BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI BEHAVIOR UNTUK MENUNTASKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SEORANG SISWA DI MTS MA’ARIF RANDEGANSARI DRIYOREJO GRESIK.

(1)

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI BEHAVIOR UNTUK MENUNTASKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SEORANG

SISWA DI MTS MA’ARIF RANDEGANSARI DRIYOREJO GRESIK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam

(S.Sos.I)

Disusun oleh :

KHISBIYAH KHOLIL B73212101

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Khisbiyah Kholil (B73212101), Bimbingan dan Konseling Islam Dengan Behavior Untuk Menuntaskan Kemandirian Belajar Siswa Di Mts Ma’arif Driyorejo Gresik

Penelitian ini dibahas dengan rumusan masalahnya adalah (1) Bagaimana proses bimbingan dan konseling islam dengan terapi behavior untuk menuntaskan kemandirian belajar anak di Mts Ma’arif Randegansari Driyorejo Gresik (2) Bagaimana hasil pelaksanaan bimbingan dan konseling islam dengan terapi behavior untuk menuntaskan

kemandirian belajar siswa di Mts Ma’arif Driyorejo Gresik?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan data teori dengan data yang ada di lapangan. Sedangkan dalam mengumpulkan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi, serta peneliti turun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data. Setelah data terkumpul, analisa dilakukan untuk mengetahui proses serta hasil dengan membandingkan kondisi klien sebelum dan sesudah pelaksanaan konseling.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan terapi behavior dengan teknik token economy yang merupakan sebuah upaya pemberian bantuan kepada klien, dimana perilaku-perilaku yang ditargetkan (kemandirian belajar) diberikan penguatan yang berasal dari ekstrinsik klien yang berupa sebuah token ( stiker bintang), dan token itu dapat digunakan oleh klien untuk ditukarkan dengan berbagai penguatan yang diharapkan sesuai dengan kontrak awal yang telah dibuat dengan konselor. Selain itu juga konselor memberikan pengukuhan positif yaitu beruka kata-kata pujian terhadap klien jika mampu melaksanakan kontrak perilaku dengan baik. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa klien sebelumnya tidak mandiri dalam belajar dengan ditandai sulitnya ketika diperintah, tidak pernah mengerjakan PR, selalu bergantung dengan temannya, sering menyontek. Dengan menggunakan teknik token economy, hasil akhir dari proses Bimbingan dan Konseling Islam ini dinyatakan cukup berhasil dengan prosesntase 66,6% yang mana hasil tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan pada sikap atau perilaku klien yang kurang baik mulai menjadi lebih baik, yakni tidak bergantung pada jawaban temannya atau menyontek. Klien semakin meningkat belajarnya tanpa ada suruhan setelah mendapatkan tekniktoken economy.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN... v

PERNYATAAN PERTANGGUNG JAWABAN PENULISAN SKRIPSI vi ABSTRAK ...vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Masalah ... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Definisi konsep... 7

1. Bimbingan dan Konseling Islam ... 7

2. Terapi Behavior... 9

3. Kemandiran Belajar ... 10

F. Metode penelitian ... 11

1. Pendekatan dan Jenis... 11

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian... 12

3. Jenis dan Sumber Data ... 12

4. Tahap-tahap Penelitian ... 14

5. Teknik Pengumpulan Data ... 17

6. Teknik Analisis Data ... 20

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 21

G. Sistematika Penulisan... 22

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Bimbingan dan Konseling Islam ... 25

1. Pengertian Bimbingan ... 25

2. Pengertian Konseling ... 27

3. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam ... 28

4. Unsur-unsur Bimbingan dan Konseling Islam ... 29

5. Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam ... 37

6. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling Islam ... 40

7. Langkah-langkah Bimbingan dan Konseling Islam ... 41

B. Terapi Behavior... 42

1. Pengertian Teknik Behavior ... 42

2. Tujuan Terapi Behavior... 43

3. Hakikat Manusia... 44

4. Kelebihan dan Kekurangan Terapi Behavior ... 45


(8)

C. Kemandirian Belajar siswa... 55

1. Pengertian Kemandirian ... 55

2. Ciri-Ciri Kemandirian Belajar ... 59

3. Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian... 60

D. Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Terapi Behavior Untuk Menuntaskan Kemandirian Belajar ... 62

E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan... 65

BAB III : PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian... 67

1. Lokasi Penelitian ... 67

2. Visi MTS Ma’arif... 68

3. Misi MTS Ma’arif... 69

4. Tujuan didirikan MTS Ma’arif... 69

5. Struktur Organisasi MTS Ma’arif... 70

B. DeskripsiKonselor dan Klien ... 73

1. Deskrpsi Konselor ... 73

2. Deskripsi Klien... 74

3. Deskripsi masalah ... 76

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 79

1. Deskripsi proses pelaksanaan... 79

2. Deskripsi Hasil proses pelaksanaan ... 95

BAB IV: ANALISA DATA A. Analisis Proses Pelaksanaan... 108

B. Analisis Hasil Proses Pelaksanaan ... 117

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan... 121

B. Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Knowles (1975) mendeskripsikan kemandirian belajar merupakan

sebuah proses dimana individu mengambil inisiatif sendiri, dengan atau

tanpa bantuan orang lain dalam hal penentuan tujuan belajar, metode

belajar dan evaluasi hasil belajar.1

Kemandirian tersebut sangat penting karena memiliki tujuan supaya

dapat mengarahkan diri ke arah perilaku positif yang dapat menunjang

keberhasilan dalam proses pembelajaran. Kemandirian dapat membuat

siswa terlatih dan mempunyai kebiasaan melakukan tindakan yang baik

serta dapat mengatur setiap tindakannya sehingga siswa mempunyai

kedisiplinan dalam belajar. Dalam pembelajaran, kemandirian sangat

dibutuhkan agar siswa mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan

mendisiplinkan dirinya dan mengembangkan kemampuan belajar dirinya

berdasarkan kemauan sendiri. Kemandirian ini menekankan pada aktivitas

dalam belajar yang penuh tanggung jawab sehingga mampu mencapai

hasil belajar yang baik.

Tuntutan terhadap kemandirian sangat besar dan jika tidak direspon

secara tepat bisa menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi

perkembangan psikologis siswa di masa mendatang. Siswa dituntut

mandiri agar dapat menyelesaikan tugas perkembangan selanjutnya. Untuk

1

Knowles, kemandirian belajar (http://Jurnal.fkip-unila.blogspot.com/2013/09/ 1975- bulan maret 2016, pukul 10.11)


(10)

2

dapat mandiri siswa membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan

agar dapat mencapai kemandirian atas dirinya sendiri.

Kemandirian belajar merupakan kemampuan seseorang (siswa) dalam

mewujudkan kehendak atau keinginannya secara nyata tanpa bergantung

dengan orang lain, dalam hal ini siswa mampu melakukan belajar sendiri,

dapat menetukan belajar yang efektif , dan mampu melakukan aktifitas

belajar secara mandiri. Akan tetapi tingkat kemandirian setiap siswa itu

berbeda-beda. Siswa yang sudah terbiasa mandiri tidak akan mengalami

kesulitan dalam belajar, karena siswa sudah mengatur dan mengarahkan

dirinya tanpa ketergantungan dengan orang lain dan siswa tersebut akan

menunjukkan kesiapannya dalam belajar, seperti mampu menyelesaikan

tugasnya sendiri dan percaya diri dalam mengutarakan pendapat sendiri.

Sedangkan siswa yang tidak terbiasa mandiri belajar mereka cenderung

pasif dan tidak percaya diri dalam belajar dan mereka akan menunjukkan

ketidaksiapannya dalam belajar.2

Walgito berpendapat bahwa perkembangan sifat mandiri adalah satu

hal penting dalam perkembangan anak remaja yang dipengaruhi oleh

pembentukan kepercayaan diri. Kepercayaan diri ini selanjutnya

merupakan dasar bagi perkembangan sikap yang lain seperti halnya sikap

kreatif dan tanggung jawab.

Sikap mandiri tidak akan dimiliki siswa dengan cepat, tetapi harus

membutuhkan kesadaran diri, kebiasaan dan latihan kedisiplinan yang

2

Bimo Walgito, Perkembangan Kemandirian,

http://coretanpenasihijau.blogspot.com/2013/03/tugas-kuliah-makalah-kemandirian-dalamhtml# diakses pada 27 maret pukul 09.37.


(11)

3

bertahap. Siswa yang mandiri dalam belajar juga tidak akan tercipta

apabila masih ada kebiasaan tergantung pada orang lain. Siswa akan

mandiri dalam belajar apabila siswa sadar akan pentingnya belajar dalam

kehidupannya. Siswa yang sudah terbiasa mandiri dalam sikap maupun

perbuatan akan mudah dalam pembelajaran karena siswa cenderung aktif

dalam belajar, hal ini dikarenakan siswa akan berani mengungkapkan

pendapatnya dan mampu mengatasi masalahnya sendiri. Sedangkan bagi

siswa yang kurang memiliki kemandirian, mereka akan malu dan takut

mengungkapkan pendapatnya dan dalam menyelesaikan masalahnya

mereka cenderung bergantung kepada orang lain.

Dalam proses pembelajaran kemandirian atas dirinya sendiri harus

dimiliki setiap siswa, dikarenakan kemandirian merupakan perilaku

individu yang mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah,

mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa

bantuan orang lain.

Yang menjadi permasalahan sekarang ini, dalam membentuk suatu

kebiasaan pada anak-anak terutama membiasakan mandiri dalam

melakukan sesuatu, tidak semua anak mudah diatur atau dibiasakan begitu

saja. Misalkan saja kita mengajarkan mandiri dalam belajar pekerjaan

rumah pada anak-anak yang umurnya sekitar 13 tahun terkadang ada yang

mudah dan ada juga yang susah. Seperti halnya kasus ini terjadi di salah

satu keluarga yang mempunyai seorang anak perempuan, sebut saja nama


(12)

4

suami istri bapak Sumadi dan ibu Sumartiyah, anak ini sekarang berumur

kurang lebih 13 tahun dan dia posisinya sebagai anak tunggal jadi setiap

Yuli mempunyai keinginan, kedua orang tuanya pasti akan mengusahakan

keinginan tersebut. Yuli dibesarkan didalam keluarga yang tergolong

menengah kebawah.

