Keterampilan intrapersonal tokoh Dewa dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma : analisis psikologi sastra - USD Repository
KETERAMPILAN INTRAPERSONAL TOKOH DEWA
DALAM NOVEL BIOLA TAK BERDAWAI
KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA
ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Yoshua Ajie Febrianto
NIM: 034114001
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
JANUARI 2010
KETERAMPILAN INTRAPERSONAL TOKOH DEWA
DALAM NOVEL BIOLA TAK BERDAWAI
KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA
ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Yoshua Ajie Febrianto
NIM: 034114001
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
JANUARI 2010
KETERAMPILAN INTRAPERSONAL TOKOH DEWA
DALAM NOVEL BIOLA TAK BERDAWAI
KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA
ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Yoshua Ajie Febrianto
NIM: 034114001
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
JANUARI 2010
Dalam sebuah keterbatasan terdapat ruang
kemungkinan untuk dijelajahi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana karya ilmiah.
Yogyakarta, 21 Januari 2009 Penulis Yoshua Ajie Febrianto
ABSTRAK
Febrianto, Yoshua Ajie. 2009. Keterampilan Intrapersonal Tokoh Dewa dalam
Novel Biola tak Berdawai Karya Seno Gumira Ajidarma: Analisis Psikologi Sastra. Skripsi S1. Yogyakarta: Sastra Indonesia, Universitas
Sanata Dharma.
Penelitian ini mendeskripsikan keterampilan intrapersonal tokoh Dewa dalam novel Biola tak Berdawai dengan pendekatan psikologi sastra. Metode yang dipakai dalam penelitian adalah metode deskriptif. Langkah-langkah yang ditempuh adalah menganalisis struktur yang dibatasi pada tokoh dan penokohan, kemudian hasil analisis itu digunakan untuk menganalisis keterampilan intrapersonal tokoh Dewa dalam novel Biola tak Berdawai.
Kesimpulan hasil penelitian berupa pembagian tokoh menurut peran menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan; serta analisis keterampilan intrapersonal tokoh Dewa dalam novel Biola tak Berdawai. Tokoh utama adalah tokoh Dewa dan tokoh tambahan adalah tokoh Renjani, tokoh Mbak Wid, dan tokoh Bhisma. Tokoh Dewa adalah seorang penyandang tunadaksa, tokoh Dewa selalu membutuhkan bantuan Renjani untuk beraktifitas karena ia tidak dapat melakukan kegiatannya secara mandiri. Hal ini menyebabkan tokoh Dewa sangat menyayangi ibunya. Dewa memiliki kemampuan memahami orang-orang di sekitarnya dan lingkungan tempat ia tinggal, masuk ke dalam alam bawah sadar manusia, mendengar suara hati manusia, membaca masa lalu yang terjadi pada bawah sadar orang yang dimasukinya, dan ia dapat melihat roh anak-anak tunadaksa yang meninggal.
Tokoh Dewa juga seorang pemikir yang cerdas karena ia selalu bercerita mengenai berbagai hal yang dilihatnya. Tokoh Dewa juga seringkali bersolilokui, berfilsafat tentang kehidupan, tentang dirinya sendiri. Tokoh Dewa adalah sosok yang kritis, ia dapat mengkritisi suatu hal lalu mengkaitkan hasil analisisnya dengan kondisi dirinya yang cacat.
Keterampilan intrapersonal adalah kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri. Bentuk keterampilan intrapersonal pada tokoh Dewa adalah kesadaran emosi, penilaian diri secara akurat, percaya diri. Bukti keterampilan intrapersonal tokoh Dewa adalah berfilosofi dan merenung.
ABSTRACT
Febrianto, Yoshua Ajie. 2009. Intrapersonal Skill of the Character Dewa in the
Novel of Biola Tak Berdawai Written by Seno Gumira Ajidarma: a Literary Psychology Analysis. Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Letters
Department, Sanata Dharma University. This research describes the intrapersonal skill of Dewa, a character in the novel of Biola Tak Berdawai, using literature-psychology approach. The structural analysis is restricted to the the character and characterization. The method of the study is descriptive. The first step is to analyse the character and characterization,. The result is then used to analyse the intrapersonal skill.
The conclusions of this study are a description of characters according to their roles: main characters and additional characters; and an analysis of the intrapersonal skill of Dewa.
The main character is Dewa. The additional characters are Renjani, Mbak Wid, and Bhisma. Dewa is a disabled quadriplegic, the character named Dewa always needs help from Renjani to do his activities because he can not do his activity independently. It makes the character Dewa loves Renjani. Dewa has ability to understand human feelings in sorrounds him and also his neighbourhood, come to human’s subconcious, listen to human’s conscience, read the human’s past which was happened in human’s subsconciou’s whom he enters to, and he can see spirit of quadriplegic children who have died.
Dewa is also a smart thinker because he always tells about anything which he can see. Dewa sometimes doing soliloquy, philosophize about life and about himself. Dewa is a critical person, he can criticize something and then asociate his analysis with his defective condition.
Intrapersonal skill is the ability to recognise one’s own emotion. Dewa’s intrapersonal skill finds its shape in emotion awareness, acurate self assessement, and self confidence. It is proven by Dewa’s contemplative behavior and his philosophical thinking.
