Debottlenecking dalam Masterplan Percepa (1)

DEBOTTLENECKING

dalam Kebijakan Master Plan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

DEBOTTLENECKING

dalam Kebijakan Master Plan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Hilma Safitri

Buku ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan dengan dana hibah dari Global Development Network/East Asian Development Netwrok (GDN/EADN) dibawah pengelolaan the Philippine Institute for Development Studies sebagai Sekretariat EADN

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Daftar Isi

DEBOTTLENECKING dalam Kebijakan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Hilma Safitri

Daftar Isi

vii diterbitkan pertamakali dalam bahasa Indonesia

Daftar Tabel

ix ARC Books, Agustus 2014

Daftar Grafik

ix ©ARC Books, 2014

Daftar Gambar

Daftar Singkatan

xi

xii pracetak: jiwo

Pengantar Penulis

1 ARC Books

Koridor Ekonomi sebuah Strategi Pembangunan

Koridor Ekonomi, Prinsip Debottlenecking dan Skema

Jalan Ice Skating No.33 Arcamanik

5 Bandung 40293 - Indonesia telp/fax: 022.7237799

Public Private Partnership (PPP)

Prinsip Debottlenecking dan Skema Percepatan

email. arc.indonesia@gmail.com

Pembangunan Ekonomi

Prinsip Debottlenecking: Teori dan Konsep

Katalog Dalam Terbitan

11 Debottlenecking dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan

Hilma Safitri

Pelaksanaan Prinsip Debottlenecking dan Konsekuensinya

terhadap Pembangunan Ekonomi

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

17 Bandung, ARC Books, 2014

Pelaksanaan Prinsip Debottlenecking

xvi+95 hlm; 14x21 cm

KISMK dan PLTU Batang sebagai Proyek Utama dalam Pelaksanaan Kebijakan MP3EI

ISBN: 978-602-71317-1-2 18 Kenapa KISMK berada di Sumatera Utara?

Mengapa PLTU di Batang

Hal-hal yang Harus di De-bottlenecking oleh Kebijakan MP3EI

66 Kerangka Kebijakan dan Tumpang Tindih Perundang-

undangan dan Peraturan

“Kerumitan” Kebijakan Investasi

77 Buku ini diterbitkan atas dukungan dan kerjasama:

Fasilitas Infrastruktur

Debottlenecking di Mega-Proyek KISMK dan PLTU

Agrarian Resources Center (ARC)

Batang

dan CCFD Terre Solidaire

KISMK – Sumatera Utara

PLTU Batang

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Dibalik Pelaksanaan Prinsip Debottlenecking di KISMK dan PLTU Batang

Daftar Tabel

Hambatan Utama Kedua Proyek

Bekerjanya Prinsip Debottlenecking 68 Tabel 1. Sebaran Perkebunan Kelapa Sawit PTPN III di Aktor Utama dalam Pelaksanaan Proyek

73 Sumatera Utara

Jalan Keluar untuk Pertarungan Kepentingan 44 Tabel 2. Jumlah Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera

Utara, 2011

Kesimpulan: Kebijakan MP3EI dan Instrumen Utama Debottlenecking

79 Tabel 3. Investasi di Jawa, 2008-2010

Tabel 4. Jumlah Industri Pertanian dan Non-Pertanian di Bibliografi

82 Jawa

Tabel 5. Kawasan Perhatian Investasi (KPI) berdasarkan Indeks

91 Kegiatan Ekonomi di Jawa

Tentang Penulis Tabel 6. Komitmen Investasi dalam Kegiatan Ekonomi 95 Utama di Koridor Jawa, sampai Mei 2012

Tabel 7. Kondisi Kelistrikan di Jawa, 2010-2011

Tabel 8. Proyeksi Kebutuhan Listrik di Jawa-Bali, 2012-2021

Tabel 9. Rincian Rencana Proyek Pembangkit Listrik di

Sistem Jawa-Bali, 2012-2021

Tabel 10. Matriks Target Debottlenecking di mega-proyek

KISMK dan PLTU - Batang

Daftar Grafik

Grafik 1. Luas Wilayah Perkebunan Kelapa Sawit di

Sumatera Utara (ha)

Grafik 2. Persentase Total Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara (terhadap Pulau Sumatera)

Grafik 3. Persentase Total Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera (terhadap Total Areal di Indonesia)

Grafik 4. Produktivitas

Grafik 5. Rata-rata Jumlah Ekspor Minyak Sawit Indonesia

Grafik 6. Investasi

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Daftar Gambar

Gambar 1. Sebaran Pabrik Pengolahan PTPN III

Gambar 2. Rencana Pembangunan Sarana Transportasi Darat

di Sumatera Utara

Gambar 3. Pelaksanaan Prinsip Debottlenecking di Mega-

Proyek KISMK

Gambar 4. Lokasi Pembangunan PLTU-Batang

Gambar 5. Skema PPP di PLTU Batang

Gambar 6. Perubahan Peraturan Tentang Zona Konservasi Laut di Kawasan Rencana Pembangunan PLTU Batang

Gambar 7. Rencana Pemekaran Wilayah Kabupaten

Simalungun

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Daftar Singkatan

AMDAL

: Analisis mengenai Dampak Lingkungan

BPN

: Badan Pertanahan Nasional

BPS

: Badan Pusat Statistik

BUMN

: Badan Usaha Milik Negara

Bappenas

: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

CPO : Crude Palm Oil FGD : Flue-Gas Desulfurization HGU

: Hak Guna Usaha

KEK

: Kawasan Ekonomi Khusus

KISMK

: Kawasan Industri Sei Mangkei

KPI

: Kawasan Perhatian Investasi

KPS

: Kerjasama Pemerintah Swasta

KP3EI

: Komite Percepatan dan Pembangunan

Ekonomi Indonesia

LBH Semarang : Lembaga Bantuan Hukum Semarang LSM

: Lembaga Swadaya Masyarakat

MP3EI

: Masterplan Percepatan Pembangunan

Ekonomi Indonesia

PLTB

: Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (Angin)

PLTS

: Pembangkit Listrik Tenaga Surya

PLTU

: Pembangkit Listrik Tenaga Uap

PLN

: Perusahaan Listrik Negara

PT. BPI

: PT Bhimasena Power Indonesia

PT Inalum

: PT Indonesia Asahan Alumunium

IIF

: PT Indonesia Infrasctructure Financing

PT IIGF

: PT Indonesian Infrastructure Guarantee Fund

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

PTPN : Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara

Pengantar Penulis

PT SMI : PT Sarana Multi Infrastruktur PPP : Public Private Partnership RTRW

: Rencana Tata Ruang Wilayah USC : Ultra Super Critical UKP4

: Unit Kerja Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan

YLBHI : Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesi

Apa yang seharusnya dirumuskan untuk pembangunan ekonomi suatu bangsa, yang bisa mencapai target kesejahteraan masyarakatnya juga mencapai target pertumbuhan ekonomi? Sudut pandang apa yang harus diterapkan? Siapa sesungguhnya yang layak menjadi subjek dan objek pembangunan tersebut? beberapa pertanyaan diatas merupakan pertanyaan yang mengemuka untuk dikaji lebih dalam yang tentunya sangat mendasar bagi para penganut studi agraria kritis. Seperti halnya didalam uraian buku ini, berupaya memperlihatkan apakah skema pembangunan yang diterapkan bisa mencapai target pembangunan khususnya untuk kesejahteraan warganya. Tentunya tidak bisa menjawab semua pertanyaan–pertanyaan diatas, namun diharapkan bisa menjadi pemicu untuk analisis selanjutnya didalam melihat kebijakan pembangunan suatu bangsa, khususnya di Indonesia.

