Perbandingan Karakteristik Kimono (Pakaian Jepang) dengan Hanbok (Pakaian Korea)

(1)

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK KIMONO (PAKAIAN JEPANG) DENGAN HANBOK (PAKAIAN KOREA)

HANBOKU (KANFUKU) TO KIMONO (WAFUKU) NO TOKUSHOKU NO HIKAKU

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat

ujian skripsi dalam bidang ilmu Sastra Jepang Oleh:

Rosdiani Suri Mulyanti 120722007

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG EKSTENSI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK KIMONO (PAKAIAN JEPANG) DENGAN HANBOK (PAKAIAN KOREA)

HANBOKU (KANFUKU) TO KIMONO (WAFUKU) NO TOKUSHOKU NO HIKAKU

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat

ujian skripsi dalam bidang ilmu Sastra Jepang

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M,S.Ph.DDrs. Eman Kusdiyana, M. Hum. NIP : 19580704 1984 12 1001 NIP : 19600919 1988 03 1001

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG EKSTENSI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Disetujui oleh :

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Medan, Juni 2014

Departemen Sastra Jepang Ekstensi

Ketua,

Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum. NIP : 19600919 1988 03 1001


(4)

PENGESAHAN Diterima Oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Sastra dalam Bidaang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Ilmu Budaya

Pada Hari :

Tanggal : Juni 2014 Pukul : 14.00 WIB

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A NIP: 19511013 1976 03 1001

Panitia Ujian :

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum ( )

2. Muhammad Pujiono, S.S., M.Hum ( )


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan rahmat, berkat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbandingan Karakteristik Kimono (Pakaian Jepang) dengan Hanbok (Pakaian Korea)”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, dimana masih terdapat banyak kekurangan baik dari tata bahasa maupun isi pembahasan.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sehingga skrisi ini menjadi lebih bermanfaat dan lebih sempurna.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih, penghargaan dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku ketua Departemen Sastra Jepang Ekstensi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis untuk lebih teliti dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S. Ph.D selaku Dosen

Pembimbing I, yang telah meluangkan banyak waktu, pikiran dan tenaga dalam memberikan masukan-masukan, bimbingan serta pengarahan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.


(6)

4. Bapak Drs. Nandi S, selaku Dosen Penasehat Akademik.

5. Seluruh dosen dan staff pegawai Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, khususnya dosen dan staff pegawai Departemen Sastra Jepang.

6. Kedua orang tua ku tersayang, Ayahanda Sudirmo Tjandra K dan Ibunda Rosmaini yang telah memberikan doa, nasihat, dukungan, perhatian, semangat dan bantuan yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

7. Untuk Suami Tercinta Tirta Winata, S.H M.H yang telah memberikan dukungan moril dan materil dengan tulus tanpa pamrih, dan juga tak lupa kepada ananda Rifqy Fairuz Ula, Nouval Muaz Dinata dan Muhammad Chandra Winata yang telah mendoakan penulis agar bisa meraih kebahagian ini.

8. Teman-teman seperjuangan Sastra Jepang Ekstensi 2012 (Kak Marwiyah, Ayya, Alfi, Reby, Tiwi, Aidil , Zyda, dan Dija) yang selalu mendukung penulis.

9. Buat Ibunda Mertua Hj. Sumiaty R, Adik Ipar Tri Widya Sandika, SS, M.Hum & Sarmaida S. Kep, Ahmad Ibrahim Hasibuan, M.Pd.I dan Staf Pengajar TK RIZQY (Nina Aryanti, S.Pd.I Erlida Syahni, S.Pd, Yuli Fauziah) serta Siswa/i TK RIZQY yang telah memotivasi selama penulisan Skripsi ini.


(7)

Akhir kata, penulis berharap kiranya skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi peneliti yang memiliki bahan terkait dengan isi skripsi ini.

Medan, 3 Juni 2014 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ··· i

DAFTAR ISI ··· iii

BAB I PENDAHULUAN ··· ··· 1

1.1Latar Belakang Masalah ··· 1

1.2Perumusan Masalah ··· 5

1.3Ruang Lingkup Pembahasan ··· 6

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ··· 6

1.4.1. Tinjauan Pustaka ··· 6

1.4.2. Kerangka Teori ··· 11

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian ··· 13

1.5.1. Tujuan Penelitian ··· 13

1.5.2. manfaat Penelitian ··· 13

1.6Metode Penelitian ··· 14

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PAKAIAN KIMONO DAN HANBOK ··· ··· 15

2.1 Pengertian Dan Sejarah Kimono dan Hanbok ··· 15

2.1.1. Pengertian Kimono dan Hanbok ··· 15

2.1.1.1. Kimono ··· 15


(9)

2.1.2. Sejarah Kimono dan hanbok ··· 17

2.1.2.1. Kimono ··· 17

2.1.2.2. Hanbok ··· 25

2.1 Jenis – jenis Kimono dan Hanbok ··· 33

2.2.1. Jenis Kimono ··· 28

2.2.2. Jenis Hanbok ··· 33

BAB III PERBANDINGAN KARAKTERISTIK KIMONO DENGAN HANBOK DAN WAKTU PEMAKAIANNY ··· 37

3.1. Karakteristik ··· 39

3.1.1. Bahan Kimono dan Hanbok ··· 37

3.1.1.1 Kimono ··· 37

3.1.1.2 Hanbok ··· 37

3.1.2. Bentuk Kimono dan hanbok ··· 38

3.1.2.1. Kimono ··· 38

3.1.2.2. Hanbok ··· 49

3.1.3. warna Kimono dan Hanbok ··· 57

3.1.3.1. Kimono ··· 57

3.1.3.2. Hanbok ··· 47

3.2. Waktu Pemakaian Kimono dan Hanbok ··· 56

3.2.1. Kimono ··· 56

3.2.2. Hanbok ··· 59

3.3. Perbandingan Kimono dan Hanbok ··· 60


(10)

4.1. Kesimpulan ··· 64 4.2. Saran ··· 66 DAFTAR PUSTAKA


(11)

ABSTRAK

Skripsi ini memaparkan tentang perbandingan karakteristik Kimono (Pakaian Jepang) dengan Hanbok (Pakaian Korea). Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan karakteristik Kimono dengan Hanbok, dilihat dari bahan, bentuk, warna, dan waktu pemakaiannya. Dan untuk mengetahui gambaran umum Kimono dengan hanbok. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode studi pustaka adalah tekhnik pengumpulan daata dengan mengadakan studi penelahaan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Berdasarkan metode penelitian yang dipakai serta data-data yang didapat, maka dapat disimpulkan bahwa persamaan antara Hanbok dan Kimono adalah sama-sama dipengaruhi dari negeri China dan sama-sama kain yang berkualitas tinggi untuk kalangan atas dengan harga yang tinggi, sementara untuk kalangan kelas bawahnya dibuat dari bahan-bahan yang terjangkau.Hanbok dan kimono juga sama-sama menyimbolkan dan menggambarkan tradisi kehidupan kedua negera tersebut. Sedangkan perbedaan antara Hanbok dan Kimono adalah untuk kalangan atas Korea, memakai kain hanbok dari kain rami yang ditenun atau bahan kain berkualitas tinggi pada musim panas. Pada musim dingin, Hanbok dibuat dari kain sutra. Sementara untuk kalangan atas Jepang, Pakaian Kimono terbuat dari kain. Kemudian dari segi model pakaian.Hanbok dan Kimono juga berbeda, Kimono lebih mirip dengan mantel memakai kerah dan berlengan panjang serta banyak memakai aksesoris seperti sabuk, alas kaki, bahkan ada juga dompet,


(12)

tas dan sandal. Sedangkan Hanbok nampaknya lebih simpel dari Kimono. Hanbok hanya mempunyai elemen ukuran baju yang sepinggang dan celana panjang yang ketat serta rok (chima). Perbedaan lainnya antara pakaian Hanbok dan pakaian Kimono adalah dari segi warna.Pakaian Hanbok sangat memperhatikan warna yang cerah. Sedangkan Kimono dalam memilih warna berdasarkan umur gender.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Jepang dan Korea adalah negara yang satu rumpun, maka tidak heran kalau kebudayaan kedua negara tersebut mempunyai karakteristik yang sama, tetapi juga mempunyai perbedaan, sehingga keduanya memiliki ciri khas masing-masing. Seperti halnya pada pakaian tradisional kedua bangsa tersebut yaitu pakaian Jepang (kimono) dan Korea (Hanbok) yang kedua-duanya mendapat pengaruh dari pakaian tradisional budaya China, yang sama-sama memiliki karakter yang sama tetapi juga memiliki karakter yang berbeda.

Hanbok adalah pakaian tradisional masyarakat Korea. Hanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah, dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku. Walaupun secara harfiah berarti “pakaian orang Korea”, hanbok pada saat ini mengacu pada “pakaian gaya dinasti Josen”, yang bisa dipakai secara formal atau semi-formal dalam perayaan atau festifal tradisional.

Beberapa elemen dasar hanbok pada saat ini seperti jeogori atau baju, baji (celana) dan chima (rok) diduga telah dipakai sejak waktu yang lama, namun pada zaman Tiga Kerajaan, yaitu pada abad ke 16, pakaian sejenis ini mulai berkembang. Lukisan pada situs makam Goguryeo menunjukkan gambar laki-laki dan wanita pada saat itu memakai celana panjang yang ketat dan baju yang berukuran sepinggang. Struktur tersebut sepertinya tidak banyak berubah sampai saat ini.


(14)

Pada akhir masa Tiga Kerajaan, wanita dari kalangan bangsawan mulai memakai rok berukuran panjang dan baju seukuran pinggang yang diikat di pinggang dengan celana yangn tidak ketat, serta memakai jubah seukuran pinggang dan diikatkan di pinggang (id.wikipedia.org/wiki/hanbok).

Pada masa ini, pakaian berbahan sutra dari Tiongkok (Dinasti Tang) diadopsi oleh anggota keluarga kerajaan dan pegawai kerajaan. Ada yang disebut Gwanbok, pakaian tradisional untuk pegawai kerajaan pada masa lalu.

Pada masa Dinasti Joseon, jeogori wanita secara perlahan menjadi ketat dan diperpendek. Pada abad ke-16, jeogori agak menggelembung dan panjangnya mencapai di bawah pinggang. Namun pada akhir abad ke-19, Daewon-gun memperkenalkan magoja, jaket bergaya manchu yang sering dipakai hingga saat ini.

Chima pada masa akhir Joseon dibuat panjang dan jeogori menjadi pendek dan ketat. Heoriti atau heorimari yang terbuat dari kain linen difungsikan sebagai korset karena begitu pendeknya jeogori.

Kalangan atas memakai hanbok dari kain rami yang ditenun atau bahan kain berkualitas tinggi, seperti bahan yang berwarna cerah pada musim panas dan bahkan kain sutra pada musim dingin. Mereka menggunakan warna yang bervariasi dan terang dan indah. Rakyat biasa tidak dapat menggunakan bahan berkualitas bagus karena tidak sanggup membelinya.

Kimono adalah pakaian tradisional Jepang. Kimono 「 着 物 」Dari kanjinya, dapat diartikan, “sesuatu untuk dipakai”. 着 dibaca ki, asal kata 着る (kiru) “memakai” dan 物 dibaca mono, berarti sesuatu atau benda.


(15)

Pada zaman sekarang, kimono berbentuk seperti huruf “T”, mirip mantel berlengan panjang dan berkerah. Panjang kimono dibuat hingga ke pergelangan kaki. Wanita mengenakan kimono berbentuk baju terusan, sementara pria mengenakan kimono berbentuk setelan. Kerah bagian kanan harus berada di bawah kerah bagian kiri. Sabuk kain yang disebut obi dililitkan di bagian perut atau pinggang, dan diikat di bagian punggung. Alas kaki sewaktu mengenakan kimono adalah zori atau geta. Kimono sekarang ini lebih sering dikenakan wanita pada kesempatan istimewa. Wanita yang belum menikah mengenakan sejenis kimono yang disebut furisode.

