BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembahasan tentang Strategi 1. Pengertian Strategi - STRATEGI GURU DALAM MEMBINA AKHLAKUL KARIMAH PESERTA DIDIK DI MIN 14 KABUPATEN BLITAR - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pembahasan tentang Strategi

1. Pengertian Strategi

Kata strategi berasal dari dua kata dasar Yunani kuno: stratos, yang berarti “jumlah besar” atau “yang tersebar” dan again, yang

berarti memimpin” atau, kita mungkin mengartikannya, “mengumpulkan.” Strategi merupakan berbagai tipe atau gaya rencana yang digunakan oleh para guru untuk mencapai tujuan pengajaran yang pada hakikatnya dilakukan bersama-sama menjalin suatu percakapan

seputar sebuah pokok pembelajaran bersama. 24 Dalam dunia pendidikan strategi adalah seni, yaitu seni membawa

pasukan ke dalam medan tempur dalam posisi yang paling menguntungkan. Dalam perkembangan selanjutnya strategi tidak lagi hanya seni, tetapi sudah merupakan ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari. Dengan demikian istilah strategi yang diterapkan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan belajar-mengajar adalah suatu seni dan ilmu untuk membawakan pengajaran di kelas sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai

secara efektif dan efisien. 25 Strategi merupakan pola umum rentetan kegiatan yang harus

dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Dikatakan pola umum,

24 Silver, dkk, Strategi-strategi..., hlm. 1. 25 Gulo, Strategi Belajar…, hlm. 2.

sebab suatu strategi pada hakikatnya belum mengarah kepada hal-hal yang bersifat praktis, masih berupa rencana atau gambaran menyeluruh. Sedangkan untuk mencapai tujuan, strategi disusun dengan susunan yang berisi perencanaan tentang rangkaian kegiatan

yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan. 26 Berikut adalah ruang lingkup dari strategi (manajemen rencana

pembinaan akhlakul karimah pada peserta didik):

1. Perencanaan Perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan mendapatkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisien dan seefektif mungkin. Dalam proses perencanaan terdapat tiga kegiatan yang tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan meskipun hal tersebut dapat dibedakan. Ketiga kegiatan itu adalah:

a. Perumusan tujuan yang ingin dicapai

b. Pemilihan program untuk mencapai tujuan itu

c. Identifikasi dan pengerahan sumber yang jumlahnya selalu terbatas. 27

2. Pelaksanaan Pelaksanaan strategi dikatakan baik ketika dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua pihak sekolah apabila pelaksanaannya

26 Tim dosen PAI, Bunga Rampai Penelitian dalam Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: deepublish, 2016), hlm. 176.

27 Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 49.

ditujukan kepada seluruh elemen di lembaga tersebut. Selain itu, dikatakan baik ketika antara perencanaan, pelaksanaan, dan hasil berkesinambungan dengan baik.

3. Evaluasi Program Evaluasi adalah pembuatan pertimbangan menurut suatu perangkat

disepakati dan dapat dipertanggungjawabkan. Ada tiga faktor penting dalam konsep evaluasi yaitu pertimbangan (judgement) deskripsi obyek penilaian, dan kriteria yang bertanggungjawab (defensible criteria). Aspek keputusan itu yang membedakan evaluasi sebagai suatu kegiatan dan konsep lainnya, seperti pengukuran (measurement).

kriteria

yang

Tujuan evaluasi antara lain:

a. Untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan akhir suatu periode kerja, apa yang telah dicapai, apa yang belum dicapai, dan apa yang perlu mendapatkan perhatian khusus.

b. Untuk menjamin cara kerja yang efektif dan efisien yang membawa organisasi kepada penggunaan sumber daya pendidikan (manusia/tenaga, sarana/prasarana, biaya) secara efisien ekonomis.

c. Untuk memperoleh fakta tentang kesulitan, hambatan, penyimpangan dilihat dari aspek tertentu misalnya program tahunan, kemajuan belajar.

4. Hasil Hasil dari strategi manajemen dikatakan baik ketika ada kesesuaian antara perencanaan, pelaksanaan, dan hasilnya. Sehingga tujuan yang telah direncanakan dapat terealisasi dengan

baik. 28

2. Strategi dalam Pembinaan Akhlakul Karimah

Pembinaaan adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efektif dan efisien untuk memperoleh hasil yang lebih baik. 29

pembinaan menurut Masdar Helmi adalah segala hal usaha, ikhtiar, dan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan dan pengorganisasian serta pengendalian segala sesuatu secara teratur dan

terarah. 30 Pembinaan secara sederhana dapat diartikan sebagai proses menuju

tujuan yang hendak dicapai. Tanpa adanya tujuan yang jelas akan menimbulkan kekaburan atau ketidakpastian, maka tujuan pembinaan merupakan faktor yang teramat penting dalam proses terwujudnya akhlakul karimah. Perbuatan akhlakul karimah siswa pada dasarnya mempunyai tujuan langsung yang dekat yaitu harga diri, dan tujuan

28 Fattah, Landasan Manajemen ..., hlm. 107-108. 29 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 152.

ahli” dalam http://infodanpengertian.blogspot.co.id/2016/02/pengertian-pembinaan-menurut-para-ahli.html diakses 20 Februari 2018.

30 “Pengertian

Pembinaan

menurut

para para

Pembinaan adalah upaya pendidikan formal maupun non formal yang dilakukan secara sadar, terencana, terarah, teratur, dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing, dan mengembangkan suatu dasar-dasar kepribadian seimbang, utuh, dan selaras, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat, kecenderungan/keinginan serta kemampuan- kemampuannya sebagai bekal, untuk selanjutnya atas perkasa sendiri menambah, meningkatkan, dan mengembangkan dirinya, sesamanya maupun lingkungannya kearah tercapainya martabat, mutu, dan

kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi yang mandiri. 32 Adapun strategi dalam rangka untuk mencapai tujuan terciptanya

akhlakul karimah (peningkatan iman dan ketaqwaan membentuk insan yang sempurna) pada peserta didik Novan memaparkan lima strategi dalam rangka peningkatan keimanan dan ketaqwaan peserta didik melalui pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, yaitu:

a. Integrasi iman dan taqwa dalam visi, misi, tujuan, strategi sekolah, dan proses pembelajaran.

b. Optimalisasi pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah

31 Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm. 11.

