PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN KONFLIK KOGNITIF DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA.

(1)

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS

MASALAH DENGAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF

DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

SKRIPSI Oleh:

RIRIS RAFIKA SYAFINATUL JANNAH NIM D04211014

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PMIPA

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

PENGEM BANGA N PEM BELAJARAN BERBASIS MASA LAH DENGAN KONFLIK KOGNITIF DA LAM M ENINGKATKA N

HASIL BELAJAR SISWA Oleh : Riris Ra fika Syafinatul Jannah

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan RPP bagi siswa kelas VIII sebagai media dalam pelaksanaan pembelajaran di SM PN 26 Surabaya. Pengembangan ini untuk memudahkan siswa dalam pembelajaran tentang materi lingkaran.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian pengembangan yang mengacu pada Desain Instruksional dengan M odel Pengembangan Instruksional (M PI). Produk yang dikembangkan berdasarkan penelitian adalah RPP untuk siswa kelas VIII dengan materi lingkaran. Subjek uji coba dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-E sebanyak 34 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan validasi ahli, dan tes.Validasi ahli digunakan untuk mengetahui perangkat pembelajaran valid dan praktis, dan tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa.

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa pengembangan perangkat pembelajaran berbasis mas alah dengan konflik kognitif dalam meningkatkan hasil belajar membantu siswa memahami materi lingkaran. Hal ini dapat dilihat pada (1) hasil validasi ahli yang divalidasi oleh 3 orang ahli mendapatkan rata-rata dengan kriteriabaik ; (2) hasil kepraktisan perangkat pembelajaran mendapatkan hasil rata-rata nilai B yang berarti perangkat pembelajaran dapat digunakan dengan sedikit revisi; (3) hasil keefektifan perangkat pembelajan dinilai dari hasil belajar siswa mengalami peningkatan sebelum dan sesudah pembelajaran. Pengembangan perangkat pembelajaran dengan berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif dapat meningkatkan hasil belajar siswa

Kata kunci: Pembelajaran Berbasis M asalah, Konflik Kognitif, Desain Pembelajaran Instruksional


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DA LAM... i

PERSETUJUAN PEM BIM BING ... ii

PENGESA HAN TIM PENGUJI ... iii

PERNYA TAAN KEA SLIAN TULISAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEM BA HAN ... vi

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAM BAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDA HULUAN A. Latar Be la kang Masalah ... 1

B. Ru musan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelit ian ... 7

D. Manfaat Penelit ian ... 7

E. Batasan Penelitian ... 8

F. Definisi Operasional ... 8


(8)

BAB II KAJIAN PUSTA KA

A. Pe mbela jaran Berbasis Masalah ... 10

1. Pengertian Pe mbela jaran Be rbasis Masalah ... 10

2. Kara kteristik Pe mbe la jaran Berbasis Masalah ... 11

3. Tahapan-Tahapan Pembe laja ran Be rbasis Masalah . 13 4. Keleb ihan dan Kele mahan Pe mbe laja ran Berbasis Masalah... 15

B. Konflik Kognit if ... 17

1. Teori yang Melandasi Konflik Kognitif ... 19

2. Tahap – tahap Konflik Kognitif ... 21

3. Sintaks Pe mbe laja ran Model Pendekatan Konflik Kognit if ... ... 23

4. Pe mbela jaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif ... 24

5. Penelit ian yang Relevan ... 27

BAB III M ETODE PENELITIAN A. Model Penelitian dan Pengembangan ... 29

B. Prosedur Penelit ian Pengembangan ... 29

1. Tahap Mengidentifikasi ... 30

2. Tahap Mengembangkan ... 31

3. Tahap Mengevaluasi dan Merevisi ... 32

C. Uji Coba Produk ... 33

1. Desain Uji Coba ... 33

2. Subjek Uji Coba ... 33

3. Jenis Data... 33

4. Instrumen Pengumpulan Data ... 33

D. Teknik Analisis Data... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Uji Coba... 40

1. Tahap Mengidentifikasi ... 40

2. Tahap Mengembangkan ... 44

3. Tahap Mengevaluasi dan Merevisi ... 50

B. Analisis Data ... 54


(9)

2. Keprakt isan ... 54

3. Keefe ktifan ... 54

C. Revisi Produk ... 56

D. Kajian Akh ir Produk ... 66

BAB V SIMPULAN DAN SARA N A. Simpu lan ... 68

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTA KA... 70


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

2.1. Sintaks Pe mbe laja ran Model Pendekatan Konflik

Kognitif... ... 23

3.1. Instrumen Penelitian untuk Ahli RPP... 34

3.2. Kriteria Ska la Pen ila ian Va lidasi... 38

3.3. Kriteria Interprestasi Ska la Validasi ... 38

3.4. Kriteria Ska la Pen ila ian Kepra ktisan ... 39

4.1. Ko mpetensi Inti dan Ko mpetensi Dasar... 45

4.2. Bagian – Bagian RPP yang Dike mbangkan ... 48

4.3. Daftar Na ma Va lidator Perangkat Pe mbe la jaran ... 51

4.4. Rincian Pe rte muan Uji Coba Te rbatas ... 52

4.5. Hasil Analisis Tes Hasil Bela jar Siswa dala m Prosentase... ... 55

4.6. Daftar Rev isi Rencana Pela ksanaan Pembela jaran .... 56


(11)

DAFTAR GAMBAR

Ga mbar Ha l

2.1. Tiga Tahap Pengkonstruksian Pengetahuan ... 21 3.1. Alur Penge mbangan Desain Instruksional ... 30 4.1. Sistemat ika Analisis Materi... 43


(12)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A (Instrume n Peneliti an)

A-1 Instrumen Rencana Pe laksanaan Pe mbela jaran (RPP) A-2 Pengisian Le mba r Validasi RPP Oleh Validator 1 A-3 Pengisian Le mba r Validasi RPP Oleh Validator 2 A-4 Pengisian Le mba r Validasi RPP Oleh Validator 3 A-5 Instrumen Tes Hasil Be la jar Siswa

A-6 Le mba r Kunci Ja waban Tes Hasil Be laja r Siswa A-7 Pengisian Le mba r Validasi Tes Hasil Be lajar Siswa

Oleh Va lidator 1

A-8 Pengisian Le mba r Validasi Tes Hasil Be lajar Siswa Oleh Va lidator 2

A-9 Pengisian Le mba r Validasi Tes Hasil Be lajar Siswa Oleh Va lidator 3

Lampiran B (Hasil Penelitian)

B-1 Analisis Data Tes Hasil Be laja r Siswa Lampiran C (Surat dan lain l ain)

C-1 Surat Izin Pene lit ian

C-2 Surat Keterangan Telah Me laku kan Penelitian C-3 Kartu Konsultasi


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Upaya untuk lebih men ingkatkan keberhasilan bela jar siswa, di antaranya dapat dilakukan me lalu i upaya me mperba iki proses pembelaja ran. Sesuai dalil yang menerangkan tentang proses pembelaja ran berikut:

رفنتا اواواورسبواورسعتاواورس ل قمَلسوه لعه َلص بَنلانع ٍكل منبسنأنع (مل ع لا ت ك ف ر خب لاهجرخا)

Artinya: Da ri Anas bin Malik dari Nabi SAW

”mudahkanlah dan jangan kamu persulit. Gembirakanlah dan

jangan kamu membuat lari”. (HR. Abu Abdillah Muhammad bin

Isma il al-Bukhori al-Ju’fi)1

Hadist di atas menjelaskan bahwa p roses pembela jaran harus dibuat dengan mudah sekaligus menyenangkan agar siswa tidak tertekan secara psikologis dan tidak merasa bosan terhadap suasana di kelas, serta apa yang diajarkan oleh gurunya. Suatu pembela jaran juga harus menggunakan metode yang tepat disesuaikan dengan situasi dan kondisi, terutama dengan me mpe rtimbangkan keadaan orang yang akan belajar sehingga tercipta situasi pembe laja ran yang me mungkin kan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan demikian guru me megang peranan sentral dala m proses pembelaja ran.

Gu ru merupakan figur yang menjadi fokus utama da la m proses pembelajaran. Peran guru yaitu menetapkan metode pembela jaran yang tepat. Oleh karena itu, sasaran proses pembela jaran adalah siswa belajar, maka dala m menetapkan metode pembela jaran fokus perhatian guru adalah pada upaya me mbe la jarkan siswa.

1Ahmad Multazam, “Hadits Tentang Pendidikan dan Pengejaran” Islam ic Centre, 2013, diakses dari http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/07/hadits-tentang-pendidikan-dan-pengajaran.html, pada tanggal 08 Maret 2015


(14)

2

Metode pembelajaran mate mat ika di sekolah sebagian besar menggunakan metode ceramah. Metode cera mah me rupakan suatu metode dimana guru menerangkan d i depan kelas dengan bercera mah. Ha l in i juga terjad i di MTs Jabal Noer Sidoarjo2. Metode ini bersifat searah, yaitu peran guru lebih aktif dibandingkan dengan siswa. Sela ma proses pembelajaran berlangsung, siswa cenderung hanya mendengarkan dengan teliti dan mencatat pokok penting yang dike muka kan oleh guru, karena dala m pembela jaran in i semua informasi diterangkan oleh guru3. Gu ru sebagai salah satu pusat dalam proses pembela jaran di ke las, masih me mandang bahwa belajar adalah suatu proses transfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Da la m pe mbela jaran dengan metode in i, guru hanya melibatkan ke ma mpuan berpikir tingkat rendah siswa seperti : mengingat, menghafal, dan sedikit me maha mi, sehingga kesan yang muncul dalam d iri siswa adalah dengar, catat, dan hafal. Dala m hal ini a kan me mbuat siswa cenderung pasif dan hanya me macu berpikir tingkat rendah.

