MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING : Studi Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas VIII SMPN 4 Cimahi.

(1)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI

LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

(Studi Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas VIII SMPN 4 Cimahi ) TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

GIDA KADARISMA NIM. 1207124

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

Hak cipta dilindungi undang-undang

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian

Dengan dicetak ulang difoto kopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI

LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

Oleh Gida Kadarisma

S.Pd STKIP Siliwangi Bandung, 2011

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Fakultas Pendidikan Matematika


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

Oleh Gida Kadarisma

1207124

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

Pembimbing I,

Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M.Kes

Pembimbing II,

Dr. Bambang Avip Priatna, M.Si

Mengetahui :

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika SPs Universitas Pendidikan Indonesia


(4)

ABSTRAK

Gida Kadarisma (2015). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Logis Matematis Serta Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui Learning Cycle 5E dan Discovery Learning

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir ktitis dan logis matematis serta kemandirian belajar siswa SMP yang memperoleh learning cycle 5e dengan yang memperoleh discovery learning Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan berpikir kritis dan logis matematis dan non-tes (skala sikap kemandirian belajar). Populasi penelitian ini siswa kelas VIII siswa SMPN 4 Cimahi, sampelnya diambil dua kelas dari 9 kelas yang ada. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan berpikir kritis dan logis berbentuk uraian serta angket kemandirian belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa (1) Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan logis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model Learning Cycle 5e dengan yang menggunakan model Discovery Learning; (2). Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan logis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model Learning Cycle 5e dengan yang menggunakan Discovery Learning ditinjau dari masing-masing KAM (tinggi, sedang dan rendah); (3). Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan logis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model Learning Cycle 5e ditinjau dari KAM (Tinggi, sedang dan rendah). (4) Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan logis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model Discovery Learning ditinjau dari KAM (Tinggi, sedang dan rendah) ;(5). terdapat perbedaan kemandirian belajar antara siswa yang memperoleh pembelajaran memperoleh model Learning Cycle 5e dengan yang memperoleh Discovery Learning

Kata Kunci : Berpikir Kritis Matematis, Berpikir Logis Matematis, Discovery


(5)

ABSTRACT

Gida Kadarisma (2015). Improving Junior High School Students’ Ability of Critical Thinking and Logical Thinking Mathematic and Their Self Regulated Learning Through Learning Cycle 5E and Discovery Learning

This research aims to know the ability of critical thinking and logical thingking mathematic and self regulated of students’ who were taught by learning cycle 5e and discovery learning. This research is quasi-experiment. The research instrument is test of critical thinking and logical thinking mathematic and non-test (aptitude scale of self regulated learning). The research population is VIII grade students of SMPN 4 Cimahi. The samples taken were two classes out of nine available classes. The instrument used in this research is test of critical thinking and logical thinking mathematic in essay and questionnaires for self regulated learning. Based on the result of the research, it is found that (1) there is no different improvement of students’ critical thinking and logical thingking mathematic between students taught by using Learning Cycle 5e model and students taught by using discovery learning model; (2) there is no different improvement of students’ critical thinking and logical thingking mathematic between students taught by using Learning Cycle 5e model and students taught by using discovery learning model in viewed in each KAM (high, medium and low); (3) there is different improvement of critical thinking and logical thingking mathematic of students’ taught by using Learning Cycle 5e model viewed in KAM (high, medium and low); (4) there is different improvement of critical thinking and logical thingking mathematic of students’ taught by using discovery learning model viewed in KAM (high, medium and low); (5) there is different self regulated learning of students’ between students taught by using Learning Cycle 5e model and students taught by using discovery learning model

Key Words: Critical thinking Mathematic, Logical thinking Mathematic, Discovery


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang sangat diperhatikan belakangan ini. Oleh karena itu matematika harus dipelajari oleh setiap orang dari mulai jenjang Sekolah Dasar maupun Sekolah Menengah.

Tujuan mata pelajaran matematika pada pendidikan dasar dan menengah berdasarkan Kurikulum 2006, yaitu sebagai berikut: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006). Karena aktivitas matematika yang melibatkan pemecahan masalah, memberi kesempatan pada siswa untuk mengidentifikasi fakta-fakta dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan tidak rutin, yang dapat mendorong siswa untuk berpikir secara kritis. Selain berpikir kritis, berpikir logis dalam pembelajaran matematika perlu ditingkatkan karena dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan dalam matematika, yaitu dari yang


(7)

hanya sekedar mengingat kepada kemampuan pemahaman. Hal ini sejalan dengan Standar Kompetensi Kurikulum 2006, KTSP (BSNP, 2006) disebutkan,

Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

Namun kenyataannya kemampuan berpikir kritis dan logis matematis siswa masih rendah. Rendahnya kemampuan berpikir kritis dan logis siswa dapat kita lihat dari hasil penelitian oleh TIMSS pada tahun 2011, TIMSS adalah salah satu studi internasional untuk mengevaluasi pendidikan khusus untuk hasil belajar peserta didik yang berusia 14 tahun pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP) yang diikuti oleh Indonesia, dimana soal-soal yang diujikan termasuk mengukur kemampuan berpikir kritis dan logis siswa. Rosmiati (2013) menyatakan bahwa rata-rata capaian Indonesia pada TIMSS 2011 berada pada level rendah yaitu pada peringkat 386 dan rata-rata capaian peserta Indonesia mengalami penurunan dari rata-rata pada TIMSS 2007 yaitu pada peringkat 397.

Peneliti melakukan studi pendahuluan di SMPN 4 Cimahi terhadap kemampuan berpikir kritis matematis. Tes berpikir kritis dengan indikator mengidentifikasi konsep (menemukan persamaan dan perbedaan konsep) dengan soal

“ Apakah mungkin sebuah prisma dan sebuah limas memiliki rusuk yang berjumlah

sama? Jika ya, kapan hal itu terjadi? Jelaskan dengan contoh!”. Dari 40 siswa, hanya 3 orang yang dapat menyelesaikannya. Peneliti juga melakukan studi pendahuluan untuk melihat kemampuan berpikir logis matematis, untuk soal berpikir logis peneliti memberikan soal berikut :

Perhatikan tabel berikut ini!

X 3 6 8 10 11 …....


(8)

Jawablah pertanyaan berikut ini!

a. Lengkapilah sel yang masih kosong dari tabel tersebut!

b. Tentukan aturan fungsi yang tepat untuk pemetaan seperti tabel diatas, jika diketahui fungsi tersebut adalah fungsi linier !

