Kualitas Pelayanan Pengadaan Paspor Di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Globalisasi yang terjadi pada abad ke-20 hingga saat ini telah membawa pengaruh yang
sangat signifikan terhadap arus mobilitas manusia antar negara, sehingga menyebabkan
pergerakan manusia antar negara tidak dapat terhindarkan lagi dan menimbulkan pandangan
negara tanpa batas (bordless world). Globalisasi yang telah mendunia ini juga menjadi sebab
bagi pertumbuhan dan perkembangan perekonomian global sehingga meningkatkan perjalanan
manusia baik melalui darat, laut, dan udara untuk berbagai kepentingan baik di tingkat domestik
maupun internasional.
Berkaitan dengan perjalanan manusia dalam melakukan perlintasan antar negara yang
terjadi terus-menerus, maka peran dari birokrasi pemerintahan sangat dibutuhkan guna menjaga
kedaulatan suatu negara atas wilayahnya. Pada dasarnya birokrasi adalah keseluruhan organisasi
pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas negara dalam berbagai unit organisasi dibawah
departemen dan lembaga non-departemen, baik ditingkat pusat maupun daerah seperti Provinsi,
Kabupaten, Kecamatan bahkan pada tingkat Kelurahan/Desa. Dalam hal ini birokrasi yang
dimaksud adalah Direktorat Jenderal Imigrasi, yang memiliki hak dan wewenang untuk
mengatur lalu-lintas orang yang akan masuk ataupun keluar wilayah negara Republik Indonesia
dan bahkan memberikan izin tinggal untuk jangka waktu tertentu.
Direktorat Jenderal Imigrasi bertugas untuk mengatur lalu lintas orang yang akan keluar

ataupun masuk wilayah negara Republik Indonesia serta memiliki kewenangan untuk
mengeluarkan suatu dokumen yang telah disepakati secara universal sebagai instrumen yang

1

digunakan oleh orang-orang yang akan melakukan perjalanan antar negara. Selanjutnya
dokumen tersebut diberi nama Paspor Republik Indonesia. Paspor adalah dokumen resmi yang
memuat identitas pemegangnya, yang berlaku dan dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi yang ada di
seluruh wilayah Indonesia. Paspor berfungsi sebagai bukti domisili seseorang yang menunjukkan
kewarganegaraannya di wilayah negara lain.
Oleh karena pentingnya Paspor dalam menjaga kedaulatan suatu negara dan juga
memberikan rasa aman bagi warganegaranya yang melakukan lalu lintas antar negara, maka
Kantor Imigrasi dalam mengeluarkan Paspor dituntut untuk memberikan pelayanan yang prima
kepada masyarakat yang akan melakukan pengurusan Paspor.
Pelayanan merupakan segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai
dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atau suatu barang, jasa, dan atau
pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan
kepentingan publik. Pemerintah sebagai service provider (penyedia jasa) bagi masyarakat di
tuntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas karena salah satu fungsi pemerintahan yang
kini semakin disorot masyarakat adalah pelayanan publik yang diselenggarakan oleh instansiinstansi pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan publik.

Peningkatan kualitas pelayanan publik yang di selenggarakan instansi pemerintahan kini
semakin mengemuka, bahkan menjadi tuntutan masyarakat. Di negara-negara berkembang dapat
kita lihat mutu pelayanan publik merupakan masalah yang sering muncul, karena pada negara
berkembang umumnya permintaan akan pelayanan jauh melebihi kemampuan pemerintah untuk
memenuhinya sehingga persoalan yang sering dikritisi masyarakat atau para penerima layanan
adalah persepsi terhadap “kualitas” yang melekat pada seluruh aspek pelayanan. Karena itu
pemerintah harus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
2

Menurut Thoha (2008: 98), pelayanan publik merupakan suatu kegiatan yang harus
mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu
pelayanan dan memberikan kepuasan kepada publik. Tugas pelayanan masyarakat (public
service) lebih menekankan kepada mendahulukan kepentingan publik, mempermudah urusan
publik, mempersingkat waktu proses pelaksanaan urusan publik, dan memberikan kepuasan
kepada publik. Urgensi pelayanan publik semakin meningkat dalam era globalisasi sekarang ini
dan peningkatan dalam berbagai aspek kehidupannya, terlebih lagi dengan perkembangan
teknologi informasi yang demikian pesat telah membuka akses informasi kepada segenap lapisan
masyarakat (information society), dimana rakyat telah dapat membandingkan pelayanan publik
antar berbagai negara dan sebagai konsekuensinya tuntutan pelayanan publik yang semakin
berkualitas tidak dapat dihindari lagi. Demikian halnya melalui pergeseran-pergeseran yang

terjadi dalam era globalisasi akan membentuk konsumen individual dimana hal ini harus
direspon dengan peningkatan kualitas pelayanan publik. Dalam konteks ini dapat dipahami
bahwa pelayanan publik akan mengalami tuntutan yang semakin meningkat dari masyarakat,
khususnya yang berkaitan dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik.
Pemerintah sebagai penyedia jasa layanan publik, harus senantiasa meningkatkan kualitasnya.
Pelayanan publik menjadi fokus studi ilmu administrasi publik di Indonesia dan masih
menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian yang komprehensif.
Hipotesis seperti itu secara kualitatif misalnya dapat dengan mudah dibuktikan di mana berbagai
tuntutan pelayanan publik sebagai tanda ketidakpuasan mereka sehari-hari banyak kita lihat.
Harus diakui, bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat terus mengalami
pembaruan, baik dari sisi paradigma maupun format pelayanan seiring dengan meningkatnya
tuntutan masyarakat dan perubahan di dalam pemerintah itu sendiri. Meskipun demikian,
3

pembaruan dilihat dari kedua sisi tersebut belumlah memuaskan, bahkan masyarakat masih
diposisikan sebagai pihak yang tidak berdaya dan termarginalisasikan dalam kerangka
pelayanan.
Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ektrim dapat
dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Pelayanan publik
merupakan salah satu persoalan yang cukup aktual dalam kajian birokrasi, karena

