Analisis Bahaya dan Identifikasi Titik Kritis pada Industri Rumah Tangga Pembuatan Tahu Cina dan Tahu Sumedang di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia
ANALISIS BAHAYA DAN IDENTIFIKASI TITIK KRITIS PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PEMBUATAN TAHU CINA DAN TAHU SUMEDANG
DI KELURAHAN SARI REJO KECAMATAN MEDAN POLONIA
SKRIPSI OLEH
ROSALYN SITINJAK 101000035
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(2)
ANALISIS BAHAYA DAN IDENTIFIKASI TITIK KRITIS PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PEMBUATAN TAHU CINA DAN TAHU SUMEDANG
DI KELURAHAN SARI REJO KECAMATAN MEDAN POLONIA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh
ROSALYN SITINJAK 101000035
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(3)
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi :ANALISIS BAHAYA DAN IDENTIFIKASI TITIK KRITIS PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PEMBUATAN TAHU CINA DAN TAHU SUMEDANG DI KELURAHAN SARI REJO KECAMATAN MEDAN POLONIA
Nama Mahasiswa : ROSALYN SITINJAK Nomor Induk Mahasiswa : 101000035
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan : Gizi Kesehatan Masyarakat Tanggal Lulus : 26 Januari 2015
Disahkan Oleh Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing Skripsi I Dosen Pembimbing Skripsi II
Prof.Dr. Ir. Albiner Siagian M.Si Dra. Jumirah, Apt, M.Kes NIP.196706131993031004 NIP. 195803151988112001
Medan, Januari 2015 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan
Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 196108311989031001
(4)
ABSTRAK
Keamanan pangan merupakan syarat penting bagi pangan yang hendak dikonsumsi oleh masyarakat. Ketidakamanan pangan bisa terjadi pada proses pengolahan pangan yang disebut titik kritis yang apabila tidak dikendalikan bisa membahayakan masyarakat.
Penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif yang bertujuan untuk menganalis bahaya dan mengetahui titik kritis pada industri rumah tangga pembuatan Tahu Cina dan Tahu Sumedang di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan dokumentasi proses pembuatan tahu.
Hasil penelitian menunjukkan adanya cemaran fisik berupa pasir dan kedelai hitam pada Tahu Cina dan pada Tahu Sumedang hanya ditemukan kedelai hitam. Kedua air perendaman kedelai mengandung E.coli. Pada tahu tidak ditemukan E.coli maupun Salmonella. Bahan penggumpal yaitu kalsium sulfat melebihi dosis untuk pembuatan Tahu Cina. Logam berat (timbal, tembaga, arsen) pada kedua jenis tahu belum melebihi batas aman. Formalin positif pada kedua tahu. Titik kritis pada pembuatan Tahu Cina adalah pada tahap perendaman kedelai, penggumpalan dan pencetakan. Titik kritis pada pembuatan Tahu Sumedang adalah pada perendaman kedelai.
Berdasarkan hasil penelitian, produsen diharapkan untuk memakai bahan kimia sesuai takaran dan tidak memakai bahan kimia yang dilarang. Menggunakan air bersih dalam proses produksi dan memerhatikan kebersihan peralatan yang digunakan sebab peralatan dan bahan-bahan yang digunakan tidak boleh mencemari produk yang bisa membahayakan konsumen.
Kata kunci: analisis bahaya, titik kritis, Tahu Cina, Tahu Sumedang, industri pangan rumah tangga
(5)
ABSTRACT
Food secure is an important condition for food that will be consumed by society. Food insecurity can be happen on food processing process call critical point which is if uncontrolled can endanger society.
This research is observational survey with purpose to analize hazards and to know critical points in the making of Chinese Tofu and Sumedang Tofu at Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia. Data collecting done by observation and documentation Tofu making process.
The research result showing the existence of physic contamination such as sand and rotten soybean on Chinese Tofu and just rotten soybean found on Sumedang Tofu.Both of soybean soaking water containing E.coli. Undiscovered E.coli and also Salmonella on tofu. Curd material which is sulphate calcium exceed dose for making Chinese Tofu. Heavy metal (lead, copper, arsenic) at both of the tofu not exceed secure perimeter yet. Formalin positive at both of the tofu. Critical points at the making of Chinese Tofu are on soybean soaking, curd and printing. Critical point found for Sumedang Tofu processing process on soybean soaking.
Base of the observational result, producer expecting to using chemical material accords measuring, do not use harmfull chemical material. Utilizing clean water in production process and paying attention to equipment hygiene that is utilized and material those are utilized may not contaminate product that be endanger consumer.
Keywords: hazard analysis, critical point, Chinese Tofu, Sumedang Tofu, household food industry
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rosalyn Sitinjak
Tempat/tanggal lahir : Banjar Sitolu-tolu/20 Maret 1992
Agama : Kristen Protestan
Anak ke : 3 dari 5 bersaudara
Status perkawinan : Belum kawin
Alamat rumah : Simamora Nabolak, Kecamatan Pagaran, Kabupaten Tapanuli Utara
Riwayat pendidikan:
1. Tahun 1998-2004 : SD Negeri 177666 Ulaman 2. Tahun 2004 – 2007 : SMP Negeri 1 Pagaran 3. Tahun 2007-2010 : SMA Negeri 1 Pagaran
4. Tahun 2010-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas kasih dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Bahaya dan Identifikasi Titik Kritis pada
Industri Rumah Tangga Pembuatan Tahu Cina dan Tahu Sumedang di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia” ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
Seperti pepatah mengatakan tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna.
Penulisan skripi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak baik secara moril maupun materi. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,
2. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat dan selaku dosen pembimbing I,
3. Dra. Jumirah Apt. MKes. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan dukungan dan arahan kepada penulis,
(8)
4. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes, selaku dosen Pembimbing Akademi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,
5. Seluruh dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara beserta seluruh pegawai, khususnya Bapak Marihot Samosir,ST, yang sudah banyak membantu urusan administrasi,
6. Pegawai BTKL dan Badan Standarisasi Industri Medan (BARISTAND) yang sudah banyak membantu untuk pengerjaan di laboratorium,
7. Bapak drs. B. Sitinjak , mama K. Manalu, dan keluarga sekalian yang sudah banyak membantu,
8. Teman-teman di FKM khususnya Frans, Nita, Lispa, Hermin, Henrika, Erikka yang sudah banyak memberikan bantuan dalam pengerjaan skripsi ini,
9. Putri Sion (Kakak Rafika, Erna, Joanna, Purnama, Ria) yang memberikan semangat dan mendoakan,
10.Teman-teman stambuk 2010, Elsa, Novarida, Iis, Mira, Ayu, Ade Irma, Meyanta, Kamal, Nur Aida, Rini Piliang, Vinni, Silvina, Octaria, Chatarina, dan Martaulina,
11.Saudara seperjuangan Eli, Marta, Betesda, Putri, Hardianti, Juspen, Devi Pohan,
12.Teman sepermainan Canro, Erny, Lastry, Santi,Kristina, Laras, Hady, Hisar, Jesika, Eva, Fidrin, Asnidar, Jaya, Albet, Geri, Bosmer, Unjur, dan Jhon, 13.Beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) USU tahun 2012-2013 yang
(9)
14.Semua pihak yang telah membantu kelancaran skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Januari 2015 Penulis
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman pengesahan ... i
Abstrak ... ii
Riwayat hidup penulis ... iii
Kata pengantar ... iv
Daftar isi ... viii
Daftar tabel ... x
Daftar gambar ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.3.1 Tujuan Umum... 6
1.3.2 Tujuan Khusus ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ... 8
2.1.1 Analisis Bahaya ... 12
2.1.2 Titik Kritis ... 15
2.2 Tahu ... 18
2.2.1 Jenis-jenis Tahu ... 19
2.2.3 Proses Pembuatan Tahu ... 21
2.3 Syarat Kualitas Tahu ... 23
2.3.1 Bahan Kimia ... 24
2.3.2 Bahaya Mikrobiologis... 26
2.4 Kerangka Teori ... 28
2.5 Prosedur kerja ... 29
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 31
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
(11)
3.3 Objek Penelitian ... 32
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 32
3.4.1 Data Primer ... 32
3.4.2 Data Sekunder ... 34
3.5 Instrumen Penelitian ... 34
3.6 Defenisi Operasional ... 34
3.7 Alat dan Bahan ... 35
3.7.1 Penentuan Adanya Formalin dengan Metode Destilasi ... 35
3.7.2 Penentuan Angka Lempeng Total ... 36
3.7.3 Uji Kandungan Logam Berat dengan Metode Atomic Absorption Spectrometry (AAS) ... 38
3.8 Analisis Data ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1Gambaran Umum Lokasi penelitian ... 40
4.2 Hasil Pemeriksaan Bahaya Fisik, Kimia dan Mikrobiologis ... 43
4.3 Pohon keputusan penentuan Titik Kritis pada Tiap Tahap Proses Pembuatan Tahu Cina ... 48
4.4 Pohon keputusan penentuan Titik Kritis pada Tiap Tahap Proses Pembuatan Tahu Sumedang ... 54
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis bahaya ... 61
5.1.1 Bahaya Fisik ... 61
5.1.2 Bahaya Kimia ... 62
5.1.3 Bahaya Mikrobiologis... 66
5.2 Identifikasi Titik Kritis ... 68
5.2.1 Titik Kritis pada Pembuatan Tahu Cina ... 68
5.2.2 Titik Kritis pada Pembuatan Tahu Sumedang... 71
5.2.3 Titik Kendali Kritis ... 73
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 74
6.2 Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA
(12)
Daftar tabel
Tabel 2.1 Pengelompokan bahaya kimia ... …………. 14
Tabel 2.2 Pengelompokan tingkat bahaya ... 14
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan bahaya fisik pada tahu ... 43
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan Formalin pada Tahu ... 44
Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan logam berat pada tahu (mg/kg) ... 44
Tabel 4.4 Hasil pemeriksaan mikrobiologis pada air perendaman kedelai ... 44
Tabel 4.5 Hasil pemeriksaan mikrobiologis pada tahu ... 45
Tabel 4.6 Hasil Analisis Bahaya pada Proses Pembuatan Tahu Cina ... 46
Tabel 4.7 Analisis Resiko Bahaya ... 47 Tabel 4.8 Hasil Analisis Bahaya pada Proses Pembuatan Tahu Sumedang . 53
(13)
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Skema pembuatan tahu ... 22
Gambar 2.2 Prosedur kerja ... 29
Gambar 4.1 Penggilingan kedelai ... 41
Gambar 4.2 Memindahkan bubur kedelai hasil penyaringan ke wadah penggumpalan ... 41
Gambar 4.3 Proses pembuatan Tahu Sumedang ... 42
Gambar 4.4 Identifikasi titik kritis pada tahap perendaman ... 48
Gambar 4.5 Identifikasi titik kritis pada tahap penggilingan ... 49
Gambar 4.6 Identifikasi titik kritis pada tahap perebusan ………... 50
Gambar 4.7 Identifikasi titik kritis pada tahap penyaringan ... 50
Gambar 4.8 Identifikasi titik kritis pada tahap penggumpalan ... 51
Gambar 4.9 Identifikasi titik kritis pada tahap pencetakan ... 52
Gambar 4.10 Identifikasi titik kritis pada tahap perendaman kedelai ... 54
Gambar 4.11 Identifikasi titik kritis pada tahap penggilingan kedelai ... 55
Gambar 4.12 Identifikasi titik kritis pada tahap perebusan bubur kedelai ... 56
Gambar 4.13 Identifikasi titik kritis pada tahap penyaringan bubur kedelai 56 Gambar 4.14 Identifikasi titik kritis pada tahap penggumpalan bubur kedelai 57 Gambar 4.15 Identifikasi titik kritis pada tahap pencetakan tahu ... 58
Gambar 4.16 Identifikasi titik kritis pada tahap pemotongan tahu ... 59
(14)
ABSTRAK
Keamanan pangan merupakan syarat penting bagi pangan yang hendak dikonsumsi oleh masyarakat. Ketidakamanan pangan bisa terjadi pada proses pengolahan pangan yang disebut titik kritis yang apabila tidak dikendalikan bisa membahayakan masyarakat.
Penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif yang bertujuan untuk menganalis bahaya dan mengetahui titik kritis pada industri rumah tangga pembuatan Tahu Cina dan Tahu Sumedang di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan dokumentasi proses pembuatan tahu.
Hasil penelitian menunjukkan adanya cemaran fisik berupa pasir dan kedelai hitam pada Tahu Cina dan pada Tahu Sumedang hanya ditemukan kedelai hitam. Kedua air perendaman kedelai mengandung E.coli. Pada tahu tidak ditemukan E.coli maupun Salmonella. Bahan penggumpal yaitu kalsium sulfat melebihi dosis untuk pembuatan Tahu Cina. Logam berat (timbal, tembaga, arsen) pada kedua jenis tahu belum melebihi batas aman. Formalin positif pada kedua tahu. Titik kritis pada pembuatan Tahu Cina adalah pada tahap perendaman kedelai, penggumpalan dan pencetakan. Titik kritis pada pembuatan Tahu Sumedang adalah pada perendaman kedelai.
Berdasarkan hasil penelitian, produsen diharapkan untuk memakai bahan kimia sesuai takaran dan tidak memakai bahan kimia yang dilarang. Menggunakan air bersih dalam proses produksi dan memerhatikan kebersihan peralatan yang digunakan sebab peralatan dan bahan-bahan yang digunakan tidak boleh mencemari produk yang bisa membahayakan konsumen.
Kata kunci: analisis bahaya, titik kritis, Tahu Cina, Tahu Sumedang, industri pangan rumah tangga
(15)
ABSTRACT
Food secure is an important condition for food that will be consumed by society. Food insecurity can be happen on food processing process call critical point which is if uncontrolled can endanger society.
This research is observational survey with purpose to analize hazards and to know critical points in the making of Chinese Tofu and Sumedang Tofu at Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia. Data collecting done by observation and documentation Tofu making process.
The research result showing the existence of physic contamination such as sand and rotten soybean on Chinese Tofu and just rotten soybean found on Sumedang Tofu.Both of soybean soaking water containing E.coli. Undiscovered E.coli and also Salmonella on tofu. Curd material which is sulphate calcium exceed dose for making Chinese Tofu. Heavy metal (lead, copper, arsenic) at both of the tofu not exceed secure perimeter yet. Formalin positive at both of the tofu. Critical points at the making of Chinese Tofu are on soybean soaking, curd and printing. Critical point found for Sumedang Tofu processing process on soybean soaking.
Base of the observational result, producer expecting to using chemical material accords measuring, do not use harmfull chemical material. Utilizing clean water in production process and paying attention to equipment hygiene that is utilized and material those are utilized may not contaminate product that be endanger consumer.
Keywords: hazard analysis, critical point, Chinese Tofu, Sumedang Tofu, household food industry
(16)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu, bergizi, beragam dengan harga yang terjangkau oleh kemampuan daya beli masyarakat.
Keamanan pangan merupakan syarat penting pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh masyarakat. Pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan dari dapur rumah tangga maupun dari industri rumah tangga. Oleh karena itu industri pangan adalah salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu program pengawasan, pengendalian, dan prosedur pengaturan yang dirancang untuk menjaga agar makanan tidak tercemar sebelum disajikan. Sistem ini merupakan pendekatan sistematis terhadap identifikasi, evaluasi pengawasan keamanan pangan secara bermakna (Arisman, 2009).
Sistem HACCP terutama diterapkan dalam industri makanan besar, tetapi WHO telah membuktikan bahwa sistem ini dapat diterapkan hingga ke tingkat rumah tangga. Konsep HACCP merupakan penggabungan dari mikrobiologis makanan, pengawasan mutu, dan penilaian risiko. Sistem HACCP bukan merupakan sistem
(17)
jaminan keamanan pangan yang zero-risk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan.
Keselamatan dan kesehatan masyarakat harus dilindungi terhadap pangan yang tidak memenuhi syarat dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi, peredaran dan perdagangan pangan yang tidak benar. Cara produksi dan peredaran pangan yang tidak benar dapat merugikan dan membahayakan bagi kesehatan. Penjamin pangan yang aman merupakan tanggungjawab pemerintah, industri pangan dan konsumen sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing (Cahyadi, 2008).
Makanan yang kita makan sehari-hari mempunyai resiko menjadi tidak aman untuk dikonsumsi, karena kemungkinan dicemari bahan-bahan yang berbahaya seperti mikroba, bahan kimia, atau bahan lainnya yang dapat meracuni atau mengganggu kesehatan. Karena itu tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya bahaya dalam makanan baik fisik, kimia dan bahaya biologis dalam seluruh rantai makanan harus dipahami sepenuhnya.
Makanan yang sehat adalah makanan yang higienis serta mengandung zat gizi. Makanan yang higienis yaitu makanan yang tidak mengandung kuman penyakit dan tidak boleh bersifat meracuni tubuh. Dalam pengolahan bahan makanan, banyak cara yang dilakukan orang atau produsen untuk mendapatkan produk akhir yang menarik dengan daya simpan yang tinggi, yaitu dengan menggunakan bahan tambahan makanan. Bahan tambahan makanan (aditif) adalah zat yang ditambahkan pada makanan yang diberikan dalam jumlah tertentu dengan maksud untuk memperbaiki rupa, susunan atau sifat makanan. Bahan tambahan sangat membantu
(18)
proses pengolahan makanan selama kadarnya tidak melebihi kadar yang dapat ditolerir oleh tubuh (Irianto dan Kusno, 2004).
Kandungan dan komposisi zat gizi pangan seringkali tidak menjadi faktor penentu dalam pemilihan jenis pangan, kecuali bagi konsumen yang memperhatikan segi kesehatan. Keamanan pangan didefenisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi (Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan).
Tahu merupakan makanan hasil olahan kedelai yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia mulai dari masyarakat kelas atas menengah dan bawah karena rasanya enak, mudah dibuat, harganya murah, tinggi protein, dan dapat diolah menjadi berbagai bentuk masakan seperti cemilan, bahkan tidak sedikit masyarakat yang membuat tahu menjadi lauk sehari-hari. Tahu berasal dari Cina. Nama tahu adalah kata serapan dari bahasa Hokkian (tauhu) yang secara harafiah berarti kedelai yang difermentasi.
Secara umum mutu tahu yang baik mempunyai ciri-ciri tekstur kompak dan kenyal, penampakan halus tanpa lendir, rasa tidak pahit dan tidak asam, flavor normal, bau tahu tercium khas bau kedelai, warna putih kecuali tahu kuning yang ditambahkan pewarna seperti kunyit. Proses pengolahan yang dilakukan secara
(19)
tidak akan menghasilkan tahu dengan kualitas yang baik. Agar diperoleh kualitas yang baik maka tahap-tahap pengolahan harus memenuhi standar proses pembuatan tahu.
Proses pembuatan tahu secara sederhana terdiri dari perendaman kedelai kering yang sudah disortasi dengan menggunakan air bersih selama 4 sampai 12 jam, pengupasan, perendaman dengan air bersih selama 45 menit, penggilingan, perebusan selama 30 menit, penyaringan bubur kedelai, pendidihan susu kedelai, penggumpalan dengan bahan penggumpal dan pencetakan tahu. Sortasi pada kedelai yaitu dengan memilih kedelai yang baik, biji kedelai yang kurang baik misalnya berwarna hitam, terdapat bercak serangga dan sebagainya maka kedelai yang seperti itu perlu dipilah agar tahu yang dihasilkan dapat bermutu tinggi. Tahap pencucian, perebusan, penggilingan, penggumpalan biji kedelai harus menggunakan air bersih yang bebas kaporit dan tidak tercemar bakteri patogen seperti e-coli. Penambahan bahan pengawet seperti formalin dan boraks tidak diperbolehkan karena akan membahayakan konsumen.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nungki Nurul pada 2006 di industri rumah tangga pembuatan tahu di Plamongansari Pedurungan, kota Semarang menunjukkan adanya cemaran fisik pada kedelai yang berupa ranting, kulit kayu, kulit polong, jagung, dan kedelai hitam. Pada tahu ditemukan cemaran berupa butiran berwarna hitam dan coklat. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan tidak ada formalin dan bakteri e-coli tetapi ditemukan bakteri lain yang tidak terindentifikasi. Pada proses pembuatan tahu diperoleh tahap pemilihan kedelai, proses perebusan,
(20)
proses pembungkusan dengan kain dan proses penyimpanan dapat mempengaruhi kesehatan konsumen dan mutu tahu.
Hingga sekarang ini sudah semakin banyak industri rumah tangga yang memproduksi tahu. Industri Rumah Tangga (IRT) adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Di kota Medan sendiri terdapat 42 unit industri rumah tangga pembuatan tahu. Jenis tahu yang paling umum diproduksi yaitu tahu cina, tahu sumedang mentah dan tahu sumedang goreng ( Giska, dkk. 2013)
Salah satu daerah penghasil tahu di kota Medan yaitu Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia. Disini ada beberapa industri rumah tangga pembuatan tahu yang menggunakan teknologi sederhana dalam proses pembuatannya. Produk pangan yang diolah menggunakan teknologi sederhana biasanya memiliki masa layak konsumsi yang lebih singkat dibandingkan produk pangan yang diolah dengan teknologi tinggi karena adanya perbedaan standar keamanan. Pangan yang tidak aman yang disebabkan interaksi antara bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik tentunya akan mempengaruhi kesehatan manusia.
