STUDI KOMPARASI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2

STUDI KOMPARASI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DI SMA N 1 YOGYAKARTA DAN SMA N 8 YOGYAKARTA SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyusun Skripsi Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Agus Astono NIM 12110241034

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

JULI 2016

STUDI KOMPARASI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DI SMA N 1 YOGYAKARTA DAN SMA N 8 YOGYAKARTA SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyusun Skripsi Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Agus Astono NIM 12110241034

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

JULI 2016

MOTTO

“Masa depan bangsa terletak pada tangan kreatif generasi muda, mutu bangsa di kemudian hari bergantung pada pendidikan yang dinikmati anak-anak saat ini, apapun yang akan dicapai di sekolah harus ditentukan oleh kurikulum sekolah. Jadi barang siapa yang menguasai kurikulum maka ia memegang peran penting dalam mengatur nasib bangsa dan negara kedepannya”. (Prof. Dr. S. Nasution, M.A)

“Pendidikan merupakan senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk merubah dunia.” (Nelson Mandela)

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan dengan rasa cinta tanpa batas kepada :

1. Ayahanda Maryono, Ibunda Siyam, dan Kakak Retno Cahyani, terima kasih atas doa yang tak pernah putus, sayang dan cinta yang tanpa batas, serta motivasi yang luar biasa

2. Almamater kebanggaanku UNY

3. Nusa dan Bangsa

STUDI KOMPARASI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DI SMA N 1 YOGYAKARTA DAN SMA N 8 YOGYAKARTA

Oleh Agus Astono NIM 12110241034

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan : (1) implementasi kurikulum 2013 di SMA Negeri 1 Yogyakarta, (2) implementasi kurikulum 2013 di SMA Negeri 8 Yogyakarta, dan (3) studi komparasi implementasi kurikulum 2013 di SMA Negeri 1 Yogyakarta dan SMA N 8 Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, dan siswa. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah pelaksanaan implementasi kurikulum 2013 di SMA N 1 Yogyakarta dan SMA N 8 Yogyakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan langkah-langkah reduksi data, display data , dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) implementasi kurikulum 2013 di SMA Negeri 1 Yogyakarta berjalan dengan semestinya dilihat dari aspek komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi sesuai dengan tujuan kurikulum 2013. Pelaksanaan kurikulum 2013 di SMA N 1 Yogyakarta mampu memberikan dampak positif bagi siswa, (2) implementasi kurikulum di SMA N 8 Yogyakarta sudah berjalan, namun belum sempurna. Masih terdapat hambatan pada pembelajaran yang bersifat saintifik. (3) Komparasi implementasi kurikulum 2013 di SMA N 1 Yogyakarta dan SMA N 8 Yogyakarta dilihat dari aspek komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi secara umum berjalan sama. Namun, kedua sekolah mempunyai karakteristik tersendiri dalam mengimplementasikan kurikulum 2013. Di SMA N 1 Yogyakarta kepala sekolah menginginkan adanya forum tingkat internal sekolah yang ditujukan untuk mengetahui perkembangan implementasi kurikulum 2013. Sedangkan di SMA N

8, kepala sekolah memberi motivasi kepada guru berusaha secara optimal dalam mengimplementasikan kurikulum 2013.

Kata kunci: implementasi, kurikulum 2013, komparasi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Komparasi Implementasi Kurikulum 2013 di SMA N 1 Yogyakarta dan SMA N 8 Yogyakarta”.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan yang penulis capai ini bukanlah karena kerja individu semata, tetapi berkat bantuan semua pihak yang ikut mendukung dalam penyelesaian proposal skripsi ini. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terimakasih yth:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di kuliah.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan kemudahan administrasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

3. Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan kemudahan

dalam perizinan.

4. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan yang telah mendukung kelancaran penyelesaian skripsi ini.

5. Dr. Rukiyati, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Akadamik yang telah memotivasi selama kegiatan perkuliahan.

6. L. Hendrowibowo, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Kepala Sekolah dan seluruh komponen SMA N 1 Yogyakarta yang telah

memberikan ijin penelitian dan bersedia menjadi subjek penelitian.

8. Kepala Sekolah dan seluruh komponen SMA N 8 Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian dan bersedia menjadi subjek penelitian.

9. Orang tua dan kakak penulis yang selalu memberikan dukungan doa, kasih sayang dan semangat yang tiada hentinya.

10. Efika Nurahmasari Lubis, S.Pd. yang selalu memberikan semangat dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Kisi-kisi observasi .............................................................................

46 Tabel 2. Kisi-kisi wawancara ...........................................................................

46 Tabel 3. Komparasi Implementasi Kurikulum 2013 di SMA N 1 Yogyakarta

87

dan SMA N 8 Yogyakarta ..................................................................

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian...............................................................

38

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era global sekarang ini, pendidikan merupakan sesuatu yang penting bagi semua orang. Bagi setiap orang tua, masyarakat, dan bangsa, pemenuhan akan pendidikan menjadi kebutuhan pokok. Pendidikan dijadikan sebagai institusi utama dalam upaya pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dan juga untuk menjawab tantangan kehidupan.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional: Pasal 36 Ayat (2) menyebutkan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Ayat (3) menyebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan memperhatikan : peningkatan iman dan taqwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, agama, dinamika perkembangan global, persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Pasal 38 Ayat (2) mengatur bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor kementrian agama

Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.

Kurikulum memegang kedudukan kunci dalam pendidikan yang berkaitan dengan penentuan arah, isi dan proses pendidikan yang akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional.

