Studi Deskriptif Mengenai Self-Compassion pada Beauty Therapist yang Bekerja di Klinik Kecantikan "X" Cimahi.

(1)

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui derajat self-compassion pada beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi. Self-compassion focus pada seberapa besar individu menampilkan self-kindness, common humanity, dan mindfulness (Neff, 2003). Metode yang digunakan adalah studi deskriptif dengan teknik survey pada seluruh beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi, yaitu sebanyak 35 orang dan seluruhnya berjenis kelamin perempuan.

Alat ukur self-compassion dari Neff (2033), terdiri dari 26 item, dan telah divalidasi menggunakan rumus Pearson oleh Missiliana pada 726 responden dengan validitas berkisar antara 0,323-0,606. Alat ukur self-compassion juga telah dihitung reliabilitasnya menggunakan rumus Alpha Cronbach sebesar 0,858.

Berdasarkan penelitian, sebanyak 68,57% beauty therapist memiliki derajat self-compassion rendah dan 31,43% beauty therapist memiliki derajat self-compassion tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi belum dapat memahami diri dan menyadari ketidaksempurnaan yang dimiliki atau kegagalan saat memberikan pelayanan kepada pasien sehingga mengeritik diri secara berlebihan (self-judgement). Beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi berpandangan sempit bahwa kegagalan yang terjadi hanya dialami oleh diri sendiri (isolation). Mereka juga masih focus pada kekurangannya yang menyebabkan terjadinya kegagalan, merasa diri lemah dan tidak berharga (overidentification). Saran peneliti adalah mencari responden berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan jumlah yang seimbang, melakukan group counseling bagi para beauty therapist guna meningkatkan derajat self-compassion yang mereka miliki.

Kata Kunci: self-compassion, self-kindness, common humanity, mindfulness, beauty therapist.


(2)

xi

Universitas Kristen Maranatha This study was conducted to determine the degree of self-compassion in beauty therapists who work in Beauty Clinic "X" Cimahi. Self-compassion focus on how much the individual displays of self-kindness, common humanity, and mindfulness (Neff, 2003). The method used was a descriptive study with survey techniques in all beauty therapists who work in Beauty Clinic "X" Cimahi, as many as 35 people and entirely female.

Measuring instrument of self-compassion from Neff (2003), consists of 26 items, and has been validated using the formula Pearson by Missiliana on the validity of the 726 respondents ranged from 0.323 to 0.606. Measuring instrument of self-compassion also been calculated using the formula Cronbach alpha reliability of 0.858.

Based on the study, a total of 68.57% beauty therapists have a low degree of compassion and 31.43% beauty therapist has a high degree of self-compassion. This shows that the beauty therapist who worked in Beauty Clinic "X" Cimahi cannot understand ourselves and realize imperfections owned or failure when providing care to patients so that criticize themselves excessively (self-judgment). Beauty therapist who worked in Beauty Clinic "X" Cimahi sighted that failure happens only experienced by myself (isolation). They also still focus on the shortcomings that led to the failure, felt himself weak and worthless (overidentification). Suggestions researchers are looking respondents gender men and women with equal numbers, do group counseling for beauty therapists to increase the degree of self-compassion that they have.

Key Words: self-compassion, self-kindness, common humanity, mindfulness, beauty therapist.


(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

ABSTRACT ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Maksud Penelitian ... 8

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9


(4)

vi

Universitas Kristen Maranatha

1.5 Kerangka Pemikiran ... 10

1.6 Asumsi ... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 17

2.1 Definisi Compassion ... 17

2.2 Komponen Self-Compassion ... 17

2.2.1 Kindness ... 17

2.2.2 Common Humanity ... 18

2.2.3 Mindfulness ... 18

2.3 Definisi Self-Compassion ... 18

2.4 Komponen Self-Compassion ... 19

2.4.1 Self-Kindness ... 20

2.4.2 Common Humanity ... 20

2.4.3 Mindfulness ... 21

2.5 Korelasi Antar Komponen ... 21


(5)

2.6.1 Personality ... 24

2.6.2 Jenis Kelamin ... 28

2.6.3 The Role of Parents ... 28

1. Attachment ... 29

2. Maternal Criticism ... 30

3. Modeling of Parents ... 31

2.6.4 The Role of Culture ... 31

2.7 Manfaat dari Self-Compassion ... 32

2.7.1 Resiliensi Emosi ... 32

2.7.2 Terbebas dari Permainan Self-Esteem ... 33

2.7.3 Motivasi dan Perkembangan Pribadi ... 34

2.8 Compassion for Others ... 34

2.8.1 Definisi Compassion for Others ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 36


(6)

viii

Universitas Kristen Maranatha

3.3.1 Variabel Penelitian ... 37

3.3.2 Definisi Operasional ... 37

3.4 Alat Ukur ... 38

3.4.1 Alat Ukur Self-Compassion ... 38

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 40

3.4.3 Validitas dan Reabilitas Alat Ukur ... 41

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur Self-Compassion ... 41

3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur Self-Compassion ... 41

3.5 Populasi ... 42

3.6 Teknik Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1 Gambaran Subjek Penelitian ... 44

4.4.1 Usia ... 44

4.4.2 Lama Bekerja ... 45


(7)

