Gambaran Kejadian Low Back Pain (LBP) Pada Tenaga Angkut Sampah DKP Kota Denpasar.

(1)

UNIVERSITAS UDAYANA

GAMBARAN KEJADIAN

LOW BACK PAIN

(LBP) PADA

TENAGA ANGKUT SAMPAH DKP KOTA DENPASAR

I DEWA AGUNG AYU ISTRI DHIAN PERMATA DEWI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(2)

UNIVERSITAS UDAYANA

GAMBARAN KEJADIAN

LOW BACK PAIN

(LBP) PADA

TENAGA ANGKUT SAMPAH DKP KOTA DENPASAR

I DEWA AGUNG AYU ISTRI DHIAN PERMATA DEWI NIM. 1220025097

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(3)

UNIVERSITAS UDAYANA

GAMBARAN KEJADIAN

LOW BACK PAIN

(LBP) PADA

TENAGA ANGKUT SAMPAH DKP KOTA DENPASAR

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

I DEWA AGUNG AYU ISTRI DHIAN PERMATA DEWI NIM. 1220025097

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(4)

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 1 Juli 2016

Pembimbing

dr. I Made Ady Wirawan, MPH., Ph.D NIP. 19771228 200501 1 001


(5)

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 1 Juli 2016 Tim Penguji Skripsi

Penguji I

I Made Kerta Duana, S.K.M., M.P.H NIP. 19791117 200604 1 005

Penguji II

Dr. dr. Partha Muliawan, M.Sc. (OM) NIP. 19510922 198003 1 002


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Gambaran Kejadian Low Back Pain (LBP) pada Tenaga Angkut Sampah DKP Kota Denpasar" tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. I Made Ady Wirawan, MPH., Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, sekaligus sebagai pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan dan arahan untuk penyusunan skripsi ini;

2. Made Kerta Duana, S.KM, MPH. sebagai Kepala Bagian Kesehatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan arahan serta masukan dalam penyusunan skripsi ini;

3. Bapak/Ibu dosen dan seluruh staf pegawai Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan arahan, saran dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini;

4. DKP Kota Denpasar yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian serta membantu jalannya penelitian.

5. Tenaga angkut sampah DKP Kota Denpasar yang bersedia dan sangat antusias untuk menjadi responden


(7)

vii

6. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana angkatan 2012 yang telah bersama-sama saling membantu dan memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini; 7. Keluarga, sahabat, dan orang terkasih yang telah membantu dan memberikan

motivasi dalam penyusunan skripsi ini; dan

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar hasil yang didapat dari penelitian ini dapat berguna dan dimanfaatkan dengan baik.

Denpasar, Juli 2016


(8)

viii

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA BAGIAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SKRIPSI

JULI 2016

I Dewa Agung Ayu Istri Dhian Permata Dewi

Gambaran Kejadian Low Back Pain (LBP) Pada Tenaga Angkut Sampah DKP Kota Denpasar

ABSTRAK

Gangguan otot rangka dapat menimbulkan nyeri dan terbatasnya gerakan, sebagai akibat aktivitas fisik atau posisi kerja yang tidak ergonomis. Penggunaan otot-otot punggung dan tulang belakang yang berlebihan dalam melakukan aktivitas mengangkat dan mengangkut barang memungkinkan pekerja pengangkut barang akan mengalami Low Back Pain (LBP). LBP adalah nyeri yang terjadi pada daerah punggung bagian bawah dan merupakan work related musculoskeletal disorders. LBP disebabkan karena adanya keregangan otot dan postur tubuh yang tidak tepat saat bekerja. Menurut WHO, angka kejadian LBP mencapai 60% pada tahun 2003. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kejadian LBP pada tenaga angkut sampah DKP Kota Denpasar.

Penelitian ini menggunakan desain crossectional dengan pendekatan deskriptif kuantitatif. Populasi dari penelitian ini berjumlah 356 orang dan sampel yang digunakan sebanyak 86 orang yang merupakan tenaga angkut sampah DKP Kota Denpasar. Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah dilakukan dengan cara systematic random sampling. Instrumen yang digunakan yaitu Kuesioner dengan metode Patient Spesific Functional Scale (PSFS) dan Numeric Pain Rating Scale (NPRS).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian LBP pada tenaga angkut sampah DKP Kota Denpasar dengan metode PSFS sebagian besar berada pada kelompok nyeri Tidak-Ringan (51,16%). Sedangkan dengan metode NPRS sebagian besar berada pada kelompok tingkat skala numerik nyeri Sedang-Berat (58,14%).

Saran bagi pihak yang terlibat, sebaiknya memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja terutama tenaga kerja non Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja seperti Low Back Pain (LBP) dan selalu menyediakan Alat Pelindung Diri (APD).


(9)

ix SCHOOL OF PUBLIC HEALTH MEDICAL FACULTY

UDAYANA UNIVERSITY

OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH DIVISION Mini Thesis, July 2016

The Depiction of Low Back Pain (LBP) Occurrence on the DKP Garbage Men in Denpasar City

ABSTRACT

The disorder of musculoskeletal can cause pain and limited of motion, as a result of physical activity or work position which is not ergonomic. The excessive usage of back and spine’s muscle in performing the activity of lifting and carrying things allowing the goods transporting workers to sustain Low Back Pain (LBP). LBP is a pain occurred in the area of lower back and is a work related musculoskeletal disorder. LBP is caused by muscle tension and incorrect body posture when working. According to WHO, the incidence of LBP reaching 60% in the year of 2003. The aim of this research is to find out the depiction of LBP occurrence on the DKP garbage men in Denpasar city.

This research was using crossectional design with descriptive quantitative approach. The population of this research consisted of 356 people and used as a sample was made up of 86 persons who were DKP garbage men in Denpasar city. Sampling technique being used was systematic random sampling. Instrument being used was questionnaire with Patient Specific Functional Scale (PSFS) method and Numeric Pain Rating Scale (NPRS) method.

The result of study shows that the occurrence of LBP on DKP garbage men in Denpasar city with PSFS method mostly is in the group of not mild pain (51.16%). Meanwhile with NPRS method mostly is in the group of numerical scale level of moderate-severe pain (58.14%).

Suggestions for the parties involved, should pay attention to safety and occupational health workers, especially non Civil Servant (PNS) to prevent the occurrence of occupational diseases such as Low Back Pain (LBP) and always provides Personal Protective Equipment (PPE).


(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN PERSETUJUAN... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR SINGKATAN, LAMBANG, ISTILAH ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.4.1 Tujuan Umum ... 4

1.4.2 Tujuan Khusus ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 5

1.5.2 Manfaat praktis ... 5

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang ... 6

2.2 Low Back Pain (LBP) ... 8

2.3 Faktor Risiko Low Back Pain (LBP) ... 12

2.3.1 Masa Kerja ... 12

2.3.2 Usia ... 12

2.3.3 Kebiasaan Merokok ... 13

2.3.4 Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 14


(11)