Survei awal yang dilakukan pada kedua industri pembuatan Tahu Cina dan Tahu Sumedang ini memperlihatkan bahwa sarana industri tidak mempunyai sekat/dinding ke arah luar. Mengingat lokasi ini terletak di dekat jalan yang ramai dilewati kendaraan warga, kendaraan pengantar kedelai dan pengangkut tahu,
(21)
bak perendaman kedelai dan penampungan bubur kedelai terlihat hitam dan berlumut yang memungkinkan adanya bahaya fisik pada produk tahu. Mesin-mesin penggiling yang berkarat bisa saja terkikis dan menyebabkan tahu tercemar logam berat. Di sekitar industri pembuatan Tahu Sumedang juga terlihat sampah berserakan dan lalat beterbangan yang bisa memindahkan kuman penyakit ke produk tahu. Selain kebersihan alat, kebersihan pekerja juga sangat mempengaruhi kualitas suatu produk. Para pekerja di industri ini terutama yang bertugas mencetak tahu tidak menggunakan pakaian sehingga memungkinkan tahu yang dicetak terkontaminasi keringat pekerja.
Sehubungan dengan kondisi di atas peneliti tertarik untuk meneliti proses pembuatan tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia untuk melihat kemungkinan adanya titik kritis seperti bahaya mikrobiologi pada tahap perendaman dan pencetakan, bahaya fisik pada bubur kedelai dan pada proses penggilingan, serta bahaya kimia pada proses penggumpalan tahu.
1.2 Perumusan Masalah
Yang menjadi permasalahan penelitian adalah pada proses pembuatan tahu, tahap mana saja yang dianggap sebagai titik kritis.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui titik kritis pada proses pembuatan Tahu Cina dan Tahu Sumedang pada industri rumah tangga di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia.
(22)
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pada proses pembuatan tahu tahap apa saja yang bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan ( titik kritis).
2. Untuk mengetahui bahaya kimia (formalin, logam berat dan kadar bahan penggumpal CaSO4) pada tahu yang diproduksi di Industri Rumah Tangga pembuatan Tahu Cina dan Industri Rumah Tangga pembuatan Tahu Sumedang di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia.
3. Untuk mengetahui bahaya mikrobiologis pada air rendaman kedelai dan pada tahu yang diproduksi di Industri Rumah Tangga pembuatan Tahu Cina dan Industri Rumah Tangga pembuatan Tahu Sumedang di Kelurahan Sari Rejo. 4. Untuk mengetahui bahaya fisik yang terdapat pada tahu hasil produksi
Industri Rumah Tangga pembuatan Tahu Cina dan Industri Rumah Tangga pembuatan Tahu Sumedang di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia.
1.4 Manfaat Penelitian
Sebagai informasi yang dapat mendukung ilmu pengetahuan terutama dalam hal keamanan pangan.
(23)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Proses pengolahan dan pengawetan pada makanan dan minuman perlu dilakukan secara tepat dan benar, disertai dengan sistem pengawasan yang ketat karena bahan makanan dan minuman berkaitan langsung dengan kesehatan konsumen. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi akibat buruk yang tidak diinginkan terhadap konsumen (Suprapti, 2005).
Dalam buku Pangan dan Gizi karangan Sagung Seto tahun 2001, konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pertama kali dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury di Amerika Serikat bersama-sama dengan US Army Nautics Research and Development Laboratories, The National Aeronautics and Space Administration serta US Air Force Space Laboratory Projec Group pada tahun 1959 diminta untuk mengembangkan makanan untuk dikonsumsi astronot pada gravitasi nol. Misi yang paling utama dalam pembuatan produk tersebut adalah menjamin keamanan produk agar para astronot tidak jatuh sakit. Jadi, perlu dikembangkan pendekatan yang dapat memberi jaminan mendekati 100% aman.
Tim tersebut akhirnya menyimpulkan cara terbaik untuk mendapatkan jaminan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan dan penyimpanan rekaman data yang baik. Konsep yang saat ini dikenal sebagai HACCP ini, jika diterapkan dengan tepat dapat mengendalikan titik-titik yang memungkinkan menyebabkan bahaya.
(24)
Masalah bahaya ini didekati dengan cara mengamati satu per satu bahan baku proses dari sejak di lapangan sampai dengan pengolahannya. Bahaya yang dipertimbangkan adalah bahaya patogen, logam berat, toksin, bahaya fisik, dan kimia serta perlakuan yang mungkin dapat mengurangi cemaran itu (Seto, 2001).
Pada 1985, The National Academy of Science (NAS) merekomendasikan
penerapan HACCP dalam publikasinya “An Evaluation of The Role of
Microbiological Criteria for Food and Foods Ingredients.” International Commisions on Microbiological Spesification for Foods (ICMSF) juga menerima konsep HACCP dan memperkenalkannya ke luar Amerika Serikat. Ketika NAS membentuk The National Advisory Commitee on Microbiological Criteria for Food (NACMCF), maka konsep HACCP semakin dikembangkan dengan disusunnya 7 prinsip HACCP yang dikenal sampai saat ini. Konsep HACCP kemudian diadopsi oleh berbagai negara termasuk Indonesia (Mortimore dan Wallace, 2004).
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu program pengawasan, pengendalian, dan prosedur pengaturan yang dirancang untuk menjaga agar makanan tidak tercemar sebelum disajikan. Sistem ini merupakan pendekatan sistematis terhadap identifikasi, evaluasi pengawasan keamanan pangan secara bermakna (Arisman, 2009).
Sistem HACCP terutama diterapkan dalam industri makanan besar, tetapi WHO telah membuktikan bahwa sistem ini dapat diterapkan hingga ke tingkat rumah tangga. Konsep HACCP merupakan penggabungan dari mikrobiologis makanan,
(25)
jaminan keamanan pangan yang zero-risk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno Koswara tentang “HACCP dan
penerapannya pada produk bakeri.” Pada tahap pembentukan adonan dan filling (pengisian krim/vla ke dalam roti) diidentifikasi adanya mikroba salmonella aureus yang disebabkan oleh kebersihan pekerja yang kurang. Juga terdapat salmonella dari cangkang telur yang terbawa karena pemecahan telur yang kurang hati-hati. Pad a tahap fermentasi ditemukan bakteri dan kapang yang berasal dari kontaminasi wadah. Bahaya fisik yang ditemukan yaitu rambut dan serangga.
Tahu aci adalah tahu khas daerah Tegal yang dipotong berbentuk segitiga dan diberi pulungan aci (kanji) diatasnya kemudian digoreng. Pada proses pembuatan tahu aci analisis potensi bahaya terdapat pada tahap perendaman kedelai dalam ember dengan air hangat karena air yang digunakan kurang bersih, perebusan bubur kedelai dengan suhu yang kurang tepat, pemotongan tahu secara manual menggunakan alat yang kurang bersih karena tidak dicuci terlebih dahulu menyebabkan tahu tercemar. Pemeriksaan laboratorium negatif untuk formalin, boraks dan e-coli (Andriyani, 2010).
(26)
Dalam buku karangan Thaheer tahun 2005, sistem HACCP terdiri dari 7 prinsip sebagai berikut:
Gambar 2.1 Tujuh Prinsip Sistem HACCP Melakukan analisa bahaya
Menentukan Titik Kendali Kritis (CCPs)
Menentukan batas kritis
Membuat sistem pemantauan CCP
Melakukan tindakan korektif
Menetapkan prosedur verifikasi
Melakukan dokumentasi Seluruh prosedur
(27)
Tujuan dari penerapan HACCP dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penerapan HACCP adalah memelihara kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan pangan (Haryadi, 2001). Adapun tujuan khususnya adalah:
1) Mengevaluasi cara produksi pangan untuk mengetahui bahaya yang mungkin timbul dari pangan.
2) Memperbaiki cara produksi pangan dengan memberikan perhatian khusus terhadap tahap-tahap proses yang dianggap kritis
3) Memantau dan mengevaluasi cara-cara penanganan dan pengolahan pangan serta penerapan sanitasi dalam memproduksi pangan
4) Meningkatkan inspeksi mandiri terhadap industri pangan oleh operator dan karyawan
2.1.1 Analisis bahaya
Bahaya ( hazard): agen biologis, kimia atau agen fisik atau faktor yang berpotensi untuk menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan (WHO, 2005). Bahaya yang ada harus ditiadakan atau dikurangi sehingga produksi pangan dinyatakan aman. Penentuan adanya bahaya berdasarkan tiga pendekatan yaitu keamanan pangan, sanitasi, dan penyimpangan secara ekonomi seperti penggunaan bahan yang tidak dibenarkan. Hazard analysis, adalah analisis bahaya atau kemungkinan adanya risiko bahaya yang tidak dapat diterima. Bahaya disini adalah segala macam aspek mata rantai produksi pangan yang tidak dapat diterima karena merupakan penyebab masalah keamanan pangan.
(28)
Bahaya tersebut meliputi keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi, atau fisik pada bahan mentah (Nurliana, 2004).
1) Bahaya kimia terjadi apabila bahan pangan terkontaminasi pestisida dan pupuk kimia saat di lahan pertanian, logam berbahaya. Bahaya kimia juga dapat berasal dari bahan tambahan terlarang atau bahan tambahan pangan yang melebihi takaran maksimum yang diizinkan dalam penggunaannya. Selain itu dapat juga berasal dari bahan pangan atau makanan yang tercemar racun kapang, misalnya biji-bijian atau kacang-kacangan seperti kacang kedelai yang disimpan pada kondisi yang salah.
2) Bahaya mikrobiologi meliputi: bakteri patogen (kontaminasi, pertumbuhan, ketahanan) beserta toksin-toksin yang dihasilkannya, virus, jamur dan mikotoksin, protozoa.
3) Potensi bahaya fisik seperti: serpihan gelas atau logam dari mesin atau wadah, benda-benda asing seperti pasir, kerikil atau potongan kayu, rambut, tulang, atau bagian tubuh dari serangga dan hewan lainnya yang mencemari pangan.