32 Simanjuntak, B., I. L Pasanbu, Membina dan mengembangkan Generasi Muda, (Bandung: Tarsito, 1990), hlm. 84.

c. Pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler berwawasan iman dan taqwa.

d. Pembentukan school culture yang mendukung peningkatan kualitas iman dan taqwa

e. Melaksanakan kerjasama antara sekolah dengan orangtua peserta didik. 33

Menurut Dedi penekanan pengembangan kualitas iman dan taqwa dalam membina akhlakul karimah dapat dikemukakan dalam empat strategi, yaitu:

a. Integrasi materi iman dan taqwa ke dalam mata pelajaran non agama.

b. Penciptaan iklim lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuhnya iman dan taqwa.

c. Kegiatan-kegiatan esktra-kurikuler yang bernafaskan iman dan taqwa.

d. Mempererat kerjasama sekolah dengan orangtua dan masyarakat dalam pembinaan iman dan taqwa peserta didik. 34

Akhlak merupakan corak batin bagi rohaniah manusia. Bila corak yang dibina atau dibentuk dalam rohani itu baik, maka tindakan- tindakan badan jasmaniah pada umumnya baik pula. Demikian sebaliknya, rohani seolah-olah memegang komando atas jasmaniah

33 Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 16.

34 Dedi Supriyadi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 125.

manusiawi. Tidak dapat disangkal bagaimana pentingnya pembinaan dan pemeliharaan rohaniah, disamping pemeliharaan dan perawatan jasmaniah, supaya jasmani dan rohani berada dalam kondisi sehat dan

baik. 35 Salah satu strategi dalam pengembangan model pembinaan akhlak

anak adalah menempatkan anak sebagai subjek pembinaan, bukan semata-mata sebagai objek binaan yang perlu dicekoki dengan seperangkat nilai yang kering dan tidak menyentuh terhadap realitas kehidupan yang dialami oleh anak sehari-hari. Melalui pendekatan subjek, anak diajak untuk mengenali dan memecahkan sendiri

persoalan yang mereka hadapi. 36 Akhlak tidak cukup hanya dipelajari, tanpa adanya upaya untuk

membentuk pribadi yang ber-akhlaq al-karimah. Dalam konteks akhlak, perilaku seseorang akan menjadi baik jika diusahakan pembentukannya. Usaha tersebut dapat ditempuh dengan belajar dan berlatih melakukan perilaku akhlak yang mulia. Berikut ini proses dan metode pembentukan ataupun pembinaan akhlak pada diri manusia yang dapat diterapkan kepada peserta didik.

1. Metode Qudwah atau Uswah (Keteladanan) Orangtua dan guru yang biasa memberikan teladan perilaku yang baik, biasanya akan ditiru oleh anak-anak dan muridnya. Hal ini berperan besar dalam mengembangkan pola perilaku mereka.

35 H.S.M. Nasaruddin Latif, Biografi dan Pemikiran, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 49.

36 Ibid hlm. 31.

Keteladanan orangtua dan guru sangat penting bagi pendidikan moral anak, bahkan hal itu jauh lebih bermakna dari sekedar nasihat secara lisan (indoktrinasi). Jangan berharap anak akan bersifat sabar, jika orangtua memberi contoh yang selalu marah- marah. Keteladanan yang baik merupakan kiat yang mujarab dalam mengembangkan perilaku moral bagi anak.

2. Metode Taklim (Pengajaran) Dengan mengajarkan perilaku keteladanan, akan berbentuk pribadi yang baik. Dalam mengajarkan hal-hal baik, kita tidak perlu menggunakan kekuasaan dan kekerasan. Sebab cara tersebut cenderung mengembangkan moralitas yang eksternal. Artinya, dengan cara tersebut, anak hanya akan berbuat baik karena takut hukuman orangtua atau guru. Anak sebaiknya jangan dibiarkan takut kepada orangtua atau guru, melainkan ditanamkan sikap hormat dan segan. Sebab jika hanya karena takut, anak cenderung berperilaku baik ketika ada orangtua atau gurunya.

3. Metode Ta’wid (Pembiasaan) Pembiasaaan perlu ditanamkan dalam membentuk/membina pribadi yang berakhlak. Sebagai contoh, sejak kecil anak dibiasakan membaca basmallah sebelum makan, makan dengan tangan kanan, bertutur kata baik, dan sifat-sifat terpuji lainnya. Jika hal itu dibiasakan sejak dini, kelak ia akan tumbuh menjadi pribadi yang berakhlak mulia ketika dewasa.

4. Metode Targhib/Reward (Pemberian Hadiah) Memberikan motivasi, baik berupa pujian atau hadiah tertentu, akan menjadi salah satu latihan positif dalam proses pembentukan/pembinaan akhlak. Cara ini akan sangat ampuh, terutama ketika anak masih kecil. Secara psikologis, seseorang memerlukan motivasi atau dorongan ketika hendak melakukan sesuatu. Motivasi itu pada awalnya mungkin masih bersifat material, akan tetapi kelak akan meningkat menjadi motivasi yang lebih bersifat spiritual.

5. Metode Tarhib/Punishment (Pemberian Ancaman/Hukuman) Dalam proses pembentukan/pembinaan akhlak, terkadang diperlukan ancaman agar anak tidak bersikap sembrono. Dengan demikian, anak akan enggan ketika mau atau berniat melanggar norma tertentu. Terlebih jika sanksi itu cukup berat. Pendidik atau orangtua terkadang juga perlu memaksa dalam hal kebaikan. Sebab terpaksa berbuat baik itu lebih baik, daripada berbuat maksiat dengan penuh kesadaran.