xi

2.3.6 Beban Angkat... 19

2.3.7 Jenis Kelamin ... 20

2.3.8 Waktu Kerja ... 20

2.4 Cara Pengukuran Low Back Pain (LBP) ... 21

2.4.1 Roland-Morris Disability Questionnaire (RMDQ) ... 21

2.4.2 Numeric Pain Rating Scale (NPRS) ... 22

2.4.3 Pain Self Efficacy Questionnaire (PSEQ)... 23

2.4.4 Oswestry Disability Index (ODI) ... 24

2.4.5 Patient-Specific Functional Scale (PSFS) ... 25

2.5 Cara Pencegahan Low Back Pain (LBP) ... 28

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 31

3.1 Kerangka Konsep ... 31

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel... 32

3.2.1 Variabel Penelitian ... 32

3.2.2 Definisi Operasional Variabel... 33

BAB IV METODE PENELITIAN ... 35

4.1 Desain Penelitian ... 35

4.2 Populasi dan Sampel... 35

4.3 Pengumpulan Data... 37

4.4 Teknik Analisis Data ... 38

4.4.1 Pengolahan data ... 38

4.4.2 Analisis Data ... 39

BAB V HASIL PENELITIAN ... 40

5.1 Gambaran Umum Penelitian ... 40

5.2 Karakteristik Tenaga Angkut Sampah... 41

5.3 Intensitas Nyeri Low Back Pain (LBP) ... 42

5.4 Distribusi Status Low Back Pain (LBP) pada Tenaga Angkut Sampah Berdasarkan Karakteristik ... 45

BAB VI PEMBAHASAN ... 48

6.1 Karakteristik Tenaga Angkut Sampah... 48

6.2 Intensitas Nyeri Low Back Pain (LBP) ... 50

6.3 Kejadian Low Back Pain (LBP) Berdasarkan Patient Spesific Functional Scale (PSFS) dan Numeric Pain Rating Scale (NPRS) . 53 6.4 Distribusi Status Low Back Pain (LBP) pada Tenaga Angkut Sampah Berdasarkan Karakteristik ... 54

6.5 Keterbatasan Penelitian ... 57


(12)

xii

7.1 Simpulan ... 58 7.2 Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA ... 60


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Berat Beban Yang Dapat Diterima Untuk Aktivitas Angkat Sering ... 19

Tabel 2.2 Skor, Kategori, dan Kemampuan Kegiatan Berdasarkan Oswestry Disability Index (ODI) ... 24

Tabel 3.1 Jenis variabel dan definisi operasional variabel penelitian ... 33

Tabel 5.1 Karakteristik Tenaga Angkut Sampah ... 41

Tabel 5.2 Intensitas Nyeri LBP Berdasarkan Metode PSFS ... 42

Tabel 5.3 Pengelompokkan intensitas nyeri LBP menggunakan metode PSFS dan NPRS. ... 44

Tabel 5.4 Distribusi LBP dengan Metode Patient-Spesific Functional Scale (PSFS) pada Tenaga Angkut Sampah Berdasarkan Karakteristik ... 45

Tabel 5.5 Distribusi LBP dengan Metode Numeric Pain Rating Scale (NPRS) pada Tenaga Angkut Sampah Berdasarkan Karakteristik ... 46


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ruas-ruas Tulang Belakang (Pustekom Depdiknas dalam Septiawan, 2012) ... 6 Gambar 2.2 Mekanisme rasa nyeri pada posisi membungkuk. Sumber. Priyadi, 2011 ... 17 Gambar 2.3 Skala pengukuran rasa sakit Numeric Pain Rating Scale (NPRS). ... 22 Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian ... 31


(15)

xv

DAFTAR GRAFIK


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Informasi dan Pesetujuan Mengikuti Penelitian (Informed Consent) Lampiran 2. Lembar Persetujuan Responden Penelitian

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian Lampiran 4. Jadwal Rencana Penelitian Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian Lampiran 6. Lampiran Stata


(17)

xvii

DAFTAR SINGKATAN, LAMBANG, ISTILAH

Daftar Singkatan

BB : Berat Badan

DKP : Dinas Kebersihan dan Pertamanan dll : Dan lain-lain

ILO : International Labour Organization IMT : Indeks Massa Tubuh

K3 : Kesehatan dan Keselamatan Kerja

LBP : Low Back Pain

PAK : Penyakit Akibat Kerja RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah PSFS : Patient Spesific Functional Scale NPRS : Numeric Pain Rating Scale Daftar Lambang

% = Persen

< = Kurang dari

≤ = Kurang dari sama dengan > = Lebih dari

≥ = Lebih dari sama dengan

…O = Derajat

x = Perkalian

+ = Penjumlahan

= = Sama dengan

P = Proporsi


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapan guna mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) dalam Septiawan (2012) yang diterbitkan dalam peringatan hari keselamatan dan kesehatan kerja sedunia pada 28 April 2010 tercatat setiap tahunnya lebih dari 2 juta orang meninggal akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sekitar 160 juta orang menderita penyakit akibat kerja dan terjadi sekitar 270 juta kasus kecelakaan kerja pertahun di seluruh dunia (Ferusgel, 2015). Setiap melakukan pekerjaan memiliki risiko kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja. Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses, maupun lingkungan kerja. Pada tahun 2003 WHO memperkirakan prevalensi penyakit akibat kerja, salah satunya gangguan otot rangka mencapai hampir 60%. Penerapan ergonomi yang tidak sesuai di tempat kerja tidak dapat dilepaskan dari kondisi kerja yang mengharuskan setiap pekerja untuk melakukannya misalnya, dapat dilihat dari sikap ketika bekerja yang meliputi posisi tubuh, beban kerja, serta kegiatan yang berulang-ulang dalam bekerja. Bagian tubuh yang paling sering mengalami gangguan otot rangka yaitu bagian pinggang. Gangguan otot rangka dapat menimbulkan nyeri dan terbatasnya gerakan, sebagai akibat aktivitas fisik atau posisi kerja (Depkes RI, 2007).


(19)

2

Pekerjaan mengangkat dan mengangkut barang sering menyebabkan cidera pada punggung bawah. Karena pekerjaan tersebut membutuhkan aktivitas mengangkat dan mengangkut beban yang cukup berat dan berulang-ulang sehingga sangat membutuhkan peran yang besar dari otot-otot punggung dan tulang belakang. Penggunaan otot-otot punggung dan tulang belakang yang berlebihan dalam melakukan aktivitas mengangkat dan mengangkut barang memungkinkan pekerja pengangkut barang akan mengalami Low Back Pain (LBP) (Prastawa, 2009).

Low Back Pain (LBP) adalah suatu sindroma nyeri yang terjadi pada daerah punggung bagian bawah dan merupakan work related musculoskeletal disorders. Penyebab timbulnya LBP adalah keregangan otot atau postur tubuh yang tidak tepat saat bekerja, misalnya bekerja dengan membungkuk dalam waktu yang relatif lama, mengangkat dan mengangkut beban dengan sikap yang tidak ergonomis, tulang belakang yang tidak normal, atau akibat penyakit tertentu seperti penyakit degeneratif (Santoso, 2011).

Masalah nyeri punggung pada pekerja umumnya dimulai pada usia dewasa muda dengan puncak prevalensi pada kelompok usia 25-60 tahun (Khaizun, 2013). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami LBP yaitu usia, perokok, masa kerja 5-10 tahun, posisi kerja, kegemukan dan riwayat keluarga penderita musculoskeletal disorder (Rahmaniyah, 2007). Pekerja angkat angkut sampah adalah salah satu pekerjaan yang dapat menimbulkan LBP karena pekerja masih menggunakan manual handling untuk melakukan pekerjaannya sehingga dapat mengganggu kualitas hidup dan menurunkan level aktivitas pekerja.


(20)

3

Masalah kebersihan pada hakikatnya bukanlah masalah baru bagi kita. Pada kenyataannya setiap orang senang akan kebersihan, keindahan dan suasana rindang. DKP Kota Denpasar memiliki beberapa kegiatan operasional dalam menjaga kebersihan kota, yaitu kegiatan kebersihan jalan dan selokan, kegiatan penyuluhan kebersihan, dan kegiatan pengumpulan sampah serta pengangkutan sampah. Dari beberapa kegiatan tersebut, kegiatan pengangkutan sampah yang paling banyak memiliki shift kerja dengan pembagian shift kerja menjadi empat shift dengan jumlah tenaga pengangkutan sampah sebanyak 356 orang. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tenaga angkut, mereka bekerja dengan posisi kerja yang tidak ergonomis dan tidak menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan masker namun mereka menggunakan sepatu boot. Tenaga pengangkutan sampah bekerja dari satu rumah ke rumah lainnya untuk mengambil sampah rumah tangga dengan cara membungkuk dan melemparkan sampah tersebut ke dalam truk dengan berulang-ulang dan terus-menerus. Posisi tubuh dalam bekerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap tubuh.

