PENGARUH STRATIFIKASI PENDIDIKAN TERHADAP LUNTURNYA SIFAT GOTONG ROYONG MASYARAKAT DI KELURAHAN JEMUR WONOSARI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA : TINJAUAN TEORI STRATIFIKASI SOSIAL MENURUT MAX WEBER.

(1)

PENGARUH STRATIFIKASI PENDIDIKAN TERHADAP LUNTURNYA SIFAT GOTONG ROYONG MASYARAKAT DI KELURAHAN JEMUR WONOSARI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA

(Tinjauan Teori Stratifikasi Sosial Menurut Max Weber) SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial

(S. Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

NANCI HERMEYLIAWATI B05212034

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU SOSIAL PROGAM STUDI SOSIOLOGI


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Nanci Hermeyliawati, 2016, Pengaruh Stratifikasi Pendidikan Terhadap Lunturnya Sifat Gotong Royong Di Kelurahan Jemur Wonosari Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya (Tinjauan Teori Stratifikasi Sosial Menurut Max Weber), Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Stratifikasi Pendidikan dan Gotong Royong

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu tentang pengaruh stratifikasi pendidikan terhadap lunturnya sifat gotong royong di kelurahan Jemur Wonosari kecamatan Wonocolo Kota Surabaya serta bagaiamana tanggapan masyarakat sekitar terkait adanya stratifikasi pendidikan dengan gotong royong di Kelurahan Jemur Wonosari Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya.

Metode Penelitian ini adalah Mix Methods (metode penelitian) yaitu penggabungan antara kuantitatif dan kualitatif dengan jenis sequential explanatory designs. Karena pada penelitian ini lebih menekankan pada penelitian kuantitatif. Data kualitatif digunakan sebagai pendukung untuk memperkuat data. Subyek peneliti ini adalah masyarakat pendatang dan asli warga kelurahan Jemur Wonosari. Metode pengumpulan data melalui observasi, angket, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah product moment,

regresi dan anava. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori Stratifikasi Sosial Max Weber.

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa; (1) Stratifikasi pendidikan berpengaruh 0,155 terhadap lunturnya sifat gotong royong, kemudian stratifikasi pendidikan menyumbang 2,219% terhadap peningkatan lunturnya sifat gotong royong di kelurahan Jemur Wonosari kecamatan Wonocolo kota Surabaya. (2) stratifikasi pendidikan tidak melunturkan sifat gotong royong, walaupun pendidikan seseorang tinggi masih memiliki sifat gotong royong.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMANJUDUL DALAM ... i

HALAMANPERSETUJUAN ... ii

HALAMANPENGESAHAN ... iii

HALAMANMOTTO ... iv

HALAMANPERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNG JAWABAN PENULISAN SKRIPSI .. vi

ABSTRAK ... ix

KATAPENGANTAR ... xv

DAFTAR ISI... xvi

DAFTARTABEL ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Metode Penelitian ... 9

1. Jenis Penelitian... 9

2. Populasi, sampel danTeknik Sampling ... 14

3. Variabel dan Indikator ... 17

4. Definisi Operasional ... 18

5. Hipotesis ... 20

6. Teknik Pengumpulan Data ... 21

7. Teknik Analisis Data... 24


(7)

BAB II. STRATIFIKASI SOSIAL DAN LUNTURNYA SIFAT GOTONG ROYONG MASYARAKAT

A. Stratifikasi Sosial ... 35

1. Pengertian Stratifikasi Sosial ... 35

2. Pengertian Stratifikasi Menurut Para Ahli ... 39

3. Sifat Sistem Stratifikasi Sosial ... 42

4. Dasar Pelapisan Masyarakat ... 43

5. Unsur-unsur lapisan masyarakat ... 45

B. Gotong Royong Masyarakat ... 51

1. Pengertian Gotong Royong ... 51

2. Bentuk-bentuk Gotong Royong ... 51

3. Masyarakat ... 52

C. Stratifikasi Sosial dan Gotong Royong dalam Tinjauan Teori Stratifikasi Sosial menurut Max Weber ... 54

1. Teori Stratifikasi Sosial Menurut Max ... 55

2. Kekuasaan Ditentukan Secara Ekonomi dan Tatanan Sosial ... 57

3. Kehormatan Status ... 58

4. Privilese ... 60

D. Penelitian yang Relevan ... 62

BAB III. STRATIFIKASI PENDIDIKAN DAN SIFAT GOTONG ROYONG DI KELURAHAN JEMUR WONOSARI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA A. Deskripsi Umum Kelurahan Jemur Wonosari ... 65

1. Keadaan Geografis ... 65

2. Struktur Organisasi Kelurahan Jemur Wonosari ... 66

3. Data Monografi Penduduk ... 67

4. Keadaan Sosial Keagamaan ... 68

5. Keadaan Sosial Ekonomi ... 68


(8)

B. Analisis Karakteristik Responden ... 70

C. Penyajian Data Hasil Penyebaran Angket Secara Deskripstif ... 72

BAB IV. STRATIFIKASI PENDIDIKAN DAN SIFAT GOTONG ROYONG DALAM ANALISIS TEORI STRATIFIKASI SOSIAL MENURUT MAX WEBER A. Analisis Deskriptif ... 75

B. Analisis Statistik ... 88

1. Product Moment... 88

2. Regresi ... 89

3. Anava ... 93

C. Pengaruh Stratifikasi pendidikan terhadap Lunturnya Sifat Gotong Royong ... 101

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Angket dan Pedoman Wawancara 2. Jadwal Penelitian

3. Biodata Peneliti


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 67

Tabel 3.2 Penduduk Berdasarkan Agama ... 67

Table 3.3 Jenis kelamin responden ... 71

Tabel 3.4 Pendidikan terakhir responden ... 71

Tabel 3.5 Tabel kerja Product Moment dan Regresi ... 72

Tabel 4.1 Prosentase Jawaban Angket ... 75

Tabel 4.2 Worksheet Untuk Menghitung Variance ... 94


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kajian sosiologi ada beberapa ilmu yang harus dipelajari, untuk mengetahui bagaimana tingkat perekembangan manusia, mulai dari lahir sampai ia bersosialisasi dalam masyarakat. Manusia, masyarakat dan lingkungan merupakan fokus kajian sosiologi yang dituangkan dalam kepingan tema utama sosiologi. Masyarakat dengan segala aspek yang ada di dalamnya merupakan suatu objek kajian yang menarik untuk diteliti. Begitu pula dengan sesuatu yang dihargai oleh masyarakat tersebut. Dengan kata lain, sesuatu yang dihargai dalam sebuah komunitas masyarakat akan menciptakan pemisahan lapisan atau kedudukan seseorang tersebut di dalam masyarakat.

Secara umum dapat dipahami bahwa stratifikasi social yang terjadi pada zaman dulu sampai sekarang (kontemporer) adalah sesuatu yang tidak bisa dihindarkan dalam sebuah kajian untuk menindak lanjuti dampak-dampak yang berasal dari kesenjangan stratatifikasi social dalam masyarakat. Stratifikasi social merupakan gejala umum yang dapat diketemukan pada setiap masyarakat.1

Bahwasanya stratifikasi sosial ini sudah ada dari zaman dulu sampai zaman sekarang, stratifikasi tetap ada dan tidak dapat dihindari dalam ruang lingkup masyarakat, akibat dari stratifikasi sosial ini menimbulkan kesenjangan diantara mereka (kaya dan miskin). Jadi kelas atas dan bawah

1 Taneko, b. Soleman. Struktur dan Proses Sosial. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.1993), 94


(11)

2

tetaplah berbeda statusnya dan inilah penyebab gejala umum yang ada dalam masyarakat.