4.2.1 Gambaran Self-Compassion ... 46

4.3 Pembahasan ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1 Kesimpulan ... 61

5.2 Saran ... 63

5.2.1 Saran Teoretis ... 63

5.2.2 Saran Praktis ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

DAFTAR RUJUKAN ... 66


(8)

1

Universitas Kristen Maranatha PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Deskripsi cantik fisik, setiap orang punya paham sendiri-sendiri. Orang Indonesia mengasosiasikan cantik adalah wanita yang memiliki ciri-ciri antara lain berkulit putih, rambut panjang, dan bertubuh langsing

(lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/04/01/cantik-itu-relatif-benarkah-451660.html, diakses 1 April 2014). Berdasarkan deskripsi tersebut, warna kulit, rupa yang serasi dan kebersihan wajah merupakan hal yang sangat penting bagi wanita agar terlihat cantik. Terkesan bahwa wanita di zaman modern ini memiliki tuntutan terhadap fisiknya bahkan cenderung tidak mempertimbangkan efek samping saat memakai produk kecantikan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dari segi keamanan dan kenyamanannya.

Prihatini & Mastawan (2010) menyatakan bahwa kecantikan secara fisik dapat membuat seorang wanita merasa percaya diri sepenuhnya dalam bergaul dilingkungannya. Untuk itu wanita tidak hanya mengandalkan kecantikan fisik yang dibawa sejak lahir, namun perlu ditunjang dengan melakukan perawatan yang terbaik untuk dirinya melalui pusat perawatan kecantikan yang ada agar selalu berpenampilan cantik dan menarik. Klinik kecantikan (tempat yang menyediakan berbagai fasilitas perawatan dermatologi/ kulit) di bawah pimpinan


(9)

2

dokter spesialis kulit nampaknya menjadi pilihan yang tepat daripada membeli produk kecantikan tanpa berkonsultasi terlebih dahulu. Dokter spesialis kulit akan memilih produk kecantikan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kulit wajah pasiennya. Dengan demikian diharapkan hasil yaitu, kulit wajah bersih (bebas dari jerawat dan komedo), cerah, segar, pori-pori kulit wajah mengecil, dan kerutan di wajah berkurang.

Seiring dengan banyaknya wanita yang menyadari pentingnya perawatan terhadap dirinya, maka banyak pula klinik kecantikan yang bermunculan dengan menawarkan berbagai produk dan perawatan yang menjajikan bagi para wanita untuk tampil lebih cantik dan menarik secara fisik. Klinik kecantikan merupakan sebuah sarana kesehatan atau klinik yang menawarkan pelayanan jasa di bidang perawatan kesehatan dan kecantikan kulit, rambut, kuku, dan lainnya (http://kbbi.web.id/klinik, diakses 22 Juli 2014). Beberapa klinik kecantikan yang sekarang banyak dijumpai di wilayah Bandung adalah klinik kecantikan yang mengombinasikan pelayanan kecantikan wajah maupun tubuh, dan konsultasi kesehatan kulit, serta pelayanan tambahan seperti spa. Produk perawatan dari klinik kecantikan yang dikenal umum adalah facial. Perawatan facial adalah sebuah prosedur yang melibatkan berbagai perawatan kulit, termasuk: penguapan, pengelupasan, ekstraksi, krim, lotion, penggunaan masker, dan pemijatan. Klinik kecantikan dalam pelayanannya memberikan jasa tindakan dan penjualan produk kecantikan kulit wajah dan tubuh yang memiliki resiko cukup tinggi dan bersifat kompleks karena berhubungan dengan kesehatan dan harapan para pasien yang datang agar kulit wajah dan tubuh mereka menjadi bersih, sehat dan terawat.


(10)

Universitas Kristen Maranatha Salah satu klinik kecantikan yang menyediakan produk perawatan kecantikan wajah berupa facial adalah Klinik Kecantikan “X” Cimahi. Klinik ini adalah klinik kecantikan yang sangat ramai dikunjungi oleh pasien yang sebagian besar adalah wanita. Klinik kecantikan ini memekerjakan karyawan yang bertugas melayani pasien atau biasa disebut beauty therapist. Menurut M. G. Setiyani (1997) beauty therapist adalah seseorang yang disiapkan untuk menjadi tenaga ahli kecantikan. Tugas seorang beauty therapist di Klinik Kecantikan “X” Cimahi adalah memberikan treatment kepada pasien sesuai dengan instruksi dokter spesialis kulit.

