BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PAKAIAN KIMONO DAN HANBOK 2.1 Pengertian dan Sejarah Kimono dan Hanbok 2.1.1 Pengertian Kimono dan Hanbok 2.1.1.1 Kimono - Perbandingan Karakteristik Kimono (Pakaian Jepang) dengan Hanbok (Pakaian Korea)

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PAKAIAN KIMONO DAN HANBOK

2.1 Pengertian dan Sejarah Kimono dan Hanbok

2.1.1 Pengertian Kimono dan Hanbok

2.1.1.1 Kimono

  Kimono adalah pakaian tradisional Jepang. Kimono 着 物 」 Dari kanjinya, dapat diartikan, “sesuatu untuk dipakai”. 着 dibaca ki, asal kata 着 る(kiru) “memakai” dan 物 dibaca mono, berarti sesuatu atau benda. Pada zaman sekarang, kimono berbentuk seperti huruf “T”, mirip mantel berlengan panjang dan berkerah. Panjang kimono dibuat hingga ke pergelangan kaki. Wanita mengenakan kimono berbentuk baju terusan, sementara pria mengenakan kimono berbentuk setelan. Kerah bagian kanan harus berada di bawah kerah bagian kiri. Sabuk kain yang disebut obi dililitkan di bagian perut / pinggang, dan diikat di bagian punggung. Alas kaki sewaktu mengenakan kimono adalah zori atau geta. Kimono sekarang ini lebih sering dikenakan wanita pada kesempatan istimewa. Wanita yang belum menikah mengenakan sejenis kimono yang disebut furisode.

  Pria mengenakan kimono pada pesta pernikahan, upacara minum teh, dan acara formal lainnya. Ketika tampil di luar arena sumo, pesumo profesional diharuskan mengenakan kimono. Anak-anak mengenakan kimono ketika menghadiri perayaan Shichi-Go-San.

  Bahan kain kimono adalah hasil dari kesenian tenun tradisional yang kelas terbaik dan hanya dijahit dengan tangan (tidak memakai mesin jahit). Oleh karena itu, harga kimono sering menjadi sangat mahal. Kimono umumnya tidak pernah dijual dalam keadaan jadi, melainkan harus dipesan dan dijahit sesuai dengan ukuran badan pemakai. Warna yang selalu digunakan pada kimono disesuaikan dengan umur dan gender. Para pria biasanya memakai kimono berwarna gelap, dan wanita memakai warna cerah. Sewaktu membeli kain, tinggi badan pemakai tidak diperhitungkan. Bahan kimono dibeli dalam satu gulungan kain yang ditenun dengan sempurna tanpa cacat. Sisa bahan kimono bisa dimanfaatkan untk membuat aksesori pelengkap kimono, seperti tas, dompet, atau sandal. Kain kimono dapat dibeli dengan harga lebih murah pada kesempatan obral bahan kelas dua yang disebut B-tan ichi (B), arti harfiah: pasar kain kelas B, untuk membedakannya dari bahan kimono kelas A yang ditenun sempurna tanpa cacat. Walaupun bahan kain yang dibeli memiliki sedikit cacat, penjahit kimono yang berpengalaman dapat menyembunyikan bagian tenunan yang rusak. Setelah jadi, kimono dari pasar kain kelas B mungkin akan terlihat sama dengan kimono dari bahan sempurna (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

2.1.1.2 Hanbok

  Hatau Chos ŏn-otanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah, dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku. Walaupun secara harfiah berarti "pakaian orang Korea", hanbok pada saat ini mengacu pada "pakaian gaya Dinasti Joseon" yang biasa dipakai secara formal atau semi-formal dalam perayaan atau festival tradisional.

  Pakaian tradisional Korea disebut Hanbok.“Han” adalah sebutan bagi Korea, dan “bok” berarti pakaian.Jadi, secara harfiah orang Korea pun sebenarnya hanya menyebut pakaian mereka sebagai “pakaian korea”.Orang Korea sangat bangga terhadap hanbok sebagai identitas pakaian tradisional mereka.ada sedikit perbedaan penyebutan nama pakaian ini antara Korea Selatan dengan Korea Utara. Karakteristik yang menjadi keunggulan Hanbok adalah potongan siluetnya yang simpel dan warna-warnanya yang atraktif dan indah. Jika Hanbok digunakan oleh orang-orang di Korea Selatan, orang Korea Utara menyebut ““Jeoseon ot” (저선옷).

