedangkan kontrol negatif yang tidak mengandung protein babi ditandai dengan hanya terbentuknya garis merah pada control zone, tetapi tidak pada test zone setelah didiamkan selama 15 menit dan 25 menit (Gambar 11). Garis warna merah yang terbentuk pada test zone menunjukkan bahwa terdapat ikatan antara goat anti-swine polyclonal antibody –BSA pada test zone dengan antigen babi yang terdapat dalam kontrol positif (kornet babi). Garis merah yang muncul menunjukkan bahwa kontrol positif (kornet babi) mengandung protein babi (Rosyidi et al., 2013).

Tabel 1. Hasil pengujian protein babi pada sampel kontrol

Hasil Uji Kit (menit) No.

Sampel Kontrol

1 Negatif (Bakso)

2 Positif (Kornet Babi)

Gambar 11. Hasil pengujian kontrol (A) kontrol negatif dan (B) kontrol positif

Pengujian dilanjutkan terhadap sampel produk PJAS yang diperoleh dari pedagang. Sampel PJAS yang dianalisis, yaitu bakso, sosis, dan cireng isi. Jumlah dari masing-masing jenis sampel yang diuji adalah delapan sehingga total sampel yang diuji dalam penelitian ini adalah 24 sampel. Untuk sampel cireng isi, bagian yang digunakan dalam pengujian adalah bagian isi cireng berupa kornet sapi. Hasil pengujian pada sampel PJAS bakso, sosis, dan cireng isi) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengujian protein babi pada sampel produk PJAS

Hasil Uji Kit (menit) No

Kode Sampel

- Keterangan: tanda strip (-) menunjukkan protein babi tidak terdeteksi pada sampel.

24 CIRENGKB02

Gambar 12. Hasil pengujian sampel PJAS (Sosis, Cireng Isi, dan Bakso) seluruhnya menunjukkan hasil negatif terhadap kandungan protein babi

Hasil pengujian pada Tabel 2 menunjukkan semua sampel produk PJAS menunjukkan hasil negatif pada strip uji. Hasil uji negatif ditandai dengan hanya terbentuknya garis merah pada control zone, tetapi tidak pada test zone (Gambar 12). Garis linear berwarna merah muda di bawah atau di atas test zone merupakan area kontrol sebagai indikasi bahwa uji telah dilakukan dengan baik (Rosyidi et al., 2013). Pada sampel negatif, tidak terbentuk garis merah pada test zone membran nitroselulose karena pada sampel negatif tidak terdapat antigen babi. Tidak timbulnya warna merah pada test zone maka hasil pengujian dinyatakan negatif atau tidak terdeteksi keberadaan protein babi (Rosyidi et al., 2013).

Strip uji pada porcine detection kit yang digunakan dalam penelitian ini disebut disebut immunostrip. Immunostrip merupakan perangkat melacak berupa teknik imunokromatografi yang berbasis pada prinsip immunoassai yang membutuhkan antigen, antibodi, dan pelacak (Fusvita, 2015). Saat ujung strip uji terendam dalam larutan sampel maka cairan akan melewati lapisan konjugat yag mengandung goat anti-Swine IgG (antibodi konjugat) berlabel nano partikel emas menuju daerah membran reaksi, yaitu test zone dan control zone . Jika terdapat antigen babi pada sampel maka larutan sampel akan membawa kompleks antibodi-antigen ke test zone dan berikatan dengan goat anti-swine polyclonal antibody –BSA yang terdapat di test zone. Adanya ikatan antara antibodi berlabel nano partikel emas dengan goat anti-swine polyclonal antibody –BSA pada test zone menghasilkan garis merah pada daerah tersebut.

Sisa antibodi berlabel nano partikel emas yang tidak terikat pada daerah uji akan mengalir dan terbawa ke daerah kontrol untuk kemudian berikatan dengan goat anti-mouse antibody membentuk garis merah pada control zone (Krissanti, 2016). Dengan demikian hasil positif ditunjukkan dengan dua garis merah yang terbentuk pada test zone dan control zone (Gambar 13).