Jika dipandang dari tingkatan berpikir menurut Piaget , dala m berpikir tingkat rendah keseimbangan kognitif terjadi sehingga tidak terjadi konflik kognitif meskipun terjadi asimilasi dan akomodasi. Konflik kognitif merupakan syarat awal atau stimulus dala m me mpero leh keseimbangan. Pola p ikir ini men jadikan informasi baru yang diasimilasi dan diako modasi dengan baik. Dengan kata lain, informasi yang didapat ditangkap, dipahami sesuai dengan struktur kognitif yang telah ada dalam pikiran anak. Da la m berp ikir tingkat menengah, terjadi konflik kognitif karena terjadi kekurangan data sehingga informasi yang didapat tidak cocok dengan pengetahuan atau struktur kognitif yang dimiliki, sehingga informasi yang ada tidak dapat diasimilasi. Akibatnya proses akomodasipun tidak terjadi terhadap informasi tersebut. Pola pikir ini perlunya scafolding baik dari guru, maupun

2 Berdasarkan Narasumber Nur Khotim Kumaiirah sesuai dengan hasil pengalaman PPL di MT s Jabal Noer Sidoarjo

3

Rochmad, “Penggunaan Pola Pikir Induktif Deduktif” diakses dari Http://rochmadunnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan


(15)

3

dari teman sebaya yang tidak mengala mi konflik kogniti f. Na mun dala m berpikir t ingkat yang lebih tinggi, keseimbangan kognitif terjadi a kibat adanya pemikiran yang terstuktur terhadap informasi yang terjadi keseimbangan baru dari apa yang sebelumnya bertentangan. Pada pola berpikir ini keseimbangan kognitif terjadi karena adanya scafolding yang dilaku kan dengan sengaja oleh guru atau sumber lain sehingga proses asimilasi dan akomodasi berlangsung dengan lancar4.

Bloom menge muka kan bahwa berpikir tingkat rendah me liputi tiga aspek pertama dari ranah kognitif yaitu aspek mengingat, me maha mi, dan menerapkan . Mengingat berkenaan dengan kegiatan mengenal, me mbuat daftar, mengga mbarkan dan menyebutkan. Me maha mi adalah menerangkan ide atau konsep. Ke ma mpuan yang diperoleh meliputi ke ma mpuan untuk menginterprestasi, me rangku m, mengelo mpokkan, dan menerangkan. A kan tetapi pada aspek yang ketiga yaitu aspek menerap kan merupakan jenjang yang lebih tinggi dari me maha mi. Tujuan pada level ini menuntut siswa untuk menggunakan informasi dala m situasi lain. Ke ma mpuan yang diperoleh me liputi ke ma mpuan untuk menerapkan, mela ksanakan, menggunakan, dan me la kukan. Berp ikir t ingkat menengah me liputi menganalisis, mengevaluasi dan mengkreasi. Menganalisis adalah mengolah informasi untuk me maha mi sesuatu dan mencari hubungan . Dengan menganalisis diharapkan seorang siswa dapat me mbandingkan, mengorganisasi, menata ulang, mengajukan pertanyaan, dan mene mukan. Mengevaluasi adalah menilai suatu keputusan atau tindakan. Ke ma mpuan in i misalnya me meriksa, me mbuat hipotesa, mengkrit ik, bereksperimen, dan me mberi penilaian. Tera khir aspek mengkreasi adalah menghasilkan ide – ide baru, produk, atau cara me mandang terhadap sesuatu . Mengkreasi adalah ke ma mpuan mendesain, me mbangun,

4Dasa Ismaimuza, Jurnal: “Pembelajaran Matematika dengan Konflik Kognitif”,

Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika 2008, 2,(2008), 159-160.


(16)

4

me rencanakan, dan mene mukan5. Ke ma mpuan ini merupakan tingkatan pola pikir yang paling tinggi.

Pada pola pikir t ingkat tinggi digunakan untuk men ingkatkan ke ma mpuan berfikir kritis mate mat is siswa dengan pemilihan dan penggunaan strategi pembelaja ran yang tepat. Salah satu strategi pembela jaran yang mungkin dapat digunakan adala h pembela jaran berbasis masalah. Alasannya pembelajaran berbasis masalah tidak d irancang untuk me mbantu guru me mberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa seperti pada pembela jaran langsung dan ceramah, tetapi pembela jaran berbasis masalah dike mbangkan untuk me mbantu siswa menge mbangkan ke ma mpuan berpikir, menge mbangkan ke ma mpuan me mecahan masalah, ketera mp ilan intelektual, dan menjadi siswa y ang mandiri6.

Pe mbela jaran berbasis masalah adalah pembela jaran yang men itik beratkan pada kegiatan pemecahan masalah, dan masalah yang harus diselesaikan merupakan masalah yang belum jadi atau tidak terstruktur dengan baik, sehingga hal ini dapat menantan g siswa untuk berpikir dan me la kukan diskusi secara kelo mpok. Siswa dihadapkan pada masalah nyata atau masalah yang disimulasikan, siswa bekerja secara berkelo mpo k untuk menge mbangkan ketera mpilan me mecah kan masalah, ke mudian siswa mendiskusikan apa yang harus dilaku kan7.

Pe mecahan masalah yang efekt if dala m setting dunia nyata melibatkan penggunaan proses kognitif, me liputi perencanaan penuh untuk berpikir (menggunakan waktu untuk berpikir dan me rencanakan), berpikir secara menyeluruh (terbuka dengan berbagai gagasan dan menggunakan perspektif yang

5 Kusaeri, Acuan dan Teknik Penilaian Proses & Hasil Belajar dalam Kurikulum 2013 (Yogyakarta: Ar – Ruzz Media, 2014), 36.

6Mohammad Saiful Arifin, Skripsi Strata : “

Efektivitas Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam Meningkatkan Kemampuan Analisis Siswa di Kelas VII-B Madrasah Tsanawiyah NegeriI Purwosari Kediri”. (Surabaya : UINSA Surabaya, 2010), 3.

7 Dasa Ismaimuza, “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik

Kognitif Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis Matematis dan Sikap Siswa SMP”,


(17)

5

beragam), berpikir secara sistematik (diatur, menyeluruh, dan sistematik), berpikir analit ik (pengklasifikasian, analisis logis, dan kesimpulan), berpikir analogis (mengaplikasikan persamaan, pola, berpikir searah dan menyeluruh), berpikir sistem (holistik dan berpikir menyeluruh). Berp ikir digunakan dala m PBL (Problem Based Learning) ketika siswa merencanakan, me mbuat hipotesis, menggunakan perspektif yang beragam, dan bekerja me lalu i fakta dan gagasan secara sistematis. Pe mecahan masalah juga me libatkan analisis logis dan krit is, penggunaan analogi dan berpikir secara menyeluruh, pemecahan kreatif dan sintesis. Proses PBL (Problem Based Learning) dan latihan me libatkan penggunaan otak atau pikiran untuk me laku kan hubungan mela lui refleksi, a rtikulasi, dan belajar melihat perbedaan pandangan. Dala m proses PBL (Problem Based Learning), skenario masalah dan urutannya me mbantu siswa mengembangkan hubungan kognisinya. Ke ma mpuan untuk mela kukan berpikir tingkat tinggi me rupakan kunci dari pe mecahan masalah dala m dunia nyata8. Pelatihan dala m PBL (Problem Based Learning) me mbantu dala m men ingkatkan konektiv itas, pengumpulan data, berpikir secara sistematik, menge mbangkan ketera mpilan me mecah kan masalah dan berkomunikasi ba ik dengan lingkungannya.

Banyak penelit ian – penelitian terdahulu terka it model pembela jaran berbasis masalah dengan konflik kognit if. Hasil penelitian Edy Su rya menunjukkan bahwa pe mbela jaran berbasis masalah dengan konflik kognitif dapat meningkatkan ke matangan berpikir siswa9, Dasa Isma imu za dala m penelitiannya men jelaskan pembela jaran berbasis masalah dengan konflik kognitif dapat men ingkatkan ke ma mpuan berpikir kritis mate matis siswa10.Da ri kedua penelitian yang ada, penelitian – penelitian tersebut

8

Rusman, Model – Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011),235-236.

9 Edy Surya, Jurnal: “Strategi Konflik Kognitif”, Upaya Pembelajaran Matematika

Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif, 11:11, (Oktober, 2013), 3. 10

Dasa Ismaimuza, Jurnal: “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi

Konflik Kognitif Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis Matematis dan Sikap Siswa SMP”,


(18)

6

me mposisikan siswa sebagai self-directed problem solver mela lui konstruksi (bentukan) siswa sendiri. Sedangkan pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi siswa sewaktu siswa berinteraksi dengan lingkungannya. Hal itu menuntut siswa aktif dala m pembela jaran. Siswa menggunakan lebih banyak pengetahuan awalnya untuk berinteraksi dengan pengetahuan baru yang diajarkan. Guru d ituntut untuk ma mpu mengaitkan konsep baru yang dipelajari siswa dengan struktur kognitif mere ka, bahkan diharapkan ma mpu me mbuat struktur kognitif siswa men jadi goyah untuk dapat menerima konsep baru11.

Berdasarkan pemaparan di atas, ma ka penulis ingin mengadakan penelitian yang berjudul " Pengembangan Pe mbela jaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognit if dala m Meningkatkan Hasil Bela jar Siswa".

11

I Wayan Gde Wiradana, “Pengaruh Strategi Konflik Kognitif dan Berpikir Kritis

Terhadap Prestasi Belajar”, diakses dari http://pasca.undiksha.ac.id/e journal/index.php/jurnal_/20ipa/article/download/444/236, pada tanggal 20 maret 2015.


(19)

7

B.

Rumusan Masal ah

Berdasarkan latar belakang pada uraian di atas ma ka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana keva lidan perangkat pembelaja ran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif ?

2. Bagaimana kepra ktisan hasil pengembangan pembelaja ran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif ?

3. Bagaimana kee fekt ifan hasil belajar siswa pada pembelaja ran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif ?

C.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan ru musan masalah pada uraian di atas maka didapatkan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kevalidan hasil pengembangan pembe laja ran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif.

2. Untuk mengetahui kepraktisan hasil pengembangan pembela jaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif. 3. Menguji efekt ifitas hasil belaja r mate mat ika setelah dikenai pembela jaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif.

D.

Manfaat Pe nelitian

Adapun manfaat yang diharapkan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat mengetahui kevalidan pengembangan pembelaja ran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif.

2. Dapat mengetahui kepraktisan pengembangan pembelaja ran berbasis masalah dengan konflik kognit if.

3. Dapat mengetahui efekt ifitas pembela jaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif ditandai peningkatan hasil belajar mate matika siswa.