(29)
Tabel 2.1 Pengelompokan Bahaya Kimia Menurut National Advisory Commitee on Microbiology Criteria for Food
Pengelompokan bahaya
Penjelasan
Bahaya A bahaya yang dapat menyebabkan produk yang ditujukan untuk kelompok beresiko menjadi tidak steril. Kelompok beresiko antara lain bayi, lanjut usia, orang sakit atau orang dengan daya tahan tubuh rendah
Bahaya B yaitu produk yang mengandung bahan yang sensitif terhadap bahaya mikro biologi
Bahaya C proses yang tidak diikuti dengan langkah pengendalian terhadap mikroba berbahaya
Bahaya D produk yang terkontaminasi ulang setelah pengolahan dan sebelum pengepakan
Bahaya E bahaya yang potensial pada penanganan saat distribusi atau penanganan oleh konsumen sehingga menyebabkan produk menjadi berbahaya apabila dikonsumsi
Bahaya F yaitu bahaya yang timbul karena tidak adanya proses pemanasan akhir setelah proses pengepakan atau ketika dimasak di rumah
(Sumber: Sara dan Wallace, 2004)
Tabel 2.2 Pengelompokan Tingkat Bahaya Tingkat bahaya Penjelasan
Kategori 6 Jika bahan pangan mengandung bahaya A atau ditambah dengan bahaya yang lain
Kategori 5 Jika bahan pangan mengandung lima karakteristik bahaya (B,C,D,E,F)
Kategori 4 Jika bahan pangan mengandung empat karakteristik bahaya (antara B-F)
Kategori 3 Jika bahan pangan mengandung tiga karakteristik bahaya (antara B – F)
Kategori 2 Jika bahan pangan mengandung dua karakteristik bahaya (antara B – F)
Kategori 1 Jika bahan pangan mengandung satu karakteristik bahaya (antara B -F)
Kategori 0 Jika tidak terdapat bahaya (Sumber Sudarmaji, 2005)
(30)
2.1.2 Titik Kritis
Alir makanan (food flow), yaitu perjalanan makanan dalam rangkaian proses pengolahan pangan. Titik Kritis (TK) adalah setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem pengolahan pangan yang jika tidak terkendali dapat menyebabkan risiko dan jika dikendalikan dapat mencegah, mengurangi atau menghilangkan bahaya. Titik-titik kritis/kondisi rawan dalam proses pengolahan makanan bisa saja terdapat satu atau lebih dimana kondisi rawan (critical point) tersebut harus dikendalikan untuk menghindarkan bahaya bagi konsumen (Thaheer, 2005).
Titik Kendali Kritis (TKK) atau Critical Control Point (CCP), merupakan suatu langkah/kegiatan pengendalian dan harus diterapkan untuk mencegah atau meniadakan bahaya keamanan pangan, atau menguranginya sampai pada tingkat yang dapat diterima. Dengan menggunakan pohon keputusan (decision tree) pada setiap tahapan proses pengolahan makanan/minuman dapat ditentukan titik kritis pada alur proses.
Titik-titik pengendalian dalam alir makanan adalah pada:
1. Penerimaan bahan. Pada tahap penerimaan bahan harus diperhatikan apakah kualitas bahan baku masih bagus dan layak untuk diolah menjadi makanan/minuman
2. Pencucian bahan. Pada tahap pencucian bahan sering terjadi kontaminasi bakteri akibat penggunaan air yang tidak bersih
(31)
4. Peracikan/persiapan bahan. Pada tahap ini sering terjadi cemaran fisik baik dari pekerja maupun dari lingkungan. Penambahan zat-zat kimia berbahaya atau tidak sesuai takaran oleh produsen yang bisa membahayakan konsumen. 5. Pemasakan. Suhu pemasakan yang tidak tepat menyebabkan bakteri patogen
tidak mati dan bisa membahayakan konsumen 6. Penanganan produk jadi
7. Pengemasan dan penyajian;
8. Anjuran kondisi penyimpanan produk jadi. Produk harus disimpan pada suhu ruangan yang tepat untuk menghindari pertumbuhan kapang atau mikroba lainnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Nungki Nurul Aeni pada 2006 di IRT pembuatan tahu di Plamongansari Pedurungan, kota Semarang menunjukkan adanya cemaran fisik pada kedelai yang berupa ranting, kulit kayu, kulit polong, jagung, dan kedelai hitam. Pada tahu ditemukan cemaran berupa butiran berwarna hitam dan coklat. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan tidak ada formalin dan bakteri Escherichia coli tetapi ditemukan bakteri lain yang tidak terindentifikasi. Berdasarkan penetapan Titik Kendali Kritis (TKK) diperoleh tahap pemilihan kedelai, proses perebusan, proses pembungkusan dengan kain dan proses penyimpanan dapat mempengaruhi kesehatan konsumen dan mutu tahu.
(32)
Berikut adalah pohon keputusan (decision tree) penentuan Titik Kendali Kritis (Critical Control Point) yang dibantu dengan tiga pertanyaan yaitu pertanyaan 1 (P1), pertanyaan 2 (P2), dan pertanyaan 3 (P3).
P1
P2
P3
Gambar 2.2 Pohon Keputusan Penentuan Titik Kendali Kritis
Sumber: SNI-01-4852-1998 (Sistem HACCP serta pedoman penerapannya)
Apakah tahap ini khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman?
Tidak Ya
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas?
Ya
Tidak Bukan TK
Apakah tahap berikutnya dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman?
Ya Bukan TK Tidak Titik Kritis (TK)
(33)
2.2 Tahu
Tahu yang kaya akan protein sudah lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai lauk. Nama tahu adalah kata serapan dari bahasa Hokkian (tauhu) yang secara harafiah berarti kedelai yang difermentasi. Tahu pertama kali muncul di Tiongkok sejak zaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun lalu. Penemunya adalah Liu An, seorang bangsawan yang merupakan cucu dari Kaisar Han Gaozu, Liu Bang pendiri Dinasti Han. Di Jepang tahu dikenal dengan nama tofu. Makanan ini lalu menyebar ke Asia Timur, Asia Tenggara, dan akhirnya ke seluruh dunia, termasuk Indonesia (Sarwono, 2005).
Tahu termasuk bahan pangan yang sangat mudah rusak. Secara organoleptik tanda-tanda yang dapat digunakan untuk mengetahui telah terjadinya kerusakan tahu antara lain adalah rasa asam, bau masam sampai busuk, permukaan tahu berlendir, tesktur menjadi lunak, kekompakan berkurang (Astawan, 2009).
Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan dan diambil sarinya. Dasar pembuatan tahu adalah melarutkan protein yang terkandung dalam kedelai dengan menggunakan air sebagai pelarutnya (Cahyadi, 2005). Dalam pembuatan tahu, digunakan beberapa macam bahan tambahan kimia seperti bahan pelunak dan bahan penggumpal. Bahan pelunak kedelai dapat menggunakan soda abu dengan dosis 0,3 gram atau soda kue 0,5 gram/10 liter air rendaman kedelai. Ada tiga jenis bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai bahan penggumpal protein pada proses pembuatan tahu. Ketiga bahan kimia tersebut adalah:
(34)
1) Asam cuka (CH3COOH), dengan perbandingan 2 bagian asam cuka dengan 5 bagian air,
2) Batu tahu ( CaSO4) dibakar hingga menjadi bubuk putih (tepung gips) dan dilarutkan ke dalam air sampai mengendap. Bagian yang bening kemudian digunakan sebagai bahan penggumpal,
3) Cairan sisa (whey), cairan sisa berwarna bening yang terdapat pada bagian atas saat proses penggumpalan tahu. Cairan ini disimpan terlebih dahulu selama 24 jam kemudian digunakan sebagai bahan penggumpal untuk proses pembuatan tahu selanjutnya.
2.2.1 Jenis-jenis Tahu
Tahu diperdagangkan dengan berbagai variasi bentuk, ukuran dan nama. Di pasar sudah banyak dikenal berbagai jenis tahu yang sudah memiliki nama dan berciri khas (Sarwono, 2005) diantaranya:
1. Tahu Cina
Tahu cina yaitu: tahu yang agak keras, biasanya dicetak segi empat agak besar, dibungkus dengan kain kasa, rasanya lebih enak daripada tahu biasa. Tahu Cina berupa tahu putih, teksturnya lebih padat, halus, dan kenyal. Ukurannya sekitar 12 cm x 12 cm x 8 cm. Ukuran tahu relatif seragam karena proses pembuatannya dicetak dan dipres dengan mesin. Dalam pembuatannya digunakan batu tahu (kalsium sulfat) sebagai bahan penggumpal protein sari kedelainya.
(35)
2. Tahu Sumedang
Tahu Sumedang disebut juga tahu pong atau tahu kulit. Tahu ini merupakan lembaran-lembaran putih setebal kira-kira 3 cm dengan tekstur lunak dan kenyal. Tahu putih ini di simpan dalam wadah berisi air. Tahu putih yang siap olah biasanya dipotong kecil-kecil sebelum digoreng. Tahu gorengnya berupa tahu kulit yang lunak dan kenyal. Isinya kosong (kopong- bahasa Jawa) sehingga disebut tahu pong. Tahu sumedang biasanya dikonsumsi sebagai makanan ringan.
Bahan untuk membuat tahu sumedang umumnya sama dengan pembuatan jenis tahu lainnya. Hanya zat penggumpalnya yang berbeda. Pada pembuatan tahu sumedang zat penggumpal yang digunakan yaitu biang atau disebut juga whey. Whey adalah larutan sisa penggumpalan dari proses pembuatan tahu 2-3 hari sebelumnya. 3. Tahu Bandung
Tahu Bandung berbentuk persegi (kotak), tekstur agak keras dan kenyal. Warnanya kuning karena sebelumnya telah direndam air kunyit. Tahu digoreng dengan mengoleskan sedikit minyak di wajan.
4. Tahu Kuning
Tahu Kuning mirip tahu Cina. Bentuknya tipis dan lebar. Warna kuning dikarenakan sepuhan atau larutan sari kunyit. Tahu ini banyak digunakan dalam masakan Cina.
5. Tahu Takwa
Tahu Takwa merupakan tahu khas Kediri, Jawa Timur. Proses pengolahan tahu Takwa pada prinsipnya sama dengan tahu biasa hanya terdapat perbedaan dalam
(36)
perendaman dan pengepresan tahu. Bahan bakunya dipilih kedelai lokal yang berbiji kecil. Penggumpalan sari kedelai menggunakan asam cuka.
6. Tahu Sutera
Tahu ini disebut juga Tahu Jepang. Tahu ini sangat lembut dan enak. Pada proses penggumpalan digunakan kalsium sulfat. Tahu ini mudah sekali rusak, namun sekarang proses pembuatannya lebih modern sehingga produk lebih tahan lama. Oleh karena itu, tahu sutera sekarang disebut long life tofu.