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Yoshua Ajie Febrianto Nomor Mahasiswa : 034114001
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
“Keterampilan Intrapersonal pada Tokoh Dewa Dalam Novel Biola Tak Berdawai Karya Seno Gumira Ajidarma Analisis Psikologi Sastra”
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 21 Januari 2009 Yang menyatakan (Yoshua Ajie Febrianto)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyelesaikan skripsi ini dalam rangka menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan mempunyai beberapa kekurangan karena keterbatasan dan kemampuan serta pengetahuan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan dan perbaikan skripsi ini.
Dalam menyusun skripsi ini penulis telah mendapat banyak bimbingan maupun dorongan yang bermanfaat untuk menyelesaikan skripsi ini. Pada lembar ini penulis ingin mengucapkan kepada:
1. Ibu S.E. Peni Adji, SS., M.Hum. Selaku pembimbing I yang telah memberikan perhatian, pengarahan dengan sabar dan teliti sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M. Hum. Selaku pembimbing II yang telah memberikan pengarahan sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Seluruh Dosen Sastra Indonesia. Terima kasih atas kesediaannya berbagi pengetahuan tentang dunia bahasa dan kesusastraan indonesia.
4. Bengkel Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Terima kasih atas proses pencarian jati diri yang harus ditempuh dengan peluh dan kerja keras.
5. Semua Angkatan Prodi Sastra Indonesia. Terima kasih karena bisa berproses bersama kalian untuk melebur menjadi satu.
6. Kakak, Ibu dan Bapak. Terima kasih atas saran, kritik yang membangun dan dorongan semangat untuk terus melangkah meniti masa depan yang cerah.
7. Rekan-rekan guru sekolah minggu GKI Ngupasan. Terima kasih karena menanyakan kabar skripsiku, sehingga memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.
8. Sahabat-sahabatku di Sastra Indonesia angkatan 2003; Jati “Jatex”, Agus “Manu”, Anton “Pak Anton”, Riawan “Binyong”, Simpli “Komeng”, Icha “Big Bear”, Dhista “Cepot”, Bayu “Bayer”, Rinto “Kepleh”. Terima kasih buat dunia kedua yang kalian ciptakan untukku.
Rekan-rekan angkatan 2003; Epita, Vony, Aix, Doan, Ratna, Lia, Ana, Tere, Yeni, Astri. Terima kasih untuk suka dukannya di Sastra Indonesia.
Semoga Tuhan membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Kesempurnaan dan kekurangan skripsi ini semata-mata merupakan tanggung jawab penulis. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.......................................................................................................
1.6.1 Pengumpulan Data................................................................................... i ii iii iv v vi vii viii ix xi
11
10
9
8
7
6
6
5
5
1
1.6 Metode Penelitian..............................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................. HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................... MOTTO............................................................................................................................ PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.......................................................................... ABSTRAK.. ....................................................................................................................
1.5.3 Teori Keterampilan Intrapersonal............................................................
1.5.2 Teori Psikologi Sastra..............................................................................
1.5.1 Tokoh dan Penokohan..............................................................................
1.5 Landasan Teori..................................................................................................
1.4 Manfaat Penlitian..............................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................
1.1 Latar Belakang..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR..................................................................................................... DAFTAR ISI....................................................................................................................
ABSTRACT ....................................................................................................................
11
1.6.2
12 Pendekatan...............................................................................................
1.6.3
12 Metode Penelitian.....................................................................................
1.6.4
12 Teknik Pengumpulan Data.......................................................................
1.6.5
12 Sumber Data.............................................................................................
1.7 Sistematika Penyajian.......................................................................................
BAB II TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM NOVEL
14 BIOLA TAK BERDAWAI KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA....................
14 2.1 Pengantar.......................................................................................................
15 2.2 Tokoh dan Penokohan....................................................................................
15 2.2.1 Tokoh Utama...............................................................................................
16 2.2.1.1 Dewa........................................................................................................
20 2.2.2 Tokoh Tambahan.......................................................................................
20 2.2.2.1 Renjani....................................................................................................
25 2.2.2.2 Bhisma......................................................................................................
29 2.2.2.3 Mbak Wid.................................................................................................
31 2.3 Rangkuman....................................................................................................
BAB III KETERAMPILAN INTRAPERSONAL TOKOH DEWA DALAM NOVEL BIOLA TAK BERDAWAI KARYA SENO GUMIRA
34 AJIDARMA.........................................................................................................
34 3.1 Pengantar........................................................................................................
36 3.2 Keterampilan Intrapersonal Tokoh Dewa......................................................
38
3.2.1 Kesadaran Emosi.............................................................................
62
3.2.2 Penilaian Diri secara Akurat........................................................... 100
3.2.3 Kepercayaan Diri............................................................................ 109 3.3 Rangkuman....................................................................................................
112
BAB IV PENUTUP......................................................................................................... 112
4.1 Kesimpulan.................................................................................................... 119 4.2 Saran..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA BIOGRAFI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (Wellek&Warren dalam Melani Budianta 1989:3). Sastra adalah sifat-sifat manusia yang dipaparkan dalam sebuah karya tulis. Karya sastra haruslah memberi pencerahan, dan membuat kita berpikir ulang tentang suatu hal. Hal itu bisa berupa nilai moral ataupun kesenangan yang bersifat menghibur, keduanya ini dapat kita temui dan kita petik dari sebuah karya sastra. Salah satu wujud karya sastra adalah novel.