pelaksanaannya merupakan cerminan kinerja birokrasi secara umum. Pelayanan publik yang
diberikan oleh pemerintah merupakan upaya untuk menjawab permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat karena pada dasarnya tugas maupun kewajiban utama dari pemerintah baik pusat
maupun daerah adalah untuk melayani masyarakat. Membangun kepercayaan masyarakat atas
pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan
seluruh warga negara atas pelayanan publik yang baik dan memuaskan. Tetapi pada
kenyataannya kehadiran birokrasi mendapat kesan yang kurang baik dimata dan benak
masyarakat.
Masyarakat setiap waktu selalu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat,
meskipun tuntutan tersebut sering tidak sesuai dengan harapan karena secara empiris pelayanan
publik yang terjadi selama ini masih bercirikan: berbelit-belit, lambat, mahal, dan melelahkan.
Kecenderungan seperti itu terjadi karena masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang
“melayani” bukan yang dilayani. Oleh karena itu, pada dasarnya dibutuhkan reformasi pelayanan
publik dengan mengembalikan dan mendudukkan “pelayan” dan yang “dilayani” ke pengertian
yang sesungguhnya. Pelayanan yang seharusnya ditujukan pada masyarakat umum kadang
dibalik menjadi pelayanan masyarakat kepada negara, meskipun negara berdiri sesungguhnya

4

adalah untuk kepentingan masyarakat yang mendirikannya. Artinya, birokrat sesungguhnya

haruslah memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat.
Kualitas pelayanan publik belum terlaksana dengan baik menyebabkan buruknya
penyelenggaraan pelayanan publik. Pemerintah yang memiliki fungsi sebagai penyelenggara
pelayanan publik dan seiring dengan tuntutan perkembangan sudah menjadi keharusan
pemerintah melakukan perbaikan dalam pelayanan publik tersebut. Perbaikan pelayanan publik
menjadi salah satu pekerjaan rumah Indonesia yang belum terselesaikan, pelayanan publik
merupakan isu yang sangat srategis karena menjadi arena interaksi antara pemerintah dan
warganya. Penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup 3 aspek, yaitu penyelenggaraan
pelayanan publik dalam bentuk barang, jasa, dan pelayanan adminstratif merupakan kewajiban
pemerintah dalam penyelenggaraannya. Akan tetapi dewasa ini, kepercayaan masyrakat/publik
terhadap kinerja pemerintah atau birokrasi mengalami degradasi yang semakin parah akibat dari
lemahnya kinerja aparat-aparat pemerintahan atau birokrasi.
Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk memenuhi kebutuhan
dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara atas barang jasa dan pelayanan administrasi yang di
sediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Surijadi (dalam Jurnal Administrasi Publik dan
Birokrasi, 2012: 7), mengatakan meskipun upaya tersebut telah dilakukan oleh pemerintah,
namun realitas pelayanan publik belum juga menunjukkan perubahan yang signifikan.
Banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat menunjukkan bahwa kualitas pelayanan
publik sangat rendah. Pengaduan dan keluhan tentang prosedur pelayanan yang berbelit, tidak
adanya kepastian dan jangka waktu penyelesaian, biaya yang sangat mahal, persyaratan yang

tidak transparan, sikap petugas pelayanan yang kurang responsif sering ditemui dan hampir
merata dalam semua bidang pelayanan pemerintah saat ini.
5

Hal di atas tentunya menarik untuk di teliti dan di analisis secara mendalam khususnya di
Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai dalam memberikan pelayanan paspor seperti yang kita
ketahui berada langsung dibawah Direktorat Jenderal Imigrasi, keberadaan Kantor Imigrasi
Kelas II Tanjung Balai dengan jelas memiliki suatu peran yang sangat penting. Terlebih dalam
hal pelayanan masyarakat publik dalam pengurusan hal-hal seperti dokumen perjalanan, visa dan
fasilitas, ijin tinggal dan status, intelijen, penyidikan dan penindakan, lintas batas dan kerjasama
luar negeri serta sistem informasi keimigrasian. Dalam hal ini penulis akan melihat dan lebih
fokus membahas tentang kualitas pelayanan dalam pengurusan Paspor atau Surat Perjalanan
Republik Indonesia (SPRI). Pentingnya meneliti pelayanan paspor ini dapat kita lihat dari
banyaknya permintaan pengurusan paspor dari masyarakat ditiap bulannya, yang mencapai
puluhan bahkan ratusan paspor. Hal ini menandakan bahwa mobilitas masyarakat semakin tinggi
yang akan berpengaruh pada kebutuhan masyarakat akan paspor dan diharapkan pelayanan yang
diberikan semakin baik. Melihat pentingnya pelayanan yang berkualitas agar masyarakat yang
dilayani merasa puas maka diharapkan prosedur yang sederhana dan kemampuan pegawai dalam
suatu instansi terutama instansi pemerintahan untuk mewujudkan kualitas pelayanan yang
maksimal, efektif dan efisien.

Salah satu hal menarik untuk diungkapkan dalam penelitian ini adalah : Apakah
pelayanan paspor di kantor imigrasi kelas II Tanjung Balai sudah berorientasi pada kepuasan
masyarakat dengan tidak meninggalkan prinsip-prinsip pelayanan prima? Dalam Kepmempan
Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik
disebutkan tentang prinsip-prinsip pelayanan publik, yaitu meliputi : kesederhanaan, kejelasan,
kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung jawab, kelengkapan sarana dan prasarana,
kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, serta kenyamanan.
6