Dari tes tersebut hanya 7 siswa yang dapat menjawab tepat, beberapa siswa hanya dapat menjawab poin (a) dan sisanya tidak dapat menjawab sama sekali. Dari fakta tersebut, jelas bahwa kemampuan berpikir kritis dan logis matematis siswa perlu ditingkatkan lagi. Menurut Glazer (2004:6), untuk membangun berpikir kritis siwa dalam matematika diperlukan:

(a) Situasi yang tidak rutin, sehingga individu tidak dapat dengan cepat memahami konsep matematika atau mengetahui bagaimana menentukan persoalan; (b) Penggunaan pengetahuan awal, penalaran, dan strategi kognitif; (c) Generalisasi, pembuktian, dan evaluasi berpikir reflektif yang melibatkan pengkomunikasian solusi dengan penuh pertimbangan, membuat makna tentang jawaban atau argumen yang masuk akal, menentukan alternatif untuk menjelaskan atau memecahkan persoalan atau membangkitkan perluasan studi selanjutnya

Dari penjelasan Glazer tersebut diperlukan pembelajaran matematika yang mendorong siswa untuk belajar aktif mengkonstruksi pengetahuan awal siswa, ini sejalan dengan pendekatan konstruktivisme yang menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang aktif di mana siswa membangun atau mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dan mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari. Model pembelajaran yang peneliti ajukan dan berdasarkan pendekatan konstruktivisme adalah model pembelajaran Learning Cycle 5E. Pembelajaran dengan model Learning Cycle 5E bertujuan untuk membantu mengembangkan berpikir siswa dari berpikir konkrit ke abstrak. Model ini biasa digunakan pada bidang sains namun baik pula diterapkan pada mata pelajaran matematika, ada lima fase dalam model Learning Cycle 5E yaitu engagement (menarik


(9)

perhatian-mengikat), exploration (mengeksplorasi), explanation (menjelaskan), elaboration (perluasan), dan evaluation (evaluasi).

Learning Cycle merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa serta didasarkan pada pandangan konstruktivisme dimana pengetahuan dibangun dari pengetahuan siswa itu Pada mulanya model ini terdiri dari tiga tahap, yaitu exploration, concep interduction dan concep aplication. Tiga tahap terebut saat ini berkembang menjadi lima tahap yang terdiri atas engagement, exploration, explanation, elaboration serta evaluation. Learning Cycle dengan lima tahap ini dikenal dengan Learning Cycle 5E. Model Learning Cycle 5E memberi kebebasan kepada siswa untuk berpendapat akan konsep yang dipelajari sehingga tercipta suasana sosial dalam setiap pembelajarannya. Siswa juga diarahkan pada masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, Aunurrahman (2009 : 13) dalam Learning Cycle 5E guru dituntut untuk mampu membimbing dan memfasilitasi siswa agar mereka dapat memahami kemampuan yang mereka miliki, kemudian diberikan motivasi agar siswa terdorong untuk belajar sebaik mungkin untuk mencapai tujuan pembelajaran berdasarkan kemampuan yang mereka miliki dalam proses pembelajaran. Guru berfungsi sebagai fasilitator, mengarahkan jika ada siswa yang salah konsep, serta bertugas memotivasi siswa agar lebih bersemangat. Selain itu, guru harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif, kreatif, menarik dan menyenangkan. Dengan model pembelajaran ini diharapkan semua potensi siswa dapat berkembang sesuai dengan perkembangan mental peserta didik.

Model Learning Cycle 5E menekankan siswa untuk dapat mengkonstruk sendiri pemikirannya sehingga pemahaman siswa akan konsep yang diajarkan diperoleh siswa dengan cara olah pikir kognitifnya sendiri. Selain itu, model ini memberikan aktivitas-aktivitas sosial sehingga merangsang siswa untuk mengkritisi apa yang dilihat, didengar, maupun yang dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, model Learning Cycle 5E dimungkinkan akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis dan logis siswa.


(10)

Di samping banyaknya penelitian dalam aspek kognitif, dalam beberapa tahun terakhir ini aspek afektif pun mulai banyak diteliti, antara lain kemandirian belajar (self regulated learning) yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Dalam Learning Cycle 5E siswa bekerja dengan permasalahan-permasalahan kontekstual, mereka didorong dan difasilitasi untuk menemukan dan menggunakan ide-ide informal yang mereka miliki dalam memecahkan masalah. Selanjutnya, mereka juga didorong untuk bertukar ide, mengkritisi ide siswa lain, serta belajar dari ide-ide siswa lain yang mereka anggap lebih tepat. Kondisi seperti ini di satu sisi menghendaki kemandirian siswa dalam belajar matematika. Di sisi lain, pembiasaan yang dilakukan dalam pembelajaran dengan model Learning Cycle 5E akan melatih kemandirian siswa dalam belajar.

Menurut Sumarmo (2004), kemandirian belajar adalah proses perancangan dan pemantauan yang seksama terhadap proses kognitif dan afektif,dalam kemandirian belajar bukan merupakan kemampuan mental atau keterampilan akademik tertentu, melainkan merupakan proses pengarahan diri dalam mentransformasikan kemampuan mental ke dalam keterampilan akademik tertentu.

Terdapat tiga karakteristik utama yang termuat dalam pengertian kemandirian belajar di atas, yaitu (1) Individu merancang belajarnya sendiri sesuai dengan keperluan atau tujuan belajar individu yang bersangkutan; (2) Individu memilih strategi dan melaksanakan rancangan belajarnya; (3) Individu memantau kemajuan belajarnya sendiri, mengevaluasi hasil belajarnya dan dibandingkan dengan standard tertentu. Woolfolk (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar meliputi: pengetahuan (knowledge), motivasi (motivation) dan disiplin pribadi (selfdiscipline).

Seperti diketahui, pada tahun 2013 pemerintah telah menetapkan Kurikulum 2013 sebagai kurikulum yang wajib untuk digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Adapun dalam kurikulum 2013 terdapat ciri khas yaitu


(11)

pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran yaitu pendekatan saintifik. Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Menurut Permendikbud nomor 81 A tahun 2013, langkah-langkah dalam pendekatan saintifik yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan.

Salah satu tahapan dalam pendekatan saintifik adalah menanya. Dalam tahapan menanya dilakukan sebagai salah satu proses membangun pengetahuan siswa dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, prosedur, hukum dan terori. Tujuannnya agar siswa memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi secara kritis, logis, dan sistematis (critical thinking skills). Proses menanya bisadilakukan melalui kegiatan diskusi dan kerja kelompok serta diskusi kelas. Praktik diskusi kelompok memberi ruang pada peserta didik untuk mengemukakan ide/gagasan dengan bahasa sendiri. Hal ini akan melatih kemampuan berpikir kritis dan logis matematis siswa

Model lain yang dapat melatih kemampuan berpikir kritis dan logis matematis serta kemandirian belajar siswa yaitu model pembelajaran discovery learning. Ruseffendi (2006: 329) mengemukakan bahwa discovery adalah metode mengajar yang diatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, dimana sebagian atau seluruh pengetahuan ditemukan sendiri dengan bantuan guru. Dari hal tersebut bahwa dengan pengetahuan yang ditemukan dengan sendiri merupakan salah satu lahiran dari melatih kemampuan berpikir kritis, logis dan kemandirian belajar siswa. Sebagaimana yang dikemukakan Taba (Tresnadi, 2006: 21) bahwa metode discovery melibatkan suatu urutan induktif, urutan ini dimulai tidak dengan penjelasan sebuah prinsip umum tetapi dengan menghadapkan siswa kepada beberapa contoh dari prinsip, dimana mereka dapat menganalisis, memanipulasi dan bereksperimen.