Pria mengenakan kimono pada pesta pernikahan, upacara minum teh, dan acara formal lainnya. Ketika tampil di luar arena sumo, pesumo profesional diharuskan mengenakan kimono. Anak-anak mengenakan kimono ketika menghadiri perayaan Shichi-Go-San.

Bahan kain kimono adalah hasil dari kesenian tenun tradisional Jepang yang bernilai seni. Kimono untuk kesempatan formal hanya dibuat dari kain sutra kelas terbaik dan hanya dijahit dengan tangan (tidak memakai mesin jahit). Oleh karena itu, harga kimono sering menjadi sangat mahal. Kimono umumnya tidak pernah dijual dalam keadaan jadi, melainkan harus dipesan dan dijahit sesuai dengan ukuran badan pemakai.

Warna yang selalu digunakan pada kimono disesuaikan dengan umur dan gender. Para pria biasanya memakai kimono berwarna gelap, dan wanita memakai warna cerah.

Sewaktu membeli kain, tinggi badan pemakai tidak diperhitungkan. Bahan kimono dibeli dalam satu gulungan kain yang ditenun dengan sempurna


(16)

tanpa cacat. Sisa bahan kimono bisa dimanfaatkan untk membuat aksesori pelengkap kimono, seperti tas, dompet, atau sandal.

Kain kimono dapat dibeli dengan harga lebih murah pada kesempatan obral bahan kelas dua yang disebut B-tan ichi (B), arti harfiah: pasar kain kelas B, untuk membedakannya dari bahan kimono kelas A yang ditenun sempurna tanpa cacat. Walaupun bahan kain yang dibeli memiliki sedikit cacat, penjahit kimono yang berpengalaman dapat menyembunyikan bagian tenunan yang rusak. Setelah jadi, kimono dari pasar kain kelas B mungkin akan terlihat sama dengan kimono dari bahan sempurna (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

Penjelasan di atas dapat dilihat persamaan antara Hanbok dan Kimono adalah sama-sama dipengaruhi dari negara China dan sama-sama dibuat dari kain yang berkualitas tinggi untuk kalangan atas dengan harga yang tinggi, sementara untuk kalangan kelas bawahnya dibuat dari bahan-bahan yang harga terjangkau. Hanbok dan kimono juga sama-sama menyimbolkan dan menggambarkan tradisi kehidupan kedua negara tersebut.

Sedangkan perbedaaan antara Hanbok dan Kimono adalah untuk kalangan atas Korea, memakai kain hanbok dari kain rami yang ditenun atau bahan kain berkualitas tinggi pada musim panas. Pada musim dingin, Hanbok dibuat dari kain sutra. Sementara untuk kalangan atas Jepang, pakaian Kimono terbuat dari kain.

Kemudian dari segi model pakaian, Hanbok dan Kimono juga berbeda, Kimono lebih mirip dengan mantel memakai kerah dan berlengan panjang serta banyak memakai aksesoris seperti sabuk, alas kaki, bahkan ada juga dompet,


(17)

tas dan sandal. Sedangkan Handbok nampaknya lebih simpel dari Kimono. Hanbok hanya mempunyai elemen ukuran baju yang sepinggang dan celana panjang yang ketat serta rok (chima).

Perbedaan lainnya antara pakaian Hanbok dan pakaian Kimono adalah dari segi warna. Pakaian Hanbok sangat memperhatikan warna yang cerah. Sedangkan Kimono dalam memilih warna berdasarkan umur dan gender.

Berdasarkan uraian di atas, Kimono dan Hanbok memiliki persamaan dan perbedaan, sehingga penulis tertarik untuk membuat judul skripsi dengan judul “Perbandingan Karakteristik Kimono (Pakaian Jepang) dan Hanbok (Pakaian Korea)”

1.2 Perumusan masalah

Kimono dan hanbok keduanya merupakan pakaian tradisional dari Jepang dan Korea. Sedikit banyaknya mendapat pengaruh pakaian tradisional China. Kedua pakaian ini walaupun ada dalam wilayah rumpun yang sama, tetapi memiliki perbedaan-perbedaan dilihat dari segi bahan, bentuk, warna dan waktu pemakaianya. Sehingga, kimono dan hanbok jika dilihat secara sepintas, masih memiliki kemiripan. Namun, jika dilihat secara lebih mendalam, ternyata memiliki perbedaan. Ini menunjukkan adanya karakteristik dari masing-masing kedua pakaian tradisional kimono dan hanbok. Persamaan dan perbedaan inilah yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini, maka penulis mencoba merumuskan masalah ini sebagai berikut;

1. Bagaimana persamaan karakteristik antara pakaian Kimono (Jepang) dan Hanbok (Korea) dilihat dari bahan, bentuk, dan warna serta waktu pemakaianya.


(18)

2. Bagaimana Perbedaan karakteristik antara pakaian Kimono (Jepang) dan Hanbok (Korea) dilihat dari bahan, bentuk, dan warna serta waktu pemakaiannya.

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Pada penulisan skripsi ini, penulis membatasi pembahasannya hanya mengenai perbandingan karakteristik Hanbok dan Kimono dari segi bentuk pakaian, bahkan warna dan segi waktu pemakaianya. Agar pembahasannya lebih jelas dan memiliki akurasi data yang tepat, dengan jelas, maka penulis pada Bab II menjelaskan juga mengenai pengertian dan sejarah kimono dan hanbok, dan juga jenis-jenis Kimono dan Hanbok.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Pakaian tradisional Jepang adalah kimono. Pada umumnya kimono dibuat dari sutera, berlengan besar yang menjulai dari bahu hingga ke tumit. Kimono dan obi yang kita kenal sekarang merupakan pakaian tradisional Jepang pada masa Edo (1600-1868).Obi menjadi bagian dari kimono wanita kira-kira pada pertengahan periode Edo.Ukuran obi yang standar adalah panjang 360 cm dan lebar 30 cm.

Model pakaian pada masa Edo banyak dipengaruhi oleh desain dan gaya artis. Para wanita di kelas samurai terus memakai kimono yang sederhana dengan obi yang terbuat dari braided cards. Sedangkan para wanita diluar kelas samurai mencoba memakai kimono dengan model yang lebih beragam dengan furisode (kimono dengan lengan panjang) yang sering dilihat dipanggung kabuki. Selama bertahun, obi diikat di depan atau disamping. Tetapi pada


(19)

pertengahan Edo, obi mulai diikat di belakang. Katanya ini semua dimulai pada pertengahan tahun 1700 ketika aktor kabuki yang memerankan perempuan menggunakan obi yang diikat di belakang (Pitri Haryanti, 2013: 79)

Terdapat berbagai macam jenis kimono di Jepang dan tempat digunakannya kimono tersebut, diantaranya yaitu;

1. Furisode

Furisode merupakan kimono resmi wanita yang belum menikah dengan warnanya yang mencolok dan terbuat dari kain sutra berkualitas tinggi. Furisode biasanya digunakan pada upacara pernikahan atau upacara minum teh sampai menikah.

2. Yukata (kimono musim panas)

Yukata merupakan kimono yang terbuat dari katun yang biasanya dipakai pada musim panas. Yukata biasanya mempunyai desain dengan warna-warna yang cerah. Pada umumnya yukata dipakai pada bon odori dan festival-festival musim-musim tertentu.

3. Homongi

Homongi merupakan pakaian resmi wanita yang telah menikah. Homongi akan dipakai untuk menghadiri upacara pernikahan atau upacara minum teh.

4. Tomesode

Tomesode juga merupakan kimono resmi orang Jepang. Seorang wanita yang telah menikah biasanya akan mengenakan tomesode pada upacara pernikahan kerabat dekatnya. Tidak dipakai ke upacara pernikahan teman atau


(20)

upacara lainya. Sedangkan untuk upacara-upacara semacam itu, digunakan homolongi.

5. Kuromontsuki

Kuromontsuki adalah kimono formal yang dipakai oleh laki-laki. 6. Uru no kimono (kimono dari wol)

Uru no kimono (kimono dari wol) yaitu kimono informal yang dipakai oleh laki-laki.

7. Uchihake

Uchihake merupakan kimono yang dipakai wanita untuk pernikahannya. Uchihake berwarna putih, sehingga kontras dengan warna tomesode yang berwarna hitam.

8. Mofuku

Mofuku adalah kimono yang dipakai khusus pada upacara pemakaman kerabat dekat. Kimono ini seluruhnya berwarna hitam sesuai dengan situasi kapan kimono ini dipakai (Pitri, 2013: 80)

Sedangkan Hanbok adalah pakaian tradisional Korea. Istilah hanbok berasal dari han dan bok. Han adalah sebutan untuk Korea, orang han dan Bok adalah pakaian. Hanbok adalah pakaian tradisional masyarakat Korea pada era dinasti Jeoseon (1392 – 1910 M).

Handbok pada umumnya memiliki warna-warna cerah. Ada dua jenis hanbok yakni hanbok untuk kalangan bangsawan dan hanbok untuk rakyat biasa. Golongan bangsawan mengenakan hanbok berwarna-warni dengan hiasan border dan sulaman yang indah dan bahan terbuat dari sutra. Sedangkan golongan rakyat biasa menggunakan hanbok sederhana terbuat dari bahan


(21)

katun dengan pembatasan warna, yakni warna putih, pink muda, hijau muda dan abu-abu. Secara umum, hanbok yang dipakai oleh bangsawan dan rakyat biasa memiliki kesamaan, yang membedakan adalah warna dan aksesoris pelengkap hanbok (www. Teruskan.com. Mengenal bagian – bagian Hanbok, Baju khas Negeri Korea)

Seperti yang sudah jelaskan sebelumnya, Jepang dan Korea adalah negara yang satu rumpun, maka tidak heran kalau kebudayaan kedua negara tersebut mempunyai karakteristik yang sama, tetapi juga mempunyai perbedaan, sehingga keduanya memiliki ciri khas masing-masing. Seperti halnya pada pakaian tradisional kedua negara tersebut yaitu pakaian Jepang (kimono) dan Korea (Hanbok) yang kedua-duanya mendapat pengaruh dari pakaian tradisional budaya China yang sama-sama memiliki karakter yang sama tetapi juga memiliki karakter yang berbeda.

Bangsa Jepang atau orang Jepang Nihonjin, Nipponjin adalah suku bangsa yang dominan di Jepang. Diseluruh dunia, ada sekitar 130 juta orang keturunan Jepang, dan 127 orang diantaranya adalah penduduk Jepang. Orang keturunan Jepang yang tinggal dinegara-negara lain disebut nikkeijin. Istilah etnis Jepang juga dipakai untuk membedakan etnis dominan di Jepang yang disebut suku Yamato dari orang Ainu atau orang Ryukyu.

Bahasa Jepang adalah rumpun bahasa Japonik yang sering digolongkan ahli bahasa sebagai bahasa isolat. Bahasa Jepang masih berhubungan dengan bahasa Okinawa (bahasa Ryukyu), dan keduanya sedang diusulkan ahli bahasa agar dimasukkan kedalam rumpun Altai. Sistem penulisan bahasa Jepang


(22)

merupakan campuran dari hiragana, katakanaka, kanji dan huruf latin. Bahasa utama Jepang adalah bahasa Jepang, dan tingkat mengetahui huruf di kalangan orang dewasa di Jepang mencapai 99%.

Orang Korea Selatan menyebut rakyat mereka Hangukin atau sederhananya Han in untuk orang Korea Selatan yang tinggal di luar negeri atau Hanguk saram. Sedangkan rakyat Korea Utara menyebut orang mereka dengan Choson in atau Choson saram.

Orang Korea dipercaya merupakan keturunan suku Bangsa Altaik atau proto-Altaicy yang masih berkaitan dengan orang Mongol, China, Jepang Tungusik dan orang Turkik serta banyak suku dari Asia Tengah yang lain. Bukti arkeologi menduga bangsa Korea tua (Proto Korea) adalah para pendatang Altaik dari Siberia Tenggara (sekarang wilayah Rusia) yang datang berturut-turut dimasa peralihan dari zaman neolitik (zaman batu baru) menuju zaman perunggu.