Hal ini pun juga diperjelas di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik disebutkan bahwa pelayanan kepada masyarakat sekurang-kurangnya
memenuhi standar yaitu: dasar hukum, persyaratan, system, mekanisme, prosedur, jangka waktu
penyelesaian, biaya/tarif, produk pelayanan, sarana dan prasarana, kompetensi pelaksana,
pengawasan internal, penanganan pengaduan, saran, masukan, jumlah pelaksana, jaminan
pelayanan yang memberikan kepastian waktu, jaminan keamanan dan keselamatan, serta
evaluasi kinerja pelaksana. Atas standar pelayanan inipun pelayanan paspor di Kantor Imigrasi
Kelas II Tanjung Balai belum dapat dipastikan apakah sudah sesuai atau belum dengan standar
diatas.
Berbicara mengenai pelayanan paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai ternyata
juga tidak jauh dari sorotan publik ( masyarakat ). Baik dari sisi pengawasan dan pertanggung

jawaban kinerja pegawai/petugas yang tidak maksimal yang kemudian melahirkan stigma dari
masyarakat bahwa adanya pengawasan yang kurang baik. Pertanyaan yang kemudian muncul di
benak kita ialah mengapa hal tersebut bisa terjadi?. Belakangan ini telah di ketahui bahwa
kondisi tersebut di sebabkan sering adanya keterlibatan calo pembuat paspor, dan juga tidak ada
ketegasan dari pegawai/petugas, terkadang karena faktor keluarga yang datang untuk mengurus
paspor sehingga datanya sering di dahulukan dalam pengurusan tidak sesuai dengan proses yang
telah di atur dan bahkan pula ada yang tidak ikut mengantri dalam pengurusan paspor karena
faktor keluarga/kerabat dan disinilah faktor lemah petugas dalam pengawasan.
Menyikapi fenomena-fenomena tersebut, sudah seharusnyalah pemerintah mengambil
langkah kongkrit agar pelayanan pengurusan paspor dapat terimplementasi dengan baik dan
berhasil memenuhi kepuasan publik, maka dapat dikatakan bahwa pemerintah dalam
memberikan pelayanan telah meningkatkan dan memperbaiki kualitas pelayanan selaku aparatur
7

pemerintahan. Selain itu bila terbukti pula aparatur pemerintah di Kantor Imigrasi Kelas II
Tanjung Balai telah menerapkan kualitas pelayanan yang baik dalam pelayanan khususnya
pengurusan paspor, maka hal ini dapat menjadi tolak ukur sekaligus sebagai spirit guna
menjawab tantangan perubahan ke arah perbaikan pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan
rakyat demi terwujudnya kesejahteraan rakyat.
1.2 Rumusan Masalah

Untuk dapat memudahkan penelitian ini selanjutnya dan agar peneliti dapat lebih terarah
dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam pembahasan, maka terlebih dahulu
dirumuskan permasalahannya. Masalah merupakan bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian
dimana penulis mengajukan pertanyaan terhadap dirinya tentang hal-hal yang akan dicari
jawabannya melalui kegiatan penelitian (Arikunto, 2002:47). Berdasarkan latar belakang yang
telah dipaparkan, maka permasalahan yang menjadi perhatian penulis dalam penelitian ini
adalah: “Bagaimana kualitas pelayanan pengadaan paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung
Balai?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas
pelayanan pengadaan paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis atau akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
khasanah kepustakaan, kependidikan, khususnya mengenai penerapan satandar kualitas
8

pelayanan publik, serta dapat menjadi bahan masukan bagi mereka yang menindaklanjuti
penelitian ini dengan mengambil kancah penelitian yang sama dan dengan informan
penelitian yang lebih baik.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Sebagai masukan, bagi penulis maupun dalam literatur perpustakaan yang
berkaitan dengan kualitas pelayanan publik.
b. Bagi Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai, hasil penelitian ini menjadi
pedoman dan masukan dalam melaksanakan program-programnya terutama
dalam hal pengurusan Paspor.

1.5 Kerangka Teori
Kerangka teoritis adalah dukungan dasar teoritis sebagai dasar pemikiran dalam rangka
pemecahan masalah yang dihadapi peneliti. Kerangka teoritis adalah bagian dari penelitian,
tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel
pokok, sub variabel, atau pokok masalah yang ada dalam penelitiannya (Sugiyono, 2010:57).
Untuk memperoleh pemahaman yang sama atas konsep-konsep yang digunakan dalam
penelitian ini dan sebagai acuan berfikir bagi peneliti, berikut adalah konsep teroritis yang
dianggap relevan dengan kasus penelitian yang dibahas.
1.5.1

Pelayanan Publik

1.5.1.1 Pengertian Pelayanan Publik

Pelayanan adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah baik di pusat, di daerah, BUMN, dan BUMD dalam bentuk barang maupun jasa
9

dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku (KEPMENPAN 81/93).
Pelayanan publik adalah segala kegiatan

pelayanan

yang dilaksanakan oleh

penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan
maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan (KEPEMENPAN NO. 63/ KEP/
M.PAN/ 7/ 2003).
Sedangkan dalam kamus besar bahas Indonesia dinyatakan bahwa pelayanan adalah suatu
usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain.
Moenir (2002:6) menyatakan bahwa pelayanan merupakan kegiatan yang diteruskan oleh
organisasi atau perseorangan kepada konsumen yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat
dimiliki, konsumen yaitu masyarakat yang mendapat manfaat dan aktivitas yang dilakukan oleh
organisasi yang memberikan pelayanan. Pelayanan publik merupakan segala kegiatan guna
memenuhi kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak seluruh warga negara dan penduduk atas jasa
pelayanann administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan
kepentingan publik. Dalam hal ini pemberi pelayanan adalah aparatur yang bertugas pada
organisasi pemerintahan baik pemerintahan pusat maupun daerah. Sedangkan penerima
pelayanan adalah warga masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban atas pelayanan publik.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendefinisikan pelayanan
publik sebagai berikut: Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap
warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik.
10

Lewis dan Gilman (2005:22) mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut:
Pelayanan publik adalah kepercayaan publik. Warga negara berharap pelayanan publik dapat
melayani dengan kejujuran dan pengelolaan sumber penghasilan secara tepat, dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik. Pelayanan publik yang adil dan dapat dipertanggungjawabkan menghasilkan kepercayaan publik. Dibutuhkan etika pelayanan publik sebagai pilar
dan kepercayaan publik sebagai dasar untuk mewujudkan pemerintah yang baik
Pelayanan publik dengan demikian merupakan segala kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atau suatu
barang, jasa, dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
yang terkait dengan kepentingan publik. Adapun penyelenggaranya adalah lembaga dan petugas
pelayanan publik baik pemerintah daerah maupun badan usaha milik negara (BUMN) yang
menyelenggarakan pelayanan publik. Penerimaan pelayanan publik adalah orang perseorangan
dan atau kelompok orang dan atau badan hukum yang memilki hak, dan kewajiban terhadp suatu
pelayanan publik.
1.5.1.2 Unsur-unsur Pelayanan Publik
Menurut Barata, (2004:11) terdapat empat unsur penting dalam proses pelayanan publik,
yaitu :
a) Penyedia layanan, yaitu pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu
kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan dan penyerahan
barang (goods) atau jasa-jasa (services).
b) Penerima layanan, yaitu mereka yang disebut sebagai konsumen atau customer
yang menerima berbagai layanan dari penyedia layanan.

