Teknik Pemakaian Kimono Kimono No Kitsuke

(1)

TEKNIK PEMAKAIAN KIMONO

KIMONO NO KITSUKE

KERTAS KARYA

Dikerjakan O L E H

PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

NUR RIZKY ANANDA LUBIS NIM : 112203013


(2)

TEKNIK PEMAKAIAN KIMONO

KIMONO NO KIKATA

KERTAS KARYA

Kertas karya ini diajukan kepada panitia uiian Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam Program Studi Bahasa Jepang.

Dikerjakan OLEH:

NUR RIZKY ANANDA LUBIS NIM : 112203013

Pembimbing, Pembaca,

Dr. Diah Syafitri Handayani, M.Litt.

PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

Zulnaidi,SS,M.Hum NIP. 197212281999032001 NIP. 19670807 2004 01 1001


(3)

PENGESAHAN

Diterima Oleh:

Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan,

Untuk melengkapi salah satu syarat tugas akhir Diploma III dalam Program Studi Bahasa Jepang

Pada :

Tanggal :

Hari :

Program Diploma Sastra Budaya

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr.Syahron Lubis.M.A NIP.19511013 1976 03 1 001

Panitia Tugas Akhir:

No. Nama Tanda Tangan

1. Zulnaidi,SS,M.Hum ( )

2. Dr. Diah Syafitri Handayani, M.Litt. ( )


(4)

Disetujui Oleh:

Program Diploma Sastra Dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi D-III Bahasa Jepang Ketua,

Zulnaidi,SS,M.Hum

NIP. 19670807 2004 01 1 001


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini, sebagai syarat untuk memenuhi ujian akhir Diploma III Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Kertas Karya ini berjudul “TEKNIK PEMAKAIAN KIMONO”.

Penulis menyadari bahwa apa yang telah tertulis dalam kertas karya ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi maupun penulisan demi kesempurnaan, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk ke arah perbaikan

Dalam kertas karya ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang cukup bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Zulnaidi, S.S., M.Hum, selaku ketua jurusan Bahasa Jepang

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Diah Syahfitri Handayani, M.Litt., selaku dosen pembimbing yang

telah bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini.

4. Bapak Zulnaidi, S.S., M.Hum, selaku dosen pembaca yang telah memberikan


(6)

karya ini.

5. Kedua orang tua penulis yang telah memotivasi penulis untuk segera

menyelesaikan kertas karya ini. Karya ini penulis persembahkan untuk ayah dan ibu dan seluruh keluarga yang penulis cintai.

6. Teman-teman seangkatan penulis yang penulis sayangi HINODE 2011, tiga

tahun sungguh terasa cepat, tetapi juga bukan suatu waktu yang singkat. 7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam pembuatan kertas karya ini, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan kertas karya ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih. Semoga kertas karya ini dapat menambah dan memperluas pengetahuan kita semua, dan berguna bagi kita dikemudian hari.

Medan, Agustus 2014

Penulis

NIM: 112203013


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Alasan Pemilihan Judul ... 1

1.2 Tujuan Penulisan ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Metode Penulisan ... 3

BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI KIMONO ... 4

2.1 Sejarah Singkat Kimono ... 4

2.1.1 Zaman Jomon dan Zaman Yayoi ... 4

2.1.2 Zaman Kofun ... 4

2.1.3 Zaman Nara ... 5

2.1.4 Zaman Heian ... 5

2.1.5 Zaman Kamakura dan Zaman Muromachi ... 5

2.1.6 Awal Zaman Edo ... 6


(8)

2.1.8 Zaman Meiji dan Zaman Taisho ... 6

2.1.9 Zaman Showa ... 7

2.2 Sekilas Pembuatan Kimono ... 8

2.3 Jenis-jenis Kimono ... 10

2.3.1 KimonoWanita ... 11

2.3.2KimonoPria ... 14

2.4 Hiasan Pelengkap Kimono ... 15

BAB III TEKNIK PEMAKAIAN KIMONO ... 19

3.1 Memakai Obi dan Kimono ... 19

3.1.1 Tabi ... 19

3.1.2 Hadajuban dan Susoyoke ... 20

3.1.3 Alas Tubuh (Body Pads) ... 20

3.1.4 Han Eri ... 21

3.1.5 Nagajuban ... 21

3.1.6 Kimono Slip dan Pad yang Mudah Dipakai ... 22

3.1.7 Kimono ... 24


(9)

3.1.9 Tali Obi ... 28

3.1.10 Rangka Ikat ... 29

3.1.11 Penampilan Kimono yang Tepat ... 30

3.2 Peraturan Sikap Saat Memakai kimono ... 32

3.3 Perawatan Kimono ... 33

BAB IV KESIMPULAN ... 36

4.1 Kesimpulan ... 36

4.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA


(10)

ABSTRAK

Setiap Negara pasti memiliki pakaian tradisional tersendiri. Pakaian tradisional jepang adalah kimono. Kimono cukup terkenal di dunia, hampir semua orang pernah melihatnya bahkan memakainya. Arti harafiah kimono adalah baju atau sesuatu yang dikenakan. Huruf kanji “ki’ berarti pakai, dan huruf kanji “mono” berarti barang.

Kimono dapat dipakai pria maupun wanita. Pemilihan jenis kimono yang tepat memerlukan pengetahuan mengenai simbolisme dan isyarat terselubung yang dikandung masing-masing kimono.

Tingkat formalitas kimono wanita ditentukan oleh pola tenunan dan warna, mulai dari kimono paling formal hingga kimono santai. Berdasarkan jenis kimono yang dipakai, kimono bisa menunjukkan umur pemakai, status perkawinan, dan tingkat formalitas dari acara yang dihadiri.

Jenis-jenis kimono wanita yaitu: Tomesode (Kurotomesode dan Irotomesode), Furisode, Uchikake, Homongi, Iromuji, Tsukesage, Komon, Iromuji, Susohiki /

Hikizuri, Mofuku, dan Yukata. Jenis-jenis kimono pria yaitu: Setel

dengakimono santai kinagashi.Kimono pria dibuat dari bahan berwarna gelap seperti


(11)

Penulis akan membahas mengenai teknik pemakaina kimono, hal-hal yang perlu diperhatikan ketika memakai kimono, serta teknik perawatan kimono. Penulis akan menjelaskan teknik pemakaian kimono pada wanita dan pemakaian obi yaitu

dari jenis Nagoya obi. Memakai kimono dan obi dapat dilakukan bila semua

komponen yang dibutuhkan telah lengkap. Komponennya yaitu: tabi, hadajuban, susoyoke, handuk atau alas tubuh, nagajuban, han eri, eri shin , chikara nuno, date jime atau date maki, koshi himo, ikat pinggang kimono, obi, kari himo, obi ita, obi makura, obi age, obi jime, dan zori.

Urutan pemakaian kimono secara benar yaitu dimulai dari mengenakan tabi,

kemudian memakai hadajuban dan susoyoke, diikuti dengan mengisi cekungan pada

bentuk tubuh dengan handuk atau alas tubuh, lalu memakai nagajuban yang telah dijahit han eri dan chikara nuno, kemudian nagajuban diikat dengan date jime atau date maki. Setelah kimono bagian dalam selesai, saatnya memakai kimono itu sendiri dengan menjepit bagian kerah, posisikan panel dan lipatan pada pinggang kimono dengan benar lalu ikat dengan koshi himo lalu rapikan dan ratakan dari kerutan. Pasang date jime dan ketatkan. Kemudian pakai obi , obi ita, obi makura, obi age, obi jime, dan terakhirpakai zori.

Sikap badan sangat perlu untuk diperhatikan ketika memakai kimono. Gerakan tiba-tiba dan kasar harus dihindari, karena akan memperlihatkan lengan terutama kaki dan bahkan kaki yang dapat dilihat secara sekilas dirasa cukup buruk.