(12)

Model pembelajaran yang didalamnya memuat kegiatan-kegiatan pendekatan saintifik yaitu Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), pembelajaran penemuan (Discovery Learning), Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning). Beberapa metode tersebut akan menjadi hal tidak asing lagi dalam kurikulum 2013 dan merupakan pembelajaran yang berbasis kontruktivis. Hal ini berkaitan dengan salah satu tujuan pendekatan saintifik yaitu untuk meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

Salah satu keuntungan belajar melalui discovery learning menyebabkan berkembangnya potensi intelektual siswa. Dengan menemukan hubungan dan keteraturan dari materi yang sedang dipelajari, siswa menjadi lebih mudah mengerti struktur materi yang dipelajari. Sehingga siswa akan lebih mudah mengingat konsep, fakta, algoritma/prosedur dan prinsip dalam matematika.

Selain dari aspek kognitif dan afektif, aspek Kemampuan Awal Matematis (KAM) juga dijadikan sebagai fokus dalam penelitian ini. Syah (2006) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar pada siswa ada dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri, yakni tingkat kecerdasan siswa, kemampuan, sikap, bakat, minat dan motivasi siswa. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia, yaitu keadaan keluarga, kurikulum, metode mengajar dan sarana dan prasarana sekolah. Kemampuan awal siswa merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa karena kemampuan awal dapat menggambarkan kesiapan siswa dalam mengikuti suatu pelajaran. Kemampuan awal juga dipandang sebagai keterampilan yang relevan yang dimiliki pada saat akan mulai mengikuti suatu pembelajaran sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan awal merupakan prasyarat yang harus dikuasai siswa sebelum mengikuti suatu kegiatan pembelajaran.


(13)

Berdasarkan uraian di atas, penulis berkeinginan untuk meneliti apakah penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E dan Discovery Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, logis matematis dan kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Untuk selanjutnya penelitian ini penulis memberi judul Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Logis Matematis Serta Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Learning Cycle 5E dan Discovery Learning.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran Learning Cycle 5E dengan siswa yang memperoleh Discovery Learning?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa antara yang memperoleh Learning Cycle 5E dan yang memperoleh Discovery Learning pada masing-masing KAM (Tinggi, sedang dan rendah)? 3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis

siswa yang memperoleh Learning Cycle 5E ditinjau dari KAM (Tinggi, sedang, rendah)?

4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh Discovery Learning ditinjau dari KAM (Tinggi, sedang, rendah)?

5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran Learning Cycle 5E dengan siswa yang memperoleh Discovery Learning?

6. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa antara yang memperoleh Learning Cycle 5E dan yang memperoleh Discovery Learning pada masing-masing KAM (Tinggi, sedang dan rendah)?


(14)

7. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa yang memperoleh Learning Cycle 5E ditinjau dari KAM (Tinggi, sedang, rendah)?

8. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa yang memperoleh Discovery Learning ditinjau dari KAM (Tinggi, sedang, rendah)?

9. Apakah terdapat perbedaan kemandirian belajar siswa antara yang memperoleh Learning Cycle 5E dengan yang memperoleh Discovery Learning?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis antara siswa yang memperoleh Learning Cycle 5E dengan siswa yang memperoleh Discovery Learning

2. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa antara yang memperoleh Learning Cycle 5E dan yang memperoleh Discovery Learning pada masing-masing KAM (Tinggi, sedang dan rendah)

3. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh Learning Cycle 5E ditinjau dari KAM (Tinggi, sedang, rendah) 4. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa

yang memperoleh Discovery Learning ditinjau dari KAM (Tinggi, sedang, rendah)

5. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran Learning Cycle 5E dengan siswa yang memperoleh Discovery Learning

6. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa antara yang memperoleh Learning Cycle 5E dan yang memperoleh Discovery Learning pada masing-masing KAM (Tinggi, sedang dan rendah)


(15)

7. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa yang memperoleh Learning Cycle 5E ditinjau dari KAM (Tinggi, sedang, rendah) 8. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa

yang memperoleh Discovery Learning ditinjau dari KAM (Tinggi, sedang, rendah)

9. Menelaah perbedaan kemandirian belajar siswa antara yang memperoleh Learning Cycle 5E dengan yang memperoleh discovery learning

D. Manfaat Penelitian

Penelian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi nyata bagi berbagai kalangan berikut ini:

1. Manfaat Teoritis

a. Memberi informasi tentang penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E dan Discovery learning terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis, logis matematis dan kemandirian belajar siswa.

b. Bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai acuan/referensi untuk penelitian lain yang relevan

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa, diharapkan dari penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E dan discovery learning dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis, logis matematis dan kemandirian belajar siswa. b. Bagi guru, diharapkan dari penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E

dan discovery learning dapat membantu guru dalam menyampaikan materi matematis pada siswa dan menciptakan pembelajaran matematis yang efisien dan menyenangkan.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji perbandingan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis, berpikir logis matematis dan kemandirian belajar siswa melalui model Learning Cycle 5E dan model discovery learning. Penelitian ini dilakukan pada siswa SMP yang dikelompokkan ke dalam dua kelas, yaitu kelas pertama menggunakan model Learning Cycle 5E, kelas kedua mendapat pembelajaran dengan model discovery learning. Penelitian ini tidak menggunakan kelas secara acak. Oleh karena itu, penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol pretes-postes.

Sebelum eksperimen, kedua kelas diberikan pretes untuk melihat apakah kemampuan berpikir kritis dan logis matematis serta kemandirian belajar siswa tidak berbeda. kemudian diakhir eksperimen, setelah kedua kelas diberikan perlakuan yang berbeda diberikan postes untuk melihat sejauh mana pencapaian berpikir kritis dan logis matematis siswa setelah diberikan eksperimen. Sedangkan diagram dari desain penelitian adalah sebagai berikut:

O X1 O

O X2 O (Ruseffendi, 2010) Keterangan

O : Pretes dan Postes kemampuan berpikir kritis dan logis matematis

X1 : Pembelajaran menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan

pendekatan saintifik

X2 : Pembelajaran menggunakan model discovery learning dengan pendekatan saintifik sesuai buku guru


(17)

: Pengambilan sampel tidak secara acak

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Cimahi pada tahun ajaran 2014-2015. Dengan pertimbangan sekolah yang dipilih termasuk dalam sekolah dengan level menengah, karena pada level menengah kemampuan akademik siswa heterogen, sehingga dapat mewakili siswa dari tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Menurut Darhim (2004) sekolah yang berasal dari level tinggi cenderung memiliki hasil belajar yang lebih baik tetapi baiknya itu bisa terjadi bukan akibat baiknya pembelajaran yang dilakukan. Sekolah yang berasal dari level rendah, cenderung hasil belajarnya kurang dan kurangnya itu bisa terjadi bukan karena kurang baiknya pembelajaran yang dilakukan. Oleh karena itu dalam penelitian ini, sekolah dengan level baik dan rendah tidak dipilih sebagai subjek penelitian. Kemudian peneliti memilih kelas VII.7 untuk dijadikan kelas eksperimen 1 yang pembelajarannya memperoleh Learning Cycle 5E dan kelas VII.8 untuk dijadikan kelas eksperimen 2 yaitu yang memperoleh pembelajaran discovery learning.