11

c) Jenis layanan, yaitu layanan yang dapat diberikan oleh penyedia layanan kepada
pihak yang membutuhkan layanan.
d) Kepuasan pelanggan, dalam memberikan layanan penyedia layanan harus
mengacu pada tujuan utama pelayanan, yaitu kepuasan pelanggan. Hal ini sangat
penting dilakukan karena tingkat kepuasan yang diperoleh para pelanggan itu
biasanya sangat berkaitan erat dengan standar kualitas barang dan atau jasa yang
mereka nikmati.

1.5.1.3 Azas-azas dan Prinsip Pelayanan Publik
Menurut UU no. 25 tahun 2009 pasal 4 bahwa Penyelenggaraan pelayanan publik
berasaskan :
a. kepentingan umum;
b. kepastian hukum;
c. kesamaan hak;
d. keseimbangan hak dan kewajiban;
e. keprofesionalan;
f. partisipatif;
g. persamaan perlakuan/ tidak diskriminatif;
h. keterbukaan;
i. akuntabilitas;
j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok;
k. rentan;
l. ketepatan waktu; dan
m. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Penyelenggaraan pelayanan publik juga harus memenuhi beberapa prinsip pelayanan
sebagaimana yang disebutkan dalam Kepmenpan No. 63 Tahun 2003 (Ratminto dan Winarsih,
2007:22) yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi beberapa
prinsip sebagai berikut :
a. Kesederhanaan
12

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah
dilaksanakan.
b. Kejelasan
Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal :
1. Persyaratan teknis dan aministratif pelayanan publik.
2. Unit kerja / pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/ sengketa dalam
pelaksanaan pelayanan publik.
3. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
c. Kepastian waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan.
d. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
e. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
f. Tanggung jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung
jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam
pelaksanaan pelayanan publik.
g. Kelengkapan sarana dan prasarana

13

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang
memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika
(telematika).
h. Kemudahan akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh
masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
i. Kedisplinan, kesopanan dan keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta
memberikan pelayanan dengan ikhlas.
j. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman,
bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas
pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.

Sedangkan menurut Islami (2002: 4), mengemukakan bahwa pemberian pelayanan harus
berdasarkan pada beberapa prinsip pelayanan prima sebagai berikut:
1. Appropriateness, yaitu setiap jenis, produk, proses dan mutu pelayanan yang
disediakan pemerintah harus relevan dan signifikan sesuai dengan apa yang
dibutuhkan masyarakat.
2. Accesbility, yaitu setiap jenis,produk, proses dan mutu pelayanan yang disediakan
pemerintah harus dapat diakses sedekat dan sebanyak mungkin oleh pengguna
layanan.

14

3. Continuity, yaitu setiap jenis,produk, proses dan mutu pelayanan yang disediakan
pemerintah harus secara terus menerus tersedia bagi masyarakat pengguna jasa
layanan.
4. Technicality, yaitu setiap jenis,produk, proses dan mutu pelayanan yang disediakan
pemerintah harus ditangani oleh petugas yang benar-benar memiliki kecakapan teknis
pelayanan tersebut berdasarkan kejelasan, ketepatan, dan kemantapan aturan, system,
prosedur dan instrument pelayanan yang baku.
Begitu pentingnya professional pelayanan publik, pemerintah telah mengeluarkan suatu
kebijaksanaan No. 81 Tahun 1993 Tentang Pedoman Tatalaksana Pelayananumum yang perlu
dipedomani oleh setiap birokrasi publik dalam memberikan layanan kepada masyarakat
berdasarkan prinsip-prinsip pelayanan.
1.5.1.4 Standar Pelayanan Publik
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan
dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima layanan. Standar pelayanan
merupakan ukuran yang dilakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati
oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Menurut Pasal 21 UU No. 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik menyatakan komponen standar pelayanan sekurangkurangnya meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Dasar hukum;
Persyaratan;
Sistem, mekanisme, dan prosedur;
Jangka waktu peneyelesaian;
Biaya/tarif;
Produk pelayanan;
Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas;
Kompetensi pelaksana;
15

i.
j.
k.
l.

Pengawasan internal;
Penanganan pengaduan, saran,dan masukan;
Jumlah pelaksanan;
Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai
dengan standar pelayanan;
m. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk
memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan resiko keragu-raguan, dan;
n. Evaluasi kinerja pelaksana.

1.5.2 Kualitas Pelayanan Pengadaan Paspor
1.5.2.1 Pengertian Kualitas Pelayanan
Kata kualitas mengandung banyak defenisi dan makna karena orang yang berbeda akan
mengartikannya secara berlainan, seperti kesesuaian dengan persyaratan

atau tuntutan,

kecocokan untuk pemakaian perbaikan berkelanjutan, bebas dari kerusakan atau cacat,
pemenuhan kebutuhan pelanggan, melakukan segala sesuatu yang membahagiakan. Dalam
perspektif TQM (Total Quality Management) kualitas dipandang secara luas, yaitu tidak hanya
aspek hasil yang ditekankan, tetapi juga meliputi proses, lingkungan dan manusia. Hal ini jelas
tampak dalam defenisi yang dirumuskan oleh Goeth dan Davis (dalam Tjiptono, 2012: 51)
bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sehingga defenisi
kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan
konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen.
Menurut Garvin (dalam Tjiptono, 2012: 143) menyatakan bahwa terdapat lima perspektif
mengenai kualitas, salah satunya yaitu bahwa kualitas dilihat tergantung pada orang yang
menilainya, sehingga produk yang paling memuaskan merupakan produk yang berkualitas paling
tinggi.