Secara fisik Yuli memang anak yang mengalami pertumbuhan yang

baik, memiliki badan yang sehat dan tidak mempunyai kekurangan fisik

apapun. Secara psikis dia merupakan anak yang kurang percaya diri,

minder, dan selalu bergantung kepada orang lain, seperti hal yang

diungkapkan oleh salah satu teman sekelasnya bahwa Yuli sering

menyontek jika sedang mengerjakan tugas sekolah atau mengerjakan

pekerjaan rumah, serta Yuli ini hanya mengandalkan belajar pada

kehadiran guru di kelas saja.

Kedua orang tuanya sangat memanjakan dia, akibatnya dari perlakuan

orang tuanya itu Yuli menjadi anak yang manja. Ketika dia diperintah

untuk mengerjakan sesuatu oleh orang tuanya mesti dia sulit untuk

melaksanakannya. Contohnya saja ketika diperintah untuh mengerjakan

PR dia sulit sekali mendengarkan atau menuruti perintah itu, mesti harus

disuruh beberapa kali serta menunggu waktu berjam-jam, baru dia

mengerjakannya. Terkadang orang tuanya sangat jengkel dari perilaku

anaknya itu, berbagai cara dilakukan seperti diperintah untuk mengerjakan

PR, menurut Yuli dia tidak mengerjakan PRnya karena dia takut


(13)

5

temannya kalau di sekolah, Yuli juga sering mengajak temannya

mengobrol ketika waktu jam pelajaran dia juga tidak pernah mau belajar

karena Yuli hanya mengandalkan kehairan guru saja.

Pada waktu dia SD anak ini sangat mandiri dan selalu belajar atas

kemauan sendiri tanpa disuruh oleh orang tuannya. Bahkan pada waktu itu

dia sering meraih prestasi ke dua atau ketiga waktu di sekolah. Tapi

semenjak memasuki sekolah Mts (Madrasah Tsanawiyah) kelas 1 sampe

sekarang yang pada semester genap ini, dia semakin sulit untuk

mengerjakan tugas di sekolah atau pekerjaan rumah. Perilaku yang seperti

ini apabila dibiarkan ada kemungkinan akan membuat anak ini selalu

bergantung pada orang lain. Nantinya tidak hanya bisa merugikan pada

dirinya, berikut orang tuanya pun akan terbawa oleh akibatnya. Maka dari

itu penulis ingin mengangkat masalah ini sebagai obyek penelitian dengan

judul : “Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi Behavior untuk Menuntaskan Kemandirian Belajar Anak di Mts Ma’arif Randegansari Driyorejo Gresik”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses Bimbingan Dan Konseling Islam dengan terapi

behavior untuk menuntaskan kemandirian belajar anak di Mts Ma’arif Randegansari Driyorejo Gresik?

2. Bagaimana hasil pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan

terapi behavior untuk menuntaskan kemandirian belajar siswa di Mts Ma’arif Driyorejo Gresik?


(14)

6

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui dan mendeskripsikan bimbingan dan konseling islam

dengan terapi behavior untuk menuntaskan kemandirian belajar anak

di MTS Ma’arif Gresik.

2. Mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana hasil dari pelaksanaan

bimbingan dan konseling islam dengan terapi behavior untuk

menuntaskan kemandirian belajar anak di Mts Ma’arif Gresik.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap akan munculnya

pemanfaatan dari hasil penelitian ini secara teoritis dan praktis bagi para

pembacanya. Diantara manfaat penelitian ini baik secara teoritis dan

praktis dapat peneliti uraikan sebagai berikut:

1. Segi Teoritis

a) Sebagai sumber informasi dan referensi bagi mahasiswa

Bimbingan dan Konseling Islam, khususnya bagi mahasiswa

dalam melakukan proses konseling dalam hal Kemandirian

belajar.

b) Memberikan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti lain dalam

bidang terapi behavior untuk menuntaskan kemandirian belajar.

c) Menambah khasanah keilmuan Bimbingan dan Konseling Islam

bagi peneliti yang lain dalam hal Kemandirian Siswa dengan

menggunakan Terapi Behavior.


(15)

7

1. Bagi sekolah Mts Ma’arif Randegansari Driyorejo Gresik

Hasil dari penelitian ini dimaksudkan agar dapat

memberikan masukan kepada Mts Ma’arif Randegansari Driyorejo Gresik untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa di sekolah.

2. Bagi Siswa

Bagi siswa Mts Ma’arif Randegansari Driyorejo Gresik, penelitian ini dapat memberikan masukan agar siswa siswi dapat

optimal menyalurkan potensi dirinya tanpa ada rasa minder dan

selalu mandiri dalam proses belajarnya.

3. Bagi Penulis

Dengan penelitian ini membantu peneliti sebagai wahana

latihan

pengembangan ilmu dakwah khususnya melalui pendekatan

Bimbingan Konseling Islam dan juga informasi tersebut

diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

menentukan kebijakan dalam rangka konseling Islam.

E. Definisi Konsep

Sebagai upaya untuk mempermudah dan terarahnya penulisan,

serta menghindari terjadinya perbedaan pendapat atau persepsi terhadap

beberapa istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini maka dipandang

perlu untuk menjelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul


(16)

8

Adapun istilah-istilah dalam melaksanakan penelitian ini penulis berpijak

pada litelatur yang terkait dengan judul penelitian yaitu:

1. Bimbingan dan Konseling Islam

Bimbingan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan

terarah, kontinu dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat

mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya

secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang

terkandung di dalam al-Quran dan hadis Rasulullah ke dadam

dirinya sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntutan

al-Quran dan hadis.3

Menurut Damayanti Nida Bimbingan Konsling Islam

merupakan suatu aktifitas pemberian nasehat dengan berupa anjuran

anjuran dan saran-saran dalam bentuk pembicaraan yang

komunikatif antara konselor dan konseli atau klien.4 Sedangkan menurut Aunur Rahim Faqih, Bimbingan Konseling Islam adalah

proses pemberian bantuan kepada individu agar menyadari kembali

eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam

kehidupan ke-agamaan senantiasa selaras dengan

3

Samsul Munir Amin, Bimbingan Dan Konseling Islam, (Jakarta: AMZAH, 2010), hal.23

4

Damayanti Nidya, Buku Pintar Panduan Bimbingan Konseling (Yogyakarta: Araska, 2012) hal,4.


(17)

9

ketentuan dan petunjuk dari Allah sehingga dapat mencapai

kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.5

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

Bimbingan dan Konseling Islam adalah suatu proses atau aktifitas

pemberian bantuan berupa bimbingan kepada individu yang

membutuhkan, untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya agar

klien dapat mengembangkan potensi akal fikiran dan kejiwaannya,

keimanan serta dapat menanggulangi problematika hidupnya dengan

baik dan benar secara mandiri berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sehingga dalam hidupnya mendapat petunjuk dari Allah

SWT.

2. Terapi Behavior

Terapi behavior adalah terapi yang memandang bahwa

kepribadian manusia itu pada hakikatnya adalah perilaku. Perilaku

manusia dapat dibentuk berdasarkan hasil dari segenap

pengalamannya yang berupa interaksi individu dengan lingkungan

disekitarnya.6

Menurut Gerald Corey, konseling Behavior adalah

pendekatan-pendekatan terhadap konseling psikoterapi yang berurusan dengan

perubahan tingkah laku bermasalah.7

5

Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam (Yogyakarta: UII PRESS, 2001), hal 4.

6

Zainal Aqib, Konseling Kesehatan Mental, (Bandung: CV Yrama Widya, 2013), hal 112.


(18)

10

Adapun yang dimaksud Bimbingan dan Konseling Islam dengan

terapi Behavior ialah upaya pemberian bantuan kepada klien dalam

mengembangkan fitrah beragamanya dengan suatu terapi dimana

perilaku-perilaku dapat dibentuk melalui proses pembiasaan dan

penguatan dengan mengondisikan atau menciptakan

stimulus-stimulus tertentu dalam lingkungan.8

Bentuk penguatan yang dimaksud pada hal ini yaitu, konselor

akan memberikan stiker bintang kepada klien disetiap dia melakukan

perilaku-perilaku yang sudah disepakati dan ditentukan oleh

konselor dan klien. Misalnya jika anak itu mengerjakan tugasnya di

sekolah tanpa menyontek maka akan diberikan empat buah stiker

bintang, lalu jika mengerjakan PR nya tanpa bantuan orang lain

maka akan diberikan empat buah stiker bintang. Selain itu konselor

akan memberikan penjelasan kepada klien tentang penggunaan

teknik behavior tersebut. Jika klien sudah mendapatkan 30 buah stiker bintang, maka bisa ditukarkan dengan sesuatu yang

diinginkannya. Keinginan-keinginan yang diharapkan klien, kita

melihat perubahan dengan menyesuaikan dari seberapa pentingkah

sesuatu yang diharapkan oleh klien tersebut.

3. Kemandirian Belajar

Menurut Abu Ahmadi, “Kemandirian Belajar adalah sebagai belajar mandiri, tidak menggantungkan diri pada orang lain”. Siswa

8

Zainal Aqib, Konseling Kesehatan Mental, (Bandung: CV Yrama Widya, 2013), hal. 112


(19)

11

dituntut memiliki inisiatif, keaktifan dan keterlibatan dalam proses

pembelajaran untuk meningkatkan Prestasi Belajar Akuntansi. Siswa

dikatakan telah mampu belajar secara mandiri apabila telah mampu

melakukan tugas belajar tanpa ketergantungan dengan orang lain.