Pada zaman dulu, Aristoteles pernah menyatakan bahwa di dalam tiap negara terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat dan mereka yang berada ditengah-tengahnya. Pernyataan ini sedikit banyak telah membuktikan bahwa di zaman itu dapat di duga pada zaman sebelumnya, orang telah mengakui adanya lapisan-lapisan atau strata di dalam masyarakat, yaitu susunan yang bertingkat.2

Aristoteles menyatakan setiap negara memiliki tiga unsur yakni mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat, dan mereka yang berada di tengah-tengah. Hal ini menunjukkan bahwa lapisan sosial sudah ada di waktu yang lampau dengan istilah susunan yang bertingkat.

Strata sendiri merupakan lapisan, yaitu golongan warga yang mempunyai kedudukan yang setingkat. Kata strata berasal dari kata eija sterno yang berarti “meratakan” atau membuat jalan. Sedangkan stratifikasi social adalah strata atau pelapisan orang-orang yang berkedudukan sama dalam rangkaian kesatuan status sosial. Para anggota strata social tertentu sering kali memiliki jumlah penghasilan yang relative sama. Namun lebih penting dari itu, mereka memiliki sikap, nilai-nilai, dan gaya hidup yang sama. Semakin rendah kedudukan seseorang di dalam pelapisan social, biasanya semakin sedikit pula perkumpulan dan hubungan sosialnya.3

Kata stratifikasi bermula dari kata strata yang berarti meratakan sedangkan stratifikasi sosial sendiri yaitu lapisan-lapisan yang kedudukannya sama dalam kesatuan status sosial. Orang yang kedudukannya tinggi maka mereka akan mempunyai kebiasaan yang sama, dari sikap, nilai-nilai dan gaya hidup yang sama. Sedangkan orang yang kedudukannya rendah akan dikucilkan dan akan mempunyai sedikit perkumpulan dalam hubungan

2 Ibid.,


(12)

3

sosialnya terhadap orang yang kaya. karena mereka tidak memiliki persamaan dalam hal apapun.

”Menurut Petirim A. Sorokin bahwa stratifikasi social (social stratification) adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hierarkis).4”

Dapat dinyatakan bahwa stratifikasi sosial merupakan pengelompokkan antar penduduk di mana ada kelas atas, menengah dan kelas bawah.

Bentuk-bentuk lapisan masyarakat berbeda-beda dan banyak sekali. Lapisan-lapisan tersebut tetap ada, sekalipun dalam masyarakat kapitalis, demokratis, komunistis, dan lain sebagainya. Lapisan masyarakat tadi mulai ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama di dalam suatu organisasi social. Misalnya pada masyarakat-masyarakat yang bertaraf kebudayaan yang bersahaja.

Lapisan masyarakat mula-mula didasarkan pada perbedaan seks, perbedaan antara pemimpin dengan yang dipimpin, golongan buangan/budak dan bukan buangan/budak, pembagian kerja, dan bahkan juga suatu pembedaan berdasarkan kekayaan. Semakin rumit dan semakin maju tekhnologi sesuatu masyarakat, semakin kompleks pula system lapisan masyarakat. 5

Pada dasarnya awal mula perbedaan lapisan masyarakat didasarkan pada beberapa indikator, antara lain : perbedaan seks, perbedaan antara peimpin dengan yang dipimpin, golongan budak dan bukan golongan budak, pembagian kerja, dan bahkan juga suatu pembedaan berdasarkan kekayaan.

4 Abdulsyani. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. (Jakarta: Bumi Aksara.2012), 82 5 Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: PT Raja Grafindo. 2012),198


(13)

4

Artinya semakin rumit dan semakin maju teknologi suatu masyarakat, maka semakin kompleks pula sistem lapisan masyarakat.

Stratifikasi social dalam masyarakat pada dasarnya terbagi menjadi dua, yakni stratifikasi social berdasarkan Ascribed Status (perolehan) dan stratifikasi social berdasarkan Achieved Status (raihan). Ascribed status yaitu status yang diperoleh secara alamiah, artinya posisi yang melekat dalam diri seseorang diperoleh tanpa melalui serangkaian usaha diantaranya usia, jenis kelamin, kekerabatan, kelahiran, dan kelompok tertentu. Sedangkan Achieved status merupakan status seseorang yang disandang melalui perjuangan.6 Dalam hal ini yang berkaitan dengan pengaruh lunturnya sifat gotong royong adalah stratifikasi social berdasarkan (Achieved status) raihan terdiri dari : “1). Stratifikasi pendidikan, 2). Stratifikasi pekerjaan, 3). Stratifikasi ekonomi.7

Sebagaimana telah disebutkan dimuka, bahwa secara sederhana terjadinya stratifikasi social karena ada sesuatu yang dibanggakan oleh setiap orang atau kelompok orang dalam kehidupan masyarakat. Stratifikasi social dapat terjadi dengan sendirinya dalam masyarakat, dapat pula dibentuk dengan sengaja dalam rangka usaha manusia untuk mengejar cita-cita bersama.

”Menurut Soerjono Soekanto, semua manusia dapat dianggap sederajat, akan tetapi sesuai dengan kenyataan kehidupan dalam kelompok-kelompok social, halnya tidaklah demikian”.8

6 Setiadi M Elly. Kolip, Usman. Pengantar Sosiologi (Bandung:Kencana.2010), 430 7 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia. 2000), 87

8 Abdulsyani. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan(Jakarta: PT Bumi Aksara. 2012), 84


(14)

5

Tuhan mencipatakan semua umat manusia memilki derajad yang sama. Tapi tidak halnya seperti hakikat kehidupan bermasyarakat saat ini. Dimana terdapat berbagai macam stratifikasi sosial yang terbentuk dalam masyarakat

Gotong royong merupakan suatu istilah asli Indonesia yang berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. Kata tersebut berasal dari dua kata yaitu gotong yang artinya bekerja dan royong yang artinya bersama. Selain itu gotong royong adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan bersifat suka rela agar kegiataan yang dikerjakan dapat berjalan dengan lancar, mudah dan ringan. Gotong royong memang sudah dikenal zaman dulu, dari dulu memang gotong royong ini sangat erat dengan kehidupan masyarakat. Masyarakat zaman dulu bila mempunyai pekerjaan yang berat dan merasa tidak bisa menyelesaikan sendiri pasti mereka minta bantuan kepada lainnya dan istilah ini disebut gotong royong. Memang pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu bersama dengan sesamanya tetapi tetap harus diajarkan nilainnya dari perbuatan tertentu semacam gotong royong.

Berdasarkan hasil wawancara, serta informasi yang diperoleh dari salah satu warga di kelurahan Jemur Wonosari pada awal bulan September 2015, beliau memaparkan bahwa ditemukan permasalahan yang berkaitan dengan kelas atas dan bawah yang sangat menonjol, yang biasanya disebut dengan stratifikasi sosial.9 Peneliti disini juga mengkaitkan stratifikasi sosial dengan sifat gotong royong masyarakat. Di kelurahan Jemur Wononosari ini

9 Hasil wawancara, observasi dan dokumentasi dengan Mbak Wati, tanggal 10 Oktober 2015


(15)