Setiap beauty therapist yang bekerja di klinik kecantikan “X” Cimahi harus menguasai cara menggunakan alat-alat treatment, memerhatikan kebersihan alat-alat treatment, memahami langkah-langkah facial yang akan dikerjakan, memiliki ketelitian dan kehati-hatian dalam bekerja karena berisiko iritasi atau infeksi kulit wajah. Pekerjaan sebagai beauty therapist adalah pekerjaan yang memiliki risiko cukup tinggi dan bersifat kompleks karena berhubungan dengan kesehatan dan harapan pasien untuk mendapatkan kulit wajah yang bersih, sehat dan terawat. Kesalahan sedikit saja bisa berdampak sangat besar bagi pasien, misalnya iritasi pada wajah sampai menjadi luka yang meninggalkan bekas luka yang sulit dihilangkan.

Selain penguasaan dalam menggunakan alat treatment, beauty therapist juga dituntut untuk memiliki kesabaran ekstra dalam menghadapi karakter pasien yang berbeda-beda. Memberikan pemahaman kepada pasien dan memperlakukan pasien dengan baik pada saat proses pemijatan wajah sebelum proses pengambilan


(11)

4

komedo dan jerawat dimulai; totok wajah secara singkat setelah proses tersebut; dan mencapai hasil akhir yang bersih (semua komedo dan jerawat terangkat). Seorang beauty therapist harus memiliki kemauan untuk menolong, menghargai dan mengutamakan kesejahteraan pasien serta penuh belas kasih terhadap pasien; karena individu yang bekerja di bidang sosial sering memberikan pelayanan untuk orang lain, dalam hal ini treatment pada pasien.

Menurut salah satu beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi, satu orang beauty therapist dapat menangani lima sampai tujuh pasien dalam satu hari. Pasien yang datang memiliki kondisi kulit wajah dan karakter yang berbeda-beda; beauty therapist sangat perlu memiliki ketelitian dan kehati-hatian dalam bekerja, memerhatikan kondisi pasien, dan harus dapat menangani pasien yang seringkali marah kepada beauty therapist karena proses facial yang menyakitkan. Hal tersebut harus dihadapi oleh beauty therapist dengan tetap memberikan pemahaman kepada pasien dan memperlakukan pasien dengan baik.

Tuntutan pekerjaan yang banyak, tanggung jawab yang besar karena risiko yang menyangkut kesehatan kulit terutama kulit wajah pasien, serta banyaknya pasien yang harus dihadapi, membuat beauty therapist seringkali melakukan kesalahan. Misalnya tidak bersikap ramah pada pasien, melewatkan beberapa tahap/ langkah facial, atau tidak hati-hati sehingga melukai wajah pasien sampai terjadi iritasi. Kejadian ini membuat beauty therapist tersebut merasa malu dan merasa tidak kompeten sebagai beauty therapist. Tekanan yang diterima para beauty therapist secara langsung akan memengaruhi bagaimana sikap beauty


(12)

Universitas Kristen Maranatha therapist terhadap dirinya sendiri saat bekerja di bawah tekanan, dapat melihat kekurangan atau kesulitan yang dihadapi saat bekerja secara objektif dengan emosi yang seimbang, dan menyadari bahwa kesulitan dan penderitaan yang dialami saat bekerja merupakan bagian dari pengalaman hidup manusia.

Gambaran mengenai kebutuhan wanita untuk tampil cantik, tuntutan pasien terhadap beauty therapist untuk memberikan perhatian dan kesabaran ekstra agar dapat memperlakukan pasein dengan baik saat bekerja, dikategorikan sebagai compassion for other. Menurut Neff (2011), seseorang tidak akan secara penuh memberikan compassion for other sebelum orang yang bersangkutan tersebut memiliki self-compassion. Oleh karena itu, self-compassion dibutuhkan oleh para beauty therapist Klinik Kecantikan “X” Cimahi, agar mereka dapat memberikan kepedulian, perhatian, memperlakukan pasien dengan baik dan penuh belas kasih (compassion) berkaitan dengan cara pemberian treatment, khususnya facial (compassion for other).

Berdasarkan survey awal yang dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara kepada 15 orang beauty therapist yang bekerja di klinik kecantikan “X” Cimahi, diperoleh informasi mengenai bagaimana penghayatan mereka dalam menjalankan job description-nya sebagai beauty therapist. Sebanyak sepuluh orang (67%) beauty therapist yang bekerja di klinik kecantikan “X” Cimahi mengatakan bahwa pada saat mereka gagal memberikan pelayanan kepada pasien, secara tidak sengaja melukai wajah pasien hingga iritasi, tidak dapat memberikan pelayanan secara tidak ramah, kurang memperhatikan kebersihan alat-alat treatment sehingga menyebabkan iritasi, namun tetap dapat mengasihi dirinya dan


(13)

6

tidak mengeritik secara berlebihan. Sebanyak lima orang (33%) beauty therapist lainnya mengatakan bahwa ketika berhadapan dengan pasien, mereka gagal memahami kebutuhan pasien, terkadang tidak menjawab pertanyaan pasien dengan ramah, memberikan treatment secara terburu-buru. Mereka mengeritik diri sendiri atas kegagalan yang terjadi.