Pada dasarnya kemandirian merupakan perilaku individu yang mampu

berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa

percaya diri dan tidak memerlukan pengarahan dari orang lain untuk

melakukan kegiatan belajar.9

Tahar dan Enceng (2006) berpendapat bahwa, “Kemandirian belajar adalah aktivitas belajar yang dilakukan oleh seseorang dengan

kebebasannya dalam menentukan dan mengelola sendiri bahan ajar,

waktu, tempat, dan memanfaatkan sumber belajar yang diperlukan”. Dengan kebebasan tersebut, siswa akan memiliki rasa tanggung jawab

atas segala sesuatu yang telah ia putuskan.10

Darmayanti, Samsul Islam, & Asandhimitra menyatakan tentang

kemandirian belajar sebagai bentuk belajar yang memiliki tanggung

jawab utama untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi

usahanya.11

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

kemandirian belajar adalah suatu aktivitas atau kegiatan belajar yang

9

Pratistya Nor Aini, pengaruh kemandirian belajar dan lingkungan belajar siswa

terhadap prestasi belajar akuntansi siswa kelas xi ips sma negeri 1 sewon bantul tahun ajaran,

(http/jurnal-pendidikan-akutansi-indonesia, 2010), diakses maret 2016 pukul 10.30.

10

Knowles, kemandirian belajar (http//journal-eprints.ums.blogspot.com/2013/09,1975),

diakses bulan maret 2016), pukul 10.11.

11

Darmayanti, ``Hubungan Kemandirian Belajar Dan Hasil Belajar Pada Pendidikan


(20)

12

dilakukan oleh siswa atas kemauannya sendiri dan mempunyai rasa

percaya diri tinggi dalam menyelesaikan tugasnya.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis

Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan pendekatan

kualitatif, yang mana pendekatan ini adalah suatu penelitian yang

dilakukan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subyek penelitian secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk

kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.12

Jadi pendekatan kualitatif yang penulis gunakan pada penelitian ini

digunakan untuk memahami fenomena yang dialami oleh klien secara

menyeluruh yang dideskripsikan berupa kata-kata dan bahasa untuk

kemudian dirumuskan menjadi model, konsep, teori, prinsip dan

definisi secara umum.

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah

study kasus. Penelitian study kasus (case study) adalah jenis penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase

spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas.

Tujuan penulis menggunakan jenis penelitian study kasus yang

berupa sebuah kasus pada anak yang kurang mandiri dalam belajar,

karena penulis ingin melakukan penelitian dengan cara mempelajari

12

Lexy J. Moleong. Meode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal.6


(21)

13

individu secara rinci dan mendalam selama kurun waktu tertentu

untuk membantunya memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik.

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Sasaran dalam penelitian ini adalah Yuli Setia Ningsih anak

yang berusia 13 tahun yang sedang membutuhkan arahan karena

konseli kurang mandiri dalam melakukan tugasnya di sekolah maupun

di rumah. Sedangkan lokasi penelitian yang dipilih peneliti adalah Mts Ma’arif Randegansari Driyorejo Gresik.

3. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang

bersifat non statistik, dimana data yang diperoleh nantinya dalam

bentuk kata verbal (diskripsi) bukan dalam bentuk angka. Adapun

jenis data dalam penelitian ini adalah:

1) Data Primer yaitu data yang langsung diambil dari sumber

pertama di lapangan dan informan. Yang mana dalam hal ini

diperoleh dari deskripsi tentang latar belakang dan masalah

klien, perilaku atau dampak yang dialami kilen, pelaksanaan

proses konseling, serta hasil akhir pelaksanaan konseling.

2) Data sekunder yaitu data yang diambil dari sumber kedua atau

berbagai sumber guna melengkapi data primer.13 Di peroleh

13

Burhan Bungin, metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif


(22)

14

dari gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan konseli,

riwayat pendidikan konseli, dan perilaku keseharian konseli.

b. Sumber data

Untuk mendapatkan keterangan dan informasi tentang

subyek penelitian, penulis mendapatkan informasi dari sumber

data, yang dimaksud dengan sumber data adalah dari mana subyek

data diperoleh.14

Adapun sumber data penelitian ini adalah, sebagai berikut:

1) Sumber Data Primer yaitu sumber data yang langsung

diperoleh penulis di lapangan yaitu informasi dari Klien

seorang anak kelas 1 MTS yang kurang mandiri dalam hal

belajar di sekolah maupun di rumah, informasi juga bisa dari

informan atau orang tua klien dimana orang tua klien ini sangat

pengaruh dengan data primer karena orang tua klien yang

merawatnya sejak lahir, serta konselor yang melakukan

konseling.

2) Sumber Data Sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari

orang lain sebagai pendukung guna melengkapi data yang

penulis peroleh dari data primer. Sumber ini bisa diperoleh

dari keluarga klien yaitu orang tua konseli (Bpk Sumadi dan

Ibu Sumartiya), guru konseli (Ibu Sukarningsih), dan teman

konseli (Nisa dan Rosidah).

14

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Dan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), hal.129


(23)

15

4. Tahap-Tahap Penelitian

Adapun tahap-tahap penelitian menurut buku metodologi

penelitian kualitatif adalah:

a. Tahap Pra-Lapangan

1) Menyusun rencana penelitian

Dalam hal ini peneliti akan memahami Bimbingan

Konseling Islam dengan Terapi Behavior dan sebab-sebab

atau hal-hal yang mempengaruhi Kemandirian Belajar Siswa di Mts Ma’arif Randegansari Driyorejo Gresik. Setelah mengetahui, maka peneliti akan membuat latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi konsep

dan membuat rancangan data-data yang peneliti perlukan.

2) Memilih lapangan penelitian

Dalam hal ini peneliti memilih lapangan penelitian di Mts Ma’arif Randegansari Driyorejo Gresik.

3) Mengurus perizinan

Surat izin untuk penelitian dibuat secara tertulis dan

ditujukan kepada Kepala Sekolah Mts Ma’arif Randegansari Driyorejo Gresik. sebagai bentuk birokrasi dalam penelitian.

4) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan

Peneliti akan mengenali keadaan yang sesuai dengan


(24)

16

diperlukan di lapangan, kemudian peneliti mulai

mengumpulkan data yang ada di lapangan.

5) Memilih dan memanfaatkan informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk

memberikan informasi tentang situasi dan kondisi serta latar

belakang kasus tersebut. Informan dalam penelitian ini adalah

Yuli Setia Ningsih.

6) Menyiapkan perlengkapan penelitian

Peneliti menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan,

pedoman wawancara, alat tulis, map, buku, perlengkapan

fisik atau media, izin penelitian, dan semua yang

berhubungan dengan penelitian dengan tujuan untuk

mendapatkan deskripsi data lapangan.

7) Persoalan etika penelitian

Etika penelitian pada dasarnya yang menyangkut

hubungan baik antara peneliti dengan subjek penelitian, baik

secara perorangan maupun kelompok.

b. Tahap Lapangan

1) Memahami latar penelitian

Sebelum peneliti memasuki lapangan, peneliti perlu

memahami latar penelitian terlebih dahulu. Disamping itu

perlu mempersiapkan diri baik secara fisik maupu secara


(25)

17

2) Memasuki lapangan

Saat memasuki lapangan peneliti akan menjalin

hubungan yang baik dengan subjek-subjek penelitian,

sehingga akan memudahkan peneliti untuk mendapatkan

data.

3) Berperan serta dalam mengumpulkan data

Dalam tahap ini yang harus peneliti pengarahan batas

studi serta memulai memperhitungkan batas waktu, tenaga

ataupun biaya. Disamping itu juga mencatat dan

mendokumentasikan data yang telah didapat di lapangan

yang kemudian analisis di lapangan.

4) Tahap Analisis Data

Suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Peneliti

menganalisis data yang dilakukan dalam suatu proses yang

berarti pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak

pengumpulan data yang dilakukan dan dikerjakan secara

intensif. Kemudian menghasilkan tema dan hipotesis yang

sesuai dengan kenyataan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Hal yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum

mengadakan penelitian adalah menentukan teknik yang akan


(26)

18

hakekat pemakaian metode pengumpulan datanya. Teknik

pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak

akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang

ditetapkan.15

Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah

sebagai berikut:

a. Observasi

Diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara

sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.

Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk mengamati siswa Mts Ma’arif Randegansari Driyorejo Gresik yang meliputi: keadaan atau kondisi siswa, kegiatan klien di sekolah, dan proses

konseling yang dilakukan.

b. Wawancara

Teknik ini merupakan suatu metode pengumpulan data yang

di lakukan dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber

data yang dilakukan dengan cara berdialog tanya jawab secara

lisan baik langsung maupun tidak langsung.16 Dalam penelitian ini wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi mendalam

15

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 224

16

Djumhur dan M. Suryo, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Bandung: CV. Ilmu, 1975), hal. 50


(27)

19

pada diri klien yang meliputi: identitas diri klien (tempat tinggal

lahir, usia, pendidikan), kondisi keluarga, sekolah, serta

permasalahan yang dialami klien, serta proses konseling yang

dilakukan.

Selain menggali data dari klien peneliti juga berupaya untuk

menggali data dari orang-orang dekat dengan klien agar data yang

di dapatkan lebih akurat.

c. Dokumentasi

Yaitu meneliti berbagai dokumen serta bahan-bahan yang

berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari

konseli. Dokumen yang berupa tulisan misalnya surat-surat,

catatan harian, biografi, dan semacamnya.17

Adapun yang akan peneliti cari melalui dokumentasi yakni:

riwayat pendidikan, gambaran lokasi penelitian sehingga

pengumpulan data yang dilakukan dengan teknik dokumentasi

yaitu teknik pengumpulan data yang didukung dari data sekunder.