Jika penanaman nilai-nilai akhlak mulia telah dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari, kebiasaan tersebut akan menjadi sesuatu yang ringan. Dengan demikian, ajaran-ajaran akhlak mulia akan diamalkan dengan baik oleh umat Islam. Setidaknya perilaku tercela (akhlaq madzmumah) akan dapat diminimalkan dalam kehidupan. Inilah inti dari ajaran Islam yang diajarkan oleh Nabi, Jika penanaman nilai-nilai akhlak mulia telah dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari, kebiasaan tersebut akan menjadi sesuatu yang ringan. Dengan demikian, ajaran-ajaran akhlak mulia akan diamalkan dengan baik oleh umat Islam. Setidaknya perilaku tercela (akhlaq madzmumah) akan dapat diminimalkan dalam kehidupan. Inilah inti dari ajaran Islam yang diajarkan oleh Nabi,

6. Metode Pengetahuan Pengetahuan dapat membuat orang menjadi semakin baik. Semakin tinggi ilmu seseorang, mestinya semakin baik pula akhlaknya. Memang ada kenyataan lain yang bertentangan dengan teori ini. Bertambahnya pengetahuan seseorang, semestinya dapat menjadikan lebih dekat dengan Sang Pencipta, bukan sebaliknya,

justru semakin jauh dariNya. 38

7. Metode Imperatif (Perintah) Perintah dalam pendidikan akhlak Islam merupakan sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan sesorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan ajaran Islam, khususnya yang terkait dengan amal atau perbuatan melakukan perintah. Nilai-nilai perintah Islam tersebut mampu menjiwai dan mewarnai kepribadiannya. Model pendidikan akhlak dalam Al- Qur’an banyak digunakan melalui kalimat-kalimat perintah. Model ini mendidik manusia untuk melakukan suatu amalan yang ditetapkan agama.

8. Metode Larangan Model pendidikan dalam Al- Qur’an dengan cara melarang amat banyak digunakan melalui lafadz-lafadz larangan pendekatan

37 Amin, Ilmu Akhlak ,… hlm. 27-30. 38 Sehat Sultoni Dalimunthe, Menutur Agama dari Atas Mimbar, (Yogyakarta:

Deepublish, 2017), hlm. 72.

ini memberikan pendidikan dalam berbagai dimensi kehidupan seorang mukmin untuk menjadi hamba-Nya yang taat. Model larangan yang dimaknai di sini merupakan pembatas kebebasan dalam dunia pendidikan yang bisa diwujudkan dalam bentuk tataran kurikulum yang mendukung proses pendidikan atau pencarian ilmu yang tidak menyimpang dari nilai kebenaran.

9. Metode Kisah Kisah merupakan sarana yang mudah untuk mendidik manusia. Model ini sangat banyak dijumpai dalam Al- Qur’an, kisah yang diungkapkan dalam Al- Qur’an ini mengiringi berbagai aspek pendidikan yang dibutuhkan manusia untuk menghadapi berbagai rintangan melalui kisah dapat menggambarkan dengan jelas perbedaan antara kelompok atau pribadi yang baik dan yang buruk.

10. Metode Dialog dan Debat Pendidikan dan pembinaan dalam Al- Qur’an juga menggunakan model dialog dan debat dengan berbagai variasi yang indah. Pendidikan Al- Qur’an melalui model dialog dan debat akan memberi didikan yang membawa pengaruh pada perasaan yang amat dalam bagi diri seorang beriman. Betapa besarnya nikmat yang Allah SWT berikan yaitu agama dan ajaran-Nya, sehingga dari dialog-dialog yang terjadi akan melahirkan rasa 10. Metode Dialog dan Debat Pendidikan dan pembinaan dalam Al- Qur’an juga menggunakan model dialog dan debat dengan berbagai variasi yang indah. Pendidikan Al- Qur’an melalui model dialog dan debat akan memberi didikan yang membawa pengaruh pada perasaan yang amat dalam bagi diri seorang beriman. Betapa besarnya nikmat yang Allah SWT berikan yaitu agama dan ajaran-Nya, sehingga dari dialog-dialog yang terjadi akan melahirkan rasa

B. Pembahasan tentang Guru

1. Pengertian Guru

Salah satu unsur penting dari proses kependidikan adalah pendidik atau guru. Di pundak pendidik terletak tanggung jawab yang amat besar dalam upaya mengantarkan peserta didik ke arah tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Hal ini disebabkan pendidik merupakan culture transition yang bersifat dinamis kearah suatu perubahan secara kontinu, sebagai sarana vital untuk membangun

kebudayaan dan peradaban umat manusia. 40 Guru adalah pendidik professional yang mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pada jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Untuk itu guru

harus menyatu, menjiwai, dan menghayati tugas-tugas keguruannya. 41 Guru dalam bahasa Jawa adalah merujuk pada seorang yang harus

digugu dan ditiru oleh semua murid dan bahkan masyarakat. Harus digugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakini sebagai kebenaran oleh semua murid. Sedangkan ditiru artinya seorang guru harus menjadi suri tauladan (panutan) bagi semua muridnya. Secara tradisional guru adalah

39 Syafri, Pendidikan Karakter …, hlm. 137. 40 Al-Rosyidin, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm. 41. 41 Zainal Aqib, Profesionalisme Guru, (Surabaya: Insan Cendekia, 2002), hlm. 86.

seorang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan. 42

Guru adalah “spiritual father” atau bapak rohani bagi seorang murid. Ia adalah orang yang memberikan santapan rohani dengan ilmu, mendidik dengan akhlak anak didiknya untuk kebaikan kehidupannya dan memberikan contoh dalam kehidupan melalui tindakan yang terpuji, mewujudkan keseimbangan yang sempurna pada kepribadian dengan menggabungkan antara iman, akhlak, ilmu, dan amal.