  (www://mykoreanstudies.wordpress.com/hanbok)

2.1.2 Sejarah Kimono dan Hanbok

2.1.2.1 Kimono

  Perkembangan kimono telah berkembang dari jaman ke jaman, yaitu; a. Zaman Jomon dan zaman Yayoi.

  Kimonoberbentuk seperti baju terusan.

  

Dari situs arkeologi tumpukan kulit kerang zaman Jomon ditemukan

Pakaian atas yang dikenakan haniwa disebut kantoi ( 貫 頭 衣 ).

  Dalam(buku sejarah China mengenai tiga negara) ditulis tentang pakaian sederhana untuk laki-laki. Sehelai kain diselempangkan secara horizontal pada tubuh pria seperti pakaiann sehelai kain dililitkan di untuk memasukkan kepala. Tali digunakan sebagai pengikat di bagian pinggang. Masih menurut Gishiwajinden, kaisar wanita bernama Himiko dari Yamataikoku (sebutan zaman dulu untuk Jepang) "selalu mengenakan pakaian kantoi berwarnaputih". Serat rami merupakan bahan pakaian untuk rakyat biasa, sementara orang berpangkat mengenakan kain sutra (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

  b. Zaman Kofun

  mendapat pengaruh dari daratan China, dan terdiri dari dua potong pakaian: pakaian atas dan pakaian bawah. Haniwa mengenakan baju atas sepertiyang dililitkan di pinggang. Dari penemuan haniwa terlihat pakaian berupa celana berpipa lebar seperti Padamulai dikenal pakaian yang dijahit. Bagian depan kantoi dibuat terbuka dan lengan baju bagian bawah mulai dijahit agar mudah dipakai. Selanjutnya, baju atas terdiri dari dua jenis kerah:

  • Kerah datar sampai persis di bawah leher (agekubi)
  • Kerah berbentuk huruftarekubi) yang dipertemukan di bagian dada (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

  c. Zaman Nara

  Aristokrat zaman Asuka bernama Pangeran Shotoku menetapkan dua belas strata jabatan dalam istana kaisar (kan-

  i jūnikai). Pejabat

  istana dibedakan menurut warna hiasan penutup kepala (kanmuri). Dalam kitab hukumimuat peraturan tentang busana resmi, busana pegawai pejabat sipil (bunkan) dijahit di bagian bawah ketiak. Pejabat militer mengenakan pakaian formal yang tidak dijahit di bagian bawah ketiak agar pemakainya bebas bergerak. Busana dan aksesori zaman Nara banyak dipengaruhi budaya China yang masuk ke Jepang. Pengaruh budaya ikut memopulerkan baju berlengan sempit yang disebut kosode untuk dikenakan sebagai pakaian dalam. Pada zaman Nara terjadi perubahan dalam cara mengenakan kimono. Kalau sebelumnya kerah bagian kiri harus berada di bawah kerah bagian kanan, sejak zaman Nara, kerah bagian kanan harus berada di bawah kerah bagian kiri. Cara mengenakan kimono dari zaman Nara terus dipertahankan hingga kini. Hanya orang meninggal dipakaikan kimono dengan kerah kiri berada di bawah kerah kanan (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

d. Zaman Heian

  Menurut aristokratnghentian pengiriman utusan Jepang untuk Dinasti Tang (kentoshi) memicu pertumbuhan budaya lokal. Tata cara berbusana dan standardisasi protokol untuk upacara-upacara formal mulai ditetapkan secara resmi. Ketetapan tersebut berakibat semakin rumitnya tata busana zaman Heian. Wanita zaman Heian mengenakan pakaian berlapis-lapis yang disebut

  jūnihitoe. Tidak hanya wanita zaman Heian, pakaian formal untuk militer juga menjadi tidak praktis.

  Ada tiga jenis pakaian untuk pejabat pria pada zaman Heian:

  • - Sokutai (pakaian upacara resmi berupa setelan lengkap)
  • - I-kan (pakaian untuk tugas resmi sehari-hari yang sedikit lebih ringan

  dari sokutai) Noshi (pakaian untuk kesempatan pribadi yang terlihat mirip Rakyat biasa mengenakan pakaian yang disebut suikan atau kariginu ( 狩衣, arti harafiah: baju berburu). Di kemudian hari, kalangan aristokrat menjadikan kariginu sebagai pakaian sehari-hari sebelum diikuti kalangan samurai. Pada zaman Heian terjadi pengambilalihan kekuasaan oleh kalangan samurai, dan bangsawan istana dijauhkan dari dunia politik. Pakaian yang dulunya merupakan simbol status bangsawan istana dijadikan simbol status kalangan samurai (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

e. Zaman Kamakura dan zaman Muromachi Pada zaman Sengoku, kekuasaan pemerintahan berada di tangan samurai.