(12)

Ketika sedang memakai kimono pergerakan harus dibatasi, lebih lambat, dan lebih seimbang daripada pakaian ala barat yang memungkinkan untuk bergerak bebas.

Kimono merupakan salah satu pakaian tradisional Negara Jepang yang

tergolong mahal. Kimono sutra berkualitas baik tentu membutuhkan perawatan

khusus agar tetap bersih dan terbebas dari noda. Cuci tangan Anda sebelum memakai dan melepasnya karena noda di tangan khususnya partikel-partikel yang berminyak akan dengan mudah berpindah ke kimono dan dengan cepat akan menarik ngengat ataupun serangga lainnya. Saat memakai kimono tahan diri dari penggunaan parfum atau cologne, dan jangan pernah merokok sambil mengenakan kimono. Berhati-hatilah agar makanan tidak tumpah saat makan atau minum sambil mengenakan kimono.

Kimono dipotong dalam garis lurus dan dapat dengan mudah dilipat rapih

menjadi persegi. Lipatan yang benar akan membuat kimono tampak rapi dan bersih.

Aturan pertama yaitu melipat kimono dengan benar disepanjang jahitan. Bawa sudut bersama-sama dengan rapi dan lipat bagian demi bagian. Rahasianya yaitu pertahankan garis vertikal panjang dan tidak perlu membuat lipatan horizontal. Setelah dilipat letakkan kimono ke dalam kertas pembungkus. Masukkan ke dalam lemari penyimpanan.


(13)

(14)

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Jepang memiliki keragaman budaya dan kesenian yang kesemuanya menampilkan keindahan dan keunikan tersendiri.Tidak jarang orang Jepang menampilkan keindahan budaya dan kesenian mereka dalam bidang

kehidupan.Sebagai salah satu contoh dalam masakan Jepang yang tidak hanya mementingkan rasa tetapi juga penampilan pada masakan itu sendiri agar sedap dipandang.

Seperti kita ketahui, kebutuhan masyarakat berhubungan erat dengan iklim dan kondisi geografisnya.Termasuk dalam membuat bentuk serta jenis

pakaian.Bangsa Jepang menyesuaikan fungsi pakaian dengan kondisi alamnya. Disamping itu orang Jepang juga tetap menjaga penampilan mereka sebaik-baiknya dalam berpakaian, yaitu dengan cara memperindah pakaian yang dipakai seperti pemilihan motif serta warna yang cocok, kemudian pemakaian komponen yang cocok, dan lain-lain.

Seperti yang dikemukakan Deprtemen Pendidikan dan Kebudayaan (1989), “Pakaian nasional adalah pakaian yang berasal dari bangsa itu sendiri.”Jadi pakaian


(16)

nasional dapat mewakili negara tersebut yang pada umumnya memilikai ciri khas tersendiri.Demikian halnyakimono yang dapat mewakili negara Jepang sebagai salah satu pakaian nasional yang mempunyai nilai-nilai seni dan budaya yang tinggi di dunia, dan keindahan dan keunikan tersendiri dalam pemakaiannya.Akan tetapi pada kenyataannya bagi masyarakat awam kimono cukup sulit untuk dipakai karena ada beberapa peraturan dan tahapannyayang harus diketahui.Namun apabila telah dipakai dengan benar hasilnya sangat bagus.Oleh karena itu penulis tertarik ingin mengkaji tentang “TEKNIK PEMAKAIAN KIMONO”.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan kertas karya ini adalah :

a. Memenuhi salah satu syarat akademis untuk memperoleh gelar diploma III

program studi Bahasa Jepang Universitas Sumatera Utara.

b. Mendeskripsikan pakaian tradisional Jepang yaitu kimono serta teknik pemakaian kimono.

c. Memperluas pengetahuan mengenai Jepang terkhususpakaian tradisionalnya yaitu

kimono.

1.3 Batasan Masalah

Karena luasnya pembahasan tentang kimono maka penulis akan membatasi masalah pembahasan ke dalam suatu ruang lingkup yang lebih sempit, yaitu:


(17)

a. Bagaimana teknik pemakaiankimono dengan benar

b. Apa saja sikap yang perlu diperhatikan ketika sedang memakai kimono

c. Bagaimana cara merawat kimono

1.4 Metode Penulisan

Dalam kertas karya ini penulis menggunakan metode kepustakaan,yaitu metode mengumpulkan data atau informasi dengan membaca buku, majalah, serta menggunakan internet.Selanjutnya data dibahas dan dirangkum untuk kemudian dideskripsikan ke dalam kertas karya ini.


(18)

BAB II

GAMBARAN UMUM MENGENAI KIMONO

2.1 Sejarah Singkat Kimono

Setiap negara pasti memiliki pakaian tradisional masing-masing.Di Jepang, salah satu pakaian tradisionalnya adalah kimono. Kimono cukup terkenal di dunia, hampir semua orang pernah melihatnya bahkan memakainya.Arti harfiah kimono (着 物) adalah baju atau sesuatu yang dikenakan (ki berarti pakai,

dan mono berarti barang).

Kimono berkembang sesuai zamannya, berikut adalah sejarah kimono:

2.1.1 Zaman Jomon dan Zaman Yayoi

Kimono zaman Jomon dan zaman Yayoi berbentuk seperti baju terusan.Dari situs arkeologi tumpukan kulit kerang zaman Jomon ditemukan haniwa.Pakaian atas yang dikenakan haniwa disebut kantoi (貫頭衣).


(19)

Pakaian zaman Kofun mendapat pengaruh dari daratan China, dan terdiri dari dua potong pakaian yaitu pakaian atas dan pakaian bawah.Haniwamengenakan baju atas seperti mantel yang dipakai menutupi kantoi.Pakaian bagian bawah berupa rok yang dililitkan di pinggang.Dari penemuanhaniwa terlihat pakaian berupa celana berpipa lebar seperti hakama.

2.1.3 Zaman Nara

Pada zaman Nara terjadi perubahan dalam cara mengenakan kimono. Apabila sebelumnya kerah bagian kiri harus berada di bawah kerah bagian kanan, sejak zaman Nara, kerah bagian kanan harus berada di bawah kerah bagian kiri. Cara mengenakan kimono dari zaman Nara terus dipertahankan hingga kini.Hanya orang meninggal dipakaikan kimono dengan kerah kiri berada di bawah kerah kanan.

2.1.4 Zaman Heian

Ada tiga jenis pakaian untuk pejabat pria pada zaman Heian:

Sokutai (pakaian upacara resmi berupa setelan lengkap)

I-kan (pakaian untuk tugas resmi sehari-hari yang sedikit lebih ringan

dari sokutai)


(20)

2.1.5 Zaman Kamakura dan Zaman Muromachi

Pada zaman Sengoku, kekuasaan pemerintahan berada di tangan

samurai.Samurai mengenakan pakaian yang disebutsuikan.Pakaian jenis ini nantinya berubah menjadi pakaian yang disebut hitatare.Pada zaman

Muromachi, hitatare merupakan pakaian resmi samurai.Pada zaman Muromachi dikenal kimono yang disebut suō (素襖), yakni sejenis hitatare yang tidak menggunakan kain pelapis dalam.Ciri khas suō adalah lambang keluarga dalam ukuran besar di delapan tempat.

2.1.6 Awal Zaman Edo

Penyederhaan pakaian samurai berlanjut hingga zaman Edo.Pakaian samurai zaman Edo adalah setelan berpundak lebar yang disebut kamishimo.Satu setel

kamishimo terdiri dari kataginu dan hakama. Di kalangan wanita, kosode menjadi semakin populer sebagai simbol budaya orang kota yang mengikuti tren busana. Tali pinggang kumihimo dan gaya mengikat obi di punggung mulai dikenal sejak zaman Edo. Hingga kini, keduanya bertahan sebagai aksesori sewaktu mengenakan kimono.