16

Kualitas pelayanan (Service quality) dapat diketahui dengan cara membandingkan
persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata-nyata mereka terima/ peroleh dengan
pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan/ inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan
suatu perusahaan. Jika jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang
diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan, jika jasa yang diterima
melampaui harapan konsumen, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sangat baik dan
berkualitas. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka
kualitas pelayanan dipersepsikan buruk.
Pelayanan publik harus selalu dituntut untuk menciptakan pelayanan yang berkualitas.
Kualitas dari sebuah pelayanan publik adalah inti utama dari setiap kajian dan upaya praktis
penerapan manajemen pelayanan publik.
Menurut Gronroos (1990: 20) bahwa :”kualitas pelayanan dapat diukur dengan
membandingkan antara pelayanan yang diterima (preceived service) dengan pelayanan yang
diharapkan (extended service). Jika layanan yang diarakan pelanggan melebihi harapannya, maka
persepsi akan positif, sebaliknya jika layanan tidak sesuai dengan persepsi pelanggan maka
persepsi kualitas menjadi rendah (negatif).
Pada prinsipnya dalam memenuhi harapan dari pelanggan untuk menuju kualitas
pelayanan bagi sebuah organisasi, adalah dapat dengan mudah dilakukan asalkan memahami
berbagai harapan yang diinginkan oleh pelanggan, yang menurut Stempler (1991:36)
mengemukakan bahwa berbagai harapan yang diinginkan oleh pelanggan yaitu (Nasrullah,
2008:139) :
a. Low price
b. 24 hours acces
c. Expertice
17

d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.

Avalaible every where
Wide assortment
Professionalisme
The lastest product
Good delivery
Good track record
Accurance
High qulity
No haste
Reability
Responsivness
High tech
High touch

Kualitas pelayanan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis dan
komprehensif yang lebih dikenal dengan konsep pelayanan prima. Aparat pelayanan hendaknya
memahami variable-variabel pelayanan prima seperti yang terdapat dalam agenda perilaku
pelayanan prima sektor publik SESPANAS LAN. Variabel dimaksud adalah (Sinambela, 2006:
8):
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pemerintahan yang bertugas melayani
Masyarakat yang dilayani pemerintah
Kebijaksanaan yang dijadikan landasan pelayanan publik
Peralatan atau sarana pelayanan yang canggih
Resources yang tersedia untuk diracik dalam bentuk kegiatan pelayanan
Kualitas pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai dengan standar dan asas
pelayanan masyarakat
g. Manajemen dan kepeminpinan serta organisasi pelayanan masyarakat
h. Perilaku pejabat yang terlibat dalam pelayanan masyarakat, apakah masing-masing
telah menjalankan fungsi mereka.

Variabel pelayanan prima di sektor publik seperti di atas dapat diimplementasikan
apabila aparat pelayanan berhasil menjadikan kepuasan pelanggan sebagai tujuan utamanya.
Agar kepuasan pelanggan yang menjadi tujuan utama terpenuhi, aparatur pelayanan dituntut
untuk mengetahui dengan pasti siapa pelanggannya. Kepuasaan pelangganlah yang dapat
dijadikan barometer dalam mengukur keberhasilan dalam pelayanan (Sinambela, 2006:8).

18

1.5.2.2 Indikator Kualitas Pelayanan
Tujuan dari pelayanan publik adalah memuaskan dan atau sesuai dengan keinginan
masyarakat/ pelanggan pada umumnya. Untuk mencapai hal ini diperlukan kualitas pelayanan
yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh
Parasuraman (1990: 103), ada lima ukuran kualitas pelayanan publik, yaitu:
1. Langsung (tangibles), yaitu kualitas pelayanan berupa sarana fisik perkantoran,
komputerisasi, administrasi, ruang tunggu dan tempat informasi.
2. Keandalan (Reability), yaitu kemampuan dan keandalan menyediakan pelayanan
yang terpercaya.
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu kesanggupan membantu dan menyediakan
pelayanan secara cepat, tepat serta tanggap terhadap keinginan konsumen.
4. Jaminan (assurance), yaitu kemampuan dan keramahan serta sopan santun aparat
dalam meyakinkan kepercayaan konsumen.
5. Empati (emphaty), yaitu sikap tegas tetapi penuh perhatian dari aparat terhadap
konsumen.
Sedangkan menurut Kumorotomo (2007: 56), terdapat beberapa indikator untuk dijadikan
sebagai pedoman dalam menilai kualitas pelayanan birokrasi publik, antara lain:
1. Efisiensi, yaitu menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan
publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan
yang berasal dari rasionalitas ekonomis.

19

2. Efektivitas, yaitu apakah tujuan yang didirikannya organisasi pelayanan publik
tersebut tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi,
tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan.
3. Keadilan, yaitu mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan
oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep
ketercukupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan apakah tingkat efektivitas
tertentu, kebutuhan dan nilai-nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang
menyangkut pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan
sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.
4. Daya tanggap, yaitu berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan
swasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap Negara atau
pemerintah akan kebutuhan masyarakat yang mendesak. Karena itu, kriteria organisai
tersebut secara keseluruhan harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan
demi memenuhi kriteria daya tanggap ini.

1.5.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan
Pelayanan umum kepada masyarakat akan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan
apabila faktor-faktor pendukungnya memadai serta dapat difungsikan secara baik. Menurut
Moenir (2002: 88) terdapat bebrapa faktor yang mendukung berjalannya suatu pelayanan dengan
baik, yaitu:
1. Faktor kesadaran para pejabat dan petugas yang berkecimpung pada pelayanan
umum;
2. Faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan;
20

3. Faktor organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya
mekanisme kegiatan pelayanan;
4. Faktor organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya
mekanisme kegiatan pelayanan;
5. Faktor keterampilan petugas;
6. Faktor sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan.
Keenam faktor tersebut mempunyai peranan yang berbeda tetapi salin mempengaruhi dan
secara bersama-sama akan mewujudkan pelaksanaan pelayanan secara optimal baik berupa
pelayanan verbal, pelayanan tulisan atau pelayanan dalam bentuk gerakan/ tindakan dengan atau
tanpa tulisan.
Terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi. Ketujuh faktor tersebut
meliputi: nilai dan budaya (vaalues and culture), proses kerja dan sistem bisnis (work process
and business system), kapasitas individu dan tim (individual and job design), penghargaan dan
pengakuan (reward and recognition), serta proses manajemen dan sistem (management process
and system).
Wolkins (dalam Tjiptono, 2002: 75-76) mengemukakan enam faktor dalam
melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan. Keenam faktor tersebut
meliputi:
1. Organisasi
Organisasi pelayanan pada dasarnya tidak berbeda dengan organisasi pada umumnya,
tetapi ada perbedaan sedikit dalam penerapannya, karena sasaran pelayanan ditujukan