Pendidik adalah orang yang memikul tanggung jawab untuk mendidik, yang memberikan anjuran-anjuran, norma-norma, dan berbagai macam pengetahuan dan kecakapan, pihak yang cukup

membantu menghumanisasikan anak. 43 Guru memberikan bimbingan di manapun mereka berada tanpa batas dalam ruang kelas atau

lingkungan sekolah saja. Guru memberikan bimbingan rohani dengan ilmu, mendidik aqidah dan akhlak, mengoreksi kesalahan lalu

memperbaikinya. 44

2. Peran, Tugas, dan Tanggung Jawab Seorang Guru

Menurut Pidarta seperti yang dikutip oleh Jamil dalam bukunya mengatakan bahwa peranan guru/pendidik antara lain sebagai manager pendidikan atau pengorganisasian kurikulum, sebagai fasilitator pendidikan, pelaksana pendidikan, pembimbing dan supervisor,

42 Al-Rosyidin, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm. 41. 43 Binti Maunah, Landasan Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 169.

44 Shabri Shaleh Anwar, Teologi Pendidikan: Upaya Mencerdaskan Otak dan Qolbu, (Tembilahan Riau: Indragiri TM, 2014), hlm. 150.

penegak disiplin, model perilaku yang akan ditiru siswa, sebagai konselor, menjadi penilai, petugas tata usaha tentang administrasi kelas yang diajarnya, menjadi komunikator dengan orangtua siswa dengan masyarakat, pengajar untuk meningkatkan profesi secara

berkelanjutan, menjadi anggota organisasi profesi pendidikan. 45 Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab

memberi pertolongan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT dan mampu sebagai makhluk sosial, serta sebagai makhluk individu

yang mandiri. 46 Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama

mereka diserahkan kepadanya, karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga terhadap pendidikan, sekolah berperan di antaranya sebagai berikut:

a. Sekolah membantu orangtua mengajarkan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik.

b. Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.

c. Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain yang sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.

45 Suprihatiningrum, Guru Profesional…, hlm. 26. 46 Munardji, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Ilmu, 2004), hlm. 61.

d. Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membedakan benar dan salah, dan sebagainya. Adapun untuk mendapatkan ilmu pengetahuan memerlukan

bantuan guru atau arahan orang lain yang dapat menjelaskan suatu ilmu. 47 Guru merupakan sesosok peran aktif di dalam sekolah, karena

guru yang melakukan kegiatan pembelajaran dan bimbingan setelah pendidikan yang dilakukan di dalam keluarga. 48

Mengenai tugas pendidik yang utama menurut Al-Ghazali seperti yang dikutip oleh Bukhari Umar adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membimbing hati manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. Hal tersebut karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya, oleh karena itu fungsi dan tugas pendidik dalam

pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu: 49

a. Sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.

47 Muhammad Thalib, 20 Kerangka Pokok Pendidikan Islam , (Yogyakarta: Ma’alimul Usroh, 2001), hlm 19.

48 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2008), hlm. 34. 49 Ibid, hlm. 87.

b. Sebagai pendidik (educator) yang mengarahkan anak didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil seiring

dengan tujuan Allah SWT menciptakannya. 50

c. Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin, mengendalikan diri sendiri, peserta didik, dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas

program pendidikan yang dilakukan. 51 Mengenai tugas guru dalam pendidikan akhlak, ahli-ahli

pendidikan Islam juga ahli pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas guru ialah mendidik. Dalam literature yang ditulis oleh para ahli pendidikan Islam, tugas guru memiliki peran yang strategis dalam rangka meningkatkan kemampuan (kognisi, afeksi, dan motorik) anak didik. Selain itu juga guru berupaya mengarahkan anak didik untuk menuju manusia paripurna. Di antara tugas guru antara lain:

1. Guru harus mengetahui karakter seorang murid.

2. Guru harus selalu berusaha menginkatkan keahliannya.

3. Guru harus mampu mengantarkan anak didik kearah pembentukan moral/akhlak mulia. 52

Ayat yang mengenai nasihat untuk mendidik anak dengan cara-cara yang baik dan sabar agar mereka mengenal dan mencintai Allah, yang menciptakannya dan seluruh alam semesta, mengenal dan mencintai

50 Munardji, Ilmu Pendidikan …, hlm. 63-64. 51 Umar, Ilmu Pendidikan…, hlm. 89. 52 UPI, Ilmu dan Aplikasi …, hlm. 37.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yang pada diri beliau terdapat suri tauladan yang mulia, serta agar mereka mengenal dan memahami Islam untuk diamalkan. Ajarkanlah Tauhid, yaitu bagaimana mentauhidkan Allah, dan jauhkan serta laranglah anak dari berbuat syirik. Sebagaimanan nasihat Luqman kepada anaknya yaitu:

Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau

mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar- 53 benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman ayat 13).

3. Standart Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru

Berdasarkan Undang-undang tentang Pendidikan dan tenaga kependidikan pasal 42 ayat 1 menerangkan bahwa pendidikan harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki

kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 54

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Bab I tentang Ketentuan Umum, Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

53 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm. 545.

54 Anwar Arifin (Wakil Ketua Komisi VI DPR-RI), Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-undang Sisdiknas , (Jakarta: Departemen Agama RI

Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), hlm. 52-53.

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

dan menjadi warga Negara yang demokratis. 55 Kualifikasi akademik guru pada satuan pendidikan jalur formal

guru Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau Sarjana (S-1) dalam bidang pendidikan SD/MI atau psikologi yang

diperoleh dari program studi yang terakreditasi. 56 Guru harus memiliki berbagai memiliki berbagai kualifikasi yang

menunjang agar dapat menjalankan proses kegiatan belajar mengajar. Beberapa kualifikasi tersebut, antara lain sebagai berikut.

1. Mempunyai spiritualitas yang baik yang berkaitan erat dengan hal- hal yang berasal atau bersumber dari Tuhan, dengan memiliki sisi spiritualitas yang baik guru dapat memahami norma-norma, baik dan buruk, konsep diri yang baik, dan konsep kemanusiaan yang baik.