2.2.3 Proses Pembuatan Tahu
Proses pembuatan tahu secara umum terdiri dari tahap sortasi yaitu memisahkan kedelai yang bagus dengan yang kurang bagus, kemudian kedelai yang bagus dicuci, dikupas, lalu direndam. Kemudian kedelai digiling, bubur kedelai lalu direbus dan disaring. Setelah itu diberi bahan penggumpal, lalu dicetak. Berikut adalah skema pembuatan tahu:
(37)
Gambar 2.2 Skema pembuatan tahu (Suprapti, 2005)
Kedelai yang sudah disortasi
Digiling dengan mesin penggiling Dikupas
Direndam dengan air bersih selama 45 menit Dicuci
Direbus selama 30 menit pada suhu 90°C
Disaring dengan kain saring
Susu kedelai berwarna putih susu
Digumpalkan ± 10 menit dengan suhu 75°C
Gumpalan tahu
Dipres dengan alat kempa (pemberat)
tahu
Cemaran dari mesin penggiling
Bahaya
mikrobiologis dari keringat pekerja Kemungkinan
penambahan formalin
Kontaminasi e-coli
(38)
2.3 Syarat Kualitas Tahu
Tahu merupakan pekatan protein kedelai dalam keadaan basah, dengan komponen terbesarnya terdiri atas protein dan air. Persyaratan standar kualitas tahu ditetapkan dalam tabel berikut.
Tabel 2.3 Persyaratan Standar Kualitas Tahu
Jenis Uji Satuan Persyaratan
Keadaan: Bau Rasa Warna Penampakan Normal Normal
Putih normal atau kuning normal Normal, tidak berlendir, dan tidak berjamur
Abu % (b/b) Maksimal 1,0
Protein % (b/b) Minimal 9,0
Lemak % (b/b) Minimal 0,5
Serat kasar % (b/b) Maksimal 0,1
Bahan tambahan makanan % (b/b) Sesuai SNI 0222-M dan Peraturan Menteri
Kesehatan No.711/Men/Kes/Per/IX/1988 Cemaran logam :
Timbal (Pb) mg/kg Maksimal 2,0
Tembaga (Cu) mg/kg Maksimal 30,0
Seng (Zn) mg/kg Maksimal 40,0
Timah (Sn) mg/kg Maksimal 40,0 atau 250,0 (dalam kaleng)
Raksa (Hg) mg/kg Maksimal 0,03
Cemaran Arsen (As) mg/kg Maksimal 1,0 Cemaran mikroorganisme :
E.coli APM/g Maksimal 10
Salmonella /25 g Negatif
(39)
2.3.1 Bahan Kimia
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 711/MenKes/Per/IX/88, beberapa bahan pengawet yang umum digunakan adalah : benzoat, propionat, nitrit, sorbat, dan sulfit. Bahan tambahan yang dilarang : asam borat dan senyawanya, asam salisilat dan garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin, Kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofurazon, dan formalin.
1. Boraks
Boraks (barie acid borax) biasa digunakan dalam industri gelas, pelicin porselain, alat pembersih dan antiseptik, dan pembasmi semut. Penggunaan boraks apabila dikonsumsi secara terus menerus dapat mengganggu proses pencernaan usus, kelainan pada susunan saraf, depresi dan kekacauan mental. Dosis fatal boraks yaitu antara 0,1-0,5 gram/ kg BB (Cahyo dan Diana, 2006)
2. Formalin
Syarat zat pengawet adalah mampu membunuh kontaminan mikroorganisme, tidak toksik atau menyebabkan iritasi pada pengguna, stabil dan aktif, serta selektrif dan tidak bereaksi dengan bahan. Alasan para produsen menggunakan formalin dan boraks sebagai bahan pengawet makanan adalah karena kedua bahan ini mudah digunakan dan mudah didapat, karena harga nya relatif murah dibanding bahan pengawet lain yang tidak berpengaruh buruk pada kesehatan (Yuliarti, 2007).
Dalam dunia fotografi formalin digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Dalam industri perikanan digunakan untuk menghilangkan bakteri yang
(40)
hidup di sisik ikan dan untuk mengobati kulit berlendir. Di dunia kedokteran digunakan dalam pengawetan mayat. Untuk pengawetan biasanya digunakan formalin dengan konsentrasi 10% (Winarno, 2004).
Formalin merupakan larutan yang digunakan sebagai desinfektan. Selain itu juga digunakan pada industri tekstil untuk mencegah bahan menjadi kusut dan meningkatkan ketahanan bahan tenunan. Dalam bidang farmasi formalin digunakan sebagai obat penyakit kutil karena kemampuan formalin yang dapat merusak protein. Formalin dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan rasa sakit disertai radang. Hal ini karena sifatnya yang merupakan iritan kuat. Formalin dapat juga menyebabkan muntah dan diare (Cahyadi, 2008).
Penyimpanan tahu pada suhu rendah (15°C) hanya dapat mempertahankan umur simpan tahu selama 1-2 hari, sedangkan tahu yang dibiarkan pada udara terbuka tanpa perendaman di dalam air pada suhu kamar hanya tahan sekitar 10 jam. Tahu yang mengandung formalin atau boraks berbentuk bagus, kenyal, tidak mudah hancur, awet hingga lebih dari 3 hari, bahkan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es, dan berbau menyengat khas formalin (Edi Afrianto, 2008).
3. Kalsium Sulfat
Secara umum terdapat dua jenis bahan pengeras makanan yang biasa digunakan yaitu bahan aluminium sulfat beserta turunan kimianya ( aluminium ammonium sulfat ataupun aluminium natrium sulfat) dan segala jenis turunan kimia dari garam kalsium seperti kalsium karbonat, kalsium sulfat, kalsium laktat dan
(41)
Garam kalsium dinilai memiliki banyak kadar kalsium yang secara langsung akan menyebabkan menumpuknya kalsium dalam darah. Jika ini terjadi, maka fungsi syaraf akan memburuk, kinerja tubuh akan menurun, kerusakan ginjal dan menyebabkan terjadinya penggumpalan pada aliran darah dan cairan dalam tubuh. 2.3.2 Bahaya Mikrobiologis
Bahaya mikrobiologis pada tahu tergantung dari beberapa faktor, antara lain adanya bakteri yang tahan panas seperti golongan bakteri pembentukan spora, suhu penyimpanan, adanya bakteri kontaminan yang mengkontaminasi tahu selama proses pembuatan sampai tahu siap untuk dikonsumsi. Bakteri yang ditemukan dalam tahu biasanya dikarenakan pada proses pengolahannya terjadi kontaminasi . Sumber utama pencemaran bakteri pada tahu biasanya berasal dari bahan mentah , tanah dan air yang menjadi sumber utama dari bakteri yang dapat menyebabkan keracunan dan bakteri pembentuk spora seperti Bacillus sp. Lingkungan proses produksi dan karyawan atau pengolah makanan juga menjadi sumber dari kontaminasi bakteri seperti Escherichia coli dan Salmonella (Santoso, 2010)
Penelitian yang dilakukan oleh Fredia dan kawan-kawan pada tahun 2012 di industri pembuatan tahu skala rumah tangga di Ketapang Kalimantan Barat yaitu bahaya mikrobiologis yang teridentifikasi adalah mikroba aspergillus flavus penghasil aflatoksin yang mampu hidup dalam produk pangan dan menyebabkan pembusukan lebih cepat dari biasanya. Juga ditemukan bahaya mikrobiologis pada proses pengolahan. Kondisi tempat pengolahan yang panas menyebabkan pekerja
(42)
tidak menggunakan pakaian sehingga keringat bisa saja jatuh ke bahan saat proses pengolahan sedang berlangsung. Di dalam keringat terkandung berbagai macam zat sisa sekresi, bahkan dapat berpotensi sebagai migrasi virus ke produk. Bahaya kimia tidak ditemukan karena hanya menggunakan cuka, sedangkan bahaya fisik terjadi pada proses pencetakan yaitu tempat pencetakan yang kurang bersih sehingga mengakibatkan tahu menjadi kekuning-kuningan.
Salmonella sp. adalah spesies bakteri yang tidak tahan panas, dengan demikian infeksi Salmonella dapat dicegah dengan memanaskan makanan. Pemanasan yang disarankan untuk mencegah salmonellosis adalah pada suhu 66°C selama paling sedikit 20 menit. Sumber kontaminasi utama dari salmonella adalah manusia yang menangani makanan maka pengendalian yang paling penting adalah dengan memperhatikan kebersihan pekerja yang terlibat langsung dengan penanganan makanan. Pengendalian terhadap infeksi salmonella juga dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya kontaminasi silang baik antara makanan masak dengan makanan mentah, maupun kontaminasi dari peralatan yang tidak bersih. (Arisman, 2009)
Escherichia coli merupakan flora normal yang terdapat dalam saluran pencernaan hewan dan manusia karena secara alamiah Escherichia coli merupakan salah satu penghuni tubuh, seringkali menyebabkan infeksi. Escherichia coli dapat ditemukan tersebar di alam sekitar kita, pencemarannya tidak selalu melalui air, melainkan secara pasif dapat terjadi melalui makanan atau minuman.
(43)
enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare (Jawetz dkk, 1995). Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi Escherichia coli dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan sepsis.
Suhu optimum untuk pertumbuhan Escherichia coli 37°C tetapi Escherichia coli juga mampu tumbuh pada kisaran suhu yang lebar yaitu antara 15 °C-45°C. Strain Escherichia coli juga dapat bertahan pada pemanasan pada suhu 55°C selama 60 menit dan bahkan pada suhu 60°C selama 15 menit (Willshaw dkk, 2000).
2.4Kerangka Teori
Proses pembuatan tahu diawali dengan pemilihan mutu kedelai yaitu dengan cara memilih yang berbiji besar, kemudian dicuci dengan air bersih lalu direndam dalam air yang banyak selama enam jam. Proses selanjutnya dilakukan, pengupasan, perendaman kembali agar biji kedelai menjadi lunak, penggilingan, sampai menjadi bubur kedelai yang baik. Berikutnya penyaringan, pemberian zat penggumpal, dan pemotongan (Sarwono dan Pieter, 2005).
Air sebagai bahan yang selalu terlibat pada setiap tahap proses pembuatan tahu berpeluang sebagai sumber kontaminasi oleh bakteri patogen yang berbahaya bagi konsumen apabila sanitasinya kurang baik. Air yang tidak bersih akan menurunkan mutu tahu. Air ini digunakan saat pencucian, perendaman kedelai, dan tahu yang sudah siap. Di samping itu, kebersihan diri, alat dan lingkungan kerja harus mendapat perhatian. Beberapa spesies bakteri yang umumnya terdapat di dalam air adalah peudomonas, chromobacterium, proteus, micrococcus, bacillus,
(44)
streptococcus, dan jenis enterokokus diantaranya enterobakter dan escherichia (Santoso, 2010).