Kata novel sendiri berasal dari bahasa Itali novella, secara umum novella memiliki yang berarti ‘sebuah barang baru yang kecil’, dan kemudian diartikan sebagai ‘cerita pendek dalam bentuk prosa’ (Abrams dalam Nurgiyantoro 1981:119). Setelah beberapa dekade istilah novella mempunyai pemahaman yang sama dengan novelette (Inggris: novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 2005:9-10). Sebuah novel terdiri dari berbagai bagian yang menyatukannya; unsur peristiwa, plot, tema, tokoh, latar, sudut pandang (Nurgiyantoro, 2005:10).
Maka dari itu sebuah novel tidak dapat terwujud menjadi karya sastra tanpa adanya salah satu bagian di atas, semuanya saling terkait dan mempengaruhi.
Aspek tokoh adalah salah satu unsur yang berperan penting untuk membangun nuansa cerita menjadi lebih hidup, kehadiran tokoh dalam sebuah novel juga
Istilah tokoh menunjuk pada pelaku cerita Nurgiyantoro (2005:165). Melalui tokoh, pengarang ingin memberikan kita gambaran yang jelas tentang sebuah penokohan yang diciptakannya. Menurut Nurgiyantoro (2005:174) pembaca tak jarang mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh yang diberinya rasa simpati dan empati. Seolah-olah perasaan yang dialami oleh tokoh, dialami juga oleh para pembaca. Hal ini terlihat dari reaksi pembaca yang memberikan reaksi emotif terhadap tokoh yang terdapat dalam novel; simpati, empati, familiar, rindu, antipati, marah, dan berbagai rekasi emotif lainnya. Sosok tokoh memang menjadi sarana untuk menyampaikan ide dan gagasan yang dimiliki oleh pengarang, melalui tokoh, pengarang dapat membuat sosok rekaannya menjadi lebih hidup dan nyata, serta memiliki aspek emosional layaknya manusia dalam kehidupan nyata. Di samping itu, tokoh rekaan secara tidak langsung juga ikut menjadi pembawa tema yang ingin dipaparkan oleh pengarang. Tokoh juga berperan serta dalam menjalankan alur cerita, dengan kata lain tokoh adalah alat untuk memudahkan pembaca mengoperasikan daya imajinasinya dalam membaca sebuah karya novel. Melalui tokoh, kita dapat mempelajari sifat yang terdapat dalam karakter tokoh novel, sehingga memperkaya pengalaman batin kita dan secara tak langsung menuntun kita pada pemahaman baru mengenai kehidupan dalam novel ataupun dari konsep novel yang dipaparkan oleh pengarang dalam membuat sebuah novel. Penelitian ini akan dititikberatkan untuk meneliti aspek psikologis tokoh Dewa dalam novel Biola tak Berdawai, yang selanjutnya akan disingkat menjadi BTB, sebuah novel karya Seno Gumira Ajidarma, (selanjutnya Ajidarma). Seno adalah seorang penulis yang serba bisa,” Sebagai penulis, saya menganggap diri saya sebagai tukang, dengan begitu saya merasa wajib mempelajari segala bentuk penulisan, agar mampu melayani semua pesanan.
“Dalam kenyataannya, saya memang berusaha memenuhi segala pesanan“(sukab.wordpress.com). Pengertian yang dimaksud pesanan adalah pesanan untuk menulis buku. Penulis yang meraih Penghargaan S.E.A Write Award untuk bukunya yang berjudul Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi ini adalah penulis yang kerap mengolah sebuah ide dari para kolegannya, dan menggunakan bahan tulisannya itu dengan maksimal tanpa harus kehilangan kebebasan mengembangkan gagasan-gagasannya yang liar, “Selama tidak bertele- tele, saya menanggapi segala pesanan sebagai katalisator gagasan: bagaimana caranya pesanan terpenuhi, tetapi gagasan saya tetap berkembang dengan bebas“ (sukab.wordpress.com). Sebagai penulis, Seno cukup produktif menghasilkan sejumlah karya tulis; puisi, roman, novel, esai, cerpen, dan nonfiksi (id.shvoong.com), selain itu Seno juga sempat menduduki jabatan sebagai wartawan di beberapa surat kabar ibukota.
Tidak mengherankan jika wawasan dan kemampuannya sebagai penulis cukup diperhitungkan dalam dunia Sastra Indonesia. Karya-karya Seno banyak yang menyinggung masalah sosial-politik, meskipun ada juga karyanya yang bercerita diluar masalah sosial-politik. Novel yang dibuat dengan konsep agak berbeda dengan novel Seno pada umumnya adalah novel Biola tak Berdawai, novel ini memakai sudut pandang orang pertama sebagai pemeran utamanya, pengarang bercerita dari sudut pandang Dewa, penyandang tunadaksa, yakni; memiliki lebih dari satu kecacatan. Selain itu dalam karya sastra ini Seno memasukkan cerita Mahabarata sebagai latar belakang penunjang cerita, yang sifatnya sebagai pelengkap, sekaligus membantu pembaca dalam memahami cerita BTB, disamping itu Seno menambahi karyanya dengan visualisasi gambar kartu tarot dan penjabarannya ke dalam bentuk literer, sebagai sarana untuk memperjelas cerita novel BTB, serta penyingkap misteri masa depan dari para tokohnya (sukab.wordpress.com). Novel ini memang ditujukan Seno untuk anak- anak tunadaksa, seperti yang tertulis pada lembar pertama novel BTB, “demi anak-anak tunadaksa” (Ajidarma, 2004). Kelainan yang dimiliki Dewa adalah tunawicara, memiliki kelainan sistem peredaran darah, kecenderungan autistik, mata terbuka tapi tidak bisa melihat, telinga dapat menangkap bunyi tapi tak mendengar, jaringan otak yang rusak, leher selalu miring, kepala selalu tertunduk ke bawah (Ajidarma, 2004:6). Dewa tinggal di panti asuhan Rumah Asuh Ibu Sejati, dan dirawat oleh Renjani. Dewa sebagai tokoh utama, dapat menceritakan kondisi lingkungan tempatnya tinggal di Kotagede beserta keluarga kecilnya yang tinggal di Rumah Asuh Ibu Sejati dari batinnya. Dewa merupakan tokoh yang berbeda dari tokoh lainnya. Hal ini disebabkan Dewa dapat berfilosofi mengenai dirinya, mengetahui kemampuan dirinya, dan menyimpulkan berbagai peristiwa yang dialaminya lalu mencoba membandingkannya dengan kondisi diri Dewa yang tunadaksa.