17


(28)

20

Tabel 1.1

Jenis Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data

No Jenis Data Sumber

Data

TPD

1 a. Identitas Kilen b. Usia Klien c. Pendidikan Klien

d. Problem dan gejala yang di alami

e. Proses Konseling yang di lakukan

Klien W+O

2 a. Identitas Konselor b. Pendidikan Konselor c. Usia Konselor

d. Pengalaman dan Proses

Konseling yang

dilakukan Konselor

Konselor W+O

3 a. Kebiasaan klien

b. Kondisi keluarga,

sekolah dan ekonomi keluarga

Informan (Orang tua dan guru, teman klien)

W+O

4 a. Luas Wilayah penelitian b. Jumlah Siswa

c. Batas wilayah

Gambaran lokasi penelitian

O+D+W

Keterangan

TPD : Teknik-Teknik Pengumpulan Data

D : Dokumentasi

O : Observasi

W : Wawancara

6. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan


(29)

21

satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan

menemukannya pola dan menemukan apa yang penting dan apa yang

dipelajari dan memusatkan apa yang dapat diceritakan kepada orang

lain.18

Teknik analisis data ini dilakukan setelah proses pengumpulan data

diperoleh. Penelitian ini bersifat studi kasus, untuk itu analisis data

yang digunakan adalah teknik analisi deskriptif komparatif yaitu

setelah data terkumpul dan diolah maka langkah selanjutnya adalah

menganalisis data tersebut. Analisis yang dilakukan untuk mengetahui

proses serta hasil pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam untuk

menuntaskan belajar siswa yang dilakukan dengan analisis deskriftif

komparatif, yakni membandingkan pelaksanan Bimbingan dan

Konseling Islam di lapangan dengan teori pada umumnya, serta

membandingkan kondisi konseli sebelum dan sesudah dilaksanaannya

proses konseling.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Teknik keabsahan data merupakan faktor yang menentukan dalam

penelitian kualitatif untuk mendapatkan kemantapan validitas data. Dalam

penelitian ini peneliti akan memakai keabsahan data sebagai berikut:

a. Perpanjangan Keikutsertaan

18


(30)

22

Keikut sertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan

data. Keikut sertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu

singkat, tetapi melakukan perpanjangan keikutsertaan pada penelitian.

Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal dilapangan

penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai, dalam hal ini

yang akan dilakukan oleh peneliti diantaranya:

1) Mengajak klien untuk mengajak ngobrol di kantin sekolah disaat

kondisi emosionalnya meningkat.

2) Mengikuti dan memahami klien di rumahnya

3) Menemani klien dalam menjalani sebagian aktivitasnya.

b. Triangulasi

Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai

sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Triangulasi yang

akan dilakukan, yaitu:

1) Triangulasi data atau triangulasi sumber, adalah penelitian dengan

menggunakan berbagai sumber data yang berbeda untuk

mengumpulkan data yang sejenis. Diantaranya peneliti

mewawancarai orang tua klien dan guru klien.

2) Triangulasi metodologis. Jenis triangulasi ini bisa digunakan oleh

seorang peneliti dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan


(31)

23

berbeda.19 Dalam hal ini peneliti mewawancarai informan yang terkait dengan klien, seperti teman kelas dan teman akrab klien

serta observasi wilayah dan lingkungan tempat tinggal klien.

G. Sistematika Penulisan

Agar penulisan skripsi ini dapat dipahami secara utuh dan

berkesinambungan, maka perlu adanya penyusunan sistematika

pembahasan yaitu sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi pendahuluan yang berisi gambaran secara keseluruhan

meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini meliputi kerangka teoritik, membahas tentang pengertian

bimbingan konseling islam, tujuan bimbingan konseling islam, fungsi

bimbingan konseling islam. Pada bab ini menjelaskan pengertian terapi

behavior, tujuan terapi behavior, kelebihan dan kekurangan teknik

behavior, teknik-teknik terapi behavior. Pada bab ini juga menjelaskan

tentang pengertian Kemandirian, faktor-faktor yang mempengaruhi

Kemandirian, ciri-ciri Kemandirian dan Bimbingan dan konseling islam

dengan Behavior untuk Menuntaskan Kemandirian Belajar. Serta

menjelaskan tentang penelitian terdahulu yang relavan.

19

Sugiyono, Metode Penelitian kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: CV ALFABETA, 2012), hal. 275.


(32)

24

BAB III :PENYAJIAN DATA

Bab ini dalamnya berisi tentang deskripsi umum objek penelitian,

deskripsi hasil penelitian yang di dalamnya membahas tentang deskripsi

proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi Behavior Untuk

Menuntaskan Kemandirian Belajar Siswa di Mts Ma’arif Randegansari Driyorejo Gresik dan juga pengujian hipotesis.

BAB IV : ANALISA DATA

Bab ini berisi laporan hasil penelitian yang berupa analisis proses

pelaksanaan terapi yang meliputi identifikasi masalah, diagnosis,

prognosis, treatment, dan follow up. Serta laporan analisis hasil akhir

dalam proses bimbingan dan konseling islam dengan terapi behavior untuk

menuntaskan kemandirian belajar anak di Mts Ma’arif Gresik.

BAB V : PENUTUP


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Bimbingan dan Konseling Islam

1. Pengertian Bimbingan

Istilah “Bimbingan” digunakan sebagai terjemahan dari istilah bahasa Inggris “Guidance”.1Dalam penggunaan istilah Bimbingan ini timbul beberapa kesulitan karena kata “Bimbingan” sudah berurat

berakar ke dalam “bidang pendidikan”. Tetapi kalau disimak lebih mendalam “Bimbingan” sebagai terjemahan dari “Guidance” mempunyai beberapa sisi yang berbeda. Maka dari itu untuk

menghindari terjadinya kekaburan arti perlulah sekiranya pengertian

itu diperjelas.

Guidance” mempunyai hubungan dengan “guiding”: showing a way (menunjukan jalan), leading (memimpin), conducting

(menuntun), governing (mengarahkan), giving advice (memberikan nasehat).2

Dari penjelasan di atas kata “Bimbingan” dapat menunjukan

pada dua hal yaitu: pertama Bimbingan bisa sebagai memberikan informasi dan kedua Bimbingan bisa sebagai menuntun atau

1

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Berbasis Integrasi,

(Jakarta: Raja Persada, 2005), hal. 16 2

Dewa Ketut S, Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah, (Surabaya: Usaha Nasional, 2003), hal. 63


(34)

26

mengarahkan kearah suatu tujuan.3Sedangkan pengertian luas mengenai bimbingan menurut para ahli diantaranya:

a. Menurut Rochman Natawidjaja mengartikan bimbingan sebagai

suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan

secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat

memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya

dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan

keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan

kehidupan pada umumnya.4

b. Surya Kartadinata mengartikan bimbingan sebagai proses

membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal.

c. Tolbert, mengatakan bimbingan adalah seluruh program atau

semua kegiatan dan layanan dalam sebuah lembaga atau

perorangan yang diarahkan pada membantu individu agar

mereka dapat menyusun dan melaksanakan rencana serta

melakukan penyesuaian diri dalam semua aspek kehidupn

sehari-hari.5

Jadi secara singkat dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah

suatu proses bantuanyang diberikan kepada seseorang yang dilakukan

3

Aip Badrujaman,Teori dan Aplikasi Evaluasi Program Bimbingan Konseling, (Jakarta: PT Indeks, 2011), hal.26

4

Syamsu Yusuf & Junita Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Program Pasca Sejrana UPI, 2012), hal. 6

5

Fenti Hikmawati, Bimbingan Konseling Edisi Revisi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hal.1


(35)

27

di lembaga atau perorangan dengan tujuan agar bimbingan itu dapat

memperkembangkan potensi-potensi yang dimiliki mengenai dirinya

sendiri, dan mampu mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi,

sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan hidupnya yang

sesuai dengan peraturan dimana dia berada secara bertanggung jawab

tanpa bergantung pada orang lain.

2. Pengertian Konseling

Istilah bimbingan selalu dirangkaikan dengan istilah konseling.

Hal ini disebabkan bimbingan dan konseling merupakan suatu

kegiatan yang integral. Menurut Ruth Strang, bahwa Bimbingan itu

lebih luas, sedangkan konseling merupakan alat yang paling penting

dari usaha pelayanan bimbingan.6 Menurut Rogers konseling adalah serangkaian hubungan langsung dengan individu yang bertujuan

untuk membantunya dalam mengubah sikap dan tingkah laku.7 Lebih luas lagi dalam pengertian konseling Menurut America School Counselor Association mereka mengemukakan pengertian konseling yaitu: hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan

sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada

klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya

untuk membantu kliennya dalam mengatasi masalah-masalahnya.8

6

Fenti Hukmawati, Bimbingan Konseling Edisi Revisi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hal.2

7

Latipun,Psikologi Konseling, (Malang: UMM Press, 2005), hal.5 8

Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan & Konseling, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal.7


(36)

28

Dapat disimpulkan bahwa konseling adalah salah satu teknik

yang dipakai dalam bimbingan yang berupa bantuan yang diberikan

individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan

wawancara atau dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan

individu yang dihadapi untuk menangani kesejahteraan hidup.

3. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam

Bimbingan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan

terarah, kontinu dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat

mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya

secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang

terkandung di dalam al-Quran dan hadis Rasulullah ke dadam

dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntutan

al-Quran dan hadis.9Menurut Damayanti Nida Bimbingan Konseling Islam merupakan suatu aktifitas pemberian nasehat dengan berupa

anjuran-anjuran dan saran-saran dalam bentuk pembicaraan yang

komunikatif antara konselor dan konseli atau klien.10 Sedangkan menurut Aunur Rahim Faqih, Bimbingan Konseling Islam adalah

proses pemberian bantuan kepada individu agar menyadari kembali

eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam

kehidupan ke-agamaan senantiasa selaras dengan

ketentuan-9

Samsul Munir Amin, Bimbingan Dan Konseling Islam, (Jakarta: AMZAH, 2010), hal.23

10

Damayanti Nidya, Buku Pintar Panduan Bimbingan Konseling(Yogyakarta: Araska, 2012) hal,4


(37)

29

ketentuan dan petunjuk dari Allah sehingga dapat mencapai

kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.11

Dari pendapat di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa

Bimbingan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan yang

terus menerus dan sistematis terhadap individu agar bisa

dikembangkan fitrah keberagamaan yang dimilikinya serta bisa hidup

selaras sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT yang

terdapat dalam al-Qur’an dan As-Sunah, serta bisa memahami dirinya

sendiri dan bisa memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga

mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

4. Unsur-Unsur Bimbingan dan Konseling Islam

Bimbingan Konseling Islam mempunyai beberapa unsur atau

komponen yang saling terkait dan berhubungan antara satu sama lain.