Selain bahaya mikrobiologis, bahaya kimia seringkali ditemukan pada produk tahu akibat penambahan bahan pengawet seperti fomalin karena sifat tahu yang tidak tahan lama. Disimpan pada kondisi biasa (suhu ruang) tahu hanya tahan 1-2 hari saja. Formalin merupakan bahan tambahan yang sangat berbahaya bagi manusia karena merupakan racun. Pada umumnya, alasan para produsen menggunakan formalin dan boraks sebagai bahan pengawet makanan adalah karena kedua bahan ini mudah digunakan dan mudah didapat (Edi Afrianto, 2008).
2.5 Prosedur Kerja
Gambar berikut adalah prosedur kerja identifikasi titik kritis pada proses produksi tahu.
Gambar 2.3 Prosedur Kerja Penggunaan air yang tercemar
Bahaya kimia
bahaya fisik Proses
Pembuatan Tahu
-Penggunaan formalin
– Penggunaan bahan pengumpal
- Logam berat
-peralatan yang tidak bersih -cemaran dari lingkungan - cemaran dari bahan baku
Bahaya mikrobiologi s
(45)
Dari skema di atas dapat dijelaskan bahwa pada proses pembuatan Tahu Cina dan Tahu Sumedang akan ditemukan titik kritis yang bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan seperti ditemukannya bahaya kimia akibat penggunaan bahan tambahan pangan yang dilarang. Bahaya mikrobiologis kemungkinan dari air tercemar yang digunakan selama proses pembuatan tahu. Bahaya fisik diakibatkan peralatan yang digunakan tidak bersih, juga adanya cemaran dari lingkungan dan cemaran dari bahan baku yaitu kedelai.
(46)
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Penelitian survei ini bersifat deskriptif yaitu mengetahui gambaran proses pembuatan tahu dan hasil analisis bahaya fisik, bahaya kimia dan bahaya biologis pada Tahu Cina dan Tahu Sumedang yang di produksi di industri rumah tangga di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua industri rumah tangga yang memproduksi Tahu Cina dan yang memproduksi Tahu Sumedang di Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia. Di Kelurahan Sari Rejo sendiri terdapat beberapa industri rumah tangga pembuatan tahu baik yang masih menggunakan peralatan sederhana maupun yang sudah menggunakan teknologi mesin. Alasan pemilihan lokasi ini karena kedua industri rumah tangga inilah yang sudah menggunakan teknologi mesin dan wilayah pemasaran produknya yang sudah luas dibandingkan industri rumah tangga lain yang ada di Kelurahan Sari Rejo. Sampel dari lokasi penelitian kemudian dibawa ke laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan (BARISTAND) untuk diperiksa bahaya mikrobiologis dan kimianya. Untuk pemeriksaan bahaya fisik dilakukan di laboratorium Gizi FKM USU.
(47)
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai Oktober-November 2014.
3.3 Objek Penelitian
Objek penelitian adalah Tahu Cina dan Tahu Sumedang yang diproduksi di Kelurahan Sari Rejo.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Untuk mengetahui di tahap mana saja akan ditemukan titik kritis maka pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung dan dokumentasi proses pembuatan Tahu Cina dan proses pembuatan Tahu Sumedang. Pada setiap tahapan proses pembuatan tahu akan digunakan form pohon keputusan (decision tree).
Sampel untuk pemeriksaan bahaya mikrobiologis, bahaya kimia dan bahaya fisik yaitu beberapa potongan tahu yang diambil dari satu baki pencetakan. Untuk pengambilan sampel perlu disiapkan alat seperti termos, plastik putih, botol air mineral, sarung tangan, dan alkohol 96%. Proses pengambilan sampel dilakukan secara hati-hati untuk mencegah adanya kontaminasi dari peneliti maupun dari lingkungan. Prosedur pengambilan sampel untuk air pencucian dan perendaman kedelai adalah sebagai berikut:
(1) Siapkan termos yang sudah disterilkan dengan membilasnya menggunakan alkohol.
(2) Siapkan dua buah botol yang sudah diberi tanda untuk wadah pengambilan air pencucian dan perendaman kedelai, bilas kedua botol dengan alkohol.
(48)
(3) Gunakan sarung tangan lalu semprot dengan alkohol
(4) Masukkan botol ke dalam drum pencucian kedelai. Setelah sampel kira-kira sudah cukup botol kemudian ditutup
(5) Semprotkan udara sekitar dengan alkohol lalu masukkan sampel ke dalam termos (6) Untuk pengambilan air perendaman, masukkan botol ke dalam drum perendaman
kedelai. Setelah sampel kira-kira sudah cukup botol kemudian ditutup
(7) Semprotkan udara sekitar dengan alkohol lalu masukkan sampel ke dalam termos (8) Tutup termos dengan rapat lalu diikat dengan lakban
(9) Sampel dibawa ke laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan (BARISTAND) untuk diperiksa bahaya mikrobiologis dan kimianya
Pengambilan sampel tahu dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: (1) Ambil plastik putih, bilas dengan alkohol
(2) Gunakan sarung tangan lalu semprot dengan alkohol
(3) Ambil beberapa potongan tahu lalu masukkan ke dalam plastik
(4) Semprotkan udara sekitar dengan alkohol lalu masukkan sampel ke dalam termos (5) Tutup termos dengan rapat lalu diikat dengan lakban
(6) Sampel dibawa ke laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan (BARISTAND) untuk diperiksa bahaya mikrobiologis dan kimianya
(49)
Untuk pemeriksaan bahaya fisik, prosedur kerjanya sebagai berikut:
(1) Dengan menggunakan sarung tangan steril, ambil beberapa potongan tahu dari baki pencetakan yang sama untuk sampel mikrobiologis dan kimia. Masukkan ke dalam plastik putih yang sudah disterilkan dengan alkohol
(2) Tahu kemudian dibawa ke laboratorium Gizi FKM USU
(3) Tahu digerus diatas gelas objek secara perlahan dengan menggunakan spatula (4) Isi gelas beaker dengan air secukupnya lalu masukkan tahu yang sudah digerus (5) Amati apakah ada cemaran, baik yang mengapung seperti serpihan kayu maupun
cemaran yang tenggelam mis. butiran pasir
3.4.2 Data Sekunder
Meliputi gambaran umum wilayah Kelurahan Sari Rejo dan informasi yang relevan dengan penelitian ini.
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menggunakan form identifikasi bahaya dan form pohon keputusan (decision tree) titik kritis.
3.6 Defenisi Operasional
1. Analisis bahaya adalah proses pengumpulan dan penilaian informasi mengenai bahaya yang berdampak pada keamanan pangan dalam proses pembuatan tahu.
2. Identifikasi titik kritis adalah penentuan suatu titik atau tahap yang dianggap rawan dan harus dikendalikan dengan melihat secara langsung proses pembuatan tahu dengan menggunakan form pohon keputusan (decision tree).
(50)
3. Tahu Cina adalah tahu yang diperoleh dari Industri Rumah Tangga pembuatan tahu di Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia.
4. Tahu Sumedang adalah tahu yang diperoleh dari Industri Rumah Tangga pembuatan tahu di Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia.
5. Bahaya fisik adalah adanya benda asing seperti pasir, kerikil, potongan kayu, rambut, atau cemaran lainnya yang ditemukan pada produk tahu.
6. Formalin adalah bahan tambahan kimia yang berfungsi sebagai desinfektan dan pengawet mayat.
7. Mikroba adalah mikroorganisme atau organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan.
8. Logam berat adalah adanya kandungan timbal, tembaga, dan arsen pada produk tahu yang yang berasal dari bahan maupun peralatan yang digunakan pada proses pembuatan tahu.
3.7 Alat dan Bahan
3.7.1 Penentuan Adanya Formalin dengan Metode Destilasi a. Peralatan
Berikut ini adalah peralatan yang digunakan untuk uji formalin: 1) Neraca analitik
2) Erlenmeyer
3) Seperangkat alat destilasi 4) Tabung reaksi
(51)
b. Bahan
1) Tahu Cina 2) Tahu Sumedang 3) Aquadest
4) Asam phospat 85% 5) Larutan AgNo3
6) Asam kromatoprat 0,5% dalam H2SO4 60%
c. Cara Kerja
1. Timbang 50 gr sampel masukkan ke dalam labu destilasi 2. Tambahkan 100 ml aqaduest dan 5 ml Asam phospat 85%
3. Pasang alat destilasi, lakukan destilasi sampai diperoleh destilat 50 ml yang ditampung di dalam erlenmeyer yang berisi 10 ml aquadest (ujung pendingin harus tercelup ke dalam aquadest)
4. Sebagian di destilat masukkan ke dalam tabung reaksi + Asam kromatoprat 0,5% dalam H2SO4 60%, panaskan dalam water bath sampai menjadi
warna ungu (Cahyo dan Diana, 2006).
3.7.2 Penentuan Angka Lempeng Total a. Peralatan
1) Timbangan dengan ketelitian 0,0001 g 2) Alat hitung koloni
3) Autoclave 4) Stomaker
(52)
5) Inkubator 35 ± 1°C 6) Anaerobic jar
7) Cawan petri 15 mm x 90 mm 8) Botol pengencer
9) Batang gelas bengkok dengan diameter 3-4mm, panjang tangkai 15-20mm 10) Pipet gelas: 0,1 ml; 1 ml; 5 ml dan 10 ml
b. Bahan
1) Tahu Cina 2) Tahu Sumedang
c. Media dan pengencer
1) Plate Count Agar (PCA)
2) Larutan Butterfield’sphosphate Buffered
3) Gas pack dan indikator air anaerob
d. Cara Kerja
1. Masing-masing sampel ditimbang 25 gram dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian ditambahkan larutan buffer phosphat pH.7.0 hingga mencapai volume 100 ml, kemudian dikocok sampai homogen
2. Dengan menggunakan pipet steril, pindahkan 1 ml suspensi di atas ke dalam larutan buffer Phosfat. Lakukan pengenceran sampai di dapat pengenceran 10-1, kemudian sebanyak 1 ml dari tiap pengenceran tersebut diambil dan
(53)
Pengenceran dilanjutkan hingga terbentuk suspensi akhir dengan pengenceran 10-6.