Cerita ini memakai Kota Gede sebagai settingnya, dari Rumah Asuh Ibu Sejati inilah keterampilan intrapersonal Dewa terlihat, ia dapat mengenal, membaca situasi yang tengah terjadi, dan membuat kesimpulan dari apa yang dilihat, dan dirasanya, ia juga dapat mendengar percakapan orang-orang di sekelilingnya. Karya tulis ini menjadi menarik karena Dewa terlihat dewasa, dan bijaksana oleh sebab itu peneliti hendak meneliti keterampilan intrapersonal pada tokoh Dewa dalam novel Biola tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma.
Peneliti menggunakan tinjauan psikologi sastra untuk menunjukkan keterampilan intrapersonal dalam novel ini, selain itu juga karena sejauh yang peneliti tahu belum pernah ada yang menggunakan teori keterampilan intrapersonal pada novel Biola tak Berdawai. Untuk menunjang pemakaian teori psikologi sastra maka peneliti memakai teori keterampilan intrapersonal dalam penelitian ini, karena teori ini dapat menjelaskan kemampuan yang dimiliki oleh Dewa.
1.2 Rumusan Masalah
Berkaitan dengan latar belakang, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimanakah tokoh dan penokohan Dewa dalam novel Biola tak
Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma ?
1.2.2 Bagaimanakah keterampilan intrapersonal tokoh Dewa dalam novel Biola tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah adalah :
1.3.1 Mendeskripsikan tokoh dan penokohan Dewa dalam novel Biola tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma.
3.2 Mendeskripsikan keterampilan intrapersonal tokoh Dewa dalam novel Biola tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Memberikan sumbangan apresiasi terhadap sastra indonesia.
1.4.2 Membantu pembaca untuk memahami keterampilan intrapersonal yang dimiliki oleh penyandang tunadaksa pada tokoh Dewa dalam novel Biola tak
Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma.
1.4.3 Memberikan sumbangan pada teori sastra dalam bidang psikologi sastra tentang keterampilan intrapersonal pada penyandang cacat anak tunadaksa.
1.5 Landasan Teori
Teori yang akan digunakan untuk menganalisa novel Biola tak Berdawai adalah psikologi sastra. Ilmu psikologi dipakai dalam pengkajian sastra, sebab psikologi adalah ilmu mengenai jiwa manusia (Walgito, 2001:5). Manusia memang mempunyai sifat dan karakter yang beragam, oleh karena itu psikologi berperan dalam mempelajari tingkah laku manusia.
Hal ini tidak berbeda dengan psikologi sastra yang meneliti aspek kejiwaan manusia, hanya saja psikologi sastra menggunakan pengarang, pembaca, dan teksnya sendiri sebagai medianya untuk melihat aspek kejiwaan manusia (Hartoko, Rahmanto, 1986:124). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan mendeskripsikan teori tokoh & penokohan, teori psikologi sastra dan teori keterampilan intrapersonal.
1.5.1 Tokoh dan Penokohan
Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah keterampilan intrapersonal tokoh Dewa dalam novel Biola tak Berdawai, sehingga peneliti lebih menitikberatkan tokoh Dewa sebagai objek penelitiannya serta teori tokoh dan penokohan sebagai alat untuk membantu peneliti dalam menyelesaikan peneltian.
Nurgiyantoro (2005:176-177) membedakan tokoh menurut segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh ke dalam dua bagian; a) tokoh utama dan, b) tokoh tambahan. Ditinjau dari segi peranan atau tingkat kepentingannya dalam sebuah cerita, tokoh utama (central character, main character,) lebih dominan jika dibandingkan dengan tokoh tambahan (peripheral character). Meskipun kehadirannya kadang hanya sebagai pelengkap tetapi, tetap saja tokoh tambahan membantu memunculkan watak serta sikap peranan tokoh utama dalam sebuah cerita.
Tokoh Dewa sebagai sosok penyandang tunadaksa dalam novel Biola Tak berperan sebagai tokoh utama (main character). Hal ini terlihat dari
Berdawai banyaknya petikan dialog yang jumlahnya hampir mendominasi seluruh isi novel.
Sedangkan untuk tokoh Renjani, Bhisma, dan Mbak Wid mereka bertiga termasuk dalam tokoh tambahan yang kemunculannya tidak terlalu sering.