Kebijakan terbaru Indonesia untuk pembangunan ekonomi Indonesia yang diterbitkan tahun 2011, yaitu Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, bukanlah rumusan baru untuk strategi

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pengantar Penulis Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pengantar Penulis

pembangunan Indonesia. Walaupun kebijakannya sendiri baru warga setempat). Bagaimana ketiga kelompok ini bertarung disahkan 3 tahun yang lalu, namun sesungguhnya merupakan

dan bisa diselesaikan perseteruannya, adalah salah satu topic upaya-upaya untuk menanggulangi sejumlah hambatan

bahasan didalam tulisan ini.

yang selama ini ada. Walaupun era desentralisasi paska 1998 Kunci utama yang dipergunakan adalah pelaksanaan prinsip memberikan berbagai kemudahan untuk melaksanakan proyek-

debottlenecking dan skema Public Private Partnership (PPP). proyek pembangunan di daerah, namun, khususnya pelaku

Walaupun merujuk pada uraian tentang debottlenecking dari tim bisnis yang terlibat didalam proyek-proyek pembangunan,

UKP4 yang mengisyaratkan terjadi hambatan dalam birokrasi mengalami banyak hambatan. Seperti sudah diidentifikasi oleh

kebijakan, namun tulisan ini mencoba melakukan analisis UKP4, bahwa hambatan-hambatan tersebut terkait dengan

yang lebih luas, bahwa kebijakan MP3EI itu sendiri adalah pola birokrasi yang selama ini diterapkan, termasuk tumpang

proses debottlenecking secara keseluruhan. Ketika banyak tindih maupun ketidaklengkapan peraturan dan kebijakan yang

hambatan yang dialami para investor untuk berinvestasi di seharusnya berperan mengatur jalannya pembangunan.

daerah, ketika banyak dampak sosial seperti berbagai penolakan Untuk melihat lebih rinci bagaimana pelaksanaan MP3EI,

yang dilakukan oleh masyarakat terhadap satu proyek, karena tulisan ini mengangkat dua kasus mega-proyek yang ada di

skema desentralisasi yang diterapkan di era paska Reformasi, Indonesia, yaitu pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei

maka kebijakan MP3EI berupaya mengembalikan peran (KISMK) – Sumatera Utara dan pembangunan Pembangkit

sentral pemerintah pusat untuk memotong berbagai hambatan Listrik Tenaga Uap (PLTU) – Batang, Jawa Tengah. Kedua

tersebut. Dan meyakinkan banyak pihak bahwa peran sektor proyek ini merupakan inisiatif yang sudah lama direncanakan

swasta adalah kunci untuk mendongkrak pertumbuhan di dan semakin lancar ketika sudah diintegrasikan kedalam

Indonesia melalui skema PPP.

kebijakan MP3EI. Lika-liku permasalahan untuk mewujudkan Lalu, apa jeleknya? Yang luput adalah ketika objek-objek kedua inisiatif mega-proyek ini (relatif) bisa diselesaikan dengan

vital sumberdaya alam Indonesia dikuasai oleh sektor swasta ‘jargon’ skema pembangunan MP3EI, yaitu ‘not as business as

dan kemudian negara melepaskan tanggungjawabnya untuk usual’ untuk mencapai target angka pertumbuhan Indonesia

memenuhi kebutuhan dasar warganya. Kasus PLTU Batang di tahun 2025. Kebijakan ini berhasil melakukan penaklukan

adalah salah satu bentuk pengabaian negara terhadap pemenuhan berbagai pihak yang bersengketa ketika inisiatif pembangunan

kebutuhan dasar negara di masa yang akan datang. Terlebih- di satu wilayah akan dirumuskan atau dilaksanakan.

lebih, tulisan ini melihat bahwa pembangunan pembangkit Kedua kasus juga memperlihatkan bagaimana pihak-pihak

listrik dengan kapasitas terbesar di Asia Tenggara tersebut tidak yang bersengketa atau bertarung kepentingan tidak hanya

ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan listrik warganya, mereka yang berada di wilayah dimana lokasi proyek akan

melainkan untuk mendukung kebutuhan industry yang sudah dilaksanakan, namun juga terkait dengan pihak-pihak yang

dan akan dikembangkan. Demikian juga dengan komoditas berada di luar wilayahnya atau di struktur pemerintahan yang

Sawit, pembangunan KISMK adalah proyek hilirisasi komoditas lebih tinggi. Paling tidak, mereka dapat dikelompokkan dalam

sawit Indonesia yang dikerjakan sepenuhnya oleh kelompok kelompok pengusaha (di tingkat lokal dan nasional, domestik

pengusaha. Pertanyaannya kemudian, kemana produk akhir dan maupun asing), kelompok aparat pemerintahan (tingkat daerah

margin keuntungan dari kedua proyek tersebut akan pergi? dan pusat), serta kelompok masyarakat sipil (LSM, NGO dan

Pertanyaan ini juga yang hendak dijawab didalam tulisan ini.

Skema koridor ekonomi sudah menjadi kecenderungan di setiap strategi pembangunan di berbagai negara di dunia. Koridor ekonomi merujuk kepada pembangunan ekonomi yang ditargetkan untuk menaikkan angka pertumbuhan ekonomi pada rentang waktu dan wilayah tertentu (AGIL, 2000, hlm. 2). Prasyarat utama untuk berjalannya strategi ini adalah pembangunan infrastruktur dan sarana telekomunikasi serta ketersediaan tenaga listrik (Bafoil & Ruiwen, 2010). Strategi pembangunan dengan skala luas ini merupakan bentuk skema pembangunan dengan konsep modernisasi yang sangat banyak mempengaruhi para pemikir pelaksana negara dan pemilik modal. Karakter utamanya adalah keterlibatan modal yang sangat besar – yang banyak dikuasai oleh pengusaha – dan tawaran akan pertumbuhan yang akan mengakibatkan hasil dan prosesnya akan sangat sulit diakses oleh sebagian besar penduduk. Walaupun skema pembangunan koridor ekonomi berdampak sangat baik untuk pembangunan ekonomi, dengan ukuran pencapaian angka pertumbuhan ekonomi dalam teori pembangunan, tetapi bisa mengakibatkan pengabaian kepentingan rakyat

Koridor Ekonomi sebuah Strategi Pembangunan

Semoga pertanyaan-pertanyaan yang besar dan cukup rumit seperti diuraikan didalam pengantar ini bisa menggiring pembaca ketika membaca tulisan ini.

Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan sepanjang tahun 2012-2014, yang merupakan kelanjutan dari kegelisahan penulis setelah mengkaji secara cepat kebijakan MP3EI ketika akan dan sudah diterbitkan tahun 2011. Dengan dukungan biaya penelitian dari East Asian Development Network (EADN) 2012, penelitian ini bisa terlaksana. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih atas penerbitan tulisan ini kepada Agrarian Resource Center (ARC), khususnya seluruh tim yang tetap aktif hingga hari ini – Kang Gpenk, Jiwo, Erwin, Baihaqi atas waktunya untuk berdiskusi dan mengkritisi temuan- temuan dan hasil bacaan selama penelitian ini berlangsung, juga Pak Asep dan Tiar yang selalu membantu agar ARC tetap berjalan – lalu CCFD Terre Solidaire, khususnya Hatim yang juga terus mendukung kerja-kerja ARC termasuk penelitian ini. Semoga terbitan ini bisa memberikan kontribusi pada studi agraria kritis, khususnya di Indonesia. Tentunya, kritik, masukan dan komentar akan sangat berguna bagi penulis untuk terus memperbaiki kapasitas penulis khususnya dan untuk menjadi masukan bagi jalan keluar masalah agraria di Indonesia.

Bandung, 17 Agustus 2014 Hilma Safitri

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

melalui perubahan penguasaan dan penggunaan lahan untuk antar wilayah. Ini adalah landasan pembangunan dengan ideologi kepentingan pembangunan infrastruktur dalam konsep koridor

kapitalisme yang membutuhkan ruang-ruang baru untuk ekonomi yang menggunakan prinsip debottlenecking dan

berinvestasi, kebutuhan akan tenaga kerja serta potensi pasar. keterlibatan sektor privat melalui skema Public Private Partnership

Koridor yang dibangun melalui kebijakan MP3EI adalah upaya (PPP).

untuk menjamin ketiga komponen penting tersebut, sehingga Kebijakan pembangunan ekonomi terbaru Indonesia

tahapannya dibangun secara sistematis di berbagai wilayah yang menggunakan konsep koridor ekonomi, yaitu kebijakan

memang sudah ada sebagai pusat kegiatan ekonomi. Pulau Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia

Jawa adalah salah satu target, begitu juga dengan kawasan (MP3EI), yang menggunakan slogan “not as business as usual”.

Sei Mangkei yang berlokasi di provinsi Sumatera Utara yang Salah satu strateginya adalah menggunakan atau melaksanakan

diidentifikasi sebagai wilayah yang potensial untuk dijadikan prinsip debottlenecking yang memungkinkan aliran investasi di

pusat pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia. seluruh Indonesia yang dibagi dalam 6 koridor utama dalam

Dinamika pembangunan ekonomi Indonesia sejalan dengan MP3EI 1 . Dengan mengandalkan modal yang dimiliki oleh sektor

dinamika politik pemerintahan, yang hingga saat ini tidak banyak swasta, MP3EI memberikan peluang untuk privatisasi sejumlah

berubah dibandingkan jaman Orde Baru sebelum tahun 1998. aset publik yang seharusnya ditujukan untuk pelayanan publik.

Era Reformasi tahun 1998 yang idealnya dapat menjadi momen Sebagaimana MP3EI juga mensyaratkan penyediaan sejumlah

bagi setiap wilayah untuk melakukan pembangunannya lebih sarana infrastruktur sebagai fondasi utama dan sebagai langkah

baik berdasarkan potensi wilayahnya, akan tetapi bagi pelaku awal pelaksanaannya. Alasan klasik yang selalu dipergunakan

bisnis, setelah era ini tetap menghadapi banyak hambatan adalah negara atau pemerintah tidak memiliki dana yang cukup

ketika melakukan kegiatan investasi. Keunikan geografis serta sehingga memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk

kekayaan di setiap wilayah membuat setiap pemerintahan berinvestasi di dalam pembangunan infrastruktur (seperti

daerah meletakkan kebijakan desentralisasi sebagai era untuk pembangunan jalan, sarana komunikasi dan tenaga listrik).

mengembalikan kembali potensi wilayahnya menjadi milik Sementara prinsip-prinsip debottlenecking dipergunakan untuk

wilayah itu sendiri. Jika pada era sebelumnya pemerintah menghilangkan banyak hambatan atau kesulitan-kesulitan dalam

lokal hanya menunggu arahan pelaksanaan pembangunan kegiatan investasi, misalnya terkait dengan masalah birokrasi,

dari pemerintahan pusat, maka setelah itu, pemerintah daerah pendanaan dan aspek sosial yang muncul di kalangan penduduk

memiliki keleluasaan untuk menentukan pembangunan yang sekitarnya yang disebabkan proses yang tidak transparan.

dibutuhkan, berdasarkan kebijakan Otonomi Daerah yang Pembangunan infrastruktur di dalam MP3EI adalah, pada

diterbitkan pada tahun 2001. Hal ini juga termasuk kegiatan umumnya, bersandar pada konsep koridor ekonomi, yang

investasi, pemerintah daerah bisa melakukan negosiasi dengan menekankan pada pembangunan wilayah, berdasarkan potensi

investor, baik investor asing maupun nasionaI. Sehingga, wilayahnya untuk aktivitas industri dan investasi serta keterkaitan

skema birokrasi serta peraturan yang terkait sudah diubah dan pemerintah daerah bertindak sebagai pelaku kunci dalam investasi di wilayahnya. Walaupun hal ini memberikan kemudahan bagi

1 Enam (6) Koridor itu adalah Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku-Papua (Coordinating Ministry of Economic

kelompok pengusaha untuk melakukan kesepakatan dengan

Affairs, 2011)

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

pemerintah daerah, tetap menghadapi banyak kesulitan, oleh kapital adalah faktor penting didalam kedua proyek ini. khususnya terlalu rumitnya kebijakan untuk berinvestasi yang

Dampak terhadap kehidupan masyarakat lokal, dan dijelaskan dipengaruhi juga oleh banyak kepentingan-kepentingan yang

dengan menggunakan perspektif ekonomi politik. Khususnya berkontestasi di kalangan institusi pemerintahan. Sejak kebijakan

untuk melihat lebih teliti kepentingan berbagai pihak yang MP3EI diterbitkan dengan keputusan presiden tahun 2011

terlibat didalam proyek pembangunan tersebut, sehingga buku (Keppres No. 32 tahun 2011 tentang MP3EI), menjadi jalan

ini menjadi sangat penting didalam konteks kebijakan publik. pintas untuk mengurangi sejumlah kerumitan yang muncul

Hal ini dilakukan dengan cara melihat kepentingan aktor-aktor dan dialami oleh pengusaha dan kelompok swasta. Prinsip

yang dominan, kontribusi yang mereka berikan serta keterkaitan debottlenecking, apakah itu memotong proses-proses birokrasi

diantara berbagai aktor tersebut. Sehingga akan tampak indikasi atau melakukan perubahan sejumlah kebijakan, adalah menjadi

pengabaian terhadap ruang hidup warga yang diakibatkan oleh prinsip utama di dalam MP3EI, termasuk didalamnya adalah

pelaksanaan kebijakan MP3EI.

melakukan revisi sejumlah kebijakan yang ada terkait dengan PPP agar mendukung kegiatan investasi.