Kurikulum merupakan komponen sistem pendidikan yang paling rentan terhadap perubahan. Terdapat tiga faktor yang membuat kurikulum harus selalu dirubah atau diperbaharui. Pertama, karena adanya perubahan filosofi tentang manusia dan pendidikan, khususnya mengenai hakikat kebutuhan peserta didik terhadap pendidikan. Kedua, cepatnya perkembangan ilmu dan teknologi, sehingga subject matter yang harus disampaikan kepada peserta didik pun semakin banyak dan beragam. Ketiga, adanya perubahan masyarakat baik secara sosial, politik, ekonomi, maupun daya dukung lingkungan alam, baik pada tingkat lokal maupun global.

Pendidikan di Indonesia dari sejarahnya mengalami beberapa kali perbaikan kurikulum. Beberapa kurikulum yang terjadi di Indonesia diantaranya adalah Rencana Pelajaran 1947, Rencana Pelajaran Terurai 1952, Kurikulum Rencana Pendidikan 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi, KTSP 2006, dan Kurikulum 2013.

Seiring dengan perkembangan zaman, kurikulum mengalami perkembangan yang signifikan. Dengan keadaan yang semakin berkembang, teknologi yang semakin canggih, dan perkembangan sains pada zaman sekarang, maka kurikulum disusun menyesuaikan dengan perkembangan. Dari perkembangan maka kurikulum mengalami perubahan dengan bertahap untuk menyesuaikan dengan keadaan dan perubahan agar menjadi lebih baik.

Pengembangan kurikulum merupakan keniscayaan bagi institusi pendidikan agar proses dan hasil pendidikan tidak menyimpang dengan harapan dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat sesuai tuntutan zaman. Untuk mewujudkannya, pemangku kepentingan harus mematangkan kurikulum sedemikian rupa sejak perencanaan, implementasi, hingga evaluasi.

Konsep kurikulum menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 pada Bab 1 Pasal 1 ayat 19 yaitu “kurikulum adalah seperangkat dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.

Setiap kurikulum yang telah berlaku di Indonesia dari periode sebelum tahun 1945 hingga kurikulum 2006, memiliki perbedaan sistem. Perbedaan sistem yang terjadi bisa merupakan kelebihan maupun kekurangan itu sendiri. Kelebihan dan kekurangan kurikulum dapat berasal Setiap kurikulum yang telah berlaku di Indonesia dari periode sebelum tahun 1945 hingga kurikulum 2006, memiliki perbedaan sistem. Perbedaan sistem yang terjadi bisa merupakan kelebihan maupun kekurangan itu sendiri. Kelebihan dan kekurangan kurikulum dapat berasal

Kurikulum bersifat dinamis, artinya kurikulum berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Kurikulum Indonesia mengalami berbagai dinamika perubahan. Perubahan kurikulum tersebut dilaksanakan dengan melihat perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat, karena kurikulum di tuntut untuk mengikuti perkembangan zaman dan dapat mewujudkan apa yang masyarakat harapkan dari pendidikan yang ada pada saat itu. Perubahan kurikulum yang baru saja terjadi adalah kurikulum KTSP 2006 menjadi kurikulum 2013.

Kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan kurikulum yang berorientasi pada pencapaian kompetensi. Oleh sebab itu, kurikulum ini merupakan penyempurna dari kurikulum berbasis kompetensi atau yang biasa disebut dengan KBK (Kurikulum 2004). Kurikulum tingkat satuan pendidikan lahir dari semangat otonomi daerah, dimana urusan pendidikan tidak semuanya tanggung jawab pusat, akan tetapi, sebagian menjadi tanggung jawab daerah.

“Menurut Mulyasa, (2013 : 60-62) namun, seiring dengan perkembangan masyarakat dan dunia pendidikan, kurikulum tingkat satuan pendidikan ini dirasa masih kurang. Diantara kekurangan-kekurangan tersebut adalah: Isi dan pesan-pesan kurikulum masih terlalu padat, yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak, kurikulum belum mengembangkan kompetensi secara utuh sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional, kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek pengetahuan, belum sepenuhnya mengembangkan pribadi peserta didik (pengetahuan, keterampilan, dan sikap.”

Oleh sebab itu, pemerintah merasa perlu melakukan perubahan kurikulum. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh pada dalam berbagai kesempatan menegaskan perlunya perubahan dan pengembangan kurikulum 2013 pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Mendikbud mengungkapkan bahwa perubahan dan pengembangan kurikulum merupakan persoalan yang sangat penting, karena kurikulum harus senantiasa disesuaikan dengan tuntutan zaman.

Dengan adanya pengembangan kurikulum 2013 ini diharapkan akan menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif, melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Dalam hal ini, pengembangan kurikulum difokuskan pada pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik, berupa panduan pengetahuan keterampilan, dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya secara kontekstual.

Hadirnya kurikulum 2013 sebagai kurikulum baru di dalam dunia pendidikan nasional diharapkan dapat lebih menyempurnakan kurikulumnya yaitu KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Penyempurnaan ini dilaksanakan guna meningkatkan sistem pendidikan nasional agar selalu relevan dan kompetitif. Selain itu, juga diharapkan mampu memecahkan berbagai persoalan bangsa khususnya dalam bidang pendidikan. Sehingga dalam hal ini, sekolah harus berusaha mengupayakan keberhasilan implementasi kurikulum 2013, melalui berbagai program kerja dan pengembangan yang dilakukan oleh sekolah.

Pengembangan dan penguatan kerja sama antar warga sekolah perlu dilakukan sehingga pelaksanaan kurikulum dapat berjalan dengan baik. Pemerintah juga perlu melakukan strategi penerapan kurikulum dengan sosialisasi dan pelatihan yang memadai agar kurikulum 2013 tidak hanya menjadi program yang sia-sia.