21

secara khusus kepada manusia yang mempunyai watak dan kehendah multi
kompleks.
Organisasi pelayanan yang dimaksud di sini adalah mengorganisir fungsi pelayanan
baik dalam bentuk struktur maupun mekanismenya yang akanberpeeran dalam
kualitas dan kelancaran pelayanan. Organisasi adalah mekanisme, maka perlu adanya
sarana pendukung untuk memperlancar mekanisme itu. Sarana pendukung itu adalah
sistem, prosedur dan metode.
Sistem sebagai susunan atau rakitan atas sesuatu yang penting dan saling
berhubungan serta saling tergantung sehingga membentuk kesatuan yang rumit
namun utuh. Faktor organisasi sebagai suatu sistem merupakan alat yang efektif
dalam usaha pencapaian tujuan, dalam hal ini pelayanan yang baik dan memuaskan.
Agar organisasi sebagai sistem dapat berjalan perlu ada pembagian dalam hal
organnya maupun tugas pekerjaannya sampai pada jenis pekerjaan yang paling kecil
(Moenir, 2002: 125).
Penerapan sistem kualitas yang berfokus pada pelanggan akan berhasil apabila
terlebih dahulu dipahami hambatan-hambatan yang dihadapi. Salah satunya adalah
ketidakpedulian aparatur pemerintah dalam penerapan sitem kualitas yang berfokus
pada pelanggan. Selain hal itu ketidakberdayaan pegawai dalam penerapan sistem
kualitas yang mengarah pada kepuasan total pelanggan.
Dengan demikian, untuk meningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat, maka
pemberdayaan terhadap para pelaku birokrasi ke arah penciptaan profesioonalisme
pegawai menjadi sangat menentukan.

22

2. Kepemimpinan
Perbaikan pelayanan publik di Indonesia sangat bergantung dengan peran pemimpin
instansi pemerintah (top down approach). Organisasi-organisasi yang memiliki
pemimpin yang kredibel berintegritas tinggi dan memiliki visi masa depan dapat
menjadi panutan dan inovator bagi reformasi pelayanan publik. Sementara itu Joseph
M. Juran (dalam Tjiptono, 2003: 160) menyatakan bahwa kepemimpinan yang
mengarah pada kualitas meliputi tiga fungsi manajerial yaitu perencanaan,
pengendalian dan perbaikan kualitas. Strategi kualitas perusahaan harus merupakan
inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin
perusahaan untuk meningkatkan kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari
manajemen puncak, maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil
bagi perusahaan.
3. Kemampuan dan keterampilan
Dalam bidang pelayanan yang menonjol dan paling cepat dirasakan oleh orang-orang
yang mmenerima layanan adalah keterampilan pelaksananya. Mereka inilah yang
membawa “bendera”

terhadap kesan atas baik-buruknya layanan. Dengan

kemampuan dan keterampilan yang memadai maka pelaksanaan tugas/ pekerjaan
dapat dilakukan dengan baik, cepat dan memenuhi keinginan semua pihak, baik
manajemen itu sendiri maupun masyarakat.
Salah satu unsur yang paling fundamental dari manajemen pelayanan yang
berkualitas adalah pengembangan pegawai secara terus menerus melalui pendidikan
dan pelatihan.
4. Penghargaan dan pengakuan

23

Penghargaan dan pengakuan merupakan aspek penting dalam implementasi strategi
kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik perlu diberi penghargaan dan
prsetasinya diakui. Dengan demikian dapat meningkatkan motivasi, moral kerja, rasa
bangga dan rasa kepemilikan setiap orang dalam organisasi yang akhirnya dapat
memberikan kotribusi yang besar bagi instansi dan pelanggan yang dilayani.
1.5.2.4 Pengertian Paspor
Paspor adalah dokumen perjalanan yang dikeluarkan oleh pemerintah kepada warga
negaranya dimana pemerintah memberi hak kepada yang bersangkutan untuk dapat melakukan
perjalanan ke luar negeri dan di dalamnya tertera identitas yang sah, kewarganegaraan, dan hak
perlindungan selama berada di luar negeri, dan hak untuk kembali ke tanah air.
Paspor merupakan bukti identitas diri di luar tanah air. Hal ini menjadi kewajiban pemilik
paspor tersebut untuk menyimpan dan melindunginya dengan sebaik-baiknya. Paspor adalah
dokumen milik negara. Paspor RI harus diperpanjang/diperbaharui setiap lima tahun setelah
paspor tersebut habis masa berlakunya. Paspor dapat diperpanjang sebelum habis masa
berlakunya jika halaman paspor tersebut penuh, rusak berat atau hilang. Paspor digunakan ketika
kita akan memasuki perbatasan negara lain. Kemudian pihak berwenang dari negara tujuan akan
memberi stempel visa atau lembar lampiran yang ditempel pada halaman paspor sebagai bukti
izin untuk masuk ke suatu negara.
Untuk dapat melakukan perjalanan ke luar negeri maka Anda wajib memiliki paspor (Eng
= passport). Pengertian dari paspor sebagai suatu dokumen resmi yang diterbitkan oleh pejabat
pemerintah yang berwenang tentang identitas seorang warga negara yang akan melakukan
perjalanan lintas negara. Paspor ini digunakan ketika seorang warga negara yang hendak
memasuki batas negara lain. Kemudian petugas berwenang dari negara tujuan tersebut akan
24