Prinsip Debottlenecking dan Skema Public Private

Tulisan ini akan melihat dua proyek pembangunan skala besar

Partnership (PPP)

yang merupakan proyek percontohan pelaksanaan kebijakan Perlunya perbaikan level pertumbuhan ekonomi sejalan MP3EI. Proyek pertama adalah pembangunan kawasan industri

dengan prinsip spekulasi yang menjadi karakteristik kapitalisme pengembangan kelapa sawit Sei Mangkei (Kawasan Industri Sei

di dalam arena pelaksanaan kebijakan koridor ekonomi. Mangkei – KISMK) di Simalungun, Sumatera Utara, dan yang

Angka pertumbuhan ekonomi akan ditentukan oleh tingginya kedua adalah mega proyek PLTU Batang di Kabupaten Batang,

aktivitas produksi di berbagai wilayah secara merata dengan Jawa Tengah. KISMK adalah proyek besar untuk mengubah

dukungan sarana infrastruktur yang layak. Pada prinsipnya, skema industri kelapa sawit dari industri hulu ke industri

sarana infrastruktur yang baik adalah faktor penting, karena akan hilir. Sementara, PLTU Batang adalah penyediaan sarana

mengurangi biaya transaksi didalam proses produksi (Ellis, 1992; infrastruktur listrik untuk kebutuhan industri di pulau Jawa.

Stiglitz, 1986). Sebagaimana diuraikan oleh Harvey, konsep Melalui kedua proyek pembangunan ini akan memperlihatkan

kapitalisme membutuhkan dua komponen utama dalam rangka bagaimana proses pelaksanaan prinsip-prinsip debottlenecking

mencari “moda produksi lainnya”: yaitu sarana infrastruktur dan pembagian peran antara pemerintah dan sektor swasta,

(‘mesin dan modal tetap’) dan bentuk lain yang mendukung dengan tujuan untuk mempercepat transformasi pembangunan

kegiatan produksi (‘produksi antara’) (Harvey, 2010, hlm. 66-67). ekonomi Indonesia melalui kebijakan MP3EI. Penjelasannya

Selain itu, ketersediaan tenaga kerja juga sangat penting. Tenaga akan memperlihatkan bagaimana pembangunan dengan

kerja yang dimobilisir dan diadakan di wilayah sekitarnya akan dorongan modal di dalam dua proyek ini bekerja dengan prinsip

juga mendukung proses perluasan ke wilayah lainnya (Girling, debottlenecking dan skema PPP yang akan mendorong proses

1987, hlm. 8). Kesemuanya sangat dibutuhkan untuk menjamin privatisasi sejumlah aset publik yang seharusnya ditujukan

keberlanjutan aliran modal, karena modal itu sendiri juga akan untuk memberikan pelayanan publik. Uraiannya akan juga

berfungsi sebagai proses ekspansi.

memasukkan penjelasan bagaimana pertumbuhan yang didorong Proyek KISMK dan PLTU Batang adalah bagian dari

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

upaya-upaya untuk memperbaiki pembangunan ekonomi mengarah kepada proses privatisasi sejumlah aset publik, melalui Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, industri kelapa

kebijakan MP3EI, khususnya dengan pelaksanaan prinsip- sawit di Indonesia harus diubah menjadi industri hilir untuk

prinsip debottlenecking yaitu proses pembaruan birokrasi dan mendapatkan surplus yang lebih banyak, dimana sebelumnya

skema PPP.

atau selama ini hanya mengandalkan industri hulu. Sementara, Dengan melihat dua kasus mega-proyek KISMK dan PLTU PLTU Batang, selain difungsikan untuk menjadi penyedia tenaga

Batang, maka akan diuraikan “Bagaimana proses pengurangan listrik bagi rumah tangga di Jawa, juga akan melayani kebutuhan

atau penghapusan hambatan-hambatan birokrasi dan kebijakan yang listrik bagi sejumlah industri yang ada dan akan dibangun di

terjadi di dalam pelaksanaan kebijakan MP3EI?”. Dengan melihat Pulau Jawa. Kedua kasus ini nerupakan proyek andalan dalam

lebih teliti aspek-aspek apa saja yang menjadi objek didalam MP3EI; KISMK yang direncanakan akan dibangun di Sumatera

pelaksanaan prinsip-prinsip debottlemecking di dalam skema Utara, adalah satu proyek skala besar untuk mengubah industri

pelaksanaan kebijakan MP3EI, serta aspek-aspek atau faktor- kelapa sawit di Indonesia dari industri hulu ke industri hilir,

faktor apa saja dan bagaimana strategi yang digunakan untuk sementara PLTU Batang dirancang menjadi proyek terbesar

menyelesaikan hambatan-hambatan atau kesulitan-kesulitan untuk penyediaan tenaga listrik di Indonesia (dan di Asia

yang muncul atau ada.

Tenggara) dengan skema PPP yang digunakan pertama kali di Hal-hal yang penting untuk diuraikan didalam tulisan ini Indonesia (Ministry of National Development Planning, 2012,

dibagi dalam dua bagian besar. Bagian pertama akan menjelaskan hlm. vi).

tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip debottlenecking dan Kedua proyek skala besar tersebut adalah prasyarat untuk

skema PPP sebagai instrumen turunannya. Debottlenecking industrialisasi di Indonesia, karena kedua proyek tersebut

akan dilihat dari kedua kasus yang diangkat, yang sudah ada ‘menjanjikan’ menyediakan infrastruktur yang baik, yang

di Indonesia, kelebihan dan kelemahannya serta faktor-faktor sebelumnya sulit untuk diwujudkan. Fasilitas infrastruktur

yang mempengaruhinya, khususnya dalam pembangunan yang kurang baik, khususnya sarana transportasi, energi dan

infrastruktur. Hasil observasinya diharapkan menjadi input yang ketenagalistrikan, selalu menjadi hambatan untuk menjalankan

dapat dilaksanakan di dalam strategi percepatan pembangunan aktivitas industri di Indonesia. Terbitnya kebijakan MP3EI

ekonomi.

penting untuk memperbaiki kondisi yang kurang baik tersebut, Bagian kedua akan menguraikan proses debottlenecking yang karena kebijakan MP3EI mengkonsolidasikan seluruh rencana

terjadi di dua kasus yang dilihat. Bagian ini akan menekankan pembangunan. KISMK dan PLTU Batang dibangun di wilayah

pada temuan-temuan dari kedua kasus (kasus KISMK dan PLTU yang memiliki level pertumbuhan ekonomi dan kondisi sosial

Batang). Prinsip-prinsip Debottlenecking yang digunakan dengan ekonomi yang berbeda. Sehingga dampak yang diakibatkan

baik di dalam kasus ini memperlihatkan proses percepatan kedua proyek ini akan bervariasi, walaupun di kedua proyek

pembangunan yang direncanakan. Beberapa hambatan yang tersebut sama-sama mengalir modal yang besar.

harus diselesaikan diuraikan di bagian ini, misalnya kerangka Dibalik argumen Pemerintah Indonesia bahwa kebijakan

kebijakan, kebijakan investasi dan fasilitas infrastruktur yang koridor ekonomi menjadi strategi yang bagus untuk

kurang memadai.

pertumbuhan ekonomi Indonesia, pada pelaksanaannya akan Tulisan ini akan dibagi dalam 4 bagian; bagian pertama

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

akan memberikan uraian singkat tentang kebijakan MP3EI di

Prinsip Debottlenecking dan Skema

Indonesia, gambaran kedua kasus yang dipilih, dan dilanjutkan dengan uraian permasalahan dan pertanyaan penelitian sebagai

Percepatan Pembangunan Ekonomi

panduan selama melakukan penggalian data dan infromasi untuk tulisan ini.