3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Pada penelitian ini variabel yang digunakan terdiri dari variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu: (a) model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan pendekatan saintifik, (b) pembelajaran model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan saintifik sesuai buku ajar guru pada kurikulum 2013. Kemudian yang menjadi variabel terikat pada penelitian ini yaitu: (a) kemampuan berpikir kritis matematis; (b) kemampuan berpikir logis matematis; dan (c) kemandirian belajar siswa terhadap matematik. Selanjutnya yang menjadi variabel kontrol pada penelitian ini adalah (a) siswa kemampuan tinggi; (b) siswa kemampuan sedang; dan (c) siswa kemampuan rendah.


(18)

Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah yang diinterpretasikan sebagai berikut: 1. Model Learning Cycle 5E terdiri dari : engagement (menarik

perhatian-mengikat), exploration (mengeksplorasi), explanation (menjelaskan), elaboration (perluasan), dan evaluation (evaluasi).

2. Model discovery learning adalah proses belajar yang didalamnya terdiri dari langkah-langkah : pemberian rangsangan (stimulation), identifikasi masalah (Problem statement), pengumpulan data (data collection), pengolahan data (Data Processing), pembuktian (Verification) dan menarik kesimpulan (Generalization)

3. Kemampuan Berpikir Kritis dalam penelitian ini meliputi : 1. Kemampuan menemukan persamaan dan perbedaan konsep 2. Kemampuan menggeneralisasi

3. Kemampuan menganalisis dan mengevaluasi argumen dan bukti 4. Kemampuan menemukan alternatif

4. Kemampuan berpikir logis meliputi kemampuan:

1. Berpikir proposional yaitu kemampuan menarik kesimpulan atau membuat, perkiraan dan interpretasi berdasarkan proporsi yang sesuai,

2. Berpikir probabilistik yaitu kemampuan menarik kesimpulan atau membuat perkiraan dan prediksi berdasarkan peluang,

3. Berpikir korelasional

5. kemandirian belajar adalah sikap siswa terhadap dirinya dalam belajar yang meliputi :(1) inisiatif belajar, (2) mendiagnosis kebutuhan belajar sendiri, (3) menetapkan target atau tujuan belajar, (4) memilih dan menggunakan sumber, (5) memilih strategi belajar (6) mengevaluasi proses dan hasil belajar, (7) bekerja sama, (8) membangun makna dan (9) mengontrol diri.


(19)

6. Kemampuan Awal Matematis (KAM) adalah kemampuan yang dimiliki siswa sebelum penelitian dilakukan. kemampuan awal matematis dapat diketahui dengan nilai ulangan harian prasyarat matematika siswa sebelum materi fungsi.

Berikut ini akan ditampilkan keterkaitan antara variabel bebas (model pembelajaran Learning Cycle 5E dan pembelajaran discovery learning), dengan variabel terikat (kemampuan berpikir kritis dan logis matematis siswa serta kemandirian belajar siswa), dan variabel kontrol (siswa kemampuan tinggi, sedang dan rendah)

Tabel. 3.1

Tabel Weiner tentang Keterkaitan Antar Variabel Bebas, Terikat dan Kontrol Kemampuan yang diukur Kemampuan Berpikir Kritis (KBK) Kemampuan Berpikir Logis (KBL) Kemandirian Belajar (KB) Model Pembelajaran LC5E(A) DL (B) LC5E(A) DL (B) LC5E(A

)

DL (B) Kel.

Siswa

Tinggi (T) KBKAT KBKBT KBLAT KBLBT KBAT KBBT

Sedang (S) KBKAS KBKBS KBLAS KBLBS KBAS KBBS

Rendah (R) KBKAR KBKBR KBLAR KBLBR KBAR KBBR

Seluruh KBKA KBKB KGA KGB KBA KBB

Keterangan:

KBK : Kemampuan Berpikir Kritis KBL : Kemampuan Berpikir Logis KB : Kemandirian Belajar

LC5E (A) : Model Learning Cycle 5E dengan pendekatan saintifik

DL (B) : Model discovery learning dengan pendekatan saintifik sesuai buku guru pada kurikulum 2013


(20)

Contoh : KBKAT adalah kemampuan berpikir krtitis siswa kemampuan tinggi yang memperoleh model pembelajaran Learning Cycle 5E.

3.4 Instrumen Penelitian dan Hasil Uji Coba Instrumen

Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes dan non-tes, yang terdiri atas : (a) tes kemampuan berpikir kritis dan logis matematis siswa; (b) angket kemandirian belajar siswa. Pengembangan instrumen ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu tahap pembuatan, revisi dan tahap uji coba instrumen. Uji coba instrumen dilakukan untuk melihat validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran tes.

3.4.1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis dan Logis Matematis

Kemampuan berpikir kritis dalam matematika meliputi mengidentifikasi konsep yaitu kemampuan siswa dalam menentukan persamaan dan perbedaan konsep, kemampuan menggeneralisasi adalah kemampuan untuk menghasilkan pola atas persoalan yang dihadapi untuk kategori yang lebih luas, kemampuan menemukan alternatif serta kemampuan menganalisis, mengevaluasi argumen dan bukti. Kemampuan berpikir logis dalam matematika meliputi berpikir proposional, berpikir korelasional dan berpikir probabilistik.

Tes kemampuan berpikir kritis dan Logis matematis berbentuk uraian yang terdiri dari atas pretes dan postes. Kedua kelompok, baik kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2 diberikan kedua tes ini. Pretes dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diberikan perlakuan berupa model pembelajaran yang berbeda. Sedangkan postes diberikan untuk mengetahui pencapaian kemampuan berpikir kritis dan logis matematis siswa setelah diberi perlakuan.

Dalam penelitian ini soal tes terlebih dahulu diuji validitas, reliabilitas, daya pembeda dan derajat kesukaran. Untuk mendapatkan hal tersebut, soal tes


(21)

harus diujicobakan pada subjek yang karakteristiknya serupa dengan karakteristik subjek populasi penelitian.

Untuk memperoleh data kemampuan berpikir kritis dan logis matematis, maka dilakukan penskoran menurut Cai, Lane, dan Jacabcsin (1996) sebagai berikut.

Tabel 3.2

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir kritis Matematis

Skor Kriteria

4 Jawaban lengkap dan melakukan perhitungan dengan benar

3 Jawaban hampir lengkap, penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun terdapat sedikit kesalahan

2 Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti), namun mengandung perhitungan yang salah

1 Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah 0 Tidak ada jawaban atau salah menginterpretasikan

3.4.1.1 Analisis Validitas a. Validitas muka dan isi

Untuk mendapatkan soal yang memenuhi syarat validitas muka, validitas isi dan validitas konstruk, maka pembuatan soal dilakukan dengan meminta pertimbangan dan saran dari ahli, dosen pembimbing, guru matematika dan teman sebaya. Validitas muka disebut pula validitas bentuk soal atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya dan tidak menimbulkan tafsiran lain. Sedangkan validitas isi berarti ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan, yaitu kesesuaian soal dengan tingkat kemampuan siswa dan kesesuaian materi serta tujuan yang ingin dicapai.