4. Dapat dijadikan ru jukan untuk penelitian yang terkait dan dapat digunakan sebagai rujukan da la m me rancang suatu pembela jaran yang leb ih menuntut siswa aktif dala m pembela jaran.


(20)

8

E.

Batasan Masal ah

Mengingat begitu luasnya ruang lingkup permasalahan, ma ka penelit i me mbatasi masalah dengan maksud untuk lebih me mfokuskan masalah yang akan dite lit i sehingga hasil penelitian lebih terarah. Adapun batasan masalah adalah : Penelit ian ini dila kukan pada satu kelas siswa SMP ke las VIII-E SMPN 26 Surabaya.

F.

Definisi Operasional

Untuk menghindari te rjad inya perbedaan penafsiran terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian ini, ma ka didefinisikan beberapa istilah berikut.

1. Perangkat pe mbela jaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif d ikatakan valid jika me menuhi validitas isi dan validitas konstruk. Adapun validitas isi ditentukan adanya sinkronisasi antara pengembangan perangkat pembelaja ran dengan model pengembangan yang digunakan. Sedangkan validitas konstruk ditentukan dari hasil penelit ian perangkat pembela jaran me lalu i pengisian lembar validasi yang dilaku kan oleh para validator.

2. Perangkat pe mbelaja ran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif dikatakan prakt is jika ahli menyatakan perangkat pembela jaran tersebut dapat digunakan dengan sedikit rev isi atau tanpa revisi.

3. Perangkat pe mbelaja ran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif d ikatakan e fekt if jika hasil bela jar siswa mengala mi peningkatan.


(21)

9

G.

Sistematika Pe mbahasan

BAB I : Pendahuluan yang merupakan landasan awal penelitian meliputi: latar bela kang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian,defin isi operasional, dan sistematika pe mbahasan. BAB II : Kajian pustaka yang meliputi: pe mbelaja ran

berbasis masalah, konflik kognitif, keterkaitan antara pembela jaran berbasis masalah dengan konflik kognitif, penelit ian yang relevan.

BAB III : Metodologi penelitian yang meliputi: jenis penelitian, tahapan pengembangan desain instruksional, populasi dan sampel, instrumen penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.

BAB IV : Merupakan bab laporan hasil penelit ian yang me liputi data uji coba, analisis data, revisi produk, dan kajian produk a khir.

BAB V : Penutup yang meliputi: kesimpulan dan saran.


(22)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pembelajar an Ber basis Masalah

1. Pengertian Pe mbela jaran Be rbasis Masalah

Pe mbela jaran berbasis masalah adalah salah satu bentuk pembela jaran yang berlandaskan pada paradigma k onstruk tivisme, yang berorientasi pada proses belajar siswa. Pe mbela jaran berbasis masalah berfokus pada penyajian suatu permasalahan (nyata atau simu lasi) kepada siswa, ke mudian siswa diminta mencari pe mecahannya me lalu i serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori, konsep, prinsip yang dipelajarinya dari berbagai bidang ilmu1.

Be laja r pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode – metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tu juannya ialah untuk me me roleh ke ma mpuan dan keca kapan kognitif untuk me mecahkan masalah secara rasional, lugas dan tuntas. Untuk itu, ke ma mpuan siswa dalam menguasai konsep – konsep, prinsip – prinsip, dan generalisasi serta pengetahuan yang dala m a mat d iperlu kan2.

Proses pemecahan masalah dapat berlangsung jika seorang dihadapkan pada suatu persoalan yang didalamnya terdapat sejumlah ke mungkinan jawaban. Upaya mene mu kan ke mungkinan ja waban itu me rupakan suatu proses pemecahan masalah. Prosesnya itu sendiri, dapat berlangsung mela lui suatu diskusi atau penemuan me la lui pengumpulan data, baik diperoleh dari percobaan atau data dari lapangan3.

Be laja r pe mecahan masalah dapat berlangsung dalam proses belajar yang berkaitan dengan ilmu – ilmu sosial, ilmu – ilmu keala man, maupun dala m mate matika. Oleh karena bentuk belajar ini menentukan pada penemuan pemecahan masalah,

1

Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 119.

2 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), 121.


(23)

11

ma ka pe mbe laja ran yang bertujuan me mbentuk ke ma mpuan me mecahkan masalah lebih menekankan pada penyajian materi pembela jaran da la m bentuk penyajian masalah yang menuntun proses penemuan masalah4.

Keberhasilan bela jar pe mecahan masalah me miliki transfer yang cukup tinggi, serta me miliki tingkat retensi yaitu dapat diingat dalam jangka wa ktu la ma oleh siswa. Oleh karena itu hasil belajar yang dicapai mela lui bentuk belajar pe mecahan masalah lebih tinggi nila i ke manfaatnya dibandingkan dengan belajar me lalu i proses pembela jja ran yang berlangsung dengan cara penyajian materi pe mbe laja ran sebagaimana terjadi dala m proses pembelaja ran konvensional5.

2. Kara kteristik Pe mbe la jaran Berbasis Masalah

Ada beberapa karakteristik pe mbela jaran berbasis masalah, Arends mengidentifikasikan 5 kara kteristik sebagai berikut6 :

a. Dike mbangkan dari pertanyaan atau masalah.

Pe mbela jaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran pada sejumlah pertanyaan atau masalah yang penting, yang baik secara sosial maupun personal berma kna bagi siswa. Pendekatan ini mengaitkan pembela jaran dengan situasi kehidupan nyata.

b. Berfokus pada keterka itan antar disiplin

Meskipun pembelaja ran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, mate mat ika , ilmu–ilmu sosial). Masalah yang akan diselidiki telah terpilih benar–benar nyata agar dalam pemecahannya siswa menin jau masalah itu dari banyak mata pela jaran. Sebagai contoh, masalah pencemaran yang timbul d i Laut Timor a kibat pencemaran oleh perusahaan pengeboran minyak milik Australia dapat

4 Ibid, 57. 5

Ibid, 57.

6 Warsono dan Hariyanto, Pembelajaran Aktif Teori dan Asesm en, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 147-148.


(24)

12

diinvestigasi dan dijelaskan dari aspek ekono mi, biologi, sosiologi, kimia , hubungan antar negara dan sebagainya7. c. Penyelidikan Otentik

Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga s iswa mampu dengan mudah me maha mi masalah tersebut serta dapat menerap kannya dalam kehidupan profesionalnya nanti8. Para siswa harus menganalisis dan mengidentifikasi masalahnya, mengembangkan hipotesis dan me mbuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis in formasi, bila perlu me laksanakan eksperimen, me mbuat inferensi dan menarik kesimpulan. Metode investigasinya tentu saja bergantung pada sifat masalah – masalah yang dikaji9. d. Menghasilkan artefa k

Pe mbela jaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilakan produk tertentu dala m bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau me wa kili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Baik berupa laporan, ma ka lah, model fisik, sebuah video, suatu program ko mputer, naskah drama dan lain – la in10.

e. Kolaborasi

Pe mbela jaran berbasis masalah ditandai oleh adanyakerja sama antar siswa satu sama lain, b iasanya dala m pasangan siswa atau kelompok kecil siswa. Be kerja sama akan me mberikan motivasi untuk terlibat secara berkelan jutan dalam tugas – tugas yang kompleks,

7

Ibid, 148.

8Nursiyam Afifah,” Karakteristik dan Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

(PBM)”,Membum ikan Pendidikan, 2014, diakses dari http://membumikan-pendidikan.blogspot.com/2014/11/karakteristik-dan-langkah-langkah.html, pada tanggal 16 Agustus 2015

9 Warsono dan Hariyanto, 148. 10 Ibid, 148.


(25)

13

men ingkatkan kese mpatan untuk saling bertukar pikiran dan menge mbangkan inku iri, serta mela kukan d ialog untuk menge mbangkan kecakapan sosial11.

3. Tahapan – tahapan Pembela jaran Berbasis Masalah

Banyak ahli yang menje laskan bentuk penerap an pembela jaran berbasis masalah. John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika menje laskan 6 langkah pembela jaran berbasis masalah yang kemudian dia nama kan metode me mecahan masalah (problem solving), yaitu12: a. Merumuskan masalah, yaitu langkah s iswa menentukan

masalah yang akan dipecahkan.

b. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa men injau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang. c. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa me ru muskan

berbagai ke mungkinan pe mecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

d. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan mengga mbarkan informasi yang diperlu kan untuk pemecahan masalah.

e. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa menga mbil atau me ru muskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.

f. Merumuskan re ko mendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa mengga mbarkan re ko mendasi yang dapat dila kukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

11

Warsono dan Hariyanto, 148.

12 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), 217.


(26)

14

Menurut Barret langkah – langkah pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut13:

a. Siswa diberi permasalahan oleh guru (atau permasalahan diungkap dari pengala man siswa)

b. Siswa me la kukan diskusi dala m kelo mpok kec il dan me la kukan hal-hal berikut: (a) Mengklarifikasi kasus permasalahan yang diberikan; (b) Mendefin isikan masalah; (c ) Mela kukan tuka r p ikiran berdasarkan pengetahuan yang mere ka miliki; (d) Menetapkan hal-hal yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah; dan (e) Menetapkan hal-hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah

c. Siswa me la kukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah yang harus diselesaikan. Mere ka dapat me la kukannya dengan cara mencari sumber di perpustakaan, database, internet, sumber personal atau me la kukan observasi.

d. Siswa ke mba li kepada kelo mpok PBM semula untuk me la kukan tukar informasi, pe mbela jaran te man sejawat, dan bekerjasama dala m menyelesaikan masalah.

e. Siswa menyajikan solusi yang mere ka te mukan.

f. Siswa dibantu oleh guru me laku kan evaluasi berka itan dengan seluruh kegiatan pembela jaran. Ha l ini meliputi sejauh mana pengetahuan yang sudah diperoleh oleh siswa serta bagaimana peran masing-masing siswa da la m kelo mpok.

Se mentara itu Dafid Johnson & Johnson menge muka kan ada 5 langkah pe mbelaja ran berbasis masalah me la lui kegiatan kelo mpok yaitu14:

13Nursiyam Afifah,” Karakteristik dan Langkah

-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

(PBM)”,Membum ikan Pendidikan, 2014, diakses dari http://membumikan-pendidikan.blogspot.com/2014/11/karakteristik-dan-langkah-langkah.html, pada tanggal 16 Agustus 2015.