Sebanyak 12 orang (80%) dari 15 beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi mengatakan bahwa kegagalan yang mereka lakukan pada saat memberikan treatment, misalnya bersikap kurang ramah kepada pasien, melakukan treatment dengan terburu-buru sehingga menggores wajah pasien, serta kesulitan yang mereka hadapi saat menghadapi pasien yang seringkali marah karena proses yang menyakitkan, merupakan bagian dari pengalaman sebagai beauty therapist dan pernah dialami oleh beauty therapist lainnya yang juga bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi. Sebaliknya, sebanyak tiga orang (20%) dari 15 beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi merasakan bahwa kesalahan pada saat pemberian treatment dan kesulitan yang mereka hadapi saat berhadapan dengan pasien yang seringkali marah karena proses facial yang menyakitkan, hanya dialami oleh mereka dan tidak dialami oleh beauty therapist lainnya.

Sebanyak 12 (80%) orang dari 15 beauty therapist yang bekerja di klinik kecantikan “X” Cimahi dapat memahami penderitaan dan kesulitan yang dialami sebagai beauty therapist dan tidak melebih-lebihkannya. Mereka tetap dapat berpikir jernih saat berada dalam kesulitan, tetap memberikan perhatian dan memperlakukan pasien dengan baik; serta tetap dapat bersikap adaptif dengan


(14)

Universitas Kristen Maranatha aktivitas di luar pekerjaan. Sebanyak tiga orang (20%) dari 15 beauty therapist yang bekerja di klinik kecantikan “X” Cimahi mengatakan bahwa mereka merasa kesulitan untuk tetap dapat berpikir jernih saat menghadapi kesulitan yang mereka hadapi. Beauty therapist berpikir bahwa masalah dan tugas pekerjaan mereka begitu sulit.

Dapat dilihat bahwa ada beauty therapist yang dapat menerima kekurangan dirinya saat bekerja sebagai beauty therapist dengan emosi yang seimbang dan tidak merasa bahwa kesulitan yang dihadapinya saat bekerja adalah hal yang paling sulit dibandingkan dengan beauty therapist lain. Sebaliknya, ada juga beauty therapist yang sulit menerima kekurangan diri saat bekerja sebagai beauty therapist, merasa dirinya menghadapi kesulitan yang paling sulit.

Pemaparan hasil survei awal diatas menggambarkan komponen-komponen dari self-compassion, yaitu self-kindness, common humanity, dan mindfulness, sehingga dapat dikatakan bahwa beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi memiliki derajat self-compassion yang berbeda-beda. Menurut Neff (2003), saat seseorang menghadapi masalah/ tekanan, membuat kesalahan, ataupun mengalami penderitaan, seharusnya individu mencoba untuk memberikan pemahaman dan kebaikan kepada diri, dengan tidak menghakimi diri sendiri atas kekurangan dan kegagalan yang dialami secara berlebihan, melihat suatu kejadian sebagai pengalaman yang dialami semua manusia, serta tidak menghindari penderitaan, kesalahan atau kegagalan yang dialami.


(15)

8

Berdasarkan hasil survey awal yang telah dipaparkan, dapat dilihat bahwa ada beragam reaksi beauty therapist terhadap kegagalan dan penderitaan yang mereka alami pada saat bekerja. Menurut teori self-compassion, sikap yang baik adalah dengan memberikan lebih lagi belas kasihan kepada diri sendiri dalam situasi atau keadaan yang dirasakan tidak mampu, dalam kondisi kegagalan atau penderitaan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti self-compassion pada beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui seberapa besar derajat self-compassion pada beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi yang dilihat berdasarkan derajat ketiga komponen self-compassion.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah memeroleh gambaran mengenai self-compassion pada beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran mengenai derajat compassion yang dilihat berdasarkan derajat komponen


(16)

self-Universitas Kristen Maranatha kindness, common humanity, dan mindfulness pada beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

1. Memberi sumbangan informasi bagi ilmu psikologi sosial mengenai self-compassion pada beauty therapist.

2. Memberi masukan dan bahan referensi sumbangan bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian mengenai self-compassion. 1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi, mengenai komponen self-compassion apa yang harus ditingkatkan dan dipertahankan sehingga toleransi terhadap stress semakin tinggi.

2. Penelitian ini dapat memberikan informasi untuk pimpinan Klinik Kecantikan “X” Cimahi mengenai kemampuan beauty therapist dalam melayani pasien berkaitan dengan derajat self-compassion yang dimilikinya sebagai bahan evaluasi sehingga beauty therapist dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pasien.