Sejarah China adalah salah satu sejarah kebudayaan tertua di dunia. Dari penemuan arkeologi dan antropologi, daerah China telah ditemukan oleh manusia purba sejak 1,7 juta tahun yang lalu. Peradaban China berawal dari berbagai negara kota di sepanjang lembah Sungai Kuning pada zaman Neolitikum. Sejarah tertulis China dimulai sejak Dinasti Shang (K. 1750 SM – 1045 SM) yang melanjutkan Dinasti Shang. Dinasti ini merupakan dinasti yang paling lama berkuasa dan pada zaman dinasti inilah tulisan China modren mulai berkembang.


(23)

Pandangan konvensional terhadap sejarah China adalah bahwa China merupakan suatu negara yang mengalami pergantian antara periode persatuan dan perpecahan politis yang kadang-kadang dikuasai oleh orang-orang asing, yang sebahagian besar terasimilasi kedalam populasi Suku Han. Pengaruh budaya dan politik dari berbagai wilayah di Asia, yang dibawa oleh gelombang imigrasi, ekspansi, dan asimilasi yang bergantian, menyatu untuk membentuk budaya China modren (www. Teruskan.Com.Kemiripan bangsa – bangsa Cina, Korea dan Jepang rumpun Bahasa Austronesi)

1.4.2 Kerangka Teori

Kerangka kerja teoritis adalah model konseptual yang menggambarkanhubungan diantara berbagai macam faktor yang telah diidentifikasikan sebagai sesuatu hal yang penting bagi suatu masalah.Kerangka Teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan – batasan tentang teori – teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan (www: // Usepmulyana. Files. Wordpress.com. Pemilihan dan defnisi masalah)

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori komperatif yaitu penelitian yang bersifat membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu, dimana penulis membandingkan karakteristik kimono (Pakaian Jepang) dengan hanbok (Pakaian Korea). Perbandingan ini meliputi jenis jenis pakaian, warna pakaian, model pakaian, terbuat dari apa pakaian tersebut dan dimana pakaian tersebut digunakan (Nazir, 2005: 58)


(24)

Secara umum istilah “karakter” yang sering disamakan dengan istilah “temperamen”, “tabiat”, “watak”, atau “ahlak” yang memberinya sebuah definisi sesuatu yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan (www. Sintyaapriliani.blogspot.Pengertian karakter menurut ahli.html)

Istilah karakter dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan (www. Hidayatullah.com/artikel/pendidikan karakter mau kemana.html)

Pakaian secara umum dipahami sebagai “alat” untuk melindungi tubuh atau “fasilitas” untuk memperindah penampilan. Tetapi selain untuk memenuhi dua fungsi tersebut, pakaianpun dapat berfungsi sebagai “alat” komunikasi yang non-verbal, karena pakaian mengandung simbol-simbol yang memiliki beragam makna

Tradisional adalah sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun menurun (www.KamusBahasaIndonesia.org)

Pakaian tradisional merupakan simbol kebudayaan suatu daerah. Untuk menunjukkan nama daerah pakaian adatpun bisa dijadikan simbol tersebut. Pasalnya, setiap daerah disuatu negara memiliki pakaian tradisional yang berbeda-beda. Pakaian tradisional biasanya dipakai untuk memperingati hari besar seperti kelahiran, pernikahan, kematian, serta hari-hari besar keagamaan. Setiap daerah memiliki pengertian pakaian tradisional sendiri-sendiri. Sebagai


(25)

simbol, pakaian tradisional memang dijadikan sebagai penanda untuk sesuatu. Biasanya berupa doa atau mencerminkan suatu sikap (www. Teruskan.Com.Pengertian Pakaian Tradisional).

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan karakteristik Kimono dengan Hanbok, dilihat dari segi bahan, bentuk, warna, dan waktu pemakaiannya. 2. Untuk mengetahui gambaran umum Kimono dengan hanbok.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi penulis sendiri adalah sebagai sarana untuk memperdalam pengetahuan tentang perbandingan karakteristik Kimono dengan Hanbok. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat pada umumnya dan

mahasiswa sastra dan Bahasa Jepang pada khususnya mengenai perbandingan karakteristik Kimono dengan Hanbok.

3. Diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya.


(26)

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode studi pustaka dan metode deskriptif. Studi pustaka adalah tehnik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, letarur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan (Nazir, 1988: 58).

Metode deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Metode deskritif juga merupakan suatu metode yang menggambarkan keadaan suatu atau objek penelitian yang dilakukan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterpretasikan data (Koentjaraningrat, 1976: 7).


(27)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP PAKAIAN KIMONO DAN HANBOK

2.1 Pengertian dan Sejarah Kimono dan Hanbok 2.1.1 Pengertian Kimono dan Hanbok

2.1.1.1 Kimono

Kimono adalah pakaian tradisional Jepang. Kimono 着 物 」Dari kanjinya, dapat diartikan, “sesuatu untuk dipakai”. 着 dibaca ki, asal kata 着 る(kiru) “memakai” dan 物 dibaca mono, berarti sesuatu atau benda. Pada zaman sekarang, kimono berbentuk seperti huruf “T”, mirip mantel berlengan panjang dan berkerah. Panjang kimono dibuat hingga ke pergelangan kaki. Wanita mengenakan kimono berbentuk baju terusan, sementara pria mengenakan kimono berbentuk setelan. Kerah bagian kanan harus berada di bawah kerah bagian kiri. Sabuk kain yang disebut obi dililitkan di bagian perut / pinggang, dan diikat di bagian punggung. Alas kaki sewaktu mengenakan kimono adalah zori atau geta. Kimono sekarang ini lebih sering dikenakan wanita pada kesempatan istimewa. Wanita yang belum menikah mengenakan sejenis kimono yang disebut furisode.

Pria mengenakan kimono pada pesta pernikahan, upacara minum teh, dan acara formal lainnya. Ketika tampil di luar arena sumo, pesumo profesional diharuskan mengenakan kimono. Anak-anak mengenakan kimono ketika menghadiri perayaan Shichi-Go-San.

Bahan kain kimono adalah hasil dari kesenian tenun tradisional yang bernilai seni. Kimono untuk kesempatan formal hanya dibuat dari kain sutra


(28)

kelas terbaik dan hanya dijahit dengan tangan (tidak memakai mesin jahit). Oleh karena itu, harga kimono sering menjadi sangat mahal. Kimono umumnya tidak pernah dijual dalam keadaan jadi, melainkan harus dipesan dan dijahit sesuai dengan ukuran badan pemakai. Warna yang selalu digunakan pada kimono disesuaikan dengan umur dan gender. Para pria biasanya memakai kimono berwarna gelap, dan wanita memakai warna cerah. Sewaktu membeli kain, tinggi badan pemakai tidak diperhitungkan. Bahan kimono dibeli dalam satu gulungan kain yang ditenun dengan sempurna tanpa cacat. Sisa bahan kimono bisa dimanfaatkan untk membuat aksesori pelengkap kimono, seperti tas, dompet, atau sandal. Kain kimono dapat dibeli dengan harga lebih murah pada kesempatan obral bahan kelas dua yang disebut B-tan ichi (B), arti harfiah: pasar kain kelas B, untuk membedakannya dari bahan kimono kelas A yang ditenun sempurna tanpa cacat. Walaupun bahan kain yang dibeli memiliki sedikit cacat, penjahit kimono yang berpengalaman dapat menyembunyikan bagian tenunan yang rusak. Setelah jadi, kimono dari pasar kain kelas B mungkin akan terlihat sama dengan kimono dari bahan sempurna (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

2.1.1.2 Hanbok

Haŏn-ot

pakaian tradisional yang cerah, dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku. Walaupun secara harfiah berarti "pakaian orang Korea", hanbok pada saat ini mengacu


(29)

pada "pakaian gaya Dinasti Joseon" yang biasa dipakai secara formal atau semi-formal dalam perayaan atau festival tradisional.

Pakaian tradisional Korea disebut Hanbok.“Han” adalah sebutan bagi Korea, dan “bok” berarti pakaian.Jadi, secara harfiah orang Korea pun sebenarnya hanya menyebut pakaian mereka sebagai “pakaian korea”.Orang Korea sangat bangga terhadap hanbok sebagai identitas pakaian tradisional mereka.ada sedikit perbedaan penyebutan nama pakaian ini antara Korea Selatan dengan Korea Utara. Karakteristik yang menjadi keunggulan Hanbok adalah potongan siluetnya yang simpel dan warna-warnanya yang atraktif dan indah. Jika Hanbok digunakan oleh orang-orang di Korea Selatan, orang Korea Utara menyebut ““Jeoseon ot” (저선옷).

(www://mykoreanstudies.wordpress.com/hanbok)

2.1.2 Sejarah Kimono dan Hanbok 2.1.2.1 Kimono

Perkembangan kimono telah berkembang dari jaman ke jaman, yaitu;

a. Zaman Jomon dan zaman Yayoi.

Kimono Dari situs arkeologi tumpukan kulit kerang zaman Jomon ditemukan Pakaian atas yang dikenakan haniwa disebut kantoi ( 貫 頭 衣 ). Dalam tentang pakaian sederhana untuk laki-laki. Sehelai kain diselempangkan secara horizontal pada tubuh pria seperti pakaian kepala. Pakaian wanita dinamakan kantoi. Di tengah sehelai kain dibuat lubang


(30)

untuk memasukkan kepala. Tali digunakan sebagai pengikat di bagian pinggang. Masih menurut Gishiwajinden, kaisar wanita bernama Himiko dari Yamataikoku (sebutan zaman dulu untuk Jepang) "selalu mengenakan pakaian kantoi berwarnaputih". Serat rami merupakan bahan pakaian untuk rakyat biasa, sementara orang berpangkat mengenakan kain sutra (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

b. Zaman Kofun

potong pakaian: pakaian atas dan pakaian bawah. Haniwa mengenakan baju atas sepertikantoi. Pakaian bagian bawah berupahaniwa terlihat pakaian berupa celana berpipa lebar seperti

Pada depan kantoi dibuat terbuka dan lengan baju bagian bawah mulai dijahit agar mudah dipakai. Selanjutnya, baju atas terdiri dari dua jenis kerah:

- Kerah datar sampai persis di bawah leher (agekubi)

- Kerah berbentuk huruftarekubi) yang dipertemukan di bagian dada (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

c. Zaman Nara

Aristokrat zaman Asuka bernama Pangeran Shotoku

menetapkan dua belas strata jabatan dalam istana kaisar (kan-i jūnikai). Pejabat istana dibedakan menurut warna hiasan penutup kepala (kanmuri). Dalam kitab hukum istana, dan pakaian seragam dalam istana. Pakaian formal yang dikenakan


(31)

pejabat sipil (bunkan) dijahit di bagian bawah ketiak. Pejabat militer mengenakan pakaian formal yang tidak dijahit di bagian bawah ketiak agar pemakainya bebas bergerak. Busana dan aksesori zaman Nara banyak dipengaruhi budaya China yang masuk ke Jepang. Pengaruh budaya kosode untuk dikenakan sebagai pakaian dalam. Pada zaman Nara terjadi perubahan dalam cara mengenakan kimono. Kalau sebelumnya kerah bagian kiri harus berada di bawah kerah bagian kanan, sejak zaman Nara, kerah bagian kanan harus berada di bawah kerah bagian kiri. Cara mengenakan kimono dari zaman Nara terus dipertahankan hingga kini. Hanya orang meninggal dipakaikan kimono dengan kerah kiri berada di bawah kerah kanan (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

d. Zaman Heian

Menurut aristokrat Jepang untuk Dinasti Tang (kentoshi) memicu pertumbuhan budaya lokal. Tata cara berbusana dan standardisasi protokol untuk upacara-upacara formal mulai ditetapkan secara resmi. Ketetapan tersebut berakibat semakin rumitnya tata busana zaman Heian. Wanita zaman Heian mengenakan pakaian berlapis-lapis yang disebut jūnihitoe. Tidak hanya wanita zaman Heian, pakaian formal untuk militer juga menjadi tidak praktis.

