PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN P

PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN MENGAJAR
TERHADAP KEMAMPUAN MENGAJAR GURU PADA MATA PELAJARAN
AKUNTANSI TINGKAT SMA/SMK DI WILAYAH KABUPATEN MOJOKERTO
BAB 1
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG

Peran Guru dalam proses kemajuan pendidikan sangatlah penting. Guru merupakan
salah satu faktor utama bagi terciptanya generasi penerus bangsa yang berkualitas, tidak
hanya dari sisi intelektulitas saja melainkan juga dari tata cara berperilaku dalam masyarakat.
Oleh karena itu tugas yang diemban guru tidaklah mudah. Guru yang baik harus mengerti dan
paham tentang hakekat sejati seorang guru.
Pengetian guru menurut Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 yaitu Guru adalah
pendidik profesional yang memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia
dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Guru tidak pernahlepas
dari yang namanya pendidikan, entah itu pendidikan formal, informal, maupun non-formal.
Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang dimaksud dengan
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan adanya
pendidikan diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu
menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Peningkatan
kualitas pendidikan akan berkaitan erat dengan peningkatan kompetensi profesional guru,
dengan harapan semakin profesional seorang guru maka mutu pendidikan akan meningkat.
Guru dituntut secara profesional untuk terus mengembangkan diri agar dapat mengikuti
perkembangan yang cepat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru yang
profesional adalah mereka yang secara konsisten memiliki kompetensi yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugasnya. Tugas seorang guru adalah sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai
pengajar guru bertugas untuk menuangkan sejumlah bahan pelajaran kepada anak didik
mereka, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas untuk membimbing dan membina anak
didik agar menjadi manusia yang cakap, aktif, kreatif dan mandiri. Oleh karena itu tugas
berat dari seorang guru pada dasarnya hanya dapat dilakukan oleh guru yang memiliki
kompetensi profesional tinggi.
Kompetensi profesional merupakan salah satu kompetensi yang menjadi landasan
seorang guru dalam menjalankan profesi mengajarnya, karena mengajar memerlukan sebuah
kemampuan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran,
serta pemahaman akan landasan-landasan kependidikan. Seperti halnya guru mampu

melaksanakan pembelajaran apabila mampu merencanakan, begitu juga guru dapat
mengevaluasi apabila mampu menggunakan teknik evaluasi yang tepat. Hal tersebut dapat
menjadi gambaran bahwa tinggi rendahnya kompetensi profesional sangat berpengaruh
terhadap kinerja guru dalam melaksanakan tugas mengajarnya.
Kewajiban bagi guru untuk memiliki kompetensi profesional sebenarnya sudah jelas,
mengingat hal ini sudah ada dalam Undang-undang Guru dan Dosen No.14 Tahun 2005 yaitu

bahwa setiap guru wajib memiliki kompetensi dan salah satunya adalah kompetensi
profesional. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kompetensi
profesional guru memang sudah dilaksanakan, seperti adanya penataran, pendidikan lanjutan
melalui program beasiswa, dan uji sertifikasi guru. Akan tetapi beberapa upaya tersebut
belum menjadikan jaminan terhadap peningkatan kompetensi profesional guru secara
signifikan. Beberapa upaya tersebut perlu kiranya didukung oleh kesadaran dari diri guru itu
sendiri untuk senantiasa berusaha meningkatkan kompetensi profesionalnya secara
berkelanjutan.
Setiap guru sebenarnya mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kompetensinya,
karena kompetensi profesional tersebut dipengaruhi oleh faktor dari pribadi individu masingmasing guru. Salah satunya adalah memiliki kualifikasi akademis. Hal itu sejalan dengan
yang diungkapkan oleh Martinis (2006: 2), guru profesional di samping mereka berkualifikasi
akademis juga dituntut memiliki kompetensi, artinya memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai dalam melaksanakan tugas

keprofesionalannya.
Selain latar belakang pendidikan faktor pengalaman mengajar merupakan pengetahuan
yang dibentuk oleh interaksi antara faktor-faktor persekitaran kerja. Tempoh dan kekerapan
melalui tugas pengajaran sama ada berjaya atau sebaliknya, sedikit demi sedikit membina
pengetahuan dan kemahiran profesion yang diperlukan. Guru-guru berpengalaman banyak
bergantung kepada ingatan dan tafsiran terhadap pengalaman pengajaran terdahulu yang
berkaitan (Gist & Mitchell1992).
Berdasarkan data tersebut jelas bahwa ternyata masih banyak guru yang belum
mempunyai kualifikasi pendidikan minimal. Kenyataan inilah yang akan berpengaruh
terhadap kompetensi profesional. Seorang guru yang mempunyai pendidikan tinggi, tentunya
akan mudah menguasai banyak pengetahuan dalam mengajar. Karena semakin tinggi
pendidikan yang di tempuh maka akan semakin banyak ilmu yang akan di dapat. Oleh karena
itu dengan ilmu tersebut guru akan mudah menerapkannya dalam proses pembelajaran.
Selain itu seorang guru juga harus mengajar sesuai dengan latar belakang bidang
studinya masing-masing agar tujuan dari bidang studi yang diampu dapat tercapai dengan
baik terhadap peserta didik. Akan tetapi dalam kenyataannya masih banyak guru yang
mengajar suatu mata pelajaran yang tidak sesuai dengan latar belakang bidangnya (mismatch)
seperti yang dikemukakan oleh Mugin Eddy Wibowo yaitu sebagai berikut:
Tabel 1. Guru mismatch pada jenjang pendidikan SMP, SMA,SMK
No.