(17)

10

1.5 Kerangka Pemikiran

Salah satu perhatian khusus yang dilakukan wanita dewasa terhadap kecantikan fisiknya adalah dengan perawatan kulit wajah. Tempat atau sarana yang menyediakan produk dan jasa perawatan kecantikan adalah klinik-klinik kecantikan. Produk perawatan yang dikenal umum yaitu facial melalui jasa seorang beauty therapist. Tugas dari seorang beauty therapist adalah memberikan jasa tindakan treatment facial kepada pasien. Pekerjaan ini memiliki resiko cukup tinggi dan bersifat kompleks karena berhubungan dengan kesehatan, dan harapan pasien agar kulit wajahnya menjadi lebih bersih, sehat dan terawat. Penguasaan dalam menggunakan alat-alat treatment, kehati-hatian dan ketelitian sangat dibutuhkan dalam menjalankan tanggung jawab sebagai beauty therapist.

Individu yang bekerja di bidang layanan yang bersifat melayani orang sebagai sebuah profesi, dituntut untuk memberikan perawatan bagi pasien. Selain kehati-hatian dan ketelitian dalam bekerja, setiap beauty therapist juga dituntut untuk dapat memahami kondisi pasien dan memperlakukan pasien dengan baik. Hal ini disebut compassion for other. Untuk dapat memiliki compassion for other, setiap orang harus memiliki self-compassion. Self-compassion merupakan cara agar beauty therapist dapat memberikan pemahaman dan kebaikan kepada diri, ketika mengalami kegagalan, membuat kesalahan, ataupun mengalami penderitaan dengan tidak menghakimi diri sendiri atas kekurangan dan kegagalan yang dialami secara berlebihan, melihat suatu kejadian sebagai pengalaman yang dialami semua manusia, serta tidak menghindari atau melebih-lebihkan penderitaan, kesalahan atau kegagalan yang dialami (Neff, 2003). Dengan adanya


(18)

Universitas Kristen Maranatha self-compassion dapat menghindari emosi-emosi negatif yang menimbulkan stress dan memperburuk kinerja beauty therapist. Dengan demikian, beauty therapist tidak akan terus larut dalam penderitaan dan pikiran-pikiran negatif. Beauty therapist dapat menerima kekurangan dan merasa damai tanpa terus menerus menyalahkan diri sendiri.

Beauty therapist di Klinik Kecantikan “X” Cimahi akan memiliki self-compassion pada derajat yang berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini tergantung dari derajat setiap komponen self-compassion. Self-compassion dibentuk oleh tiga komponen yaitu self-kindness, common humanity dan mindfulness. Self-kindness yaitu kemampuan individu untuk memahami diri dan menyadari ketidaksempurnaan, kegagalan, sehingga individu cenderung bersikap ramah terhadap diri, berusaha untuk berbaik hati, bersikap toleran, dan memberikan perhatian terhadap diri sendiri ketika dihadapkan pada situasi yang tidak menyenangkan, daripada marah dan mengkritik diri atas pengalaman menyakitkan yang menimpanya (Neff, 2011). Apabila beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi memiliki self-kindness maka akan cenderung bersikap hangat dan memahami diri sendiri saat mengalami kegagalan dan ketidaksempurnaan dalam melayani pasien, mengerti bahwa keadaan tersebut bukan untuk dikritik secara berlebihan. Dalam memberikan treatment, beauty therapist akan menerima kekurangannya serta menoleransinya, menganggap diri berguna, dapat menghadapi kegagalan, dan tetap percaya diri saat memberikan treatment.


(19)

12

Komponen pembentuk self-compassion yang selanjutnya adalah common humanity, yaitu kemampuan individu untuk memandang dan merasakan bahwa kesulitan hidup dan kegagalan dialami oleh semua orang, bukan hanya dialami oleh diri sendiri (isolation). Dengan demikian, beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi yang memiliki common humanity akan menyadari bahwa beauty therapist lain juga menghadapi kesulitan dan masalah yang sama pada saat bekerja. Mereka akan bersikap optimis, saling berbagi pengalaman mengenai cara mereka berjuang menghadapi kegagalan dan menganggapnya sebagai pembelajaran, bukan sesuatu yang terjadi pada diri sendiri saja.

Komponen pembentuk yang terakhir adalah mindfulness, yaitu kemampuan individu untuk menerima pemikiran yang teramati dan perasaan yang mereka rasakan saat ini, tanpa menghakimi, membesar-besarkan, dan tidak menyangkal aspek-aspek yang tidak disukai baik didalam diri ataupun didalam kehidupannya, dengan kata lain menghadapi kenyataan. Bila beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi memiliki mindfulness maka saat menghadapi kegagalan akan tetap dapat berpikir secara objektif, tidak memikirkan hal-hal negatif, dan tidak melebih-lebihkan kegagalan yang dialami. Kesulitan dan kegagalan yang dialami dapat dilihat dengan perspektif yang lebih luas sehingga beauty therapist tidak terus-menerus larut memikirkan keadaan tersebut. Ketika melakukan kesalahan, beauty therapist akan mengintrospeksi diri dan tidak terpaku pada kekurangan dan belajar untuk memperbaiki kesalahannya sehingga tidak akan mengulanginya diwaktu yang akan datang.