Pertimbangan terhadap soal kemampuan berpikir kritis dan berpikir logis yang berkenaan dengan validitas isi (content validity) dan validitas muka


(22)

(face validity) dengan meminta beberapa mahasiswa S2 dan mahasiswa S3 Sekolah Pascasarjana Pendidikan Matematika UPI, yang kemudian hasilnya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Untuk mengukur keterbacaan terhadap tes kemampuan berpikir kritis dan logis matematis siswa dalam menjawab soal tes ini, peneliti juga mengujicobakan soal-soal tersebut kepada siswa kelas IX SMP N 4 Cimahi yang sudah memperoleh materi fungsi. Hasilnya ada beberapa soal-soal yang perlu diperbaiki tata bahasanya dan diberi penjelasan atau keterangan pada soal tersebut.

b. Validitas empiris (empirical validity)

Instrumen dikatakan valid jika instrument itu mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas empiris adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu. Kriteria ini untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien validitas alat evaluasi yang dibuat melalui perhitungan rumus korelasi productmoment Pearson (Arikunto, 2009:72) sebagai berikut:

∑ ∑ ∑

√[ ∑ ∑ ][ ∑ ∑ ]

Keterangan

: validitas butir soal : jumlah peserta tes : nilai butir soal : nilai soal

Dengan mengambil taraf signifikan 0,05 sehingga didapat kemungkinan interpretasi:

(i) Jika rhit ≤ rkritis, maka butir soal tidak valid (ii) Jika rhit > rkritis, maka butir soal valid Kriterianya adalah:


(23)

Tolak ukur untuk menginterprestasikan derajat validitas digunakan kriteria menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990 )

Tabel 3.3

Klasifikasi Koefisien Korelasi Besarnya rxy Interprestasi

0,80 < rxy ≤ 1,00 Sangat Tinggi 0,60 < rxy≤ 0,80 Tinggi 0,40 < rxy ≤ 0,60 Cukup 0,20 < rxy ≤ 0,40 Rendah 0,00 < rxy≤ 0,20 Sangat rendah

Validitas butir tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut:

Tabel 3.4

Hasil Uji Validitas Kemampuan Berpikir Kritis Matematis NO SOAL

1 2 3 4

r xy 0,78 0,59 0,55 0,70

Kategori Tinggi Cukup Cukup Tinggi

r tabel 0,34

Kriteria Valid Valid Valid Valid

Pada Tabel 3.4 dapat dilihat bahwa dari empat butir soal yang mengukur kemampuan berpikir kritis matematis mempunyai validitas tinggi


(24)

dan sedang.. Untuk melihat hasil validitas butir tes kemampuan berpikir logis matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5

Hasil Uji Validitas Kemampuan Berpikir Logis Matematis NO SOAL

1 2 3

r xy 0,41 0,80 0,72

Kategori Sedang Tinggi Tinggi

r tabel 0,34

Kriteria Valid Valid Valid

Tabel 3.5 memperlihatkan bahwa dari tiga soal untuk menguji kemampuan berpikir logis matematis diperoleh validitas tinggi dan sedang. Semua soal mempunyai korelasi terhadap hasil belajar yang dicapai seluruh siswa. Dari hasil ini dapat disimpulkan ketiga soal ini memiliki ketepatan untuk digunakan sebagai instrumen penelitian.

3.4.1.2 Analisis Reliabilitas

Reliabilitas tes bertujuan untuk mengetahui sejauh mana ketetapan instrument jika diujikan kembali dalam waktu yang berbeda. Untuk mengukur reliabilitas digunakan rumus (Arikunto, 2009: 100-101) sebagai berikut:

             2 2 11 1 1 t i S S n n r Keterangan

: reliabilitas instrumen : banyaknya soal


(25)

: variansi skor total

Tolak ukur untuk menginterprestasikan derajat reliabilitas digunakan kriteria menurut Guilford (Suherman, 2003 : 139), yaitu:

Tabel 3.6

Interpretasi Nilai Derajat Reliabilitas

Kriteria Interpretasi

r11 < 0,20 derajat reliablitas sangat rendah

0,20 ≤ r11 < 0,40 derajat reliablitas rendah

0,40 ≤ r11 < 0,70 derajat reliablitas sedang

0,70 ≤ r11 < 0,90 derajat reliablitas tinggi

0,90 ≤ r11 ≤ 1,00 derajat reliablitas sangat tinggi

Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas butir soal secara keseluruhan untuk instrumen kemampuan berpikir kritis dan berpikir logis matematis matematis diperoleh nilai reliabiltas sebesar 0,66 sehingga dapat diinterpretasikan bahwa soal kemampuan berpikir kritis dan berpikir logis matematis memiliki reliabilitas yang sedang dan dapat digunakan.

3.4.1.3 Daya Pembeda

Daya pembeda suatu instrumen ditujukan untuk melihat sejauh mana soal tersebut membedakan kelompok atas dan kelompok bawah. Rumus yang digunakan untuk mengukur daya pembeda sebagai berikut:


(26)

SMI X X

DPAB

Keterangan: DP : daya pembeda A

X : rata-rata skor kelas atas B

X : rata-rata tiap butir soal

SMI : skor maksimum ideal tiap butir soal

Dengan kriteria sebagai berikut (Suherman dan Sukjaya, 1990):

Tabel 3.7

Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda Daya Pembeda Klasifikasi

Sangat Buruk Buruk Cukup Baik Sangat Baik

Indeks daya pembeda instrumen tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada berikut:


(27)

Tabel 3.8

Daya Pembeda Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Nomor Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi

1 0,64 Baik

2 0,36 Cukup

3 0,29 Cukup

4 0,70 Baik

Dari hasil perhitungan, diperoleh daya pembeda tiap butir soal pada kemampuan berpikir kritis matematis yang disajikan pada Tabel 3.8 terdapat 2 soal tes yang mempunyai daya pembeda baik (nomor 1 dan 4). Sedangkan dua soal lainnya mempunyai daya pembeda cukup, yaitu soal nomor 2 dan 3.

Tabel 3.9

Daya Pembeda Kemampuan Berpiki Logis Matematis Nomor Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi

5 0,20 Jelek

6 0,70 Baik

7 0,43 Baik

Pada Tabel 3.9 dapat dilihat bahwa untuk soal tes kemampuan berpikir logis matematis terdapat tiga butir soal yang daya pembedanya baik yaitu soal nomor 6 dan 7 sedangkan untuk soal nomor lima daya pembedanya jelek. Soal nomor 5 peneliti merevisi kembali serta dikonsutasikan pada dosen pembimbing.