Dikutip dari Kompasiana, Dedeh Tresnawati tentang pandangan tentang Kurikulum 2013, beliau menyatakan bahwa “Keunggulan kurikulum 2013, a) siswa dituntut aktif, kreatif, dan inovatif dalam pemecahan masalah; b) penilaian didapat dari semua aspek; c) ada pengembangan karakter dan pendidikan budi pekerti yang telah diintegrasikan ke dalam semua program studi; d) beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metode pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan); e) Kurikulum 2013 tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global. Untuk tingkat SD, penerapan sikap masih dalam ruang lingkup lingkungan sekitar, sedangkan untuk tingkat SMP penerapan sikap dituntut untuk diterapkan pada lingkungan pergaulannya dimanapun ia berada. Sementara itu untuk SMA/SMK dituntut memiliki sikap kepribadian yang mencerminkan kepribadian bangsa dalam pergaulan dunia; f) sifat pembelajaran kontekstual; g) meningkatkan motivasi mengajar dengan meningkatkan profesi pedagogi, sosial dan personal; i) buku dan kelengkapan dokumen disiapkan lengkap sehingga memicu dan memacu guru untuk membaca dan menerapkan budaya literasi, dan membuat guru memiliki keterampilan membuat RPP, dan menerapkan pendekatan scientific secara benar.”

“Kekurangan dalam kurikulum 2013, a) banyak guru yang beranggapan bahwa dengan kurikulum terbaru ini guru tidak perlu menjelaskan materinya. Peran guru sebagai fasilitator tetap dibutuhkan, terlebih dalam hal memotivasi siswa untuk aktif belajar; b) konsep pendekatan scientific masih belum dipahami; c) keterampilan merancang RPP dan penilaian autentik belum sepenuhnya dikuasai oleh guru; d) guru tidak pernah dilibatkan langsung dalam pengembangan kurikulum 2013. Pemerintah melihat seolah-olah guru dan siswa mempunyai kapasitas yang sama; e) kurikulum 2013 diterapkan tanpa ada evaluasi dari pelaksanaan kurikulum sebelumnya yaitu KTSP; f) konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi keluasan dan kesukarannya melampaui tingkat kemampuan siswa.”

Upaya penyempurnaan kurikulum demi mewujudkan sistem pendidikan nasional yang kompetitif dan selalu relevan dengan perkembangan zaman ini terus dilakukan. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan bermutu, menghasilkan produk pendidikan yang kreatif, mandiri, produktif, dan juga memiliki karakter yang kuat.

Implementasi Kurikulum 2013 menuntut kerjasama yang optimal diantara para guru, sehingga memerlukan pembelajaran berbentuk tim dan menuntut kerjasama yang kompak diantara para anggota tim. Kerjasama antara guru sangat penting dalam proses pendidikan yang akhir-akhir ini mengalami perubahan yang sangat pesat.

Implementasi Kurikulum 2013 dilaksanakan secara terbatas dan bertahap, mulai tahun ajaran 2013 (Juli 2013) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, dimulai di kelas I dan IV untuk SD, kelas VII SMP, dan kelas X SMA. Semula, Kurikulum 2013 akan diimplementasikan pada 30% SD, dan 100% untuk SMP, SMA dan SMK, sehingga tahun 2016 semua sekolah diharapkan sudah menggunakan dan mengembangkan kurikulum baru, baik negeri maupun swasta. Kurikulum ini tidak dapat digunakan untuk memecahkan seluruh permasalahan pendidikan, namun memberi makna yang signifikan kepada perbaikan pendidikan.

Sejauh ini masih banyak terjadi pro-kontra dikalangan praktisi pendidikan terkait dengan kebijakan yang dilakukan pemerintah. Pihak yang mendukung kurikulum 2013 menyatakan, kurikulum 2013 Sejauh ini masih banyak terjadi pro-kontra dikalangan praktisi pendidikan terkait dengan kebijakan yang dilakukan pemerintah. Pihak yang mendukung kurikulum 2013 menyatakan, kurikulum 2013

Pihak yang kontra menyatakan, kurikulum 2013 kurang fokus karena menggabungkan beberapa mata pelajaran. Ini terlalu ideal karena tidak mempertimbangkan kemampuan dari setiap masing-masing guru. Kurikulum 2013 dianggap bukan solusi terbaik untuk mengatasi masalah di negeri ini. Sebab, kurikulum bukan satu-satunya kunci mengatasi masalah pendidikan.

Pihak yang kontra menyatakan, penerapan kurikulum 2013 dinilai tidak akan berpengaruh pada peningkatan mutu pendidikan di beberapa derah dari Sabang sampai Merauke. Apalagi secara substansial, didalam Kurikulum 2013 ada poin yang meniadakan mata pelajaran muatan lokal (mulok), yang bisa berdampak terhapusnya pelajaran bahasa daerah di Indonesia.

“Problem kurikulum cukup kompleks, karena pelaksanaan kurikulum terkait dengan dinamika antar peran dalam proses pembelajaran di sekolah. Disamping itu dalam pelaksanaan kurikulum sangat tergantung pada kerja tim di sekolah. Artinya, kerjasama antar kepala sekolah, guru, administrasi, orang tua, dan siswa menentukan keberhasilan pelaksanaan kurikulum disekolah. (Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan, Dr. Siti Irene Astuti Dwiningrum : 144).”