2. Mempunyai kelengkapan pengetahuan teologis, keguruan, dan keterampilan mengajar. Guru yang tidak mempunyai pengetahuan tentang pendidikan, keguruan, dan seluk-beluknya, sama halnya dengan dokter yang tidak belajar ilmu kedokteran. Akibatnya, guru seperti ini hanya akan mengajar tanpa berlandaskan keilmuan. Bisa

55 Undang-Undang Republik Indonesia, Tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, (Jakarta: Transmedia Pustaka, 2008), hlm 5.

56 Suprihatiningrum, Guru Profesiona l…, hlm. 95-96.

dikatakan guru melakukan malpraktik dan merugikan siswa- siswinya.

3. Terus-menerus belajar untuk meningkatkan diri, termasuk kemampuan memahami bidang studi yang ia ajarkan, masalah manusia, dan kemanusiaannya. Artinya, guru tidak hanya belajar sebelum dia mengajar, tetapi juga ketika mengajar. Konsep long life education (belajar sepanjang hayat) haruslah diterapkan bagi seorang guru.

4. Terus menerus meningkatkan kemampuan agar semakin mampu mengelola proses belajar-mengajar serta memberikan layanan yang

terbaik untuk orang lain atau kepada peserta didik dan lain-lain. 57 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi berarti

kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru antara lain.

1. Kompetensi Pedagogik, merupakan kemampuan yang berkaitan dengan pemahaman siswa dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara subtansi, kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap siswa, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan

57 Fatiharifah dan Nisa Yustisia, 71 Rahasia Sukses Menjadi Guru, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 26-27.

pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

2. Kompetensi Kepribadian, merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantab, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi siswa, dan berakhlak mulia.

3. Kompetensi Sosial, merupakan kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul dengan siswa, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar. Guru merupakan makhluk sosial yang kehidupan kesehariannya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bersosial, baik di sekolah ataupun di masyarakat, maka dari itu guru dituntut untuk memiliki kompetensi sosialyang memadai.

4. Kompetensi Profesional, merupakan penggambaran tentang kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang yang mengampu jabatan sebagai seorang guru, artinya kemampuan yang ditampilkan itu merupakan ciri keprofesionalannya. Kompetensi professional merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan

keilmuan sebagai guru. 58

58 Suprihatiningrum, Guru Profesional…, hlm. 101-115.

4. Macam-macam Pendidik

Pendidik terbagi menjadi dua, yaitu pendidik kodrat dan pendidik jabatan. 59 Pendidik kodrat adalah orang yang paling bertanggung

jawab terhadap perkembangan anak didik yaitu orangtua (ayah dan ibu) anak didik. 60 Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah

orangtua. Hal ini disebabkan karena secara alami anak-anak pada masa-masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ayah dan ibunya, dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya, dasar pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup banyak

tertanam sejak anak berada di tengah orangtuanya. 61 Dari perspektif Islam, anak adalah karunia sekaligus amanah Allah

yang diberikan kepada orang tua. Anak perlu diberikan makanan batin semenjak dini, niscaya ia akan tumbuh dengan memiliki pribadi yang kuat. Dengan pendidikan akan melahirkan generasi yang memiliki

sumber daya yang kuat, handal, dan memiliki wawasan yang luas. 62 Anak merupakan anugerah dari Allah SWT, Tuhan yang

Mahakuasa, di mana kehadirannya merupakan tanggung jawab setiap orangtua untuk mendidik dengan baik, untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, salah satu caranya adalah dengan menciptakan anak- anak atau generasi muda sebagai aktor dan pionir masa depan. Cerdas

59 Bukhori Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 83. 60 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 74.

61 Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 84.

62 UPI, Ilmu dan Aplikasi…, hlm. 30.

dan pintar saja tentunya tidak cukup, tetapi juga diperlukan juga sifat yang pantang menyerah, sehat jasmani dan rohani, tanggung jawab, memiliki harapan dan motivasi tinggi, peka terhadap lingkungan

sekitarnya, dan berkepribadian baik atau berakhlakul karimah. 63 Pendidik jabatan yaitu orang lain (tidak termasuk anggota

keluarga) yang karena keahliannya ditugaskan mendidik guna melanjutkan pendidikan yang telah dilaksanakan oleh orangtua dalam keluarga. Pada hakikatnya, pendidik jabatan membantu orangtua dalam mendidik anak karena orangtua memiliki berbagai keterbatasan. Berbeda dari pendidik kodrat, pendidik jabatan dituntut memiliki

berbagai kompetensi sesuai dengan tugasnya. 64

C. Pembahasan tentang Akhlak

1. Pengertian Akhlakul Karimah

Secara etimologi akhlak adalah kata jamak dari kata tunggal khuluq . Kata Khuluq adalah lawan dari kata khalq. Khuluq merupakan bentuk batin sedangkan khalq merupakan bentuk lahir. Khalaq dilihat dengan mata lahir (bashar) sedangkan khuluq dilihat dengan mata batin (bashirah). Keduanya dari akar kata yang sama yaitu khalaqa. Keduanya berarti penciptaan, karena memang keduanya telah tercipta melalui proses. Khuluq atau akhlaq adalah sesuatu yang telah tercipta

atau terbentuk melalui sebuah proses. 65

63 Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat, dan Pendidikan), (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 211.

64 Umar, Ilmu Pendidikan …, hlm. 85-86. 65 Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, (Semarang: Rasail, 2009), hlm. 31.

Khuluqun menurut logat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Rumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara Khaliq dan

makhluk serta antara makhluk dan makhluk. 66 Budi pekerti pada dasarnya tidak berbeda dengan akhlak, akhlak

adalah kata yang berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki kedekatan dengan istilah tata krama. Inti ajaran tata krama ini sama dengan inti ajaran budi pekerti. Adapun yang digunakan oleh kurikulum Nasional sejak tahun 2004 untuk pendidikan nilai adalah pendidikan budi pekerti. Artinya, nama yang digunakan bukan pendidikan akhlak, bukan pendidikan tata krama, dan bukan

pendidikan etika. 67 Akhlak ialah hal ihwal yang melekat pada jiwa (sanubari). Dari situ

timbul perbuatan-perbuatan secara mudah tanpa dipikir dan diteliti lebih dahulu (spontanitas). Apabila hal ihwal atau tingkah laku itu menimbulkan perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut pikiran dan syariah, maka tingkah laku itu disebut akhlak yang baik (akhlakul karimah). Akhlakul karimah ialah akhlak terpuji, yaitu perbuatan terpuji dan mulia yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi

kebiasaan atas dasar kesadaran jiwa, bukan kerena keterpaksaan. 68

66 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 9-10.