Aktivitas yang berulang-ulang atau frekuensi angkut dengan manual handling tidak bisa dilepaskan dari keterkaitan terjadinya LBP pada suatu pekerjaan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2005) menyatakan bahwa aktifitas mengangkat dengan periode waktu yang lama akan menyebabkan rasa sakit dan menjadi sakit permanen terutama pada bagian anggota badan, lengan, bagian persendian dan jaringan otot. Farokah dan Yeyen (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa posisi tubuh kuli angkut buah


(21)

4

menunjukkan posisi tubuh yang rawan terhadap timbulnya cedera otot tulang belakang seperti posisi membungkuk.

Salah satu faktor yang kemungkinan menyebabkan LBP pada petugas angkut sampah tersebut adalah posisi saat mengangkut sampah yang tidak alamiah dan tidak ergonomis. Hal tersebut dapat menyebabkan kontraksi otot yang berlebihan akibatnya beban kerja bertumpu di daerah pinggang sehingga dapat menyebabkan otot pinggang mudah mengalami kelelahan dan terjadi nyeri. Untuk mengetahui karakteristik, prevalensi, serta distribusi pada tenaga angkut sampah, penulis ingin melakukan penelitian mengenai gambaran kejadian LBP pada tenaga angkut sampah DKP Kota Denpasar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran kejadian LBP pada tenaga angkut sampah DKP Kota Denpasar, sehingga upaya pencegahan LBP pada pekerja akan lebih mudah untuk dilakukan.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah gambaran kejadian Low Back Pain (LBP) pada tenaga angkut sampah DKP Kota Denpasar ?

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kejadian LBP pada tenaga angkut sampah DKP Kota Denpasar.

1.4.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah :


(22)

5

b. Mengetahui proporsi LBP pada tenaga angkut sampah DKP Kota Denpasar.

c. Mengetahui distribusi kejadian LBP pada tenaga angkut sampah DKP Kota Denpasar berdasarkan karakteristik.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi ilmiah terkait penyakit akibat kerja terutama kejadian LBP pada populasi tenaga angkut sampah.

1.5.2 Manfaat praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi tenaga angkut sampah serta pihak terkait di DKP Kota Denpasar agar lebih memperhatikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

b. Sebagai masukan bagi DKP dalam penyusunan kebijakan atau program yang terkait dengan K3 pada pekerja pengangkut sampah.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini sesuai dengan bidang ilmu Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang mengacu pada penyakit akibat kerja.


(23)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang

Menurut Pearce (2006) rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebrata atau ruas tulang belakang. Diantara tiap dua ruas tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa mencapai 57 sampai 67 sentimeter. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang terpisah dan 9 ruas sisanya dikemudian hari menyatu menjadi sakrum 5 buah dan koksigius 4 buah.

Gambar 2.1 Ruas-ruas Tulang Belakang (Pustekom Depdiknas dalam Septiawan, 2012)


(24)

7

Tulang vertebra dikelompokkan sesuai dengan daerah yang ditempati, yaitu : 1. Vertebra Servikal

Vertebra servikal terdiri dari tujuh ruas tulang leher. Ruas tulang leher pada umumnya mempunyai ciri badan yang kecil dan persegi panjang, lebih panjang ke samping dari pada ke depan atau ke belakang. Lengkungannya besar, prosesus spinosus atau taju duri ujungnya dua atau bivida. Prosesus transverses atau taju sayap terdapat lubang karena banyak foramina untuk lewatnya arteri vertebralis.

2. Vertebra Torakalis

Vertebra torakalis terdiri dari dua belas tulang yang mempunyai nama lain yaitu ruas tulang punggung lebih besar dari yang servikal dan di sebelah bawah menjadi lebih besar. Mempunyai ciri khas dengan badan yang berbrntuk lebar lonjong dengan faset atau lekukan kecil di setiap sisi untuk menyambung iga, lengkungannya agak kecil, taju duri panjang dan mengarah ke bawah, sedangkan taju sayap yang membantu mendukung iga adalah tebal dan kuat serta memuat faset persendian untuk iga.

3. Vertebra Lumbalis

Vertebra lumbalis terdiri dari lima ruas tulang atau ruas tulang pinggang, ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Taju durinya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil. Taju sayapnya panjang dan langsing. Ruas kelima membentuk sendi dan sacrum pada sendi lumbo sakral.

4. Vertebra Sakralis

Vertebra sakralis terdiri dari lima ruas tulang atau tulang kelangkang. Tulang kelangkang berbentuk segi tiga dan terletak pada bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara ke dua tulang inominata. Dasar dari


(25)

8

sakrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas. Tapi anterior dari basis sakrum membentuk promontorium sakralis.

5. Vertebra Kosigeus

Vertebra kosigeus atau tulang tungging. Tulang tungging terdiri dari empat atau lima vertebra yang rudimenter yang bergabung menjadi satu (Pearce, 2006).

Columna vertebralis atau rangkaian tulang belakang memiliki fungsi bekerja sebagai pendukung badan yang kokoh atau sebagai penyangga dengan perantaraan tulang rawan sakram intervertebralis yang lengkungannya memberi fleksibilitas. Cakramnya berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat seperti saat berlari dan meloncat, dengan demikian otak dan sumsum belakang terlindung dari goncangan. Gelang panggul yaitu penghubung antara badan dan anggota bawah. Sebagian dari kerangka axial, atau tulang sakrum dan tulang koksigeus, yang letaknya terjepit antara dua tulang koxa, turut membentuk tulang ini. Dua tulang koxa itu bersendi satu dengan lainnya di tempat simfilis pubis (Pearce, 2006)

2.2 Low Back Pain (LBP)

Low Back Pain (LBP) adalah nyeri yang dirasakan pada punggung bawah yang bersumber dari tulang belakang daerah spinal (punggung bawah), otot, saraf, atau struktur lainnya di sekitar daerah tersebut. Low Back Pain (LBP) dapat disebabkan oleh penyakit atau kelainan yang berasal dari luar punggung bawah misalnya, penyakit atau kelainan pada testis atau ovarium (Suma’mur, 2009). Pada umumnya LBP akan menimbulkan rasa nyeri pada seseornag yang mengalaminya dan dapat digambarkan sebagai sensasi tidak menyenangkan


(26)

9

yang terjadi bila mengalami cedera atau kerusakan dalam tubuh. Nyeri dapat menimbulkan rasa panas, gemetar, ataupun kesemutan. Nyeri dapat menjadi suatu masalah kesehatan karena dapat mengganggu aktivitas yang akan dilakukan oleh seseorang (Septiawan, 2012).

LBP adalah gangguan muskuloskeletal yang terjadi pada daerah punggung bawah yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang kurang baik. LBP atau nyeri punggang bawah dapat dibagi dalam enam jenis nyeri, yaitu:

1. Nyeri Punggung Lokal

Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah dengan radiasi ke kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-bagian di bawahnya seperti fasia, otot-otot paraspinal, korpus vertebra, sendi dan ligamen.

2. Iritasi pada Radiks

Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan pada dermatom yang bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadang-kadang dapat disertai hilangnya perasaan atau gangguan fungsi motoris. Iritasi dapat disebabkan oleh proses desak ruang pada foramen vertebra atau di dalam kanalis vertebralis.

3. Nyeri Rujukan Somatic

Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan lebih dalam pada dermatom yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi di bagian-bagian dalam dapat dirasakan di bagian lebih superfisial.