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Kurikulum Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta (19 Januari 2016), dapat diketahui bahwa beberapa sekolah pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di wilayah kota Yogyakarta sudah menggunakan dan menerapkan Kurikulum 2013. Jumlah sekolah yang sudah menerapkan Kurikulum 2013 di Kota Yogyakarta terdiri dari 7 sekolah, terdiri dari 4 Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 3 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

SMA N 1 Yogyakarta dan SMA N 8 Yogyakarta ditunjuk sebagai piloting project implementasi kurikulum 2013 untuk Kota Yogyakarta, kedua sekolah itu merupakan sekolah eks-RSBI dan paling unggul untuk Kota Yogyakarta, sehingga nantinya diharapkan bisa dijadikan sebagai contoh dalam menerapkan implementasi kurikulum 2013 di sekolah lain.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang studi komparasi implementasi di SMA N 1 Yogyakarta dan SMA N 8 Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diidentifikasikan beberapa hal, yaitu sebagai berikut :

1. Kurikulum yang berubah-ubah seiring dengan perkembangan zaman menyebabkan kebingungan bagi peserta didik .

2. Implementasi kurikulum 2013 menuntut kerjasama yang optimal dari seluruh warga yang ada disekolah.

3. Masih terjadi pro dan kontra terkait dengan implementasi kurikulum 2013.

4. Dinamika proses pembelajaran dalam implementasi kurikulum 2013.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang dikemukakan diatas, maka tidak semua masalah dibahas karena keterbatasan kemampuan dan juga untuk memperdalam hasil penelitian. Peneliti membatasi penelitian pada masalah “Studi Komparasi Implementasi Kurikulum 2013 di SMA N 1 Yogyakarta dan SMA N 8 Yogyakarta”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas, maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana implementasi kurikulum 2013 di SMA N 1 Yogyakarta?

2. Bagaimana implementasi kurikulum 2013 di SMA N 8 Yogyakarta?

3. Bagaimana komparasi implementasi kurikulum 2013 di SMA N 1 Yogyakarta dan SMA N 8 Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk memperoleh deskripsi tentang implementasi kurikulum 2013 di SMA N 1 Yogyakarta.

2. Untuk memperoleh deskripsi tentang implementasi kurikulum 2013 di SMA N 8 Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui komparasi implementasi kurikulum 2013 di SMA N

1 Yogyakarta dan SMA N 8 Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis Sebagai sumbangan pemikiran secara teoritis yang berguna untuk dasar atau landasan dalam penelitian selanjutnya dibidang yang sama atau sejenis.

2. Manfaat Praktis Membantu para praktisi akademik untuk membantu memecahkan masalah yang terjadi dilapangan terutama dalam hal Implementasi Kurikulum 2013 di sekolah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Studi Komparasi

1. Pendidikan Komparatif

Pendidikan Komparatif sering dilafalkan dengan istilah Pendidikan Perbandingan. Secara harfiah istilah pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan mendidik dan perbandingan diartikan sebagai keadaan yang berkaitan dengan usaha membandingkan atau komparatif merupakan kata yang berasal dari kata bahasa Inggris “to compare” yang artinya membandingkan sehingga “comparative” diartikan bersifat membandingkan. Maka pendidikan komparatif secara harfiah dimaksudkan sebagai ilmu yang mendidik bagaimana cara membandingkan. Tentu saja yang diperbandingkan dalam ilmu ini adalah praktek dan hasil-hasil penyelenggaraan pendidikan yang terjadi di masyarakat.

Agak mirip dengan istilah Pendidikan Perbandingan adalah Perbandingan Pendidikan. Kedua istilah ini sering dilafalkan banyak ornag dengan arti yang sama, padahal yang sebenarnya kedua istilah tadi memiliki arti yang berbeda. Kalau Perbandingan Pendidikan adalah hasil-hasil deskripsi perbandingan pendidikan. Dengan kata lain, Pendidikan Perbandingan lebih menekankan pada pengetahuan tentang cara membandingkan, sedang perbandingan pendidikan lebih menekankan pada pengetahuan tentang hasil.

Pemaknaan lain selain secara harfiah (etymological) sebagaimana disebutkan tadi adalah pemaknaan secara istilah (conceptual). Pemaknaan Pendidikan Komparatif secara istilah ini telah mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan historis kemunculan ilmu ini.

Secara historis, Pendidikan Komparatif sebagai suatu studi telah memiliki sejarah yang amat panjang. Menurut William W. Brickman dalam Postlethwate (1988:3) disebutkan bahwa umat manusia telah saling bertukar informasi tentang pendidikan sudah berlangsung sejak jaman kuno, yaitu sejak manusia antar bangsa di dunia ini saling berinteraksi dan melakukan kontak sosial dalam suatu wadah yang disebut perdagangan, peperangan, dan misi-misi keagamaan.

Beberapa ahli telah memberikan pengertian tentang Pendidikan Komparatif antara lain I.L Kendel dalam bukunya ‘Comparative Education ’ yang mengartikan Pendidikan Komparatif sebagai studi tentang teori dan praktek pendidikan pada waktu sekarang yang dipengaruhi oleh bermacam-macam latar belakang dan merupakan kelanjutan dari sejarah pendidikan. Carter V. Good mengartikan Pendidikan Komparatif sebagai lapangan studi yang mempunyai tugas untuk mengadakan perbandingan teori dan praktek pendidikan sebagaimana terdapat pada beberapa negeri dengan maksud untuk mengadakan perluasan pemandangan dan pengetahuan tentang pendidikan di luar batas negeri sendiri (Imam Barnadib, 1944: 33).