(21)

Politik isolasi (sakoku) membuat terhentinya impor benang sutra.Kimono mulai dibuat dari benang sutra produksi dalam negeri. Pakaian rakyat dibuat dari kain sutra jenis crape lebih murah. Setelah terjadi kelaparan zaman Temmei (1783-1788), keshogunan Edo pada tahun 1785 melarang rakyat untuk mengenakan kimono dari sutra. Pakaian orang kota dibuat dari kain katun atau kain rami. Kimono berlengan lebar yang merupakan bentuk awal dari furisode populer di kalangan wanita.

2.1.8 Zaman Meiji dan Zaman Taisho

Industri berkembang maju pada zaman Meiji. Produksi sutra meningkat, dan Jepang menjadi eksportir sutra terbesar. Tersedianya beraneka jenis kain yang dapat diproses menyebabkan berkembangnya teknik pencelupan kain.Pada zaman Meiji mulai dikenal teknik yuzen, yakni menggambar dengan kuas untuk menghasilkan corak kain di atas kain kimono.

Di era modernisasi Meiji, bangsawan istana mengganti kimono dengan pakaian Barat supaya tidak dianggap kuno. Walaupun demikian, orang kota yang ingin melestarikan tradisi estetika keindahan tradisional tidak menjadi terpengaruh. Orang kota tetap berusaha mempertahankan kimono dan tradisi yang dipelihara sejak zaman Edo. Sebagian besar pria zaman Meiji masih memakai kimono untuk pakaian sehari-hari.Setelan jas sebagai busana formal pria juga mulai populer.Sebagian besar wanita zaman Meiji masih mengenakan kimono, kecuali wanita bangsawan dan guru wanita yang bertugas mengajar anak-anak perempuan.


(22)

2.1.9 Zaman Showa

Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II, wanita Jepang mulai kembali mengenakan kimono sebelum akhirnya ditinggalkan karena tuntutan

modernisasi.Dibandingan kerumitan memakai kimono, pakaian Barat dianggap lebih praktis sebagai pakaian sehari-hari.

Hingga pertengahan tahun 1960-an, kimono masih banyak dipakai wanita Jepang sebagai pakaian sehari-hari.Pada saat itu, kepopuleran kimono terangkat kembali setelah diperkenalkannya kimono berwarna-warni dari bahan wol.Wanita zaman itu menyukai kimono dari wol sebagai pakaian untuk kesempatan santai.

2.2 Sekilas Proses Pembuatan Kimono

Kimonoadalah pakaian nasional negara Jepang yang pada dasarnya dalam pembuatan pola kimono terdiri dari dua helai kain.Dua helai kain tersebut terbentang di atas bahu dan di sepanjang bagian punggung dan bagian samping tubuh. Bagian lengannya juga merupakan potongan kain yang terjahit satu sama lain sehingga membentuk celah untuk lubang tangan, selain itu juga terdapat potongan kain di bagian depan yang memungkinkan kimono untuk dapat dilipat dan potongan yang dapat digunakan sebagai kerah. Tinggi kimono disesuaikan dengan menaikan


(23)

kimonodan membiarkannya terjuntai di atas ikat pinggang, kemudian ditutup oleh obi yaitu ikat pinggang luar yang menyatukan kimono keseluruhan.

Berikut penjelasan mengenai bagian-bagian pada kimono:

Bagian belakang

Bagian belakang terdiri dari: Yuki (panjang lengan), Sodetsuke(jahitan atau sambungan lengan), Miyatsukuchi (bagian terbuka atau lubang di bawaah lengan), Furi(juntaian di bawah lengan), Ushiromigoro(bagian belakang

utama),danFuki(lipatan di tepi bawah / keliman).

Bagian depan

Bagian belakang terdiri dari: Uraeri (kerah bagian dalam), Tomoeri(kerah bagian luar), Sodeguchi (lubang lengan bagian dalam), Sode (lengan), Tamoto(kantong yang terdapat pada lengan), Eri (kerah), Doura(lapisan atas), Okumi (sisi lipatan dalam bagian luar), Maemigoro(sisi utama bagian depan),danSusomawashi(lapisan bagian bawah).(Lampiran Gambar 2.1)

Bahan kain kimono adalah hasil dari kesenian tenun tradisional Jepang yang bernilai seni. Jenis kainkimono bisa terbuat dari sutera alami, katun, linen, wol, sekarang inidigunakan juga kain sintetis/buatan.Pola di buat oleh buatan tangan atau buatan mesin di produksi dengan berbagai teknik yaitu dengan menenun, melukis sendiri, pencelupan stensil, ikat celup, sulaman atau dengan mengkombinasikan


(24)

teknik.Kimono untuk kesempatan formal hanya dibuat dari kai hanya dijahit dengan tangan (tidak memakai kimono sering menjadi sangat mahal. Kimono umumnya tidak pernah dijual dalam keadaan jadi, melainkan harus dipesan dan dijahit sesuai dengan ukuran badan pemakai.

Sewaktu membeli kain, tinggi badan pemakai tidak diperhitungkan. Bahan kimono dibeli dalam satu gulungan kain yang ditenun dengan sempurna tanpa cacat. Membeli kimono dimulai dengan pemilihan bahan kain kimono yang disebut tanmono (反物) arti harfiah: gulungan kain dengan panjang 1 tan, atau sekitar 10,6 m). Bila kebetulan pemakai kimono bertubuh pendek dan ramping, setelah kimono selesai dijahit akan banyak bahan kimono yang tersisa. Sisa bahan kimono bisa dimanfaatkan untuk membuat aksesori pelengkap kimono, seperti

2.3 Jenis-jenis Kimono

Kimono dapat dipakai pria maupun wanita.Pemilihan jenis kimono yang tepat memerlukan pengetahuan mengenai simbolisme dan isyarat terselubung yang dikandung masing-masing jenis kimono.


(25)

2.3.1 KimonoWanita

Tingkat formalitas kimono wanita ditentukan oleh pola tenunan dan warna, mulai dari kimono paling formal hingga kimono santai. Berdasarkan jenis kimono yang dipakai, kimono bisa menunjukkan umur pemakai, status perkawinan, dan tingkat formalitas dari acara yang dihadiri.

Berikut ini akan dijelaskanjenis-jenis kimono wanitabeserta penjelasan kegunaannya satu persatu.(Lampiran Gambar 3.2)

a.

Tomesode adalah kimono paling formal untuk wanita yang sudah menikah. Apabila berwakimono jenis ini disebut kurotomesode(arti harfiah: tomesode hitam).Kurotomesode memiliki lambang keluarga (kamon) di tiga tempat:satu di punggung, dua di dada bagian atas (kanan/kiri), dan dua bagian belakang lengan (kanan/kiri). Ciri khas kurotomesode adalah motif indah pada suso (bagian bawah sekitar kaki) depan dan belakang. Kurotomesode dipakai untuk menghadiri resepsi


(26)

Tomesode yang dibuat dari kain berwarna disebut irotomesode(arti harfiah: tomesode berwarna). Bergantung kepada tingkat formalitas acara, pemakai bisa memilih jumlah lambang keluarga pada kain kimono, mulai dari satu, tiga, hingga lima buah untuk acara yang sangat formal. Kimono jenis ini dipakai oleh wanita dewasa yang sudah menikah dan yang belum menikah. Kimono jenis irotomesode dipakai untuk menghadiri acara yang tidak memperbolehkan tamu untuk datang memakai kurotomesode, misalnya resepsi di istana kaisar. Sama halnya seperti kurotomesode, ciri khas irotomesode adalah motif indah pada suso.

c.