Ada tiga jenis pakaian untuk pejabat pria pada zaman Heian: - Sokutai (pakaian upacara resmi berupa setelan lengkap)

- I-kan (pakaian untuk tugas resmi sehari-hari yang sedikit lebih ringan dari sokutai) Noshi (pakaian untuk kesempatan pribadi yang terlihat mirip dengan i-kan).


(32)

Rakyat biasa mengenakan pakaian yang disebut suikan atau kariginu (狩衣, arti harafiah: baju berburu). Di kemudian hari, kalangan aristokrat menjadikan kariginu sebagai pakaian sehari-hari sebelum diikuti kalangan samurai. Pada zaman Heian terjadi pengambilalihan kekuasaan oleh kalangan samurai, dan bangsawan istana dijauhkan dari dunia politik. Pakaian yang dulunya merupakan simbol status bangsawan istana dijadikan simbol status kalangan samurai (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

e. Zaman Kamakura dan zaman Muromachi

Pada Samurai mengenakan pakaian yang disebu berubah menjadi pakaian yang disebut hitatare. Pada hitataremerupakan pakaian resmi samurai. Pada zaman Muromachi dikenal kimono yang disebut suō ( 素 襖 ), yakni sejenis hitatareyang tidak menggunakan kain pelapis dalam. Ciri khas suō adalah lambang keluarga dalam ukuran besar di delapan tempat. Pakaian wanita juga makin sederhana. Rok bawah yang disebut mo (裳) makin pendek sebelum diganti dengan hakama. Setelan mo dan hakama akhirnya hilang sebelum diganti dengan kimono model terusan, dan kemudian kimono wanita yang disebutkosode dengan kain yang dililitkan di sekitar pinggang (koshimaki) dan/atau yumaki. Mantel panjang yang disebut (id.wikipedia.org/wiki/kimono).


(33)

f. Awal zaman Edo

Penyederhaan pakaian samurai berlanjut hingga samurai zaman Edo adalah setelan berpundak lebar yang disebut kamishimo ( 裃). Satu setel kamishimo terdiri dari kataginu ( 肩 衣) da kalangan wanita, kosodemenjadi semakin populer sebagai simbol budaya orang kota yang mengikuti tren busana. Zaman Edo adalah zaman keemasan panggung sandiwara warni yang disebut pemeran kabuki yang mengenakan kimono mahal dan gemerlap. Pakaian orang kota pun cenderung makin mewah karena iking meniru pakaian aktor kabuki. Kecenderungan orang kota berpakaian semakin bagus dan jauh dari norma pemerintah keshogunan memaksakan kenyaku-rei, yakni norma kehidupan sederhana yang pantas. Pemaksaan tersebut gagal karena keinginan rakyat untuk berpakaian bagus tidak bisa dibendung. Tradisi kenyaku-rei. Orang menghadiri upacara minum teh memakai kimono yang terlihat sederhana namun ternyata berharga mahal. Tali pinggang kumihimo dan gaya mengikat sejak zaman Edo. Hingga kini, keduanya bertahan sebagai aksesori sewaktu mengenakan kimono (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

g. Akhir zaman Edo

Politik isolasi (sakoku) membuat terhentinya impor benang mulai dibuat dari benang sutra produksi dalam negeri. Pakaian rakyat dibuat dari kain sutra jenis


(34)

Temmei (1783-1788), untuk mengenakan kimono dari sutra. Pakaian orang kota dibuat dari kai awal dari h. Zaman Meiji dan zaman Taisho

Industri berkembang maju pada dan Jepang menjadi eksportir sutra terbesar. Harga kain sutra tidak lagi mahal, dan mulai dikenal berjenis-jenis kain sutra. Peraturan pemakaian benang sutra dinyatakan tidak berlaku. Kimono untuk wanita mulai dibuat dari berbagai macam jenis kain sutra. Industri di Jepang. Sejalan dengan pesatnya perkembangan industri pemintalan, industri tekstil benang sutra ikut berkembang. Produknya berupa berbagai kain sutra, mulai darihingga meisen.Tersedianya beraneka jenis kain yang dapat diproses menyebabkan berkembangnya teknik pencelupan kain. Pada zaman Meiji mulai dikenal teknik denga

Sementara itu, wanita kalangan atas masih menggemari kain sutra yang bermotif garis-garis dan susunan gambar yang sangat rumit dan halus. Mereka mengenakan kimono dari model kain yang sudah populer sejak zaman Edo sebagai pakaian terbaik sewaktu menghadiri acara istimewa. Hampir pada waktu yang bersamaan, kain sutra hasil tenunan benang berwarna-warni hasil Barat mulai masuk ke Jepang, Barat. Sejak itu pula, istilah wafuku dipakai untuk membedakan pakaian yang


(35)

selama ini dipakai orang Jepang dengan pakaian dari Barat. Ketika pakaian Barat mulai dikenal di Jepang, kalangan atas memakai pakaian Barat yang dipinjam dari toko persewaan pakaian barat.

Di era modernisasi Meiji, bangsawan istana mengganti kimono dengan pakaian Barat supaya tidak dianggap kuno. Walaupun demikian, orang kota yang ingin melestarikan tradisi estetika keindahan tradisional tidak menjadi terpengaruh. Orang kota tetap berusaha mempertahankan kimono dan tradisi yang dipelihara sejak zaman Edo. Sebagian besar pria zaman Meiji masih memakai kimono untuk pakaian sehari-hari. Setelan pria juga mulai populer. Sebagian besar wanita zaman Meiji masih mengenakan kimono, kecuali wanita bangsawan dan guru wanita yang bertugas mengajar anak-anak perempua mengikuti dinas militer. Seragam tentara angkatan darat menjadi model untuk seragam sekolah anak laki-laki. Seragam anak sekolah juga menggunakan model kerah berdiri yang mengelilingi leher dan tidak jatuh ke pundak (stand-up collar) persis model kerah seragam tentara. Pada akhir pemerintah menjalankan kebijakan mobilisasi. Seragam anak sekolah perempuan diganti dari andonbakama (kimono dan Barat yang disebut serafuku (sailor fuku), yakni setelan blus mirip pakaian pelaut dan rok (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

i. Zaman Showa

Semasa perang, pemerintah membagikan pakaian seragam untuk penduduk laki-laki. Pakaian seragam untuk laki-laki disebut kokumin fuku (seragam rakyat). Wanita dipaksa memakai monpei yang berbentuk seperti


(36)

celana panjang untuk kerja dengan karet di bagian pergelangan kaki. Setelah Jepang kalah dalam mengenakan kimono sebelum akhirnya ditinggalkan karena tuntutan modernisasi. Dibandingan kerumitan memakai kimono, pakaian Barat dianggap lebih praktis sebagai pakaian sehari-hari .

Hingga pertengahan tahun wanita Jepang sebagai pakaian sehari-hari. Pada saat itu, kepopuleran kimono terangkat kembali setelah diperkenalkannya kimono berwarna-warni dari baha kesempatan santai. Setelah kimono tidak lagi populer, pedagang kimono mencoba berbagai macam strategi untuk meningkatkan angka penjualan kimono. Salah satu di antaranya dengan mengeluarkan "peraturan mengenakan kimono" yang disebut yakusoku. Menurut peraturan tersebut, kimono jenis tertentu dikatakan hanya cocok dengan aksesori tertentu. Maksudnya untuk mendikte pembeli agar membeli sebanyak mungkin barang. Strategi tersebut ternyata tidak disukai konsumen, dan minat masyarakat terhadap kimono makin menurun. Walaupun pedagang kimono melakukan promosi besar-besaran, opini "memakai kimono itu ruwet" sudah terbentuk di tengah masyarakat Jepang.

Hingga tahun 1960-an, kimono masih dipakai pria sebagai pakaian santai di rumah. Gambar pria yang mengenakan kimono di rumah masih bisa dilihat dalam berbagai 1970-an. Namun sekarang ini, kimono tidak dikenakan pria sebagai pakaian di


(37)

rumah, kecuali (id.wikipedia.org/wiki/kimono).

2.1.2.2 Hanbok

HaChosŏn-ot

tradisional cerah, dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku. Walaupun secara harfiah berarti "pakaian orang Korea", hanbok pada saat ini mengacu pada "pakaian gaya Dinasti Joseon" yang biasa dipakai secara formal atau semi-formal dalam perayaan atau festival tradisional.

Beberapa elemen dasar hanbok pada saat ini seperti jeogori atau baju, baji (celana) dan chima(rok) diduga telah dipakai sejak waktu yang lama, namun pada zaman mulai berkembang. Lukisan pada situs makam laki-laki dan wanita pada saat itu memakai celana panjang yang ketat dan baju yang berukuran sepinggang. Struktur tersebut sepertinya tidak banyak berubah sampai saat ini.

Pada akhir masa Tiga Kerajaan, wanita dari kalangan bangsawan mulai memakai rok berukuran panjang dan baju seukuran pinggang yang diikat di pinggang dengan celana panjang yang tidak ketat, serta memakai jubah seukuran pinggang dan diikatkan di pinggang. Pada masa ini, pakaian berbahan sutra dari dan pegawai kerajaan. Ada yang disebut pegawai kerajaan pada masa lalu.


(38)

Periode Goryeo

Ketika Dinasti damai dengan Kerajaan Mongol, raja Goryeo menikahi ratu Mongol dan pakaian pegawai kerajaan lalu mengikuti gaya Mongol. Sebagai hasil dari pengaruh Mongol ini, rok (chima) jadi sedikit lebih pendek. Sedangkan Jeogori (baju untuk tubuh bagian atas) diikat ke bagian dada dengan pita lebar, sedangkan lengan bajunya didesain agak ramping. Periode Joseon

Pada masa Dinasti Joseon, jeogori wanita secara perlahan menjadi ketat dan diperpendek. Pada abad ke-16, jeogori agak menggelembung dan panjangnya mencapai di bawah pinggang. Namun pada akhir abad ke-19, bergaya manchu yang sering dipakai hingga saat ini.

Chima pada masa akhir Joseon dibuat panjang dan jeogori menjadi pendek dan ketat. Heoritti atau heorimari yang terbuat dari kain linen difungsikan sebagai korset karena begitu pendeknya jeogori. Kalangan atas memakai hanbok dari kain rami yang ditenun atau bahan kain berkualitas tinggi, seperti bahan yang berwarna cerah pada musim panas dan bahan kain sutra pada musim dingin. Mereka menggunakan warna yang bervariasi dan terang. Rakyat biasa tidak dapat menggunakan bahan berkualitas bagus karena tidak sanggup membelinya. Umumnya dahulu kaum laki-laki dewasa mengenakan durumagi (semacam jaket panjang) saat keluar rumah (id.wikipedia.org/wiki/hanbok).


(39)

2.2 Jenis – jenis Kimono dan Hanbok 2.2.1 Jenis Kimono

Pakaian tradisional Jepang adalah kimono. Pada umumnya kimonodibuat dari sutera, berlengan besar yang menjulai dari bahu hingga ke tumit. Kimono dan obi yang kita kenal sekarang merupakan pakaian tradisional Jepang pada masa Edo (1600-1868).Obi menjadi bagian dari kimono wanita kira-kira pada pertengahan periode Edo.Ukuran obi yang standar adalah panjang 360 cm dan lebar 30 cm.

Model pakaian pada masa Edo banyak dipengaruhi oleh desain dan gaya artis. Para wanita di kelas samurai terus memakai kimono yang sederhana dengan obi yang terbuat dari braided cards. Sedangkan para wanita diluar kelas samurai mencoba memakai kimono dengan model yang lebih beragam dengan furisode (kimono dengan lengan panjang) yang sering dilihat dipanggung kabuki. Selama bertahun, obi diikat di depan atau disamping. Tetapi pada pertengahan Edo, obi mulai diikat di belakang. Dan katanya ini semua dimulai pada pertengahan tahun 1700 ketika aktor kabuki yang memerankan perempuan menggunakan obi yang diikat di belakang.