Memperhatikan dua pendapat diatas dapat dicermati bahwa I.L. Kandel lebih menitikberatkan kepada objek apa yang perlu dijadikan studi, sedangkan Carter V. Good lebih menekankan apa tujuan studi Pendidikan Komparatif yaitu memperluas wawasan dan pengetahuan keadaan pendidikan. Dua hal pokok yang menjadi fokus dan menurut I.L Kandel adalah :

1. Objek utama studinya berupa teori dan praktek penyelenggaraan pendidikan yang sedang berlangsung sekarang, bukan yang telah terjadi atau akan terjadi.

2. Faktor-faktor lain di luar objek utama tetapi yang mempunyai pengaruh kuat terhadap objek utama tadi. Seperti faktor sosial, ekonomi, politik, ideologi, kultural yang disebut intangible factors.

Berbeda dengan pendapat dua ahli di atas, Nicholas Hans mengartikan lebih ringkas yaitu pendidikan komparatif sebagai ilmu yang mempelajari sistem-sistem persekolahan. Sedangkan Suryati Sudharto dalam bukunya dikutip dari buku Arif Rohman (2003: 4) ‘Pendidikan di Negara Berkembang Suatu Tinjauan Komparatif’ mengartikannya sebagai suatu ilmu yang mempelajari perbandingan antara pendidikan formal, non-formal dan informal baik dalam suatu negara dari dua sistem yang berbeda maupun antar dua atau lebih negara yang berbeda (Suryati Sudharto, 1989: 2). Dapat diketahui Berbeda dengan pendapat dua ahli di atas, Nicholas Hans mengartikan lebih ringkas yaitu pendidikan komparatif sebagai ilmu yang mempelajari sistem-sistem persekolahan. Sedangkan Suryati Sudharto dalam bukunya dikutip dari buku Arif Rohman (2003: 4) ‘Pendidikan di Negara Berkembang Suatu Tinjauan Komparatif’ mengartikannya sebagai suatu ilmu yang mempelajari perbandingan antara pendidikan formal, non-formal dan informal baik dalam suatu negara dari dua sistem yang berbeda maupun antar dua atau lebih negara yang berbeda (Suryati Sudharto, 1989: 2). Dapat diketahui

“Dari berbagai pendapat para ahli, akhirnya dapat diambil benang merah yang dapat mewadahi keseluruhan makna yang dikandung dalam pendidikan komparatif ini. Sehingga secara lengkap dapat dijelaskan bahwa pendidikan komparatif adalah disiplin ilmu yang mempelajari sistem-sistem pendidikan baik dalam suatu negara maupun antar dua atau lebih negara yang berbeda yang menyangkut: a) sistem-sistem pendidkan formal, non-formal dan informal, b) teori dan praktek pendidikannya, serta c) latar belakang sosial, ekonomi, politik, ideologi, kultural dan sejarah yang mempengaruhinya. (Arif Rohman, 2003: 3)”

2. Kedudukan Pendidikan Komparatif

Pendidikan komparatif merupakan salah satu ilmu fondasi dari ilmu pendidikan. Sebagai ilmu fondasi, pendidikan komparatif ini dapat memberikan kontribusi berupa hasil temuan pengkajian pengkajian antar sistem-sistem pendidikan yang berupa dua hal, yaitu: pola-pola penyelenggaraan pendidikan sebagai trend dan aneka tipologi pendidikan yang ada di dunia. Kesemua hasil temuan pengkajiannya tersebut dapat memperkaya the body of knowledge dari ilmu pendidikan.

Menurut Frank H. Blackington & Robert S. Patterson (Dinto Hadisusanto dkk, 1995: 23) dalam buku Arif Rohman (2003: 6) menyebutkan lima ilmu fondasi yaitu: 1) filsafat pendidikan, 2) sejarah pendidikan, 3) sosiologi pendidikan, 4) psikologi pendidikan, dan 5) pendidikan komparatif.

3. Tujuan Studi Pendidikan Komparatif

“Pendidikan komparatif pada saat ini merupakan studi yang lebih berorientasi pada daya guna, mengingat sekarang ini semakin meningkatnya masalah-masalah pendidikan yang disebabkan oleh perubahan sosial yang ada. Orientasi pada daya guna ini terjadi oleh karena pada saat ini masalah pendidikan semakin lama semakin kompleks dan mendesak ditangani baik yang terjadi di negara-negara yang sudah maju, negara yang sedang berkembang, maupun negara- negara yang terbelakang. (Arif Rohman, 2003 : 6)” Beberapa masalah tersebut menurut buku Arif Rohman, 2003 : 6,

antara lain :

a. Aneka persoalan dehumanisasi akibat pembangunan dan proses industrialisasi baik di negara maju yang sudah berlangsung lama maupun negara-negara berkembang. Misalnya kemiskinan, gelandangan, kriminalitas, pelecehan seksual dan lain-lain yang kesemuanya itu telah berimplikasi dan mengimbas pada dunia pendidikan.

b. Tuntutan akselerasi pada pemerataan pendidikan sebagaimana telah diresolusikan pada KTT 9 negara berpenduduk padat pada bulan Desember 1993 di New Delhi, ternyata dalam beberapa tahun berakibat pada terjadinya peningkatan partisipasi penduduk dalam pendidikan juga di sisi lain berakibat pada turunnya kualitas pendidikan.

c. Terjadinya kesenjangan status ekonomi sosial maupun geografis antar kelompok-kelompok masyarakat yang berakibat pada sulitnya c. Terjadinya kesenjangan status ekonomi sosial maupun geografis antar kelompok-kelompok masyarakat yang berakibat pada sulitnya

d. Adanya aneka kendala sosio-kultural pada masing-masing masyarakat/ bangsa seperti: ketimpangan gender dan diskriminasi perempuan dalam perlakuan dan pemerolehan kesempatan pendidikan, baik yang terjadi di dalam keluarga maupun di sekolah. Masih adanya nilai-nilai di masyarakat yang menganggap sekolah dianggap tidak penting ataupun sebaliknya yang menganggap terlalu berlebihan terhadap sekolah. Kesemuanya kendala sosio- kultural tersebut menjadikan upaya-upaya peningkatan dan perbaikan pendidikan menjadi semakin rumit dan kompleks.