Furisode adalah kimono paling formal untuk wanita muda yang belum menikah. Bahan berwarna-warni cerah dengan motif mencolok di seluruh bagian kain. Ciri khas furisode adalah bagian lengan yang sangat lebar dan menjuntai ke bawah. Furisode dikenakan sewaktu menghadiri upacara yang disebut hanayome ishō termasuk salah satu jenis furisode.

d. Uchikake

Uchikake yaitu kimono yang terbuat dari kain sutra yang panjangnya hingga ke lantai dan memiliki lengan panjang seperti sayap.Sebelumnya kimono ini dipakai oleh kaum wanita bangsawan pada upacara-upacara tertentu, namun pada saat ini dipakai wanita pada saat menikah.


(27)

e.

Hōmon-gi (arti harfiah: baju untuk berkunjung) adalah kimono formal untuk wanita, sudah menikah atau belum menikah. Pemakainya bebas memilih untuk memakai bahan yang bergambar lambang keluarga atau tidak. Ciri khas homongi adalah motif di seluruh bagian kain, depan dan belakang. Homongi dipakai sewaktu menjadi tamu resepsi pernikaha

f.

Iromujiadalah kimono semiformal, namun bisa dijadikan kimono formal bila iromuji tersebut memiliki lambang keluarga (kamon). Sesuai dengan tingkat formalitas kimono, lambang keluarga bisa terdapat 1, 3, atau 5 tempat (bagian punggung, bagian lengan, dan bagian dada). Iromoji dibuat dari bahan tidak bermotif dan bahan-bahan berwarna lembut Iromuji dengan lambang keluarga di lima tempat dapat dikenakan untuk menghadiri pesta pernikahan. Bila menghadiri upacara minum teh, cukup dipakai iromuji dengan satu lambang keluarga.


(28)

Tsukesage adalah kimono semiformal untuk wanita yang sudah atau belum menikah. Menurut tingkatan formalitas, kedudukan tsukesage hanya setingkat dibawah homongi. Kimono jenis ini tidak memiliki lambang keluarga. Tsukesage dikenakan untuk menghadiri upacara minum teh yang tidak begitu resmi, pesta pernikahan, pesta resmi, atau merayakan tahun baru.

h.

Komon adalah kimono santai untuk wanita yang sudah atau belum menikah. Ciri khas kimono jenis ini adalah motif sederhana dan berukuran kecil-kecil yang berulang. Komon dikenakan untuk menghadiri pesta bertemu dengan teman-teman, atau menonton pertunjukan di gedung.

i.

Tsumugi adalah kimono santai untuk dikenakan sehari-hari di rumah oleh wanita yang sudah atau belum menikah. Walaupun demikian, kimono jenis ini boleh dikenakan untuk keluar rumah seperti ketika berbelanja dan berjalan-jalan. Kimono jenis ini tahan lama, dan dulunya dikenakan untuk bekerja di ladang.

j. Susohiki / Hikizuri

Susohiki adalah kimono yang dikenakan oleh geisha dan penari Jepang. Cara memakainya pun agak berbeda, kerah susohiki ditarik ke belakang agar leher dan punggung geisha yang indah tampak. Berbeda dengankimono pada umumnya, susohiki sangat panjang. Panjang susohiki dapat mencapai 2 meter


(29)

(Kimonomormal sekitar 1,5 meter). Susohiki memang dibuat panjang sampai menyapu lantai.

k. Mofuku

Mofuku adalah kimono formal berwarna hitam yang dipakai untuk melayat. Aksesoris seperti obi, obijime, obiage, zori, dan tas tangan yang dipakai juga berwarna hitam. Mofuku dilengkapi dengan 5 kamon. Dahulumofuku berwarna putih karena putih merupakan lambang kematian di Jepang. Tetapi jaman sekarang warna yang dipakai untuk mofuku adalah hitam.

l.

Yukata adalah kimono santai yang dibuat dari kai untuk kesempatan santai di

2.3.2 KimonoPria

Kimono pria dibuat dari bahan berwarna gelap seperti tua, dakimono pria (Lampiran Gambar 2.3):

a. Kimono paling formal berupa setelan

Bagian punggung montsuki dihiasmontsuki yang dikenakan bersama hakama dan haori merupakan busana pengantin pria


(30)

tradisional. Setelan ini hanya dikenakan sewaktu menghadiri upacara sangat resmi, misalnya resepsi pemberian penghargaan dari kaisar/pemerintah at

b. Kimono santai kinagashi

Pria mengenakan kinagashi sebagai pakaian sehari-hari atau ketika keluar rumah pada kesempatan tidak resmi. AktorKimono jenis ini tidak dihiasi dengan lambang keluarga.

2.4 Hiasan Pelengkap Kimono

Kimono mempunyai pelengkap sebagai aksesori (Lampiran Gambar 2.4) pada waktu kimono dipakai saat acara beserta kegunaannya antara lain:

a. Haori

Haori adalah baju-panjang seperti jaket kimono, yang menambahkan formalitas untuk baju.Haori awalnya hanya dipakai oleh laki-laki, sampai kemudian menjadi fashion untuk perempuan pada periode Meiji.Haorisekarang dipakai oleh laki-laki dan perempuan.Haori pria biasanya lebih pendek daripada yang perempuan.

b. Haori himo

Haori himo adalah sebuah tali tenunan berumbai pengikat untuk haori. Warna paling formal adalah putih.Haorihimo terdiri dari dua macam yaitu untuk perempuan dan untuk laki-laki.


(31)

c. Juban/ underwear, dibagi dua macam :

a. Hadajuban

Hadajuban adalahunderwear atau pakaian dalaman lapis pertama yang,

dipakai sebelum nagajuban.

b. Nagajuban atau juban yang sederhana

Dipakai oleh laki-laki dan perempuan.Nagajuban berfungsi untuk

melindungi kimono dari bersentuhan dengan kulit.Hanya tepi kerah nagajuban

yang terlihat dari kimono luar. Banyak nagajuban yang kerahnya tidak terlihat, untuk memungkinkan mereka akan berubah untuk menyesuaikan dengan pakaian luar, dan mudah dicuci tanpa mencuci seluruh pakaian. Sedangkan jenis yang paling formal nagajuban berwarna putih, mereka sering sebagai hiasan indah dan

berpola sebagai kimono luar.Karena kimono laki-laki biasanya cukup tenang

dalam pola dan warna, nagajuban memungkinkan untuk diam-diam memakai desain dan warna yang mencolok.

d. Date eri

Date eri adalah bagian yang berbentuk persegi panjang yang dibuat untuk menyerupai kerah kimono yang dilipat. Ini adalah aksesori dekoratif digunakan dalam gaya formalkimono perempuan antara kerah nagajuban dan kimono meniru penampilan seperti mengenakan kimono lapisan tambahan di bawahnya.

e. Datejime

Date jime adalah kain panjang dan luas yang digunakan untuk mengikat nagajuban dankimono luar dan menahan mereka di tempat.


(32)

f. Kimono slip

Kimono slip (dibaca: kimono surippu) yaitu susoyoke dan hadajuban

digabungkan menjadi satu potong pakaian.

g.

Hakama adalah celana panjang pria yang dibuat dari bahan berwarna gelap. Celana jenis ini berasal dari daratan China dan mulai dikenal sej Selain dikenakan pendet olahraga bela diri tradisional sepert

h.

Geta adalah sandal berhak dari kageta berhak tinggi dan tebal yang disebut pokkuri

i.

Kanzashi adalah hiasan rambut seperti tusuk konde yang disisipkan ke rambut sewaktu memakai Kimono.

j.

Obi adalah sabuk dari kain yang dililitkan ke tubuh pemakai sewaktu mengencangkan kimono.

k.

Tabi adal sandal.


(33)

l.

Waraji adalah sandal dari anyaman tali jerami.

m.