  Samurai mengenakan pakaian yang disebu hitataremerupakan pakaian resmi samurai. Pada zaman Muromachi dikenal kimono yang disebut

  suō ( 素 襖 ), yakni

  sejenis hitatareyang tidak menggunakan kain pelapis dalam. Ciri khas

  

suō adalah lambang keluarga dalam ukuran besar di delapan tempat.

  Pakaian wanita juga makin sederhana. Rok bawah yang disebut mo (裳) makin pendek sebelum diganti dengan hakama. Setelan mo dan hakama akhirnya hilang sebelum diganti dengan kimono model terusan, dan kemudian kimono wanita yang disebut Wanita mengenakan kosode dengan kain yang dililitkan di sekitar pinggang (koshimaki) dan/atau yumaki. Mantel panjang yang disebutdipakai setelah memakai kosode (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

  f. Awal zaman Edo

  Penyederhaan pakaian samurai berlanjut hinggaakaian samurai zaman Edo adalah setelan berpundak lebar yang disebut kamishimo ( 裃 ). Satu setel kamishimo terdiri dari kataginu ( 肩 衣 ) da Di kalangan wanita, kosodemenjadi semakin populer sebagai simbol budaya orang kota yang mengikuti tren busana. Zaman Edo adalah zaman keemasan panggung sandiwaraenemuan cara penggandaan lukisan berwarna- warni yang disebutmendorong makin banyaknya lukisan pemeran kabuki yang mengenakan kimono mahal dan gemerlap. Pakaian orang kota pun cenderung makin mewah karena iking meniru pakaian aktor kabuki. Kecenderungan orang kota berpakaian semakin bagus dan jauh dari norma Secara bertahap pemerintah keshogunan memaksakan kenyaku-rei, yakni norma kehidupan sederhana yang pantas. Pemaksaan tersebut gagal karena keinginan rakyat untuk berpakaian bagus tidak bisa dibendung. Tradisimenjadi sebab kegagalan kenyaku-rei. Orang menghadiri upacara minum teh memakai kimono yang terlihat sederhana namun ternyata berharga mahal. Tali pinggang kumihimo dan gaya mengikatdi punggung mulai dikenal sejak zaman Edo. Hingga kini, keduanya bertahan sebagai aksesori sewaktu mengenakan kimono (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

  g. Akhir zaman Edo

  Politik isolasi (sakoku) membuat terhentinya impor benangimono mulai dibuat dari benang sutra produksi dalam negeri. Pakaian rakyat dibuat

  Temmei (1783-1788), melarang rakyat untuk mengenakan kimono dari sutra. Pakaian orang kota dibuat dari kaier di kalangan wanita (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

h. Zaman Meiji dan zaman Taisho

  Industri berkembang maju padaProduksi sutra meningkat, dan Jepang menjadi eksportir sutra terbesar. Harga kain sutra tidak lagi mahal, dan mulai dikenal berjenis-jenis kain sutra. Peraturan pemakaian benang sutra dinyatakan tidak berlaku. Kimono untuk wanita mulai dibuat dari berbagai macam jenis kain sutra. Industrisutra didirikan di berbagai tempat di Jepang. Sejalan dengan pesatnya perkembangan industri pemintalan, industri tekstil benang sutra ikut berkembang. Produknya berupa berbagai kain sutra, mulai dariinzu, omeshi, hingga meisen.Tersedianya beraneka jenis kain yang dapat diproses menyebabkan berkembangnya teknik pencelupan kain. Pada zaman Meiji mulai dikenal teknikkni menggambar dengauk menghasilkan corak kain di atas kain kimono.

  Sementara itu, wanita kalangan atas masih menggemari kain sutra yang bermotif garis-garis dan susunan gambar yang sangat rumit dan halus. Mereka mengenakan kimono dari model kain yang sudah populer sejak zaman Edo sebagai pakaian terbaik sewaktu menghadiri acara istimewa. Hampir pada waktu yang bersamaan, kain sutra hasil tenunan benang berwarna-warni hasilmulai disukai orang. Tidak lama setelah pakaian impor dari Barat mulai masuk ke Jepang,lokal mulai bisa membuat pakaian selama ini dipakai orang Jepang dengan pakaian dari Barat. Ketika pakaian Barat mulai dikenal di Jepang, kalangan atas memakai pakaian Barat yang dipinjam dari toko persewaan pakaian barat.