Unsur-unsur Bimbingan Konseling Islam pada dasarnya adalah

terkait dengan konselor, konseli dan masalah yang dihadapi.

a. Konselor

Konselor adalah orang yang amat bermakna bagi konseli,

konselor menerima apa adanya dan bersedia sepenuh hati

membantu konseli mengatasi masalahnya disaat yang amat kritis

sekalipun dalam upaya menyelamatkan konseli dari keadaan yang

tidak menguntunkan baik untuk jangka pendek dan utamanya

11

Aunur Rahim Faqih,Bimbingan dan Konseling Dalam Islam(Yogyakarta: UII PRESS, 2001), hal 4


(38)

30

jangka panjang dalam kehidupan yang terus berubah.12 Sedangkan menurut Samsul Munir konselor Islam adalah

seseorang yang memiliki kemampuan untuk melakukan

konsultasi berdasarkan standar profesi.

Konselor Islam dalam tugasnya membantu klien

menyelesaikan masalah kehidupannya, harus memperhatikan

nilai-nilai dan moralitas Islami. Sebagai seorang teladan,

seharusnya konselor Islam menjadi rujukan dan menjadi

barometer bagi konseli dalam menjalankan kehidupan. Tugas

konselor pada dasarnya adalah usaha memberikan bimbingan

kepada konseli dengan maksud agar konseli mampu mengatasi

permasalahan dirinya.

Dalam memberikan bantuan kepada individu tentu tidak

dilakukan oleh sembarangan orang. Tapi harus mempunyai

karakteristik tersendiri yang dimilikinya. Diantara karakteristik

tersebut yaitu:

1) Seorang konselor harus menjadi cerminan bagi konseli.

Pola hidup seorang konselor baik dalam perkataan atau

perbuatan harus mencerminkan akhlak yang diajarkan oleh

Rasulullah kepada umatnya. Sebagaimana Firman Allah,

َﻟ

َﻘ

ْﺪ

َﻛ

َن ﺎ

َﻟ

ُﻜ

ْﻢ

ِﻓ

ْﻲ

َر

ُﺳ

ْﻮ

ِل

ِﷲ

َا

ْﺳ

َﻮ

ٌة

َﺣ

َﺴ

َﻨ

ًﺔ

ِﻟ

َﻤ

ْﻦ

َﻛ

َن ﺎ

ْﺮ

ُﺟ

ْﻮ

َﷲ أ

َو

ْﻟا

ْﻮ

ِم

َْ

ﻷ ا

ِﺟ

َﺮ

َو

َد

َﻛ

َﺮ

َﷲ

َﻛ

ِﺜ

َﺮ

ا

12


(39)

31

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS. Al-Ahzab 21)13

2) Kemampuan bersimpati dan berempati yang melampaui

dimensi duniawi. Ikut merasakan dan membuat suatu

tindakan dalam bentuk merasakan kesedihan atau

keterpurukan oarang lain tidak terkait dengan imbalan ingin

di sanjung atau dipuji, tapi itu sudah menjadi keharusan

dalam dirinya untuk saling membagi kebahagiaan dintara satu

sama lain. Sebagaimana firman Allah:

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.

(QS. At-Taubah 128).14

3) Menjadikan konseling sebagai awal keinginan bertaubat yang

melegakan. Proses konseling itu dimaksudkan untuk

memperbaiki manusia yang kurang tepat dalam bertindak

13

M. Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Volume 5, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal.243

14

M. Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Volume 4, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal.717


(40)

32

atau tidak selaras dengan ketentuan Allah, maka proses

konseling yang kita lakukan harus dijadikan sebagai bentuk

jalan kembali kepada kesucian manusia setelah melakukan

dosa yang telah diperbuat. Ini berkaitan dengan firman Allah.

Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.(QS. An-Nisa 64)15 4) Konselor harus menempati moralitas Islam, kode etik,

sumpah jabatan, dan janji.16

Selain memiliki karakteristik, konselor Islam harus

memiliki beberapa persyaratan diantaranya:

1) Konselor Islam hendaklah orang yang menguasai materi

khususnya dalam masalah keilmuan agama Islam.

2) Konselor Islam hendaklah orang yang mengamalkan nilai-nilai

agama Islam dengan baik dan konsekuen, tercermin melalui

15

M. Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Volume 2, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), hal. 493

16

Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan & Konseling, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal.260


(41)

33

keimanan, ketakwaan, dan pengalaman keagamaan dalam

kehidupannya sehari-hari.

3) Konselor Islam sedapat mungkin mampu mentransfer

kaidah-kaidah agama Islam secara garis besar yang relevan dengan

masalah yang dihadapi klien.

4) Konselor Islam hendaknya menguasai metode dan strategi yang

tepat dalam menyampaikan bimbingan dan konseling kepada

klien, sehingga klien dengan tulus akan menerima nasihat

konselor.17

Dalam bimbingan dan konseling setidaknya dilakukan oleh:

a) Ahli bimbingan konseling

b) Ahli psikologi

c) Ahli pendidikan

d) Ahli agama

e) Dokter

f) Pekerja sosial18 b. Klien

Menurut Sofyan S. Willis, klien adalah individu yang

diberi bantuan oleh seorang konselor atas permintaan sendiri atau

atas permintaan orang lain.19 Sedangkan menurut Roger yang dikutip oleh Latipun menyatakan bahwa klien itu adalah orang

17

Ibid,hal. 270 18

Imam Sayuti Farit, Pokok-Pokok Bahasan Tentang Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah, (Surabaya: Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel, 1997), hal.14

19

Sofyan S. Willis,Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal.111


(42)

34

atau individu yang datang kepada konselor dan kondisinya dalam

keadaan cemas atau tidak karuan.20 Klien itu manusia yang mempunyai masalah, dan manusia itu sendiri pada hakikatnya

tidak akan pernah lepas dari yang namanya masalah. Namun ada

klien yang mampu menghadapi masalahnya dengan bijaksana dan

sebaliknya ada juga klien yang menghadapi masalahnya dengan

gejolak emosi yang tidak terkendali.

Jadi dapat disimpulkan bahwa klien adalah seorang

individu yang mempunyai masalah dan datang kepada konselor

untuk menyelesaikan masalahnya karena dirinya sendiri tidak

sanggup untuk menyelesaikan masalahnya.

Dalam menyelesaikan permasalahan klien tersebut, ada

syarat-syarat tertentu yang harus diketahui oleh seorang konselor

agar proses konselingnya bisa berjalan dengan lancar,

syarat-syarat tersebut diantaranya:

1) Klien yang dibantu adalah klien yang beragama Islam atau

non Islam yang bersedia diberi bantuan melalui pendekatan

dengan menggunakan nilai-nilai Islam.

2) Klien adalah individu yang sedang mengalami hambatan atau

masalah untuk mendapatkan ketentraman atau kebahagiaan

hidup.

3) Klien datang secara sukarela atau kesadarannya.

20


(43)

35

4) Klien adalah seseorang yang berhak menentukan jalan

hidupnya sendiri, dan akan bertanggungjawab atas dirinya

setelah baligh atau dewasa untuk kehidupan di dunia atau di

akhirat.

5) Pada dasarnya setiap klien adalah baik, karena Allah swt

telah membekali potensi berupa fitrah suci untuk selalu

tunduk pada peraturan Allah swt.

6) Ketidak tentraman atau ketidak bahagiaan klien dalam

hidupnya umumnya bersumber dari belum dijalankannya

ajaran agama sesuai tuntutan Al-Quran dan Al-Hadis,

sehingga perlu didiagnosis secara mendalam bersama klien.

7) Klien yang bermasalah pada hakikatnya orang yang

membutuhkan bantuan untuk memfungsikan jasmani, qolb,

a’qal, danbasirahnya dalam pengendalian hawa nafsunya.21

c. Masalah

Sudarsono dalam kamus konseling memberi pengertian

masalah adalah suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang

atau kelompok mengalami kerugian atau sakit.22 Dalam arti singkatnya adalah ketidak singkronan antara keinginan dan

kenyataan.

21

Agus Santoso dkk,Terapi Islam, (Surabaya IAIN SA Press, 2013), hal 81 22

A. Zaenuri, Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Teknik Biblioterapi Dalam Mengatasi Dekadensi Ke-Imanan Seorang Mahasiswa Di Surabaya, (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2013), hal.28


(44)

36

Bimbingan Konseling Islam sangat berkaitan dengan masalah

yang dihadapi oleh klien, baik pria, wanita, anak-anak, dan

bahkan orang tua sepanjang itu masih membutuhkan

penyelesaian. Adanya masalah tersebut dalam diri individu atau

kelompok pasti didasari oleh beberapa faktor dalam

kehidupannya, diantara faktor tersebut adalah:

1) Masalah Perkawinan dan keluarga

Dari perkawinan akan timbul beberapa masalah seperti

ketidak sepahaman antara suami dan istri, keinginan yang

tidak terpenuhi. Ditambah dari orang tua yang terkadang

masih mengatur-ngatur rumahtangganya ini juga akan

menimbulkan masalah.

2) Masalah ekonomi dan pekerjaan

Perekonomian dan pekerjaan yang kurang memenuhi

kebutuhannya sering memicu pencurian, pembunuhan bahkan

permusuhan.