1.
2.
3.
Total

Jenjang Pendidikan
SMP
SMA
SMK

Jumlah Guru
31.821
17.663
10.543
873.650

(Kompas, 19 Juli 2011)
Guru mismatch ini jelas tidak mempunyai kompetensi untuk mengajar mata
pelajaran yang bukan bidang keahliannya. Banyaknya guru mismatch tersebut akan
berdampak guru tidak menguasi materi secara optimal, karena materi tersebut tidak sesuai

dengan bidang keahliannya yang pada akhirnya guru kurang mampu mengembangkan materi
dengan baik. Guru mismatch akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan materi secara
mendalam, karena pada dasarnya guru tidak menguasi materi. Pada akhirnya kompetensi

lulusan pun tidak dapat diwujudkan karena yang mengajar juga tidak mumpunyai
kompetensi.
Pengalaman mengajar sebagai bagian dari pengalaman kerja yang harus dimiliki
oleh seorang guru untuk dapat mengatasi permasalahan dalam tugasnya, karena harus
disadari bahwa untuk menjadi guru yang profesional bukanlah hal yang mudah sebab hal
tersebut menuntut banyak tanggung jawab. Dengan adanya pengalaman mengajar diharapkan
mampu terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, sebab guru senantiasa
dituntut untuk menyesuaikan ilmu dan ketrampilannya dengan ilmu dan teknologi yang
sedang berkembang.
Pengalaman mengajar yang dimiliki oleh seorang guru tidak hanya berupa kegiatan
pembelajaran di kelas saja tetapi juga kegiatan-kegiatan di luar proses belajar mengajar, yaitu
penataran-penataran, seminar/lokakarya dan pelatihan-pelatihan, serta karya tulis yang pernah
diikutinya. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut guru dapat memperoleh pengetahuan baru,
misalnya tentang pengembangan kurikulum, penggunaan metode dan media pembelajaran
serta evaluasi hasil belajar.
Semakin banyak pengalaman bermanfaat yang dimiliki seorang guru maka akan

berpengaruh terhadap kompetensi profesional guru tersebut. Guru yang kaya akan
pengalaman mengajar seharusnya lebih tanggap dalam menghadapi masalah yang
berhubungan dengan proses belajar mengajar, karena pengalaman-pengalaman bermanfaat
yang dimilikinya dapat dijadikan sebagai bahan acuan selama ia menjalankan tugasnya
sebagai guru. Akan tetapi dalam kenyataannya masih banyak guru yang kurang bersemangat
dalam mengikuti penataran/pelatihan. Hal ini dikarenakan kurang sadarnya akan pentingnya
penataran/pelatihan bagi pengembangan profesi sebagai seorang guru. Bahkan masih juga
ada guru yang jarang bahkan tidak pernah mengikuti kegiatan MGMP.
Selain latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru, etos kerja seorang
guru juga berpengaruh terhadap kompetensi profesional guru. Etos kerja guru mempengaruhi
tingkat kompetensi yang dimiliki. Etos kerja seorang guru ini meliputi: memiliki visi dan misi
jauh kedepan, rasa senang dan bangga terhadap pekerjaan, memiliki visi dan misi jauh
kedepan, disiplin, tanggung jawab, konsisten, konsekuen, inovatif dan kerja keras. Seorang
guru yang memiliki etos kerja tinggi akan memiliki semangat dan tanggung jawab besar
terhadap pekerjaanya. Semangat dan tanggung jawab ini hanya dimiliki oleh seorang guru
yang berkompeten di bidangnya.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan batasan masalah diatas maka masalah yang iteliti dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut.

1. Seberapa besar pengaruh latar belakang pendidikan terhadap kemampuan mengajar
guru pada mata pelajaran akuntansi di SMA/SMK Wilayah Kabupaten Mojokerto?
2. Seberapa besar pengaruh pengalaman mengajar terhadap kemampuan mengajar guru
pada mata pelajaran akuntansi di SMA/SMK Wilayah Kabupaten Mojokerto?
3. Bagaimana pengaruh latar belakang pendidikan dan kemampuan mengajar secara
bersama-sama terhadap kemampuan mengajar guru pada mata pelajaran akuntansi di
SMA/SMK Wilayah Kabupaten Mojokerto?

C. TUJUAN PENELITIAN
Mengacu pada masalah diatas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut
1. Untuk mengetahui pengaruh latar belakang pendidikan terhadap kemampuan
mengajar guru pada mata pelajaran akuntansi di SMA/SMK Wilayah Kabupaten
Mojokerto?
2. Untuk mengetahui pengaruh pengalaman mengajar terhadap kemampuan mengajar
guru pada mata pelajaran akuntansi di SMA/SMK Wilayah Kabupaten Mojokerto?
3. Untuk mengetahui latar belakang pendidikan dan kemampuan mengajar secara
bersama-sama terhadap kemampuan mengajar guru pada mata pelajaran akuntansi di
SMA/SMK Wilayah Kabupaten Mojokerto?
D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat untuk peneliti sendiri

maupun bagi guru.
1. Manfaan bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan
teori-teori atau konsep-konsep khususnya terkait dengan kompetensi profesional guru.
2. Manfaat bagi guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi nyata untuk guru mata
pelajaran Akuntansi khususnya dan guru bidang studi lain pada umumnya sehingga
dapat digunakan sebagai acuan dalam meningkatkan kompetensi profesionalnya dalam
mengajar.
E. BATASAN MASALAH
Adapun penelitian ini hanya terbatas pada guru mata pelajaran yang mengajar Akuntansi
di tingkat SMA/SMK Wilayah Kabupaten Mojokerto, jadi ketidak sesuaian antara latar
belakang pendidikan guru dan mata pelajaran yang diajar dimungkinkan terjadi yang
disebabkan kekurangan tenaga pendidik.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Latar Belakang Pendidikan
Pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan

SDM. Pendidikan yang bermutu akan menghasilkan SDM yang berkualitas dan
SDM yang berkualitas merupakan penentu tinggi rendahnya peradaban suatu
bangsa. Tujuan pendidikan salah satunya adalah mengembangkan potensi peserta
didik agar cakap dan terampil dalam suatu bidang pekerjaan. Pengembangan
peserta didik ini tidak lepas dari peran pendidik, dalam hal ini adalah guru. Guru
yang memiliki kompetensi yang memadai tentunya akan berpengaruh positif
terhadap potensi peserta didik. Kompetensi seorang guru tidak lepas dari latar
belakang pendidikanya. Latar belakang pendidikan ini diartikan sebagai tingkat
pendidikan yang telah ditempuh seseorang. Pendidikan dapat ditempuh melalui 2
jalur, yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal. Dalam UU RI No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I pasal 1 ayat 1 dijelaskan
bahwa “Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi”. Sedangkan pendidikan non formal dijelaskan pada pasal 1
ayat 12, yaitu “Jalur pendidikan di luar pendidikan terdiri atas lembaga kursus,
lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat dan
majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis”.
Latar belakang pendidikan seseorang sedikit banyak akan menentukan
keberhasilannya dalam menjalankan tugas atau pekerjaan. Sesuai dengan
pendapat Manullang (1994: 59), bahwa “Dalam menyeleksi dan menempatkan

karyawan dalam suatu organisasi harus mempertimbangkan pendidikan calon
karyawan bersangkutan, sehingga the right man on the right place akan lebih
mendekati sasaran. Dalam bekerja sering kali dianggap sebagai syarat yang
penting untuk memegang jabatan tertentu karena tingkat pendidikan
mencerminkan kecerdasan dan keterampilan seseorang. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka besar kemungkinan semakin tinggi pula jabatan yang
dipegang. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
semakin tinggi pula tingkat kompetensinya.
Pendidikan merupakan usaha sadar dan sistematis yang dilakukan oleh orangorang yang diserahi tugas atau tanggung jawab untuk mempengaruhi anak didik
agar tercapai tujuan yang diinginkan dalam pendidikan. Untuk mencapai tujuan
yang dimaksud, setiap pendidik dalam hal ini adalah guru, dituntut untuk
meningkatkan profesionalismenya. Profesionalisme menuntut keseriusan dan
kompetensi yang memadai, seorang dianggap layak untuk melaksanakan
tugasnya. Diperlukan orang-orang yang ahli dalam bidangnya, sesuai dengan
kapasitas yang dimilikinya agar setiap orang dapat berperan secara maksimal,
termasuk guru sebagai sebuah profesi yang menuntut penguasaan kompetensinya.
Menurut Sudarwan Darwin (2002: 30-31), “Seorang guru dikatakan profesional
atau tidak, dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, latar belakang pendidikan
dan kedua, penguasaan guru terhadap materi bahan ajar, mengelola pembelajaran,
mengelola siswa, melakukan tugas bimbingan dan lain-lain”. Dilihat dari

perspektif latar belakang, kemampuan guru di Indonesia masih sangat beragam,
mulai dari yang tidak berkompetensi sampai yang berkompetensi. Masih menurut

Sudarwan Darwin (2002: 34), mengutip pendapat Semiawan yang
mengemukakan hierarki profesi tenaga kependidikan, yaitu: “1) Tenaga
profesional, berkualifikasi sekurang- kurangnya S1 atau yang setara, 2) Tenaga
semi profesional, berkualifikasi D3 atau yang setara, 3) Tenaga paraprofessional,
berkualifikasi D2 ke bawah”.
Dahulunya pendidikan guru mayoritas lulusan SPG, KPG dan sebagainya.
Mereka berwenang mengajar tingkat SD, sedangkan untuk SLTP adalah lulusan
pendidikan guru SLTP (PGSLTP). Demikian pula untuk tingkat SLTA adalah guru
yang memiliki ijasah setingkat Bachelor of Art/BA” (Isjoni, 2006: 97). Sejak
tahun 1980-an mulai dikenal pendidikan D1, D2, D3 dan S1. Bagi lulusan D1 dan
D2 berwenang mengajar di tingkat SLTP, sedangkan D3 dan S1 diberi
kewenangan mengajar di SLTA.
Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi yang menuntut
profesionalisme guru, maka semua guru diharapkan berpendidikan minimal S1.
Semua guru yang belum S1 diharapkan untuk melanjutkan studi sampai S1. Hal
ini dilakukan agar semakin tinggi tingkat kompetensinya. Seperti diungkapkan
Oemar Hamalik (1991: 31), bahwa guru profesional adalah yang telah menempuh
pendidikan sampai tingkat master dan berijasah. Guru dengan tingkat pendidikan
tinggi tentu akan berbeda dengan guru yang berpendidikan rendah, baik dalam hal
kompeensi maupun bersikap yang manakala dihadapkan pada suatu obyek. Jadi
dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi
pula tingkat kompetensisnya. Dalam hal latar belakang pendidikan, maksudnya
guru harus memiliki latar belakang ilmu keguruan dan ilmu kependidikan. Ini
artinya guru dengan latar belakang non kependidikan atau non keguruan tidak
dapat disebut memiliki standar kompetensi guru.
2. Pengalaman Mengajar
Pengalaman dalam semua kegiatan sangat diperlukan, karena Experience is
the best teacher, pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pengalaman adalah
guru bisa yang tidak pernah marah. Pengalaman adalah guru tanpa jiwa, namun
selalu dicari oleh siapapun juga. Guru sebagai pelaksana proses belajar mengajar
tentu pernah mengalami suatu masalah dalam mengajar. Selama mengajar guru
akan menemukan hal-hal baru, dan jika hal tersebut dipahami dan dimanfaatkan
sebagaimana mestinyaia akan member pelajaran yang berarti bagi guru itu
sendiri.
Menurut Purwadarminto “Pengalaman adalah suatu keadaan, situasi dan
kondisi yang pernah dialami (dirasakan), dijalankan dan dipertanggungjawabkan
dalam praktek nyata (1996: 8). Suwaluyo (1988: 26) menyatakan bahwa
pengalaman mengajar adalah masa kerja yang dapat dilihat dari bayaknya tahun
mengajar, dan ditegaskan pula bahwa pengalaman mengajar merupakan
penghayatan pada suatu objek tersebut. Ketika guru memasuki dunia kerja pasti ia
akan dihadapkan pada berbagai keadaan baik yang mendukung ataupun yang
menghambat proses belajar mengajar. Bermacam keadaan yang dihadapi oleh
guru tersebut tentunya akan mendorong guru untuk mencari jalan keluar untuk
mengatasinya. Semakin lama guru mengajar maka seharusnya guru akan lebih
banyak mendapatkan pengalaman yang bermanfaat. Pengalaman bermanfaat yang
didapatkan guru tersebut dapat digunakan untuk mengoreksi dan memperbaiki
proses belajar mengajar yang dilakukannya. Popham & Baker (1992 : 65)