(28)

3.4.1.4. Derajat Kesukaran

Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran soal adalah sebagai berikut:

SMI x

IK

Keterangan: IK : indeks kesukaran

x : rata-rata tiap butir soal SMI : skor maksimal ideal

Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria indeks kesukaran butir soal yang dikemukakan oleh (Suherman dan Sukjaya, 1990) adalah sebagai berikut :

Tabel 3.10

Klasifikasi Tingkat Kesukaran

Besarnya TK Tingkat Kesukaran

TK = 0,00 Terlalu sukar

0,00 < TK  0,30 Sukar 0,30 < TK  0,70 Sedang 0,70 < TK < 1,00 Mudah

TK = 1,00 Terlalu mudah

Indeks kesukaran instrumen tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.11 berikut:


(29)

Tabel 3.11

Tingkat Kesukaran Butir Soal Berpikir Kritis Matematis

Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1 0,42 Sedang

2 0,46 Sedang

3 0,43 Sedang

4 0,31 Sedang

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh soal nomor 1, 2, 3, dan 4 tingkat kesukarannya sedang. Berikut ini tingkat kesukaran dari tes berpikir logis matematis:

Tabel 3.12

Tingkat Kesukaran Butir Soal Berpikir Logis Matematis

Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

5 0,21 Sukar

6 0,52 Sedang

7 0,20 Sukar

Pada Tabel 3.12 dapat dilihat bahwa soal tes berpikir kritits matematis terdapat dua buah soal kategori sukar yaitu nomor 5 dan 7, dan satu yang tingkat kesukarannya sedang yaitu soal nomor 6.

3.4.2. Angket Kemandirian Belajar Siswa

Skala kemandirian belajar yang digunakan untuk mengukur kemandirian belajar adalah skala sikap Likert. Jawaban dari pernyataan skala likert ada lima, yaitu Sangat sering (Ss), Sering (Sr), Kadang-kadang (Kd), Jarang (Jr) dan Jarang sekali (Js). Skala kemandirian belajar ini terdiri dari butir-butir skala kemandirian yang


(30)

telah disesuaikan dengan indikator kemandirian belajar yang telah dimodifikasi dari skala Sumarmo (2012).

Pada setiap pernyataan, setiap pilihan jawabannya diberi skor minimal 1 dan maksimal 5. Untuk pernyataan positif yang jawabannya sangat sering (SS) diberi nilai 5 dan untuk pilihan jawaban lainnya, yaitu Sr, Kd, Jr dan Js berturut-turut berbeda satu. Sebaliknya untuk pertanyaan negatif yang jawabannya jarang sekali (Js) diberi nilai 5 dan untuk pilihan lainnya, yaitu Jr, Kd, Sr dan Ss berturut-turut berbeda satu, setiap skor yang diperoleh akan memiliki tingkat pengukuran ordinal.

3.4.2.1 Uji Validitas Skala Sikap

Berikut ini akan ditampilkan hasil uji validitas pada skala sikap dengan kriterian uji, jika rhitung > rtabel maka butir skala sikap tersebut mempunyai validitas isi yang baik sehingga dapat digunakan. Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.

Tabel 3.13

Hasil Uji Validitas Skala Sikap No

Pernyataan rhitung rtabel Kriteria Kategori

1 0,38 0,34 Valid Rendah

2 0,5 0,34 Valid Cukup

3 0,41 0,34 Valid Cukup

4 0,48 0,34 Valid Cukup

5 0,38 0,34 Valid Rendah

6 0,47 0,34 Valid Cukup

7 0,56 0,34 Valid Cukup

8 0,43 0,34 Valid Cukup


(31)

No

Pernyataan rhitung rtabel Kriteria Kategori

10 0,45 0,34 Valid Cukup

11 0,49 0,34 Valid Cukup

12 0,35 0,34 Valid Rendah

13 0,41 0,34 Valid Cukup

14 0,53 0,34 Valid Cukup

15 0,49 0,34 Valid Cukup

16 0,45 0,34 Valid Cukup

17 0,35 0,34 Valid Rendah

18 0,64 0,34 Valid Tinggi

19 0,63 0,34 Valid Tinggi

20 0,5 0,34 Valid Cukup

21 0,37 0,34 Valid Rendah

22 0,47 0,34 Valid Cukup

23 0,44 0,34 Valid Cukup

24 0,49 0,34 Valid Cukup

25 0,35 0,34 Valid Rendah

26 0,62 0,34 Valid Tinggi

27 0,38 0,34 Valid Rendah

28 0,38 0,34 Valid Rendah

29 0,40 0,34 Valid Cukup

30 0,44 0,34 Valid Cukup

31 0,61 0,34 Valid Tinggi


(32)

Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas dari 32 pernyataan skala sikap diperoleh bahwa rhitung > rtabel. Maka dapat disimpulkan bahwa semua pernyataan skala sikap valid.

3.4.2.2 Uji Reliabilitas Skala Sikap

Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas butir soal secara keseluruhan untuk instrumen kemandirian belajar dan berpikir logis matematis matematis diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,854 sehingga dapat diinterpretasikan bahwa angket kemandirian belajar memiliki reliabilitas yang tinggi dan reliabel serta dapat digunakan

3.5. Prosedur Penelitian 3.5.1 Tahap Pendahuluan

Tahap ini diawali dengan kegiatan dokumentasi teoritis berupa studi kepustakaan terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E dan discovery learning, pengungkapan kemampuan berpikir kritis matematis dan kemampuan berpikir logis matematis siswa. Hasil kegiatan ini berupa proposal penelitian, dengan proses bimbingan dengan dosen pembimbing.

Setelah proposal selesai, dilanjutkan dengan pembuatan instrumen penelitian dan rancangan pembelajaran. Instrumen penelitian terdiri dari soal tes kemampuan berpikir kritis matematis dan soal tes kemampuan berpikir logis matematis, skala sikap siswa.

3.5.2 Tahap Pelaksanaan

Langkah pertama dalam tahap ini adalah memberikan pretes pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam kemampuan berpikir krtitis matematis dan berpikir logis matematis. Setelah pretes dilakukan, maka dilakukan pengoreksian terhadap hasil pretes siswa.


(33)

Setelah pretes dilakukan kedua kelompok diberi pembelajaran yang berbeda, kelas pertama menggunakan model Learning Cycle 5E dengan pendekatan saintifik, kelas kedua menggunakan discovery learning dengan pendekatan saintifik sesuai buku ajar guru pada kurikulum 2013. Pada akhir pembelajaran diberikan postes soal berpikir kritis dan logis matematis serta angket kemandirian belajar siswa.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui tes dan angket skala kemandirian belajar siswa. Data yang berkaitan dengan kemampuan awal matematis dikumpulkan melalui nilai tes yang diberikan sebelum pretes, untuk data kemampuan berpikir kritis matematis siswa dikumpulkan melalui pretes dan postes, sedangkan data yang berkaitan dengan kemandirian belajar siswa dikumpulkan melalui angket skala kemandirian belajar siswa.