3) Masalah sosial

Hubungan dengan orang lain terutama dalam

bermasyarakat sering terjadi kesalahpahaman jika kita tidak

pandai-pandai menjalin komunikasi. Bisa jadi gara-gara kita

kurang ikut serta dalam kegiatan masyarakat membuat kita

terkucilkan dalam masyarakat tersebut.


(45)

37

Pendidikan dan politik ini sering memicu

permasalahan, seperti tauran antar sekolah, kebingungan

memilih jurusan apalagi masalah politik sering kali terjadi

bentrok antara kubu satu dengan yang lainnya

5) Masalah ke-agamaan.23

Keagamaan disini dalam artian pelaku agamanya itu

sendiri. Sering terjadi perbedaan paham antara satu sama lain

hingga membuat tidak harmonis dengan adanya perbedaan

itu.

Dengan demikian dapatlah dipahami tentang apa yang

dimaksud dengan masalah yaitu identik dengan suatu

kesulitan yang dihadapi oleh individu, yaitu suatu yang

menghambat, merintangi jalan yang menutu suatu tujuan

yang dipengaruhi oleh beberapa faktur dalam kehidupannya.

5. Tujuan Dan fungsi Bimbingan Konseling Islam

Dalam merumuskan tujuan dari proses konseling ini akan

bergantung pada teoritis yang dianut oleh setiap orang. Akan

tetapi meskipun berbeda-beda dalam merumuskan tujuan tersebut,

ini mempunyai ciri umum yang dapat disepakati oleh para ahli

yaitu membantu individu dalam pertumbuhannya dan dalam

situasi sesaat, membantu individu agar dapat berfungsi untuk

23

Aunur Rahim Faqih,Bimbingan dan Konseling Dalam Islam(Yogyakarta: UII PRESS, 2001), hal 44-45


(46)

38

menyesuaikan diri dengan peran yang tepat.24 Aunur Rahim mengatakan secara garis besar tujuan dari Bimbingan dan

Konseling Islam dapat dirumuskan sebagai “membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai

kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.”25

Pada dasarnya Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam

adalah sejalan dengan maksud dan tujuan syariat Islam yang

mana semua itu dirangkum menjadi empat tujuan pokok yaitu:

a. Syariat Islam ditegakan untuk dipahami manusia.

b. Untuk memperkuat manusia dalam ketentuan agama.

c. Untuk mengentas manusia dari cengkraman dan tipu daya

hawa nafsunya.

d. Untuk mencapai kemaslahatan manusia di dunia dan di

akhirat.26

Jika Bimbingan Konseling Islam ini kita terapkan pada proses

membimbing anak-anak maka tujuan yang hendak dicapai dalam

pelayanan bimbingan kepada anak memiliki beberapa tujan yaitu

sebagai berikut:

a. Membantu anak bimbing agar dapat membuat pilihan pendidikan

dan jabatan secara bijaksana.

24

Shahudi siradj,Pengantar Bimbingan dan Konseling, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Pers, 2012), hal. 52

25

Aunur Rahim Faqih,Bimbingan dan Konseling Dalam Islam(Yogyakarta: UII PRESS, 2001), hal 39

26


(47)

39

b. Membantu anak bimbing agar dapat melalui tahap-tahap transisi

di lingkungan ke dalam dunia kerja dengan baik.

c. Membantu anak bimbing agar memperoleh penyesuaian

kepribadian yang baik.

d. Membantu anak bimbing agar memperoleh penyesuaian diri

dengan baik dalam menghadapi perubahan-perubahan yang

terjadi di masyarakat.27

Selain mempunyai tujuan sebagaimana telah dijelaskan di

atas, Bimbingan Konseling Islam juga mempunyai fungsi

tersendiri yang dapat merubah manusia menjadi lebih baik dari

sebelumnya. Secara umum fungsi bimbingan konseling Islam

adalah sebagai fasilitator dan motivator klien dalam upaya

mengatasi dan memecahkan problem kehidupan klien dengan

kemampuan yang ada pada diri sendirinya.28

Fungsi ini dapat dijabarkan sebagaimana pendapat Imam

Sayuti yang dikutip oleh sunarto sebagai berikut:

1) Pencegahan. Maksud dari pencegahan tersebut yaitu menghindari segala sesuatu yang tidak baik atau menjauhkan

diri dari larangan Allah. Dan selain itu pencegahan dilakukan

terhadap segala gangguan mental, spiritual, environmental

27

Samsul Munir Amin, Bimbingan Dan Konseling Islam, (Jakarta: AMZAH, 2010), hal.42

28 Elfi Mu’awanah & Rufa Hidayah,

Bimbingan Konseling Islam di Sekolah Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal.72


(48)

40

(lingkungan) yang menghambat, mengancam, atau

menghalangi proses perkembangan hidup klien.

2) Penyaluran, maksudnya mengarahkan mereka yang (dibimbing tersebut) kepada suatu perbuatan yang baik atau

menyesuaikan dengan bakat maupun potensi yang

dipunyainya.

3) Penyembuan terhadap segala bentuk penyakit mental dan spiritual dengan cara referal (pelimpahan) kepada para ahlinya. Seperti psikiater, psikolog, dan dokter umum jika

masalah itu sudah tidak memungkinkan ditangani oleh

seorang konselor

4) Pengembangan, ini diharapkan orang yang dibimbing dapat ditingkatkan untuk lebih meningkat lagi prestasinya atau

bakat yang dimiliki.29

6. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling Islam

Agar proses Bimbingan dan Konseling Islam bisa berjalan

sesuai dengan yang kita harapkan maka dalam melakukan

prosesnya itu, kita harus mempunyai prinsip yang sesuai dengan

syariat Islam, prinsip itu antara lain:

a. Bahwa nasehat menasehati dalamamar ma’ruf nahi mungkar

adalah satu pilar agama yang merupakan pekerjaan mulia.

29

Sunarto, Bimbingan Konseling Agama Melalui Pendekatan Istigosah Dalam

Menangani Perilaku “Malima” Pada Seorang Bapak di Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad, (Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2007), hal.17


(49)

41

b. Pekerjaan konseling Islam harus dilakukan sebagai pekerjaan

ibadah yang dikerjakan semata-mata hanya untuk mengharap

ridho Allah.

c. Tujuan konseling Islam adalah mendorong konseli agar selalu

berjalan di jalan Allah dan menjauhi segala yang

dilarang-Nya.

d. Meminta dan memberi bantuan dalam hal kebaikan

hukumnya wajib bagi setiap orang yang membutuhkannya.

e. Proses bimbingan dan konseling Islam harus sejalan dengan

syariat dan ajaran Islam.

f. Pada dasarnya manusia memiliki kebebasan untuk memilih

dan memutuskan perbuatan baik yang dipilihnya.30 7. Langkah-langkah Bimbingan dan Konseling Islam

Dalam bimbigan konseling islam ada beberapa langkah yang

harus dilakukan, sebagaimana menurut Djumhur dan Moh Surya

yang dikutip oleh Aswadi sebagai berikut:

a. Identifikasi masalah

Langkah ini dimaksudkan untuk mengetahui gejala-gejala

yang timbul dan menyebabkan masalah pada diri klien.

b. Diagnosis

30

Ahmad Mubarok,Konseling Agama Teori dan Kasus, (Yogjakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002) hal. 76-77


(50)

42

Langkah ini bertujuan untuk menetapkan masalah yang

dihadapi klien beserta latar belakangnya. Diagnosis dapat

dikatakan sebagai usaha untuk mengetahui masalah yang

dihadapi klien secara mendalam.

c. Prognosis

Langkah prognosis yaitu langkah untuk menetapkan jenis

bantuan apa yang cocok yang akan diberikan kepada klien.

Atau dapat juga disebut sebagai penentuan terapi yang akan

diambil konselor untuk penyembuhan klien sesuai dengan

masalah dan faktor penyebabnya.

d. Treatment atau terapi

Langkah ini adalah langkah pelaksanaan bantuan apa yang

telah ditetapkan dalam langkah prognosis.

e. Evaluasi dan follow up

Langkah ini dimaksudkan untuk mengatakan sejauh mana

langkah konseling yang telah dilakukan mencapai

keberhasilan. Dalam langkah follow up atau tindak lanjut,

guna untuk melihat sejauh mana hasil dari konseling itu

membekas kepada klien.31

B. Terapi Behavior

1. Pengertian Teknik Behavior

31

Shahudi Siradj,Pengantar Bimbingan & Konseling, (Surabaya: IAIN SA Perss, 2012), hal.101-103


(51)

43

Terapi behavior adalah salah satu teknik yang digunakan

dalam menyelesaikan tingkah laku yang timbul oleh dorongan dari

dalam dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup,

yang dilakukan melalui proses belajar agar bisa bertindak dan

tingkah laku lebih efektif, lalu mampu menanggapi situasi dan

masalah yang dengan cara yang efektif dan efisien. Aktifitas inilah

yang disebut sebagai belajar.32

Gerald Corey menjelaskan bahwa behavior adalah

pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berkaitan

dengan pengubahan tingkah laku. Pendekatan, teknik dan prosedur

yang dilakukan berakar pada berbagai teori tentang belajar.33

Pelopor-pelopor aliran behavioristik pada dasarnya berpegang

pada keyakinan bahwa perilaku manusia merupakan hasil dari proses

belajar, oleh karena itu dapat diubah dengan belajar baru.34

Jadi, dapat disimpulkan bahwa terapi behavior adalah teknik

yang digunakan pada gangguan tingkah laku yang diperoleh dari

cara belajar yang salah, dan karena diubah melalui proses belajar,

untuk mendapatkan tingkah laku yang sesuai.