(27)

10

4. Nyeri Rujukan Viserosomatis

Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen atau dalam ruangan panggul dapat dirasakan di daerah pinggang.

5. Nyeri karena Iskemia

Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio intermitens yang dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau menjalar ke paha. Dapat disebabkan oleh penyumbatan pada percabangan aorta atau pada arteri iliaka komunis.

6. Nyeri Psikogen

Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dan dermatom dengan reaksi wajah yang sering berlebihan (Rumawas dalam Kantana, 2010).

Jenis nyeri punggung bawah atau LBP berdasarkan sumber : a. Nyeri Punggung Bawah Spondilogenik

Nyeri yang disebabkan karena kelainan vertebrata, sendi, dan jaringan lunaknya. Antara lain spondilosis, osteoma, osteoporosis, dan nyeri punggung miofasial.

b. Nyeri Punggung Bawah Viserogenik

Nyeri yang disebabkan karena kelainan pada organ dalam, misalnya kelainan ginjal, kelainan ginekologik, dan tumor retroperitoneal.

c. Nyeri Punggung Bawah Vaskulogenik

Nyeri yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah, misalnya anerisma, dan gangguan peredaran darah.


(28)

11

d. Nyeri Punggung Bawah Psikogenik

Nyeri yang disebabkan karena gangguan psikis seperti neurosis, ansietas, dan depresi. Nyeri ini tidak menghasilkan definisi yang jelas, juga tidak menimbulkan gangguan anatomi dari akar saraf atau saraf tepi. Nyeri ini superficial tetapi dapat juga dirasakan pada bagian dalam secara nyata atau tidak nyata, radikuler maupun non radikuler, berat atau ringan. Lama keluhan tidak mempunyai pola yang jelas, dapat dirasakan sebentar ataupun bertahun– tahun.

e. Nyeri Punggung Bawah Neurogenik

Nyeri punggung bawah neurogenik misalnya pada iritasi arachnoid dengan sebab apapun dan tumor-tumor pada spinal durmater dapat menyebabkan nyeri belakang (Nurmianto, 2003).

Nyeri punggung bawah atau low back pain (LBP) merupakan nyeri yang terjadi pada regio lumbal, tetapi gejalanya muncul pada radiks saraf dan diskus intervertebralis lumbal (Dachlan, 2009). Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang terjadi pada punggung bawah yang disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesi tulang.

Nyeri punggung bawah dapat mengikuti cedera atau trauma punggung, tapi rasa sakit juga dapat disebabkan oleh kondisi degeneratif, seperti penyakit artritis, osteoporosis atau penyakit tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan cakram sendi, atau kelainan bawaan pada tulang belakang. Selain itu, obesitas, merokok, berat badan saat hamil, stres, kondisi fisik yang buruk, postur yang tidak sesuai untuk kegiatan yang dilakukan, serta posisi tidur yang buruk juga dapat menyebabkan nyeri punggung bawah (Merulalia, 2010). Selain itu LBP juga dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri, yang akan


(29)

12

berdampak pada tinggi rendahnya risiko kejadian LBP. Karakteristik individu tersebut antara lain, usia, waktu kerja, tingkat pendidikan, IMT, masa kerja, dan kebiasaan merokok.

2.3 Faktor Risiko Low Back Pain (LBP)

Kondisi dari seseorang yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan LBP adalah sebagai berikut:

2.3.1 Masa Kerja

Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai masuknya pekerja hingga saat penelitian dilakukan. Dalam hal ini dapat dikaitkan antara masa kerja dengan timbulnya keluhan LBP. Jadi semakin lama masa kerja dan/atau semakin lama seseorang terpajan faktor risiko LBP ini maka semakin besar pula risiko untuk mengalami LBP. Menurut penelitian Umami, dkk. (2014) pada pekerja batik tulis paling banyak mengalami keluhan nyeri punggung bawah adalah yang mempunyai masa kerja >10 tahun dan paling banyak mengalami keluhan nyeri punggung bawah.

2.3.2 Usia

Santiasih (2013) menyatakan bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Hal ini terjadi karena pada usia setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat. Sebagai contoh, Betti’e dalam Santiasih (2013) telah melakukan studi tentang kekuatan statik otot untuk pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai dengan di atas 60 tahun. Penelitian difokuskan untuk otot lengan, punggung dan kaki Hasil penelitian menunjukkan bahwa


(30)

13

kekuataan otot maksimal terjadi pada saat usia antara 20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya usia. Pada saat usia mencapai 60 tahun, rerata kekuataan otot menurun sampai 20%. Menurut penelitian Widjaya, dkk. (2013) pada pekerja furniture dari 43% pekerja yang mengalami LBP sebanyak 37, 21% berasal dari kelompok usia lebih dari 45 tahun.

2.3.3 Kebiasaan Merokok

Sama halnya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh kebiasaan merokok terhadap risiko keluhan otot juga masih diperdebatkan dengan para ahli, namun demikian, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan (Tarwaka dan Sudiajen, 2004). Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Beberapa penelitian menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot. Hal ini sebenarnya erat kaitannya dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paruparu, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya, tingkat kesegaran tubuh juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.


(31)

14

Menurut Bustan (dalam Septiawan, 2012) jenis perokok dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu :

a. Perokok Ringan

Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang/hari. b. Perokok Sedang

Disebut perokok sedang jika menghisap 10 – 20 batang/hari. c. Perokok Berat

Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang/hari.

Menurut penelitian Munir (2012) responden yang mempunyai kebiasaan merokok lebih tinggi untuk mengalami nyeri punggung bawah dibanding dengan responden yang tidak merokok dan ternyata 29,3% responden yang merokok mengalami LBP.

2.3.4 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Obesitas dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang menunjukkan terjadinya penimbunan lemak berlebihan dijaringan lemak tubuh. Kondisi ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan energi, dimana konsumsi terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan. Kelebihan tersebut disimpan dalam jaringan lemak. Seseorang dikatakan obesitas apabila mempunyai berat badan lebih dari 20% berat badan ideal. Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan berdasarkan indeks quatelet (berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2)). Formula IMT digunakan di seluruh dunia sebagai alat diagnosa untuk mengetahui berat badan yang kurus, normal, berlebih, dan obesitas.


(32)

15

Interprestasi IMT tergantung pada usia dan jenis kelamin seseorang karena memiliki kadar lemak tubuh yang berbeda. IMT adalah cara termudah untuk memperkirakan obesitas serta berkolerasi tinggi dengan massa lemak tubuh, selain itu juga penting untuk mengidentifikasi pasien obesitas yang mempunyai risiko komplikasi medis (Pudjiadi et al, 2010). Klasifikasi indeks masa tubuh (IMT) adalahsebagai berikut: <18,5 dikatakan underweight, 18,5-24,9 dikategorikan normal, IMT ≥25 dikategorikan overweight (kelebihan berat badan) dan IMT ≥30 dikatakan obesitas.