14

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), 217.


(27)

15

a. Mendefinisikan masalah atau meru muskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa men jadi jelas masalah apa yang akan dika ji. Da la m kegiatan in i guru bisa me minta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan.

b. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab -sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor yang dapat mendukung dan dalam penyelesaian masalah. Kegiatan in i b isa dila kukan da la m d iskusi ke lo mpok kec il, hingga pada akirnya siswa dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang diperkirakan.

c. Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah diru muskan mela lui diskusi kelas. Pada taapan ini setiap siswa didorong untuk berpikir menge muka kan pendapat dan argumentasi tentang ke mungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan. d. Menentukan dan menerapkan srategi pilihan, yaitu

pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dila kukan.

e. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan, sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan.

4. Keleb ihan dan Kele mahan Pe mbe laja ran Berbasis Masalah Keleb ihan pembela jaran berbasis masalah antara la in: a. Dapat me mbentuk kepribadian siswa dan menerapkannya

ke dala m kehidupan nyata.

b. Meningkatkan ketera mp ilan siswa me laku kakan pemecahan masalah15.

c. Meningkatkan ketera mp ilan be laja r mandiri.

15 Martinis Yamin, Desain Baru Pembelajaran Kontruktivistik, (Jakarta: Ciputat Mega Mall, 2012), 17.


(28)

16

d. Pe mbela jaran berbasis masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih me maha mi isi pela jaran16. e. Dapat menantang kema mpuan siswa serta me mberikan

kepuasan untuk mene mukan pengetahuan baru bagi siswa. f. Dapat meningkatkan a ktivitas pe mbela jaran siswa. g. Dapat me mpe rlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata

pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku – buku saja. h. Lebih d ianggap menyenangkan dan disukai siswa. i. Dapat mengembangkan ke ma mpuan siswa untuk berpikir

kritis dan mengembangkan ke ma mpuan me reka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

j. Dapat me mberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mere ka miliki da la m dunia nyata.

k. Dapat menge mbangkan minat s iswa untuk secara terus – menerus belaja r sekalipun belajar pada pendidikan forma l telah berakhir.

Kele mahan pe mbela jaran berbasis masalah antara la in: a. Tidak banyak guru yang ma mpu mengantarkan siswa

kepada pemecahan masalah, b iasanya dalam proses pembela jaran hanya sampai pada tingkat konsep.

b. Manakala siswa tidak me miliki minat atau tidak me mpunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, ma ka mere ka akan merasa enggan untuk mencoba17.

c. Seringka li me me rlu kan biaya maha l dan waktu ya ng panjang18.

d. Aktivitas siswa yang dilaksanakan di luar sekolah sulit dipantau guru19

16 Wina Sanjaya, 220. 17

Wina Sanjaya, 221. 18

Warsono dan Hariyanto, Pembelajaran Aktif Teori dan Asesm en, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2012), 152.


(29)

17

B. Konflik Kogniti f

Dala m keg iatan belajar, siswa atau mahasiswa sering mengala mi kebimbangan dala m me mastikan apakah solusi atau alasan yang dia berikan adalah suatu solusi yang benar atau salah. Memberi ja waban atau alasan terhadap suatu pertanyaan tentu terkait dengan ke ma mpuan kognitif da ri individu. Da la m situasi konflik yang terjadi sehubungan dengan kema mpuan kognitif individu, dimana individu tidak ma mpu menyesuaikan struktur kognitifnya dengan situasi yang dihadapi dalam bela jar, ma ka dikatakan bahwa ada konflik kognitif dala m diri indiv idu tersebut20.

Ada banyak istilah yang digunakan oleh para peneliti dala m mengga mbarkan dan menje laskan konflik kognitif, seperti ketidakcocokan kognitif (dissonance cognitive), kesenjangan kognitif (gap cognitive), konflik konsep (conceptual cognitive), ketidaksesuaian (discrepancy), disequilibriu m, konflik internal (internal conflict). Smedlund21 menggunakan kata equilibrasinya Piaget dala m menyatakan konflik kognitif. Da ri beberapa literatur terdapat beberapa defiin isi konflik kognitif sebagai berikut22 :

1. Kesadaran individu terhadap suatu disequilibriu m pada suatu sistim ske ma.

2. Merasa konsep yang dia miliki bertentangan dengan konsep yang dimiliki oleh orang lain.

3. Kesadaran akan ketidakcocokan informasi.

4. Kesadaran anak terhadap dua pendapat yang bertentangan. 5. Konflik antara struktur pengetahuan yang dimiliki

seseorang dengan lingkungannya.

6. Munculnya pertentangan antara strukttur kognitif siswa atau pengetahuan awal siswa dengan sumber – sumber belajar dala m lingkungan belajar.

20Dasa Ismaimuza, Jurnal: “Pembelajaran Matematika dengan Konflik Kognitif”,

Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika 2008, 2, (2008), 155.

21 Dasa Ismaimuza, 158. 22 Ibid, 158.


(30)

18

7. Proses penyeimbangan antara asimilasi dan ako modasi23. 8. Munculnya kegelisahan dan depresi selama proses

pembela jaran24.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konflik kognitif adalah ket idakseimbangan kognitif yang disebabkan oleh adanya kesadaran seseorang akan adanya informasi – informasi yang bertentangan dengan informasi yang dimilikinya yang tersimpan dalam struktur kognitifnya. Konflik kognitif dapat juga muncul dala m lingkungan sosial ket ika ada tim lainnya pada lingkungan individu yang bersangkutan25.

Dala m situasi konflik kognitif, siswa akan me manfaatkan ke ma mpuan kognitifnya dala m upaya mencari justifikasi, konfirmasi, atau verifikasi terhadap pendapatnya. Artinya ke ma mpuan kognitifnya me mperoleh kesempatan untuk diberdayakan, disegarkan, atau dimantapkan, apalagi jika siswa tersebut masih terus berupaya. Misalnya siswa akan me manfaatkan daya ingatnya, pemaha mannya akan konsep – konsep matemat ika ataupun pengalamannya untuk me mbuat suatu keputusan yang tepat. Dala m situasi konflik kognitif seperti ini, siswa dapat me mperoleh keje lasan dari lingkungannya, antara lain dari guru ataupun siswa yang lebih pandai. Dengan kata la in, konflik kognit if yang ada pada diri seseorang yang direspon secara tepat atau positif dapat menyegarkan dan me mbe rdayakan ke ma mpuan kognitif yang dimiliki siswa26.

23 Wawan Listyawan, “Pembelajaran Konflik Kognitif”,

Mengejar (r)asa, 2011, diakses dari http://www.mengejarasa.com/2011/03/pembelajaran-konflik-kognitif.html, pada tanggal 15 Agustus 2015.

24 Mang Lucky, “Teori Kognitif And Behafioral Dalam Pekerja Sosial”,

All About Social Work, 2012, diakses dari http://manklucky.blogspot.com/, pada tanggal 15 Agustus 2015. 25 Dasa Ismaimuza, 155.


(31)

19

1. Teori yang Melandasi Konflik Kognitif a. Teori Be laja r Kontruktivis me

Menurut pandangan kontruktivisme tentang belajar, ketika individu dihadapkan dengan informasi baru, ia akan menggunakan pengetahuan siap dan pengalaman pribadi yang telah dimilikinya untuk me mbantu me maha mi materi baru tersebut27. Dala m proses me maha mi ini kontrukt ivis percaya bahwa pembela jar mengkonstruk sendiri rea litasnya atau paling tidak menerje mahkannya berlandaskan persepsi tentang pengalamannya, sehingga pengetahuan individu adalah sebuah fungsi dan pengalaman sebelumnya, juga struktur mentalnya, yang kemudian digunakannya untuk menerje mah kan objek – obje k serta ke jadian – kejad ian baru28. b. Teori Be laja r Piaget

Menurut teori Piaget struktur kognitif seorang dipengaruhi oleh lingkungan fisik, dan selanjutnya struktur kognitif ini yang menentukan persepsi seseorang terhadap apa yang dilihatnya. Perke mbangan kognitif seseorang berlangsung me la lui proses akomodasi, ya itu proses me mod ifikasi struktur kognit if seseorang. Sema kin banyak proses modifikasi akan semakin banyak struktur kognitif seseorang. Selanjutnya akan semakin mudah seseorang me mpela jari suatu materi pembela jaran atau mata pe laja ran. Perke mbangan kognitif siswa yang tertinggi adalah tahap operasi forma l yaitu dengan me mpela jari sesuatu yang hipotetik. Pada tahap operasi formal in i ke ma mpuan mental siswa ma mpu me mpela jari hal – hal yang abstrak. Na mun de mikian, pada kenyataannya belum

27 Edy Surya, Jurnal: “Strategi Konflik Kognitif”,

Upaya Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif, 11:11, (Oktober, 2013), 5.

28 Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 106.


(32)

20

tentu semua siswa tingkat perke mbangannya sudah mencapai operasi formal29. Oleh ka rena itu guru hendaknya banyak me mberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari, menga mati dan mene mu kan, me mungut, berbagai hal dari lingkungan30.

c. Teori Be laja r Vygotsky

Vygotsky adalah pendekatan konstruktivis sosial, yang menekankan konteks sosial dari pembela jaran dan pengembangan pengetahuan me la lui interaksi sosial31. Teori Vygotsky lebih mene kankan pada aspek sosial dari pe mbelaja ran. Menurut Vygotsky bahwa proses pembelaja ran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas – tugas yang belum dipela jari, na mun tugas – tugas tersebut masih berada da la m jangkauan mere ka d isebut dengan zone of proximal development, yakni daerah tingkat perke mbangan sedikit d i atas daerah perke mbangan orang lain. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul da la m perca kapan dan kerja sa ma antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dala m indiv idu yang lainnya32.

Menurut Vygotsky pemberian bantuan kepada anak selama tahap – tahap awal perke mbangannya dan mengurangi bantuan tersebut dan me mberikan kesempatan kepada anak untuk menga mbil ahli tanggung jawab yang semakin besar segera setelah

29 Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2007), 48. 30 Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 86.

31

John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Salemba Humanika, 2014), 62. 32Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2011), 39.


(33)

21

anak dapat mela kukannya yang disebut dengan Scaffolding33.