6

terdapat stratifikasi social dan hal ini menyebabkan masyarakat saling membeda-bedakan sehingga muncul fenomena masyarakat berkelompok atau bergerombol sesuai dengan latar belakangnya, misalnya kelompok orang yang berpendidikan tinggi otomatis mereka mempunyai pekerjaan yang baik dan tepat, maka mereka akan dengan sendirinya berkelompok atau bergerombol sesuai latar belakang tersebut. Begitu pula sebaliknya orang yang berpendidikan rendah maka akan berkumpul dengan orang yang berpendidikan rendah juga. Pendidikan suatu hal yang penting bagi kehidupan masyarakat karena semakin tinggi pendidikannya maka semakin besar mendapat pekerjaan yang baik sesuai pendidikan terakhirnya dan akan membawa kesuksesan dalam kehidupannya kelak. Di Kelurahan Jemur Wonosari masih terdapat masyarakat yang pendidikannya rendah, dan disini tidak hanya masyarakat asli yang mendiami tetapi warga pendatang juga, namun kebanyakan sekarang mayoritas masyarakatnya rata dalam artian pekerjaan semua sebanding tidak ada warga pendatang maupun asli yang lebih sukses semua rata ada yang bekerja sebagai wiraswasta, guru, polisi, TNI, buruh pabrik, penjaga toko, pom bensin, pedagang makanan, dan lain-lain. Pekerjaan yang tidak menjamin perekonomian yang tentu dapat disebabkan minimnya pendidikan, begitu juga dengan sebaliknya pekerjaan mereka yang layak serta terjamin penghasilannya dikarenakan memiliki latar belakang pendidikan yang cukup bahkan kebanyakan hingga ke perguruan tinggi. Jadi status mereka yang berpendidikan, pekerjaan baik, ekonomi


(16)

7

terjamin merekalah yang menduduki kelas tinggi dan dipandang lebih jika dibandingkan dengan yang mereka yang kelas bawah.

Begitu juga dalam hal gotong royong, masyarakat masih ada yang peduli dan ada beberapa orang tidak peduli dengan lingkungannya, misalnya bulan agustus lalu ada program Green and Clean. Terdapat masyarakat yang aktif dengan program tersebut tapi ada juga yang memberi uang, jajan dan rokok saja dengan kegiatan itu dan biasanya yang melakukan hal seperti itu orang yang tidak bisa membantu karena dia dapat bagian sift kerja pagi atau orang yang benar-benar orang kelas atas. Apabila ada warga yang kelasnya tinggi mengadakan acara makan-makan, atau acara tasyakuran dan lain-lain, mereka ada yang mengundang orang yang kelas bawah ada juga orang hanya mengundang yang sederajat dengannya.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu diadakannya suatu penelitian, apakah stratifikasi pendidikan berpengaruh terhadap peningkatan lunturnya sifat gotong royong dan seberapa besar pengaruhnya pada masyarakat di kelurahan Jemur Wonosari serta bagaimana tanggapan mereka tentang pengaruh stratifikasi pendidikan terhadap gotong royong.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis dapat merumuskan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu:


(17)

8

1. Apakah stratifikasi pendidikan berpengaruh terhadap lunturnya sifat gotong royong di kelurahan Jemur Wonosari kecamatan Wonocolo kota Surabaya?

2. Bagaimana masyarakat sekitar menanggapi pengaruh stratifikasi pendidikan dengan aktivitas gotong royong di Kelurahan Jemur Wonosari kecamatan Wonocolo kota Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas maka penulis dapat mengambil tujuan penelitian yang akan dikaji dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh stratifikasi pendidikan terhadap lunturnya sifat gotong royong.

2. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat sekitar terkait adanya stratifikasi pendidikan dengan aktivitas gotong royong di kelurahan Jemur Wonosari.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka peneliti berharap hasil penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat, baik itu secara teoritis maupun secara praktis bagi para pembacanya.

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan pengetahuan serta menambah wawasan bagi peneliti lain khususnya tentang pengaruh stratifikasi pendidikan terhadap lunturnya sifat gotong royong di Kelurahan Jemur Wonosari.


(18)

9

b. Sebagai sumber referensi bagi para Mahasiswa khusunya tentang stratifikasi sosial dalam peningkatan lunturnya sifat gotong royong. 2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu dan menyadarkan masyarakat bahwa dalam stratifikasi pendidikan tidak menimbulkan lunturnya sifat sifat gotong royong bisa jadi disebakan oleh factor lain. b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sebuah rujukan atau sebagai

bahan pertimbangan dalam melaksanakan tugas penelitian yang sama.

E. Metode Penelitian

1. Metode dan Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode mixed methods. Penelitian ini merupakan suatu langkah penelitian dengan menggabungkan dua bentuk penelitian yang telah ada sebelumnya yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Menurut Creswell penelitian campuran merupakan pendekatan penelitian yang mengkombinasikan antara penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif.10

Menurut Sugiyono menyatakan bahwa metode penelitian kombinasi (mixed methods) adalah suatu metode penelitian antara metode kuantitatif dengan metode kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama

10 John W. Creswell. Research Design:Pendekatan Kualitatif,Kuantitatif dan


(19)

10

dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliable dan obyektif.”11

Munculnya mixed methods ini mulanya hanya mencari usaha penggabungan antara data kualitatif dan kuantitatif.12 Diperjelas lagi oleh Tashakkori dan Teddi, bahwa mengkombinasikan pendekatan kualitatif dan kuantitatif ini muncul setelah adanya debat yang berkepanjangan antara dua paradigm yang menjadi pedoman dari peneliti, kedua paradigm tersebut adalah positivis/empiris yang menjadi dasar konseptual dari metode kuantitatif dan paradigma konstruktivis/fenomenologi yang menjadi dasar dari metode kualitatif.13

Fokus penggabungan dua metode (kualitatif dan kuantitatif) lebih pada teknik pengumpulan data dan analisis data, sehingga peneliti dapat membandingkan seluruh data temuan dari kedua metode tersebut, yang selanjutnya diperoleh kesimpulan dan saran apakah kedua data saling memperkuat, memperlemah atau bertentangan.

Menurut Creswell, strategi-strategi dalam mixed methods, yaitu:14 a. Strategi metode campuran sekuensial/bertahap (sequential mixed

methods) merupakan strategi bagi peneliti untuk menggabungkan data yang ditemukan dari satu metode dengan metode lainnya. Strategi ini dapat dilakukan dengan interview terlebih dahulu untuk mendapatkan

11 Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). (Bandung: Alfabeta. 2012)., 404

12 John W. Creswell. Research Design.,22

13 Abbas Tashakkori dan Chaerles Teddlie. Mixed Methodhology: Mengkombinasikan

Kualitatif dan Kuantitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2010).,2-4


(20)

11

data kualitatif, lalu diikuti dengan data kuantitatif dalam hal ini menggunakan survey. Strategi ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1) Strategi eksplanatoris sekuensial. Dalam strategi ini tahap pertama

adalah mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif kemudian diikuti oleh pengumpulan dan menganalisis data kualitatif yang dibangun berdasarkan hasil awal kuantitatif. Bobot atau prioritas ini diberikan pada data kuantitatif.

2) Strategi eksploratoris sekuensial. Strategi ini kebalikan dari strategi eksplanatoris sekuensial, pada tahap pertama peneliti mengumpulkan dan menganalisis data kualitatif kemudian mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif pada tahap kedua yang didasarkan pada hasil dari tahap pertama.

3) Strategi transformative sekuensial. Pada strategi ini peneliti menggunakan perspektif teori untuk membentuk prosedur-prosedur tertentu dalam penelitian. Dalam model ini, peneliti boleh memilih untuk menggunakan salah satu dari dua metode dalam tahap pertama, dan bobotnya dapat diberikan pada salah satu dari keduanya atau dibagikan secara merata pada masing-masing tahap penelitian.15

b. Strategi metode campuran konkuren/sewaktu waktu (concurren mixed method) merupakan penelitian yang menggabungkan antara data

15 Ibid, 316-318


(21)

12

kuantitatif dan data kualitatif dalam satu waktu. Terdapat tiga strategi pada strategi metode campuran konkuren ini, yaitu:

1) Strategi triangulasi konkuren. Dalam strategi ini, peneliti mengumpulkan data kuantitatif dan data kualitatif dalam waktu bersamaan pada tahap penelitian, kemudian membandingkan antara data kualitatif dengan data kuantitatif untuk mengetahui perbedaan atau kombinasi.