menyatakan bahwa guru dapat memperbaiki ketrampilan mereka yang berkumpul
selama bertahun-tahun.
Menurut Sumitro (2002: 70) hal yang perlu diperhatikan oleh guru adalah
bahwa mereka harus senantiasa meningkatkan pengalamannya sehingga
mempunyai pengalaman yang banyak dan berkualitas, yang dapat menunjang
keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Pengalaman adalah
guru yang baik karena ketrampilan memecahkan persoalan dalam proses belajar
mengajar kurang didapatkan guru melalui pendidikan formal yang ia tempuh tapi
lebih banyak didasarkan pada pengalaman yang telah ia dapatkan selama ia
mengajar. Pengalaman-pengalaman bermanfaat yang diperoleh selama mengajar
tersebut akan dapat mempengaruhi kualitas guru dalam mengajar.
Suharsimi Arikunto (1998: 17) menyatakan bahwa pengalaman mengajar
maksudnya bukan hanya terbatas pada banyaknya tahun mengajar tetapi juga
materi bidang studi yang diajarkan. Seorang guru dituntut mempunyai
kompetensi profesional yang mencakup penguasaan terhadap pembelajaran dan
penguasaan materi pelajaran. Guru harus mampu menyesuaikan materi pelajaran
dengan lingkungan siswa, sehingga materi pelajaran benar-benar aktual dan di
hadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Guru yang mempunyai pengalaman yang baik akan lebih mudah
melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Menurut Christina (1991: 15-16)
keuntungan yang banyak diperoleh guru dari pengalaman mengajarnya adalah:
1) Mampu menyusun persiapan mengajar dengan tepat dan cepat.
2) Mudah beradptasi dengan siswa.
3) Responsive terhadap masalah-masalah pengajaran terutama yang
berkaitan dengan proses belajar-mengajar.
4) Fleksibel dalam menggunakan media pembelajaran.
5) Mudah memacu siswa untuk berprestasi.
Banyak hal yang diperoleh guru melalui pengalaman-pengalamannya, baik
yang berhubungan dengan kemampuan mengajarnya maupun yang berhubungan
dengan penguasaan guru terhadap materi pelajaran. Pengalaman seorang guru
tidak hanya diperoleh ketika ia berada di dalam kelas saja, namun pengalaman itu
diperoleh melalui kegiatan-kegiatan di luar kelas yang dapat mendukung
kemampuannya. Pengalaman-pengalaman tersebut dapat diperoleh melalui
seminar-seminar, pelatihan-pelatihan, melalui kegiatan Musyawarah Guru Mata
Pelajaran, dan kegiatan karya ilmiah.
3. Kemampuan Mengajar Guru
Perlu diketahui bahwa proses belajar dan hasil belajar para siswa bukan saja
ditentukan oleh sekolah, pola, struktur dan isi kurikulimnya, namun sebagian
besarditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing mereka.
Guru yangkompeten dapat lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang
efektif dan menyenangkan. Hal ini dikemukakan oleh Oemar Hamalik (1991: 40)
bahwa “Guru yang kompeten dapat lebih mampu menciptakan lingkungan belajar
yang efektif, menyenangkan dan dapat lebih mampu mengelola kelasnya
sehingga hasil belajar para siswa berada pada tingkat optimal”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikaji bahwa dalam usaha pencapaian
tujuan belajar perlu diciptakan sistem lingkungan (kondisi) belajar yang lebih
kondusif. Hal ini berkaitan dengan mengajar. Mengajar pada dasarnya merupakan
suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung

dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Kalau belajar dikatakan
milik siswa maka mengajar sebagai kegiatan guru.
Sistem belajar itu sendiri dipengaruhi oleh komponen-komponen yang akan
saling mempengaruhi, misalnya; tujuan pembelajaran yang akan dicapai, materi
yang ingin diajarkan guru dan siswa yang memainkan peran serta dalam
hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana dan
prasarana dalam belajar. Dalam membimbing dan menyediakan kondisi yang
kondusif itu sudah barang tentu guru tidakdapat mengabaikan faktor atau
komponen-komponen yang lain dalam lingkungan proses belajar mengajar.
Mengajar bukan semata-mata menyampaikan kebudayaan kepada generasi
baru dalam bentuk berbagai macam mata pelajaran atau agar para siswa
menyerap bahwa pelajaran saja melainkan mereka harus pula memahaminya dan
sedapatnya sanggup menggunakan dalam situasi-situasi lain yang senantiasa
berubah. Selain itu berbagai akibat pengajaran hendaknya siswa terangsang untuk
mengadakan penyelidikan dan memperluas pengetahuannya serta usaha-usaha
sendiri tanpa paksaan. Seorang guru harus menguasai bahan pelajaran dan
senantiasa memperlihatkan serta memperluasnya untuk mengikuti perkembanganperkembangan baru. Guru hendaknya mengenal berbagai macam metode
mengajar, mengetahui asas-asas didaktis mengajar dan sebagainya. Guru yang
tidak mengenal masyarakat serta perkembangan pribadi anak, tidak akan dapat
mendidik anak menjadi warga negara yang baik. Di samping semua yang telah
disebutkan di atas seorang guru pun hendaknya mengenal lingkungan serta
menyesuaikan berbagai macam metode mengajar dengan bahan yang dipelajari,
dapat menciptakan berbagai alat peraga, kreatif memikirkan macam-macam
kegiatan untuk mempertinggi efisiensi belajar.
Jadi guru dapat melaksanakan tugasnya, maka harus memiliki kemampuan
dasar yang dipersyaratkan bagi guru. Kemampuan tersebut tercermin dalam
kompetensi guruyang dikutip oleh seorang tokoh pendidikan, A. Samana (1994:
61) yang mengemukakan 10 (sepuluh) kompetensi guru yaitu meliputi:
1) Menguasai bahan
2) Mengelola program belajar mengajar
3) Mengelola kelas
4) Menggunakan media atau sumber
5) Menguasai landasan-landasan pendidikan
6) Mengelola interaksi belajar mengajar
7) Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
8) Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan
9) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10) Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan
guna keperluan pengajaran.
Standar kompetensi guru mata pelajaran berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional RI No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru dapat penulis jabarkan sebagai berikut:
1) Kompetensi Pedagogik
2) Kompetensi Kepribadian
3) Kompetensi Sosial
4) Kompetensi Profesional
Penguasaan terhadap bahan pelajaran tidak dapat ditinggalkan oleh seorang
pengajar disamping melibatkan pribadi siswa dalam pengajaran. Menguasai
bahan dalam hal ini meliputi: menguasai bahan bidang kurikulum sekolah dan

menguasai bahan pengayaan atau penunjang bidang studi yang disampaikan. Agar
dapat menyampaikan materi lebih mantap dan dinamis, guru juga harus
menguasai bahan pelajaran lain yang dapat memberi pengayaan serta
memperjelas dari bahan-bahan pelajaran lain yang dapat memberi pengayaan
serta memperjelas bahan-bahan bidang studi yang dipegang guru yang
bersangkutan. Dengan model penguasaan bahan, maka guru akan dapat
menyampaikan materi pelajaran secara dinamis. Hal ini sesuai dengan tuntutan
bahwa guru harus kaya dengan gagasan. Penguasaan bahan pelajaran sangat
berpengaruhterhadap hasil belajar siswa. Makin tinggi penguasaan bahan
pelajaran oleh guru makin tinggi pula hasil belajar yang dicapai siswa. Demikian
pula seorang guru harus mampu mengelola program belajar mengajar. Program
belajar merupakan perencanaan menyeluruh dari suatu kegiatan pengajaran.
Menurut A. Samana (1994: 62-63)
perencanaan tersebut meliputi:
a) Merumuskan tujuan instruksional/pembelajaran.
Tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional merupakan pedoman atau
petunjuk praktis tentang sejauh mana kegiatan belajar mengajar itu
harusdibawa.
b) Mengenal dan dapat menggunakan proses instruksional yang tepat.
Perlu dipersiapkan segala sesuatunya secara tertulis dalam suatu persiapan
mengajar, yang sering disebut dengan istilah PPSI (Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional). Misalnya: setelah merumuskan
tujuan kemudian mengembangkan alat evaluasi, merumuskan kegiatan
belajar mengajar sampai tahap pelaksanaan.
c) Melaksanakan program belajar mengajar.
Penyelenggaraan proses belajar mengajar diawali dengan kegiatan pre
test, menyampaikan materi pelajaran, mengadakan post test dan
perbaikan.
d) Mengenal kemampuan anak didik, berwawasan psikologis dan
berwawasan situasional.
Setiap anak didik memiliki perbedaan-perbedaan karakteristik tersendiri
termasuk kemampuannya, oleh karena itu perlu adanya penanganan secara
spesifik. Mengenal seberapa jauh siswa dapat dilibatkan dalam pengajaran
serta mengenal kondisi sekolah dan lingkungannya.
e) Merencanakan dan melaksanakan program remedial.
Harapan seorang guru biasanya agar seluruh anak didik dapat berhasil
dengan baik, namun kenyataannya sering tidak demikian, sehingga dalam
menyusun program belajar perlu merencanakan dan melaksanakan
program remedial. Dengan demikian tujuan belajar mengajar tidak lain
sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan tindakan belajar
mengajar. Program belajar mengajar selanjutnya diwujudkan dalam
bentuk pengajaran yang sebenarnya yakni penyelenggaraan proses belajar
mengajar. Dalam melaksanakan proses belajar mengajar, kemampuan
yang dituntut adalah keaktifan guru dalam menciptakan dan
menumbuhkan kegiatan siswa belajar atau mampu mengelola kelas sesuai
dengan rencana yang telah disusun dalam program belajar mengajar.
Untuk memberi materi pelajaran dalam suatu kelas, guru dituntut mampu
mengelola kelas berlangsungnya proses belajar mengajar. Dalam hal itu
kegiatan kelas akan menyangkut mengatur tata ruang kelas yang memadai
untuk pengajaran, seperti: kelas harus selalu dalam keadaan bersih,