memberi stempel ataupun lampiran lembar visa yang direkatkan di dalam halaman pemegang
paspor sebagai bukti tanda ijin untuk memasuki suatu negara.
Pada umumnya paspor berisikan tentang identitas lengkap pemegang paspor yang
meliputi: foto, nama lengkap, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, serta tandatangan
pemegang paspor tersebut. Informasi lain yang terdapat pada paspor yakni kode negara, nomor
(unik) paspor, tanggal penerbitan dan berakhirnya paspor, institusi penerbit, dan nama pejabat
berwenang yang menerbitkan lengkap dengan tandatangan dan stempelnya.
Dengan kemajuan teknologi, saat ini di beberapa negara telah mengeluarkan e-passport
atau elektronik passport sebagai pengganti jenis paspor konvensional yang ada saat ini.
Mekanisme e-passport ini yakni dengan menanamkan suatu chip yang berisikan biodata
pemegangnya dan dilengkapi dengan data biometrik-nya untuk memberi jaminan kepastian
bahwa pemegang paspor tersebut adalah benar pemilik yang sah.
Paspor Republik Indonesia adalah dokumen perjalanan yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan perwakilan RI di luar
negeri. Paspor ini hanya diberikan kepada Warga Negara Indonesia.
Paspor ini berisi 24 atau 48 halaman dan berlaku selama 5 tahun. Namun paspor yang
diterbitkan oleh perwakilan RI di luar negeri lazimnya menerbitkan paspor dengan jangka waktu
3 tahun dan dapat diperpanjang 2 tahun setelahnya.
Paspor RI merupakan dokumen milik negara yang dapat dibatalkan atau dicabut sewaktuwaktu oleh negara tanpa pemberitahuan. Paspor ini diterbitkan bilingual dalam bahasa Indonesia
dan Inggris.
Di halaman pertama paspor RI dapat ditemukan himbauan dari pemerintah sebagai
berikut:

25

Dalam bahasa Indonesia:
"Pemerintah Republik Indonesia memohon kepada semua pihak yang berkepentingan
untuk mengizinkan kepada pemegang paspor ini berlalu secara leluasa dan memberikan
bantuan dan perlindungan kepadanya.
Dalam bahasa Inggris:
"The Government of the Republic of Indonesia requests to all whom it may concerned to
allow the bearer to pass freely without let or hindrance and afford him/her such assistance and
protection."
Pada umumnya paspor Indonesia berlaku untuk seluruh dunia. Namun pada beberapa
saat, paspor Indonesia melarang warga negaranya untuk berkunjung ke Israel dan Taiwan dengan
pencantuman dalam paspor.

1.5.2.5 Macam-Macam Paspor
Ada beberapa macam paspor Indonesia, yang masing-masing dikeluarkan oleh lembaga
yang berbeda-beda.
1. Paspor umum (bersampul hijau, ada dua jenis yang berbeda jumlah halamannya),
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia
2. Paspor kedinasan (bersampul biru), dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri
3. Paspor diplomatik (bersampul hitam), dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri.

26

1.5.2.6 Penerbitan Paspor
Standar operasional prosedur penerbitan paspor merupakan bagian dari Sistem Informasi
Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) yang dibangun di lingkungan Direktorat Jenderal Imigrasi.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 2011, yang dimaksud dengan Sistem
Informasi Manajemen Keimigrasian adalah sistem teknologi informasi dan komunikasi yang
digunakan untuk mengumpulkan, mengolah dan menyajikan informasi guna mendukung
operasional, manajemen, dan pengambilan keputusan dalam melaksanakan fungsi keimigrasian.
Pengurusan paspor juga menerapkan sistem antrian untuk melayani para pemohon di
setiap tahapan proses pembuatan paspor. Sistem antrian ini disebut dengan sistem FIFO (First In
First Out). Melalui sistem FIFO ini, berkas permohonan pengurusan paspor yang masuk
pertama, akan diproses lebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk menghindari penyimpangan dalam
penyelesaian berkas yang dikarenakan kesewenang-wenangan petugas dalam memberikan
pelayanan, dan mewujudkan keadilan pelayanan.
Pelaksanaan penerbitan paspor harus sesuai dengan prosedur yang berlaku. Prosedur
penerbitan paspor berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi nomor IMI-891.GR.01.01
Tahun 2008 tentang Standar Operasional Prosedur Sistem Penerbitan Surat Perjalanan Republik
Indonesia, yaitu:
1. Formulir.
Pengambilan formulir permohonan penerbitan Surat Perjalanan Republik Indonesia
(SPRI) dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan mengambil formulir pada loket
pengambilan formulir yang tersedia di Kantor Imigrasi, atau pengambilan formulir yang
dilakukan secara elektronik pada situs resmi keimigrasian www.imigrasi.go.id.

27

2. Pengisian Formulir.
Pengisian formulir permohonan penerbitan Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI)
juga dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemohon mengisi formulir sesuai dengan
kolom yang ditentukan, selain itu pada pengisian formulir elektronik yang selanjutnya
disebut prapermohonan, pemohon wajib mengisi formulir elektronik dan memindai
persyaratan yang diminta, kemudian mencetak tanda bukti prapermohonan.
3. Antrian.
Pemohon mengambil nomor antrian elektronik ataupun manual pada Kantor Imigrasi
sesuai dengan tahapan prosesnya, kemudian mesin antrian akan memanggil secara
otomatis dan menampilkan nomor antrian pada layar monitor atau petugas loket
memanggil pemohon sesuai dengan nomor antriannya.
4. Pengajuan permohonan SuratPerjalanan Republik Indonesia (SPRI).
Pemohon mengajukan permohonan penerbitan SPRI atau tanda bukti prapermohonan
kepada loket pada Kantor Imigrasi, kemudian petugas loket menerima dan memeriksa
kebenaran persyaratan asli yang dibawa oleh pemohon. Selanjutnya petugas loket
memindai dokumen dan memeriksa hasil pemindaian serta memeriksa daftar pencegahan
dengan mencocokan rincian biodata untuk memastikan kebenaran data pemohon yang
identik dengan nama yang tercantum dalam daftar pencegahan. Apabila nama pemohon
telah memenuhi persyaratan dan namanya tidak tercantum dalam daftar pencegahan maka
petugas loket akan memberikan tanda terima kepada pemohon tersebut. Sedangkan jika
terdapat rincian biodata yang sama dengan daftar pencegahan, maka petugas loket akan
menolak permohonan dan memberikan bukti penolakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