2) Strategi embedded konkuren. Strategi ini hamper sama dengan model triangulasi konkuren, karena sama-sama mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif dalam waktu bersamaan. Membedakannya adalah model ini memiliki metode primer yang memadu proyek dan data sekunder yang memiliki peran pendukung dalam setiap prosedur penelitian. Metode sekunder yang begitu dominan/berperan (baik itu kualitatif atau kuantitatif) ditancapkan (embedded) kedalam metode yang lebih dominan (kualitatif atau kuantitatif).

3) Strategi transformative konkuren. Seperti model transformative sequential yaitu dapat diterapkan dengan mengumpulkan data kualitatif dan data kuantitatif secara bersamaan serta didasarkan pada perspektif teoritis tertentu.

c. Prosedur metode campuran transformative (transformative mixed methods) merupakan prosedur penelitian dimana peneliti menggunakan kacamata teoritis sebagai perspektif overaching yang


(22)

13

didalamnya terdiri dari data kualitatif dan data kuantitatif. Perspektif inilah yang nantinya akan memberikan kerangka kerja untuk topic penelitian, tekhnik pengumpulan data, dan hasil yang diharapkan dari penelitian.16

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan strategi metode campuran konkuren/sewaktu-waktu (concurren mixed method)

terutama strategi triangulasi konkuren. Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data kuantitatif dan data kualitatif secara bersamaan untuk menjawab rumusan masalah apakah stratifikasi social berpengaruh terhadap peningkatan lunturnya sifat gotong royong masyarakat dan seberapa besar pengaruh stratifikasi pendidikan terhadap lunturnya sifat gotong royong masyarakat di Kelurahan Jemur Wonosari, serta menjawab rumusan masalah bagiamana proses interaksi masyarakat sekitar di Kelurahan Jemur Wonosari.

Jenis desain penelitian pada penelitian mixed methods dibagi menjadi tiga yaitu sequential explanatory design, sequential explaratory design dan concurrent triangulation design. Pertama,

sequential explanatory designs, pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif dilaksanakan dalam dua tahap, dengan penekanan utama pada metode kuantitatif. Kedua, sequential exploratory design yaitu pengumpulan data kuantitatif dilakukan pertama kali dan dianalisis, kemudian data kuanlitatif dikumpulkan dan dianalisis. Jenis sequential

16 Ibid, 320-324


(23)

14

exploratory lebih menekankan pada kualitatif. Ketiga adalah concurrent triangulation designs (juga disebut desain intergrantive atau konvergen) di mana peneliti secara bersamaan mengumpulkan data kuantitatif dan kualitataif, menggabungkan dalam analisis metode analisis data kuantitatif dan kualitatif, dan kemudian menafsirkan hasilnya bersama-sama untuk memberikan pemahaman yang lebih baik dari fenomena yang menarik.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sequential explanatory designs. Karena pada penelitian ini lebih menekankan pada penelitian kuantitatif. Data kualitatif digunakan sebagai pendudkung untuk memperkuat data. Penggabungan data kuantitatif dengan kata kualitatif ini biasanya didasarkan pada hasil-hasil yang telah diperoleh sebelumnya dari tahap pertama. Prioritas utama pada tahap ini lebih ditekankan pada tahap pertama, dan proses penggabungan diantara keduanya terjadi ketika peneliti menghubungkan antara analisis data kuantitatif dengan pengumpulan data kualitatif.

2. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling a. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan


(24)

15

dengan masalah penelitian, atau keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang akan diteliti.17

Menurut Sutrisno Hadi populasi merupakan, seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki (universum) Populasi dibatasi sebagai sejumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai sifat yang sama.18 Populasi yang peneliti ambil yaitu seluruh masyarakat di Kelurahan Jemur Wonosari.

b. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri keadaan tertentu yang akan diteliti, atau sebagian anggota populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasi19

Sampel yang diambil peneliti apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Sebaliknya, jika jumlah subjeknya besar atau lebih daro 100 maka subjeknya besar atau lebih dari 100 maka subjek penelitiannya diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih.20

Rumus pengambilan sampel yaitu n = N N.d2+1 Keterangan:

17 Nanang Martono. StatistikSosial Teori dan Aplikasi bProgram SPSS. ( Yogyakarta: Gava Media.2010),242

18 Sutrisno Hadi. Statistik. (Yogyakarta: Andi,2000),220

19 Nanang Martono. StatistikSosial Teori dan Aplikasi bProgram SPSS ( Yogyakarta: Gava Media.2010),15

20 Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Yogyakarta: Rineka Cipta. 2002), 182


(25)

16

n : Jumlah Sampel N : Jumlah Populasi

d : Presisisi yang di tetapkan

Jika populasi sebayak orang dengan presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90% maka besarnya sampel adalah:

N = 22.049 = 99,54 22.049(0,1)2 +1

Jika dibulatkan, jumlah responden dalam penelitian ini menjadi 100 responden.

c. Tekhnik Sampling

Teknik Sampling merupakan sebuah teknik untuk pengambilan sampel. Tekhnik sampling yang digunakan oleh peneliti yaitu non probability sampling yang merupakan teknik sampling yang tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama setiap bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.21

Teknik Sampling yang digunakan oleh peneliti yakni proposive sampling, dimana penelitian ini tidak dilakukan pada seluruh populasi, tapi terfokus pada target. Proposive Sampling artinya bahwa teknik penentuan sampel yang dilakukan dengan pertimbangan tertentu.22 Pengambilan sampel dengan metode ini bertujuan untuk mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriteria tersebut adalah RW 02 RT 5, RW 4 RT 001 & 002 dan

21 Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis (Jakarta: Alfabeta, 2005), 122

22 Awal Isgiyanto. Tehnik Pengambilan Sampel Pada Penelitian Non-Eksperimental (Jogjakarta: Mitra Cendekia Press, 2009), 75


(26)

17

responden memiliki informasi yang cukup untuk diteliti. Dari responden tersebut dapat diambil beberapa kriteria. Misalnya: menurut usia, pendidikan, golongan/pangkat, dan sebagainya.23

3. Variabel dan indicator Penelitian a. Variabel

Variabel yang digunakan oleh peneliti untuk penelitian ini yaitu variabel bebas (x) dan variabel terikat (y). Variabel bebas (independen variabel) merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain atau menghasilkan akibat pada variabel yang lain, yang pada umumnya berada dalam urutan tata waktu yang terjadi lebih dulu. Keberadaan variabel ini dalam penelitian kuantitatif merupakan variabel yang menjelaskan terjadinya focus atau topic penelitian. Variabel terikat

(dependent variabel) merupakan variabel yang diakibatkan atau dipengaruhi oleh variabel bebas. Keberadaan variabel ini dalam penelitian kuantitatif adalah sebagai variabel yang dijelaskan dalam focus atau topic penelitian.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh peneliti yakni mengenai pengaruh stratifikasi pendidikan terhadap lunturnya sifat gotong royong di Kelurahan Jemur Wonosari, Kecamatan Wonocolo Surabaya. Maka variabel bebas (x) dalam penelitian ini adalah “Stratifikasi Pendidikan” sedangkan variabel terikatnya (y) adalah “sifat gotong royong”


(27)

18

b. Indikator Penelitian

Indikator merupakan sesuatu yang berhubungan dengan yang diteliti. Indicator yang telah ditentukan oleh peneliti berdasakan penelitian yang diangkat yaitu pengaruh stratifikasi social terhadappeningkatan lunturnya sifat gotong royong.