(20)

Universitas Kristen Maranatha Ketiga komponen pembentuk self-compassion ini memiliki interkorelasi yang tinggi, dimana ketiga komponen tersebut memiliki keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lainnya (Curry & Barnard, 2011). Beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi dikatakan memiliki self-compassion yang tinggi bila ketiga komponen pembentuknya tinggi. Namun bila ketiga, atau dua, bahkan satu komponen pembentuknya rendah, maka self-compassion yang dimiliki beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi adalah rendah.

Komponen self-kindness dapat meningkatkan derajat common humanity pada beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi. Apabila beauty therapist memberikan perhatian, pemahaman, dan kesabaran terhadap kegagalan yang dilakukan, beauty therapist tidak akan merasa tidak kompeten karena kekurangannya. Beauty therapist akan menyadari bahwa bukan hanya dirinya yang mengalami ketidaksempurnaan, kegagalan dan kesulitan yang sama saat bekerja. Self-kindness juga dapat meningkatkan mindfulness pada beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi dimana ketika menghadapi ketidakmampuan saat bekerja, beauty therapist akan dapat menghadapi ketidakmampuan dan menyadarinya sehingga terus berusaha memahami dan tidak memikirkan hal tersebut secara berlebihan.

Komponen common humanity dapat meningkatkan derajat komponen pembentuk self-compassion lainnya. Common humanity dapat meningkatkan mindfulness, dimana beauty therapist menyadari bahwa kesulitan dan penderitaan saat bekerja sebagai juga dialami oleh semua beauty therapist yang bekerja di


(21)

14

Klinik Kecantikan “X” Cimahi karena tidak ada manusia yang sempurna. Oleh karena itu hal tersebut akan tetap dihadapi dengan tetap berpikir objektif, tidak memikirkan hal-hal negatif, dan tidak melebih-lebihkan penderitaan yang dialami saat menjadi beauty therapist.

Komponen mindfulness dapat meningkatkan kedua komponen lainnya. Dimana ketika beauty therapist tidak larut dalam masalah yang dialaminya saat bekerja, mereka tidak akan mengeritik diri sendiri terlalu keras atas kekurangan dan ketidakmampuan yang dimilikinya. Mereka juga akan menyadari bahwa beauty therapist lain juga pasti mengalami hal yang sama saat bekerja.

Tinggi atau rendahnya derajat self-compassion juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: personality (Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh NEO-FFI, ditemukan bahwa self-compassion memiliki kaitan dengan The big five personality), jenis kelamin, the role of parents (meliputi attachment, maternal criticism, dan modeling of parents), dan the role of culture (meliputi budaya collectivist dan budaya individualist).

Beauty therapist yang memiliki derajat self-compassion tinggi dalam dirinya akan dapat memahami, menerima kesulitan/ kegagalan yang dialami, secara obyektif dan dengan emosi yang seimbang, serta menyadari bahwa ada beauty therapist lain juga yang merasakan hal yang sama. Sedangkan beauty therapist yang memiliki derajat self-compassion yang rendah tidak dapat memahami, menerima kesulitan/ kegagalan yang dialami, melihat kesulitan/ kegagalan secara obyektif dan dengan emosi yang seimbang, dan merasa hanya dirinya yang mengalami kegagalan.


(22)

Universitas Kristen Maranatha Secara singkat uraian di atas dapat digambarkan melalui bagan kerangka pikir sebagai berikut:

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Self-compassion Beauty therapist yang

bekerja di Klinik

Kecantikan “X” Cimahi

Tinggi

Rendah Komponen-komponen Self-compassion:

1. Self-kindness

2. Common Humanity

3. Mindfulness

Faktor-faktor yang berpengaruh pada Self-compassion:

Personality

• Jenis Kelamin

The Role of Parents (attachment,

maternal criticism, modeling parents)


(23)

16

1.6 Asumsi

1. Beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi

memiliki self-compassion dengan derajat yang berbeda-beda, dan akan terbentuk mengikuti pengalaman kehidupan individu.

2. Pengalaman kehidupan yang kurang menyenangkan akan mengaktualkan self-compassion individu.

3. Pikiran-pikiran dan perasaan yang timbul saat seseorang berhadapan dengan situasi yang kurang menyenangkan namun tetap tegar menghadapi kenyataan, merupakan ciri dari seseorang dengan self-compassion tinggi.


(24)

61

Universitas Kristen Maranatha KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dipaparkan hasil kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian mengenai self-compassion pada 35 beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang self-compassion pada 35 beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebagian besar beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi memiliki derajat self-compassion yang rendah. Terdapat variasi pada derajat komponen self-compassion, dimana apabila komponennya memiliki keterkaitan yang rendah atau salah satu komponennya rendah, maka derajat self-compassion yang dimiliki beauty therapist adalah rendah.

2. Apabila salah satu komponen self-compassion rendah, maka akan menurunkan derajat komponen self-compassion lainnya.


(25)

62

3. Derajat self-compassion yang rendah pada beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi berkaitan dengan tipe kepribadian conscientiousness. Semakin rendah derajat conscientiousness maka semakin rendah pula derajat self-compassion, sebaliknya semakin tinggi derajat conscientiousness maka semakin tinggi pula derajat self-compassion.