Terdapat berbagai macam jenis kimono dijepang dan tempat digunakannya kimono tersebut, diantaranya yaitu;

1. Furisode

Furisode (振袖) adalah kimono berlengan lebar yang dikenakan wanita muda yang belum menikah.Dibuat dari bahan berwarna cerah, motif kain berupa bunga dan tanaman, keindahan musim, binatang, atau burung yang digambar dengan tangan memakai teknik yuzen.Kain bisa bertambah mewah dengan


(40)

tambahan bordiran benang emas.Bukaan di bagian lengan kimono yang berdekatan dengan ketiak disebut furiyatsuguchi (振八つ口).Bukaan tersebut sengaja tidak dijahit hingga membentuk kantong lengan baju yang disebut tamoto (袂) hingga ke bagian ujung lengan kimono.Lebar tamoto pada furisode bisa mencapai 114 cm atau menjuntai hingga sekitar pergelangan kaki.Menurut urutan tingkat formalitas, furisode adalah kimono paling formal setara dengan kurotomesode, irotomesode, dan homongi.Furisode dikenakan sebagai pakaian terbaik untuk pesta perkawinan (ketika hadir sebagai tamu atau sebagai baju pengantin wanita), miai, dan upacara resmi, seperti seijin shiki, wisuda, atau resepsi sesudah wisuda (shaonkai). Alas kaki untuk furisode adalah zōri berhak tinggi.

2. Yukata (kimono musim panas)

Yukata (浴衣, baju sesudah mandi) adalah jenis kimono yang dibuat dari bahan kain katun tipis tanpa pelapis. Dibuat dari kain yang mudah dilewati angin, yukata dipakai agar badan menjadi sejuk di sore hari atau sesudah mandi malam berendam dengan air panas. Menurut urutan tingkat formalitas, yukata adalah kimono nonformal yang dipakai pria dan wanita pada kesempatan santai dimusim panas, misalnya sewaktu melihat pesta kembang api, matsuri (ennichi), atau menari pada perayaan obon. Yukata dapat dipakai siapa saja tanpa mengenal status, wanita sudah menikah atau belum menikah. Gerakan dasar yang harus dikuasai dalam nihon buyo selalu berkaitan dengan kimono. Ketika berlatih tari, penari mengenakan yukata sebagai pengganti kimono agar kimono berharga mahal tidak rusak karena keringat. Aktor kabuki mengenakan yukata ketika berdandan atau memerankan tokoh yang memakai yukata.


(41)

Pegulat sumo memakai yukata sebelum dan sesudah bertanding. Musim panas berarti musim pesta kembang api dan matsuri di Jepang. Jika terlihat orang memakai yukata, berarti tidak jauh dari tempat itu ada matsuri atau pesta kembang api.

Bahan yukata pria umumnya berwarna dasar gelap (hitam, biru tua, ungu tua) dengan corak garis-garis warna gelap. Wanita biasanya mengenakan yukata dari bahan berwarna dasar cerah atau warna pastel dengan corak aneka warna yang terang. Walaupun umumnya dibuat dari kain katun, yukata zaman sekarang juga dibuat dari tekstil campuran, seperti katun bercampur poliester. Berbeda dengan kimono jadi yang hampir-hampir tidak ada toko yang menjualnya, yukata siap pakai dalam berbagai ukuran dijual toko dengan harga terjangkau. Corak kain yang populer untuk yukata wanita, misalnya bunga sakura, seruni, poppy, bunga-bunga musim panas. atau ikan mas koki. Karakter anime seperti Hamtaro, Pokemon, dan Hello Kitty populer sebagai corak yukata untuk anak-anak.

3. Homongi

Homongi (訪問着 Hōmon-gi) adalah salah satu jenis kimono formal untuk wanita yang menikah atau belum menikah. Menurut urutan tingkat formalitas, homongi berada setingkat di bawah irotomesode. Dikenakan bersama fukuro obi, homongi dipakai sewaktu diundang ke pesta pernikahan yang bukan diadakan sanak keluarga, upacara minum teh, merayakan tahun baru, dan pesta-pesta.Sewaktu membeli kimono, pemakai bisa memesan lebar lengan kimono sesuai keinginan. Wanita yang belum menikah memakai homongi dengan bagian lengan yang lebih lebar. Ciri khas homongi disebut


(42)

eba(絵羽) yakni corak kain yang saling tepat bertemu di perpotongan kain (bagian jahitan kimono). Bila sehelai homongi dibeberkan, maka corak kain akan membentuk sebuah gambar utuh. Homongi dibuat dari bahan (tanmono) warna putih polos. Setelah bahan dipotong sesuai ukuran tubuh pemakai, kain dijelujur untuk membuat kimono sementara. Corak kain dilukis pada permukaan kain dengan memperhatikan letak perpotongan kain. Setelah kain selesai dilukis, jahitan sementara dibuka, dan proses pencelupan kain dimulai. Setelah pencelupan selesai, kain dijahit kembali sebelum diserahkan kepada pemesan. Corak yang saling bertemu di perpotongan kain merupakan perbedaan mencolok antara homongi dan tsukesage.

4. Tomesode

Tomesode (留 袖) adalah kimono paling formal untuk wanita yang sudah menikah. Tomesode dari kain krep berwarna hitam disebut kurotomesode (tomesode hitam), sedangkan tomesode dari kain krep berwarna disebut irotomesode (tomesode warna). Menurut urutan tingkat formalitas, tomesode adalah pakaian paling formal setara dengan baju malam. Istilah tomesode berasal tradisi wanita yang sudah menikah atau sudah menjalani genbuku untuk memperpendek lengan furisode yang dikenakannya semasa gadis. Kurotomesode hanya dikenakan sebagai pakaian formal ke pesta pernikahan sanak keluarga, pesta-pesta, serta upacara yang sangat resmi. Kimono jenis ini merupakan pakaian yang dikenakan istri nakōdo sewaktu hadir di pesta pernikahan. Bahan untuk kurotomesode adalah kain krep hitam tanpa motif tenun. Corak pertanda keberuntungan seperti burung jenjang atau seruni berada pada bagian bawah kimono. Posisi corak kain disesuaikan dengan usia


(43)

pemakai, semakin berumur pemakainya, corak kain makin diletakkan di bawah. Lambang keluarga berjumlah lima buah: satu di punggung, sepasang di belakang lengan, dan sepasang di dada bagian atas. Berbeda dengan kurotomesode, irotomesode tidak selalu harus dihiasi lima buah lambang keluarga. Sesuai formalitas acara yang ingin dihadiri pemakai, irotomesode cukup dilengkapi tiga buah lambang keluarga (satu di punggung, sepasang di bagian belakang lengan) atau cukup satu di bagian punggung. Irotomesode dikenakan sebagai pakaian formal sewaktu diundang ke pesta pernikahan sanak keluarga, pesta dan upacara resmi. Kain untuk irotomesode bisa berupa kain krep tanpa motif tenun atau kain krep dengan motif tenun seperti monishō, rinzu, dan shusuji.Wanita yang belum menikah juga boleh mengenakan irotomesode, namun bila sudah berumur atau ketika tidak ingin mengenakan homongi. Upacara resmi di istana kaisar dihadiri tamu dengan mengenakan irotomesode. Hitam sebagai warna duka merupakan alasan tidak dipakainya kurotomesode.

5. Kuromontsuki

Kimono pria dibuat dari bahan berwarna gelap seperti hijau tua, coklat tua, biru tua, dan hitam. Kimono paling formal berupa setelan montsuki hitam dengan hakama dan haori. Bagian punggung montsuki dihiasi lambang keluarga pemakai. Setelan montsuki yang dikenakan bersama hakama dan haori merupakan busana pengantin pria tradisional. Setelan ini hanya dikenakan sewaktu menghadiri upacara sangat resmi, misalnya resepsi pemberian penghargaan dari kaisar/pemerintah atau seijin shiki.


(44)

6. Uru no kimono

Kimono pria ini terbuat dari bahan wol, cendrung berbahan gelap. Kimono informal ini dipakai sehari-hari.

7. Uchihake

Uchihake merupakan kimono yang dipakai wanita untuk pernikahannya. Uchihake berwarna putih, sehingga kontras dengan warna tomesode yang berwarna hitam. Uchihake merupakan kimono yang paling indah. Kimono ini sangat mahal, sehingga kebanyakan orang tidak membelinya tetapi meminjamnya dan itupun dengan harga yang sangat mahal yaitu sekitar 50 juta rupiah. Jika diperhatikan dengan jelas, uchihake sangat panjang sampai menyentuh tanah, sehingga pengantin wanita harus dibantu untuk berjalan dengan kimono ini.

8. Mofuku

Mofuku adalah kimono yang dipakai khusus pada upacara pemakaman kerabat dekat. Kimono ini seluruhnya berwarna hitam sesuai dengan situasi kapan kimono ini dipakai. Tidak hanya kimono, obi pun memiliki beberapa variasi misalnya fukurasuzume, bunko, otaiko, dan kainokuchi. Untuk menjaga bentuk obi agar tidak rusak digunakan obijime. Ada beberapa cara dalam mengikat obijime, tergantung pada acaranya, misalnya obijime untuk perayaan, obijime untuk acara informal, ataupun obijime berduka.

Aksesoris lainnya yang biasa dipakai bersama kimono adalah geta, zori dan tabi. Geta merupakan sandal kayu asli Jepang. Geta dipakai bukan untuk fashion atau gaya, tetapi untuk menghindari kimono yang panjang terkena


(45)

kotor lumpur ketika berjalan diluar. Sedangkan tabi adalah kaus kaki gaya Jepang yang biasanya terbuat dari kartun dan berwarna putih.

Dibandingkan dengan pakaian barat, kimono cendrung membatasi gerak dan diperlukan lebih banyak waktu untuk mengenakannya dengan baik. Tetapi di Jepang, ada beberapa profesi yang mengenakan kimono sebagai bagian dari pekerjaan mereka seperti maiko, kannushi (pendeta shinto), soryo (pendeta budha), rikishi (pemain sumo), rakugoka (pencerita rakugo), dan nakai (wanita yang membawa dan menghidangkan makanan di restoran atau penginapan tradisional Jepang (Pitri, 2013: 79).

2.2.2 Jenis Hanbok

Seperti halnya kimono, hanbok juga tedapat berbagai macam jenis. Hanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah, dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku. Hanbok pada saat ini mengacu pada "pakaian gaya Dinasti Joseon" yang biasa dipakai secara formal atau semi-formal dalam perayaan atau festival tradisional.

Beberapa elemen dasar hanbok pada saat ini seperti jeogori (baju), baji (celana) dan chima(rok) diduga telah dipakai sejak waktu yang lama, namun pada zaman 16, pakaian sejenis ini mulai berkembang. Lukisan pada situs makam celana panjang yang ketat dan baju yang berukuran sepinggang. Struktur tersebut sepertinya tidak banyak berubah sampai saat ini.


(46)

Pada akhir masa Tiga Kerajaan, wanita dari kalangan bangsawan mulai memakai rok berukuran panjang dan baju seukuran pinggang yang diikat di pinggang dengan celana panjang yang tidak ketat, serta memakai jubah seukuran pinggang dan diikatkan di pinggang. Pada masa ini, pakaian berbahan sutra dari Tiongkok (Dinasti Tang) diadopsi oleh anggota keluarga kerajaan dan pegawai kerajaan. Ada yang disebut pegawai kerajaan pada masa lalu.

Ketika Dinasti dengan Kerajaan Mongol, raja Goryeo menikahi ratu Mongol dan pakaian pegawai kerajaan lalu mengikuti gaya Mongol. Sebagai hasil dari pengaruh Mongol ini, rok (chima) jadi sedikit lebih pendek. Sedangkan Jeogori (baju untuk tubuh bagian atas) diikat ke bagian dada dengan pita lebar, sedangkan lengan bajunya didesain agak ramping.