67 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm. 32- 33.

68 Raras Huraerah, RIPAIL (Rangkuman Ilmu Pelajaran Agama Islam Lengkap), (Jakarta: Jal Publishing, 2011), hlm. 44.

Adapun pengertian akhlak secara terminologi, menurut para ulama seperti yang dikutip oleh Samsul menyatakan sebagai berikut.

1. Imam Al-Ghazali (1055-1111 M), akhlak adalah hay’at atau sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya lahir perbuatan- perbuatan yang spontan tanpa memerlukan pertimbangn dan pemikiran. Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, ia dinamakan akhlak yang baik, tetapi jika ia menimbulkan tindakan yang jahat, maka ia dinamakan akhlak yang buruk.

2. Ibnu Maskawaih (941-1030 M), akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan- perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya, ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus-menerus, maka jadilah suatu bakat dan akhlak.

3. Muhyiddin Ibnu Arabi (1165-1240 M), akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorong manusia untuk berbuat tanpa melalui pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan tersebut pada seseorag boleh jadi merupakan tabiat atau bawaan, dan boleh jadi juga merupakan kebiasaan melalui latihan dan perjuangan.

4. Syekh Makarim Asy-Syirazi, akhlak adalah sekumpulan keutamaan maknawi dan tabiat batin manusia.

5. Al Faidh Al-Kasyani (w. 1091 H), akhlak adalah ungkapan untuk menunjukkan kondisi yang mandiri dalam jiwa, darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa didahului perenungan dan pemikiran.

6. Dr. Ahmad Muhammad Al Hufi, akhlak adalah adat yang dengan sengaja dikehendaki keberadaannya. Dengan kata lain, akhlak adalah azimah (kemauan yang kuat) tentang sesuatu yang dilakukan berulang-ulang, sehingga menjadi adat (kebiasaan) yang mengarah kepada kebaikan atau keburukan.

7. Dr. Ahmad Amin, akhlak adalah kebiasaan kehendak. Artinya, apabila kehendak itu membiasakan sesuatu, kebiasaannya itu disebut sebagai akhlak.

8. Al-Qurthuubi, suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanannya disebut akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian dari kejadiannya.

9. Abu bakar Jabir Al-Jazairi, akhlak adalah benyuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan baik

dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja. 69 Adapun menurut penulis akhlah adalah segala perbuatan manusia

yang ada dalam jiwa manusia tentang baik atau buruk yang dilakukan

69 Amin, Ilmu Akhlak ,… hlm. 3-5.

secara berulang-ulang dan tanpa sadar perbuatan itu telah menjadi kebiasaan dan dilakukan secara terus-menerus tanpa dipikir dan dipertimbangkan lagi untung dan ruginya.

Akhlak merupakan fungsionalisasi agama, artinya keberagaman menjadi tidak dibuktikan dengan akhlak. Akhlak merupakan perilaku sehari-hari yang dicerminkan dalam ucapan, sikap, dan perbuatan. Berakhlak berarti hidup untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam, artinya hidup berguna bukan hanya untuk umat Islam, tetapi untuk

keseluruhan umat manusia dan alam sekitarnya. 70

2. Macam-macam Akhlakul Karimah

Islam telah memberi pesan jelas, tegas, dan singkat bahwa untuk mencapai kebahagiaan baik yang bersifat pribadi, kelompok, maupun

umat, satu kata yang diperlukan yaitu akhlakul karimah. 71 Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam sehingga setiap

aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut al-akhhlaq al-karimah. Hal ini tercantum antara lain dalam sabda Rasulullah SAW, yang

artinya sebagai berikut. 72

“Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang Mulia.”

(HR Ahmad, Baihaqi, dan Maliki).

70 UPI, Ilmu dan Aplikasi…, hlm. 29. 71 A. Fatih Syuhud, Pribadi Akhlakul Karimah, (Malang: Al Khoirot, 2010), hlm. 66. 72 Mujieb dkk, Ensiklopedia Tasawuf…, hlm. 38.

Dengan demikian, akhlakul karimah menjadi tema sentral Islam dalam rangka menuju hidup bahagia. Secara garis besar, akhlakul karimah terdiri dari.

1. Akhlak pada Allah atau hablun min Allah, yaitu: suatu poin penting yang membedakan antara konsep yang ditawarkan Islam dengan teori buatan manusia. Konsep hablun min Allah ini dapat digambarkan bahwa seorang muslim sejak ia lahir sudah menjalani semacam “kontrak sosial” dengan Allah untuk percaya kepada keEsaan-Nya. Di mana sebagai konsekuensinya, seorang muslim akan menjalankan semua perintah dan menjauhi laranganNya

dengan penuh totalitas dan tanpa memesannya. 73 Tuhan merupakan satu-satunya yang wajib disembah,

dimohon petunjuk, dan pertolongan. Manusia secara fitrah ingin mengabdi kepada kekuatan yang lebih besar, yaitu Allah yang Maha Besar. Manusia sebagai hamba Allah harus mengabdikan diri kepada Allah. Pengabdian ini berupa kewajiban-kewajiban manusia untuk mengikuti perintah dan menjauhi segala larangan-

Nya. 74

2. Akhlak terhadap sesama manusia atau hablun minannas yaitu: suatu hal yang tak terelakkan, bahkan pada dasarnya hubungan antara sesama umat manusia ini baik antara sesama muslim maupun dengan nonmuslim, menjadi topic utama ajaran Islam.

73 Syuhud, Pribadi Akhlakul …,hlm. 66. 74 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al- Ma’arif,

1989), hlm. 140.