  Di era modernisasi Meiji, bangsawan istana mengganti kimono dengan pakaian Barat supaya tidak dianggap kuno. Walaupun demikian, orang kota yang ingin melestarikan tradisi estetika keindahan tradisional tidak menjadi terpengaruh. Orang kota tetap berusaha mempertahankan kimono dan tradisi yang dipelihara sejak zaman Edo. Sebagian besar pria zaman Meiji masih memakai kimono untuk pakaian sehari-hari. Setelansebagai busana formal pria juga mulai populer. Sebagian besar wanita zaman Meiji masih mengenakan kimono, kecuali wanita bangsawan dan guru wanita yang bertugas mengajar anak-anak perempuadikenakan oleh laki-laki yang mengikuti dinas militer. Seragam tentara angkatan darat menjadi model untuk seragam sekolah anak laki-laki. Seragam anak sekolah juga menggunakan model kerah berdiri yang mengelilingi leher dan tidak jatuh ke pundak (stand-

  

up collar ) persis model kerah seragam tentara. Pada akhir

  pemerintah menjalankan kebijakan mobilisasi. Seragam anak sekolah perempuan diganti dari andonbakama (kimono dan menjadi pakaian Barat yang disebut serafuku (sailor fuku), yakni setelan blus mirip pakaian pelaut dan rok (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

i. Zaman Showa

  Semasa perang, pemerintah membagikan pakaian seragam untuk penduduk laki-laki. Pakaian seragam untuk laki-laki disebut kokumin celana panjang untuk kerja dengan karet di bagian pergelangan kaki. Setelah Jepang kalah dalam wanita Jepang mulai kembali mengenakan kimono sebelum akhirnya ditinggalkan karena tuntutan modernisasi. Dibandingan kerumitan memakai kimono, pakaian Barat dianggap lebih praktis sebagai pakaian sehari-hari .

  Hingga pertengahan tahun kimono masih banyak dipakai wanita Jepang sebagai pakaian sehari-hari. Pada saat itu, kepopuleran kimono terangkat kembali setelah diperkenalkannya kimono berwarna-warni dari bahaanita zaman itu menyukai kimono dari wol sebagai pakaian untuk kesempatan santai. Setelah kimono tidak lagi populer, pedagang kimono mencoba berbagai macam strategi untuk meningkatkan angka penjualan kimono. Salah satu di antaranya dengan mengeluarkan "peraturan mengenakan kimono" yang disebut yakusoku. Menurut peraturan tersebut, kimono jenis tertentu dikatakan hanya cocok dengan aksesori tertentu. Maksudnya untuk mendikte pembeli agar membeli sebanyak mungkin barang. Strategi tersebut ternyata tidak disukai konsumen, dan minat masyarakat terhadap kimono makin menurun. Walaupun pedagang kimono melakukan promosi besar- besaran, opini "memakai kimono itu ruwet" sudah terbentuk di tengah masyarakat Jepang.

  Hingga tahun 1960-an, kimono masih dipakai pria sebagai pakaian santai di rumah. Gambar pria yang mengenakan kimono di rumah masih bisa dilihat dalam berbagai(komik yang dibuat di Jepang) terbitan tahun 1970-an. Namun sekarang ini, kimono tidak dikenakan pria sebagai pakaian di rumah, kecualiyang dikenakan para perajin (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

2.1.2.2 Hanbok

  Ha atau Chos

  ŏn-ot adalah pakaian

  tradisionalanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah, dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku. Walaupun secara harfiah berarti "pakaian orang Korea", hanbok pada saat ini mengacu pada "pakaian gaya Dinasti Joseon" yang biasa dipakai secara formal atau semi- formal dalam perayaan atau festival tradisional.

  Beberapa elemen dasar hanbok pada saat ini seperti jeogori atau baju, baji (celana) dan chima(rok) diduga telah dipakai sejak waktu yang lama, namun pada zamanmenunjukkan gambar laki-laki dan wanita pada saat itu memakai celana panjang yang ketat dan baju yang berukuran sepinggang. Struktur tersebut sepertinya tidak banyak berubah sampai saat ini.

  Pada akhir masa Tiga Kerajaan, wanita dari kalangan bangsawan mulai memakai rok berukuran panjang dan baju seukuran pinggang yang diikat di pinggang dengan celana panjang yang tidak ketat, serta memakai jubah seukuran pinggang dan diikatkan di pinggang. Pada masa ini, pakaian berbahan sutra darikaian tradisional untuk pegawai kerajaan pada masa lalu.