bagaimana mengatur meja dan tempat duduk, menempatkan papan tulis,
tempat meja guru, juga mengatur hiasan di dalam ruang kelas. Dengan
demikian tata ruang kelas dapat diatur sedemikan rupa sehingga guru dan
siswa dapat nyaman dan betah/kerasan belajar diruang tersebut. Sehingga
akan tercipta suasana kelas yang nyaman untuk belajar.
B. Hubungan Antar Varibel
Latar belakang pendidikan seseorang sedikit banyak akan menentukan
keberhasilannya dalam menjalankan tugas atau pekerjaan. Sesuai dengan pendapat
Manullang (1994: 59), bahwa “Dalam menyeleksi dan menempatkan karyawan dalam
suatu organisasi harus mempertimbangkan pendidikan calon karyawan bersangkutan,
sehingga the right man on the right place akan lebih mendekati sasaran. Dalam
bekerja sering kali dianggap sebagai syarat yang penting untuk memegang jabatan
tertentu karena tingkat pendidikan mencerminkan kecerdasan dan keterampilan
seseorang Pengalaman dalam semua kegiatan sangat diperlukan, karena Experience is
the best teacher, pengalaman merupakan guru yang terbaikSelama mengajar guru
akan menemukan hal-hal baru, dan jika hal tersebut dipahami dan dimanfaatkan
sebagaimana mestinyaia akan member pelajaran yang berarti bagi guru itu sendiri.
Guru yang kompeten dapat lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang
efektif, menyenangkan dan dapat lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil
belajar para siswa berada pada tingkat optimal.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa latar belakang pendidikan
dan pengalaman mengajar guru memiliki pengaruh terhadap kemampuan mengajar
guru pada setiap mata pelajaran yng diajarnya. Guru yang memiliki latar belakang
yang relevan dan pengalaman mengajar akan lebih berkompeten dalam kegiatan
belajar mengajar yang akan dilakukan.
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan, peneliti menemukan
penelitian sejenis yang kemudian dijadikan sebagai acuan. Penelitian tersebut
dilakukan Adinta Erlinayanti (2012) dengan judul “Pengaruh Latar Belakang
Pendidikan, Pengalaman mengajar Dan Etos Kerja Guru Terhadap Kompetensi
Profesional Guru Pkn Di Sma Negeri Di KabupatenMagelang”. Hasil Penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa latar pendidikan , pengalaman mengajar dan etos kerja
guru mempunyai pengaruh terhadap kompetensi profesional guru Pkn di SMA Hegeri
di Magelang. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara latar belakang
pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan etos kerja guru terhadap kompetensi
profesional guru PKn SMA Negeri di Kabupaten Magelang. Hal ini dibuktikan
dengan hasil uji F pada analisis regresi ganda, dimana F-hitung = 8.313 ( sig = 0.001
< 0.05. ini berarti semakin tinggi latar belakang pendidikan guru, pengalaman
mengajar dan etos kerja guru maka semakin tinggi pula kompetensi profesionalnya
dan sebaliknya semakin rendah latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar
dan etos kerja guru maka semakin rendah kompetensi profesionalnya. Selain itu dari
hasil analisis regresi ganda ditemukan koefisien determinan (R sebesar 0.609 yang
berarti bahwa sekitar 60.9% perubahan-perubahan pada variabel kompetensi
profesional dapat dijelaskan oleh variabel latar belakang pendidikan guru,
pengalaman mengajar, dan etos kerja guru secara bersama-sama. Sisanya sekitar
39.1% belum dapat dijelaskan karena berasal dari variabel lain yang tidak

diperhitungkan dalam penelitian ini. Besarnya sumbangan efektif masing-masing
variabel bebasnya sebagai berikut : variabel latar belakang pendidikan sebesar
18.42%, variabel pengalaman mengajar sebesar 21.19%, dan etos kerja sebesar
21.31%.
Penelitian hampir sejenis juga dilakukan Hana Yuliani (2010) dengan judul ”
Hubungan Antara Pengalaman Mengajar Dan Motivasi Mengajar Dengan Kompetensi
Guru Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Di Sekolah Menengah Pertama Di
Kabupaten Karanganyar”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Terdapat hubungan
yang signifikan antara pengalaman mengajar dan motivasi mengajar dengan
kompetensi profesional pada guru PKn di SMP Negeri Kabupaten Karanganyar
dengan Rу(i,2) = 0,3989, Fhitung = 4,446 > F tabel = 3,19 pada taraf signifikan 5%.
Adapun persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang
pengalaman mengajar terhadap kompetensi guru. Perbedaan dalam penelitian ini yaitu
indikator variabel, lokasi dan objek yang diteliti
D. Kerangka Koseptual
Guru yang memiliki latar belakang pendidikan yang relevan dengan apa yang
akan diajarnya akan membuat kegiatan belajar mengajarnya menjadi lebih efektif
karena kemampuan yang dimilikinya. Tak dipungkiri lagi penglaman juga membaea
pengaruh positif untuk kemampuan mengajar bagi seorang guru, karena pengalaman
adalah guru tarbaik sepanjang masa.
Oleh karena itu diduga ada hubungan atau korelasi positif antara latar
belakang pendidikan dan pengalaman mengajar dengan kemampuan mengajar guru.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam skema dibawah ini.
Kerangka pemikiran tersebut dapat penulis gambarkan sebagai berikut:
Latar Belakang
Pendidikan
(X1)
Kemampuan Mengajar
(Y)

Tujuan
Pendidikan
Tercapai

Pengalaman Mengajar
(X2)