4. Derajat self-compassion yang rendah pada beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi berkaitan dengan attachment (insecure attachment). Semakin insecure attachment, maka semakin rendah derajat self-compassion.

5. Derajat self-compassion yang rendah pada beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi berkaitan dengan role of culture. Semakin tinggi budaya individualist maka semakin rendah derajat self-compassion. 6. Berdasarkan faktor yang memengaruhi derajat self-compassion (beauty

therapist yang mendapatkan insecure attachment, maternal criticism dari orang tua, modeling negatif dari orang tua, dan memiliki budaya individualist), memiliki derajat common humanity yang rendah.


(26)

Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

Bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai self-compassion disarankan untuk mencari responden yang bervariasi pada jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) dengan jumlah yang seimbang agar dapat memberikan gambaran mengenai faktor jenis kelamin yang memengaruhi self-compassion.

6.2.2 Saran Praktis

1. Bagi pimpinan Klinik Kecantikan Klinik Kecantikan “X” Cimahi disarankan untuk mengadakan meeting rutin bersama beauty therapist, misalnya satu minggu sekali untuk mengemukakan masalah yang ditemukan saat memberikan pelayanan kepada pasien dan mencari solusinya.

2. Bagi pimpinan Klinik Kecantikan Klinik Kecantikan “X” Cimahi dapat memberikan group counseling kepada seluruh beauty therapist agar dapat menceritakan kesulitan dan kegagalan apa saja yang mereka hadapi serta perjuangan mereka dalam menghadapi kesulitannya. Dengan dilakukannya counseling, diharapkan beauty therapist dapat tetap bersikap lembut terhadap diri sendiri saat mengalami kesulitan dan kegagalan, melihat dari sudut pandang yang lebih luas mengenai kegagalan yang dihadapi bahwa tidak


(27)

64

hanya mereka yang mengalaminya, dan tetap dapat berikir secara objektif saat mengalami kesulitan atau kegagalan saat memberi pelayanan kepada pasien, sehingga toleransi terhadap stress semakin tinggi.


(28)

65

Universitas Kristen Maranatha Barnard, L. K., & Curry, J.F. (2011). Self-compassion: Conseptualization,

correlates, & interventions. Review of General Psychology, 15 No. 4, 289-303.

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step-by-step Guide for Beginners. London: Sage Publications.

Neff, K. 2003. Self- Compassion. United States America: Kristin Neff.

Neff, K. D. 2009. Self-Compassion in M. R. Leary & R. H. Hoyle (Eds.), Handbook of Individual Difference in Social Behavior. New York: Guilford Press.

Neff, K. D., Lamb, L. M. 2009. Self-Compassion in S. Lopez (Ed.). The Encyclopedia of Positive Psychology. New York: Guilford Press.

Neff, K., Pisitsungkagarn, K., & Hsieh, Y. P. (2008). Self-compassion and self-construal in the United States, Thailand, and Taiwan. Journal of Cross-Cultural Psychology, 39, 267-285.

Neff, K. D., Rude, S. S., Kirkpatrick, L. K. 2006. An Examination of Self Compassion in Relation to Positive Psychological Functioning and Personality Traits. Journal of Research in Personality.

Neff, Kristin. 2011. Self-Compassion. New York: Harper Collins Publishers. Neff, Kristin and Elizabeth Pommier. 2012. Self and Identity: The Relationship

between Self-Compassion and Other-Focused Concern among College Undergraduates, Community Adults, and Practicing Meditators. Psychology Press.

Prihatini, P. M., & Mastawan, I Gusti Putu. 2010. Sistem Informasi Perawatan Kulit pada Klinik Kecantikan Berbasis Web. Jurnal TSI, Vol. 1.

Setiyani, M. G. 1997. Perawatan Kulit Muka Secara Kosmetis. Jakarta: Bahan Ajar PPPG Kejuruan.

Siegel, Sidney. 1994. Statistik Non Parametrik. Jakarta: P. T. Gramedia Pustaka Utama.

UK Maranatha, Fakultas Psikologi. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana. Edisi Revisi III. Bandung: UKM


(29)

DAFTAR RUJUKAN

https://kbbi.web.id/klinik

http://self-compassion.org/UTserver/pubs/barnard.review.pdf, diakses 20 Agustus 2014.

https://webspace.utexas.edu

lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/04/01/cantik-itu-relatif-benarkah-451660.html


(1)

61

Universitas Kristen Maranatha Pada bab ini akan dipaparkan hasil kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian mengenai self-compassion pada 35 beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang self-compassion pada 35 beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebagian besar beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi memiliki derajat self-compassion yang rendah. Terdapat variasi pada derajat komponen self-compassion, dimana apabila komponennya memiliki keterkaitan yang rendah atau salah satu komponennya rendah, maka derajat self-compassion yang dimiliki beauty therapist adalah rendah.