  Periode Goryeo

  Ketika Dinasti(918–1392) menandatangani perjanjian damai dengan Kerajaan Mongol, raja Goryeo menikahi ratu Mongol dan pakaian pegawai kerajaan lalu mengikuti gaya Mongol. Sebagai hasil dari pengaruh Mongol ini, rok (chima) jadi sedikit lebih pendek.

  Sedangkan Jeogori (baju untuk tubuh bagian atas) diikat ke bagian dada dengan pita lebar, sedangkan lengan bajunya didesain agak ramping.

  Periode Joseon Pada masa Dinasti Joseon, jeogori wanita secara perlahan menjadi ketat dan diperpendek. Pada abad ke-16, jeogori agak menggelembung dan panjangnya mencapai di bawah pinggang. Namun pada akhir abad ke-19,aket bergaya manchu yang sering dipakai hingga saat ini.

  Chima pada masa akhir Joseon dibuat panjang dan jeogori menjadi pendek dan ketat. Heoritti atau heorimari yang terbuat dari kain linen difungsikan sebagai korset karena begitu pendeknya jeogori. Kalangan atas memakai hanbok dari kain rami yang ditenun atau bahan kain berkualitas tinggi, seperti bahan yang berwarna cerah pada musim panas dan bahan kain sutra pada musim dingin. Mereka menggunakan warna yang bervariasi dan terang. Rakyat biasa tidak dapat menggunakan bahan berkualitas bagus karena tidak sanggup membelinya. Umumnya dahulu kaum laki-laki dewasa mengenakan durumagi (semacam jaket panjang) saat keluar rumah

2.2 Jenis – jenis Kimono dan Hanbok

2.2.1 Jenis Kimono

  Pakaian tradisional Jepang adalah kimono. Pada umumnya kimonodibuat dari sutera, berlengan besar yang menjulai dari bahu hingga ke tumit. Kimono dan obi yang kita kenal sekarang merupakan pakaian tradisional Jepang pada masa Edo (1600-1868).Obi menjadi bagian dari kimono wanita kira-kira pada pertengahan periode Edo.Ukuran obi yang standar adalah panjang 360 cm dan lebar 30 cm.

  Model pakaian pada masa Edo banyak dipengaruhi oleh desain dan gaya artis. Para wanita di kelas samurai terus memakai kimono yang sederhana dengan obi yang terbuat dari braided cards. Sedangkan para wanita diluar kelas samurai mencoba memakai kimono dengan model yang lebih beragam dengan

  

furisode (kimono dengan lengan panjang) yang sering dilihat dipanggung

  kabuki. Selama bertahun, obi diikat di depan atau disamping. Tetapi pada pertengahan Edo, obi mulai diikat di belakang. Dan katanya ini semua dimulai pada pertengahan tahun 1700 ketika aktor kabuki yang memerankan perempuan menggunakan obi yang diikat di belakang.

  Terdapat berbagai macam jenis kimono dijepang dan tempat digunakannya kimono tersebut, diantaranya yaitu;

  1. Furisode

  

Furisode (振袖) adalah kimono berlengan lebar yang dikenakan wanita muda

yang belum menikah.Dibuat dari bahan berwarna cerah, motif kain berupa

bunga dan tanaman, keindahan musim, binatang, atau burung yang digambar

  

tambahan bordiran benang emas.Bukaan di bagian lengan kimono yang

berdekatan dengan ketiak disebut furiyatsuguchi (振八つ口).Bukaan tersebut

sengaja tidak dijahit hingga membentuk kantong lengan baju yang disebut

tamoto (袂) hingga ke bagian ujung lengan kimono.Lebar tamoto pada furisode

bisa mencapai 114 cm atau menjuntai hingga sekitar pergelangan kaki.Menurut

urutan tingkat formalitas, furisode adalah kimono paling formal setara dengan

  , dan homongi.Furisode dikenakan sebagai pakaian kurotomesode, irotomesode

terbaik untuk pesta perkawinan (ketika hadir sebagai tamu atau sebagai baju

pengantin wanita), miai, dan upacara resmi, seperti seijin shiki, wisuda, atau

resepsi sesudah wisuda (shaonkai). Alas kaki untuk furisode adalah zōri berhak tinggi.