1) Variabel X yaitu Stratifikasi Pendidikan, maka Indikator Vx, diantaranya yakni :

Perguruan Tinggi, SMA,

SMP, dan SD

2) Variabel Y yaitu sifat gotong royong, Indikator Vy diantaranya: a) Kerja Bakti

b) Tolong Menolong

4. Definisi Operasional

a. Startifikasi social

Stratifikasi social adalah suatu lapisan masyarakat yang di dalamnya terdapat kelas-kelas social dimana didalam setiap masyarakat di manapun selalu dan pasti mempunyai sesuatu yang dihargai dan sesuatu yang dihargai dan sesuatu yang dihargai


(28)

19

dimasyarakat itu bisa berupa kekayaan, ilmu penegtahuan dan keturunan keluarga terhormat.24

b. Pendidikan

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

c. Gotong Royong

Gotong royong merupakan suatu bentuk saling tolong menolong yang berlaku di lingkungan bermasyarakat. Gotong royong sebagai bentuk kerjasama antar individu dan antar kelompok membentuk status norma yang menjadi kepentingan bersama. Bentuk kerjasama gotong royong ini merupakan salah satu bentuk solidaritas social.

Guna memelihara nilai-niai solidaritas social dan partisipasi masyarakat secara sukarela dalam pembangunan di era sekarang ini, maka perlu ditumbuhkan dari interaksi social yang berlangsung karena ikatan kultural sehingga memunculkan kebersamaan komunitas yang unsur-unsurnya meliputi: seperasaan, sepenanggungan, dan saling butuh. Pada akhirnya menumbuhkan kembali solidaritas social.

Dalam kehidupan, wawasan hidup seseorang yakni, gagasan, sikap, dan cita-cita hidupnya akan terwujud apabila memiliki ketahanan hidup yakni kemampuan, ketangguhan, dan keuletan untuk

24 J. Dwinarwoko & Bagong Suyanto. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. (Jakarta: Kencana Perdana Media Group)., 152


(29)

20

menjamin kelangsungan hidupnya yang jaya, sejahtera dan bahagia di dalam suatu usaha pengelolaan hidup yang serasi.25

d. Masyarakat

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul” atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi”. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui apa warga-warganya dapat saling berinteraksi.26

5. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti. Hipotesis akan teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala, kesenjangan ini disebut percobaan atau eksperimen. Hipotesisis yang telah teruji kebenarannya disebut teori.27

Dari judul yang diangkat oleh peneliti yakni Pengaruh Stratifikasi Sosial Terhadap Peningkatan Lunturnya Sifat Gotong Royong di Kelurahan Jemur Wonosari maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut

25 Moh Soerjani dkk(Ed), Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan Dalam

Pembangunan, ( Jakarta: UI-Press,2008),256

26 Koendjoro Ningrat. Pengantar Ilmu Antropologi ( Jakarta: Rineka Cipta, 1979), 144 27 http://id.m.wikipedia.org/wiki/Hipotesis, 19 September 2015, 00.05 WIb


(30)

21

a. Hipotesis Nihil (Hο)

Variabel stratifikasi pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap lunturnya sifat gotong royong masyarakat di kelurahan Jemur Wonosari kecamatan Wonocolo kota Surabaya.

b. Hipotesis Alternatif ( Ha ) / (H1)

Variabel stratifikasi pendidikan berpengaruh signifikan terhadap lunturnya sifat gotong royong masyarakat di kelurahan Jemur Wonosari kecamatan Wonocolo kota Surabaya.

6. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan selalu ada hubungan anatara metode pengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan.28

Menurut Arikunto teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data.Cara menunjukan pada suatu yang abstrak, tidak dapat diwujudkan dalam benda yang kasat mata, tetapi hanya dapat dipertontonkan penggunanya.29

Sebagaimana telah dituliskan sebelumnya, penelitian model campuaran yang sempurna menggunakan kedua jenis pengumpulan data (kuantitatif dan kualitatif) dan kedua jenis analis data (statistic dan analisis

28 Moh. Nazir. Metode Penelitian. (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia. 2005).,174 29 Suharsimi Arikunto. Manajemen Pendidikan. ( Jakarta: Rineka Cipta.2005).,100


(31)

22

kualitatif).30 Pada umumnya tekhnik pengumpulan data yang penulis pilih yaitu:

a. Observasi

Teknik observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap obyek yang telah ditentukan, guna memperoleh data yang langsung dapat diambil oleh peneliti yaitu mengenai stratifikasi social dan seberapa besar pengaruhnya terhadap lunturnya sifat gotong royong.

Sutrisno Hadi mengatakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang komples, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis.

Maksud dari Sutrisno Hadi observasi yaitu proses dimana peneliti turun kelapangan untuk mengamati lingkungan yang akan ditelitinya. Dua diantara yang paling penting adalah proses - proses pengamatan dan ingatan.31 Teknik pengumpulan data denganobservasi digunakan bila, penelitian berkenan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.

b. Kuesioner(Angket)

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaa atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik

30 Abbas tashakkori dan Charles Teddlie. Mixed Methodology. 242

31 Sugiyono.Metode Penelitian Kuantitatif Kulitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta.2012), 145


(32)

23

pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Selain itu, kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar diwilayah yang luas. Kuesioner dapat berupa pertanyaan / pertanyaan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos atau inetrenet.

Bila penelitian dilakukan pada lingkup yang tidak terlalu luas, sehingga kuesioner dapat diantarkan langsung dalam waktu tidak terlalu lama, maka pengiriman angket kepada responden tidak perlu melalui pos. Dengan adaya kontak langsung anatara peneliti dengan responden akan menciptakan suatu kondisi yang cukup baik, sehingga responden dengan sukarela akan memberikan data obyektif dan cepat. c. Wawancara ( Interview)

Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung kepada seseorang yang berwenang tentang suatu masalah.32 Peneliti dalam hal ini berkedudukan sebagai interviewer, mengajukan pertanyaa, menilai jawaban, meminta penjelasan, mencatatat dan menggali pertanyaan lebih dalam. Di pihak lain, sumber informasi (informan) menjawab pertanyaan, memberi penjelasan dan kadang-kadang juga membalas pertanyaan.33

32 Suharsismi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. (Jakarta: Rineka Cipta.2002).,231


(33)

24

d. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, diary, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, dan sebagainnya.34 Peneliti menggunakan metode ini untuk memperoleh dokumen atau arsip yang ada terkait dengan kesenjangan stratifikasi social dalam mempengaruhi peningkatan lunturnya sifat gotong royong.

7. Teknik Analisa Data

a. Analisis Data Kuantitaif

Analisis data yang dilaksanakan dalam penelitian ini digunakan dua pendekatan yakni pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari pengujian menggunakan kuesioner yng disebar pada seluruh masyarakat untuk mengungkap permasalahan. Selanjutnya data hasil kuesioner diolah dengan analisis deskriptif kuantitatif. Pemaparan data digambarkan dalam bentuk table, grafik, dan diagram.

Dalam analisis data pertama yang akan dilakukan oleh peneliti, yaitu melakukan anlisis data seperti yang dilakukan Boldan dan Biklen, bahwa peneliti akan berupaya menganalisis data dengan jalan bekerja dengan data, mengorgnisasikan data, memilah-memilahnya menjadi satu yang dikelola, mensintesiskannya, mencari, menemukan


(34)

25

pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat dicewritakan kepada orang lain.