Zōri adalah sandal tradisional yang dibuat dari kain atau anyaman.

n. Netsuke

Netsuke merupakan ornamen yang dikenakan tergantung dari obi pria.

o. Obijime

Tali yang dikalungkan pada obi perempuan.Hal ini diperlukan untuk terus menjaga kimono ditempat yang seharusnya, dan berfungsi sebagai unsur dekoratif.

p. Obimakura

Obimakuraadalah sebuah bantal kecil yang digunakan untuk memberikan volume dan memberi bentuk pada gayaobi perempuan.

q. Obiage

Obiageadalah aksesori untuk obi perempuan, selempang yang terikat di sekitar tepi atas penutup obi dan obimakura dan dapat menyimpan bagian atas dari “simpul” musubi obi di tempat.

r. Obi ita

Obi itamerupakan sebuah papan tipis, seringkali kain yang tertutup, yang

dipakai di bawah obi perempuan di depan obi utama supaya terhindar dari


(34)

BAB III

TEKNIK PEMAKAIAN KIMONO

3.1 Memakai Obi dan Kimono

Penulis akan menjelaskan teknik pemakaian kimono pada wanita dan

pemakaian obi yaitu dari jenis Nagoya obi.Memakai kimono dan obi dapat dilakukan bila semua komponen yang dibutuhkan telah ada.

Komponen yang dimaksud yaitu: Tabi (kaus kaki yang ujungnya terbelah), Hadajuban (baju dalaman/ lapisan dalam), Susoyoke (setengah rok dalam), handuk atau alas tubuh, Nagajuban (lapisan dalam yang panjang), Han eri (kerah separuh), Eri Shin (lapisan separuh kerah), Chikara nuno (penyesuaian kerah), Date jime atau date maki (ikat pinggang dalaman), Koshi himo (ikat pinggang), ikat pinggang kimono, Obi (ikat pinggang lebar dan panjang), Kari himo (pita sementara), Obi ita (penahan obi), Obi makura (alas obi),Obi age (rangka ikat), Obi jime (ikat obi), dan Zori (sandal).

3.1.1 Tabi

Tabi harus dipasang pada kaki sebelum menempatkannya pada hadajuban dan susoyoke.Pemakaian tabi setelah menempatkannya pada kimono agak sulit dan


(35)

3.1.2 Hadajubandan Susoyoke

Hadajuban dan susoyoke dipakai langsung di atas bra dan celana.Kerah dari hadajuban tidak harus dipasang ketat dan tidak terlihat di bawah kerah dalaman kimono.Keliman dari susoyoke harus cukup panjang untuk menyembunyikan bagian atas dari tabi.(Lampiran Gambar 3.1)

3.1.3 Alas Tubuh (Body Pads)

Karena kimono dipotong dan dijahit lurus, maka perlu memodifikasi bentuk tubuh anda untuk mempertahankan kealamian, aliran halus, dan garis silindris dari kimono.Area yang berkaitan dengan bagian pipih disektiar tulang kerah, perut, pergelangan tangan, paha dan dada.Sebagaimana telah disebutkan, kutang kimono dirancang untuk menekan garis dada. Cekungan pada bentuk tubuh dapat disesuaikan dengan menggunakan pad atau alas atau handuk tipis. Berikut cara memasang alas tubuh (body pads) (Lampiran Gambar 3.2):

1. Setelah memasang hadajuban dan susoyoke, maka pertama isi pada bagian

cekungan di sekitar tulang kerah. Ini dilakukan dengan kain wool atau handuk tipis kecil. Handuk jepang yang panjang dan tipis adalah ideal untuk tujuan ini dan pad atau pakain dalam dengan bahan pengisi juga bisa.

2. Bagian kecil di belakang dapat diisi dengan handuk yang telah dilipat untuk


(36)

menggunakan ikat pinggang.

3. Dua atau tiga handuk dijahit bersama serapi mungkin untuk mengisi ruang di

bawah dada.

3.1.4 Han Eri

Sebelum memakai dalaman kimono (nagajuban), maka perlu untuk menjahit han eri pada nagajuban.Lapisan atau lembaran keras (eri shin) seringkali dimasukkan atau ditempelkan ke dalam haneri pada nagajuban.Eri shin berfungsi untuk membuat kerah kimono berdiri tegak dan indah. (Lampiran Gambar 3.3)

Pada saat menjahit han eri, penyesuaian kerah (chikara nuno) harus dijahit pada dalaman kimono. Chikara nuno adalah merupakan pergi panjang yang lebar (10 x 41 cm) dari kain dengan tiga ikatan yang ditempelkan padanya.Penysuaian kerah ini mengantung dari leher sepanjang keliman tengah.Dengan melekatkan tali kerah dari nagajuban melalui satu putaran/ikatan, pembukaan nagajuban pada tengkuk dapat disesuaikan.

3.1.5 Nagajuban

Kimono bagian dalam dengan panjang penuh (nagajuban) dipakai setelah hadajubandan susoyoke dan setelah melakukan penyesuaian pada bentuk

tubuh.Ketika memakai bagian dalaman kimono, pastikan menyisakan bagian yang terbuka seukuran kepalan anda pada bagian tengkuk. Lipat bagian bawah kimono dari


(37)

kiri ke kanan dan susun panel kerah depan sehingga terbuka pada bagian leher dengan lebar seukuran tiga jari. Tempat yang pipih di bawah leher tidak terlihat.

Berikut cara memakai nagajuban (Lihat Lampiran Gambar 3.4):

1-2. Ambil tali yang menempel pada ujung kerah (satu pada panel kerah bagian dalam yang lewat melalui lubang lengan kiri) dan lewatkan melalui satu loop (simpulan) pada chikara nuno. Simpulan utama seringkali menjadi salah satu yang memberikan pembukaan yang tepat pada bagian tengkuk. Bawa tali ikatan ke depan dan kemudian balik arahnya. Kemudian tali ini di bawa ke belakang.

3. Untuk menyesuaikan panel kerah bagian dalam, letakkan pada ujung kerah dengan tangan kiri anda, sehingga panel bagian dalam akan bergerak halus pada pergelangan tangan dan paha. Tarik dan sesuaikan panel bagian luar dengan cara yang sama. Bila kimono bagian bawah terlalu panjang, maka harus dikumpulkan dan dilipat pada pergelangan tangan.Jangkau sektiar punggung anda dan luruskan pada keliman tengah.

4. Letakkan ikat pinggang (date jime) atau ikatan di dalam (date maki) pada bagian belakang ikat pinggang. Setelah kimono bagian bawah disesuaikan dengn benar ke belakang dan di depan, maka ketatkan ikat pinggang atau ikat bagian bawah di bagian depan. (Lampiran Gambar 3.5)


(38)

3.1.6 Kimono Slip danPad yang Mudah Dipakai

Bagi perempuan yang memakai kimono untuk yang pertama kali, maka ada kimonoslip dan pad yang mudah dipakai. Ini tentu membuat penyesuaian tubuh menjadi lebih mudah untuk dicapai dan akan lebih sesuai karena memisahkan kerah dan lengan baju yang kemudian menjadi bagian dari pakaian dalaman untuk menjadi lebih kuat.

Kimono slip dipakai persis seperti nagajuban dan memiliki kantong di dalam dimana pad ditempatkan untuk menyesuaikan bentuk tubuh. Berikut cara memakai kimono slip (Lampiran Gambar 3.6):

1. Setelah memasang Kimono slip, lewatkan tali yang menempel ke arah ujung

kerah melalui satu putaran chikara nuno, sisakan bagian yang terbuka yang

diperlukan dari kerah pada bagian tengkuk (kurang lebih selebar kepalan tangan). 2. Bawa tali ke depan, lewatkan melalui putaran pada ujung kerah, tarik ujung kerah

ke bawah dan ikatkan talinya.