2. Tujuan Terapi Behavior

Dalam setiap pemberian terapi tentu saja mengharapkan

sebuah hasil yang tampak dari terapi tersebut. Dalam terapi behavior

32

Kartini Kartono,Patologi Sosial 3(Jakarta:CY Rajawali, 1997) hal 301-301. 33

Gerald Corey,Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: Refika Aditama, 1997), hal. 196. 34

W. S. Winkel, Bimbingan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: PT Grasindo Persada, 1988), hal 87.


(52)

44

yang memfokuskan pada persoalan-persoalan perilaku spesifik atau

perilaku menyimpang, bertujuan untuk menciptakan kondisi-kondisi

baru bagi proses bellajar dengan dasar bahwa segenap tingkah laku

adalah dipelajari termasuk tingkah laku yang maladaptif.35

Tujuan konseling behavior adalah untuk membantu konseli

membuang respon-respon yang lama yang merusak diri, dan

mempelajari respon-respon baru yang lebih sehat. Tujuan terapi

behavior adalah untuk memperoleh perilaku yang baru,

mengeleminasi perilaku yang maladatif dan memperkuat serta

mempertahankan perilaku yang diinginkan.36

Berkaitan dengan definisi diatas, dapat diambil secara umum

bahwa tujuan terapi behavior adalah:

a. Menghapus pola tingkah laku maladaptive atau maladjustment

b. Membantu belajar tingkah laku konstruktif

c. Merubah tingkah laku

3. Hakikat Manusia

Menurut Gerald Corey menyatakan bahwa pendekatan

behavior tidak menguraikan asumsi-asumsi filosofis tertentu tentang

manusia secara langsung. Setiap manusia dipandang memiliki

kecenderungan-kecenderungan positif dan negative yang sama.

35

Gerald Corey,Konseling dan Pikoterapi, (Bandung: Refika Aditama, 1997), hal 199. 36

Sofyan S Willis,Konseling Individu Teori dan Praktek, (Bandung: Al Fabeta, 2009), hal 70.


(53)

45

Manusia pada dasarnya di dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan

social budayanya. Segenap tingkahlaku manusia itu dipelajari.37 Sementara itu, Winkel menyatakan bahwa konseling

behavioristik berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat

manusia, yang sebagian bersifat falsafah dan sebagian bersifat

psikologis, yaitu:

1. Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus

atau jelek.

2. Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkahlakunya sendiri,

menangkap apa yang dilakukannya, dan mengatur serta

mengontrol perilakunya sendiri.

3. Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri

suatu pola tingkahlaku yang baru melalui proses belajar.

4. Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya

pun dipengaruhi oleh perilaku orang lain.38

Berdasarkan dua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa

hakikat manusia pada pandangan behavioris yaitu pada dasarnya

manusia tidak memiliki bakat apapun, semua tingkahlaku manusia

adalah hasil belajar. Manusia pun dapat mempengaruhi orang lain,

begitu pula sebaliknya. Manusia dapat menggunakan orang lain

sebagai model pembelajarannya.

37

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2003), hal 198.

38

Winkel,Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2010), hal 420.


(54)

46

4. Kelebihan dan kekurangan Terapi Behavior

I. Kelemahan

a) Anggota kelompok lebih tergantung pada dukungan dan

dorongan kelompok

b) Beberapa metodenya dipraktekkan secara kaku. Begitu

menekankan pada teknik-teknik dan tidak memadai bagi

individu-individu.

c) Kecenderungan mengabaikan masa lalu dan ketidaksadaran.

Sejarah awal banyak mempengaruhi masyarakat, sementara

itu kelompok behavioral tidak mempertimbangkannya.

d) Kurang fokus pada isu-isu besar kehidupan. Kelompok

behavioral lebih konsentrasi pada kejadian nyata atau

keterampilan dalam kehidupan anggota alih-alih kehidupan

anggota secara keseluruhan.

e) Terkonsentrasi pada perilaku yang tampak, apakah terbuka

atau tertutup. Kelompok behavior tidak mengkonsentrasikan

pada perasaan (feeling), tapi lebih pada dinamika

dibelakangnya.39 II. Kelebihan

39

Ahmad Sugianto,Teori Pendekatan Behavior,

http://akhmad-sugianto.blogspot.co.id/2014/03/teori-pendekatan-behavioral.html, diakses tanggal 25 maret pukul 20.45.


(55)

47

a) Mengembangkan konseling sebagai ilmu karena mengundang

penelitian dan menerapkan ilmu pengetahuan kepada proses

koseling

b) Mengembangkan perilaku yang spesifik sebagai hasil

konseling yang dapat diukur

c) Penekanan bahwa konseling hendaknya memusatkan pada

perilaku sekarang dan bukan pada perilaku yang terjadi

dimasa dating.40

5. Teknik-teknik Terapi Behavior

Untuk mencapai tujuan dalam proses konseling diperlukan

teknik-teknik yang digunakan. Untuk pengubahan perilaku ada

sejumlah teknik yang dapat dilakukan dalam terapi behavior, yaitu:

a. Token Economy

Token economy merupakan salah satu prosedur pengukuhan

positif yang merupakan prosedur kombinasi untuk

meningkatkan, mengajar, mengurangi, dan memelihara berbagai

perilaku dengan cara pemberian token atau kepingan untuk

menguatkan perilaku positif. Token ini berupa poin, cek, stiker,

kupon, tanda bintang atau apapun yang bisa dengan mudah

diidentifikasi sebagai milik siswa. Token ini bisa ditukar dengan

40


(56)

48

benda atau aktivitas pengukuhan yang sering disebut

pengukuhan idaman.41

• Langkah-langkah pelaksanaan token economy

1. Tahap persiapan

Pada tahap persiapan ini ada empat hal yang perlu

diperhatikan, yaitu:

1) Menetapkan tingkah laku atau kegiatan yang akan diubah

yang disebut tingkah laku yang ditarget.

2) Menentukan barang (benda) atau kegiatan, atau hal apa saja

yang mungkin dapat menjadi penukar kepingan.42 Guru atau orang tua harus yang benar bahwa kegiatan atau barang

tersebut disukai oleh anak pada umumnya. Dalam hal ini

pembimbing atau orang tua dapat juga memilih

barang-barang atau kegiatan dengan cara menanyangkan kepada

anak-anak kegiatan atau barang-barang apa yang disukai

anak sebagai hadiah.

3) Menetapkan nilai atau harga untuk setiap kegiatan atau

tingkah laku yang ditargetkan dengan kepingan. Misalnya

apabila anak mengerjakan tugas tanpa menyontek temannya

ia akan menerima 4 poin stiker bintang.

41

Gerald C Davision dkk, Psikologi Abnormal Edisi Ke-9, diterjemahkan oleh Noermalasari Fajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal 68.

42

Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek Edisi Ke-9 Jilid 2, Diterjemahkan oleh Marianto Samosir, (Jakarta: PT Indeks, 2011), hal 171.


(57)

49

4) Menetapkan harga barang-barang atau kegiatan penukar

dengan stiker. Misalkan anak dapat sebuah baju dengan

harga 30 kepingan.43 2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan diawali dengan pembuatan kontrak

antara konselor dan klien. Kegiatan yang sederhana, biasanya

kontraknya cukup secara lisan dan keduanya saling memahami.

Guru dan pembimbing, serta orang yang ditugasi untuk mencatat

peristiwa yang timbul dalam melaksanakan kontrak tingkah laku

melaksanakan tugas sesuai dengan pos masing-masing. Bila

tingkah laku yang ditargetkan muncul, maka segera subjek

mendapatkan hadiah atau kepingan atau lembaran. Setelah

kepingan cukup, subjek dibimbing ke tempat penukaran dengan

membeli kegiatan sesuai dengan nilai kepingan atau lembarannya

tadi. Bimbingan perlu diberikan pada awal pelaksanaan, tetapi

setelah kegiatan berjalan beberapa kali subjek diminta

melaksanakan sendiri menukarkan kepingannya yang ia peroleh

ditempat yang telah ditentukan.44

Dalam kaitannya dengan rambu-rambu bagi pelaksana

program teknik token economy Mamiq Gaza menyarankan:

43

Nimas Rahmawati,Token Economy Sebagai Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Kelas II Sd Baturetno, (Skripsi: Universitas Negeri Yogyakarta, 2013), hal 16.

44


(58)

50

a) Pelaksanaan perlu menyiapkan alat catatan data, siapa yang

mengambil data dan kapan data dicatat.

b) Menentukan siapa yang akan mengelola pengukuh.45

c) Menentukan jumlah kepingan/lembaran yang akan

diperoleh pada setiap perilaku subjek setiap hari.

d) Waspada terhadap kemungkinan hukuman, seyogyanya

menggunakan sedikit hukuman.46 3. Tahap evaluasi

Pada tahap ini akan diketahui faktor-faktor mana

yang perlu ditabahkan ataupun dikurangi dalam daftar

pengukuhan ataupun pengubah tingkah laku yang telah

dilaksanakan tersebut. Keberhasilan dan kekurangan dalam

pelaksanaan didiskusikan untuk merencanakan program

selanjutnya.

Mengenai pemberian token Triantoro Safaria

memberikanpenjelasan bahwanharus dipersiapkan dulu

langkah-langkahnyaengan matang agar prosesnya bisa

berjalan dengan efektif, diantara langkah itu diantaranya:

a) Menyajikan pengukuhan seketika

b) Memilih pengukuhan yang tepat

c) Mengatur kondisi situasional

45

Mamiq Gaza, Bijak Menghukum Siswa: Pedoman Pendidikan Tanpa Kekerasan, (Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2012), Hal 77.

46

Garry Martin & Joseph Pear, Behavior Modification What It Is And How To Do It: Ninth Edition, (Prentice-Hall, Inc, 2010), Hal 313.


(59)

51

d) Menentukan kuantitas pengukuhan

e) Memilih kualitas/kebaruan pengukuhan

f) Memberi sampel pengukuhan

g) Menangani persaingan asosiasi

h) Mengatur jadwal pengukuhan

i) Mempertimbangkan efek pengukuhan terhadap

kelompok

j) Menangani efek kontrol kontrak.47

• Metode atau prosedur dari token economy, diantaranya:

1) Pemadaman (Extiction)

Prosedur ini dilaksanakan dengan orang tua

tidak memberikan baik pengukuhan positif maupun

pengukuhan negatif seolah-olah orang tidak

memperdulikan apa saja yang dilakukan anaknya.48 Penerapan prosedur ini membutuhkan waktu

yang cukup lama, dan membutuhkan konsistensi yang

kuat dari orang tua. Selama penerapan prosedur

pemadaman ini hendaknya orang-orang disekitar anak

jangan sampai melakukan sabotase dengan memberikan

pengukuhan baik itu positif atau negatif.