Metode analisis data yang digunakan peneliti adalah :

Analisis data dilakukan dangan mengikuti petunjuk yang ada dalam manual masing-masing instrument pengumpul data. Data kuantitatif dapat dianalisis dengan menggunakan statistic. Karena untuk melihat sejauh mana korelasi atau pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Maka analisis data yang digunakan peneliti adalah produk momen. Adapun rumus yang digunakan yakni :

rxy = N. ∑ XY – (∑ X) (∑ Y)

[N . ∑ X2 (∑ X)2] [ ( N. (∑ Y2 (∑ Y)2)] Keterangan :

rxy : Koefisien Korelasi Product Moment

N : jumlah individu dalam sampel X : angka mentah untuk variabel X Y : angka mentah untuk variabel Y

Setelah menganalisis dengan product momen lalu peneliti menggunakan teknik data statistic. Teknik data statistic yaitu suatu teknik anlisis yang bertujuan untuk mencari kesimpulan dari data-data yang bertujuan angka. Teknik yang digunakan adalah analisa regresi, karena untuk melihat berapa % sumbangan variabel X terhadap variabel Y, dengan rumus:


(35)

26

1) ∑XY = ∑XY − ∑ ∑ N 2) ∑X = ∑X − ∑

N 3) ∑Y = ∑Y − ∑

N a. Hitung α1 dan αο : 1) ɑ = ∑

2) ɑ =∑ −ɑ . ∑ N Fungsi Y ; Y = αο + α1 X

Y = subyek dalam variabel dependen yang dipredisikan (Variabel terikat)

αο= harga atau nilai konstanta α1 = koefisien regresi

X = variabel independen N = jumlah observasi b. Koefisien Determinasi 3) R =� ∑

c. Mencari Standart Eror 4) J =∑ −� −∑

�− 5) Sɑo= √(J ) ∑

N∑ 6) Sɑ = √(J )


(36)

27

Dengan hipotesa

Hο (Hipotesa Nihil) = Variabel pengaruh stratifikasi sosial tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan lunturnya sifat gotong royong di Kelurahan Jemur Wonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya. Ha (Hipotesa Alternatif) = Variabel pengaruh stratifikasi social

berpengaruh signifikan terhadap peningkatan lunturnya sifat gotong royong di Kelurahan Jemur Wonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya.

Uji Signifikan estimasi, Hο= αο: 0 Ha = αο≠ 0

α1 : 0 α1 ≠ 0

Untuk αο: tο= αο

Sαο

Untuk α1 : tο= α1

Sα1

t1/2 ( 0.05) df = N-2

tο< tt = Hο: diterima

Ha : diterima

tο > tt = Hο : ditolak

Ha : ditolak

Pada tahap kedua peneliti menggunakan analisa variance untuk menegtahui apakah terdapat perbedaan stratifikasi sosial pendidikan dalam mempengaruhi lunturnya sifat gotong royong masyarakat di kelurahan Jemur Wonosari kecamatan Wonocolo kota Surabaya.


(37)

28

Pada dasarnya tidak lain dari teknik matematik untuk memisahkan komponen-komponen variasi dalam satu set hasil penelitian. Dalam keterangan-keterangan lebih lanjut, analisa variance

yang diterangkan dihubungkan dengan desain percobaan yang dipilih. Dalam analisa variance, kita menggunakan uji F. statistic F dicari dengan rumus berikut

F =MSMSP E Dimana:

MSP = mean square antar perlakuan

MSE = mean square error (dalam perlakuan)

Untuk mencari mean squere, diperlukan sumsquare. Dalam desain randomisasi lengkap, sumsquare total (SST) dipecahkan atas 55

perlakuan (55p) dn sumsquare error atau sumsquare dalam perlakuan

(SSE).

Dalam analisa variance desain percobaan dengan randomisasi lengkap, prosedurnya adalah sebagai berikut:

a) Rumuskan hipotesa :

Hο : u1 = …. = uk, yaitu: tidak ada bedaantara mean-mean

dari populasi.


(38)

29

b) Menentukan jumlah pengamatan dari sampel, yaitu : n1 = besar sampel 1

n2 = besar sampel 2

nj = besar sampel j

n = total pengamatan, yaitu: n + n + ⋯ + nj+ ⋯ + nk c) Menentukan level significance a.

d) Buat Tabel Analisa Variance (ANAVA) : Untuk ini perlu dihitung lebih dahulu :

(1) Hitung correction factor : CF = ∑Tnj

Di mana:

CF = correction factor

∑Tj = total nilai pengamatan (nilai variabel)

N = total anggota sampel (besar sampel) (2) Hitung sumsquare total :

SST = ∑ (Xij)2 − CF

Di mana:

SST = smsquare total

Xij = nilai pengamatan I dari sampel j

(3) Hitung sumsquare antar perlakuan : SSp = ∑Tn – CF

Di mana:


(39)

30

nj = besar sampel j

SSP = sumsquare antarperlakuan

(4) Hitung sumsquare error : SSE = SST − SSP

Di mana:

SSE = samsquare error

SSP= samsquare antarperlakuan

SST = samsquare total

Tentukan degree of freedom: DFP = k − 1

DFT = n − 1

DFE = DFT– DFP

Di mana:

DFP = degree of freedom antar perlakuan

DFT = degree of freedom total

DFE = degree of freedom error

n = jumlah anggota total sampel k = jumlah perlakuan

(5) Hitung Mean square : MSP =DFSSP

P

MSE = DFSSE

E

Di mana:


(40)

31

MSE =mean square error

DFP = degree of freedom antar perlakuan

DFE = degree of freedom error

(6) Hitung harga statistic F, yaitu : F = MSP

MSE

Di mana:

MSP = mean square antar perlakuan

MSE = mean square error

F = statistic F

Semua perhitungan di atas dapat disingkatkan dalam sebuah tabel yang dinamakan Tabel Analisa Variance, atau Tabel ANAVA. Bentuknya adalah seperti dibawah ini:

Tabel.1.1

Tabel ANAVA dari Desain Randomisasi Lengkap Sumber

Variasi

DF SS MS

Antar perlakuan

K – 1 SSP �

− �� ��

Dalam perlakuan

(n−k) – (k−1)

SSE �

� − − −

Total N − k SST

� −

e) Cari harga distribusi F pada level signification yang diinginkan, yaitu : Fa : f1,f2

f) Menentukan daerah penolakan hipotesa: Tolak Hο, terima HA, , jika F > Fa; f1, f2


(41)

32

Terima Hο, tolak HA, jika F < Fa; f1, f2

g) Kesimpulan berdasarkan uji di atas. Jika hipotesaditerima, berarti tidak ada beda antara mean dari populasi, atau kita sebutkan bahwa perbedaan

mean tidak significance. b. Analisis data Kualitatif

Menurut Miles dan Huberman data kualitaif diperoleh dari data

relaction, data display dan conclusion drawing/verification.35 Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian, pada penyerdahanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung, bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sebagaimana terlihat dari permasalahan studi dan pendekatan pengumpulan data yang dipilih penelti. Mereduksi data dengan cara seleksi ketat atas data, ringkasan atau uraian data singkat dan menggolongkan dalam pola yang lebih jelas.36 Analisa data kualitatif ini dimaksudkan untuk menjawab rumusan masalah mengenai bagaimana interaksi masyarakat pendatang dengan masyarakat asli di kelurahan Jemur Wonosari.

Setelah menganalisis data kemudian dilanjutkan dengan keabsahan data kualitatif yaitu dengan cara triangulasi. Triangulasi dalam penelitian ini adalah dengan membandingkan informasi dari informan yang satu dengan informan yang lain, misalnya bagaiamana

35 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (mix Methods).,334

36 http://ivangusta.files.wordpress.com//2009/4/vian-pengumpulan-analisis-data-kualitatif.pdf. 17 September 2015. 21.50 WIB


(42)

33

interaksi masyarakat pendatang dengan masyarakat asli di kelurahan Jemur Wonosari sehingga infomasi yang didapat diperoleh kebenarnya. Dan selanjutnya melakukan memberchek yaitu memeriksa keabsahan data. Lalu dari hasil kuantitatif dan kualitatif tersebut digabungkan dan diinterpretasikan.