3. Setelah memastikan bahwa bagian yang terbuka di garis leher depan telah

disesuaikan dengan benar (kurang lebih selebar tiga jari), ikatkan tali pendek yang menempel pada kerah. Ini hanya menahan ujung kerah dari pergerakan ke samping sehingga tali tidk terikat terlalu ketat.

4. Letakkan pad atau alas pada bagian kecil dari punggung untuk mengisi bagian

cekung di atas garis pinggul dan membuat garis halus yang diperlukan untuk


(39)

elastis. Hal ini dimaksudkan untuk menekan pada pinggang dan menjaga keketatannya, bila perlu.

5. Date jime harus dilewatkan di atas ujung kerah untuk menahannya agar tetap berada di tempat.

6. Separuh lengan untuk kimono slip ini ditempelkan dengan pita plester serbaguna, menciptakan penampilan yang terlihat tidak ada perbedaan dari nagajuban biasa.

3.1.7 Kimono

Setelah kimono bagian dalam (juban) atau kimono slip yang sudah terpasang, sekarang saatnya untuk memasang kimono itu sendiri.

Berikut teknik pemakaian kimono (Lampiran Gambar 3.7):

1. Berdiri dengan punggung yang lurus, dengan membawa ujung kerah kiri dan

kanan bersama-sama. Keliman tengah belakang dari kimono harus langsung sejalan dengan bagian tengah dari punggung. Untuk mempertahankan kembali pada panel di tempat, jepit sementara kerah kimono pada kerah dari kimono bagian dalam dengan jepitan.

2. Dengan kanan tangan tarik ujung kerah langsung di depan. Bawa ke belakang

keliman tengah dengan tangan kiri dan naikkan atau angkat kimono dari lantai. Kemudian turunkan keliman kimono hingga telah disesuaikan dengan lantai.

3. Untuk menentukan lebar dari panel kimono bagian luar, pegang panel kimono


(40)

hingga ujung kerah kiri pada titik langsung di bawah ketiak kanan.

4. Sementara memegang panel kiri (bagian luar) ke arah depan, balut panel kanan

(bagian dalam) di seluruh tubuh anda. Keliman dari panel bagian dalam harus dinaikkan kurng lebih 15 cm dari lantai. Lebihan kain harus dikumpulkan dengan rapi dan dilipat di atas pinggul sebelah kiri.

5. Balut panel bagian luar di atas panel bagian dalam. Pastikan bahwa ujung kerah terluar yang sampai pada titik langsung di bawah ketiak kanan. Keliman dari panel terluar harus dinaikkan sedikit kurang dari separuh (6 – 6.5cm) dengan jarak panel bagian dalam pada keliman yang berada di atas lantai. Setelah kimono yang dilipat pada pinggang, kerutan-kerutan harus diratakan dengan mendorong pada sisi-sisi dan lebihan kain yang disesuaikan pada kedua sisi dengan membuat lipatan ke arah punggung.

6. Ketika kedua panel telah diposisikan dengan benar, ikat ikatan pinggang koshi himo 2 – 3cm di atas garis pingang untuk mempertahankannya di tempat.

7. Letakkan tangan kiri melalui lubang lengan kiri dan meratakan kimono dari

belakang ke depan, membuat lipatan yang diperlukan. Lakukan hal yang sama di depan dengan panel bagian luar. Susun garis bawah dari lipatan di depan sehingga lurus dan rapi.

8. Periksa untuk melihat kerah depan dari kimono bagian dalam terlihat dengan

benar. Kemudian jepit satu ujung dari ikat pinggang kimono yang elastis yang memiliki panjang kira-kira selebar bahu, ke panel dalam tepat di atas pinggang. 9. Setelah menyusun lipatan pada sisi kanan, balut ikat pinggang kimono sekitar


(41)

punggung dan ketatkan ujung lain pada panel terluar.

10. Setiap kerutan pada punggung harus diambil dengan melipat dan mendorong ke

arah bagian terbuka di bawah lengan baju.

11. Lebihan kain di bawah bagian terbuka pada lengan baju harus dikumpulkan pada

sisi kanan dan lipat di dalam panel luar.

12. Pasang ikat pinggang (date jime) sepanjang garis pinggang di bagian punggung.

13. Bawa ikat pinggang ke depan. Kain yang berlebih di bawah dada harus didorong

ke sisi-sisi sebelum mengetatkan ikat pinggang dengan pita plester serba guna. 14. Ketatkan ikat pinggang lengkap untuk dipasangkan pada kimono.

3.1.8 Obi

Berikut akan dijelaskan pemakaian obi dari jenis Nagoya obi. Sebelum mengikatkan Nagoya obi(Lampiran Gambar 3.8) dan ingat ujung mana yang termasuk te (bagian pendek) dan ujung mana yang tare (bagian panjang). Perhatikan juga bahwa dengan obi bermotif penuh sama panjang, baik ujungnya pada bagian te atau bagian tare. Berikut cara memakai Nagoya obi(Lampiran Gambar 3.9):

1. Gantungkan bagian pendek (te) di atas titik dari bahu kiri anda dari belakang ke depan. Pinggiran yang dilipat dari obi yang menghadap ke bawah, pinggiran ujung yang tidak dilipat ke arah bagian depan.

2. Bagian panjang (tare) dari obi dibalut atau ditutupi sekitar pingang sebanyak dua kali. Setelah waktu putaran pertama , sisipkan penahan obi (obi ita) di depan.


(42)

3. Pegang obi dengan sisi bagian bawah yang telah dilipat dan tarik tegangannya. Ini menyisakan sisi lipatan atas cukup longgar untuk memungkinkan anda bernafas lega dan memakai kimono dan obi dalam posisi yang nyaman.

4. Turunkan bagian pendek seperti diperlihatkan dalam ilustrasi lampiran gambar. Pastikan bahwa ini bebas kerutan.

5. Dengan jari telunjuk kiri anda tentukan dimana bagian pendek memenuhi bagian

dasar dari obi di bagian belakang.

6. Angkat bagian panjang di atas bahu kanan anda, lipat bagian pendek ke dalam

segitiga pada saat yang sama. Ikatkan ikat sementara (kari himo) sepanjang bagian atas dari obi.

7. Biarkan bagian panjang turun. Ukur sektiar 80 cm dari ujung bagian panjang.

Pastikan lipatan itu menciptakan hiasan drum. Bila obi memiliki disain drum maka disain akan telirhat dan terpusat di bagian belakang. Hiasan drum pada saat ini biasanya berukuran 20 cm di bawah ikatan sementara.

8. Bagian tengah alas obi (obi makura) di bawah hiasan drum. Kemudian sementara

memegangobi makura dengan tangan kiri anda, luruskan dan datarkan lipatan bagian dalam.

9. Naikkan bagian drum dari haluan bagian belakang.

10. Tarik pengikat dari obi makura ke depan dan kemudian ke bawah. Ikatkan di

depan dan kemudian masukkan pada bagian atas obi.

11. Naikkan bagian panjang ke bahu kanan anda dan haluskan obi di bawah alas obi. Tarik dan luruskan bagian segitiga bagian pendek yang menggantung di bawah


(43)

alas atau pad obi. Tutup pad obi dengan rangka ikat (obi age) dan ikatkan sementara di bagian depan.

12. Turunkan bagian tali. Tentukan ukuran drum, cakupan lengan ke bawah dan

pegang bagian panjang dimana jari anda menyentuhnya.

13. Naikkan dan lipat bagian panjang seperti diperlihatkan dalam lampiran gambar.

14. Sekarang ukuran drum telah diatur, sesuaikan ujung bagian panjang sehingga

menggantung pada panjang jari telunjuk (7 cm) di bawah obi itu sendiri.

15. Dengan tangan kiri anda melewati bagian pendek melalui drum itu sendiri.

Untuk mempertahankan bentuk drum, selipkan tangan kanan anda ke dalam drum untuk menahannya.