3. Dengan menggunakan pipet ambil 1 ml dari setiap pengenceran 10-1, 10-2 dst masukkan ke dalam cawan petri steril. Lakukan secara duplo untuk setiap pengenceran.
4. Ke dalam cawan petri tuang 12 ml – 15 ml PCA, cawan petri digoyang hingga suspensi tersebar merata
5. Setelah agar menjadi padat, cawan diinkubasi pada suhu 22°C ± 1°C selama 48 jam ± 2 jam dalam posisi dibalik
6. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung (Harmita dan Maksum, 2006)
3.7.3 Uji Kandungan Logam Berat dengan Metode Atomic Absorption Spectrometry (AAS)
a. Peralatan
1) Perangkat AAS 2) Tanur
3) Hot plate
4) Batang pengaduk 5) Kertas saring 6) Timbangan
b. Bahan
1) Tahu Cina dan Tahu Sumedang 2) Larutan HNO3 6,5%
(54)
3) Aquadest
c. Prosedur
1. Timbang sampel sebanyak 5 gram, ditanur selama jam pada suhu tanur 300°C
2. Sampel yang sudah ditanur didiamkan hingga dingin
3. Larutan HNO3 6,5% sebanyak 10 ml di masukan ke dalam sampel yang telah
di tanur.
4. Sampel di panaskan pada hot plate selama 5 menit
5. Sampel diaduk menggunakan batang pengaduk agar tercampur dengan larutan 6. Sampel disaring menggunakan kertas saring lalu campurkan aquadest sampai
larutan mencapai 50ml
7. Menyiapkan alat AAS yang telah tersambung dengan komputer yang akan mencatat hasil analisis (Darmono, 1995).
3.8 Analisis Data
Data yang diperoleh di lapangan beserta hasil pemeriksaan laboratorium diolah secara manual, disajikan dalam bentuk tabel dan dinarasikan.
(55)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kelurahan Sari Rejo adalah satu dari lima kelurahan di Kecamatan Medan Polonia. Di daerah ini terdapat 12 Industri Rumah Tangga pembuatan tahu dimana 11 industri yang memroduksi Tahu Sumedang berada di daerah Jalan Ayahanda dan 1 industri yang memproduksi Tahu Cina berada di Jalan Langgar. Industri rumah tangga pembuatan tahu yang menjadi lokasi penelitian yaitu 1 industri yang berada di Jalan Ayahanda dan 1 indutri Tahu Cina yang berada di Jalan Langgar. Daerah ini lumayan strategis menjadi tempat pembuatan tahu karena bahan baku kedelai berupa kedelai impor mudah diperoleh yang dipasok dari daerah Helvetia juga adanya lahan yang tersedia sebagai tempat berdirinya industri rumah tangga.
Industri rumah tangga pembuatan Tahu Cina mempunyai luas kira-kira 9x6 meter, dengan bentuk huruf L. Industri ini memiliki halaman yang cukup luas yang digunakan sebagai tempat parkir truk pengangkut kedelai dan tahu. Industri ini menggunakan 3 mesin penggiling kedelai dan 3 mesin perebusan bubur kedelai yang digunakan secara bersamaan setiap hari untuk menghemat waktu kerja, dan 1 alat penyaring. Di sebelah ruangan produksi terdapat satu tungku berukuran besar yang digunakan untuk memanaskan air dalam pipa dan uap yang nantinya keluar dari pipa akan digunakan untuk merebus/mendidihkan bubur kedelai.
(56)
Gambar 4.1 Penggilingan Kedelai Gambar 4.2 Pemindahan Bubur Kedelai Hasil Penyaringan ke Wadah Penggumpalan
Dari gambar 4.1 dan 4.2 di atas, peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan Tahu Cina tidak terawat, terlihat dari mesin yang sudah usang dan berkarat. Begitu juga dengan drum yang digunakan untuk memindahkan bubur kedelai hasil saringan ke wadah penggumpalan terlihat berwarna coklat dan kotor. Peralatan yang tidak bersih seperti ini bisa mencemari produk karena terlepasnya kotoran atau cemaran dari peralatan yang digunakan.
(57)
Tidak berbeda jauh dengan industri pembuatan Tahu Cina, industri pembuatan Tahu Sumedang juga menggunakan tungku untuk menyalurkan uap yang dibutuhkan untuk proses perebusan bubur kedelai. Dengan luas bangunan kira-kira 7x7 meter, disinilah diproduksi Tahu Sumedang setiap hari dengan menggunakan satu alat penggiling kedelai, dua kuali perebusan dan dua alat penyaring. Sisi kanan dan kiri industri digunakan sebagai area pencetakan tahu dengan meletakkan baki-baki pencetakan dalam posisi berjajar.
Gambar 4.3 Proses Pembuatan Tahu Sumedang
Dari gambar terlihat ada dua buah bak penampungan air, yang satu berlumut dan bak yang lain berwarna cokelat. Bak ini digunakan untuk menampung air yang akan digunakan untuk proses pembuatan tahu seperti pada perendaman kedelai,
(58)
penggilingan dan perendaman tahu yang sudah jadi. Terlihat juga jeregen-jeregen perendaman kedelai yang kotor. Bak dan jeregen yang tidak dibersihkan akan memicu produk yang dihasilkan kurang baik seperti adanya cemaran yang akan mengotori produk.
4.2 Hasil Pemeriksaan Bahaya Fisik, Kimia dan Mikrobiologis
Pemeriksaan fisik pada tahu dilakukan setelah tahap pencetakan. Pemeriksaan cemaran fisik pada tahu dilakukan untuk melihat adanya benda asing yang mungkin terikut ke produk saat proses produksi.
Tabel dibawah ini menunjukkan hasil pemeriksaan bahaya fisik pada sampel Tahu Cina dan Tahu Sumedang.
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahaya Fisik pada Tahu
Produk Bahaya fisik
Tahu Cina Kedelai hitam, pasir
Tahu Sumedang Kedelai hitam
Dari tabel 4.1 diatas terlihat bahwa kedua jenis tahu tercemar oleh kedelai hitam, pasir, yang menyebabkan produk menjadi kelihatan kotor, tidak putih bersih seperti idealnya tahu. Hal ini disebabkan karena baik pada proses pembuatan Tahu Cina maupun Tahu Sumedang tidak dilakukan tahap sortasi pada kedelai yaitu memisahkan kedelai yang bagus dan kurang bagus. Selain itu juga tidak ada pencucian kedelai sebelum diproses sehingga didapati pasir pada produk.
(59)
Pemeriksaan bahaya kimia pada tahu dilakukan untuk mengetahui kadar bahan penggumpal (CaSO4) pada Tahu Cina, adanya formalin pada kedua jenis tahu dan kandungan logam berat ( timbal, tembaga, arsen) pada kedua jenis tahu.
Dari hasil pemeriksaan di laboratorium, diperoleh hasil kadar kalsium sulfat sebesar 1,02% b/b (1,02 gram kalsium sulfat dalam 100 gram larutan sari kedelai), sedangkan baku mutu yang ditetapkan hanya 0,1 % b/b (0,1 gram kalsium sulfat dalam 100 gram larutan sari kedelai). Angka ini menunjukkan bahwa kadar kalsium sulfat sebagai bahan penggumpal untuk pembuatan Tahu Cina melebihi standar yang ditetapkan. Hal ini disebabkan penggunaan kalsium sulfat tidak menggunakan takaran, atau hanya diperkirakan seadanya saja oleh pekerja.
Tabel 4.2 Pemeriksaan Formalin pada Tahu
Produk Hasil
Tahu Cina Tahu Sumedang
Positif Positif
Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa kedua jenis tahu yang menjadi sampel positif mengandung formalin. Formalin berfungsi sebagai pengawet supaya tahan beberapa hari karena tahu yang tidak diberi pengawet hanya akan bertahan satu hari. Pada kenyataannya, formalin sebagai bahan pengawet dilarang ditambahkan pada makanan karena sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
(60)
Tabel 4.3 Pemeriksaan Logam Berat pada Tahu (mg/kg) Produk Baku mutu
Timbal Hasil uji Baku mutu Tembaga Hasil uji Baku mutu Arsen Hasil uji
T.Cina Maks. 2,0
<0,02 Maks. 30
2,41 Maks. 1,0
0,03
T.Sumedang <0,02 3,23 0,03
Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa cemaran logam berat yaitu timbal, tembaga dan arsen pada kedua jenis tahu belum melewati baku mutu yang sudah ditetapkan.
Pemeriksaan bahaya mikrobiologi dilakukan pada air perendaman kedelai dan pada tahu yang sudah jadi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan dan jumlah bakteri E.coli maupun Salmonella.
Tabel 4.4 Pemeriksaan Mikrobiologi pada Air Perendaman Kedelai
Sampel
E.coli Salmonella Baku
mutu
Satuan Hasil uji Baku mutu
Satuan Hasil uji
1. 10/
100ml
MPN/ 100ml
16000 0 Col/ml 0
2. 10/
100ml
MPN/ 100ml
16000 0 Col/ml 0
Keterangan. 1: air perendaman kedelai Tahu Cina
2: air perendaman kedelai Tahu Sumedang
Satuan yang digunakan untuk pemeriksaan E.coli yaitu Most Probable Number dalam 100 mililiter sampel air perendaman kedelai (MPN/100ml) atau Angka Paling Mungkin/100mililiter (APM/100ml). Sedangkan untuk pemeriksaan Salmonella digunakan satuan koloni/mililiter sampel (col/ml).
(61)
Dari tabel di atas kedua air perendaman kedelai negatif untuk pemeriksaan Salmonella. Sedangkan untuk keberadaan E.coli kedua air perendaman sama-sama mengandung E.coli dengan jumlah 16000/100ml. Hal ini menunjukkan bahwa air yang digunakan sangat tercemar.
Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Mikrobiologis pada Tahu.
Sampel
E.coli Salmonella Baku
mutu
Satuan Hasil Uji
Baku mutu
Satuan Hasil uji T.Cina 0 MPN/100ml 0 Negatif Col/25 gr Negatif T.Sumedang 0- 0 MPN/100ml 0 Negatif Col/25 gr Negatif
Tabel 4.5 di atas menunjukkan tidak ada pertumbuhan E.coli untuk kedua jenis tahu, juga hasil pemeriksaan negatif untuk Salmonella. E.coli yang terdapat pada air perendaman mati saat proses perebusan dengan suhu yang tinggi sehingga tidak ditemukan lagi pada produk.