F. Sistematika Pembahasan

Pembahasan ini peneliti membuat sistematiak pembahasan yang akan disusun sebagai berikut ini:

BAB I berisiskan tentang pendahuluan yang didalamnya terdapat beberapa aspek yakni Latar Belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, definisi operasional, hipotesis, metode penelitian (penelitian dan jenis penelitian, populasi, sampel, dan teknik sampling, variabel dan indicator penelitian, tekhnik pengumpulan data, tekhnik analisis data) dan sistematika pembahasan.

BAB II Kajian Teoritik. Dalam bab ini menjelaskan dan membahas tentang kajian teoritik yang terdapat beberapa penjelasan dari referensi untuk mengkaji lebih dalam objek yang akan peneliti lakukan, pembahasannya yakni meliputi : pengertian stratifikasi social, karakteristik yang terkandung dalam stratifikasi social, pengertian gotong royong, pengertian masyarakat pendatang dan asli dan bentuk dari interaksi sosial.

BAB III Penyajian Data. Dalam bab ini berisikan tentang deskripsi umum objek penelitian yang meliputi letak geografis wilayah penelitian, kondisi demografis, ekonomis dan social keagamaan dan lain sebagainya,


(43)

34

selain berisikan deskripsi umum objek penelitian, bab III juga berisikan tentang deskripsi hasil penelitian dan hasil penelitian kualitatif.

BAB IV Analisa Data yang berisikan tentang uji korelasi dan analisis regresi lalu dibuktikan dengan data kualitatif.

BAB V Penutup. Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan tentang kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, dan kesimpulan menjawab rumusan masalah yang berkaitan dengan tujuan penelitian, selain itu bab V juga berisikan saran dan bagian akhir yang meliputi daftar pustaka serta lampiran-lampiran yang dirasa perlu untuk dilampirkan


(44)

BAB II

STRATIFIKASI SOSIAL DAN LUNTURNYA SIFAT GOTONG ROYONG MASYARAKAT

A. Stratifikasi Sosial

1. Pengertian Stratifikasi Sosial

Dalam kehidupan masyarakat itu pasti kita melihat perbedaan-perbedaan pada individu atau kelompok masyarakat yang kemudian dapat membentuk beberapa lapisan social, dan perbedaan itu dapat digolongkan dari beberapa aspek tertentu diantaranya adalah aspek keturunan, ekonomi, pendidikan, kekayaan, politik, dan agama.

Dalam proses pelapisan social pada masyarakat di kelurahan Jemur Wonosari ini sama halnya dengan proses pelapisan diperkotaan lainnya dikarenakan di kelurahan Jemur Wonosari termasuk masyarakat kota,dimana satu ciri khas yang melekat pada masyarakat ini adalah industrialis, pendidikan, factor ekonomi yang mendominasi pada setiap kelompok masyarakat.

Pemberian status kelas social tentunya berebeda-beda, seperti kelas sosial yang berasal dari keturunan ningrat, dan kyai tentunya pada masyarakat tertentu golongan ini akan lebih di hormati, di segani oleh masyarakat yang lain, atau dari golongan cendikiawan yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi, kekuasaan, juga dari golongan ekonomi atas yang memiliki sebuah kekayaan dibanding dengan kelas bawah.

Kelas sosial dapat diartikan sebagai suatu strata (lapisan) orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum (rangkaian kesatuan) status sosial. Para anggota suatu kelas sosial saling memandang satu sama lainnya sebagai anggota masyarakat yang setara, serta menilai diri mereka secara soial lebih rendah daripada beberapa orang lainnya. Untuk dapat menebak kelas sosial orang secara

tepat, maka seseorang membuat pertanyaan, misalnya: “pada acara makan-makan

atau rekreasi maka mereka yang diundang sebagai anggota masyarakat yang setara?” atau “anak gadis siapa yang dianggap pantas untuk ditemani oleh anak lelaki mereka?” Para anggota suatu kelas bsosial tertentu acapkali mempunyai


(45)

jumlah uang yang sama, namun yang lebih penting lagi mereka memiliki sikap, nilai-nilai, dan cara hidup yang sama sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.1

Jadi bahwasanya kelas sosial itu orang yang memiliki kedudukan sama maka ialah orang yang memiliki kelas tinggi dan dianggap semua setara namun kelas bawah akan tetap dianggap tidak setara dan rendah karena mereka dianggap tidak memiliki sikap, nilai-nilai dan cara hidup yang sama dengan orang yang kelas atas. Misalnya saja dalam acara makan-makan maka mereka yang yang diundang warga yang setara atau sederajat, karena kembali lagi kelas bawah tidak memiliki suatu hal kebiasaan yang sama dengan orang kelas atas.

Berapa banyakah jumlah kelas sosial? Pertanyaan ini sulit untuk dijawab. Kelas sosial tidak ditentukan secara tegas sebagai pengelompokan status seperti halnya system kepangkatan dalam angkatan bersenjata. Status sosial bervariasi dalam suatu kontimum, suatu garis kemiringan yang bertahap dari puncak ke bawah, bukannya sejumlah tangga. Sebagaimana halnya, “ usia muda,” “setengah baya,” dan “usia tua” merupakan fase-fase dalam kontinum status. Oleh karena itu, jumlah kela sosial tidaklah pasti, tidak terdapat pula suatu batas dan jarak status (status interval) yang tegas dan jelas. Jadi, orang-orang terdapat pada semua jenjang status –dari puncak ke bawah, seperti halnya terdapat orang-orang pada semua ukuran berat dan ketinggian tubuh, tanpa adanya jurang pemisah yang terjal pada seri itu. 2

Kelas sosial tidak dapat ditentukan dengan tegas sebagai pengelompokan status seperti kepangkatan karena kepangakatan belum menentukan seorang itu kaya. Sebagaimana halnya dengan usia muda, setengah baya dan usia tua itu merupakan fase-fase dalam kontinum status. Meskipun dilihat dari segi tinggi badan dan berat badan itu tidak ada jurang pemisah yang terjal.

Seringkali kelas sosial disamakan dengan stratifikasi sosial padahal disisi lain pengertian antara stratifikasi sosial dengan kelas sosial terdapat perbedaan. Stratifikasi

1Paul B.Horton Chester L.Hunt,Sosiologi Jilid 2 (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama,1984),5-6 2 Ibid,6


(46)

sosial lebih merujuk pada pengelompokan orang-orang ke dalam tingkatan atau strata secara hierarki atau vertical. Jadi stratifikasi mengkaji posisi antar orang / sekelompok orang dalam keadaan yang tidak sederajat dengannya yang posisinya di kelas atas. Sedangkan kelas sosial itu lebih sempit dalam kajiannya karena kelas sosial lebih merujuk pada strata atau lapisan tertentu dalam sebuah stratifikasi sosial.

Sistem lapisan dalam masyarakat tersebut dalam sosiologi dikenal dengan social stratification. Kata stratification berasal dari stratum (jamaknya: strata yang berarti lapisan). Stratifikasi sosial merupakan suatu system dimana kelompok manusia terbagi dalam lapisan-lapisan sesuai dengan kekuasaan, kepemilikan, dan prestise mereka. Penting untuk dipahami bahwa stratifikasi sosial tidak merujuk pada individu. Stratifikasi sosial merupakan cara untuk menggolongkan sejumlah besar kelompok manusia ke dalam suatu hirarki sesuai dengan hak-hak istimewa relative mereka.3

Staratifikasi sosial adalah cara untuk membedakan mana orang yang kelas atas dan kelas bawah. Itu ditentukan dengan hak-hak istimewa relative yang sama. Stratifikasi bukan masalah individu melainakan suatu system yang dimana kelompok manusia terbagai dari kekayaan, kekuasaan, ekonomi, dan prestise.