3.7 Teknik Analisis Data

Data yang akan dianalisa adalah data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan berpikir kritis dan logis matematis siswa, dan data kualitatif berupa hasil obseravsi dan angket skala kemandirian belajar siswa. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software SPSS 22 dan Microsoft Office Excel 2007.

3.7.1 Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Kritis dan Logis Matematis

Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan logis matematis kelompok siswa yang memperoleh LC5E dengan siswa yang memperoleh DL sebelum dan sesudah pembelajaran, dilakukan perhitungan gain ternormalisasi sebagai berikut:

Gain ternormalisasi (g) =

skorpretes skorideal

skorpretes skorpostes


(34)

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.14 Klasifikasi Gain (g)

Besarnya Gain (g) Interpretasi

Tinggi

Sedang

Rendah

3.7.2 Pretes dan Gain Kemampuan Berpikir Kritis dan Logis Matematis a) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik yang digunakan dalam analisis selanjutnya. Hipotesis uji adalah:

H0 : data berdistribusi normal H1 : data berdistribusi tidak normal

Uji normalitas ini menggunakan statistik Uji yaitu Shapiro-Wilk, karena sampel berukuran lebih dari 30 (Rohendi. dkk, 2010). Kriteria pengujian, jika p value (sig.) ≥ α = 0,05 maka H0 diterima dan jika p value (sig.) < α = 0,05 maka H0 ditolak,

b) Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas antara kelompok siswa yang memperoleh LC5E dan kelompok siswa yang memperoleh DL dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok homogen atau tidak homogen. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:


(35)

H0 : : varians skor siswa yang memperoleh LC5E dan siswa yang memperoleh DL homogen

H1 : : varians skor siswa yang memperoleh LC5E dan siswa yang memperoleh DL tidak homogen

Uji statistiknya menggunakan Uji Levene dengan kriteria pengujian adalah terima H0 apabila Sig. Based on Mean taraf signifikansi ( ) (Sulistiyo, 2010).

c) Uji Perbedaan

Melakukan uji perbedaan rerata kedua kelompok siswa yang memperoleh LC5E dan siswa yang memperoleh DL untuk kemampuan berpikir kritis dan logis matematis. Hipotesis yang diajukan adalah:

: Rataan skor siswa yang memperoleh LC5E tidak berbeda rataan pretes siswa yang memperoleh DL

: Rataan skor siswa yang memperoleh LC5E tidak sama dengan rataan pretes siswa yang memperoleh DL

Jika kedua rataan skor kemampuan berpikir kritis dan logis matematis berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang digunakan adalah Uji-t. Kriteria pengujian, jika p value (sig.) ≥ α maka H0 diterima, dan jika p value (sig.) < α = 0,05 maka tolak H0 dengan taraf signifikan sebesar α = 0,05(Sulistiyo, 2010).

Apabila data berdistribusi tidak normal, maka uji statistik yang digunakan adalah dengan pengujian non-parametrik, yaitu Uji Mann-Whitney, sedangkan untuk data berdistribusi normal tetapi tidak homogen maka uji statistik yang digunakan adalah Uji-t’.

Sedangkan untuk gain Karena yang dilihat adalah peningkatan kemampuan berpikir kritis dan logis matematis siswa menurut model pembelajaran dan berdasarkan kategori kemampuan siswa, maka pengujian dilakukan dengan


(36)

menggunakan uji t dan ANOVA 1 jalur, dengan SPSS 22. Tetapi jika memiliki kategori tidak normal atau tidak homogen akan menggunakan statistik nonparametrik dengan Kruskal-Wallis.

3.7.3 Skala Sikap Kemandirian Belajar Siswa

Setelah diperoleh jawaban siswa dalam bentuk data ordinal, maka untuk melihat perbedaan sikap kemandirian belajar siswa yang memperoleh LC5E dengan siswa yang memperoleh DL dilakukan pengujian statistik non-parametrik Mann-Whitney.

Hipotesis nol dan tandingan yang akan diuji adalah:

H0 : Tidak terdapat perbedaan kemandirian belajar siswa yang memperoleh LC5E dengan yang memperoleh DL

H1 : Terdapat perbedaan kemandirian belajar siswa yang memperoleh LC5E dengan yang memperoleh DL


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan data penelitian dan hasil analisis data diperoleh beberapa kesimpulan terkait dengan hipotesis-hipotesis penelitian, antara lain:

1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa antara yang menggunakan model learning cycle 5E dengan yang menggunakan discovery learning.

2. a. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kategori KAM tinggi antara yang memperoleh Learning cycle 5E dengan yang memperoleh discovery learning

b. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kategori KAM sedang antara yang memperoleh Learning cycle 5E dengan yang memperoleh discovery learning

c. Terdapat perbedaan secara signifikan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kategori KAM rendah antara yang memperoleh Learning cycle 5E dengan yang memperoleh discovery learning

3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh Learning cycle 5E ditinjau KAM (Tinggi, sedang, rendah). Learning Cycle 5E baik digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelompok KAM tinggi.

4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh discovery learning ditinjau KAM (Tinggi, sedang, rendah). Discovery learning baik digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelompok KAM sedang dan rendah.

5. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa antara yang menggunakan model learning cycle 5E dengan yang menggunakan model discovery learing

6. a. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa kategori KAM tinggi antara yang memperoleh Learning cycle 5E dengan yang memperoleh discovery learning


(38)

b. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa kategori KAM sedang antara yang memperoleh Learning cycle 5E dengan yang memperoleh discovery learning

c. Tidak terdapat perbedaan pen ingkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa kategori KAM rendah antara yang memperoleh Learning cycle 5E dengan yang memperoleh discovery learning

7. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa yang memperoleh Learning cycle 5E ditinjau KAM (Tinggi, sedang, rendah). Learning Cycle 5E baik digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis siswa pada kelompok KAM sedang dan rendah

8. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa yang memperoleh discovery learning ditinjau KAM (Tinggi, sedang, rendah). Discovery learning baik digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis siswa pada kelompok KAM sedang.

9. Terdapat perbedaan kemandirian belajar siswa antara yang menggunakan model learning cycle 5E dengan yang menggunakan model discovery learning

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka rekomendasi penelitian yang disampaikan, antara lain:

1. Pembelajaran dengan menggunakan model learning cycle 5E dan discovery learning dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran matematika, utamanya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan logis matematis.

2. Pengetahuan awal siswa terhadap materi prasyarat memiliki peran yang besar terhadap kemampuan siswa dalam menguasai dan mengkomunikasi konsep yang dipelajarinya, maka sebelum konsep baru disajikan, hendaknya terlebih dahulu dilakukan penguatan konsep prasyarat siswa yang dapat membantu siswa memperjelas pemikirannya.