Sementara jika tidak terdapat antigen babi pada sampel maka larutan sampel akan membawa antibodi berlabel nano partikel emas ke test zone, tetapi tidak berikatan dengan goat anti-swine polyclonal antibody –BSA yang terdapat pada test zone. Pada test zone, goat anti-swine polyclonal antibody – BSA tidak dberikatan dengan kompleks antibodi-antigen karena tidak terdapat antigen babi pada kompleks tersebut. Selanjutnya, kompleks antibodi-antigen tersebut kelebihan antibodi berlabel nano partikel emas yang tidak terikat akan terus mengalir ke control zone sehingga bereaksi dengan goat anti-mouse antibody pada control zone menghasilkan garis merah pada control zone (Krissanti, 2016). Berdasarkan proses tersebut maka hasil uji yang negatif ditunjukkan dengan terbentuknya satu garis merah yang terbentuk pada control zone (Gambar 13). Warna merah yang terbentuk pada test zone dan control zone disebabkan oleh antibodi berlabel nano partikel emas yang tertahan pada test zone dan control zone sehingga menimbulkan garis berwarna merah. Hubungan antara antibodi dan partikel nano emas yang terbentuk karena pembentukan amida di antara gugus amina antibodi dengan gugus karboksilat asam sitrat pada partikel nano emas (Fusvita, 2015). Imunostrip dikatakan tidak berjalan apabila tidak terbentuk garis merah pada control zone yang merupakan kontrol internal untuk memastikan bahwa antibodi berlabel nano partikel emas telah melewati semua daerah pada imunostrip (Krissanti, 2016).

Gambar 13. Mekanisme pengujian pada porcine detection kit ( BL Inc, 2007 )

Immunostrip biasanya menggunakan matriks membran nitroselulosa (Ijeh, 2011 dalam Fusvita, 2015). Membran nitroselulose merupakan membran reaksi yang terdiri dari bagian zona uji (test zone) yang mengandung antibodi target dan zona kendali (control zone) yang mengandung antibodi spesifik (Fusvita, 2015). Pada porcine detection kit, kemungkinan goat anti-swine polyclonal antibody –BSA yang digunakan pada zona uji (test zone), goat anti- mouse antibody yang digunakan pada zona kendali (control zone), dan goat anti-Swine IgG sebagai antibodi konjugat. Hal ini didasarkan pada penelitian sebelumnya mengenai uji protein babi pada daging sapi dan ayam yang telah dilakukan oleh Depamede (2011).

B. Saluran Distribusi Produk PJAS

Distribusi merupakan proses pemindahan produk akhir perusahaan dari tangan produsen hingga ke tangan konsumen. Perusahaan atau pelaku usaha selayaknya memiliki saluran distribusi yang baik agar produknya dapat sampai ke tangan konsumen secara efektif, yaitu pada jumlah, tempat, dan waktu yang tepat sesuai dengan kebutuhan konsumen (Baeti, 2007). Perusahaan dapat memperoleh manfaat dengan menggunakan saluran distribusi sebagai perantara, yaitu untuk mengefisiensikan biaya distribusi dalam menjalankan pemasaran secara langsung dan untuk memperluas pangsa pasar. Keputusan Distribusi merupakan proses pemindahan produk akhir perusahaan dari tangan produsen hingga ke tangan konsumen. Perusahaan atau pelaku usaha selayaknya memiliki saluran distribusi yang baik agar produknya dapat sampai ke tangan konsumen secara efektif, yaitu pada jumlah, tempat, dan waktu yang tepat sesuai dengan kebutuhan konsumen (Baeti, 2007). Perusahaan dapat memperoleh manfaat dengan menggunakan saluran distribusi sebagai perantara, yaitu untuk mengefisiensikan biaya distribusi dalam menjalankan pemasaran secara langsung dan untuk memperluas pangsa pasar. Keputusan

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124