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones dalam Nurgiyantoro, 1968:33), melalui penokohan kita dapat menyimpulkan karakter tokoh yang dipaparkan, mulai dari; kebiasaan hidup, cara pandang, ideologi, dan prinsip hidup. Penokohan sendiri menjelaskan ‘pelaku cerita’ dan berarti pula ‘perwatakan’.
1.5.2 Psikologi sastra
Psikologi sastra adalah cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari sudut psikologi. Psikologi sastra dapat dilangsungkan dilakukan secara deskriptif (Hartoko dan Rahmanto, 1986:126-127). Dalam novel Biola tak Berdawai teori psikologi sastra terlihat aplikasinya pada monolog yang diutarakan oleh Dewa dalam batinnya, terutama mengenai analisis tentang orang-orang di sekitarnya, dan dirinya sendiri. Tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya (Ratna, 2004:342).
Menurut Ratna (2004:343) ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra, yaitu: a) memahami unsur- unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, b) memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra, dan c) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca. Namun dalam penelitian ini penulis akan menggunakan psikologi sastra hanya untuk menganalisis tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra, karena penelitian ini meneliti tentang keterampilan intrapersonal yang dimiliki oleh Dewa sebagai tokoh utamanya. Dalam hal ini peneliti akan melakukan penelitian terhadap teksnya.
1.5.3 Keterampilan Intrapersonal
Keterampilan intrapersonal adalah teori yang digunakan peneliti untuk mengetahui dan menganalisa keterampilan intrapersonal yang dimiliki oleh tokoh Dewa. Tetapi, untuk dapat menjabarkan tentang keterampilan intrapersonal, terlebih dulu peneliti akan menjelaskan tentang pengertian kecerdasan intrapersonal. Kecerdasann intrapersonal adalah kecerdasan memahami diri sendiri, kecerdasan mengetahui siapa diri Anda sebenarnya (Armstrong, 2002:22).
Kecerdasan intrapersonal juga mencakup kemampuan untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan diri Anda, serta kecerdasan untuk merenungkan tujuan hidup sendiri dan untuk mempercayai diri sendiri (Armstrong, 2002:22). Perwujudan dari kecerdasan intrapersonal adalah keterampilan intrapersonal. Daniel Goleman (1998:65-66) membagi keterampilan intrapersonal kedalam tiga bagian :
1. Kesadaran Emosi, yaitu tahu tentang bagaimana pengaruh emosi terhadap kinerja diri, dan kemampuan menggunakan nilai-nilai diri untuk memandu dalam pembuatan keputusan. Orang dengan tipe ini : a) Tahu emosi mana yang sedang ia rasakan dan mengapa.
b) Menyadari keterkaitan antara perasaannya dengan apa yang ia pikirkan, perbuat, dan katakan.
c) Mengetahui bagaimana perasaannya mempengaruhi kinerja.
d) Mempunyai kesadaran yang menjadi pedoman untuk nilai-nilai dan sasarannya.
2. Penilaian Diri secara Akurat, yaitu perasaan yang tulus tentang kekuatan- kekuatan dan batas-batas pribadi kita, visi yang jelas tentang mana yang perlu diperbaiki, dan kemampuan untuk belajar dari pengalaman. Orang dengan tipe ini: a) Sadar tentang kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya.
b) Menyempatkan diri untuk merenung, belajar dari pengalaman.
c) Terbuka terhadap umpan balik yang tulus, bersedia menerima perspektif baru, mau terus belajar dan mengembangkan diri.
d) Mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang diri sendiri dengan perspektif yang luas.
3. Kepercayaan Diri, yaitu keberanian yang datang dari kepastian tentang kemampuan, nila-nilai, dan tujuan kita. Orang dengan tipe ini: a) Berani tampil dengan keyakinan diri; berani menyatakan eksistensinya.
b) Berani menyuarakan pandangan yang tidak populer dan bersedia berkorban demi kebenaran.
c) Tegas, mampu membuat keputusan yang baik kendati dalam keadaan yang tidak pasti dan tertekan.
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data-data yang digunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian studi pustaka (library research), yakni meneliti data-data yang penulis dapat berasal dari buku, esai, karya tulis dan artikel yang berkaitan dengan permasalahan di atas.
1.6.2 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan penulis untuk meneliti novel Biola tak
Berdawai ini adalah pendekatan psikologi sastra. Pendekatan psikologi sastra
adalah pendekatan sastra yang dilakukan dari sudut psikologi (Hartoko dan Rahmanto, 1986:126-127). Jadi kondisi psikologis (keterampilan intrapersonal tokoh) dianalisis, diteliti, lalu disimpulkan menggunakan premis-premis psikologi.
1.6.3 Metode Penelitian
Penelitian ini memakai metode deskriptif analisis, yakni; mendeskripsikan fakta-fakta lalu disusul dengan analisis data. Secara etimologis, kata deskripsi dan analisis berarti menguraikan (Ratna, 2004:53). Jadi, data akan diuraikan lalu diberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya. Sehingga data yang ada akan dijabarkan secara deskriptif lalu dianalisis untuk memperoleh gambaran secara gamblang, dan lengkap. Hal ini akan memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian terhadap novel Biola tak Berdawai. Hasil analisis ini diharapkan dapat membantu peneliti untuk memahami fakta yang diperoleh dan mengolahnya menjadi sebuah penelitian.