Gambar 1: Skema Kerangka Berfikir
Keterangan:
Garis hubungan
E. Hipotesis
1. Diduga variabel latar belakang pendidikan mempunyai pengaruh terhadap
kemampuan mengajar guru pada mata pelajaran akuntansi di SMK Negeri 1
Kemlagi.
2. Diduga variabel pengalaman mengajar mempnyai pengaruh terhadap kemampuan
mengajar guru pada mata pelajaran akuntansi di SMK Negeri 1 Kemlagi.
3. Diduga latar belakang pendidikan dan kemampuan mengajar secara bersama-sama
mempunyai pengaruh terhadap kemampuan mengajar guru pada mata pelajaran
akuntansi di SMK Negeri 1 Kemlagi.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang akan dipakai peneliti adalah jenis penelitian deskriptif
kuantitatif, yakni penelitian yang didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan,
mencatat, analisa, dan menginterprestasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi
atau ada. Dengan kata lain bertujuan memperoleh informasi-informasi mengenai
keadaan saat ini, dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif, yaitu menekan pada data-data numerical (angka) yang di olah
dengan metode statistika, sehingga akan diperoleh signifikansi hubungan antar
variabel yang diteliti.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti hubungan sebab akibat
(kausal) antara variabel bebas yaitu latar belakang pendidikan dan pengalama
mengajar terhadap variabel terikat yaitu kemampuan mengajar guru pada mata
pelajaran akuntasi tingkat SMA/SMK di Wilayah Kabupaten Mojokerto
Latar Belakang pendidikan
(X1)
Kemampuan Mengajar
(Y)
Pengalaman Mengajar (X2)
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti melakukan kegiatan penelitian,
dilakukan untuk memperoleh data atau informasi guna menjawab dan membahas
masalah yang telah dirumuskan. Lokasi yang diambil untuk penelitian ini adalah
Sekolah tingkat SMA/SMK di Wilayah Kabupaten Mojokerto
2. Waktu Penelitian
Lamanya waktu yang direncanakan untuk melakukan penelitian diperkirakan akan
berlangsung selama kurang lebih 3 bulan.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:115).
Obyek penelitian yang di ambil adalah Sekolah Menengah Atas atau kejuruan
(SMA/SMK) yang berada di daerah kabupaten mojokerto, sedangkan yang

digunakan sebagai populasi adalah seluruh Guru Mengajar Akuntansi di
SMA/SMK wilayah mojokerto yang jumlahnya belum diketahui.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
(Sugiyono, 2007:80). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
tektik pengambilan sampe nonprobability sampling, dengan menggunakan metode
sampling jenuh. Metode sampling jenuh adalah teknik penetuan sampel bila
semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono,2009:85. Apabila
subyek penelitian kurag dari 100 maka sebaiknya diambil semua, sehingga
penelitian merupakan penelitian populasi (Arikunto, 1998:112) sampel dalam
penelitian ini adalah seluruh Guru Mengajar Akuntansi tingkat SMA/SMK di
dearah Kabupaten Mojokerto yang terdiri dari 13 sekolah tingkat SMA/SMK.
D. Difinisi Operasional Variabel
a. Latar Belakang Pendidikan Guru (X1)
Dalam hal latar belakang pendidikan, maksudnya guru harus memiliki latar
belakang ilmu keguruan dan ilmu kependidikan. Ini artinya guru dengan latar
belakang non kependidikan atau non keguruan tidak dapat disebut memiliki
standar kompetensi guru.
b. Pengalaman Mengajar Guru (X2)
Pengalaman Mengajar guru merupakan masa kerja guru yang dapat dilihat dari
banyaknya tahun mengajar, dan penghayatan pada suatu objek tersebut.
c. Kemampuan Mengajar Guru (Y)
Kemampuan Mengajar merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau
sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya
proses belajar. Kalau belajar dikatakan milik siswa maka mengajar sebagai
kegiatan guru.
E. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data
skunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan yaitu
dari tempat penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari menyebaar
kuesioner pada semua guru sekolah tingkat SMA/SMK di wilayah kabupaten
mojokerto.
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada
responden sesuai karakteristik yang telah ditentukan, angket tersebut berupa daftar
pertanyaan tentang indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini. Skala
pengukuran yang digunakan dalam menyusun kuesioner adalah skala Likert yang
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok
orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2007:93). Dengan skala Likert, maka
variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator
tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat
berupa pertanyaan atau pernyataan.
Jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala ini mempunyai skor yaitu
sebagai berikut:

No
.
1
2
3
4
5

Tabel 3.2 Skor Kuesioner
Pernyataan
Sangat Tidak Setuju (STS)
Tidak Setuju (TS)
Netral (N)
Setuju (S)
Sangat Setuju (SS)

Skor
1
2
3
4
5

F. Teknik Pengujian Data
1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kusioner. Suatu
kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur tersebut (Ghozali, 2005: 43).
Dasar pengambilan keputusan:
Jika rhitung positif dan rhitung > rtabel maka pertanyaan tersebut valid.
Untuk menentukan nilai r tabel dengan nilai signifikansi 5% (0.05) dengan nilai
df=n-2.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada pengertian bahwa suatu alat ukur cukup dapat
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data, karena alat ukur tersebut
sudah baik (Ghozali, 2005: 41).
Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk mengukur konsistensi internal
adalah koefisien alfa atau crobanch’s alpha. Suatu alat ukur dianggap reliabel
apabila nilai Cronbach Alpha > 0,60, maka butir atau item pertanyaan tersebut
reliabel.
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Linieritas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai
hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan
sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian pada
SPSS dengan menggunakan Test for Linearity dengan pada taraf signifikansi
0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila
signifikansi (Linearity) kurang dari 0,05
b. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji sebuah model regresi variabel
dependen dan variabel independen apakah keduanya memiliki distribusi
normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan memakai bantuan alat
hitung program SPSS versi 16, dimana variabel yang diuji adalah variabel
dependen kepuasan kerja karyawan (Y) maka dapat dilihat pada tampilan