16. Ratakan bagian pendek dan lipat dengan rapi ke dalam drum.

17. Lewatkan tali obi (obi jime) melalui drum dan ikat di bagian depan, menurut

petunjuk yang diberikan di bawah ini. Langkah terakhir adalah mengikat rangka ikat (obi age) dengan benar, instruksi dimana akan diberikan seperti ilustrasi lampiran gambar.

18. Wanita yang sudah menikah biasanya mengatur drum dengan lapisan yang lebih

rendah dibandingkan dengan wanita yang belum menikah dan obi makura yang mereka gunakan adalah lebih kecil dari yang digunakan oleh wanita yang belum menikah.


(44)

3.1.9 Tali Obi

Cara untuk mengikat tali obi (obi jime)(Lampiran Gambar 3.10):

1. Dengan ujung tali obi di depan, pastikan bahwa kedua ujung ini memiliki panjang yang sama. Silangkan ujung kiri ke arah ujung kanan.

2. Ikatkan dan jaga keketatan simpul dengan jari anda. 3. Buat simpulan dengan ujung tali bagian atas.

4. Tekukkan ujung lain sambil sementara menahan simpulan pertama agar tetap

ketat, lewatkan tali melalui putaran.

5. Tarik kedua ujungnya dan ketatkan simpulan akhir.

6. Lipatkan tali kiri ke atas dari bawah dan tali kanan ke bawah dari atas, tarik ujung sampingnya.

7. Wanita yang sudah menikah biasanya mengikat tali obi tepat di bawah garis

tengah obi. Wanita yang belum menikah mengikatkannya langsung di sepanjang garis tengah.

3.1.10 Rangka ikat

Cara untuk mengikat rangka ikat (obi age) (Lampiran Gambar 3.11):

1. Setelah melepaskan ikatan simpul temporer (ikatan sementara), pastikan lebar

dari obi age sepertiga dari lebar awal dengan melipat sepertiga dari sisi terluar ke arah dan ke dalam seperti terlihat dalam ilustrasi pada lampiran gambar. Lipatkan di bagian atas.


(45)

2. Pastikan bahwa kedua ujung memiliki panjang yang sama dan melintasi ujung kiri di atas ujung kanan.

3. Tarik ujung kiri ke bahu kiri anda

4. Turunkan ujung kiri dan ratakan kerutan yang ada.

5. Lipat ujung kanan ke dalam bentuk huruf L dan dengan ujung kiri yang diikatkan pada ikatan simpul seperti dalam ilustrasi lampiran gambar.

6. Letakkan jari telunjuk kiri anda di dalam putaran dan tarik ujung kiri. 7. Lipat ujung yang longgar ke dalam obi age.

8. Lipat obi age ke dalam obi sehingga memperlihatkan garis atas dari obi. Wanita yang belum menikah secara tradisional lebih baik memperlihatkan obi age, sementra wanita yang menikah umumnya melipatkannya ke bagian dalam pada obi.

3.1.11 Penampilan Kimono yang Tepat

Berikut ini adalah beberapa hal penting yang perlu diamati untuk memakai kimono dengan benar dan baik.

Untuk wanita yang belum menikah:

1. Kurang lebih 2 cm dari kerah kimono bagian bawah harus memperlihatkan bagian


(46)

2. Sembunyikan kerah di bawah kimono pada bagian tengkuk kurang lebih 5 mm di bawah kerah kimono.

3. Sesuaikan bagian leher kimono untuk menyembunyikan tulang kerah.

4. Leher kimono pada bagian tengkuk harus ditarik ke belakang dengan lebar tiga jari dan terbentuk seperti huruf V.

5. Angkat keliman dari panel kimono bagian dalam kurang lebih 15 cm dari lantai 6. Panel kimono bagian luar harus dinaikkan 6 – 6.5 cm dari lantai

7. Lipatan kimono di bawah obi harus kurang lebih sama panjangnya dengan jari

telunjuk. Pastikan bagian lipatan dasar dari lipatan lurus.

8. Obi dipakai lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang belum menikah. 9. Dalam melipat obi age ke dalam bagian atas obi, buat lebih ketat.

10.Pastikan simpul ikatan obi berada di bagian tengah obi.

11.Wanita yang belum menikah menggunakan pad obi yang lebih besar

dibandingkan dengan wanita yang sudah menikah dan posisi garis puncak obi lebih tinggi

12.Sisi dari bagian panjang obi haruslah kurang lebih sepanjang jari telunjuk di bawah obi itu sendiri.

Untuk wanita yang sudah menikah:

1. Kurang lebih 1.5 – 2 cm dari kerah dari kimono bagian bawah harus terlihat pada bagian garis leher pada kerah kimono.


(47)

3. Pembukaan kerah pada bagian tengkuk harus memiliki bentuk yang bulat dari huruf U.

4. Angkat keliman dari panel kimono bagian dalam kruang lebih 15 cm dari lantai 5. Panel kimono bagian terluar harus dinaikkan 6 – 6.5 cm dari lantai belum 6. Posisi obi lebih rendah dari pada wanita yang belum menikah.

7. Jangan membiarkan obi age terlhat lebih menonjol.

8. Tali obi harus diikastkan dengan lebar tali di bawah garis tengah obi.

9. Dibandingkan dengan wanita yang belum menikah, obi makura lebih kecil dan

garis puncak obi adalah lebih rendah.

Ketika memakai yukata, lihat beberapa hal berikut :

1. Tutup garis leher depan sebanyak mungkin.

2. Jangan biarkan kerah pada bagian tengkuk terbuka terlalu lebar.

3. Perhatikan untuk tidak membuat lipatan di bawah obi terlalu panjang dan pastikan lipatan dasar dari lipatan itu adalah rapi dan lurus.

4. Angkat keliman dari panel kimono terluar separuh tinggi (4-5 cm) ketika keliman dari panel kimono bagian dalam (8 cm).


(48)

3.2 Peraturan dan Sikap Saat Memakai Kimono

Wanita harus memilih warna yang tepat dan desain yang sesuai dengan usia dan status perkawinan. Ada perbedaan yang jelas antara warna, desain, dan panjang lengan antara wanita yang sudah menikah dan wanita yang belum menikah.Sebagai contoh hanya wanita yang belum menikah (biasanya lebih muda) mengenakan kimono dengan lengan panjang yang melambai (furisode). Dengan kata lain wanita yang sudah menikah tidak seharusnya mengenakan furisode di depan umum.

Wanita muda dapat mengenakan warna yang lebih cerah dan ikat pinggang lebar atau obi yang dapat di ikat dengan cara yang lebih mencolok. Ikat kecil yang menjaga obi di tempat, di ikat dengan cara yang berbeda tergantung pada apakah kesempatan itu saat sedih atau senang. Perempuan yang sudah menikah harus mengenakan kimono berlengan pendek, desain dan wana yang lebih konservatif (Tomesode).Begitu juga perbedaan antara situasi formal dan informal harus diperhatikan.

Mengenakan kimono bukan hanya permasalahan teknik pemakaiannya, tetapi juga bagaimana cara pemakai yang memakai kimono agar bisa terlihat elegan atau malah menjadi hambar (biasa saja). Sikap badan sangat perlu untuk diperhatikan.Ini harus terlihat alami, dengan punggung lurus, dagu ditarik sedikit dan bahu yang rileks. Gerakan tiba-tiba dan kasar harus dihindari, karena akan


(49)

memperlihatkanlengan dan terutama kaki dan bahkan kaki yang dapat dilihat secara sekilas dirasa cukup buruk.

Pergerakan tangan harus diatur agar tidak menyeret ataupun berayun sembarangan.Pada saat berjalan, berjalanlah dengan anggun. Langkah yang besar yang terburu-buru dapat merusak lipatan depan kimono.