Pada masa Dinasti Joseon, jeogori wanita secara perlahan menjadi ketat dan diperpendek. Pada abad ke-16, jeogori agak menggelembung dan panjangnya mencapai di bawah pinggang. Namun pada akhir abad ke-manchu yang sering dipakai hingga saat ini.

Chima pada masa akhir Joseon dibuat panjang dan jeogori menjadi pendek dan ketat. Heoritti atau heorimari yang terbuat dari kain linen difungsikan sebagai korset karena begitu pendeknya jeogori. Kalangan atas memakai hanbok dari kain rami yang ditenun atau bahan kain berkualitas tinggi, seperti bahan yang berwarna cerah pada musim panas dan bahan kain sutra pada musim dingin. Mereka menggunakan warna yang bervariasi dan


(47)

terang. Rakyat biasa tidak dapat menggunakan bahan berkualitas bagus karena tidak sanggup membelinya. Umumnya dahulu kaum laki-laki dewasa mengenakan durumagi (semacam jaket panjang) saat keluar rumah.

Sedangkan pada hanbok pria, terdapat berbagai macam jenis, diantaranya;

1. Durumagi

Durumagi awalnya dipakai oleh pegawai Kerajaan sebagai pakaian dinas sehari-hari mereka. Durumagi adalah sejenis coat panjang yang dipakai sebagai luaran dikala angin sedang berhembus dingin – dinginnya.

2. Gat-Jeogori

Bentuknya sedikit lebih besar dibandingan dengan Jeogori. Bedanya hanya dibagian dalam pakaian jenis ini terbuat dari bulu kelinci, sehingga tetap membuat pemakainya tetap hangat. Bahan yang di luar biasanya terbuat dari sutra.

3. Changot

Di zaman Jeoseon dipakai oleh orang-orang kelas bangsawan atau prang terpandang. Merupakan varian lain hanbok selain hanbok yang biasa kita lihat.

4. Hakjangui

Ha- berarti belajar atau ilmu. hakja berarti ilmuwan atau cendekia. hanbok jenis ini dipakai oleh kalangan cendekia pada masa Koryo hingga masa Jeoseon. Dilihat dari garis potongan bajunya, memiliki makna rendah hari dan juga berbudi pekerti yang luhur.


(48)

5. Shimui

Hanbok ini dikenakan para cendekia/ilmuwan ketika di waktu senggang atau pada saat beristirahat. Shim (심) berarti merenung. Oleh karena para ilmuwan biasanya di waktu senggang masih suka merenungkan sesuatu, pakain ini kemudia dinamakan sedemikian hingga. Pakaian-pakaian ilmuwan ini, dilihat dari bentuknya, lebih cocok dikenakan untuk belajar pasif daripada aktif. Seperti melukis atau ilmu filsafat.

6. T’eol Magoja

Pakaian ini sebenarnya lebih ke arah pakaian orang Manchuria. Pertama kali diperkenalkan oleh seorang politikus Korea di zaman Jeoseon yang ditugaskan di daerah Manchuria, dan kembali lagi ke Korea dengan menggunakan pakaian jenis ini. Pakaian ini di dalamnya dilapisi bulu. Juga sebagai simbol kemewahan. (id.wikipedia.org/wiki/hanbok).


(49)

BAB III

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK KIMONO DENGAN HANBOK DAN WAKTU PEMAKAIANNYA

3.1 Karakteristi

3.1.1 Bahan Kimono dan Hanbok 3.1.1.1 Kimono

Bahan yang digunakan dalam membuat kimono yaitu dari tekstil, sutra, katun, linen, wol atau pada saat sekarang ini dari kain sintetis (Norio, 1982: 44) Dan bahan-bahan lainnya, sesuai dengan jenis pakaianya. Tapi pada umumnya dibuat dari katun, sutera, berlengan besar yang menjulai dari bahu hingga ke tumit (pitri, 2013: 79).

3.1.1.2 Hanbok

Bahan yang digunakan hanbok, untuk golongan masyarakat umum atau rakyat biasa, mengenakan bahan yang sederhana terbuat dari bahan kain katun dengan pembatasan warna, yakni hanya warna putih, pink muda, hijau muda dan abu-abu. Dan juga kain linen dan kain rami untuk kalangan atas.


(50)

3.1.2 Bentuk Kimono dan Hanbok 3.1.2.1 Kimono

1. Furisode

Furisode (振袖) adalah kimono berlengan lebar yang dikenakan wanita

muda yang belum menikah. Dibuat dari bahan berwarna cerah, motif kain berupa bunga dan tanaman, keindahan musim, binatang, atau burung yang digambar dengan tangan memakai teknik yuzen. Kain bisa bertambah mewah dengan tambahan bordiran benang emas. Bukaan di bagian lengan kimono yang berdekatan dengan ketiak disebut furiyatsuguchi (振八つ口). Bukaan tersebut sengaja tidak dijahit hingga membentuk kantong lengan baju yang disebut tamoto (袂) hingga ke bagian ujung lengan kimono. Lebar tamoto pada furisode bisa mencapai 114 cm atau menjuntai hingga sekitar pergelangan kaki. Menurut urutan tingkat formalitas, furisode adalah kimono paling formal setara dengan kurotomesode, irotomesode, dan homongi. Furisode dikenakan sebagai pakaian terbaik untuk pesta perkawinan (ketika hadir sebagai tamu atau sebagai


(51)

baju pengantin wanita), miai, dan upacara resmi, seperti seijin shiki, wisuda, atau resepsi sesudah wisuda (shaonkai). Alas kaki untuk furisode adalah zōri berhak tinggi.

2. Yukata (kimono musim panas)

Yukata (浴衣, baju sesudah mandi) adalah jenis kimono yang dibuat dari bahan kain katun tipis tanpa pelapis. Dibuat dari kain yang mudah dilewati angin, yukata dipakai agar badan menjadi sejuk di sore hari atau sesudah mandi malam berendam dengan air panas.

Menurut urutan tingkat formalitas, yukata adalah kimono nonformal yang dipakai pria dan wanita pada kesempatan santai dimusim panas, misalnya sewaktu melihat pesta kembang api, matsuri (ennichi), atau menari pada perayaan obon. Yukata dapat dipakai siapa saja tanpa mengenal status, wanita sudah menikah atau belum menikah. Gerakan dasar yang harus


(52)

dikuasai dalam nihon buyo selalu berkaitan dengan kimono. Ketika berlatih tari, penari mengenakan yukata sebagai pengganti kimono agar kimono berharga mahal tidak rusak karena keringat. Aktor kabuki mengenakan yukata ketika berdandan atau memerankan tokoh yang memakai yukata. Pegulat sumo memakai yukata sebelum dan sesudah bertanding. Musim panas berarti musim pesta kembang api dan matsuri di Jepang. Jika terlihat orang memakai yukata, berarti tidak jauh dari tempat itu ada matsuri atau pesta kembang api.

Bahan yukata pria umumnya berwarna dasar gelap (hitam, biru tua, ungu tua) dengan corak garis-garis warna gelap. Wanita biasanya mengenakan yukata dari bahan berwarna dasar cerah atau warna pastel dengan corak aneka warna yang terang. Walaupun umumnya dibuat dari kain katun, yukata zaman sekarang juga dibuat dari tekstil campuran, seperti katun bercampur poliester. Berbeda dengan kimono jadi yang hampir-hampir tidak ada toko yang menjualnya, yukata siap pakai dalam berbagai ukuran dijual toko dengan harga terjangkau. Corak kain yang populer untuk yukata wanita, misalnya bunga sakura, seruni, poppy, bunga-bunga musim panas. atau ikan mas koki. Karakter anime seperti Hamtaro, Pokemon, dan Hello Kitty populer sebagai corak yukata untuk anak-anak.


(53)

3. Homongi

Homongi (訪問着 Hōmon-gi) adalah salah satu jenis kimono formal untuk wanita yang belum menikah. Menurut urutan tingkat formalitas, homongi berada setingkat di bawah irotomesode. Dikenakan bersama fukuro obi, homongi dipakai sewaktu diundang ke pesta pernikahan yang bukan diadakan sanak keluarga, upacara minum teh, merayakan tahun baru, dan pesta-pesta. Sewaktu membeli kimono, pemakai bisa memesan lebar lengan kimono sesuai keinginan. Wanita yang belum menikah memakai homongi dengan bagian lengan yang lebih lebar. Ciri khas homongi disebut eba (絵羽) yakni corak kain yang saling tepat bertemu di perpotongan kain (bagian jahitan kimono). Bila sehelai homongi dibeberkan, maka corak kain akan membentuk sebuah gambar utuh. Homongi dibuat dari bahan (tanmono) warna putih polos. Setelah bahan dipotong sesuai ukuran tubuh pemakai, kain dijelujur untuk membuat kimono sementara. Corak kain dilukis pada permukaan kain dengan memperhatikan letak perpotongan kain. Setelah kain selesai dilukis, jahitan


(54)

sementara dibuka, dan proses pencelupan kain dimulai. Setelah pencelupan selesai, kain dijahit kembali sebelum diserahkan kepada pemesan. Corak yang saling bertemu di perpotongan kain merupakan perbedaan mencolok antara homongi dan tsukesage.

4. Tomesode Kurotomesode

Irotomesode

Tomesode (留 袖) adalah kimono paling formal untuk wanita yang sudah menikah. Tomesode dari kain krep berwarna hitam disebut kurotomesode (tomesode hitam), sedangkan tomesode dari kain krep berwarna disebut


(55)

irotomesode (tomesode warna). Menurut urutan tingkat formalitas, tomesode adalah pakaian paling formal setara dengan baju malam. Istilah tomesode berasal tradisi wanita yang sudah menikah atau sudah menjalani genbuku untuk memperpendek lengan furisode yang dikenakannya semasa gadis. Kurotomesode hanya dikenakan sebagai pakaian formal ke pesta pernikahan sanak keluarga, pesta-pesta, serta upacara yang sangat resmi. Kimono jenis ini merupakan pakaian yang dikenakan istri nakōdo sewaktu hadir di pesta pernikahan. Bahan untuk kurotomesode adalah kain krep hitam tanpa motif tenun. Corak pertanda keberuntungan seperti burung jenjang atau seruni berada pada bagian bawah kimono. Posisi corak kain disesuaikan dengan usia pemakai, semakin berumur pemakainya, corak kain makin diletakkan di bawah. Lambang keluarga berjumlah lima buah: satu di punggung, sepasang di belakang lengan, dan sepasang di dada bagian atas. Berbeda dengan kurotomesode, irotomesode tidak selalu harus dihiasi lima buah lambang keluarga. Sesuai formalitas acara yang ingin dihadiri pemakai, irotomesode cukup dilengkapi tiga buah lambang keluarga (satu di punggung, sepasang di bagian belakang lengan) atau cukup satu di bagian punggung. Irotomesode dikenakan sebagai pakaian formal sewaktu diundang ke pesta pernikahan sanak keluarga, pesta dan upacara resmi. Kain untuk irotomesode bisa berupa kain krep tanpa motif tenun atau kain krep dengan motif tenun seperti monishō, rinzu, dan shusuji.Wanita yang belum menikah juga boleh mengenakan irotomesode, namun bila sudah berumur atau ketika tidak ingin mengenakan homongi. Upacara resmi di istana kaisar dihadiri tamu dengan mengenakan


(56)

irotomesode. Hitam sebagai warna duka merupakan alasan tidak dipakainya kurotomesode.

5. Kuromontsuki

Kimono pria dibuat dari bahan berwarna gelap seperti hijau tua, coklat tua, biru tua, dan hitam. Kimono paling formal berupa setelan montsuki hitam dengan hakama dan haori. Bagian punggung montsuki dihiasi lambang keluarga pemakai. Setelan montsuki yang dikenakan bersama hakama dan haori merupakan busana pengantin pria tradisional. Setelan ini hanya dikenakan sewaktu menghadiri upacara sangat resmi, misalnya resepsi pemberian penghargaan dari kaisar/pemerintah atau seijin shiki.