2. Yukata (kimono musim panas)

  Yukata (浴衣, baju sesudah mandi) adalah jenis kimono yang dibuat

  dari bahan kain katun tipis tanpa pelapis. Dibuat dari kain yang mudah dilewati angin, yukata dipakai agar badan menjadi sejuk di sore hari atau sesudah mandi malam berendam dengan air panas. Menurut urutan tingkat formalitas, yukata adalah kimono nonformal yang dipakai pria dan wanita pada kesempatan santai dimusim panas, misalnya sewaktu melihat pesta kembang api, matsuri (ennichi), atau menari pada perayaan obon. Yukata dapat dipakai siapa saja tanpa mengenal status, wanita sudah menikah atau belum menikah. Gerakan dasar yang harus dikuasai dalam nihon buyo selalu berkaitan dengan kimono. Ketika berlatih tari, penari mengenakan yukata sebagai pengganti kimono agar kimono berharga mahal tidak rusak karena keringat. Aktor kabuki mengenakan

  Pegulat sumo memakai yukata sebelum dan sesudah bertanding. Musim panas berarti musim pesta kembang api dan matsuri di Jepang. Jika terlihat orang memakai yukata, berarti tidak jauh dari tempat itu ada matsuri atau pesta kembang api.

  Bahan yukata pria umumnya berwarna dasar gelap (hitam, biru tua, ungu tua) dengan corak garis-garis warna gelap. Wanita biasanya mengenakan

  

yukata dari bahan berwarna dasar cerah atau warna pastel dengan corak aneka

  warna yang terang. Walaupun umumnya dibuat dari kain katun, yukata zaman sekarang juga dibuat dari tekstil campuran, seperti katun bercampur poliester.

  Berbeda dengan kimono jadi yang hampir-hampir tidak ada toko yang menjualnya, yukata siap pakai dalam berbagai ukuran dijual toko dengan harga terjangkau. Corak kain yang populer untuk yukata wanita, misalnya bunga sakura, seruni, poppy, bunga-bunga musim panas. atau ikan mas koki. Karakter anime seperti Hamtaro, Pokemon, dan Hello Kitty populer sebagai corak yukata untuk anak-anak.

3. Homongi

  Homongi (訪問着

  Hōmon-gi) adalah salah satu jenis kimono formal untuk wanita yang menikah atau belum menikah. Menurut urutan tingkat formalitas, homongi berada setingkat di bawah irotomesode. Dikenakan bersama fukuro obi, homongi dipakai sewaktu diundang ke pesta pernikahan yang bukan diadakan sanak keluarga, upacara minum teh, merayakan tahun baru, dan pesta-pesta.Sewaktu membeli kimono, pemakai bisa memesan lebar lengan kimono sesuai keinginan. Wanita yang belum menikah memakai

  

eba (絵羽) yakni corak kain yang saling tepat bertemu di perpotongan kain

  (bagian jahitan kimono). Bila sehelai homongi dibeberkan, maka corak kain akan membentuk sebuah gambar utuh. Homongi dibuat dari bahan (tanmono) warna putih polos. Setelah bahan dipotong sesuai ukuran tubuh pemakai, kain dijelujur untuk membuat kimono sementara. Corak kain dilukis pada permukaan kain dengan memperhatikan letak perpotongan kain. Setelah kain selesai dilukis, jahitan sementara dibuka, dan proses pencelupan kain dimulai.

  Setelah pencelupan selesai, kain dijahit kembali sebelum diserahkan kepada pemesan. Corak yang saling bertemu di perpotongan kain merupakan perbedaan mencolok antara homongi dan tsukesage.

4. Tomesode

  

Tomesode ( 留 袖 ) adalah kimono paling formal untuk wanita yang sudah

  menikah. Tomesode dari kain krep berwarna hitam disebut kurotomesode (tomesode hitam), sedangkan tomesode dari kain krep berwarna disebut

  irotomesode (tomesode warna). Menurut urutan tingkat formalitas, tomesode

  adalah pakaian paling formal setara dengan baju malam. Istilah tomesode berasal tradisi wanita yang sudah menikah atau sudah menjalani genbuku untuk memperpendek lengan furisode yang dikenakannya semasa gadis.

  

Kurotomesode hanya dikenakan sebagai pakaian formal ke pesta pernikahan

  sanak keluarga, pesta-pesta, serta upacara yang sangat resmi. Kimono jenis ini merupak an pakaian yang dikenakan istri nakōdo sewaktu hadir di pesta pernikahan. Bahan untuk kurotomesode adalah kain krep hitam tanpa motif tenun. Corak pertanda keberuntungan seperti burung jenjang atau seruni berada pemakai, semakin berumur pemakainya, corak kain makin diletakkan di bawah. Lambang keluarga berjumlah lima buah: satu di punggung, sepasang di belakang lengan, dan sepasang di dada bagian atas. Berbeda dengan