Menurut penelitian Septiawan (2012), bahwa Indeks Masa Tubuh (IMT) responden yang berisiko mengalami keluhan nyeri punggung bawah sebanyak 23 orang (46,9%), sedangkan sebanyak 26 orang (51,1%) memiliki Indeks Masa Tubuh tidak berisiko mengalami keluhan nyeri punggung bawah. 2.3.5 Sikap Kerja

Sikap kerja merupakan penilaian kesesuaian antara alat kerja yang digunakan oleh pekerja dalam bekerja dengan ukuran antropometri pekerja dengan ukuran-ukuran yang telah ditentukan (Budiono, 2005). Sikap kerja juga diartikan sebagai kecenderungan pikiran dan perasaan puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya Septiawan (2012). Saat bekerja perlu diperhatikan postur tubuh dalam keadaan seimbang agar dapat bekerja dengan nyaman dan tahan lama (Merulalia, 2010). Terdapat 3 macam sikap dalam bekerja, yaitu : a. Sikap Kerja duduk

Grandjean (dalam Taha, 2006) menyatakan bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan yaitu pembebanan pada kaki yang minimal sehingga pemakaian energi dan keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi. Sedangkan menurut Clark dalam Taha (2006), posisi kerja duduk mempunyai


(33)

16

derajat stabilitas tubuh yang tinggi, dapat mengurangi kelelahan dan keluhan subyektif bila bekerja lebih dari dua jam. Di samping itu, tenaga kerja juga dapat mengendalikan tungkai dan kaki untuk melakukan gerakan. Sebaliknya, kerja dengan posisi duduk yang terlalu lama dapat menyebabkan tonus otot perut menurun dan tulang belakang akan melengkung sehingga dapat menyebabkan pekerja mudah lelah.

b. Sikap Kerja Berdiri

Sutalaksana dalam Taha (2006) menjelaskan posisi kerja berdiri merupakan posisi siaga baik fisik maupun mental sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Tetapi pada dasarnya berdiri itu sendiri lebih melelahkan daripada duduk dan energy yang dikeluarkan untuk berdiri 10%-15% lebih banyak dibandingkan dengan duduk. Sikap kerja berdiri, apabila tenaga kerja harus bekerja pada periode yang lama, maka sering menimbulkan kelelahan.

Posisi/sikap kerja berdiri membutuhkan pengurangan beban fisiologis tubuh pada periode panjang, utamanya pergerakan darah dan penumpukan cairan tubuh di daerah paha (leg). Terkadang pembebanan berulang pada perut dan leher untuk jenis gerak menjangkau meraih maupun memutar. Keluhan biasanya terjadi karena lambat laun terasa berat pada otot vena, jarak raih di luar toleransi jangkauan normal, luasan kerja yang ketinggian atau kependekan, tidak tersedianya ruang gerak kaki (knee).


(34)

17

Berdasarkan penelitian bahwa tenaga kerja bubut yang telah terbiasa bekerja dengan posisi berdiri tegak dirubah menjadi posisi setengah duduk tanpa sandaran dengan setengah duduk dengan sandaran menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok (Yeni dalam Priyadi, 2011). Posisi duduk dapat mengontrol kekuatan kaki dalam pekerjaan, akan tetapi harus memberi ruang yang cukup untuk kaki karena bila ruang yang tersedia sangat sempit maka sangatlah tidak nyaman.

Gambar 2.2 Mekanisme rasa nyeri pada posisi membungkuk. Sumber. Priyadi, 2011

Sikap kerja dapat menjadi suatu potensi bahaya apabila tidak diterapkan secara ergonomis. Sikap kerja yang alamiah yaitu sikap dalam proses kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada bagian tubuh yang penting seperti organ tubuh, syaraf, tendon, dan tulang tidak menyebabkan keluhan Musculoskeletal Disorders dan sistem tubuh lainnya (Baird dalam Merulalia, 2010). Menurut Saraswati (2015), keadaan bagian-bagian tubuh yang ergonomis dijelaskan sebagai berikut : a. Pada tangan dan pergelangan tangan

Bagian tangan dan pergelangan tangan mempunyai sikap normal yaitu berada dalam keadaan garis lurus sejajar dengan jari tengah, tidak miring ataupun mengalami fleksi atau ekstensi. Ketika penggunaan keyboard tidak ada penekanan pada pergelangan tangan.


(35)

18

b. Pada leher

Sikap atau posisi normal pada leher adalah lurus dan tidak miring ataupun memutar. Posisi miring pada leher tidak melebihi 200 sehingga tidak terjadi penekanan pada discus tulang cervical.

c. Pada bahu

Sikap atau posisi normal pada bahu adalah tidak dalam keadaan mengangkat dan siku berada dekat dengan tubuh sehingga bahu kiri dan kanan dalam keadaan lurus dan proporsional.

d. Pada punggung

Pada punggung sikap atau postur yang normal dari tulang belakang untuk bagian toraks adalah kiposis dan untuk bagian lumbal adalah lordosis serta tidak miring ke kanan atau ke kiri. Postur tubuh membungkuk tidak boleh lebih dari 200.

Sedangkan sikap kerja tidak alamiah adalah pergeseran dari gerakan tubuh atau anggota gerak yang dilakukan oleh pekerja saat melakukan aktifitas dan postur atau posisi normal secara berulang-ulang dalam waktu yang relatif lama. Gerakan dan postur janggal ini adalah suatu faktor risiko untuk terjadinya gangguan, penyakit dan cedera pada sistem muskuloskeletal. Punggung merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi sebagai penopang otot. Karena itu sikap kerja tidak alamiah pada tangan dan bahu juga dapat mempengaruhi keadaan punggung dikarenakan punggung merupakan tempat penopang otot-otot bahu. Bentuk sikap kerja tidak alamiah pada punggung ditandai dengan gerakan punggung yang melakukan gerakan tidak alamiah secara terus-menurus (Merulalia, 2010). Menurut penelitian Munir (2012)


(36)

19

terdapat 10,2% pekerja dari bagian part supply yang mengalami LBP karena postur kerja janggal di PT.X.

2.3.6 Beban Angkat

Beban kerja adalah beban yang diterima pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya seperti mengangkat, berlari dan lain-lain. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pekerja itu sendiri. Beban tersebut dapat berupa fisik, mental, atau sosial (Depkes RI, 2003).

Setiap tenaga kerja memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam hubungan dengan beban kerja. Menurut rekomendasi ILO sebagai contoh, beban kerja akibat memikul atau menjingjing suatu barang dapat dikurangi dengan penggunaan kereta dorong. Dalam usaha menentukan beban maksimal, beban fisik lebih mudah dirumuskan, yaitu misalnya 50 kg sebagai beban tertinggi yang diperkirakan (Suma’mur PK, 1996).

Departmen Kesehatan (2009) memberikan rekomendasi mengenai beban angkat sebaiknya tidak melebihi dari aturan yaitu laki-laki dewasa sebesar 15-20 kg dan wanita (16-18 tahun) sebesar 12-15 kg. Berdasarkan pada sejumlah eksperimen yang berupaya untuk mendapatkan berat pada berbagai keadaan dan ketinggian beban yang berbeda-beda. Para pekerja memonitor dan mengatur berat beban sampai menunjukkan kemampuan angkat maksimum. Untuk mengetahui berat maksimal yang boleh diangkat dalam frekuensi satu kali angkat adalah 95 kg dalam 30 menit, 85 kg dalam 5 menit, 66 kg dalam 12 menit, 50 kg dalam 10 menit sampai 15 menit serta 33 kg dalam 5 detik.

Tabel 2.1 Berat Beban Yang Dapat Diterima Untuk Aktivitas Angkat Sering Frekuensi Angkat Berat yang Boleh Diangkat (Kg)


(37)

20

Satu kali dalam 30 menit 95 kg

Satu kali dalam 5 menit 85 kg

Satu kali dalam 12 menit 66 kg

Satu kali dalam 10-15 menit 50 kg

Satu kali dalam 5 detik 33 kg

Nurmianto, 2003 2.3.7 Jenis Kelamin

Seorang pria dan wanita bekerja dalam kemampuan fisik yang mereka miliki. Kekuatan fisik tubuh wanita rata-rata 2/3 dari pria. Widjaya, dkk (2013) menyebutkan wanita mempunyai kekuatan 65% dalam mengangkat di banding rata-rata pria karena, wanita mengalami siklus biologi seperti haid, kehamilan nifas, menyusui, dan lain-lain. Sebagai gambaran, wanita muda dan laki-laki tua kemungkinan dapat mempunyai kekuatan yang hampir sama A.M. Sugeng Budiono dalam Septiawan (2012). Beberapa penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pria (Tarwaka dan Sudiajen, 2004).