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode teknik pengumpulan data. Data-data yang ada dalam dalam novel Biola tak Berdawai akan digunakan, dan diolah oleh peneliti untuk mendukung penelitian, selain itu peneliti juga menggunakan studi pustaka lain yang dapat digunakan sebagai bahan rujukan.
1.6.5 Sumber Data Penelitian
Dikarenakan penelitian ini mengangkat tema tentang keterampilan intrapersonal tokoh Dewa, maka sumber data utama berasal dari novel itu sendiri, sedangkan sumber data lainnya adalah sebagaimana yang tersebut dalam daftar pustaka, yang digunakan untuk membantu menyelesaikan penelitian. Berikut data utama di bawah ini yang digunakan dalam penelitian.
Judul buku : Biola Tak Berdawai Penerbit : Akur Kota terbit : Jakarta Tahun terbit : 2004 Halaman : 198 halaman
1.7 Sistematika Penyajian
Untuk mempermudah pemahaman terhadap proses dan hasil penelitian ini dibutuhkan suatu sistematika yang jelas. Sistematika penyajian dari penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut; a) Bab I berisi pendahuluan meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, pendekatan dan metode penelitian, teknik pengumpulan data, sumber data, dan sisematika penyajian, b) Bab II meliputi pembahasan tokoh dan penokohan novel Biola tak Berdawai , dan c) Bab III meliputi pembahasan keterampilan intrapersonal tokoh Dewa dalam novel Biola tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma d) Bab IV meliputi kesimpulan hasil analisis data dan saran. Kemudian bagian terakhir adalah daftar pustaka.
BAB II TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM NOVEL BIOLA TAK BERDAWAI KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA
2.1 Pengantar
Dalam dunia kesusastraan unsur tokoh dan penokohan merupakan unsur yang penting. Sebab dalam sebuah novel unsur tokoh dan penokohan, mutlak diperlukan. Hal ini berfungsi membantu pembaca untuk memahami alur sebuah cerita dan memperjelas gambaran cerita yang dibangun dalam sebuah karya fiksi.
Istilah tokoh menunjuk pada pelaku cerita Nurgiyantoro (2005:165). Jadi bisa disimpulkan, pelaku cerita adalah pemain watak yang memerankan peranan dalam sebuah karya fiksi. Melalui tokoh, cerita dalam sebuah karya fiksi menjadi lengkap, karena sebuah karya fiksi tidak akan menjadi utuh tanpa adanya pemeran watak yang melakonkan sebuah peran dalam karya fiksi.
Kita tidak akan tahu,“Siapa yang melakukan dialog ?“, “Hal apa yang dibicarakan dan diperbincangkan ?“, “Siapa yang diceritakan ? “, jika tidak ada tokoh dalam sebuah karya sastra. Tokoh dalam sebuah cerita, juga ikut membantu kita dalam menikmati sebuah cerita. Sebab pikiran kita dituntun untuk mencari kesamaan tokoh rekaan dalam sebuah karya fiksi, dengan tokoh di dunia nyata, sehingga membantu menciptakan tokoh fiktif yang sudah diciptakan oleh pengarang dalam imajinasi kita.
Meskipun harus kita akui bahwa tokoh yang kita baca dalam dunia fiksi, tidak sama persis dengan tokoh di dunia nyata, ada suatu campuran yang ganjil di antara keduanya, baik itu dari; ciri-ciri fisik, perilaku, kebiasaan, adat-istiadat, dan sebagainya. Namun, karena perbedaan inilah kita justru menemukan perpaduan yang unik dalam tokoh, sehingga membaca sebuah cerita menjadi terasa menyenangkan dan tidak membosankan. Fiksi mengandung dan menawarkan model kehidupan seperti yang disikapi dan dialami tokoh-tokoh cerita sesuai dengan pandangan pengarang terhadap kehidupan itu sendiri Nurgiyantoro (2005:166). Sebab, pengarang memiliki kebebasan untuk menciptakan karakter, status sosial, tipikal fisik tokoh sesuai dengan seleranya.
Ditinjau dari segi peranannya, tokoh dalam sebuah cerita ada yang terus- menerus ditampilkan, sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan berperan penting, di sisi lain ada juga tokoh yang kemunculannya tidak terlalu mendominasi, tetapi tetap berperan dalam sebuah cerita Nurgiyantoro (2005:176).
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah keterampilan intrapersonal pada tokoh utama. Sehingga kemampuan yang dimiliki oleh tokoh utama dijabarkan menggunakan teori tokoh dan penokohan untuk membantu menyelesaikan masalah.
Untuk memperjelas analisis tokoh dan penokohan, terlebih dahulu penulis memaparkan sinopsis novel Biola tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma.
2.2 Tokoh dan Penokohan
2.2.1 Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun dikenai kejadian Nurgiyantoro (2005:177). Peranan tokoh utama dalam sebuah penceritaan tergolong diutamakan jika dibandingkan dengan tokoh tambahan. Dalam novel, kemunculan tokoh utama sering ditampilkan pada tiap bab. Hal ini bertujuan untuk menunjang kelangsungan cerita, serta membantu pembaca dalam mengenal tokoh berdasarkan peranannya.
Jumlah dialog ataupun kejadian yang menyangkut tokoh utama juga lebih banyak, jika kita bandingkan dengan tokoh tambahan.