  

kurotomesode, irotomesode tidak selalu harus dihiasi lima buah lambang

  keluarga. Sesuai formalitas acara yang ingin dihadiri pemakai, irotomesode cukup dilengkapi tiga buah lambang keluarga (satu di punggung, sepasang di bagian belakang lengan) atau cukup satu di bagian punggung. Irotomesode dikenakan sebagai pakaian formal sewaktu diundang ke pesta pernikahan sanak keluarga, pesta dan upacara resmi. Kain untuk irotomesode bisa berupa kain krep tanpa motif tenun atau kain krep dengan motif tenun seperti

  monishō,

rinzu , dan shusuji.Wanita yang belum menikah juga boleh mengenakan

irotomesode , namun bila sudah berumur atau ketika tidak ingin mengenakan

homongi . Upacara resmi di istana kaisar dihadiri tamu dengan mengenakan

irotomesode. Hitam sebagai warna duka merupakan alasan tidak dipakainya

kurotomesode.

5. Kuromontsuki

  Kimono pria dibuat dari bahan berwarna gelap seperti hijau tua, coklat tua, biru tua, dan hitam. Kimono paling formal berupa setelan montsuki hitam dengan hakama dan haori. Bagian punggung montsuki dihiasi lambang keluarga pemakai. Setelan montsuki yang dikenakan bersama hakama dan

  

haori merupakan busana pengantin pria tradisional. Setelan ini hanya

  dikenakan sewaktu menghadiri upacara sangat resmi, misalnya resepsi pemberian penghargaan dari kaisar/pemerintah atau seijin shiki.

  6. Uru no kimono

  Kimono pria ini terbuat dari bahan wol, cendrung berbahan gelap. Kimono informal ini dipakai sehari-hari.

  7. Uchihake Uchihake merupakan kimono yang dipakai wanita untuk pernikahannya.

  

Uchihake berwarna putih, sehingga kontras dengan warna tomesode yang

  berwarna hitam. Uchihake merupakan kimono yang paling indah. Kimono ini sangat mahal, sehingga kebanyakan orang tidak membelinya tetapi meminjamnya dan itupun dengan harga yang sangat mahal yaitu sekitar 50 juta rupiah. Jika diperhatikan dengan jelas, uchihake sangat panjang sampai menyentuh tanah, sehingga pengantin wanita harus dibantu untuk berjalan dengan kimono ini.

  8. Mofuku Mofuku adalah kimono yang dipakai khusus pada upacara pemakaman

  kerabat dekat. Kimono ini seluruhnya berwarna hitam sesuai dengan situasi kapan kimono ini dipakai. Tidak hanya kimono, obi pun memiliki beberapa variasi misalnya fukurasuzume, bunko, otaiko, dan kainokuchi. Untuk menjaga bentuk obi agar tidak rusak digunakan obijime. Ada beberapa cara dalam mengikat obijime, tergantung pada acaranya, misalnya obijime untuk perayaan, obijime untuk acara informal, ataupun obijime berduka.

  Aksesoris lainnya yang biasa dipakai bersama kimono adalah geta, zori dan tabi. Geta merupakan sandal kayu asli Jepang. Geta dipakai bukan untuk fashion atau gaya, tetapi untuk menghindari kimono yang panjang terkena kotor lumpur ketika berjalan diluar. Sedangkan tabi adalah kaus kaki gaya Jepang yang biasanya terbuat dari kartun dan berwarna putih.

  Dibandingkan dengan pakaian barat, kimono cendrung membatasi gerak dan diperlukan lebih banyak waktu untuk mengenakannya dengan baik. Tetapi di Jepang, ada beberapa profesi yang mengenakan kimono sebagai bagian dari pekerjaan mereka seperti maiko, kannushi (pendeta shinto), soryo (pendeta budha), rikishi (pemain sumo), rakugoka (pencerita rakugo), dan nakai (wanita yang membawa dan menghidangkan makanan di restoran atau penginapan tradisional Jepang (Pitri, 2013: 79).

2.2.2 Jenis Hanbok Seperti halnya kimono, hanbok juga tedapat berbagai macam jenis.

  Hanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah, dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku. Hanbok pada saat ini mengacu pada "pakaian gaya Dinasti Joseon" yang biasa dipakai secara formal atau semi- formal dalam perayaan atau festival tradisional.