2. Tahap – tahap Konflik Kognitif

Gambar 2.1

Tiga Tahap Pengkontruksian Pengetahuan

Tahap perke mbangan aktual (Tahap I) terjadi pada saat siswa berusaha sendiri menyudahi konflik kognitif yang diala minya34. Perke mbangan aktual in i dapat mencapai tahap ma ksimu m apabila kepada me reka dihadapkan masalah menantang sehingga terjadinya konflik kognitif d i dala m dirinya yang me micu dan me macu me reka untuk menggun akan segenap pengetahuan dan pengalamannya dala m menyelesaikan masalah tersebut35.

Se mentara perke mbangan potensial (Tahap II) terjadi pada guru mengamati respon siswa terhadap masalah yang diberikan. Pengakuan terhadap masalah dapat berupa ketertarikan ataupun kece masan. Pada fase ini diharap kan siswa

33

T rianto, 39.

34 Edy Surya, “Strategi Konflik Kognitif”,

Upaya Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif, 11:11, (Oktober, 2013), 5.


(34)

22

mengala mi pertentangan dalam struktur kognitifnya atas apa yang mere ka ketahui sebelumnya dan fakta apa yang mereka lihat mela lui hasil de monstrasi atau percobaan. Dalam hal ini guru dituntut terampil menerap kan teknik scaffolding yaitu me mbantu ke lo mpok secara tidak langsung menggunakan tehnik bertanya dan teknik probing yang efektif, atau me mbe rikan petunjuk (hint) seperlunya. Dala m fase ini, guru juga me minta siswa untuk mendiskusikan hasil percobaan dengan teman sebaya mere ka dan mendiskusikannya dengan guru didepan kelas36.

Ke mudian dala m proses pengkonstruksian pengetahuan ini terjadi rekonstruksi mental yaitu berubahnya struktur kognitif dari skema yang telah ada menjadi ske ma baru yang lebih lengkap. Proses internalisasi (Tahap III) menurut Vygotsky me rupakan aktivitas mental t ingkat tinggi jika terjadi karena adanya interaksi sosial. Jika dikait kan dengan teori perke mbangan mental yang dike muka kan Piaget, internalisasi me rupakan proses penyeimbangan struktur-struktur internal dengan masukan-masukan eksternal. Proses kognitif seperti ini, pada tingkat perke mbangan yang lebih tinggi diakibatkan oleh rekonseptualisasi terhadap masalah atau informasi sedemikian sehingga terjadi keseimbangan (keharmonisan) dari apa yang sebelumnya dipandang sebagai pertentangan atau konflik. Pada level ini, diperlukan intervensi yang dilaku kan secara sengaja oleh guru atau yang lainnya sehingga proses asimilasi dan ako modasi berlangsung dan mengakibatkan terjadiny a keseimbangan (equilib riu m) 37.

36 Wawan Listyawan,” Pembelajaran konflik Kognitif ”,

Mengejar (r)asa, 2014, diakses dari http://www.mengejarasa.com/2011/03/pembelajaran-konflik-kognitif.html, pada tanggal 15 Agustus 2015.


(35)

23

3.Tabel 2.1 Sintaks Pembelajar an Model Pendekatan Konflik Kognitif

FASE-FA SE KEGIATAN GURU

Fase 1

Orientasi siswa kepada konflik

Gu ru men jelaskan tujuan pembelaja ran, men jelaskan sumber be laja r yang dibutuhkan, me motivasi siswa terlibat aktif dala m pen mecahan konflik dan mencari kebenaran konsep

Fase 2

Mengorganisasi siswa untuk belajar

Gu ru me mbantu siswa mendefin isikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan konflik

Fase 3 Memb imbing

penyelidikan indiv idu maupun ke lo mpok

Gu ru mendorong siswa untuk

mengu mpulkan info rmasi yang relevan, me la ksanakan eksperimen, d iskus internal untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah/konflik

Fase 4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Gu ru me mbantu siswa merencanakan dan menyiap kan hasil karya, dan me mbantu me reka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Fase 5

Menganalisis dan

mengevaluasi

Gu ru me mbantu siswa untuk mela kukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan me reka dan proses -proses yang mere ka laku kan


(36)

24

C. Pembelajar an Ber basis Masal ah deng an Strategi Konflik Kognitif

Be laja r adalah perubahan struktur kognitif. Setiap orang akan dapat me mecahkan masalah jika ia bisa merubah struktur kognitifnya38. Menurut Piaget, pada dasarnya setiap individu me miliki ke ma mpuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh individu sebagai subjek, ma ka akan menjadi pengetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh me lalu i proses pemberitahuan tidak akan men jadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan39.

Menurut teori Adaptive Control of Thought (ACT Theory) yang dike mbangkan me lalu i simulasi ko mputer oleh Anderson40, pengetahuan seorang sis wa diasumsikan terdiri atas ele men – ele men yang tersimpan dalam subsistem akal permanennya dalam bentuk proposisi – proposisi. Proposisi dalam hal in i berart i unit terkecil yang menjadi bagian sebuah pengetahuan. Terbentuknya proposisi – proposisi tersebut merupakan peristiwa kognitif yang abstrak na mun dapat digambarkan dala m struktur ka limat – kalimat pendek.

Struktur pengetahuan dike mbangkan dalam otak manusia me la lui dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi terhadap skema yang sudah ada yang berarti struktur pengetahuan baru dibuat atas struktur pengetahuan yang sudah ada (pengalaman), pengetahuan yang sudah ada (pengalaman) d imodifikasi untuk menyesuaikan datangnya pengetahauan baru41. Ske ma adalah struktur kognitif yang terbentuk mela lui proses pengalaman. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema yang telah terbentuk, dan akomodasi adalah proses perubahan skema42.

38

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2013), 122.

39 Wina Sanjaya, 124. 40

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), 98.

41 Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), 87. 42 Wina Sanjaya, 124.


(37)

25

Sehingga, Apabila proses asimilasi dan akomodasi berlangsung dengan lancar, ma ka keseimbangan kognitif terjadi akibat adanya pemikiran yang terstruktur terhadap informasi yang terjadi keseimbangan baru dari apa yang sebelumnya bertentangan dan terjadi ka rena adanya scaffolding yang dilaku kan dengan sengaja oleh guru atau sumber la in. Ke ma mpuan ini me rupakan tingkatan pola pikir tingkat t inggi43.

Pola p ikir tingkat t inggi digunakan untuk meningkat kan ke ma mpuan berfikir krit is mate matis siswa dengan pemilihan dan penggunaan strategi pembela jaran yang tepat. Salah satu pembela jaran yang dapat digunakan adalah pembela jaran berbasis masalah. Ka rna pe mbelaja ran berbasis masalah ada lah sajian bahan ajar yang dapat mendorong berke mbangnya pemaha man dan penghayatan siswa terhadap prinsip, nilai dan proses44. Dala m proses pembelaja ran berbasis masalah, skenario masalah dan urutannya me mbantu siswa mengembangkan hubungan kognisinya45. Hal in i akan me mbu ka ja lan bagi tumbuhnya daya nalar, berp ikir logis, sistematis, kritis, dan kreatif46. Dengan menggunakan pembela jaran berbasis masalah yang me libatkan konflik kognitif dapat mengembangkan proses berpikir tingka t tinggi, seperti: proses visualisasi, asosiasi, abstraksi, manipulasi, penalaran, analisi, sintesis, dan generalisasi yang masing – masing perlu dike lola secara terkoord inasi. Ke ma mpuan berpikir dan ketera mpilan yang telah dimiliki anak dapat digunakan da lam proses pemecahan masalah mate mat is, dapat ditransfer ke dalam berbagai kehidupan nyata.

Dala m me mecahkan masalah instruksional perlu menguji fungsi setiap pembelajaran me lalu i proses pembelaja ran. Hasil dari proses pembelaja ran ini me mberi petunjuk adanya pembela jaran

43

Dasa Ismaimuza, Jurnal: “Pembelajaran Matematika dengan Konflik Kognitif”, Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika 2008, 2,(2008), 160.

44 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), 196.

45

Dasa Ismaimuza, Jurnal: “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif T erhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matetamis dan Sikap Siswa

SMP”, Jurnal Pendidikan Matematika, 4:1, (Juni 2010), 2. 46 Ahmad Susanto, 196.


(38)

26

yang perlu diganti atau diperbaiki. Langkah lain adalah mensintesis sistem pembela jaran baru dengan cara mengintegrasikan berbagai pembela jaran baru untuk me wujudkan suatu sistem yang lebih baik47.

Untuk menge mbangkan sistem intruksional yang sesuai untuk me menuhi kebutuhan pembelaja ran muncul suatu teknologi yang disebut desain instruksional. Desain instruksional adalah proses sistematis mengidentifikasi masalah, menge mbangkan strategi, dan bahan instruksional, serta mengevaluasi efektivitas dan efisiensinya dalam mencapai tujuan instruksional48. Ketercapaian tujuan menjad i indikator utama da la m menentukan tingkat efektiv itas suatu pelaksanaan pembelajaran. Dikatakan efektiv itas karena pembela jaran yang telah didesain itu telah dila kukan dengan benar49.

47

Atwi Suparman, “Desain Instruksional Modern”, (Jakarta: Erlangga, 2012), 88. 48

Atwi Suparman, 91.

49 Muhammad Yaumi, “Prinsip –Prinsip Desain Pembelajaran”, (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), 4.


(39)

27

D. Penelitian yang Rele van

Ada beberapa penelitian yang mendasari penelit i untuk mene lit i pe mbela jaran berbasis masalah dengan konflik kognitif. Penelit ian yang berkaitan dengan pembelaja ran berbasis masalah dengan konflik kognit if sebagai berikut :

1. Penelit ian yang dilaku kan oleh Edy Surya menunjukkan bahwa pembelaja ran berbasis masalah dengan konflik kognitif dapat meningkat kan ke matangan berpikir siswa50. Hal tersebut terkait dengan pembela jaran berbasis masalah dengan konflik kognitif yang dapat me mbantu siswa menege mbangkan ketera mpilan berpikir dan ketera mp ilan me mecahkan masalah. Pe mbe laja ran berbasis masalah dengan konflik kognitif me mang dike mbangkan untuk men ingkatkan ke matangan siswa. Pe mbela jaran berbasis masalah dengan konflik kognitif me mbe rikan dorongan kepada siswa untuk tidak hanya sekedar berpikir sesuai yang bersifat konkret, tetapi lebih dari itu berpikir terhadap ide – ide yang abstrak dan komple ks. Dengan kata lain pe mbela jaran berbasis masalah dengan konflik kognitif me latih siswa untuk me miliki ketera mp ilan berpikir tingkat tinggi.