2) Hukuman

47

Triantoro Safaria,AUTISME Pemahaman Baru Untuk Hidup Bermakna Bagi Orang Tua, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), Hal 199.

48

Triantoro Safaria,AUTISME Pemahaman Baru Untuk Hidup Bermakna Bagi Orang Tua, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), Hal 204.


(60)

52

O’Leary dan O’Leary (1972) menyebutkan tujuh prinsip penguatan hukuman dan efektif dan manusiawi:

a. Gunakan hukuman dengan tidak sering.

b. Jelaskan kepada anak mengapa dihukum.

c. Berikan pada anak saran alternatif untuk

memperoleh penguatan positif.

d. Berikan penguatan kepada anak atas perilaku yang

bertentangan dengan perilaku yang ingin anda

perlemah. (misalnya: jika anda memberikan

hukuman karena tidak melakukan tugas, juga

berikan penguatan karena melakukan tugas).

e. Jangan pernah menggunakan hukuman fisik.

f. Jangan pernah memberikan hukuman ketika anda

dalam keadaan sangat marah atau emosional.

g. Berikan hukuman ketika suatu perilaku dimulai

dan bukan setelah berakhir.49 3) Penyisihan Sesaat (time-out)

Penyisihan sesaat adalah suatu prosedur yang

memindahkan sumber pengukuhan untuk sementara

waktu, bila perlu sasaran muncul sehingga anak tidak

dapat memperoleh pengukuhan tersebut.50

49

Robert E. Slavin, Psikologi, Pendidikan Teori dan Praktek Edisi ke-9 Jilid 2

Diterjemahkan oleh Marianto Samosir, (Jakarta: PT Indeks, 2011), hal 174. 50

Triantoro Safaria,AUTISME Pemahaman Baru Untuk Hidup Bermakna Bagi Orang Tua, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), hal 204.


(61)

53

Contoh: “Tini membuat gaduh di dalam kelas,

kemudian dia dikenai penyisihan sesaat dengan disuruh berdiri di sudut belakang kelas selama lima menit.”

“Rini dan adiknya bertengkar gara-gara berebut acara

TV, sehingga ibunya kemudian mematikan tv-nya selama lima menit.

4) Pengekangan singkat

Hukuman yang dimaksud pada hal ini yaitu

rangsangan aversif yang mana hukumannya hanya jika

mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Jenis yang

paling umum dari rangsangan permusuhan yang

diutarakan oleh Jhon W. Santrok adalah teguran berupa

lisan. Teguran lebih efektif ketika mereka diberikan

segera setelah perilaku yang tidak diinginkan terjadi

dan ketika dialkukan dengan singkat dan langsung ke

intinya.51

Jadi dapat disimpulkan dalam tekniktoken economy

ini dapat divariasikan atau dikombinasikan dengan

teknik lain agar anak tidak menjadi materalistis, atau

tidak sekirannya dilihat prosedur teknik token economy

itu sedikit tidak berjalan dengan efektif.

51

Jhon W. Santrock, Psikologi Pendidikan Edisi ke-5 Diterjemahkan oleh Harya Bhimasena, (Jakarta: Salemba Humanika, 2014) hal 120.


(1)

122

siswa. Selain itu diharapkan kepada para penelit selanjutnya untuk lebih

menyempurnakan penelitian ini karena ia jauh dari kesempurnaan dan


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman bin Syeh Khalid. 2006. Cara Islam Mendidik Anak. Penerjemah

M. Halabi H & M. Fadil. Jogjakarta: AD-DAWA.

Amin Samsul Munir. 2010. Bimbingan Dan Konseling Islam. Jakarta: AMZAH

Aqib Zainal. 2013. Konseling Kesehatan Mental. Bandung: CV Yrama Widya.

Arikunto Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Dan Praktek.

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Asrori Mohammad & Ali Mohammad. 2006. Psikologi Remaja: Perkembangan

Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Badrujaman Aip. 2011Teori dan Aplikasi Evaluasi Program Bimbingan

Konseling. Jakarta: PT Indeks.

Bungin Burhan. 2001. Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan

Kualitatif. Surabaya: Universitas Airlangga.

Corey Gerald . 1997. KonselingdanPikoterapi. Bandung: Refika Aditama,)

Damayanti Nidya. 2012. Buku Pintar Panduan Bimbingan Konseling.

Yogyakarta: Araska.

Darmayanti. 2004. Hubungan Kemandirian Belajar Dan Hasil Belajar Pada

Pendidikan Jarak Jauh. Forum Penelitian.

Davision Gerald C dkk. 2006Psikologi Abnormal Edisi Ke-9, diterjemahkan

oleh Noermalasari Fajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Rosda

Karya.

Djumhur. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV. Ilmu.

Edi Purwanta. 2015. Modifikasi Perilaku. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gaza Mamiq. 2012. Bijak Menghukum Siswa: Pedoman Pendidikan Tanpa Kekerasan. Yogyakarta: AR-Ruzz Media.

Hidayah Rufa & Mu’awanah Elfi. 2009. Bimbingan Konseling Islam di Sekolah

Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hikmawati Fenti. 2011. Bimbingan Konseling Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali


(3)

Indra Kusuma Amir Daien. 1993. pengantar ilmu pendidikan. Surabaya: Usaha

Nasional.

Kartono Kartini. 1997. Patologi Sosial 3. Jakarta:CY Rajawali.

Ketut S Dewa. 2003. Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah. Surabaya:

Usaha Nasional.

Latipun. 2005. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.

Martin Garry & Pear Joseph. 2010. Behavior Modification What It Is And How To Do It: Ninth Edition. Prentice-Hall, Inc.

Mubarok Ahmad. 2002. Konseling Agama Teori dan Kasus. Yogjakarta: Fajar

Pustaka Baru.

Nurihsan Junita & Yusuf Syamsu. 2012. Landasan Bimbingan dan Konseling.

Bandung: Program Pasca Sejrana UPI. Op Cit,. Departemen Agama RI

Rahim Faqih Aunur. 2001Bimbingan dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta:

UII PRESS.

Rasyid Sudrajad dkk. 2006. Kewirausahaan Santri Bimbingan Santri Mandiri.

Jakarta : PT Citrayudha.

Said Az-Zahrani bin Musfir. 2005. Konseling Islam. Jakarta: Gema Insani.

Santoso Agus dkk. 2013Terapi Islam. Surabaya IAIN Sunan Ampel Press.

Santrock Jhon W. 2014Psikologi Pendidikan Edisi ke-5 Diterjemahkan oleh

Harya Bhimasena. Jakarta: Salemba Humanika.

Sayuti Imam Farit. 1997. Pokok-Pokok Bahasan Tentang Bimbingan

Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah. Surabaya: Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel.

Shihab M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian

Volume 5. Jakarta: Lentera Hati.

Siradj Shahudi. 2012. Pengantar Bimbingan & Konseling. Surabaya: IAIN SA

Perss.

Slavin E., Robert. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek Edisi Ke-9


(4)

Sunarto. 2007. Bimbingan Konseling Agama Melalui Pendekatan Istigosah

Dalam Menangani Perilaku “Malima” Pada Seorang Bapak di Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad. Skripsi. Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Suparmoko M. 1995. Metode Penelitian Praktis Yogyakarta: BPFE.

Tafsir Al-Misbah

Tohirin. 2005. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Berbasis

Integrasi. Jakarta: Raja Persada.

Triantoro. 2005. AUTISME Pemahaman Baru Untuk Hidup Bermakna Bagi

Orang Safaria Tua. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Willis Sofyan S. 2010. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung:

Alfabeta.

Winkel. 2010. Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Yogyakarta:

Media Abadi.

Zaenuri A. 2013. Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Teknik Biblioterapi

Dalam Mengatasi Dekadensi Ke-Imanan Seorang Mahasiswa Di Surabaya. Skripsi, IAIN Sunan Ampel Surabaya.

REFERENSI INTERNET:

Haryono Anung. 2004. Belajar Mandiri : Konsep dan penerapannya dalam

sistem pendidikan dan pelatihan terbuka/jarak jauh. Http;//pustekkom. co. id/ teknodik/t13/isi,htm hal 2.

http/jurnal-pendidikan-akutansi-indonesia. 2010. Diakses maret 2016 pukul 10.30.

http://coretanpenasihijau.blogspot.com/2013/03/tugas-kuliah-makalah-kemandirian-dalamhtml# diakses pada 27 maret pukul 09.37.

Knowles, kemandirian belajar (http://Jurnal.fkip-unila.blogspot.com/2013/09/

1975- bulan maret 2016, pukul 10.11)

Musdalifah, Jurnal Perkembangan Sosial Remaja Dalam Kemandirian, Vol 4

Juli- Desember 2007, di akses pada tanggal 17 Maret 2016, pada pukul 09.47

Nor Aini Pratistya. 2012. pengaruh kemandirian belajar dan lingkungan belajar


(5)

Rahmawati Nimas. 2013. Token Economy Sebagai Upaya Meningkatkan

Kedisiplinan Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Kelas II Sd Baturetno. Skripsi: Universitas Negeri Yogyakarta.

Sugianto Ahmad. Teori Pendekatan Behavior,

http://akhmad-sugianto.blogspot.co.id/2014/03/teori-pendekatan-behavioral.html, diakses tanggal 25 maret pukul 20.45.

Winto Yunita dkk. 2003. Pengaruh Pemberian Tunjangan dengan

Menggunakan Metode reward Terhadap Peningkatan Kedisiplinan Kerja Karyawan. Indonesia Psikologi Jurnal.


(6)