2.3.8 Waktu Kerja

Lama seseorang bekerja pada umumnya 6-8 jam per hari. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan dapat menurunkan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit, dan kecelakaan. Maksimum waktu kerja tambahan yang efisien adalah 30 menit. Sedangkan diantara waktu kerja harus disediakan istirahat yang jumlahnya antara 15-30% dari seluruh waktu kerja (Tarwaka dan Sudiajen, 2004). Menurut Hasyim (dalam Septiawan 2012) akibat lama bekerja yang menyebabkan beban statistik yang terus menerus tanpa memperhatikan faktor-faktor ergonomi akan lebih


(38)

21

mudah menimbulkan keluhan nyeri punggung bawah, maka dianjurkan pada para tenaga kerja untuk merelaksasikan badan diantara waktu kerja, jika merasakan keluhan nyeri (Samara, dkk 2005). Apabila waktu kerja melebihi dari ketentuan akan ditemukan hal-hal seperti penurunan kecepatan kerja, gangguan kesehatan, angka absensi karena sakit meningkat, yang dapat mengakibatkan rendahnya produktivitas kerja (Tarwaka dan Sudiajen, 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Kusiyono dalam Septiawan (2012) mengenai beberapa faktor ergonomi yang berhubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah pada pengemudi angkutan kota jurusan Gunungsari-Celangcang (PP) Cirebon menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan keluhan nyeri punggung bawah (p=0,050).

2.4 Cara Pengukuran Low Back Pain (LBP)

2.4.1 Roland-Morris Disability Questionnaire (RMDQ)

Roland-Morris disability questionnaire (RMDQ) dikembangkan oleh Martin Ronald, merupakan salah satu kuesioner yang paling banyak digunakan untuk mengukur sakit punggung. Kuesioner ini telah terbukti menghasilkan pengukuran akurat, sehingga dapat menyimpulkan tingkat kecacatan serta sensitif terhadap perubahan dari waktu ke waktu untuk kelompok pasien nyeri punggung bawah (Longan, dkk. 2010).

Roland-Morris disability questionnaire (RMDQ) adalah kuesioner yang terdiri dari 24 pertanyaan dimana dalam proses pengerjaannya diberikan langsung kepada responden untuk diisi sendiri (self-administered). 24 pertanyaan tersebut berhubungan dengan gangguan fungsi fisik yang mungkin dirsakan akibat nyeri pinggang. Pada setiap item pertanyaan terdapat syarat kalimat “karena sakit punggung saya” yang bertujuan untuk membedakan


(39)

22

kecacatan akibat nyeri punggung atau penyebab lainnya. Kemudian pasien akan memberikan tanda centang pada bagian akhir pernyataan apabila keadaan tersebut mereka alami pada hari itu juga. Selanjutnya pasien akan memberikan nilai pada setiap pertanyaan yang kemudian akan dijumlahkan. Skor pada penilaian ini, yaitu 0 (tidak ada kecacatan) sampai 24 (kecacatan maksimum). Kelebihan dari kuesioner ini adalah pendek, sederhana, dan dapat dengan mudah dimengerti oleh pasien, sedangkan kekurangan dari kuesioner ini adalah hanya mengukur masalah fisik saja dan tidak mengukur masalah psikologis ataupun masalah sosial yang dialami pasien. Selain itu RMDQ juga berguna untuk memantau pasien dalam praktek klinis (Longan, dkk. 2010).

2.4.2 Numeric Pain Rating Scale (NPRS)

Numeric Pain Rating Scale (NPRS) adalah alat ukur yang digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri yang dirasakan oleh orang dewasa. Pada kuesioner NPRS ini responden akan memilih bilangan bulat antara 0 sampai 10 yang paling mencerminkan presepsi ekstrimitas rasa sakit yang diderita, dimana angka 0 berarti tidak ada rasa sakit sedangkan 10 melambangkan rasa yang paling sakit yang dibayangkan (Roddriguez, 2001).

Gambar 2.3 Skala pengukuran rasa sakit Numeric Pain Rating Scale (NPRS). Kekurangan dari metode ini, yaitu hanya dapat mengevaluasi satu komponen bagian yang mengalami rasa nyeri, sehingga tidak dapat


(40)

23

mengidentifikasi kompleksitas dari riwayat rasa sakit atau perubahan perkembangan gelaja. Sedangkan kelebihan dari metode ini antara lain hanya membutuhkan waktu kurang dari satu menit untuk menyelesaikan, mudah dan sederhana untuk dikerjakan, serta skala yang digunakan valid dan reliable untuk mengukur intensitas nyeri (Langley dan Sheppeard, 1985).

2.4.3 Pain Self Efficacy Questionnaire (PSEQ)

Self efficacy menurut Bandura (1997) didefinisikan sebagai penilaian orang tentang kemampuan mereka untuk mengatur dan melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu tindakan yang ingin dicapai. Selain itu, self efficacy merupakan dasar dalam motivasi manusia, kesejahteraan dan prestasi individu, terutama karena tingkat motivasi pada manusia dan tindakan yang lebih didasarkan pada apa yang mereka percaya daripada hal yang benar secara objektif (Bandura, 1997).

Pain Self Efficacy Questionnaire (PSEQ) dikembangkan pada tahun 1980 oleh Michel Nicholas. Metode ini digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas dengan rasa nyeri. Kelebihan dari metode ini yaitu sederhana, dapat dikerjakan dalam waktu singkat, dengan hasil yang akurat (Nicholas, dkk. 2007). Beberapa faktor yang diukur seperti kegiatan sosial, bekerja, kegiatan rumah tangga saat menghadapi rasa nyeri tanpa pengobatan.

Pain Self Efficacy Questionnaire (PSEQ) terdiri dari 10 pertanyaan yang menggunakan skala differensial semantik dengan skor antara 0 sampai 6. Skor 0 menggambarkan pasien tidak yakin sedangkan 6 menggambarkan pasien sangat yakin. Pasien diminta untuk menunjukkan pada skala seberapa yakin pasien diminta untuk menunjukkan pada skala seberapa yakin pasien mampu


(41)

24

melakukan hal yang disebutkan dalam setiap pernyataan pada kuesioner. Total skor antara 0-60 dihitung dengan menjumlahkan skor dari setiap pertanyaan. Skor yang lebih tinggi mencerminkan keyakinan efikasi diri yang lebih kuat (Tonkin, 2008).

2.4.4 Oswestry Disability Index (ODI)

Oswestry Disability Index (ODI) mempunyai 10 item pertanyaan tentang aktivitas sehari-hari yang mungkin akan mengalami gangguan atau hambatan pada pasien yang mengalami Low Back Pain (LBP). Metode pengukuran ODI terjadi dari beberapa faktor utama, antara lain intensitas nyeri, perawatan diri, mengangkat, berjalan, duduk, berdiri, tidur, kegiatan seksual, kehidupan sosial, serta rekreasi (Longan, dkk. 2010).

Setiap pertanyaan mempunyai enam respon alternative mulai dari yang “no problem” sampai dengan “not possible”. Skor ODI kemudian dihitung dengan cara dijumlahkan setiap itemnya 0-5 jadi total nilai maksimal adalah 50, kemudian dikalikan 100. Jika ada salah satu item yang tidak dijawab, maka yang dihitung hanya yang dijawab saja. Total skor antara 0-100%, dimana 0 menggambarkan tidak ada ketidakmampuan dan 100 berarti ketidakmampuan maksimal. Interpretasi skor pada kuesioner Oswestry Disability Index (ODI) adalah sebagai berikut (Longan, dkk. 2010) :

Tabel 2.2 Skor, Kategori, dan Kemampuan Kegiatan Berdasarkan Oswestry Disability Index (ODI)


(42)

25

Skor Kategori Kemampuan kegiatan

0% - 20% Minimal disability

Pasien dapat menjalankan hampir semua aktivitas sehari-hari dan tidak memerlukan tindakan pengobatan hanya anjuran bagaimana cara mengangkat, posisi duduk, latihan, dan diet.