Bagian kedua menjelaskan tentang teori dan konsep debottlenecking yang bekerja dalam pelaksanaan kebijakan koridor ekonomi (di Indonesia). Bagian ini juga menjelaskan bagaimana strategi percepatan pembangunan ekonomi menggunakan prinsip dan sejumlah faktor yang dijelaskan di dalam pelaksanaannya.

Bagian ketiga akan mengelaborasi pelaksanaan prinsip debottlenecking. Dengan mengambil dua kasus utama, yaitu KISMK dan PLTU Batang, keduanya akan memperlihatkan sejumlah faktor yang seharusnya dihilangkan hambatannya. Cerita di kedua kasus akan memberikan dinamika yang berbeda

Rencana pembangunan ekonomi, khusus kebijakan MP3EI di dalam pelaksanaannya.

Indonesia, menghasilkan rata-rata pertumbuhan ekonomi yang Untuk mengerucutkan teori dan konsep yang diuraikan di

baik yang tidak selalu diikuti dengan peningkatan kesejahteraan bagian 2, pada bagian empat akan menganalisa bentuk dan

ekonomi rakyat yang tinggal di sekitar area dimana proyek proses bekerjanya debottlenecking. Fokus utama pada bagian ini

pembangunan skala besar direncanakan akan dibangun. Ide adalah untuk mengambarkan bagaimana upaya debottlenecking

Arthur Lewis tentang pertumbuhan menjelaskan bahwa muncul di kasus KISMK dan PLTU Batang. Bagian ini juga

produktivitas bisa diukur dengan melihat jumlah tenaga kerja menguraikan keseluruhan analisis dan kesimpulan.[]

yang tersedia dan terserap. Pada kenyataannya, pertumbuhan pada umumnya, seringkali dihitung dengan cara melihat angka surplus, bahkan tanpa mempertimbangkan kondisi yang ada. Dalam wacana paham kapitalisme, penambahan pendapatan tenaga kerja tidak sejalan dengan pengurangan rata-rata kemiskinan; Bahkan (mungkin) akan terus menambah buruk. Pada intinya, apa yang Lewis uraikan bisa terjadi sebagai akibat dari pelaksanaan kebijakan MP3EI, karena MP3EI ditujukan hanya untuk menjaga angka pertumbuhan ekonomi di akhir periode tahun 2011-2025. Paling tidak, hal ini dapat dilihat dengan melihat satu per satu penyebab-penyebabnya dari pelaksanaan kebijakan ini dikaitkan dengan peran negara

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

dalam pembangunan ekonomi. Terlebih-lebih, jika melihat peraturan pelaksananya. Bahkan, pemerintah daerah belum lebih dalam bagaimana konsep pertumbuhan diadopsi, dan

menerima atau lambat menerima informasi tentang peraturan kenapa privatisasi diambil sebagai pilihan strategis. Peran

baru atau peraturan yang baru direvisi dan disahkan oleh negara, konsep pertumbuhan dan strategi privatisasi, menjadi

pemerintah pusat. Hal ini juga menjadi bagian dari hambatan bagian dari kerangka analisis melihat dua kasus yang diangkat;

didalam pembangunan.

KISMK dan PLTU Batang; untuk melihat pelaksanaan prinsip Sebagaimana akan diilustrasikan dalam kasus KISMK dan debottlenecking.

PLTU Batang, prilaku birokrasi tersebut seringkali terjadi berbeda-beda di setiap wilayah. Perbedaan tersebut ditentukan

Prinsip Debottlenecking: Teori dan Konsep

oleh beragam proyek pembangunan yang hendak dilaksanakan, Debottlenecking 2 adalah sebuah proses untuk mengurangi

serta kemampuan aktor-aktor yang terlibat di dalam proses hambatan-hambatan yang ada dalam rangka mencapai target

dijalankannya suatu proyek. Dua kasus ini memperlihatkan pembangunan. Hambatan tersebut terkait dengan kendala

bagaimana pembangunan yang membutuhkan modal yang besar yang mungkin ada didalam pencapaian tujuan pembangunan,

akan mengundang banyak kepentingan dari berbagai kelompok, sehingga, baik hambatan dan tujuan menjadi terminologi

dimana, pada akhirnya, kelompok-kelompok yang terlibat dasar didalam pelaksanaan proyek pembangunan. Identifikasi

tersebut akan mempengaruhi keputusan strategis terkait yang hambatan yang ada sangat penting sehingga jelas target

akan dilaksanakan selama proyek tersebut berlangsung. Terdapat pengurangannya dan penghilangannya. Pemerintah Indonesia

beberapa aktor penting didalam prosesnya, yaitu pemerintah menyimpulkan bahwa birokrasi menjadi akar permasalahan

sebagai pembuat keputusan/kebijakan, investor sebagai pemilik didalam pencapaian tujuan pembangunan. Birokrasi yang

modal, pengusaha lokal dan warga sekitar yang tinggal di sekitar merentang dari pemerintah pusat hingga ke tingkat lokal perlu

lokasi proyek pembangunan, yang seringkali mendapatkan diperbaiki, yang diakibatkan kondisi geografis dan masalah

dampak negatif. Walaupun kedua kasus ini memiliki karakter kependudukan di Indonesia.

yang berbeda satu sama lain karena tipe proyek dan lokasinya, Secara garis besar, berdasarkan hasil observasi Unit Kerja

tetapi keduanya tetap bisa diperbandingkan untuk melihat Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4),

bagaimana proses debottlenecking benar-benar terjadi atau akan birokrasi terkait dengan pola kerja, keberadaan atau ketiadaan

terjadi.

kebijakan, dan peraturan pelaksanaannya. Pada kenyataannya, Strategi pembangunan Indonesia saat ini dengan prinsip beragam hambatan birokrasi disebabkan oleh tidak tersedianya

debottlenecking adalah strategi untuk bekerjasama dengan birokrasi, bukan untuk melawannya. Hal ini ditujukan bagi semua pihak yang terlibat untuk mengikutinya dalam rangka

2 Terminologi ini berasal dari kata debottleneck yang seringkali digunakan untuk menggambarkan pemecahan bagian tertentu yang disebabkan

mencapai target pembangunan. Mereka harus membuat

penyumbatan pada bagian tertentu dan sering mengakibatkan masalah

penyesuaian, apakah di pihak pelaksana atau birokratnya atau

(Cambridge: Advanced Learner Dictionary (3 Edition). Pada konteks keseharian, hal ini dipergunakan untuk menjelaskan tentang akar masalah yang

rd

mereka yang menggunakan alat birokrasi. Khususnya di dalam

muncul, misalnya akar masalah kemacetan yang diakibatkan oleh mengecilnya

pelaksanaan kebijakan MP3EI, pelaksana cenderung untuk

lebar jalan, atau orang yang terhenti karirnya karena jabatan yang lebih tinggi semakin terbatas ketersediaannya atau sedikit kesempatannya, dengan kata lain

merubah diri, baik secara sukarela atau disebabkan dorongan

kompetisi yang semakin tinggi.