28

5. Pembayaran tarif keimigrasian.
Pembayaran tarif keimigrasian dilakukan pada bagian bendahara penerimaan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Kemudian bendahara penerima pembayaran memasukan
nomor perforasi SPRI dan mencetak serta memberikan tanda terima pembayaran.
6. Pengambilan foto wajah dan sidik jari.
Pada tahap ini, pemohon wajib datang ke Kantor Imigrasi.Pengambilan foto wajah dan
sidik jari dilakukan oleh petugas sesuai dengan nomor antrian pada tanda terima
pembayaran. Pada saat pengambilan foto wajah, pemohon harus berada pada posisi
menghadap ke depan lensa kamera. Setelah itu, petugas mengambil sepuluh sidik jari
tangan pemohon. Apabila terdapat kelainan pada jari tangan pemohon, maka petugas
harus membuat catatan pada kolom petugas.Pengambilan sidik jari tidak perlu dilakukan
pada anak yang berusia dibawah tiga tahun.
7. Wawancara.
Pada saat pelaksanaan wawancara, pemohon diwajibkan untuk hadir dengan membawa
dokumen asli sebagai persyaratan dalam proses wawancara. Kemudian dokumen tersebut
akan diperiksa oleh petugas yang berwenang terkait dengan kelengkapan berkas dan
membuat catatan pada formulir yang tersedia dan mencetaknya. Setelah itu, pemohon
diwajibkan untuk menandatangani hasil pencetakan dan blanko Surat Perjalanan
Republik Indonesia.
8. Identifikasi Foto Wajah dan Sidik Jari.
Petugas wawancara mengirim data foto wajah dan sidik jari serta identitas diri ke Pusat
Data Keimigrasian (Pusdakim) untuk dilakukan identifikasi. Sistem identifikasi pada
Pusdakim ini secara otomatis akan memberikan jawaban kepada Kantor Imigrasi berupa

29

persetujuan atau tindak lanjut. Tindak lanjut merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
oleh kepala Kantor Imigrasi apabila ditemukan duplikasi dalam proses identifikasi foto
wajah dan sidik jari serta menuangkannya dalam berita acara pemeriksaan dan berita
acara pendapat untuk selanjutnya dilakukan proses sesuai dengan Undang-Undang yang
berlaku.
9. Pencetakan Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI).
Petugas yang diberi wewenang melakukan pencetakan halaman biodata pemohon dan
halaman catatan resmi serta halaman pengesahan setelah mendapat persetujuan
identifikasi foto wajah dan sidik jari dari Pusdakim dan melakukan laminasi blanko
SPRI. Selain itu, petugas yang diberi wewenang juga melakukan uji kualitas pencetakan
dan laminasi dalam hal ditemukan cacat produksi maka dilakukan penggantian blanko
SPRI tanpa dikenakan tarif.
10. Perubahan data pemegang Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI).
Dalam hal terjadi perubahan data pemegang SPRI dapat dilakukan oleh setiap Kantor
Imigrasi atau Sub Direktorat Dokumen Perjalanan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Adapun yang menjadi tahapan dari setiap prosedur tersebut adalah Pertama, pengajuan
permohonan, Kedua, persetujuan Kepala Kantor Imigrasi atau Kepala Sub Direktorat
Dokumen Perjalanan atau pejabat yang diberi wewenang untuk memproses sesuai
ketentuan yang berlaku. Ketiga, Pencetakan halaman pengesahan dan selanjutnya
dibubuhkan paraf oleh Kepala Kantor Imigrasi atau Kepala Sub Direktorat Dokumen
Perjalanan atau pejabat yang diberi wewenang.
11. Penandatanganan Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI).

30

Kepala bidang atau kepala seksi lalu lintas dan status keimigrasian atau kepala seksi lalu
lintas keimigrasian atau pejabat yang diberi wewenang membubuhkan paraf pada
SPRI.Kemudian, Kepala Kantor Imigrasi atau pejabat yang diberi wewenang
menandatangani SPRI dan menyerahkan kepada petugas untuk selanjutnya diterakan cap
sebagai pengesahan dan selanjutnya diserahkan kepada petugas loket.
11. Penyerahan Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI).
Petugas loket melakukan pemindaian halaman tanda tangan Kepala Kantor Imigrasi dan
halaman catatan petugas dan selanjutnya menyerahkan kepada pemohon kemudian
pemohon menandatangani tanda bukti penerimaan SPRI pada kolom penerimaan.
12. Penyimpanan berkas Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI).
Seluruh berkas fisik permohonan yang telah selesai diproses disimpan oleh Bidangatau
Seksi Informasi Keimigrasian.
Masa berlakunya Surat Perjalanan Republik Indonesia atau Paspor RI atau Surat
Perjalanan Laksana Paspor ditentukan oleh masing-masing Menteri yang mengeluarkan paspor
dan diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1994 tentang Surat Perjalanan Republik
Indonesia. Paspor diplomatik, paspor dinas, dan paspor biasa untuk Warga Negara Indonesia
berlaku paling lama 5 tahun sejak tanggal diterbitkan. Masa berlaku paspor biasa yang
diterbitkan bagi anak berkewarganegaraan ganda tidak boleh melebihi batas usia anak tersebut
untuk menyatakan memilih kewarganegaraannnya. Batas usia anak berkewarganegaraan ganda
ditentukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sesuai kewenangannya, masing-masing Menteri yang mengeluarkan paspor dapat
memberikan masa berlaku paspor kurang dari 5 tahun.

31

1.5.2.7 Kualitas Pelayanan Pengadaan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai
Pelayanan publik merupakan salah satu persoalan yang cukup aktual dalam kajian
birokrasi, karena pelaksanaannya merupakan cerminan kinerja birokrasi secara umum. Pelayanan
publik yang diberikan oleh pemerintah merupakan upaya untuk menjawab permasalahan yang
dihadapi oleh masyarakat karena pada dasarnya tugas maupun kewajiban utama dari pemerintah
baik pusat maupun daerah adalah untuk melayani masyarakat. Membangun kepercayaan
masyarakat atas pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan
harapan dan tuntutan seluruh warga negara atas pelayanan publik yang baik dan memuaskan.
Tetapi pada kenyataannya kehadiran birokrasi mendapat kesan yang kurang baik dimata dan
benak masyarakat.
Kualitas pelayanan publik belum terlaksana dengan baik menyebabkan buruknya
penyelenggaraan pelayanan publik. Pemerintah yang memiliki fungsi sebagai peny