(39)

(1)

Gida Kadarisma, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.14 Klasifikasi Gain (g)

Besarnya Gain (g) Interpretasi

Tinggi

Sedang

Rendah

3.7.2 Pretes dan Gain Kemampuan Berpikir Kritis dan Logis Matematis a) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik yang digunakan dalam analisis selanjutnya. Hipotesis uji adalah:

H0 : data berdistribusi normal

H1 : data berdistribusi tidak normal

Uji normalitas ini menggunakan statistik Uji yaitu Shapiro-Wilk, karena sampel berukuran lebih dari 30 (Rohendi. dkk, 2010). Kriteria pengujian, jika p value (sig.) ≥ α = 0,05 maka H0 diterima dan jika p value (sig.) < α = 0,05

maka H0 ditolak,

b) Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas antara kelompok siswa yang memperoleh LC5E dan kelompok siswa yang memperoleh DL dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok homogen atau tidak homogen. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:


(2)

Gida Kadarisma, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

H0 : : varians skor siswa yang memperoleh LC5E dan siswa yang

memperoleh DL homogen

H1 : : varians skor siswa yang memperoleh LC5E dan siswa yang

memperoleh DL tidak homogen

Uji statistiknya menggunakan Uji Levene dengan kriteria pengujian adalah terima H0 apabila Sig. Based on Mean taraf signifikansi ( )

(Sulistiyo, 2010). c) Uji Perbedaan

Melakukan uji perbedaan rerata kedua kelompok siswa yang memperoleh LC5E dan siswa yang memperoleh DL untuk kemampuan berpikir kritis dan logis matematis. Hipotesis yang diajukan adalah:

: Rataan skor siswa yang memperoleh LC5E tidak berbeda

rataan pretes siswa yang memperoleh DL

: Rataan skor siswa yang memperoleh LC5E tidak sama dengan rataan pretes siswa yang memperoleh DL

Jika kedua rataan skor kemampuan berpikir kritis dan logis matematis berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang digunakan adalah Uji-t. Kriteria pengujian, jika p value (sig.) ≥ α maka H0 diterima, dan jika p value (sig.) < α

= 0,05 maka tolak H0 dengan taraf signifikan sebesar α = 0,05(Sulistiyo, 2010).

Apabila data berdistribusi tidak normal, maka uji statistik yang digunakan adalah dengan pengujian non-parametrik, yaitu Uji Mann-Whitney, sedangkan untuk data berdistribusi normal tetapi tidak homogen maka uji statistik yang digunakan adalah Uji-t’.

Sedangkan untuk gain Karena yang dilihat adalah peningkatan kemampuan berpikir kritis dan logis matematis siswa menurut model pembelajaran dan berdasarkan kategori kemampuan siswa, maka pengujian dilakukan dengan


(3)

Gida Kadarisma, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

menggunakan uji t dan ANOVA 1 jalur, dengan SPSS 22. Tetapi jika memiliki kategori tidak normal atau tidak homogen akan menggunakan statistik nonparametrik dengan Kruskal-Wallis.

3.7.3 Skala Sikap Kemandirian Belajar Siswa

Setelah diperoleh jawaban siswa dalam bentuk data ordinal, maka untuk melihat perbedaan sikap kemandirian belajar siswa yang memperoleh LC5E dengan siswa yang memperoleh DL dilakukan pengujian statistik non-parametrik Mann-Whitney.

Hipotesis nol dan tandingan yang akan diuji adalah:

H0 : Tidak terdapat perbedaan kemandirian belajar siswa yang memperoleh LC5E

dengan yang memperoleh DL

H1 : Terdapat perbedaan kemandirian belajar siswa yang memperoleh LC5E dengan


(4)

Gida Kadarisma, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

|

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan data penelitian dan hasil analisis data diperoleh beberapa kesimpulan terkait dengan hipotesis-hipotesis penelitian, antara lain:

1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa antara yang menggunakan model learning cycle 5E dengan yang menggunakan discovery learning.

2. a. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kategori KAM tinggi antara yang memperoleh Learning cycle 5E dengan yang memperoleh discovery learning

b. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kategori KAM sedang antara yang memperoleh Learning cycle 5E dengan yang memperoleh discovery learning

c. Terdapat perbedaan secara signifikan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kategori KAM rendah antara yang memperoleh Learning cycle 5E dengan yang memperoleh discovery learning

3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh Learning cycle 5E ditinjau KAM (Tinggi, sedang, rendah). Learning Cycle 5E baik digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelompok KAM tinggi.

4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh discovery learning ditinjau KAM (Tinggi, sedang, rendah). Discovery learning baik digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelompok KAM sedang dan rendah.

5. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa antara yang menggunakan model learning cycle 5E dengan yang menggunakan model discovery learing

6. a. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa kategori KAM tinggi antara yang memperoleh Learning cycle 5E dengan yang memperoleh discovery learning


(5)

Gida Kadarisma, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

|

b. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa kategori KAM sedang antara yang memperoleh Learning cycle 5E dengan yang memperoleh discovery learning

c. Tidak terdapat perbedaan pen ingkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa kategori KAM rendah antara yang memperoleh Learning cycle 5E dengan yang memperoleh discovery learning

7. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa yang memperoleh Learning cycle 5E ditinjau KAM (Tinggi, sedang, rendah). Learning Cycle 5E baik digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis siswa pada kelompok KAM sedang dan rendah

8. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa yang memperoleh discovery learning ditinjau KAM (Tinggi, sedang, rendah). Discovery learning baik digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis siswa pada kelompok KAM sedang.

9. Terdapat perbedaan kemandirian belajar siswa antara yang menggunakan model learning cycle 5E dengan yang menggunakan model discovery learning

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka rekomendasi penelitian yang disampaikan, antara lain:

1. Pembelajaran dengan menggunakan model learning cycle 5E dan discovery learning dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran matematika, utamanya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan logis matematis.

2. Pengetahuan awal siswa terhadap materi prasyarat memiliki peran yang besar terhadap kemampuan siswa dalam menguasai dan mengkomunikasi konsep yang dipelajarinya, maka sebelum konsep baru disajikan, hendaknya terlebih dahulu dilakukan penguatan konsep prasyarat siswa yang dapat membantu siswa memperjelas pemikirannya.


(6)

Gida Kadarisma, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Teknik Scaffolding Terhadap Kemampuan Berpikir Logis Matematis Siswa

6 54 244

Pengaruh metode penemuan terbimbing (guided discovery) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa : penelitian quasi eksperimen terhadap siswa Kelas VIII SMPI Ruhama.

2 21 217

Pengaruh model pembelajaran learning cycle 5e terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di salah satu SMP di Tangerang.

6 24 248

Pengaruh model learning cycle 5e terhadap hasil belajar siswa pada konsep sistem ekskresi (penelitian kuasi eksperimen pada Kelas XI MAN 11 Jakarta)

0 4 269

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif serta Disposisi Matematis Siswa melalui Pembelajaran Problem Based Learning.

1 8 13

IMPLEMENTASI MODEL LEARNING CYCLE 5E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS VIII SMP PADA MATERI TEKANAN.

0 2 35

MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK : Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa SMP di Kabupaten Cianjur.

1 4 135

PENGGUNAAN METODE GENIUS LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN LOGIS MATEMATIS SISWA SMP : Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Cimahi.

0 1 43

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF - repository UPI D MAT 1303259 Title

0 0 4

PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE 5E TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

0 0 6