Tidak hanya itu standart kesholihan seorang muslim sering diidentikkan dengan satu hal, bahwa kadar keimanan seseorang kepada Allah tergantung seberapa baik relasinya dengan sesama manusia dan seberapa besar manfaatnya kepada manusia lain.

3. Akhlak pada diri sendiri, yaitu: proses seorang muslim untuk menyucikan diri mereformasi akhlak, dengan meroformasi akhlak pribadi bertindak dan berpikir diharapkan segala perilaku keislaman seseorang menjadi semakin tinggi nilainya karena

didasarkan pada motivasi yang benar dan tulus. 75

3. Akhlakul Karimah dan Akhlak Madzmumah

Akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang berakibat timbulnya berbagai perbuatan secara spontan tanpa disertai pertimbangan. Dikarenakan akhlak berasal dari dalam diri seseorang secara spontan maka aktualisasinya adalah timbulnya akhlak mulia dan

akhlak buruk. 76 Banyak amalan yang dilakukan orang beriman dalam rangka

bermunajat kepada Allah. Ia sholat wajib lima waktu, kurang puas dengan amalan wajib maka shalat sunahpun diamalkan. Mendekatkan hatinya dengan membaca Al-Quran secara tartil sembari merenungi artinya, atau hanya sekedar membaca tanpa merenungkannya.

Guna mengurangi rasa bakhilnya sekaligus meringankan beban si miskin maka seorang mukmin bersedekah dengan hartanya.

75 Syuhud, Pribadi Akhlakul …,hlm. 66-67. 76 Dedi Wahyudi, Pengantar Aqidah Akhlak dan Pembelajarannya, (Yogyakarta: Lintang

Rasi Aksara Books, 2017), hlm. 2-3.

Menjalankan puasa berharap mendapatkan pahala yang melimpah sekaligus mendidik jiwanya agar tidak serakah. Namun perlu kiranya diketahui bahwa salah satu amal manusia yang paling mulia di hadapan Allah dan paling berat timbangannya di sisi-Nya adalah

kebaikan akhlak (akhlakul karimah). 77 Akhlak mulia atau dalam Islam disebut al-akhlaaq al-kariimah

terlihat pada berbagai perbuatan yang benar, terpuji, serta mendatangkan manfaat bagi dirinya dan lingkungannya. Sedangkan akhlak tercela atau dalam Islma disebut al-akhlaaq al-madz-muumah yang terlahir Karena dorongan nafsu tercermin dari berbagai perbuatan

buruk, rusak, dan merugikan dirinya sendiri maupun lingkungannya. 78 Adapun yang termasuk akhlakul karimah atau akhlak terpuji antara

lain:

1. Asy Syajaa’ah (berani), yaitu: keteguhan hati dalam membela dan mempertahankan kebenaran.

2. Al Karam (pemurah), yaitu: membelanjakan harta benda untuk keperluan yang membawa kemanfaatan besar, atau besar kepentingannya, atau memberikan harta untuk kebaikan da kebaktian.

3. Al ‘Adl (adil), yaitu: memberikan hak kepada yang berhak, tanpa membeda-bedakan antara orang-orang yang berhak itu.

77 Wahid Ahmadi, Risalah Akhlak, Panduan Perilaku Muslim Modern, (Solo: Era Intermedia, 2004), hlm. 26-27.

78 Wahyudi, Pengantar Aqidah …, hlm. 2-3.

4. Al’Iffah (menjaga kehormatan), yaitu: memelihara diri dari segala perbuatan atau tingkah laku yang tidak boleh dikerjakan, baik melalui tangan, lisan atau dengan syahwatnya.

5. Ash Shidqu (jujur atau benar), yaitu: mengatakan yang benar dan terang atau memberi kabar sesuai dengan kenyataan yang diketahui sendiri dan tidak diketahui oleh orang lain.

6. Al Amaanah (dapat dipercaya), kata ini mempunyai dua pengertian, dalam pengertian secara khusus, amaanah artinya mengembalikan barang

menitipkan atau mempercayakannya. Dalam pengertian umum, amaanah artinya menyembunyikan rahasia, ikhlas dalam memberikan nasihat kepada yang memintanya, menyampaikan sesuatu secara utuh sesuai dengan apa yang ditugaskan untuk disampaikan.

titipan kepada

orang

yang

7. Ash Shabru (sabar), yaitu: menahan diri dari segala gangguan dan tahan menderita terhadap apa yang tidak disukai dengan tanpa menunjukkan reaksi.

8. Al Hilmu (lapang hati), yaitu: melemahnya kekuatan marah dan tunduknua kepada akal. Sifat ilmu itu dapat dimiliki dengan memaksa didi untuk berlapang hati maupun menahan marah.

9. Al ‘Afwu (pemaaf), yaitu: memberi maaf atau ampunan terhadap orang yang bersalah tanpa diikuti rasa benci atau sakit hati, serta tidak ada keinginan untuk membalas kesalahannya.

10. Ar-Rahmah (kasih sayang), yaitu: sikap bertoleransi yang didasari kelembutan hati tanpa memandang keberadaannya.

11. Litsaarus Salaam (menutamakan kedamaian), yaitu: usaha menutup pertentangan dan perselisihan menuju kesepakatan dan ketentraman.

12. Az Zuhd (zuhud), yaitu: tidak terlalu bergembira akan sesuatu yang dikuasai dan tidak berputus asa terhadap sesuatu yang terlepas.

13. Al Hayaa’ (malu), yaitu: perasaan tidak enak terhadap sesuatu yang dapat menimbulkan cela atau aib, baik berupa perbuatan maupun perkataan, sekalipun menurut syariat hukumnya mubah, dan tidak dipersoalkan orang.

14. At Tawaadhu’ (rendah hati atau tawadhu’), yaitu: memelihara pergaulan dan hubungan dengan sesama manusia tnapa mengurangi rasa hormat kepada orang lain dengan merendahkan hati mereka, sebaliknya tidak menjatuhkan dirinya sendiri karena kebesaran orang lain.