21%-40% Moderate disability

Pasien merasa sakit dan kesulitan dengan duduk, mengangkat, dan berdiri. Mereka mungkin tidak bekerja. Perawatan pribadi, aktivitas seksual dan tidur yang tidak terlalu berpengaruh dan biasanya dapat dikelola dengan konservatif.

41%-60% Severe disability

Pasien mengalami nyeri sebagai keluhan utama pada aktivitas sehari-hari, sehingga memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

61%-80% Crippled

Sakit punggung ini membebani pada semua aspek kehidupan pasien sehingga memerlukan intervensi positif.

81%-100% Bed Bound

Pasien ini baik tidur-terikat atau melebih-lebihkan gejala mereka, sehingga memerlukan perawatan dan pengawasan khusus selama pengobatan.

Sumber : Longan, dkk. 2010.

2.4.5 Patient-Specific Functional Scale (PSFS)

Patient-specific functional scale (PSFS) adalah metode pengukuran yang didefinisikan, dirancang untuk merekam dan mengukur daftar cacat spesifik untuk setiap pasien (Longan, dkk. 2010). Kuesioner ini memiliki tiga bagian, yaitu pertanyaan mengenai nyeri, keterbatasan akibat rasa nyeri dan intensitas rasa nyeri. Bagian pertama berisi daftar kegiatan yang dipilih oleh pasien. Pasien diminta untuk mengidentifikasi lima kegiatan yang paling terkena dampak di dalam kehidupan sehari-hari akibat rasa nyeri pinggang yang diderita. Terdapat sedikit perbedaan versi yang menjelaskan gangguan leher dalam daftar kegiatan termasuk tiga item untuk kegiatan tambahan. Untuk mengukur tingkat kecacatan masing-masing, item digunakan skala, mulai dari 0 (dapat melakukan kegiatan) sampai 10 (mampu melakukan aktivitas saat setelah mengalami cedera). Bagian


(43)

26

kedua menilai keterbatasan fungsional dari rasa sakit dalam 24 jam. Keterbatasan nyeri juga diberi skor dengan skala mulai dari 0 (kegiatan sangat terbatas) sampai 10 (kegiatan belum terbatas). Pada bagian ketiga mengukur intensitas nyeri selama 24 jam terakhir. Penilaian dilakukan dengan memberikan skor 0 yang berarti tidak nyeri sampai dengan 10 yang berarti sangat nyeri.

Patient-specific functional scale (PSFS) dapat dikerjakan dalam waktu kurang lebih 4 menit. Itu harus dilakukan dengan memberikan anamnesis sebelum pemeriksaan fisik. Petugas medis harus membaca instruksi untuk pasien dan merekam aktivitas, serta memberikan nilai sesuai dengan tanggal penilaian. Pada pengukuran ulang berikutnya akan dilakukan hal yang sama (Longan, dkk. 2010).Menurut Mannion, dkk (2007) untuk mengukur intensitas nyeri pada LBP dilakukan penilaian terhadap 5 indikator yaitu :

1. Fungsi Hidup

Dalam bahasan ini akan diukur dalam seminggu sebelumnya seberapa banyak nyeri mengganggu pekerjaan secara normal (termasuk pekerjaan di dalam maupun di luar rumah). Skala ukurnya terdiri dari :

a. Tidak sama sekali b. Sedikit

c. Cukup d. Cukup sering e. Sangat sering


(44)

27

Dalam bahasan ini akan diukur seberapa puas yang akan dirasakan bila harus menghabiskan sisa hidup anda dengan gejala yang dimiliki. Skala ukurnya terdiri dari :

a. Sangat puas b. Agak puas c. Netral

d. Agak tidak puas e. Sangat tidak puas 3. Kualitas Hidup

Dalam bahasan ini akan diukur seberapa baik kualitas hidup dalam seminggu terakhir dengan gejala yang dimiliki. Skala ukurnya terdiri dari : a. Sangat baik

b. Baik c. Cukup d. Buruk e. Sangat buruk 4. Kehidupan sosial

Bahasan ini akan mengukur dalam 4 minggu terakhir seberapa banyak hari yang tidak terdapat aktivitas sehari-hari termasuk rekreasi karena sakit. Skala ukurnya terdiri dari :

a. Tidak ada

b. Antara 1 dan 7 hari c. Antara 8 dan 14 hari d. Antara 15 dan 21 hari e. Lebih dari 22 hari


(45)

28

5. Kehidupan dalam pekerjaan

Bahasan ini akan mengukur dalam 4 minggu terakhir seberapa banyak hari yang mengakibatkan absen karena sakit. Skala ukurnya terdiri dari :

a. Tidak ada

b. Antara 1 dan 7 hari c. Antara 8 dan 14 hari d. Antara 15 dan 21 hari e. Lebih dari 22 hari

2.5 Cara Pencegahan Low Back Pain (LBP)

Berikut akan diuraikan cara pencegahan terjadinya LBP dan cara mengurangi nyeri apabila LBP telah terjadi (Khaizun, 2013).

a. Latihan punggung setiap hari

1. Berbaringlah terlentang pada lantai atau matras yang keras. Tekukan satu lutut dan gerakkanlah menuju dada lalu tahan beberapa detik. Kemudian lakukan pada kaki yang lain.

2. Berbaringlah terlentang dengan kedua kaki ditekuk lalu luruskanlah ke lantai. Kencangkanlah perut dan bokong lalu tekanlah punggung ke lantai, tahanlah beberapa detik kemudia relaks.

3. Berbaringlah terlentang dengan kaki ditekuk dan telapak kaki berada flat di lantai. Lakukan sit up parsial dengan melipatkan tangan dan mengangkat bahu setinggi 6-12 inci dari lantai.

b. Berhati-hatilah saat mengangkat

1. Gerakkanlah tubuh kepada barang yang akan diangkat sebelum mengangkatnya.


(46)

29

2. Tekukkan lutut, bukan punggung untuk mengangkat benda yang lebih rendah.

3. Peganglah benda dekat perut dan dada. 4. Tekukan lagi kaki saat menurunkan benda.

5. Hindari memutarkan punggung saat mengangkat suatu benda. c. Lindungi punggung saat duduk dan berdiri

1. Hundari duduk dikursi yang empuk dalam waktu lama.

2. Jika memerlukan waktu yang lama untuk duduk saat bekerja, pastikan bahwa lutut sejajar dengan paha.

3. Jika memang harus berdiri terlalu lama, letakkanlah salah satu kaki pada bantalan kaki secara bergantian. Beranjaklah sejenak untuk mengubab posisi secara periodic.

4. Tegakkanlah kursi mobil sehingga lutut dapat tertekuk dengan baik tidak teregang.

5. Gunakanlah bantal di punggung bila tidak cukup menyangga pada saat duduk di kursi.

d. Tetaplah aktif dan hidup sehat

1. Berjalanlah setiap hari dengan menggunakan pakaian yang nyaman dan sepatu berhak rendah.

2. Makanlah makanan seimbang dan banyak mengkonsumsi sayur dan buah.

3. Tidurlah di kasur yang nyaman.


(47)

30

e. Coping dengan nyeri leher

Kakukan leher, nyeri leher dan bahu bisa disebabkan oleh akut injury, regangan kronik, arthritis dan masalah serta tulang lainnya. Nyeri yang muncul dapat berhubungan dengan aktifitas sehari-hari dengan cara tidur. Bila terasa semakin tegang, kaku atau tertarik maka latihan leher harus dihentikan untuk mencegah cidera.