Hal-hal diatas sesungguhnya membutuhkan suatu ikhtiar terbaik untuk membangun pendidikan ke arah yang lebih efektif dan lebih bermutu. Dalam upaya membangun pendidikan dan meningkatkan perbaikan pendidikan diperlukan adanya skala prioritas kepentingan meskipun juga terkadang proses penentuan prioritas tersebut amat sulit dilakukan.

Sebagaimana dijelaskan oleh F. Hartison yang menyebutkan bahwa pemilihan prioritas dalam membangun pendidikan ke arah yang lebih baik adalah hal yang sangat sulit. Pemberian prioritas pada suatu program mengandung implikasi pada adanya program lain yang dianggap kurang atau kalah penting. Oleh karena itu, dengan berangkat Sebagaimana dijelaskan oleh F. Hartison yang menyebutkan bahwa pemilihan prioritas dalam membangun pendidikan ke arah yang lebih baik adalah hal yang sangat sulit. Pemberian prioritas pada suatu program mengandung implikasi pada adanya program lain yang dianggap kurang atau kalah penting. Oleh karena itu, dengan berangkat

Berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai dari studi komparatif ini, I. L Kandel menyebutkan ada 3 (tiga) tujuan, yaitu: 1) Repertorial- deskriptif, 2) Historik-Fungsional, dan 3) Melioristik.

1) Reportorial-deskriptif

Studi dalam pendidikan komparatif berusaha mengungkapkan data- data yang bersifat informatoris tentang sistem pendidikan pada umumnya ataupun persekolahan pada khususnya. Misalnya data tentang angka partisipasi, jumlah anak putus sekolah, jumlah angka buta huruf, jumlah sekolah negeri dan swasta baik dalam lingkup satu negara maupun dua/lebih negara yang berbeda.

2) Historik-Fungsional

Studi-studi yang telah dilakukan dalam pendidikan komparatif umumnya disamping untuk mengungkap data-data yang bersifat informatoris, juga mencari kaitan data-data informatoris pendidikan dengan bidang lain seperti filsafat dan pandangan hidup, sistem politik, sistem ekonomi, dan sosial-budaya dari masyarakat itu. Hal ini harus dimengerti mengingat pendidikan itu tidak berdiri sendiri dan terlepas dari bidang kehidupan lain.

3) Melioristik

Pada akhirnya tujuan studi dalam pendidikan komparatif adalah dalam rangka mengembangkan pendidikan di dalam negeri sendiri.

Setelah mengetahui persamaan dan perbedaan keadaan pendidikan antar negara termasuk dengan negaranya sendiri, dapat diambil manfaat dari kebaikan-kebaikan negara lain tersebut yaitu kebaikan-kebaikan itu sebisa mungkin dapat diterapkan di negara sendiri-sendiri dengan beberapa penyesuaian kritis.

4) Cakupan Studi Pendidikan Komparatif

Kajian-kajian studi mempelajari ilmu pendidikan komparatif menurut Arif Rohman (2003: 6) secara umum mencakup dua hal penting, yaitu: studi kawasan dan studi tematik dalam bidang pendidikan.

a. Studi Kawasan

Studi ini diarahkan pada suatu kawasan tertentu yang berusaha mempelajari sistem pendidikan di kawasan tersebut. Misalnya studi sistem pendidikan di Malaysia, Philiphina, Thailand, atau kawasan- kawasan tertentu lainnya.

b. Studi Tematik

Studi tematik ini lebih diarahkan kepada pengkajian terhadap tema- tema tertentu dalam pendidikan. Misalnya dalam manajemen kelembagaan sekolah, pembaharuan kurikulum, mutu lulusan sekolah otonomi lembaga pendidikan, privatisasi perguruan tinggi, pendidikan pra sekolah, integrasi pendidikan sekolah dan luar sekolah, peningkatan pendidikan guru, dan lain-lain.

Dua cakupan studi diatas merupakan keluasan batas-batas kajian yang umumnya dilakukan para ahli pendidikan komparatif. Kedua cakupan tersebut bukan merupakan pilihan, akan tetapi, juga bisa dilakukan secara bersamaan untuk studi studi komparatif dalam pendidikan.

B. Implementasi

1. Pengantar

Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy makers bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya. Ada banyak variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun kelompok atau institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy makers untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran.

Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi apa yang oleh Lipsky disebut “street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku kelompok sasaran (target group). Untuk kebijakan yang sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai implementor, misalnya kebijakan komite sekolah untuk mengubah metode pengajaran guru di kelas. Sebaliknya, untuk kebijakan makro, misalnya, kebijakan pengurangan kemiskinan di pedesaan, maka usaha-usaha impelemntasi akan melibatkan berbagai institusi, seperti, birokrasi kebupaten, kecamatan, pemerintah desa.

Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual maupun variabel organisasional, dan masing masing variabel pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain, sebagaimana akan diuraikan berikut ini.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi

Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. Untuk memperkaya pemahaman tentang berbagai variabel yang terlibat di dalam implementasi, maka dalam bab ini akan dibahas beberapa teori implementasi, seperti dari George C. Edwards

III (1980), Merilee S. Grindle (1980), dan Daniel A. Mazmanian dan Paul

A. Sabatier (1983), Van Meter dan Van Horn (1975), dan Cheema dan Rondinelli (1983), dan David L. Weimar dan Aidan R. Vining (1999).

a. Teori George C. Edwards III (1980)

Dalam pandangan Edwards III (Subarsono, 2005: 90-92), implementasi dipengaruhi oleh empat variabel yang saling berhubungan yang saling berhubungan satu sama lain, yakni (a) Komunikasi; (b) Sumberdaya; (c) Disposisi; dan (d) Struktur Birokrasi. Lebih lanjut dapat dikaji sebagai beikut:

1) Komunikasi Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran suatu kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

2) Sumberdaya Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan secara efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumberdaya financial. Sumberdaya adalah factor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja.

3) Disposisi Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan kebijakan dengan baik seperti apa 3) Disposisi Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan kebijakan dengan baik seperti apa

4) Struktur Birokrasi Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi standar (standar operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Stuktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan real-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktifitas organisasi tidak fleksibel.

b. Teori Merilee S. Grindle (1980)

Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle (1980) dalam Subarsono (2005: 93) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). Lebih lanjut dapat dikaji sebagai berikut:

Variabel isi kebijakan merupakan variabel yang mencakup tentang sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh kelompok sasaran, Variabel isi kebijakan merupakan variabel yang mencakup tentang sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh kelompok sasaran,

Selanjutnya, variabel lingkungan kebijakan mencakup tentang seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan, karakteristik institusi yang berkuasa, dan tingkat kepatuhan kelompok sasaran.

c. Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983)

Menurut Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Subarsono (2005: 94), ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi keberhasilan implementasi, yakni (a) karakteristik masalah; (b) karakteristik kebijakan, dan (c) lingkungan kebijakan. Lebih lanjut dapat dikaji sebagai berikut:

Karakteristik masalah merupakan variabel yang terdiri tingkat kesulitan masalah yang bersangkutan, tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran, proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi, dan cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.

Selanjutnya, karakteristik kebijakan yang dimaksud dalam teori ini terdiri dari kejelasan isi kebijakan, seberapa jauh kebijakan memiliki dukungan teoritis, besarnya alokasi sumber daya finansial, seberapa besar dukungan antar institusi, kejelasan dan konsistensi aturan, tingkat komitmen terhadap tujuan kebijakan, dan seberapa luas Selanjutnya, karakteristik kebijakan yang dimaksud dalam teori ini terdiri dari kejelasan isi kebijakan, seberapa jauh kebijakan memiliki dukungan teoritis, besarnya alokasi sumber daya finansial, seberapa besar dukungan antar institusi, kejelasan dan konsistensi aturan, tingkat komitmen terhadap tujuan kebijakan, dan seberapa luas

Selain karakteristik masalah dan karakteristik kebijakan seperti yang diatas, lingkungan kebijakan juga termasuk faktor penting dalam implementasi kebijakan. Dalam teori ini, lingkungan kebijakan terdiri dari kondisi sosial ekonomi masyarakat, dukungan publik terhadap sebuah kebijakan, sikap dari kelompok pemilih, tingkat komitmen dan keterampilan dari implementor.

d. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975)

Menurut Meter dan Horn dalam Subarsono (2005: 99), ada enam komponen yang memengaruhi kinerja implementasi, yakni (a) standar dan sasaran kebijakan; (b) sumber daya; (c) hubungan antar organisasi; (d) karakteristik agen pelaksana; (e) kondisi lingkungan sosial, politik, dan ekonomi, dan (f) disposisi implementor. Lebih lanjut dapat dikaji sebagai berikut:

Dalam teori ini, standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat mudah direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan mudah menimbulkan konflik diantara para implementor. Selanjutnya, implementasi kebijakan juga perlu dukungan sumberdaya. Dalam teori ini, sumber daya yang dimaksud dapat terdiri dari sumber daya manusia (human resources) maupun sumber daya nonmanusia (non-human resources).

Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program. Sehingga, komponen hubungan antar organisasi dalam teori ini juga sangat diperlukan dalam mendukung keberhasilan implementasi kebijakan.

Komponen selanjutnya yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan dalam teori ini adalah kondisi lingkungan sosial, politik, dan ekonomi. Komponen ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, sifat opini publik yang ada di lingkungan dan dukungan elite politik dalam implementasi kebijakan.

Selain karena adanya kelima komponen diatas, disposisi implementor juga mempunyai pengaruh terhadap implementasi kebijakan. Dalam teori ini, Disposisi implementor mencakup tiga hal yang penting, yakni respons implementor terhadap kebijakan, pemahaman implementor terhadap kebijakan, dan preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

e. Teori G.Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli (1983)

Ada empat kelompok variabel yang dapat memengaruhi kinerja dan dampak suatu program, yakni (1) kondisi lingkungan; (2) Ada empat kelompok variabel yang dapat memengaruhi kinerja dan dampak suatu program, yakni (1) kondisi lingkungan; (2)

f. Teori David L. Weimer dan Aidan R.Vining (1999)

Dalam pandangan Weimer dan Vining (1999,396) ada tiga kelompok variabel besar yang dapat memengaruhi keberhasilan implementasi suatu program, yakni (1) logika kebijakan; (2) lingkungan tempat kebijakan dioperasikan; dan (3) kemampuan implementor kebijakan.

Logika dari suatu kebijakan. Ini dimaksudkan agar suatu kebijakan yang ditetapkan masuk akal (reasonable) dan mendapat dukungan teoritis. Lingkungan tempat kebijakan tersebut dioperasikan akan memengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Kemampuan implementor. Keberhasilan suatu kebijakan dapat dipengaruh oleh tingkat kompetensi dan ketrampilan dari para implementor kebijakan.