2. Penelit ian yang dilakukan oleh Dasa Ismaimuza da la m penelitiannya men jelaskan pe mbelaja ran berbasis masalah dengan konflik kognitif dapat men ingkatkan ke ma mpuan berpikir kritis mate matis siswa51. Seperti halnya pembela jaran berbasis masalah dengan konflik kognitif mene kankan pada kegiatan bela jar siswa yang bersifat optima l, dala m upaya mene mukan ja waban atau pemecahan masalah terhadap suatu permasalahan, belajar semaca m ini me mungkinkan siswa mencapai pe maha man yang tinggi terhadap apa yang dipelajari. Di samping itu, proses belajar yang menekankan pada prinsip – prinsip

50 Edy Surya, Jurnal: “Strategi Konflik Kognitif”, Upaya Pembelajaran Matematika

Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif, 11:11, (Oktober, 2013), 1.

51 Dasa Ismaimuza, Jurnal: “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif T erhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matetamis dan Sikap Siswa


(40)

28

berpikir ilmiah, yang bersifat kritis mate matis dan analitis. Berdasarkan pada hal tersebut menunjukkan bahwa pembela jaran berbasis masalah dengan konflik kognitif juga dapat meningkatkan ke ma mpuan berpikir krit is mate mat is siswa.


(41)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Model Penelitian dan Penge mbangan

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis masalah dengan konflik kognitif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam hal ini perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Oleh karena itu jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan. Adapun model pengembangan yang digunakan diadaptasi dari model desain instruksional. Desain Instruksional, MPI (Model Pengembangan Instruksional) adalah sebuah rangkaian proses desain instruksional yang terdiri dari 3 tahap yakni, tahap mengidentifikasi, tahap mengembangkan, dan tahap mengevaluasi dan merevisi.

B. Prosedur Peneliti an Pe nge mbangan

Perangkat pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif ini dikembangkan melalui 3 tahap dari desain instrusional. Adapun tahap-tahap yang dilalui adalah sebagai berikut1.

1 Ibid, 116.


(42)

30

30

Gambar 3.1

Alur Pe ngembangan Perangkat Pe mbelajar an

1. Tahap Mengidentifikasi

a. Mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis tujuan instruksional umum

Mengidentifikasi kebutuhan instruksional pada dasarnya adalah mengidentifikasi terjadinya kesenjangan antara kondisi saat ini dan kondisi yang diharapkan, serta menilai apakah kesenjangan itu menjadi prioritas untuk diatasi karena sangat berpengaruh terhadap kinerja sistem keseluruhan. Kesenjangan yang seperti itu dikategorikan sebagai masalah. Tujuannya adalah tercapainya kompetensi yang tidak pernah dipelajari atau belum dilakukan dengan baik oleh peserta didik. Kompetensi yang diharapkan itu bersifat umum atau tinggi sekali. Ia merupakan hasil belajar yang diharapkan dapat dikuasai peserta didik setelah menyelesaikan kegiatan instruksional2.

2 Ibid, 118.


(43)

31

31

b. Melakukan analisis instruksional

Setelah mengidentifikasi tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya adalah dengan melakukan analisis untuk mengidentifikasi keterampilan-keterampilan bawaan yang harus dipelajari oleh peserta didik dalam rangka untuk mencapai tujuan pembelajaran khusus3.

c. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik

Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik adalah menggunakan pendekatan menerima peserta didik apa adanya dan menyusun sistem instruksional atas dasar keadaan peserta didik tersebut4.

2. Tahap Mengembangkan

a. Menulis tujuan instruksional kurikulum 2013

Tujuan pembelajaran khusus adalah rumusan mengenai kemampuan atau perilaku yang diharapkan dapat dimiliki oleh para siswa sesudah mengikuti suatu program pembelajaran tertentu. Kemampuan atau perilaku tersebut harus dirumuskan secara spesifik dan operasional sehingga dapat diamati dan diukur. Dengan demikian tingkat pencapaian siswa dalam perilaku yang ada dalam tujuan pembelajaran dapat diukur dengan menggunakan tes atau alat pengukur yang lain5.

3 Ahmad Nur Ismail, “Pengembangan Desain Instruksional”, Pendidikan dan Pengetahuan, diakses dari http://orangpintar-pendidikan.blogspot.com/, pada tanggal 28 Agustus 2015.

4 Frans.A.Rumate, “Desain Instruksional”, Pusat Peningkatan Dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas Hasanuddin (P3ai-Unhas), diakses dari http://slideplayer.info/slide/2904623/#, pada tanggal 29 Agustus 2015.

5 Ahmad Nur Ismail, “Pengembangan Desain Instruksional”, Pendidikan dan Pengetahuan, diakses dari http://orangpintar-pendidikan.blogspot.com/, pada tanggal 28 Agustus 2015.


(44)

32

32

b. Menyusun alat penilaian hasil belajar

Menyusun alat penilaian hasil belajar adalah untuk mengukur tingkat pencapaian peserta didik dalam kompetensi yang terdapat dalam tujuan instruksional6.

c. Menyusun strategi instruksional

Menyusun dan mengembangkan

komponen-komponen umum pembelajaran dan prosedur-prosedur yang akan digunakan untuk membelajarkan peserta didik sehingga peserta didik dapat belajar dengan mudah sesuai dengan karakteristiknya dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan7.

d. Mengembangkan bahan instruksional

Pengajar menyajikan isi pelajaran dengan urutan, metode dan waktu yang telah ditentukan dalam strategi instruksional8.

3. Tahap Mengevaluasi dan Merevisi

Setelah bahan-bahan pembelajaran dihasilkan, selanjutnya dilakukan evaluasi formatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk memperoleh data guna merevisi bahan pembelajaran yang dihasilkan untuk membuat lebih efektif. Data yang diperoleh dari evaluasi formatif kemudian dikumpulkan dan diinterpretasikan untuk memecahkan kesulitan yang dihadapi oleh siswa/peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran, juga untuk merevisi pembelajaran agar lebih efektif.

6 Atwi Suparman, 208.

7 Ahmad Nur Ismail, 20.

8 Candra Sihotang, “Pengembangan Bahan Instruksional”, Berkarya Untuk Pendidikan Melalui Menulis, Membaca Dan Mempublikasikan Produk Dari Teknologi Pendidika, diakses dari http://candrasihotang.blogspot.com/2014/09/pengembangan-bahan-instruksional.html,pada tanggal 28 Agustus.


(45)

33

33

C. Uji Coba Pr oduk

Uji coba produk ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang digunakan sebagai dasar dalam menetapkan kelayakan perangkat yang dikembangkan. Dalam bagian ini hal yang harus diperhatikan adalah : (1) Desain uji coba, (2) Subjek uji coba, (3) Jenis data, (4) Instrumen pengumpulan data, dan (5) Teknik analisis data.

1. Desain Uji Coba

Peneliti bertindak sebagai guru di dalam kelas. Adapun perangkat pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah RPP dan tes hasil belajar.

2. Subjek Uji Coba

Penegmbangan ini yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII-E SMPN 26 Surabaya.

3. Jenis Data

Jenis data yang dapat merupakan data kuantitatif, data yang diperoleh dari lembar validasi dan hasil tes yang nantinya diubah dalam bentuk angka.

4. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari : a. Instrumen validasi RPP

Instrumen untuk validasi RPP dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut:


(46)

34

34

Tabel 3.1

Instrumen Penelitian untuk Ahli RPP

NO Aspek Penilai an

Skala Penilaian

1 2 3 4

Ke tercapai an Indikator

1 Menuliskan kompetensi dasar

2 Ketepatan penjabaran dari kompetensi dasar ke indikator

3 Kejelasan rumusan indikator

4 Operasional rumusan indikator

Langkah-langkah Pe mbel ajar an

1 Pembelajaran berbasis masalah dengan konflik kognitif yang dipilih sesuai dengan indikator

2 Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah dengan konflik kogniitif ditulis lengkap dalam RPP

3 Langkah-langkah pembelajaran memuat


(47)

35

35

urutan kegiatan

pembelajaran yang logis 4 Langkah-langkah

pembelajaran memuat

dengan jelas peran guru dan peran siswa

5 Langkah-langkah pembelajaran dapat dilaksanakan guru

Waktu

1 Pembagian waktu setiap kegiatan/langkah dinyatakan dengan jelas 2 Kesesuaian waktu setiap

langkah / kegiatan

Perangkat Pe mbalajar an

1 LKS menunjang

ketercapaian indikator 2 LKS diskenariokan

penggunaannya dalam RPP

Metode Pe mbelajar an

1 Membuat siswa menyelesaikan masalah menggunakan

keterampilan berbasis masalah dengan konflik


(48)

36

36

kognitif

2 Memberikankesempatan

bertanya kepada siswa 3 Membimbing serta

mengarahkan siswa melakukan klarifikasi masalah, pengungkapan pendapat, evaluasi dan pemilihan, dan

pelaksanaan/implementasi dalam memecahkan masalah

4 Membimbing siswa

berdiskusi

5 Mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan

Materi Yang Disajikan

1 Sistematika penulisan indicator

2 Kesesuaian materi dengan KD dan indicator

3 Kebenaran konsep 4 Tugas mendukung konsep 5 Kesesuaian tingkat materi

dengan perkembangan


(49)

37

37

6 Mencerminkan

pengembangan dan

pengorganisasian materi pembelajaran

Bahasa

1 Menggunakan kaidah

Bahasa Indonesia yang baik dan benar

2 Ketepatan struktur kalimat b. Instrumen tes

Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan matematika siswa dalam hal ini adalah tes hasil belajar siswa. Tes ini diberikan sebelum dan setelah pembelajaran dilaksanakan. Tes ini terdiri dari lima soal essay.

D. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini data yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan dianalisis. Analisis yang dilakukan dalama penelitian adalah sebagai berikut :

a. Analisis Lembar Validasi Ahli

Lembar validasi ahli digunakan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu perangkat diterapkan dilapangan. Data yang diperoleh berdasarkan penilaian saran oleh para ahli bertujuan untuk mengetahui kelayakan secara keseluruhan Lembar validasi ahli terdiri atas penilaian validitas dan kepraktisan. Analisis validitas dan kepraktisan lembar validasi adalah sebagai berikut :


(50)

38

38

b. Validitas

Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan checklist (√). Seperti sebagai berikut:

Tabel 3.2

Kriteri a Skala Pe nilaian Vali dasi

Skor Vali dasi Kriteri a Penil aian

1 Kurang Baik

2 Cukup

3 Baik

4 Sangat Baik

Data hasil perolehan kriteria validasi perangkat kemudian di analisis dengan menggunakan rumus :

x 4 Setelah menghitung hasil dari skor validasi maka dapat interprestasi skala sebagai berikut :

Tabel 3.3

Kriteri a Inter pre tasi Skala Vali dasi Rerata Skor

Vali dasi Kateg ori

1,0 – 1,49 Tidak Baik

1,5 – 2,49 Kurang Baik

2,5 – 3,49 Baik


(51)

39

39

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dikatakan layak apabila semua aspek dalam angket mendapat persentase sebesar skor rerata minimum mencapai ≥ 2,59.

a. Kepraktisan

Perangkat pembelajaran dikatakan praktis jika para ahli dan praktisi (validator) menyatakan bahwa perangkat pembelajaran tersebut dapat digunakan dilapangan dengan sedikit revisi atau tanpa revisi dengan skala penilaian10:

Tabel 3.4

Kriteri a Skala Pe nilaian Ke praktisan Skor

Vali dasi Kriteri a Penil aian

A Dapat digunakan tanpa revisi B Dapat digunakan dengan sedikit

revisi

C Dapat digunakan dengan revisi besar

D Belum dapat digunakan, masih memerlukan konsultasi

9 Amelia Hasanah, Skripsi : “Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA SMP Model Discovery Learning pada Materi Suhu dan Perubahannya” (Surabaya : Unesa, 2015), 47 10 Ibid, Amelia Hasanah, 48


(52)

40

40

d. Analisis Tes Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar siswa dihitung secara individual dan secara klasikal. Hasil belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor siswa yang diperoleh dengan mengerjakan tes hasil belajar yang diberikan setelah berakhirnya proses pembelajaran. Berdasarkan kriteria ketuntasan ketuntasan minimal yang ditetapkan SMPN 26 Surabaya, siswa dipandang tuntas secara individual jika mendapatkan skor ≥75 dengan pengertian bahwa siswa tersebut telah mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi, atau mencapai tujuan pembelajaran.

Sedangkan keberhasilan kelas (ketuntasan klasikal) dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu menyelesaikan atau mencapai skor minimal 75, sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut. Presentase ketuntasan klasikal dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


(53)

46

BAB IV

HASIL PEN ELITIAN

A. Data Uji Coba

Pengembangan yang dima ksud dalam penelitian ini adalah menge mbangkan perangkat pembela jaran. Pe rangkat pembela jaran tersebut adalah Rencana Pela ksanaan Pe mbela jaran (RPP). Da la m penelitian in i model yang dike mbangkan adalah Desain Instruksional dengan Model Pengembangan Intrsuksional (MPI) dengan 3 tahap yakni, tahap mengidentifikasi, tahap mengembangkan, dan tahap mengevaluasi dan merevisi. Set iap tahapan terdapat beberapa kegiatan yang telah dilakukan mengacu pada bab III. Tahap – tahap yang dilakukan pada penelitian menggunakan Desain Instruksional model MPI akan dije laskan lebih lanjut sebagai berikut.

a. Tahap Mengi dentifikasi

Tahap mengidentifikasi me rupakan langkah awa l yang dilaku kan dalam penelitian ini. Tahap ini dila kukan untuk menentukan dasar yang diperlukan dala m menge mbangkan RPP. Tahap investigasi awal akan dije laskan sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis tujuan instruksional umu m

Mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis tujuan instruksional umu m bertujuan untuk menganalisis atau mengetahui masalah dasar dala m pembela jaran mate matika di SMPN 26 Surabaya khususnya di ke las VIII-E. Kegiatan ini dila kukan pada 8 April 2015. Hal yang dianalisis me liputi suasana kelas ketika pe mbelaja ran, metode pembela jaran yang digunakan guru, dan cara penyampaian materi oleh guru.

SMPN 26 Surabaya me laksanakan pembela jaran dengan berorientasi K-13. Dengan


(54)

42

me wawancara i guru mate matika di kelas VIII -E diketahui ketika me laksanakan pembe laja ran guru tersebut menggunakan RPP dengan acuan K-13. Na mun didapati bahwa RPP tersebut menggunakan metode pembela jaran yang sama untuk pertemuan-pertemuan selanjutnya. Yang me mbedakan hanya materi pe laja rannya.

Selan jutnya, siswa kurang akt if dala m pembela jaran. Ha l itu terlihat dala m a ktiv itas mere ka saat belajar di dala m ke las. Terdapat beberapa siswa yang ramai di dala m ke las dan tidak me mpe rhatikan saat guru menje laskan di depan kelas, serta sedikit siswa yang aktif menja wab pertanyaan, hanya sis wa tertentu saja yang mengerja kan tugas di papan tulis. Metode pembelajaran yang digunakan dirasa sulit dipahami oleh siswa

2) Melakukan ana lisis instruksional

Pada tahap analisis kompetensi, diidentifikasi ko mpetensi inti dan ko mpetensi dasar yang dibutuhkan dalam penge mbangan pembelajaran mate mat ika berbasis masalah dengan konflik kognitif untuk meningkat kan hasil be laja r siswa pada materi lingka ran. Ka rena peneliti hanya me mbuat RPP materi lingka ran, ma ka peneliti cu kup mengambil satu dari empat belas dala m ko mpetensi inti tersebut.

Melakukan analisis instruksional juga bertujuan untuk menentukan materi yang akan dipelaja ri siswa pada materi lingkaran. Materi lingka ran dike mbangkan berdasarkan silabus mate mat ika yang berorientasi pada K-13. Sistematika analisis materi yang dike mbangkan adalah sebagai berikut :


(55)

43

Gambar 4.1

Sistematika Analisis Materi

3) Mengidentifikasi perilaku dan ka rakteristik awa l peserta didik

Mengidentifikasi perila ku dan karakteristik awal peserta didik sesuai dengan rancangan RPP. Has il dan analisis peserta didik tersebut antara lain.

Berdasarkan wa wancara dengan siswa SMPN 26 Surabaya dan observasi terhadap kegiatan pembela jaran pada tanggal 8 April 2015, diperoleh beberapa karakteristik siswa SMPN 26 Surabaya dala m pembela jaran mate matika, di antaranya adalah i) Siswa kurang aktif da la m pe mbela jaran; ii) Siswa tidak suka menghafalkan ru mus dikarenakan sering lupa.

Dari penjabaran di atas terlihat bahwa metode pe mbela jaran yang digunakan dirasa sulit


(56)

44

dipahami oleh siswa. Oleh ka rena itu, salah satu pembela jaran yang dapat digunakan adalah pembela jaran berbasis masalah dengan konflik kognitif. Karena pe mbela jaran berbasis masalah adalah sajian bahan ajar yang dapat mendorong berke mbangnya pemahaman dan penghayatan siswa terhadap prinsip, nilai, dan proses. Dala m proses pembela jaran berbasis masalah, skenario masalah dan urutannya me mbantu siswa menge mbangkan kognisinya. Hal in i akan me mbu ka jalan bagi tumbuhnya daya nalar, berpikir logis, sistematis, kritis, dan kreatif. Dengan menggunakan pembela jaran berbasis masalah yang melibatkan konflik kognitif dapat mengembangkan proses berpikir tingkat t inggi, seperti : proses visualisasi, asosiasi, abstraksi, man ipulasi, penalaran, ana lisis, sintesis, dan generalisasi yang masing – masing perlu dike lola secara terkoordinasi. Ke ma mpuan berpikir dan ketera mpilan yang telah dimiliki anak dapat digunakan dala m proses pemecahan masalah mate mat is, dan dapat ditransfer di dala m kehidupan nyata.

b. Tahap Menge mbangkan

Pada tahap ini dirancang RPP yang sesuai dengan pembela jaran mate matika model pe mbelaja ran berbasis masalah dengan konflik kognit if

.

1) Menulis ko mpetensi dasar kurikulu m 2013

Pada tahap menulis ko mpetensi dasar K-13 peneliti cukup menga mbil satu dari empat belas ko mpetensi inti. Tabel berikut ini adalah ko mpetensi inti dan ko mpetensi dasar yang tercantum dala m peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan nomer 68 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kuriku lu m sekolah menengah pertama/ madrasah tsanawiyah.


(57)

45

Tabel 4.1

Kompe tensi Inti dan Kompete nsi Dasar

Kompe tensi Inti Kompe tensi Dasar 3. Me maha mi dan menerapkan

pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan ke jadian tampak mata

3.6 Mengidentifikasi unsur, keliling dan luas dari lingka ran

2) Menyusun alat penila ian hasil bela jar

Menyusun alat penilaian hasil belajar ini me rupakan soal evalusi yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan proses pembelajaran menggunakan model pembela jaran berbasis masalah dengan konflik kognitif. Soal tes yang diberikan tediri dari 5 butir soal uraian pada masing – masing pertemuan yaitu keliling dan luas lingkaran.

3) Menyusun strategi instruksional

Pada penelitian ini, RPP disusun dalam dua pertemuan, RPP perte muan pertama mengenai keliling lingka ran. RPP perte muan kedua mengenai luas lingka ran.

Rencana Pelaksanaan Pembe laja ran yang disusun didasarkan pada ko mponen – komponen model pe mbe laja ran berbasis masalah dengan konflik kognitif terutama da la m sintaks pe mbela jaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran in i digunakan


(58)

46

sebagai pegangan guru dalam mengorganisikan siswa ke da la m pe laksanaan pembela jaran di ke las untuk setiap pertemuan. Komponen utama RPP yang disusun, yaitu : Identitas Sekolah, Identitas Mata Pela jaran, Ke las/Pokok Bahasan, Jumlah Perte muan, Tujuan Pembela jaran, Ko mpetensi Inti, Kompetensi Dasar, Indikator Pencapaian Ko mpetensi, Materi Pe mbela jaran, Metode Pembela jaran, Media Pe mbela jaran, Su mber Be la jar, Langkah – langkah Pe mbela jaran, dan Pen ila ian Hasil Be laja r.