15. Al Wafaa’ (kesetiaan), yaitu: menunaikan apa saja yang menjadi kewajiban, atau memelihara kewajiban itu secara utuh, baik berupa perjanjian tertulis atau yang tidak tertulis, karena diharuskan oleh fitrah manusia dan petunjuk akal serta perasaan kesetiaan kepada orang yang berbuat baik.

16. Asy Syuuraa (musyawarah), yaitu: menerima saran-saran dan pendapat orang lain sebagai landasan untuk menjalankan suatu kebijaksanaan, dan bukan hanya berdasarkan pada pendapat sendiri.

17. Thiibul ‘Isyrah (pergaulan yang baik), yaitu: kemesraan dalam menjalin hubungan berkawan dengan menjaga hak-haknya.

18. Hubbul Amal (cinta kerja), yaitu: Giat untuk membangun dan menutuo segala kemalasan yang berujung pada keterbelakangan.

19. Ta’awun (tolong menolong), yaitu: menjalin hubungan persaudaraan dengan penuh solidaritas dalam hal kebajikan.

20. As Sakhaat (pemurah), yaitu: memberikan harta sebagai tambahan dari yang wajib, tanpa disertai ikatan dan tujuan kepada diberi.

21. Al Muruu’ah (berbudi tinggi), yaitu: sifat kesatria dalam membela yang benar, tidak mudah putus asa sebelum mencapai tujuan yang dikehendaki dengan tetap memperhitungkan peraturan yang

berlaku. 79 Selain akhlakul karimah atau akhlak-akhlak mulia, ada pula akhlak

madzmumah atau dzamimah atau akhlak-akhlak tercela. jika akhlak yang mulia dan terpuji sangat dianjurkan agama bahkan menjadi tujuan utama diturunkannya agama itu, maka sebaliknya, akhlak yang tercela

sangat dibenci Allah dan Rasulullah. 80 Berikut beberapa akhlak yang tercela, agar kita bisa menjauhkan diri

darinya:

1. Anaaniyah (egoistis), yaitu: suka mementingkan diri sendiri tanpa memperhatikan kepentingan orang lain.

79 Raras Huraerah, RIPAIL (Rangkuman Ilmu Pelajaran Agama Islam Lengkap), (Jakarta: Jal Publishing, 2011), hlm. 44-48.

80 Ahmadi, Risalah Akhlak…, hlm. 185.

2. Al Baghyu (lacur), yaitu: sifat jahat yang berhubungan dengan seksual dan dicapai melalui jalan yang tidak seharusnya.

3. Al Kidzbu (dusta), yaitu: sifat tercela yang didasarkan pada ketiadaan sifat amanah dan kejujuran. Dusta berarti tidak dapat dipercayai dalam hal tindakan dan ucapan.

4. Al Khiyaanah (khianat), yaitu: tidak dapat dipercaya karena kelicikan dan berbelit. Dalam bersumpah khianat berarti melakukan sumpah palsu atau memberi keterangan yang dusta.

5. At Fawaahisy (perbuatan keji), yaitu: semua perbuatan tercela yang bertentangan dengan syariat. Misalnya penyimpangan seksual, sihir, judi, mabuk-mabukan, dan lain sebagainya.

6. At Ghadhab (pemarah), yaitu: sifat mengumbar nafsu (emosi) secara berlebihan tanpa memperhitungkan realitas persoalan yang dihadapi.

7. Al Ghasysyu (menipu timbangan), yaitu: memberikan timbangan kepada oranglain secara tidak jujur. Sifat jahat ini berlaku pada jual beli yang menggunakan timbangan.

8. Al Ghifibah (menggunjing), yaitu: membicarakan keburukan orang lain, sekalipun yang dibicarakan itu sesuai dengan kenyataan. Kalau yang dibicarakan itu tidak sesuai dengan kenyataan maka disebut dengan dusta.

9. Al Ghinaa (merasa kaya), yaitu: perasaan diri yang menyatakan bahwa dirinya sudah kaya, cukup, sehingga tidak membutuhkan orang lain.

10. Al Ghuruur (memperdaya), yaitu: mengelabui orang lain terhadap apa yang dikerjakan sehingga dia terkecoh.

11. Al Hayaatud Dunya (kehidupan duniawi), yaitu: terlalu mencintai kehidupan di alam yang fana dengan segala jenisnya, hingga melupakan ibadah.

12. Azh Zhulmu (Aniaya atau Zalim), zalim lawan kata dari adil, yaitu: meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Zalim terbagi menjadi tiga yaitu zalim kepada diri sendiri, zalim kepada orang lain, dan zalim

kepada Tuhannya. 81

13. Al Hasad (dengki), yaitu: harapan seseorang agar suatu nikmat hilang dari orang lain. Hasad ada dua tingkatan, tingkatan pertama adalah setelah nikmat itu hilang dari orang lain, ia berharap pindah kepadanya. Sedangkan tingkatan kedua, lebih jahat yaitu nikmat itu hilang dari orang lain meskipun juga tidak pindah ke tangannya.

14. Ujub, yaitu: perasaan bangga terhadap diri sendiri. Ujub menyebabkan seseorang bisa terjerumus dalam kesombongan dan terperdaya. Ujub adalah perbuatan yang dibenci Allah, karena ujub berarti tidak mengakui bahwa nikmat datangnya dari Allah SWT. Ujub bisa terjadi dalam beberapa hal yaitu ujub dalam hal ilmu, ujub dalam hal harta, ujub dalam hal kedudukan, dan ujub dalam hal ibadah.

81 Huraerah, RIPAIL (Rangkuman Ilmu …), hlm. 49-50.

15. Malas dan lemah, kemalasan dan kelemahan adalah penyakit kepribadian manusia yang jika berjangkit akan membuat seseorang tidak bisa mencapai kemajuan dalam hidupnya. Jika penyakit ini juga menimpa suatu bangsa atau masyarakat maka masyarakat itupun akan terus terkungkung dalam keterbelakangannya.