Mengacu pada teori implementasi dan sesuai dengan masalah yang ditemukan, peneliti membangun suatu konsep bahwa studi komparasi implementasi kurikulum 2013 di SMA N 1 dan SMA N 8 Yogyakarta dilihat dari 4 aspek pada teori George C. Edwards III yang saling berhubungan, yaitu Komunikasi, Sumber daya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi.

Alasan peneliti menggunakan teori dari George C. Edward III adalah dalam teori George C. Edward III ini terdapat salah satu aspek yaitu aspek struktur birokrasi. Dapat diketahui bahwa kurikulum 2013 merupakan kebijakan dalam bidang pendidikan yang berasal dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kebijakan kurikulum 2013 merupakan kebijakan yang bersifat top-down sehingga besar harapan peneliti untuk bisa mengungkap bagaimana kurikulum 2013 ini diimplementasikan di SMA N 1 Yogyakarta dan SMA N 8 Yogyakarta dilihat dari teori George C. Edward III.

3. Implementasi Kurikulum

Implementasi dalam Oxford Advance Learner’s Dictionary dikemukakan bahwa implementasi adalah “put something into effect” yang berarti penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak (Mulyasa, 2009: 178). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan.

Menurut Mulyasa (2009: 178) implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap.

M. Joko Susilo (2008: 174) mendefinisikan implementasi kurikulum sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu aktivitas pembelajaran, sehingga M. Joko Susilo (2008: 174) mendefinisikan implementasi kurikulum sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu aktivitas pembelajaran, sehingga

“Berdasarkan Miller dan Seller (1985: 13) seperti dikutip dari Mulyasa (2009: 179) menyebutkan bahwa implementasi kurikulum juga dapat diartikan sebagai aktualisasi kurikulum tertulis (written curriculum) dalam bentuk pembelajaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa implementasi kurikulum merupakan suatu penerapan proses, ide, program, atau tatanan kurikulum ke dalam praktik pembelajaran atau aktivitas-aktivitas baru sehingga terjadi perubahan pada sekelompok orang yang diharapkan untuk berubah. Dikemukakannya juga bahwa implementasi kurikulum merupakan proses interaksi antara fasilitator sebagai pengembangan kurikulum, dan peserta didik sebagai subjek belajar.”

Memahami uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa implementasi kurikulum adalah pelaksanaan dari konsep kurikulum yang masih bersifat tertulis menjadi aktual dalam bentuk proses pembelajaran yang dipengaruhi faktor-faktor yang ada di sekolah.

C. Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru yang diterapkan oleh pemerintah untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang telah berlaku selama kurang lebih 6 tahun. Kurikulum 2013 masuk dalam masa percobaan di tahun 2013 dengan menjadikan beberapa sekolah sebagai sekolah percobaan. Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru yang diterapkan oleh pemerintah untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang telah berlaku selama kurang lebih 6 tahun. Kurikulum 2013 masuk dalam masa percobaan di tahun 2013 dengan menjadikan beberapa sekolah sebagai sekolah percobaan. Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek

“Menurut (Mulyasa, 2013: 6-7), Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang berbasis kompetensi sekaligus berbasis karakter (competency and character based curriculum) , yang dapat membekali peserta didik dengan berbagai sikap dan kemampuan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tuntutan teknologi. Melalui pengembangan Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi, kita berharap bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat, dan masyarakatnya memiliki nilai tambah (added value) dan nilai jual yang bisa ditawarkan kepada orang lain dan bangsa lain di dunia, sehingga kita bisa bersaing, bersanding, bahkan bertanding dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan global. Hal ini dimungkinkan, kalau implementasi Kurikulum 2013 betul-betul dapat menghasilkan insan yang produktif, kreatif, inovatif, dan berkarakter”

Kurikulum 2013 menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (19) adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum berbasis kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan secara terpadu.

Tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 Standar Nasional Pendidikan yang meliputi Standar Pengelolaan, Standar Biaya, Standar Sarana Prasarana, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Isi, Standar Proses, Standara Penilaian dan Standar Kompetensi Lulusan. Tantangan internal lainnya terkait dengan faktor perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari penduduk usia produktif.

Dalam jurnal yang dibuat oleh Mistar, S.Ag., MA (Widyaswara BDK Medan) yang berjudul “Implementasi Kurikulum 2013 Konsep Dasar dalam Proses Pembelajaran di Madrasah” pada tahun 2014 dikemukakan kajian mengenai berbagai landasan Kurikulum 2013. Masing-masing landasan tersebut akan dijelaskan secara mendalam dan mendetail.

1. Landasan Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan ketentuan yuridis yang mewajibkan adanya pengembangan kurikulum baru, landasan filosofis dan landasan empirik. Landasan yuridis merupakan ketentuan hukum yang dijadikan dasar untuk pengembangan kurikulum dan yang mengharuskan adanya pengembangan kurikulum baru. Landasan filosofis adalah landasan yang mengarahkan kurikulum kepada manusia apa yang dihasilkan kurikulum. Landasan teoritik memberikan dasar-dasar teoritik pengembangan kurikulum sebagai dokumen dan proses. Landasan empirik memberikan arahan berdasarkan pelaksanaan kurikulum yang sedang ada dilapangan.

a. Landasan Yuridis

Landasan yuridis Kurikulum 2013 adalah:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentanf Sistem Pendidikan Nasional,

3) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, beserta segala 3) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, beserta segala