dari lembaga yang lebih tinggi levelnya. Yang terpenting adalah

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

untuk memotong pola koordinasi yang rumit yang disebabkan menjadi proses yang sistematis dan legal (Safitri H. , 2012), pola birokrasi, untuk memuluskan jalannya proyek-proyek

khususnya karena proses akuisisi lahan dilakukan atas nama pembangunan (Mangkusubroto, 2011). Hal inilah yang menjadi

pembangunan untuk kepentingan publik.

strategi utama yang harus dilakukan di Indonesia dalam rangka Sementara prinsip over-produksi merupakan karakter menghilangkan sejumlah hambatan yang ada.

kapitalis dimana tidak akan pernah membiarkan keuntungannya disimpan dalam bentuk tabungan, karena mereka harus terus

Pelaksanaan Prinsip Debottlenecking dan

menerus mengubah keuntungan yang didapatkannya menjadi

Konsekuensinya terhadap Pembangunan Ekonomi

modal selanjutnya, dan kemudian pembukaan area baru melalui pertumbuhan ekonomi adalah jalan bagi mereka untuk

Pembangunan ekonomi dalam MP3EI memperlihatkan menemukan lokasi baru untuk kegiatan investasi. Ketimpangan

bagaimana modal mendominasi kegiatan ekonomi dan merupakan kondisi yang dibutuhkan didalam pembangunan mengarahkan orientasi pembangunan ekonomi. Sehingga,

yang bercorak kapitalistik. Kelas adalah faktor penting yang tujuan pembangunan ekonomi nasional tentunya hanyalah

terbentuk akibat penerapan teknologi yang terbaru. Didalam alasan bagi para investor untuk membuka area/wilayah baru konteks pelaksanaan kebijakan MP3EI, proses urbanisasi – untuk mencari lokasi baru untuk kegiatan investasi serta

dalam arti mengubah wilayah perdesaan menjadi wilayah mengumpulkan keuntungan. Dengan asumsi ini, prinsip

industri – merupakan bagian penting untuk pembentukan kelas, debottlenecking akan dilaksanakan untuk membuat kondisi yang

khususnya untuk menyediakan tenaga kerja untuk menunjang layak untuk perputaran kapital dengan tanpa ada hambatan.

sektor industri yang dibangun. Dikotomi kelas – yaitu kelas Teori dasarnya adalah teori pertumbuhan klasik yang dikenal atas versus kelas bawah – akan dibentuk dengan sendirinya dengan istilah Subsistence-Capitalism, dimana rata-rata pendapatan

di dalam masyarakat dari proses urbanisasi tersebut (Buci- pekerja atau tenaga kerja melebihi batas-batas produktivitasnya

Glucksmann, 1979, hlm. 210). Karenanya, target pembangunan dan seluruh penduduk akan sangat bergantung kepada upah

pertama di Indonesia adalah proses percepatan pembangunan (Lewis, 2008, hlm. 142). Dalam kondisi ini, sektor industri di wilayah-wilayah yang memiliki kepadatan penduduk yang akan dengan mudah dibangun mengingat kondisi ini adalah

tinggi, kemudian, menurut teori kapitalis; pembentukan kondisi yang sangat sulit bagi penduduk. Walaupun demikian,

dikotomi akan segera terjadi dan pada akhirnya modal dapat industri yang dibangun tidak dimaksudkan untuk merubah

diputar. Kelompok terlatih di bidang tertentu pun akan dipaksa kondisi kesulitan penduduk tersebut, karena moda produksi menjadi bagian dari kelas pekerja karena penerapan teknologi. yang kapitalistik memerlukan kondisi yang tersentralisasi (baik

Arthur Lewis menjelaskan hal ini dengan asumsinya tentang konsentrasi dominasi sumberdaya pada sekelompok orang atau

Unlimited Supplies of Labor (Lewis, 2008), yang sangat cocok pada wilayah tertentu), dan kondisi over-produksi yang pada

dengan kondisi Indonesia, dimana memiliki penduduk yang akhirnya mengakibatkan kondisi ketimpangan. Dengan kata

banyak dan sumberdaya alam yang melimpah. Asumsi ini lain, kondisi batas minimal produktivitas adalah syarat utama juga didukung oleh Celso Furtado (Furtado & Girvan, 1973) terjadinya pertumbuhan. Dalam kebijakan MP3EI, indikasi

yang sejalan dengan teori Keynesian, yang menyatakan bahwa konsentrasi, baik dalam hal konsentrasi lahan dan keuntungan,

pertumbuhan bukan didapat dari margin keuntungan industri diukur dengan mekanisme pencaplokan lahan yang kemudian

ekstraktif itu sendiri, melainkan, sumber utama pertumbuhan

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

adalah dari pencapaian pendapatan pekerja.

bahan mentah.

Akan berbeda jika penekanannya kepada peningkatan Setiap orang akan menjadi manusia ekonomi di dalam kesejahteraan sosial rakyat, dengan melihat lebih jauh kondisi

pendekatan pembangunan ekonomi seperti ini. Hal ini masyarakat dan kebutuhan mereka. Metode analisis Ekonomi-

akan segera terlihat dari pengalaman pelaksanaannya yang Politik melihat pertumbuhan melalui cara yang lebih rumit,

menekankan pada level pertumbuhan ekonomi, yaitu dampak yang pada akhirnya akan melihat siapa yang beruntung dan

tingkah laku individu yang juga hanya berpikir untuk siapa yang merugi. Pendekatan Ekonomi-Politik Marx (1859)

memaksimalkan keuntungan mereka (Chang, 2010). Uraian menjelaskan bahwa walaupun dimulai dari analisis kondisi

kedua kasus ini akan menggambarkan bagaimana, bahkan, masyarakatnya termasuk potensi mereka dan lingkungannya,

pejabat pemerintah, juga tokoh masyarakat akan mengambil konsekuensinya tetap akan terjadi polarisasi masyarakat kepada

setiap kesempatan untuk mendapatkan keuntungan sebesar- dua kelompok besar masyarakat (pekerja dan pemilik modal),

besarnya di dalam jangka waktu tertentu.

kemudian diteruskan dengan melihat pada nilai ekspor dan Walaupun demikian, tidak dipungkiri bahwa pendekatan impor yang dianggap sebagai aktivitas ekonomi, dan, terakhir,

sebagaimana didalam pelaksanaan kebijakan MP3EI perhitungan pertumbuhan ekonomi bergantung pada transaksi

berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana tertera ekonomi makro yaitu kegiatan ekspor dan impor. Inilah klaim

didalam dokumen kebijakan MP3EI bahwa level pertumbuhan utama tulisan ini bahwa kebijakan MP3EI hanya menghitung

akan dicapai secara bertahap dalam waktu 15 tahun kedepan pertumbuhan diatas kertas yang dihasilkan dari tingginya

sejak tahun 2011 dengan strategi program yang jelas di setiap kegiatan ekonomi yang timbul di wilayah pusat kegiatan

tahapannya (Coordinating Ministry of Economic Affairs, 2011). ekonomi yang dibangun oleh Kawasan Perhatian Investasi

tetapi, bagaimana target tersebut akan menyentuh masyarakat (KPI).