grafik normal P-P plot of regression standardized residual, jika titik residual
berada di sekitar garis normal maka dapat disimpulkan regresi telah
memenuhi persyaratan normalitas.
c. Uji Multikolinieritas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model dengan menggunakan regresi
ditemukan adanya korelasi variabel bebas. Multikolinieritas dapat terjadi jika
korelasi antar variabel bebas di atas 0,90. selain itu multikolinieritas dapat
dilihat dari nilai tolerance dan lawannya VIF (Variance inflation factor), jadi
nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi
(VIF=1/Tolerance). Terjadi multikolinieritas apabila variabel bebas memiliki
nilai tolerance lebih kecil dari 0,10 dan lebih besar dari 10.
d. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokesdastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap
maka disebut homokesdastisitas dan jika berbeda disebut heterokesdastisitas.
Jika model regresi dikatakan baik adalah model yang yang
homokesdastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heterokesdastisitas adalah melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel
terikat ZPRED dengan residual SRESID, sumbu Y adalah Y yang telah
diprediksi dan sumbu X adalah residual yang telah di studentized. Jika tidak
ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0
pada sumbu y maka tidak terjadi heterokesdas.
G. Teknik Analisis Data
1. Analisis Regresi Linear Berganda
Setelah penulis mengumpulkan data primer yang dihasilkan dari
membagikan angket (kuesioner) kepada responden dan merekap atau mentabulasi
hasil penilaian, kemudian penulis melakukan analisis dengan model persamaan
regresi linier berganda (multiple linier regression analysis) untuk meregresikan
secara simultan antara variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat
(dependent variable).
Menurut Algifari (2002: 61), model regresi linier berganda
dikembangkan untuk mengestimasi nilai variabel dependen (Y) dengan
menggunakan lebih dari satu variabel independen (X) sehingga persamaan regresi
berganda dapat ditulis sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Keterangan:
Y
= Kemampuan Mengajar
a
= koefisien regresi / Nilai Konstanta
X1
= Latar Belakang Pendidikan
X2
= Pengalaman Mengajar
b1, b2,
= Koefisien Regresi Variabel X1 dan X2
E
= Error
2. Koefisien Determinasi Berganda (R²)
Koefisien determinasi berganda digunakan untuk menjelaskan kemampuan
model persamaan regresi berganda dalam menjelaskan pengaruh perubahan
variabel terikat terhadap variabel bebas. Menurut Algifari (2002: 46), koefisien

determinasi (R²) adalah satu dikurangi rasio antara besarnya nilai Y observasi dari
garis regresi dengan besarnya deviasi nilai Y observasi dari rata-ratanya. Secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut:
R² = 1 –

Σ(Y-Ŷ)
Σ(Y-Ŷ)²

Bila nilai R² semakin mendekati 1 atau 100 %, berarti semakin baik model
regresinya dalam menjelaskan variabilitas variabel terikat.
3. Pengujian Hepotesis
a. Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah pengaruh masing-masing
variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam pengujian ini t-hitung
masing-masing variabel bebas dibandingkan dengan t-tabel pada taraf nyata
atau tingkat kepercayaan (level of significance) yang digunakan sebesar 5%
atau α = 0,05 dengan derajat kebebasan df = (n – k – 1).
Rumus uji t adalah sebagai berikut:
t =

bi
Sbi

Keterangan:
bi
=
koefisien regresi masing-masing variabel bebas
Sbi =
standart error dengan masing-masing koefisien
regresi
Bila thitung < ttabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak, sebaliknya
Bila thitung > ttabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima
Atau dapat dicari berdasarkan profitabilitas. Jika probabilitas < 0,05 maka
berpengaruh secara signifikan. Jika probabilitas > 0,05 maka tidak
berpengaruh secara signifikan.
b. Uji F
Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh secara bersama-sama
variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam pengujian ini f-hitung
masing-masing variabel bebas dibandingkan dengan f-tabel pada taraf nyata
atau tingkat kepercayaan (level of significance) yang digunakan sebesar 5%
atau α = 0,05 dengan derajat kebebasan df = (n – k – 1).
Rumus uji F adalah sebagai berikut:
f=

R² / k

(1 – R²) / N – K – 1
Keterangan:

= koefisien determinasi
N
= Jumlah sampel
K
= Jumlah variabel bebas
Bila fhitung < ftabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak, sebaliknya
Bila fhitung > ftabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima

DAFTAR PUSTAKA

A. Samana . 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius.
Akhmad Sudrajat. 2007. Kompetensi Guru
http//:www.akhmadsudrajat.wordpress.com.
Ary

dan

Peran

Kepala

Sekolah.

Donald, Lucy Cheser Jacobs, Chris Sorensen. 2010. Introduction to Research in
Education. USA : Wadsworth 10 Davis Drive

Christina. 1991. Pengalaman Sebagai suatu Proses. Bandung. Rosda Karya
Elen. 2011. “873.650 Guru Tak Cocok”.Kompas, 19 Juli 2011.
Erlinayanti, Edinta. 2012. “Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Pengalaman mengajar
Dan Etos Kerja Guru Terhadap Kompetensi Profesional Guru Pkn Di Sma Negeri Di
KabupatenMagelang”. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.
Kothari CR. 2004. Research Methodology Methods and Techniquei, New age international
(p) limited, New Delhi.
Manullang. 1994. Pedoman Praktis Pengambilan Keputusan. Yogyakarta: BPFE.
Martinis Yamin. 2006. Profesionalisasi Guru dan Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press.
Oemar Hamalik. 1991. Perencanaan dan Manajemen Pendidikan. Bandung: CV. Mandar
Maju.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Piet. A Sahertian. 1994. Profit Pendidik Profesional. Yogyakarta : Andi Offset.
Purwanto. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif Untuk Psikologi dan Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saiful

Adi.
2007.
Kompetensi
yang
Harus
dimiliki
Seorang
Guru.
http://saifuladi.wordpress.com/2007/01/06/kompetensi-yang-harus-dimiliki-seorangguru/.

Sudarwan Darwin. 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme
Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Suharsimi Arikunto. 1993. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumitro dkk. 2002. Penghantar Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta : Fakultas
Ilmu Pendidikan.
Suparlan. 2006. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat Publishing.
Suwaluyo. 1988. Pengalaman Mengajar Guru Profesional. Jakarta : Bumi Aksara

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Vendien, C.Lynn. 2005. Phycical Education Teacher Education. New York: Chichester
Brisbone Toronto Singapore.
Yuliani, Hana 2010. ” Hubungan Antara Pengalaman Mengajar Dan Motivasi Mengajar
Dengan Kompetensi Guru Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Di Sekolah
Menengah Pertama Di Kabupaten Karanganyar”. Skripsi Fakultas Keguruan Dan
Ilmu Pendidikan Universitas Surakarta.