2.2.1.1 Dewa
Seperti tokoh Dewa dalam novel Biola tak Berdawai, yang berperan sebagai tokoh utama. Peranan Dewa sebagai tokoh utama terlihat dari banyaknya petikan monolog, maupun kejadian yang menceritakan Dewa dalam tiap babnya. Dewa digambarkan oleh pengarang sebagai anak tunadaksa, kondisi tubuhnya tidak seperti anak-anak bertubuh normal lainnya. Dapat kita lihat dalam kutipan berikut:
( 1 ) “ Aku disebut sebagai anak tunadaksa, yakni memiliki lebih dari satu cacat, dan salah satunya adalah tunawicara. Menurut pemeriksaan, aku dilahirkan dengan kelainan sistem peredaran darah, yang membuat tubuhku tidak berkembang. Aku juga disebut mempunyai kecenderungan autistik, mataku terbuka tapi tidak melihat, telingaku bisa menangkap bunyi tapi tak mendengar, tentu karena jaringan otakku yang ternyata rusak. Leherku selalu miring, kepalaku selalu tertunduk-ya, pandanganku selalu terarah ke bawah. Aku seperti bayi tua, tubuhku kecil, tetapi wajah lebih berusia : anak-anak kecil suka memanggilku anak tuyul atau anak genderuwo, semuanya setan-setan gentayangan yang hanya mereka kira-kira saja bentuk rupanya “ (Ajidarma, 2004:7).
Tokoh Dewa adalah sosok yang kritis, ia dapat mengkritisi suatu hal lalu mengkaitkan hasil analisanya dengan kondisi dirinya yang cacat. Dapat kita lihat dalam kutipan berikut:
( 2 ) “ Kebudayaan bisa membebaskan, kebudayaan bisa membatasi, tetapi kaum tunadaksa seperti aku bagaikan berada di luar kebudayaan-setidaknya di tepi yang sangat luar sekali, di tepinya yang paling tepi. Tidak dianggap dan tidak terlalu berarti “ (Ajidarma, 2004:45).
Meskipun Dewa cacat, tetapi tidak membatasi kemampuan indera lainnya, terbukti ia dapat mendengar suara hati orang lain dan mengetahui kondisi batin orang lain. Berikut penggalan kutipannya :
( 3 ) “ Aku tetap tertunduk, apalah yang bisa kulakukan ? Aku sering tidak mengerti, kenapa aku diberi nama Dewa, kalau kemudian diketahui aku tidak bisa mengangkat kepala seperti ini. Namun, sebenarnya nama Dewa juga bukan nama kosong, setidaknya kalau dibandingkan dengan dewa-dewa dari dunia pewayangan, yang bisa berkelebat ke sembarang tempat, di dalam maupun di luar dunia ini, menembus berbagai macam dimensi. Hanya tampaknya saja aku tidak mampu melihat dan mendengar sesuatu, tetapi aku mampu menangkap getaran jiwa dan mendengar kata hati ” (Ajidarma, 2004:9).
Kondisi fisik Dewa yang cacat, memang membatasi ruang geraknya sebagai manusia, tetapi tidak pada kemampuannya yang dapat berfilosofi tentang kehidupan. Dapat kita lihat dalam kutipan berikut:
( 4 ) “ Masa depan dihadapi manusia dengan kecemasan, ketakutan, dan keprihatinan atas kemungkinan yang tiada akan pernah bisa dipastikan. Jadi, mereka yang percaya betul kepada ramalan mengandaikan dan mengandalkan terdapatnya harapan-celakanya tidak semua kartu tarot Mbak Wid memberikan harapan, dan itulah yang selalu terjadi setiap akan ada bayi mati di panti asuhan ini “ (Ajidarma, 2004:19).
( 5 ) “ Setiap orang hidup dengan masa lalunya, karena masa lalu tidak akan pernah pernah betul-betul berlalu. Setiap kali seseorang berniat melupakan sesuatu dari masa lalu itu sebetulnya ia telah mengguratkannya dalam hati. Seseorang bisa saja melupakan sesuatu namun sesuatu itu tidak akan pernah hilang bahkan tersimpan dalam peti-peti tertutup di relung kenangan yang tidak terpetakan. Dalam perjalanan hidup seseorang bisa saja bertemu kembali dengan peti-peti itu, tanpa sengaja membukanya, atau dengan sadar tidak akan pernah membukanya sama sekali, namun isi peti itu tidak akan pernah hilang. Bahkan dengan suatu cara ia kemudian seperti udara yang merembes keluar dari celah- celah peti, menempel dan melebur dalam darah yang menghidupkan kembali syaraf-syaraf perekam kenangan di otak, yang tanpa sadar mengingatnya meski tak tahu darimana datangnya “ (Ajidarma, 2004:64)
Dewa sebagai anak tunadaksa juga dapat melihat makhluk-makhluk halus yang kasat mata, serta melihat semut yang merayap di sela rumput di atas makam.
Tokoh Dewa bahkan dapat mendengar suara angin. Dapat kita lihat dalam kutipan berikut : ( 6 ) “ Hanya sunyi saja makam-makam ini. Angin yang menggoyang bunga kamboja, dan semut yang merayap di sela rumput di atas makam. Namun kesunyian bukanlah tanpa suara sedangkan suara-suara bukanlah sekadar bunyi saja. Angin kadang terdengar seperti bisikan dan betapa bisa bermakna suatu bisikan ketika mengundang seribu penafsiran. Alam semesta penuh dengan makna, bahkan orang yang sudah mati bisa berbicara lewat berbagai penanda- dengan cara itulah aku bisa mengalami dengan caraku sendiri, betapa kuburan ini tidaklah sesunyi tampaknya “ (Ajidarma, 2004:28).