(1)

Skor Kategori Kemampuan kegiatan

0% - 20% Minimal disability

Pasien dapat menjalankan hampir semua aktivitas sehari-hari dan tidak memerlukan tindakan pengobatan hanya anjuran bagaimana cara mengangkat, posisi duduk, latihan, dan diet.

21%-40% Moderate disability

Pasien merasa sakit dan kesulitan dengan duduk, mengangkat, dan berdiri. Mereka mungkin tidak bekerja. Perawatan pribadi, aktivitas seksual dan tidur yang tidak terlalu berpengaruh dan biasanya dapat dikelola dengan konservatif.

41%-60% Severe disability

Pasien mengalami nyeri sebagai keluhan utama pada aktivitas sehari-hari, sehingga memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

61%-80% Crippled

Sakit punggung ini membebani pada semua aspek kehidupan pasien sehingga memerlukan intervensi positif.

81%-100% Bed Bound

Pasien ini baik tidur-terikat atau melebih-lebihkan gejala mereka, sehingga memerlukan perawatan dan pengawasan khusus selama pengobatan.

Sumber : Longan, dkk. 2010.

2.4.5 Patient-Specific Functional Scale (PSFS)

Patient-specific functional scale (PSFS) adalah metode pengukuran yang didefinisikan, dirancang untuk merekam dan mengukur daftar cacat spesifik untuk setiap pasien (Longan, dkk. 2010). Kuesioner ini memiliki tiga bagian, yaitu pertanyaan mengenai nyeri, keterbatasan akibat rasa nyeri dan intensitas rasa nyeri. Bagian pertama berisi daftar kegiatan yang dipilih oleh pasien. Pasien diminta untuk mengidentifikasi lima kegiatan yang paling terkena dampak di dalam kehidupan sehari-hari akibat rasa nyeri pinggang yang diderita. Terdapat sedikit perbedaan versi yang menjelaskan gangguan leher dalam daftar kegiatan termasuk tiga item untuk kegiatan tambahan. Untuk mengukur tingkat kecacatan masing-masing, item digunakan skala, mulai dari 0 (dapat melakukan kegiatan) sampai 10 (mampu melakukan aktivitas saat setelah mengalami cedera). Bagian


(2)

kedua menilai keterbatasan fungsional dari rasa sakit dalam 24 jam. Keterbatasan nyeri juga diberi skor dengan skala mulai dari 0 (kegiatan sangat terbatas) sampai 10 (kegiatan belum terbatas). Pada bagian ketiga mengukur intensitas nyeri selama 24 jam terakhir. Penilaian dilakukan dengan memberikan skor 0 yang berarti tidak nyeri sampai dengan 10 yang berarti sangat nyeri.

Patient-specific functional scale (PSFS) dapat dikerjakan dalam waktu kurang lebih 4 menit. Itu harus dilakukan dengan memberikan anamnesis sebelum pemeriksaan fisik. Petugas medis harus membaca instruksi untuk pasien dan merekam aktivitas, serta memberikan nilai sesuai dengan tanggal penilaian. Pada pengukuran ulang berikutnya akan dilakukan hal yang sama (Longan, dkk. 2010). Menurut Mannion, dkk (2007) untuk mengukur intensitas nyeri pada LBP dilakukan penilaian terhadap 5 indikator yaitu :

1. Fungsi Hidup

Dalam bahasan ini akan diukur dalam seminggu sebelumnya seberapa banyak nyeri mengganggu pekerjaan secara normal (termasuk pekerjaan di dalam maupun di luar rumah). Skala ukurnya terdiri dari :

a. Tidak sama sekali b. Sedikit

c. Cukup d. Cukup sering e. Sangat sering


(3)

Dalam bahasan ini akan diukur seberapa puas yang akan dirasakan bila harus menghabiskan sisa hidup anda dengan gejala yang dimiliki. Skala ukurnya terdiri dari :

a. Sangat puas b. Agak puas c. Netral

d. Agak tidak puas e. Sangat tidak puas 3. Kualitas Hidup

Dalam bahasan ini akan diukur seberapa baik kualitas hidup dalam seminggu terakhir dengan gejala yang dimiliki. Skala ukurnya terdiri dari : a. Sangat baik

b. Baik c. Cukup d. Buruk e. Sangat buruk 4. Kehidupan sosial

Bahasan ini akan mengukur dalam 4 minggu terakhir seberapa banyak hari yang tidak terdapat aktivitas sehari-hari termasuk rekreasi karena sakit. Skala ukurnya terdiri dari :

a. Tidak ada

b. Antara 1 dan 7 hari c. Antara 8 dan 14 hari d. Antara 15 dan 21 hari e. Lebih dari 22 hari


(4)

5. Kehidupan dalam pekerjaan

Bahasan ini akan mengukur dalam 4 minggu terakhir seberapa banyak hari yang mengakibatkan absen karena sakit. Skala ukurnya terdiri dari :

a. Tidak ada

b. Antara 1 dan 7 hari c. Antara 8 dan 14 hari d. Antara 15 dan 21 hari e. Lebih dari 22 hari

2.5 Cara Pencegahan Low Back Pain (LBP)

Berikut akan diuraikan cara pencegahan terjadinya LBP dan cara mengurangi nyeri apabila LBP telah terjadi (Khaizun, 2013).

a. Latihan punggung setiap hari

1. Berbaringlah terlentang pada lantai atau matras yang keras. Tekukan satu lutut dan gerakkanlah menuju dada lalu tahan beberapa detik. Kemudian lakukan pada kaki yang lain.

2. Berbaringlah terlentang dengan kedua kaki ditekuk lalu luruskanlah ke lantai. Kencangkanlah perut dan bokong lalu tekanlah punggung ke lantai, tahanlah beberapa detik kemudia relaks.

3. Berbaringlah terlentang dengan kaki ditekuk dan telapak kaki berada flat di lantai. Lakukan sit up parsial dengan melipatkan tangan dan mengangkat bahu setinggi 6-12 inci dari lantai.

b. Berhati-hatilah saat mengangkat

1. Gerakkanlah tubuh kepada barang yang akan diangkat sebelum mengangkatnya.


(5)

2. Tekukkan lutut, bukan punggung untuk mengangkat benda yang lebih rendah.

3. Peganglah benda dekat perut dan dada. 4. Tekukan lagi kaki saat menurunkan benda.

5. Hindari memutarkan punggung saat mengangkat suatu benda. c. Lindungi punggung saat duduk dan berdiri

1. Hundari duduk dikursi yang empuk dalam waktu lama.

2. Jika memerlukan waktu yang lama untuk duduk saat bekerja, pastikan bahwa lutut sejajar dengan paha.

3. Jika memang harus berdiri terlalu lama, letakkanlah salah satu kaki pada bantalan kaki secara bergantian. Beranjaklah sejenak untuk mengubab posisi secara periodic.

4. Tegakkanlah kursi mobil sehingga lutut dapat tertekuk dengan baik tidak teregang.

5. Gunakanlah bantal di punggung bila tidak cukup menyangga pada saat duduk di kursi.

d. Tetaplah aktif dan hidup sehat

1. Berjalanlah setiap hari dengan menggunakan pakaian yang nyaman dan sepatu berhak rendah.

2. Makanlah makanan seimbang dan banyak mengkonsumsi sayur dan buah.

3. Tidurlah di kasur yang nyaman.


(6)

e. Coping dengan nyeri leher

Kakukan leher, nyeri leher dan bahu bisa disebabkan oleh akut injury, regangan kronik, arthritis dan masalah serta tulang lainnya. Nyeri yang muncul dapat berhubungan dengan aktifitas sehari-hari dengan cara tidur. Bila terasa semakin tegang, kaku atau tertarik maka latihan leher harus dihentikan untuk mencegah cidera.