(62)
Tabel 4.6 Hasil Analisis Bahaya pada Proses Pembuatan Tahu Cina di Industri Rumah Tangga Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia
Proses pembuatan Tahu Bahaya M/K/F Jenis bahaya
Sumber bahaya Cara pencegahan
Perendaman F M Ranting, lumut E.coli Terikut dari kedelai, dari bak perendaman Air
Melakukan sortasi, membersihkan bak Memakai air bersih Penggilingan K Logam
berat
Mesin penggiling Membersihkan alat penggiling
Perebusan K Logam berat Pipa untuk menyalurkan uap Mengganti pipa secara rutin Penyaringan
Penggumpalan K CaSO4 Bahan
penggumpal
Penggunaan bahan penggumpal sesuai takaran
Pencetakan M Keringat pekerja,
Pekerja Pekerja memakai pakaian
Keterangan.: M= mikrobiologi ; K = kimia ;
F = fisik
Tabel 4.7 Analisis Resiko Bahaya
Produk Kelompok bahaya Kategori resiko
A B C D E F
Tahu Cina √ √ 4
Tahu Sumedang √ √ 4
Keterangan Bahaya A: bahaya yang dapat menyebabkan produk yang ditujukan untuk kelompok beresiko menjadi tidak steril.
(63)
Bahaya C: proses yang tidak diikuti dengan langkah pengendalian terhadap mikroba berbahaya
Bahaya D: produk terkontaminasi ulang setelah pengolahan dan sebelum pengepakan Bahaya E: bahaya pada penanganan saat distribusi atau penanganan oleh konsumen
sehingga menyebabkan produk menjadi berbahaya apabila dikonsumsi Bahaya F: yaitu bahaya yang timbul karena tidak adanya proses pemanasan akhir
setelah proses pengepakan atau ketika dimasak di rumah
Kategori 0: Jika bahan pangan mengandung bahaya A atau ditambah dengan bahaya yang lain
Kategori 1: Jika bahan pangan mengandung lima karakteristik bahaya (B,C,D,E,F) Kategori 2: Jika bahan pangan mengandung empat karakteristik bahaya (antara B-F) Kategori 3: Jika bahan pangan mengandung tiga karakteristik bahaya (antara B – F) Kategori 4: Jika bahan pangan mengandung dua karakteristik bahaya (antara B – F) Kategori 5: Jika bahan pangan mengandung satu karakteristik bahaya (antara B -F) Kategori 6: Jika tidak terdapat bahaya
Dari tabel analisis resiko bahaya di atas, kedua tahu berada pada kelompok bahaya B yaitu produk mengandung bahan yang sensitif terhadap bahaya mikro biologi. Tahu menjadi sensitif terhadap bahaya mikrobiologi karena tahu mengandung air sehingga menjadi rentan sebagai tempat bertumbuhnya jamur maupun bakteri. Bahaya E yaitu bahaya yang potensial pada penanganan saat distribusi atau penanganan oleh konsumen sehingga menyebabkan produk menjadi berbahaya apabila dikonsumsi. Bahaya yang potensial pada penanganan saat distribusi yaitu penjual kemungkinan menjual tahu yang sudah basi atau lama sehingga bisa membahayakan konsumen seperti menyebabkan diare. Berdasarkan tingkat bahaya, tahu berada pada kategori 4 yaitu bahan pangan mengandung dua karakteristik bahaya (antara B-F).
(64)
4.3 Pohon keputusan penentuan Titik Kritis pada Tiap Tahap Proses Pembuatan Tahu Cina
1) Tahap perendaman kedelai
P1
P2
P3
Gambar 4.4 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Perendaman Keterangan: P1= pertanyaan 1; P2= pertanyaan 2; P3= pertanyaan 3
Dari gambar pohon keputusan di atas bahwa tahap perendaman menjadi titik kritis karena pada tahap perendaman kedelai untuk pembuatan Tahu Cina
Tidak
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas?
Ya Tidak Bukan TK
TKK Apakah tahap perendaman khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman?
ya
Apakah tahap berikutnya ( penggilingan) dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman?
(65)
perendaman. Tahap selanjutnya yaitu penggilingan tidak bisa mengurangi cemaran fisik maupun bahaya E.coli yang ditemukan pada tahap perendaman.
2) Tahap penggilingan kedelai
P1
P2
P3
Gambar 4.5 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penggilingan
Tahap penggilingan pada proses pembuatan Tahu Cina bukan merupakan titik kritis karena pada tahap selanjutnya bakteri E.coli yang ditemukan pada air perendaman akan mati.
Tidak Ya TKK
Apakah tahap penggilingan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman?
Ya Tidak
Bukan TK Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat
sampai melebihi batas?
Ya Tidak Titik Kritis (TK)
Bukan TK
Apakah tahap berikutnya (perebusan) dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman?
(66)
3) Tahap perebusan bubur kedelai
P1
Gambar 4.6 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Perebusan
Tahap perebusan merupakan titik kendali kritis yang ada pada proses pembuatan Tahu Cina karena tahap ini merupakan proses memasak bubur kedelai dengan suhu yang tinggi sehingga bakteri mati.
4) Tahap penyaringan bubur kedelai
P1
Gambar 4.7 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penyaringan
Tahap penyaringan merupakan titik kendali kritis pada proses pembuatan tahu karena pada tahap ini cemaran fisik akan disaring dan tidak akan terikut ke bubur kedelai yang akan dibuat menjadi tahu.
Tidak Ya TKK
Apakah tahap perebusan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman?
Tidak Ya TKK
Apakah tahap penyaringan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman?
(67)
5) Penggumpalan bubur kedelai
P1
P2
P3
Gambar 4.8 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penggumpalan
Dari gambar 4.8 di atas, tahap penggumpalan merupakan titik kritis karena pada tahap ini penggunaan bahan penggumpal kalsium sulfat melebihi batas yang ditetapkan dan bisa membahayakan kesehatan. Selain itu, wadah penggumpal berupa drum plastik saat proses pengumpalan bubur kedelai dalam keadaan panas bisa membuat terlepasnya plastik dari drum ke produk.
Tidak Ya
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/ meningkat sampai melebihi batas?
Ya Tidak Bukan TK
TKK Apakah tahap penggumpalan khusus dirancang
untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman?
Apakah tahap berikutnya (pencetakan) dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman?
(68)
6) Pencetakan tahu
P1
P2
Gambar 4.9 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Pencetakan
Tahap pencetakan merupakan titik kritis karena pada tahap ini pekerja tidak memakai pakaian dan dalam kondisi berkeringat oleh karena suhu lingkungan kerja yang panas. Keringat bisa mengenai tahu dan menjadi tempat bertumbuhnya jamur. Selain itu kotak pencetakan yang terbuat dari kayu setiap hari bersentuhan dengan tahu yang mengandung air sehingga bisa menyebabkan kotak menjadi busuk dan bisa terkelupas terikut ke produk.
Tidak Ya
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas?
Ya Tidak Bukan TK
TKK Apakah tahap pencetakan khusus dirancang untuk
menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman?
(69)
Tabel 4.8 Hasil Analisis Bahaya pada Proses Pembuatan Tahu Sumedang di Industri Rumah Tangga Kelurahan Sari Rejo
Proses pembuatan Tahu Bahaya M/K/F Jenis
Bahaya Sumber bahaya Cara pencegahan
Perendaman F M Ranting, lumut E.coli
Terikut dari kedelai, dari ember perendaman Air Melakukan sortasi, membersihkan ember Menggunakan kaporit pada air Penggilingan M K E.coli Logam berat Air Mesin penggiling Menggunakan kaporit pada air Mengganti alat penggiling Perebusan K Logam berat Wadah perebusan dan
pipa
penyaluran uap
Penggantian pipa secara rutin
Penyaringan F Butiran kecoklatan
Kedelai Melakukan sortasi kedelai,
Penggunaan kain saring berpori-pori rapat
Penggumpalan F Lumut Dari wadah tempat bahan penggumpal
Membersihkan tabung penggumpalan
Pencetakan
Pemotongan M Keringat Pekerja Memakai pakaian berlengan
Perendaman
Keteranga: . M= mikrobiologi ; K = kimia ; F = fisik
(70)
4.4 Pohon keputusan Identifikasi Titik Kritis pada Tiap Tahap Pembuatan Tahu Sumedang
1) Tahap perendaman kedelai
P1
P2
P3
Gambar 4.10 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Perendaman Kedelai
Dari gambar 4.10 di atas bahwa tahap perendaman menjadi titik kritis pada pembuatan Tahu Sumedang karena digunakan air yang tercemar E.coli yang tidak sesuai dengan syarat air bersih yang kontak langsung dengan pengolahan pangan.
Tidak
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas?
Ya Tidak Bukan TK
TKK Apakah tahap perendaman khusus dirancang untuk
menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman?
ya
Apakah tahap berikutnya ( penggilingan) dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman?
(71)
Wadah perendaman berupa drum plastik terlihat kotor dan berlumut bisa menimbulkan timbulnya cemaran fisik pada produk nantinya.
2) Tahap penggilingan kedelai
P1
P2
P3
Gambar 4.11 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penggilingan Kedelai
Tahap penggilingan bukan merupakan titik kritis karena tahap perebusan yang merupakan tahap berikutnya dapat mengurangi bahaya yang ditemukan seperti E.coli.
Tidak
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas?
Ya Tidak Bukan TK
TKK Apakah tahap penggilingan khusus dirancang
untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman?
ya
Apakah tahap berikutnya (perebusan) dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman?
(72)
3) Tahap perebusan bubur kedelai
P1
Gambar 4.12 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Perebusan Bubur Kedelai
Tahap perebusan merupakan titik kendali kritis karena tahap ini merupakan proses memasak bubur kedelai dengan suhu yang tinggi sehingga bakteri yang ditemukan pada proses sebelumnya seperti E.coli akan mati.
4) Tahap penyaringan bubur kedelai
P1
P2
Gambar 4.13 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penyaringan Bubur Kedelai
Tidak Ya TKK
Apakah tahap perebusan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman?
Tidak Ya
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas?
Ya Tidak Bukan TK
TKK Apakah tahap penyaringan khusus dirancang
untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman?
(73)
Tahap penyaringan merupakan titik kendali kritis karena pada tahap ini benda-benda asing akan disaring dan dibuang sehingga tidak terikut ke produk.
5) Tahap penggumpalan bubur kedelai
P1
P2
Gambar 4.14 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penggumpalan Bubur Kedelai
Tahap penggumpalan pada pembuatan Tahu Sumedang bukan merupakan titik kritis karena bahan penggumpal berupa whey (cairan sisa) yang digunakan tidak membahayakan kesehatan.
Tidak Ya
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas?
Ya Tidak Bukan TK
TKK Apakah tahap penggumpalan khusus dirancang
untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman?
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)