Dewa sebagai anak tunadaksa, juga sangat menyayangi ibunya yang selalu merawat diri Dewa, meskipun terlihat tidak dapat mengutarakan emosinya melalui gerakan tubuh, tetapi sesungguhnya Dewa mengutarakannya dalam hati bahwa ia amat menyayangi ibunya. Dapat kita lihat dalam kutipan berikut :
( 7 ) “ Aku terduduk dan tertunduk dengan tatapan mata ke lantai, namun aku melayang ke sebuah semesta di mana kulihat sesosok bayangan yang sangat samar-samar seperti melambaikan tangan dengan penuh kerinduan. Bagaikan suatu tatapan dari balik kaca, mata bisa memandang tetapi tubuh tak mampu menembusnya. Jiwa mampu menyapa jiwa dan hati mampu menyentuh hati tetapi akal begitu terbatas kemampuannya untuk menjelaskan rasa. Hanya gelombang kerinduan, sesal tanpa alasan, cinta tanpa sambutan, dan perkabungan yang menyiksa...” (Ajidarma, 2004:57).
( 8 ) “ Umurku sudah hampir delapan tahun, dibanding Larasati yang hanya berumur lima hari, aku sudah hidup terlalu lama-namun aku masih ingin hidup lebih lama lagi. Aku ingin ibuku mengerti betapa aku juga mencintainya dengan sepenuh hati. Hanya itulah yang ingin kulakukan di dunia ini, menunjukkan cinta kepada ibuku, yang telah menyerahkan sisa hidupnya untuk mencintaiku “ (Ajidarma, 2004:29).
Sikap dewasa Dewa juga terlihat pada ungkapan syukurnya pada Tuhan, karena telah dipertemukan dengan Renjani, selain itu Dewa juga menunjukkan sikap dewasanya dengan bercerita tentang fungsi panca indera dan kondisi jiwa pada manusia bertubuh sempurna, lalu membandingkannya dengan diri Dewa yang tunadaksa. Ditunjukkan oleh penggalan kutipan berikut ini :
( 9 ) “ Bersyukurlah mereka yang hidupnya berlimpah dengan cinta. Aku bersyukur dipertemukan dengan ibuku, pada usia dua hari setelah ibu kandungku membuang aku. Pastilah aku makhluk yang beruntung. Aku juga merasa beruntung karena merasa betapa alam yang terindah diciptakan bagai hanya untukku. Ibuku menunjuk kupu-kupu yang hinggap di tangkai padi ” (Ajidarma, 2004:37).
( 10 ) “ Bahkan mereka kemudian tidak menggunakan matanya untuk melihat, telinganya untuk mendengar, dan telapak tangan untuk sekedar meraba. Jiwa mereka sering mendadak lebur dengan jiwa kami, namun bisa pula dengan sendirinya terlepas kembali: seandainya kami bisa berbicara, kami ingin memanggilnya agar jangan pergi, tetapi kami tidak memiliki sesuatu yang membuat kami bisa dimengerti-kami tidak mempunyai sarana untuk membahasakan diri kami “ (Ajidarma, 2004:4).
Tokoh Dewa juga terlihat bijaksana. Meskipun ia cacat, bukan berarti ia bersikap manja. Ia justru bersikap bijaksana, hal ini ditunjukkan oleh Dewa pada manusia bertubuh sempurna agar menghargai keberadaan mereka, agar tahu betapa besar sesungguhnya arti cinta. Dapat kita lihat dalam kutipan berikut :
( 11 ) “ Itulah masalahnya, kami melihat dunia dengan cara lain, menghayati dan mengalami dunia dengan cara yang sama sekali lain, namun itu tidak berarti kita harus tetap selalu tak saling mengerti-bila tubuh dan otak kami tiada mampu berbahasa, tidaklah berarti kami tiada berjiwa dan tiada berhenti sama sekali. Bukankah sudah berkali-kali kukatakan betapa cinta telah menghidupkan kami ? Sayangilah kami, maka ada sesuatu yang akan dikau mengerti; cintailah kami, maka tak akan pernah dikau kira betapa makna akan sangat berarti “ (Ajidarma, 2004:137).
( 12 ) “ Mereka memang mencintai kami, dan hati kami telah disejukkan oleh cinta mereka, namun keindraan mereka yang berbeda dari keindraan kami telah menjadikan hubungan kami dengan mereka yang mencntai kami itu penuh misteri. Demikianlah kami dan mereka bagaikan saling meraba dalam kegelapan dan saling mengulurkan tangan. Ujung jari-jari kami bagaikan saling bersentuhan ketika mencoba saling mengenal, namun bukanlah keindraan yang telah mempertemukan kami, karena ketika jiwa mendekat bagai tiada berjarak,
Keterbatasan yang dimiliki Dewa tidak menjadi halangan bagi Dewa untuk menunjukkan kecerdasanya. Dewa mencoba membayangkan bagaimana ibunya mengharapkan Dewa menjadi kupu-kupu. Dewa juga menunjukkan kecerdasannya dengan mengandaikan senandung lagu ibunya yang sendu dengan sayap kupu-kupu. Ditunjukkan oleh penggalan kutipan berikut ini :