secara sosial, politik dan tentunya ekonomi, karena tidak selalu Pengikut teori pertumbuhan melihat bahwa modal tidak

kemajuan di tingkat makro merefleksikan situasi yang terjadi di menjadi apa-apa jika tidak ada buruh-upahan, tidak ada nilai

skala yang lebih kecil atau di tingkat mikro. [] tambah, tidak ada perputaran uang dan tidak ada penentuan harga serta segala hal yang menjadi ukuran ekonomi; walaupun demikian, ini hanya membuat penyederhanaan tentang konsep pertumbuhan itu sendiri. Selain ini juga menyederhanakan konsep masyarakat sebagai salah satu mesin produksi (Marx, 1859), kegiatan ekonomi yang dibangun tidak pernah ditujukan untuk kegiatan jangka panjang (Chang, 2010). Jika kedua mega proyek didalam pelaksanaan kebijakan MP3EI menyerap banyak tenaga kerja, serta memberikan peluang bisnis lain yang diakibatkan pembangunan wilayah tersebut, hal ini hanya untuk jangka waktu yang terbatas. Ini bisa menyebabkan kompetisi yang sangat tinggi dan kelangkaan sumberdaya alam, misalnya, serta semakin hilangnya lahan-lahan produktif atau ketersediaan

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Pelaksanaan Prinsip Debottlenecking

KISMK dan PLTU Batang sebagai Proyek Utama dalam Pelaksanaan Kebijakan MP3EI

Sektor perkebunan dan pertanian merupakan penyumbang terbesar bagi ekonomi Indonesia, diikuti sektor riil yang sudah dibangun sejak masa Orde Baru (1965-1998). Di sektor ini, minyak sawit dianggap sebagai komoditas paling penting karena produksinya yang menguasai pasar dunia bersama Malaysia. Sementara, sektor riil di pulau Jawa juga semakin terbangun dengan tersedianya fasilitas pendukung. Kedua sektor tersebut masuk dalam skema percepatan MP3EI yang ditargetkan hingga 2025. Alasannya, karena kedua sektor tersebut dianggap mampu mengangkat tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia, jika keduanya mendapat dukungan penuh khususnya ketika dihilangkannya sejumlah hambatan yang ada dan mungkin terjadi.

P ersentase Total Luas

Areal P

erkebunan Kelapa

Sawit di

Sumatera Utara

(terhadap Pulau Sumatera)

Sumber:Dihitung

Indonesia Menurut

Provinsi dan

Menurut Provinsi dan Status P

engusahaan T

ahun 2000 sd. 2006

P ersentase Total

Areal P

erkebunan Kelapa Sawit di

Sumatera

(terhadap Total

Areal di

Indonesia)

Kenapa KISMK berada di Sumatera Utara? Sumatera Utara sebagai Pusat Produksi Minyak Sawit

KISMK sebagai pusat industri berbasis produksi kelapa sawit menjadi sangat cocok diletakkan di Sumatera Utara, karena provinsi ini merupakan wilayah utama di Indonesia sebagai penghasil kelapa sawit di Indonesia. Dengan demikian, maka pembangunan kawasan industri Sei Mangkei menjadi penting untuk dibangun untuk menopang industri hilir kelapa sawit, yang dianggap memiliki nilai lebih, juga karena kawasan ini juga didukung kecukupan persediaan bahan mentah dari luasnya perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.

Grafik 1.

Luas Wilayah Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara (ha)

Sumber: Dirjen Perkebunan 1996, Tabel 1.5 , 1.6, 1.7, Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Provinsi dan Status Penguasaan, Kelapa Sawit tahun 1995-1997; Dirjen Perkebunan 2000, Tabel 1.5 , 1.6, 1.7, Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Provinsi dan Status Penguasaan, Kelapa Sawit tahun 1998-2000; BPS 2006, Tabel 3.1. sd.

3.7. Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia Menurut Provinsi dan Status Pengusahaan Tahun 2000 sd. 2006

Ribu Hektar

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Meskipun, sejak 1995 hingga 2006, jumlah persentase

Grafik 4. Produktivitas

perluasan perkebunan di Sumatera Utara cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya (grafik 2), namun luas keseluruhan

justru mengalami kenaikan (grafik 1). Ini artinya meski terjadi peralihan tanah skala besar untuk perkebunan kelapa sawit di 4.0

wilayah lainnya di Indonesia, namun Sumatera Utara tetap

menjadi pusat utama perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Pulau Sumatera, khususnya provinsi Sumatera Utara

merupakan wilayah penting bagi industri kelapa sawit, melalui perluasan perkebunan dan tingginya produktivitas yang

mendukung industri hilir kelapa sawit, baik yang terletak di Indonesia maupun di beberapa negara di Asia tenggara (lihat

grafik 5). Luasnya lahan dan tingginya produktivitas membuat

Ribu/Ton

perkebunan di Sumatera Utara menguasai industri kelapa sawit 1.5 di Indonesia. Tingkat produktivitas yang tidak kurang dari 2,5

ton/ha, dibandingkan produktivitas provinsi lain di Sumatera atau Indonesia yang hanya mencapai angka tertinggi 2,5 ton/

ha (lihat grafik 4), merupakan faktor penting lainnya Sumatera Utara dalam industri ini. Produktivitas perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara memberi sumbangan yang cukup besar terhadap rata-rata

ekspor kelapa sawit setiap tahunnya. Sejak 1990, nilai ekspor

Indonesia

Pulau Sumatera

Sumatera Utara

kelapa sawit mencapai 2 juta ton dan terus meningkat hingga

Sumber: Dihitung dari Dirjen Perkebunan tahun 1996 dan 2000, Tabel 1.5 , 1.6, 1.7,

7 ton pada tahun 2000 (lihat grafik 5). Dalam sisi penerimaan

Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia berdasarkan provinsi dan

negara, ekspor produk perkebunan –dimana salah satunya Status Penguasaan Lahan tahun 1995-2000; BPS 2006, Tabel 3.1. - 3.7. Areal dan Produksi

Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia menurut Povinsi dan Status tahun 2000- 2006.

adalah produksi kelapa sawit, Provinsi Sumatera Utara memberi sumbangan yang sangat besar dan penting bagi pembangunan

Pentingnya minyak kelapa sawit mentah (CPO) kemudian ekonomi nasional.

diikuti bertambahnya jumlah dan nilai investasi di Sumatera Tingginya angka ekspor minyak kelapa sawit yang cukup

Utara. Industri ini telah menarik perhatian banyak investor, konstan dari Indonesia menunjukkan bahwa komoditas ini

baik asing maupun domestik. Grafik 6 dibawah, walaupun tidak secara khusus menggambarkan investasi di perkebunan kelapa

sangat dibutuhkan oleh negara-negara yang memiliki usaha industri hilir berbasis kelapa sawit. Selain itu juga menunjukkan

sawit, namun dapat memberikan gambaran investasi dalam bahwa produk hasil industri ini berkembang secara global,

industri kelapa sawit

karena produk akhir industri kelapa sawit merupakan barang- Sejak tahun 2006 hingga 2012, jumlah dan nilai investasi asing maupun domestik, di Sumatera Utara cenderung

barang konsumsi harian masyarakat dunia.