2. Apabila salah satu komponen self-compassion rendah, maka akan menurunkan derajat komponen self-compassion lainnya.


(2)

62

3. Derajat self-compassion yang rendah pada beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi berkaitan dengan tipe kepribadian conscientiousness. Semakin rendah derajat conscientiousness maka semakin rendah pula derajat self-compassion, sebaliknya semakin tinggi derajat conscientiousness maka semakin tinggi pula derajat self-compassion.

4. Derajat self-compassion yang rendah pada beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi berkaitan dengan attachment (insecure attachment). Semakin insecure attachment, maka semakin rendah derajat self-compassion.

5. Derajat self-compassion yang rendah pada beauty therapist yang bekerja di Klinik Kecantikan “X” Cimahi berkaitan dengan role of culture. Semakin tinggi budaya individualist maka semakin rendah derajat self-compassion. 6. Berdasarkan faktor yang memengaruhi derajat self-compassion (beauty

therapist yang mendapatkan insecure attachment, maternal criticism dari orang tua, modeling negatif dari orang tua, dan memiliki budaya individualist), memiliki derajat common humanity yang rendah.


(3)

Universitas Kristen Maranatha

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

Bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai self-compassion disarankan untuk mencari responden yang bervariasi pada jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) dengan jumlah yang seimbang agar dapat memberikan gambaran mengenai faktor jenis kelamin yang memengaruhi self-compassion.

6.2.2 Saran Praktis

1. Bagi pimpinan Klinik Kecantikan Klinik Kecantikan “X” Cimahi disarankan untuk mengadakan meeting rutin bersama beauty therapist, misalnya satu minggu sekali untuk mengemukakan masalah yang ditemukan saat memberikan pelayanan kepada pasien dan mencari solusinya.

2. Bagi pimpinan Klinik Kecantikan Klinik Kecantikan “X” Cimahi dapat memberikan group counseling kepada seluruh beauty therapist agar dapat menceritakan kesulitan dan kegagalan apa saja yang mereka hadapi serta perjuangan mereka dalam menghadapi kesulitannya. Dengan dilakukannya counseling, diharapkan beauty therapist dapat tetap bersikap lembut terhadap diri sendiri saat mengalami kesulitan dan kegagalan, melihat dari sudut pandang yang lebih luas mengenai kegagalan yang dihadapi bahwa tidak


(4)

64

hanya mereka yang mengalaminya, dan tetap dapat berikir secara objektif saat mengalami kesulitan atau kegagalan saat memberi pelayanan kepada pasien, sehingga toleransi terhadap stress semakin tinggi.


(5)

65

Universitas Kristen Maranatha Barnard, L. K., & Curry, J.F. (2011). Self-compassion: Conseptualization,

correlates, & interventions. Review of General Psychology, 15 No. 4, 289-303.

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step-by-step Guide for Beginners. London: Sage Publications.

Neff, K. 2003. Self- Compassion. United States America: Kristin Neff.

Neff, K. D. 2009. Self-Compassion in M. R. Leary & R. H. Hoyle (Eds.), Handbook of Individual Difference in Social Behavior. New York: Guilford Press.

Neff, K. D., Lamb, L. M. 2009. Self-Compassion in S. Lopez (Ed.). The Encyclopedia of Positive Psychology. New York: Guilford Press.

Neff, K., Pisitsungkagarn, K., & Hsieh, Y. P. (2008). Self-compassion and self-construal in the United States, Thailand, and Taiwan. Journal of Cross-Cultural Psychology, 39, 267-285.

Neff, K. D., Rude, S. S., Kirkpatrick, L. K. 2006. An Examination of Self Compassion in Relation to Positive Psychological Functioning and Personality Traits. Journal of Research in Personality.

Neff, Kristin. 2011. Self-Compassion. New York: Harper Collins Publishers. Neff, Kristin and Elizabeth Pommier. 2012. Self and Identity: The Relationship

between Self-Compassion and Other-Focused Concern among College Undergraduates, Community Adults, and Practicing Meditators. Psychology Press.

Prihatini, P. M., & Mastawan, I Gusti Putu. 2010. Sistem Informasi Perawatan Kulit pada Klinik Kecantikan Berbasis Web. Jurnal TSI, Vol. 1.

Setiyani, M. G. 1997. Perawatan Kulit Muka Secara Kosmetis. Jakarta: Bahan Ajar PPPG Kejuruan.

Siegel, Sidney. 1994. Statistik Non Parametrik. Jakarta: P. T. Gramedia Pustaka Utama.

UK Maranatha, Fakultas Psikologi. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana. Edisi Revisi III. Bandung: UKM


(6)

DAFTAR RUJUKAN

https://kbbi.web.id/klinik

http://self-compassion.org/UTserver/pubs/barnard.review.pdf, diakses 20 Agustus 2014.

https://webspace.utexas.edu

lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/04/01/cantik-itu-relatif-benarkah-451660.html