(57)

6. Uru no kimono

Kimono pria ini terbuat dari bahan wol, cendrung berbahan gelap. Kimono informal ini dipakai sehari-hari.

7. Uchihake

Uchihake merupakan kimono yang dipakai wanita untuk pernikahannya. Uchihake berwarna putih, sehingga kontras dengan warna tomesode yang berwarna hitam. Uchihake merupakan kimono yang paling


(58)

indah. Kimono ini sangat mahal, sehingga kebanyakan orang tidak membelinya tetapi meminjamnya dan itupun dengan harga yang sangat mahal yaitu sekitar 50 juta rupiah. Jika diperhatikan dengan jelas, uchihake sangat panjang sampai menyentuh tanah, sehingga pengantin wanita harus dibantu untuk berjalan dengan kimono ini.

8. Mofuku

Mofuku adalah kimono yang dipakai khusus pada upacara pemakaman kerabat dekat. Kimono ini seluruhnya berwarna hitam sesuai dengan situasi kapan kimono ini dipakai. Tidak hanya kimono, obi pun memiliki beberapa variasi misalnya fukurasuzume, bunko, otaiko, dan kainokuchi. Untuk menjaga bentuk obi agar tidak rusak digunakan obijime. Ada beberapa cara dalam mengikat obijime, tergantung pada acaranya, misalnya obijime untuk perayaan, obijime untuk acara informal, ataupun obijime berduka (Pitri, 2013, 80)


(59)

3.1.2.2 Hanbok

Hanbok (Korea Selatan) atau Chosŏn -ot (Korea Utara) adalah pakaian tradisional masyarakat Korea. “Han” adalah sebutan bagi Korea, dan “bok” berarti pakaian. Jadi, secara harfiah orang Korea pun sebenarnya hanya menyebut pakaian mereka sebagai “pakaian korea”. Orang Korea sangat bangga memakai hanbok, karena Hanbok merupakan identitas pakaian tradisional mereka. Hanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah, dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku. Walaupun secara harfiah berarti “pakaian orang Korea”, hanbok pada saat ini mengacu pada “pakaian gaya Dinasti Joseon” yang biasa dipakai secara formal atau semi-formal dalam perayaan atau festival tradisional, seperti Chuseok atau Seol-nal (hari Imlek).

Jeogori

Jeogori atau atasan Hanbok wanita, dibandingkan dengan hanbok Pria, lebih sering mengalami perubahan. Sebelum dinasti Jeoseon, panjangnya sepinggang dan terikat menghubungkan bagian depan dengan bagian belakang. Dimasa


(60)

Jeoseon akhir, bentuk jeogori hanya sepanjang batas bawah ketiak. Namun, bagian depannya lebih panjang hingga menutupi area dada.

Chima atau rok

Chima adalah semacam rok yang bulat mengembang dan panjangnya mulai dada hingga menutupi kaki. Saat ini, dibuat seperti sejenis dengan baju u-can see untuk mempermudah pemakaian. Dengan bentuknya yang longgar dan mengembang, tentu saja menyembunyikan bentuk lekuk tubuh wanita pemakainya. Hal ini sesuai dengan ajaran konfusianisme yang banyak dianut orang Korea zman dulu. Namun, bentuknya yang longgar membuat pemakainya leluasa untuk melakukan pekerjaan rumah dengan bersila dan berjongkok -posisi yang nyaman untuk bekerja pada saat itu- juga untuk berhormat kepada orang.

Otgoreum (Cloth Strings)

Otgoreum adalah pita yang dipakai pada baju hanbok untuk wanita, yang melintang ke rok atau chima.


(61)

Gat-Jeogori

Bentuknya sedikit lebih besar dibandingan dengan Jeogori. Bedanya hanya dibagian dalam pakaian jenis ini terbuat dari bulu kelinci, sehingga tetap membuat pemakainya tetap hangat. Bahan yang di luar biasanya terbuat dari sutra.

Changot

Di zaman Jeoseon dipakai oleh orang-orang kelas bangsawan atau prang terpandang. Merupakan varian lain hanbok selain hanbok yang biasa kita lihat.


(62)

Hanbok Pria

Jeogori bagi Pria, pada umumnya sedikit berbeda dibandingkan dengan milik wanita. Bagi pria, ukurannya sepanjang pinggang bahkan lebih panjang. Namun, seperti halnya Jeogori untuk wanita, untuk mengaitkan pakaian antara kanan dengan kiri, diikatkan dengan pita di depan dada. Hal yang paling penting dalam pembedaan hanbok pria dan wanita adalah cara penyimpulan pita. Coba anda perhatikan, penyimpulan pita di hanbok wanita menyisakan bagian sisa yang lebih panjang hingga menjuntai, dan simpul berada di sebelah kiri. Sedangkan untuk pria, tak ada bagian sisa yang menjuntai. Baji atau celana, sebelum zaman Jeoseon, bentuknya menyempit dan mengikuti lekuk tubuh untuk memudahkan aktifitas berburu dan berkuda. Namun, di masa Jeoseon yang bidang agrarisnya lebih ditekankan, celana longgar semacam model baggy lebih nyaman digunakan. Baji pun lebih nyaman didunakan untuk berjongkok dan bersila di atas lantai, daripada celana yang ketat.


(63)

Durumagi

Durumangi awalnya dipakai oleh pegawai Kerajaan sebagai pakaian dinas sehari-hari mereka. Durumagi adalah sejenis coat panjang yang dipakai sebagai luaran dikala angin sedang berhembus dingin – dinginnya.

Hakjangui

Ha- berarti belajar atau ilmu. hakja berarti ilmuwan atau cendekia. hanbok jenis ini dipakai oleh kalangan cendekia pada masa Koryo hingga masa


(64)

Jeoseon. Dilihat dari garis potongan bajunya, memiliki makna rendah hari dan juga berbudi pekerti yang luhur.

Shimui

Hanbok ini dikenakan para cendekia/ilmuwan ketika di waktu senggang atau pada saat beristirahat. Shim (심) berarti merenung. Oleh karena para ilmuwan biasanya di waktu senggang masih suka merenungkan sesuatu, pakain ini kemudia dinamakan sedemikian hingga. Pakaian-pakaian ilmuwan ini, dilihat dari bentuknya, lebih cocok dikenakan untuk belajar pasif daripada aktif. Seperti melukis atau ilmu filsafat.


(65)

T’eol Magoja

Pakaian ini sebenarnya lebih ke arah pakaian orang Manchuria. Pertama kali diperkenalkan oleh seorang politikus Korea di zaman Jeoseon yang ditugaskan di daerah Manchuria, dan kembali lagi ke Korea dengan menggunakan pakaian jenis ini. Pakaian ini di dalamnya dilapisi bulu. Juga sebagai simbol kemewahan.


(66)

3.1.3 Warna Kimono dan Hanbok 3.1.3.1 Kimono

1. Furisode

Furisode (振袖) adalah kimono berlengan lebar yang dikenakan wanita muda yang belum menikah.Dibuat dari bahan berwarna cerah, motif kain berupa bunga dan tanaman, keindahan musim, binatang, atau burung yang digambar dengan tangan memakai teknik yuzen.

2. Yukata (kimono musim panas)

Yukata (浴衣, baju sesudah mandi) adalah jenis kimono yang dibuat dari bahan kain katun tipis tanpa pelapis. Dibuat dari kain yang mudah dilewati angin, yukata dipakai agar badan menjadi sejuk di sore hari atau sesudah mandi malam berendam dengan air panas. Bahan yukata pria umumnya berwarna dasar gelap (hitam, biru tua, ungu tua) dengan corak garis-garis warna gelap. Wanita biasanya mengenakan yukata dari bahan berwarna dasar cerah atau warna pastel dengan corak aneka warna yang terang. Corak kain yang populer untuk yukata wanita, misalnya bunga sakura, seruni, poppy, bunga-bunga musim panas. atau ikan mas koki. Karakter anime seperti Hamtaro, Pokemon, dan Hello Kitty populer sebagai corak yukata untuk anak-anak.

3. Homongi

Homongi (訪問着 Hōmon-gi) adalah salah satu jenis kimono formal untuk wanita yang menikah atau belum menikah.. Wanita yang belum menikah memakai homongi dengan bagian lengan yang lebih lebar. Ciri khas homongi disebut eba (絵羽) yakni corak kain yang saling tepat bertemu di perpotongan kain (bagian jahitan kimono). Bila sehelai homongi dibeberkan, maka corak


(67)

kain akan membentuk sebuah gambar utuh. Homongi dibuat dari bahan (tanmono) warna putih polos. Setelah bahan dipotong sesuai ukuran tubuh pemakai, kain dijelujur untuk membuat kimono sementara. Corak kain dilukis pada permukaan kain dengan memperhatikan letak perpotongan kain. Setelah kain selesai dilukis, jahitan sementara dibuka, dan proses pencelupan kain dimulai. Setelah pencelupan selesai, kain dijahit kembali sebelum diserahkan kepada pemesan. Corak yang saling bertemu di perpotongan kain merupakan perbedaan mencolok antara homongi dan tsukesage.

4. Tomesode

Tomesode (留 袖) adalah kimono paling formal untuk wanita yang sudah menikah. Tomesode dari kain krep berwarna hitam disebut kurotomesode (tomesode hitam), sedangkan tomesode dari kain krep berwarna disebut irotomesode (tomesode warna). Corak pertanda keberuntungan seperti burung jenjang atau seruni berada pada bagian bawah kimono. Posisi corak kain disesuaikan dengan usia pemakai, semakin berumur pemakainya, corak kain makin diletakkan di bawah.

5. Kuromontsuki

Kimono pria dibuat dari bahan berwarna gelap seperti hijau tua, coklat tua, biru tua, dan hitam. Kimono pria ini terbuat dari bahan wol, cendrung berbahan gelap. Kimono informal ini dipakai sehari-hari.

7. Uchihake

Uchihake merupakan kimono yang dipakai wanita untuk pernikahannya. Uchihake berwarna putih, sehingga kontras dengan warna tomesode yang berwarna hitam.


(68)

8. Mofuku

Mofuku adalah kimono yang dipakai khusus pada upacara pemakaman kerabat dekat. Kimono ini seluruhnya berwarna hitam sesuai dengan situasi kapan kimono ini dipakai (Pitri, 2013: 79).

3.1.3.2 Hanbok

Hanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah, dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku. Pada musim panas, bahanya berwarna cerah dan bahan kain sutra pasda musim dingin (id.wikipedia.org/wiki/hanbok).

3.2 Waktu Pemakaian Kimono dan Hanbok 3.2.1 Kimono

1. Furisode

Furisode (振袖) adalah kimono berlengan lebar yang dikenakan wanita

muda yang belum menikah.Furisode dikenakan sebagai pakaian terbaik untuk pesta perkawinan (ketika hadir sebagai tamu atau sebagai baju pengantin wanita), miai, dan upacara resmi, seperti seijin shiki, wisuda, atau resepsi sesudah wisuda (shaonkai). Alas kaki untuk furisode adalah zōri berhak tinggi.

2. Yukata (kimono musim panas)

Yukata (浴衣, baju sesudah mandi) adalah jenis kimono yang dibuat dari bahan kain katun tipis tanpa pelapis. Dibuat dari kain yang mudah dilewati angin, yukata dipakai agar badan menjadi sejuk di sore hari atau sesudah mandi


(69)

malam berendam dengan air panas. Menurut urutan tingkat formalitas, yukata adalah kimono nonformal yang dipakai pria dan wanita pada kesempatan santai dimusim panas, misalnya sewaktu melihat pesta kembang api, matsuri (ennichi), atau menari pada perayaan obon. Yukata dapat dipakai siapa saja tanpa mengenal status, wanita sudah menikah atau belum menikah. Aktor kabuki mengenakan yukata ketika berdandan atau memerankan tokoh yang memakai yukata. Pegulat sumo memakai yukata sebelum dan sesudah bertanding. Musim panas berarti musim pesta kembang api dan matsuri di Jepang. Jika terlihat orang memakai yukata, berarti tidak jauh dari tempat itu ada matsuri atau pesta kembang api.