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

mengalami kenaikan (lihat grafik 6). Pada periode 2009 hingga 2011, jumlah investasi mengalami lonjakan yang cukup tajam. Pada tahun 2011, meski investasi dalam negeri mengalami penurunan, namun investasi asing sedikit mengalami kenaikan.

Sementara, kecenderungan pelaku penanaman modal hingga

tahun 2009, baik penaman modal dalam negeri dan asing relatif sama jumlahnya, namun kemudian berbeda di tahun- 2010

tahun berikutnya, dimana penanaman modal asing lebih aktif

hingga mencapai jumlah lebih dari 100 proyek di tahun 2011 2009

Asing

dan 2012. Sementara penanaman modal dalam negeri paling

banyak hanya mencapai kurang dari 100 proyek di tahun 2011 2007

Inv

dan sedikit berkurang di tahun 2012 yaitu mendekati jumlah 2007

NILAI (dalam juta USD)

Rata-rata Jumlah Ekspor Minyak Sawit Indonesia

estasi

2.000.000 1.000.000 Sumatera Utara 8.000.000

Grafik 6. Inv

enanaman Modal 2007

estasi Dalam Negeri

NILAI (dalam Triliun Rp)

10.000 5.000 Sumber: Statistik Kelapa Sawit, 2006

Sedangkan untuk nilai investasi, dari tahun 2006 hingga tahun Sumber: Badan Koordinasi P 2010, investasi lokal mengalami naik turun, namun di tahun

2011 dan tahun 2012 naik kembali hingga 2 triliun rupiah. Nilai investasi di Sumatera secara umum melonjak drastis sepanjang tahun 2010-2011, namun kembali turun pada tahun

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

2012. Sebaliknya, investasi asing di Sumatera sepanjang 2011- 60% lahannya ditanami kelapa sawit sedangkan sisanya adalah 2012 mengalami kenaikan yang tajam, meski di Sumatera Utara

kebun karet. Berdasarkan data profil PTPN III tahun 2010 dan relatif stabil, bahkan cenderung sedikit menurun.

data BPS 2011, lahan perkebunan kelapa sawit tersebar di 7 Jika kita hubungkan investasi di Sumatera Utara dan potensinya

Kabupaten, dengan sebaran terbanyak berada di Kabupaten dalam perkebunan, dapat disimpulkan bahwa kegiatan investasi,

Labuhan Batu, hampir mencapai 50% lahan kebun kelapa sawit baik investasi dalam negeri maupun asing, cukup stabil, dalam

yang dikuasainya, dan yang terkecil di Kabupaten Tapanuli arti kegiatan ekonomi di Sumatera Utara di dominasi oleh

Selatan yaitu kurang dari 1,5% (Tabel 1.). Ditinjau dari sisi investasi perkebunan (termasuk perkebunan kelapa sawit).

jumlah kebunnya, di Labuhan Batu terdapat 16 perusahaan

PTPN III: pemain utama di KISMK perkebunan, dari total 41 perusahaan PTPN III yang ada di

Sumatera Utara (Tabel 2.).

Sejak KISMK ditetapkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus

Tabel 2.

(KEK) Sei Mangkei, pada awal 2012 Bupati Simalungun

Jumlah Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara, 2011

menunjuk PTPN III menjadi operator untuk pelaksanaan

Perusahaan

pembangunannya. Tidak ada yang baru jika melihat aktivitas

PTPN III di Provinsi Sumatera Utara atau di dalam melihat Badan Usaha Milik Negara

Jumlah TOTAL

dinamika perkembangan KISMK, karena PTPN III adalah

PTPN II BUMN PTPN III PTPN IV

salah satu pelaku utama di dalam dinamika industri kelapa

Mandailing

sawit, khususnya di Sumatera Utara, dan merupakan inisiator

Natal

pembentukan KISMK. Namun perlu dilihat lebih jauh tentang

Tapanuli Selatan

seberapa pentingnya PTPN III di dalamnya, dengan melihat

Tapanuli Tengah

penguasaan lahan-lahan kebunnya dan inisiatifnya untuk

Labuhan Batu

mengembangkan KISMK.

32 0 8 3 11 Tabel 1. 43 Sebaran Perkebunan Kelapa Sawit PTPN III di Sumatera Utara

Area (ha)

Karo

Labuhan Batu

Deli Serdang

Deli Serdang

Serdang Bedagai

Tapanuli Selatan

Padang Lawas

Sumber: PTPN III, 2010

PTPN III menguasai lebih dari 140.000 hektar lahan perkebunan karet dan kelapa sawit di Sumatera Utara. Sekitar Sumber: BPS, 2011

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Dibandingkan dengan keseluruhan luas perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara, PTPN III menguasai minimal 7,5 % luasan kebun kelapa sawit pada tahun 2006. Diantara seluruh perusahaan BUMN yang bergerak di sektor perkebunan

390 Ton/jam

30 Ton/jam

60 Ton/jam

PTPN III, 2010 75 Ton/jam

Kapasitas

kelapa sawit, PTPN III menguasai 40% dari seluruh PTPN yang beroperasi di Sumatera Utara (PTPN II sebanyak 32% dan PTPN IV sebanyak 28%) dan di Kabupaten Simalungun sendiri, PTPN merupakan salah satu BUMN, adalah penguasa

mayoritas (21 perusahaan dari 27 perusahaan) (Tabel 2.). 1 pabrik

Sumber: Diolah dari profil

Jika secara khusus diamati keberadaan PTPN III di Kabupaten

engolahan P

Simalungun, dimana KISMK pertama kali di bangun, tampaknya

Jumlah P

engolahan

PTPN III bukan merupakan perusahaan yang dominan (hanya

5 dari 21 perusahaan, sisanya adalah PTPN IV (tabel.2)). Dengan

PTPN III abrik P P

sedikitnya penguasaan lahan kebun di Kabupaten Simalungun, yang dampaknya juga rendahnya produktivitas PTPN III ini, mengindikasikan bahwa kawasan industri yang akan dibangun

Kabupaten

akan bergantung kepada perkebunan-perkebunan yang ada di

engolahan

Labuhan Batu

Serdang Bedagai

Asahan

Simalungun

sekitarnya 3 . Walaupun terdapat 27 bidang kebun yang dikuasai

Gambar 1.

baik oleh perusahaan swasta dan perusahaan milik negara

abrik P

lainnya (PTPN IV), Kabupaten Simalungun masih berada di peringkat ke-7 dari banyaknya jumlah perkebunan yang ada di Sumatera Utara. Jadi bisa diasumsikan bahwa yang menjadi latar belakang PTPN III berencana mendirikan kawasan industri ini

Sebaran P

adalah untuk mengisi ketiadaan kawasan industri hilir kelapa sawit di Sumatera, bahkan inisiatif ini adalah yang pertama di Indonesia.