4) Mengembangkan bahan instruksional

Pada tahap menyusun strategi instruksional menghasilkan RPP yang terkait dengan materi lingka ran dengan rincian waktu selama 8 Oktober – 12 November 2015.

Pada penelitian ini, RPP disusun dalam dua pertemuan. RPP perte muan pertama menghitung keliling lingkaran, jika diketahui jari-jari atau dia meternya, menentukan panjang jari-jari atau dia meter lingkaran jika ke lilingnya diketahui dan menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan keliling lingkaran. RPP perte muan kedua mengenai menghitung luas lingkaran, jika diketahui ja ri -jari atau dia meternya, menentukan panjang jari-jari atau dia meter lingkaran jika luasnya diketahui, dan menyelesaikan permasalahan yang berkaitan d engan luas lingkaran.. RPP d ibuat sebagai petunjuk guru dala m me laksanakan pe mbela jaran di da la m kelas. RPP ini bero rientasi pada pembela jaran kuriku lu m 2013 yaitu dengan model Problem Based Learning (PBL) ke da la m pendekatan Saintifik dan Konflik Kognitif. Di da la m RPP ini me muat ko mpetensi inti, ko mpetensi dasar yang digunakan sesuai dengan deskripsi yang terdapat pada kurikulu m 2013 untuk kelas VIII se mester genap, indikator pencapaian ko mpetensi, materi pokok/uraian materi, model


(1)

67

perangkat pembelajaran dapat digunakan dengan sedikit revisi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa setelah dila kukan rev isi, ma ka perangkat pembelaja ran mate matika berbasis masalah dengan konflik kognitif yang me liputi RPP dapat dila ksanakan di lapangan.

Hasil dan analisis hasil pre test dan post test ini menunjukan bahwa 16 siswa pada pre test, dan 32 siswa dalam pos test siswa dinyatakan tuntas secara individual, artinya siswa telah mencapai ko mpetensi yang telah ditetapkan yaitu me maha mi masalah yang berkaitan dengan materi lingka ran. Sela in itu siswa juga me menuhi kriteria ketuntasan secara klasika l ka rena presentase jumlah siswa yang tuntas sebesar 94,12% , sehingga dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan siswa telah mencapai ko mpetensi yang telah ditentukan. Dengan demikian, dit injau dari hasil belajar siswa, pembela jaran mate matika berbasis masalah dengan konflik kognitif da la m men ingkatkan hasil bela jar siswa termasuk da la m kriteria efe ktif.

Sedangkan terdapat 18 siswa dala m pre test dan 2 siswa pada pos test. Siswa tidak tuntas secara individual, art inya siswa belum mencapai ko mpetensi yang telah ditetapkan yaitu me maha mi masalah yang berkaitan dengan materi lingkaran. Menurut peneliti siswa yang tidak tuntas tersebut dari awal me la kukan perbuatan yang tidak relevan, misalany a tidak me mpe rhatikan guru, tidak me la ksanakan ketera mpilan yang diajarkan sela ma proses pembelajaran dan kurang berko mun ikasi atau kurang berinteraksi sosial terhadap temannya meskipun sudah dibentuk kelo mpok bela jar. Ha l in ilah yang mungkin men jadi faktor penyebab tidak tuntasnya siswa dalam mencapai ko mpetensi yang telah ditetapkan.


(2)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan perangkat pembela jaran berbasis masalah dengan konflik kognitif dala m meningkatkan hasil bela jar layak digunakan dilihat dari:

a. Kevalidan perangkat pembela jaran berbasis masalah dengan konflik kognitif dala m meningkatkan hasil belajar layak untuk digunakan, dengan nilai kevalidan RPP sebesar 2.95 dengan predikat ba ik.

b. Keprakt isan pembelaja ran me miliki rata-rata penila ian B dari t iga validator, ini berart i perangkat pembela jaran layak d igunakan dengan sedikit revisi. c. Dari hasil bela jar sebelu m dan sesudah pembelaja ran

bisa dihitung selisihnya yakni 47,06%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa antara sebelum dan sesudah menggunakan pembela jaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif dapat meningkatkan hasil belajar siswa.


(3)

69

B. Saran

Saran-saran yang dapat diberikan penulis sebagai sumbangan pemikiran terhadap pengembangan perangkat pembela jaran khususnya dalam mate mat ika adalah sebagai berikut :

1. Perangkat pe mbela jaran berbasis masalah dengan stategi konflik kognit if da la m men ingkatkan hasil be laja r siswa pada materi lingka ran sebaiknya digunakan dalam pembela jaran mate matika SMP ke las VIII agar pembela jaran e fekt if. Se lain itu dengan menggunakan perangkat pembelaja ran ini dapat me mfasilitasi siswa untuk perbaikan proses pembelajaran da la m kelas .

2. Bagi pe mbaca yang tertarik dengan penelitian ini dapat menge mbangkan perangkat pembela jaran yang leb ih baik dengan pembela jaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognit if pada materi yang lain dan diujicobakan pada beberapa sekolah dan setelah dilaku kan uji coba dila kukan evaluasi berdasarkan pada hasil uji coba produk.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Nursiya m, Karak teristik dan Langk ah-Langk ah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM), diakses pada tanggal 16 Agustus

2015; tersedia dari http://me mbu

mikan-pendidikan.blogspot.com/2014/ 11/ kara kteristik-dan-langkah-langkah.html.

Arifin, Mohammad Saifu l. Efek tivitas Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam Meningkatk an Kemampuan Analisis Siswa di Kelas VII-B Madrasah Tsanawiyah NegeriI Purwosari Kediri. Skripsi Strata. Surabaya: UINSA Surabaya, 2010.

Eveline Siregar dan Ha rtini Nara . Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.

Ilmiah, Mutsabitatin. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together) dengan Tug as Pengajuan Soal pada Materi Kesebangunan dan Kekongruenan Segitiga. Skripsi. Surabaya: UNESA, 2013.

Isma il, Ahmad Nur. Pengembangan Desain Instruk sional, diakses pada tanggal 28 Agustus 2015; tersedia dari http://orangpintar-pendidikan.blogspot.com.

Isma imu za, Dasa. Pe mbe laja ran Mate matika dengan Konflik Kognitif. Semnas Matematik a dan Pendidikan Matematika 2008. Jurnal. 2008.

Isma imu za, Dasa. Pengaruh Pe mbe laja ran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif Terhadap Ke ma mpuan Berfikir Kritis Matematis dan Sikap Siswa SMP. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal. Juni, 2010.

Kusaeri. Acuan dan Tek nik Penilaian Proses & Hasil Belajar dalam Kurik ulum 2013. Yogyakarta : Ar – Ru zz Media , 2014.

Listyawan, Wawan. Pembelajaran Konflik Kognitif, diakses pada

tanggal 15 Agustus 2015; tersedia dari

http://www.mengeja rasa.com/2011/ 03/pembela jaran -konflik-kognitif.html.

Lucky, Mang. Teori Kognitif And Behafioral Dalam Pek erja Sosial, diakses pada tanggal 15 Agustus 2015; tersedia dari http://manklucky.b logspot.com.

Majid, Abdul. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Re ma ja Rosdakarya, 2013.


(5)

71

Multaza m, Ah mad. Hadits Tentang Pendidikan dan Pengejaran Islamic, dia kses pada tanggal 08 Maret 2015; tersedia dari http://multaza m-e instein.blogspot.com/2013/ 07/hadits -tentang-pendidikan-dan-pengajaran.html.

Riduwan dan Sunarto. Pengantar Statistik a. Bandung: Alfabeta, 2013. Roch mad. Penggunaan Pola Pikir Induktif Dedukt if, d iakses pada

tanggal 20 ma ret 2015; tersedia dari

Http://rochmadunnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan -pola-pikir-induktif-deduktif.ht ml.

Ru mate, Frans.A. Pusat Peningk atan Dan Pengembangan Ak tivitas Instruk sional Universitas Hasanuddin (P3ai -Unhas), diakses pada tanggal 29 Agustus 2015; tersedia dari http://slideplayer.in fo/slide/2904623/#.

Rusman. Model Model Pembelajaran Mengembangk an Profesionalisme Guru. Ja karta : Ra jawa li Pe rs, 2011.

Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidik an. Jakarta: Kencana Prenada media Group, 2013. Santrock , John W. Psik ologi Pendidikan. Jakarta: Sale mba Hu man ika,

2014.

Sihotang, Candra. Pengembangan Bahan Instruk sional, diakses pada

tanggal 28 Agustus 2015; tersedia dari

http://candrasihotang.blogspot.com/2014/09/pengembangan -bahan-instruksional.html.

Sumiat i dan Asra. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima, 2007.

Suparman, Atwi. Desain Instruk sional Modern. Jakarta: Erlangga, 2012. Surya, Edy. St rategi Konflik Kognit if. Upaya Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif. Jurnal. Oktober, 2013.

Susanto, Ahmad. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sek olah Dasar. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014.

Suyono dan Hariyanto. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. Bandung: PT Re ma ja Rosdakarya, 2012.

Syah, Muhibbin. Psik ologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Re ma ja Rosdakarya, 2013.

Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progresif. Jakarta: Kencana Prenadamed ia Group, 2011.

Warsono dan Hariyanto. Pembelajaran Ak tif Teori dan Asesmen. Bandung: PT Re ma ja Rosdakarya, 2012.


(6)

72

Wiradana, I Wayan Gde. Pengaruh Strategi Konflik Kognitif dan Berpikir Kritis Terhadap Prestasi Belajar, diakses pada tanggal 20 maret 2015; tersedia dari http://pasca.undiksha.ac.id/e journal/inde x.php/jurnal_/20ipa/article/downlo ad/444/ 236. Ya min, Martin is. Desain Baru Pembelajaran Kontruk tivistik . Jakarta:

Ciputat Mega Mall, 2012.

Yau mi, Muhammad. Prinsip – Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group, 2013.