Kesimpulannya, ketika sedang memakai kimono pergerakan harus dibatasi, lebih lambat, dan lebih seimbang daripada pakaian ala barat yang memungkinkan untuk bergerak bebas.

3.3 Perawatan Kimono

Kimono merupakan salah satu pakaian tradisional negara Jepang yang tergolong mahal. Kimono sutra berkualitas baik tentu membutuhkan perawatan khusus agar tetap bersih dan terbebas dari noda. Hal penting namun tak jarang sering terabaikan yaitu melakukan pencegahan dari noda dengan cara mencuci tangan sebelum memakai dan sebelum melepskannya. Karena noda di tangan terkhusus partikel-partikel yang berminyak akan dengan mudah berpindah ke kimono dan dengan cepat akan menarik ngengat ataupun serangga lainnya. Saat memakai kimonotahan diri dari penggunaanparfum atau cologne, dan tidak pernah merokok sambil mengenakan kimono.Jika makan atau minum selagi memakai kimono berhati-hatilah agar tidak tumpah.


(50)

Ketika akan keluar rumah disarankan untuk membawa tiga sapu tangan. Sapu tangan pertama yang berenda berfungsi untuk membuat suatu hiasan menarik ketika duduk dan menjaga tangan saat menyentuh kimono secara langsung.Sapu tangan yang ke dua bewarna putih dan lebar cocok untuk dibentangkan di pangkuan saat sedang makan.Sapu tangan ke tiga harus lebar dan bewarna.Itu digunakan ketika

mengendarai mobil, untuk membersihkan noda pada kimono atau untuk

membersihkan tangan. Saat di meja makan perhatikan cara lengan kimono bergerak. Ini dimaksudkan agar membatasi pergerakan lengan ketika menyentuh sesuatu.

Ketika berjalan keluar rumah berhati-hatilah agar tidak mengotori ujung keliman kimono.Ketika hujan berjalanlah dengan hati-hati dan hindari dari percikan lumpur di kimono. Rintik hujan dapat meninggalkan noda yang sulit dihilangkan, sehingga cara terbaik yaitu memakai jas hujan dengan panjang penuh yang akan melindungi kimono sepenuhnya.

Angin-anginkan kimono sebelum menyimpannya.Gantung kimono dengan emonkake (Lampiran Gambar 3.12) di tempat yang sejuk dan dingin biarkan

kelembaban dan panas tubuh pada kimono keluar.Ini akan membantu untuk mencegah pembentukan jamur dan bintik-bintik pada kimono.Jika lumpur mengotori kimono, biarkan kering secara menyeluruh sebelum disikat dengan sikat lembut.Lalu dengan lembut tepuk dan gosok daerah kotor dengan sepotong kecil beludru kain terry, atau katun lembut turun ke arah tenunan.


(51)

Obi juga harus di angin-anginkan.Jika obi itu adalah obi tenunan, luruskan kerutan dengancara menyetrika pada sisi sebaliknya dari obi.Obi dari katun dan sintetis juga dapat disetrika.

Kimono dipotong dalam garis lurus dan dapat dengan mudah dilipat rapih menjadi persegi. Lipatan yang benar akan membuat kimono tampak rapi dan bersih. Aturan pertama yaitu melipat kimono dengan benar disepanjang jahitan.Bawa sudut bersama-sama dengan rapi dan lipat bagian demi bagian.Rahasianya yaitu

pertahankan garis vertikal panjang dan tidak perlu membuat lipatan horizontal (Lampiran Gambar 3.12).Setelah dilipat letakkan kimono kedalam kertas pembungkus.Masukkan ke dalam lemari penyimpanan.


(52)

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dipaparkan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1) Pemakaian kimono tidaklah sama seperti pemakaian baju pada umumnya. Dalam

pemakaian baju kimono ada banyak aturan dan teknik tertentu dalam pemakaiannya.

2) Urutan pemakaian kimono secara benar yaitu dimulai dari mengenakan Tabi,

kemudian memakai Hadajuban dan Susoyoke, diikuti dengan mengisi cekungan pada bentuk tubuh dengan handuk atau alas tubuh, lalu memakai Nagajuban yang telah dijahit Han eri dan Chikara nuno, kemudian nagajuban diikat dengan date jime atau date maki. Setelah kimono bagian dalam selesai, saatnya memakai kimono itu sendiri jepit bagian kerah, posisikan panel dan lipatan pada pinggang kimono dengan benar lalu ikat dengan,koshi himo, lalu rapikan dan ratakan dari kerutan. Pasang date jime dan ketatkan. Kemudian pakaiObi , Obi ita,Obi makura, Obi age, Obi jime, dan terakhir pakai Zori.


(53)

dan status perkawinan.

4) Saat memakai kimono perlu untuk menjaga sikap badan. Pergerakan harus

dibatasi, lebih lambat, dan lebih seimbang daripada pakaian ala barat yang memungkinkan untuk bergerak bebas.

5) Karena kimono merupakan pakaian tradisional yang harganya mahal dan bernilai

seni tinggi, oleh karena itu harus bisa merawat kimono agar tetap rapi dan terhindar dari noda.

4.2Saran

Dari pembahasan kita dapat mengetahui bahwa mengenakan kimono bukanlah hal yang mudah.Peraturan dalam pemakaiannya sangat terperinci, mulai dari memahami jenis-jenis dan warna kimono yang dikenakan di berbgai kesempatan serta waktu pengunaannya, hingga hiasan pelengkap yang sesuai dengan jenis kimono tertentu.Oleh karena itu ketika anda ingin memakai kimono pelajari dahulu tentang kimono itu sendiri atau boleh meminta bantuan orang yang sudah ahli dalam mengenakan kimono.

Untuk para pembaca, ada begitu banyak pembahasan dari kimono yang belum saya paparkan seperti: cara pemakaian kimono untuk pria dan anak-anak, penjelasan tentang obi secara keseluruhan dan jenis-jenis obi, cara membersihkan/ mencuci kimono secara keseluruhan, dan penjelasan mengenai lambang keluarga


(54)

pada kimono. Demikian saya paparkan agar kiranya para pembaca dapat menjadikan ini sebagai referensi pembahasan anda di masa yang akan datang.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Washington Press.

http://johnmarshall.to/blog/tag/fold-kimono/


(56)

Gambar 2.1 Bagian-bagian kimono

c


(57)

Gambar 2.2 Jenis-jenis kimono wanita: (a) Tomesode (Kurotomesode dan

Irotomesode), (b) Furisode, (c) Uchikake, (d) Homongi, (e) Iromuji, (f) Tsukesage, (g) komon (h) Iromuji, (i) Susohiki / Hikizuri, (j) Mofuku, dan (k) Yukata.

Gambar 2.3 Jenis kimono pria: (a) Setel dan (b) Kimono santai kinagashi

i


(58)


(59)

l


(60)

Gambar 2.4 Hiasan pelengkap kimono: (a) Haori, (b) Haorihimo wanita , (c) Haorihimo pria, (d) Hadajuban, (e) Nagajuban, (f) Date eri, (g) Date jime, (h) Kimono slip, (i) Hakama, (j) Geta, (k) Kanzashi, (l) Obi, (m) Tabi, (n) Waraji, (o) Zori, (p) Netsuke, (q) Obi jime, (r) Obi makura, (s) Obi age, dan (t) Obi ita


(61)

Gambar 3.1 Hadajuban dan susoyoke


(62)

Han eri Eri shin


(63)

Gambar 3.4 Cara memasang nagajuban


(64)

(65)

(66)

(67)

Gambar 3.7 Cara memakai kimono

Gambar 3.8 Gambar Nagoya obi tesaki

doumawari taresaki


(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

(73)

Gambar 3.11 Cara memasang obi age


(74)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Gambar 3.11 Cara memasang

obi age


(6)