Berbeda dengan kimono jadi yang hampir-hampir tidak ada toko yang menjualnya, yukata siap pakai dalam berbagai ukuran dijual toko dengan harga terjangkau. Corak kain yang populer untuk yukata wanita, misalnya bunga sakura, seruni, poppy, bunga-bunga musim panas atau ikan mas koki.

3. Homongi

Homongi (訪問着 Hōmon-gi) adalah salah satu jenis kimono formal untuk wanita yang menikah atau belum menikah. Menurut urutan tingkat formalitas, homongi berada setingkat di bawah irotomesode. Dikenakan bersama fukuro obi, homongi dipakai sewaktu diundang ke pesta pernikahan yang bukan diadakan sanak keluarga, upacara minum teh, merayakan tahun baru, dan pesta-pesta.

4. Tomesode

Tomesode (留 袖) adalah kimono paling formal untuk wanita yang sudah menikah. Kurotomesode hanya dikenakan sebagai pakaian formal ke pesta


(70)

pernikahan sanak keluarga, pesta-pesta, serta upacara yang sangat resmi. Kimono jenis ini merupakan pakaian yang dikenakan istri nakōdo sewaktu hadir di pesta pernikahan. Bahan untuk kurotomesode adalah kain krep hitam tanpa motif tenun. Corak pertanda keberuntungan seperti burung jenjang atau seruni berada pada bagian bawah kimono. Posisi corak kain disesuaikan dengan usia pemakai, semakin berumur pemakainya, corak kain makin diletakkan di bawah. Irotomesode dikenakan sebagai pakaian formal sewaktu diundang ke pesta pernikahan sanak keluarga, pesta dan upacara resmi. Kain untuk irotomesode bisa berupa kain krep tanpa motif tenun atau kain krep dengan motif tenun seperti monishō, rinzu, dan shusuji.Wanita yang belum menikah juga boleh mengenakan irotomesode, namun bila sudah berumur atau ketika tidak ingin mengenakan homongi. Upacara resmi di istana kaisar dihadiri tamu dengan mengenakan irotomesode. Hitam sebagai warna duka merupakan alasan tidak dipakainya kurotomesode.

5. Kuromontsuki

6. Uru no kimono


(71)

Kimono pria ini terbuat dari bahan wol, cendrung berbahan gelap. Kimono informal ini dipakai sehari-hari.

7. Uchihake

Uchihake merupakan kimono yang dipakai wanita untuk pernikahannya. 8. Mofuku

Mofuku adalah kimono yang dipakai khusus pada upacara pemakaman kerabat dekat. Kimono ini seluruhnya berwarna hitam sesuai dengan situasi kapan kimono ini dipakai. Tidak hanya kimono, obi pun memiliki beberapa variasi misalnya fukurasuzume, bunko, otaiko, dan kainokuchi. Untuk menjaga bentuk obi agar tidak rusak digunakan obijime. Ada beberapa cara dalam mengikat obijime, tergantung pada acaranya, misalnya obijime untuk perayaan, obijime untuk acara informal, ataupun obijime berduka (Pitri, 2013: 79).

3.2.2 Hanbok

Hanbok pada saat ini mengacu pada “pakaian gaya Dinasti Joseon” yang biasa dipakai secara formal atau semi-formal dalam perayaan atau festival tradisional, seperti Chuseok atau Seol-nal (hari Imlek).

1. Durumagi

Awalnya durumagi dipakai oleh pegawai Kerajaan sebagai pakaian dinas sehari-hari mereka. Durumagi adalah sejenis coat panjang yang dipakai sebagai luaran dikala angin sedang berhembus dingin – dinginnya.

2. Changot

Di zaman Jeoseon dipakai oleh orang-orang kelas bangsawan atau para terpandang.


(72)

3. Hakjangui

Ha- berarti belajar atau ilmu. hakja berarti ilmuwan atau cendekia. hanbok jenis ini dipakai oleh kalangan cendekia pada masa Koryo hingga masa Jeoseon.

4. Shimui

Hanbok ini dikenakan para cendekia/ilmuwan ketika di waktu senggang atau pada saat beristirahat. Shim (심) berarti merenung. Oleh karena para ilmuwan biasanya di waktu senggang masih suka merenungkan sesuatu.

5. T’eol Magoja

Pakaian ini sebenarnya lebih ke arah pakaian orang Manchuria. Pertama kali diperkenalkan oleh seorang politikus Korea di zaman Jeoseon yang ditugaskan di daerah Manchuria, dan kembali lagi ke Korea dengan menggunakan pakaian jenis ini. Pakaian ini di dalamnya dilapisi bulu. Juga sebagai simbol kemewahan (id.wikipedia.org/wiki/hanbok).

3.3 Perbandingan Kimono dan Hanbok

NO KIMONO NO HANBOK

1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam membuat kimono yaitu dari tekstil, sutra,

katun, linen, wol atau pada saat sekarang ini dari kain sintetis.

1 Bahan

Bahan yang digunakan hanbok, untuk golongan masyarakat umum atau rakyat biasa, mengenakan bahan yang sederhana terbuat dari bahan kain katun dengan pembatasan warna, yakni hanya warna putih, pink


(1)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Pakaian bukan hanya sebagai penutup atau pelindung tubuh, tetapi juga salah satu elemen penting dari kebudayaan yang dapat menonjolkan sisi unik dan indentitas suatu bangsa. Dan pakaian juga berfungsi sebagai ‘alat’ komunikasi yang non-verbal, karena pakaian mengandung simbol-simbol yang memiliki beragam makna. Hal ini menjadikan pakaian sangat menarik untuk dikaji.

Setelah penulis menjelaskan perbandingan karakteristik kimono dengan hanbok, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut;

1. Bahan yang digunakan dalam membuat Kimono yaitu dari tekstil, sutra, katun, linen, wol atau pada saat sekarang ini dari kain sintetis sedangkan bahan yang digunakan Hanbok untuk golongan masyarakat umum atau rakyat biasa, mengenakan bahan yang sederhana terbuat dari bahan kain katun dengan pembatasan warna, yakni hanya warna putih, pink muda, hijau muda dan abu-abu. Dan juga kain linen dan kain rami untuk kalangan atas. Serta bahan dari sutra bagi para raja.

Bahan yang digunakan untuk membuat Kimono lebih bervariatif dan lebih banyak dibanding Hanbok.

2. Bentuk Kimono ada yang berlengan lebar yang dikenakan wanita mudayang belum menikah. Serta berbentuk baju terusan, pada bagian bawah dada, sedangkanHanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah, dengan


(2)

garis yang sederhana serta tidak memiliki saku. Bagian – bagian dari hanbok wanita tersebut adalah; Jeogori, chima dan Otgoreum (Cloth Strings).

Bentuk Kimono lebih menarik dan lebih berseni daripada Hanbok.Kimono lebih banyak corak dan warna, sedangkan Hanbok tidak mempunyai banyak corak dan warna, tetapi warna pada Hanbok lebih cerah dibandingkan Kimono.

3. Kimono warnanya ada yang cerah, motif kain berupa bunga dan tanaman, keindahan musim, binatang, atau burung yang digambar dengan tangan memakai teknik yuzen. Ada juga berwarna dasar gelap (hitam, biru tua, ungu tua) dengan corak garis-garis warna gelap. Pada kimono wanita yang lain, misalnya bercorak bunga sakura, seruni, poppy, bunga-bunga musim panas. atau ikan mas koki. Karakter anime seperti Hamtaro, Pokemon, dan Hello Kitty populer. Untuk kimono sehari-hari bagi pria, berwarna gelap sedangkan hanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah, dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku. Pada musim panas, bahanya berwarna cerah dan bahan kain sutra pada musim dingin.

Kimono diberi berbagai macam motif, sehingga menjadi lebih menarik dan berseni untuk digunakan dan dilihat, sedangkan Hanbok tidak mempunyai banyak motif.

4.Kimono pria dibuat dari bahan berwarna gelap seperti hijau tua, coklat tua, biru tua, dan hitam. Kimono paling formal berupa setelan montsuki hitam dengan hakama dan haori. Bagian punggung montsuki dihiasi lambang keluarga pemakai. Setelan montsuki yang dikenakan bersama hakama dan


(3)

haori merupakan busana pengantin pria tradisional. Setelan ini hanya dikenakan sewaktu menghadiri upacara sangat resmi, misalnya resepsi pemberian penghargaan dari kaisar / pemerintah atau seijin shiki. Jenis kimono pria yang lain adalah uru no kimono. Kimono informal ini terbuat dari bahan wol, cendrung berbahan gelap.Pada Hanbok, corak, bahan, warna, dan bentuk lebih sederhana.

5. Waktu pemakaian Kimono berpariasi, ada yang digunakan pada saat menikah, pesta perkawinan, pada upacara resmi seperti, wisuda atau resepsi sesudah wisuda. Ada juga yang digunakan pada musim panas. Sedangkan Hanbok dipakai pada acara formal maupun tidak formal, perayaan atau festival tradisional, pada musim dingin, dan pada waktu istirahat.

Waktu pemakaian Kimono lebih berpariasi dan lebih banyak digunakan pada acara-acara tertentu, sedangkan Hanbok hanya digunakan pada kegiatan sehari-hari.


(4)

4.2 Saran

Membandingkan suatu pakaian Jepang (kimono) dengan pakaian korea (hanbok) sangat erat hubungan dari faktor budaya dari bangsa tersebut. Jepang dan korea adalah negara yang satu rumpun, maka tidak heran kalau kebudayaan kedua negara tersebut mempunyai karakteristik yang sama, tetapi juga mempunyai perbedaan, sehingga keduanya memiliki ciri khas masing-masing.

Dengan pengalaman yang penulis rasakan dan alami, maka penulis menyarankan Pembaca maupun pembelajar agar memperkaya ilmu pengetahuan tentang perbandingan antara kimono dan hanbok tidak hanya dari segi pakaian, tetapi juga dari segi bahasanya, serta adat istiadat, budaya dari setiap negara. Sehingga diharapkan mendapat wawasan cakrawala tentang perbandingan serta budaya masing-masing dari setiap negara.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Haryanti, Fitri.2013. all about Japan Panduan lengkap dan informasi tentang Jepang untuk belajar, bekerja dan beriwisata.Yogyakarta: Andi Offset. Koentjaraningrat, 2005. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Bandung: Pustaka wacana

Nazir, Moh.199. Metode Penilitian. Jakarta: Ghalilia Indonesia. Setiadi, 2007. Konsep Dan Penulisan Riset. Graha Ilmu: Jakarta

Yamanak. Norio.1982 The book of Kimono. Japan.Kodansha International Ltd.

Pengertian Pakaian Tradisional.(Maret 27,2014.14:35)

Pengertian Pakaian. (Maret 27,2014.14.25).

Mengenal bagian-bagian Hanbok, Baju khas Negeri Korea. (Maret,2014. 14)

Kemiripan bangsa-bangsa Cina, Korea dan Jepang rumpun Bahasa Austronesi. (Maret 27,2014.14:15).

www://Usepmulyana.Files.Wordpres.com Pemilihan dan definisi masalah.(Maret.27.2014.15:30).

www:Id.Wikipedia.Com/wiki/kimono.(Maret 27,2014.14:40) www:Id.Wikipedia.Com/wiki/hanbok.(Maret 27.2014. 14:40)

ahli.html.(Maret 27,2014. 14:40)

www.hidayatulla.com /artikel/tsaqafah/read/2011/07/15/2201/pendidikan karakter-mau-kemana.html (Maret 27, 2014:14 :40)


(6)

www. Teruskan.com/10426/mengenal-bagian-bagian-hanbk-baju-khas negeri-korea.html(Maret 27,2014:14:40)

www.Kamus BahasaIndonesia.org(Maret 27, 2014:14:50)