  Beberapa elemen dasar hanbok pada saat ini seperti jeogori (baju), baji (celana) dan chima(rok) diduga telah dipakai sejak waktu yang lama, namun pada zamanitu pada abad ke 16, pakaian sejenis ini mulai berkembang. Lukisan pada situs makam menunjukkan gambar laki-laki dan wanita pada saat itu memakai celana panjang yang ketat dan baju yang berukuran sepinggang. Struktur tersebut sepertinya tidak banyak berubah sampai saat ini.

  Pada akhir masa Tiga Kerajaan, wanita dari kalangan bangsawan mulai memakai rok berukuran panjang dan baju seukuran pinggang yang diikat di pinggang dengan celana panjang yang tidak ketat, serta memakai jubah seukuran pinggang dan diikatkan di pinggang. Pada masa ini, pakaian berbahan sutra dari Tiongkok (Dinasti Tang) diadopsi oleh anggota keluarga kerajaan dan pegawai kerajaan. Ada yang disebutkaian tradisional untuk pegawai kerajaan pada masa lalu.

  Ketika Dinasti(918–1392) menandatangani perjanjian damai dengan Kerajaan Mongol, raja Goryeo menikahi ratu Mongol dan pakaian pegawai kerajaan lalu mengikuti gaya Mongol. Sebagai hasil dari pengaruh Mongol ini, rok (chima) jadi sedikit lebih pendek. Sedangkan Jeogori (baju untuk tubuh bagian atas) diikat ke bagian dada dengan pita lebar, sedangkan lengan bajunya didesain agak ramping.

  Pada masa Dinasti Joseon, jeogori wanita secara perlahan menjadi ketat dan diperpendek. Pada abad ke-16, jeogori agak menggelembung dan panjangnya mencapai di bawah pinggang. Namun pada akhir abad ke- aket bergaya manchu yang sering dipakai hingga saat ini.

  Chima pada masa akhir Joseon dibuat panjang dan jeogori menjadi

  pendek dan ketat. Heoritti atau heorimari yang terbuat dari kain linen difungsikan sebagai korset karena begitu pendeknya jeogori. Kalangan atas memakai hanbok dari kain rami yang ditenun atau bahan kain berkualitas tinggi, seperti bahan yang berwarna cerah pada musim panas dan bahan kain terang. Rakyat biasa tidak dapat menggunakan bahan berkualitas bagus karena tidak sanggup membelinya. Umumnya dahulu kaum laki-laki dewasa mengenakan durumagi (semacam jaket panjang) saat keluar rumah.

  Sedangkan pada hanbok pria, terdapat berbagai macam jenis, diantaranya;

  1. Durumagi

  

Durumagi awalnya dipakai oleh pegawai Kerajaan sebagai pakaian dinas

sehari-hari mereka. Durumagi adalah sejenis coat panjang yang dipakai

sebagai luaran dikala angin sedang berhembus dingin – dinginnya.

  2. Gat-Jeogori

Bentuknya sedikit lebih besar dibandingan dengan Jeogori. Bedanya hanya

dibagian dalam pakaian jenis ini terbuat dari bulu kelinci, sehingga tetap

membuat pemakainya tetap hangat. Bahan yang di luar biasanya terbuat dari

sutra.

  3. Changot

Di zaman Jeoseon dipakai oleh orang-orang kelas bangsawan atau prang

terpandang. Merupakan varian lain hanbok selain hanbok yang biasa kita lihat.

4. Hakjangui

  

Ha - berarti belajar atau ilmu. hakja berarti ilmuwan atau cendekia. hanbok

jenis ini dipakai oleh kalangan cendekia pada masa Koryo hingga masa

Jeoseon. Dilihat dari garis potongan bajunya, memiliki makna rendah hari

dan juga berbudi pekerti yang luhur.

  5. Shimui Hanbok ini dikenakan para cendekia/ilmuwan ketika di waktu senggang

atau pada saat beristirahat. Shim (심) berarti merenung. Oleh karena para

ilmuwan biasanya di waktu senggang masih suka merenungkan sesuatu,

pakain ini kemudia dinamakan sedemikian hingga. Pakaian-pakaian

ilmuwan ini, dilihat dari bentuknya, lebih cocok dikenakan untuk belajar pasif daripada aktif. Seperti melukis atau ilmu filsafat.

  6. T’eol Magoja

Pakaian ini sebenarnya lebih ke arah pakaian orang Manchuria. Pertama kali

diperkenalkan oleh seorang politikus Korea di zaman Jeoseon yang ditugaskan di daerah Manchuria, dan kembali lagi ke Korea dengan

menggunakan pakaian jenis ini. Pakaian ini di dalamnya dilapisi bulu. Juga

sebagai simbol kemewahan. (id.wikipedia.org/wiki/hanbok).