Misalnya dalam komunitas ada strata tinggi, strata menengah, strata rendah. Pembedaan dan pengelompokan didasarkan pada adanya suatu simbol-simbol tertentu yang dianggap berharga atau bernilai baik atau bernilai secara sosial, ekonomi, politik, hokum ,agama dan budaya .

Di dalam setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai. Sesuatu yang dihargai di masyarakat bisa berupa kekayaan, ilmu pengetahuan, status haji, status “darah biru” atau keturunan dari keluarga tertentu yang terhormat, atau apapun yang bernilai ekonomis.4

Dalam masyarakat ada suatu yang dapat dihargai dan disegani yaitu kekayaan, pendidikan, status darah biru atau keturunan dari keluarga yang terhormat, dan status

3 James M. Henslin, Sosiologi Suatu Pengantar ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007),178 4 J. Dwi Narwoko, Bagong Suyanto. Sosiologi Teks Pengantar ( Jakarta: Kencana,2011), 152


(47)

haji. Maka dari ini masyarakat kelas bawah akan lebih rendah derajatnya karena mereka tidak mendapatkan sesuatu yang dapat menghargai selain harga diri mereka.

Selama masyarakat memiliki sesuatu untuk dihargai, maka akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan system lapisan sosial itu. Penghargaan yang lebih tinggi terhadap hal-hal tertentu, akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hasil lainnya. Suatu masyarakat yang lebih menghargai kekayaan materiil daripada kehormatan, misalnya mereka yang lebih banyak mempunyai kekayaan materiil akan menempati kedudukan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pihak-pihak lain. Gejala tersebut menimbulkan lapisan masyarakat, yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secarta vertical. 5

Jadi maksud dari penjelasan diatas yaitu jika salah satu masyarakat mempunyai jabatan di lingkungannya pasti akan lebih di segani, dihormati, dan di hargai karena dengan kedudukannya yang lebih tinggi dari pada mereka yang statusnya hanya rakyat biasa. Misalnya menjadi ketua RT,ia berhak mengatur masyarakatnya sedangkan masyarakat bisa menuruti dan menghormati ketua RT tersebut karena kedudukannya menjadi Ketua RT. Tidak hanya itu saja, masih banyak lagi contoh-contoh lainnya yang berkaitan dengan stratifikasi sosial.

2. Pengertian Stratifikasi Sosial menurut Para Ahli Sosiologi

Ada beberapa penegrtian tentang stratifikasi sosial menurut beberapa ahli tokoh sosiologi seperti yang dijelaskan oleh J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto dan C. Dewi Wulansari diantaranya sebagai berikut:

a. Soerjono Soekanto

Stratifikasi sosial adalah suatu lapisan masyarakat yang di dalamnya terdapat kelas-kelas sosial di mana di dalam setiap masyarakat dimanapun selalu dan pasti


(48)

mempunyai sesuatu yang dihargai dan sesuatu yang dihargai dimasyarakat itu bisa berupa kekayaan, ilmu pengetahuan, dan keturunan keluarga terhormat.6

b. Pitirim A.Sorikin

Stratifikasi sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hirarkis). Perwujudannya adalah kelas-kelas-kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah. Dasar dan inti masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan kewajiban-kewajiban, kewajiban dan tanggung jawab, nilai-nilai sosial dan pengaruhnya diantara anggota-anggota masyarakat.7

c. Karl Marx

Stratifikasi sosial adalah perbedaan kelompok masyarakat kedalam kelas-kelas sosial yang di tentukan oleh adanya “relasi” mereka terhadap “alat-alat produksi” yaitu diantara kelas atas dan kelas bawah. Kelas atas (borjuis) adalah kelompok masyarakat yang mempunyai modal kekayaan dan yang mengontrol sumber-sumber kekayaan seperti, tanah, bahan baku, mesin-mesin produksi, dan tenaga kerja. Sedangkan kelas bawah (proletar) adalah kelompok masyarakat yang tidak mempunyai apa-apa selain tenaga kerja mereka.8

d. Max Weber

Dalam karyanya tentang kelas status dan partai memberikan suatu analisa singkat yang mendalam tentang lapisan sosial, sumbangannya yang sangat amat penting, berpusat pada perbedaan yang dibuatnya mengenai kelas dan status, pertama

6 J.Dwo Narwoko & Bagong Suyanto. Sosiologio Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007).,152

7 C.Dewi Wulansari. Sosiologi Konsep dan Teori (Bandung: PT Refika Aditama,2009)., 101 8 Ibid.,103


(49)

yang harus diperhatikan bahwa Weber tidak menganggap kelas sebagai suatu komunitas atau kelompok sosial yang sama dan peluang hidup tadi bergantung pada harta milik mereka atau pendapatan ekonominya dan harta benda yang dimilikinya.

Sedangkan kelompok status adalah suatu komunitas atau kelompok dimana anggota-anggotanya menganggap satu sama lain setara, anggapan itu bertumpu pada mereka yang menilai bahwa kelompok mereka itu sebanding dengan kelompok-kelompok lain dari nsegi “pretise” atau sebagaimana kata Weber adalah kehormatan dan secara tegas dalam analisis Weber tentang pernyataannya Karl Marx tentang kelas sosial bahwa:

“Didalam kelas itu sering terjadi konflik dan bahkan sedikit sekali kelompok kelas itu mendapatkan status kehormatan dari kelompok lain, karena dipengaruhi oleh adanya system ekonomi yang bersifat komperatif (persaingan kelas) dan sedikit banyak semua kelas ini pasti terlibat dalam perjuangan yang melampaui batas-batas ekonomi akhirnya masuk kedalam system politik dengan kepentingan individu”9

Ada kaitannya antara kelas dan status karena anggota-anggota suatu kelompok status yang sama kerapkali adalah juga anggota kelas-kelas yang sama kedudukannya, tetapi kedudukan kelas yang sama tidak memberikan peluang guna mendapatkan status yang sama, tidak dengan sendirinya memberi prestise (kehormatan) malah bisa saja orang yang kaya dan yang miskin bisa saja menjadi anggota satu kelompok status yang sama. Ciri penting suatu kelompok status adalah bahwa anggota-anggotanya mempunyai persamaan cara hidup tertentu yang jauh berbeda dari cara hidup kelompok-kelompok status yang lain.10

9O’Dea, Thomas F.Sosiologi Agama (Yogyakarta: PT Raja Garindo Persada, 1996)., 35


(50)

3. Sifat Sistem Stratifikasi Sosial

Sifat system pelapisan sosial dalam suatu masyarakat, dapat dibedakan dua macama, yakini:

a. Bersifat Terutup (closed sosial stratification)

Sistem pelaisan dalam masyarakat yang tertutup tidak memungkinkan pindahnya orang dari sutu lapisan sosial tertentu kelapisan sosial yang lain, baik gerak pindahnya itu keatas (sosial climbing) atau gerak pindahnya ke bawah (sosial sinking). Dalam system tertutup semacam itu satu-sartunya cara untuk menjadi anggota suatu lapisan tertentu dalam masyarakatr adalah kelahiran. Seseorang mempunyai kedudukan sosial menurut orang tuanya, system sosial tertutup ini terdapat di masyarakat yang menganut system kasta. Dalam system ini, seseorang tidak bisa merubah kedudukan atau statusnya seperti yang dimiliki oleh orang tuanya. b. Bersifat Terbuka (open sosial stratification).

Dalam system terbuka, setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kemampuannya sendiri. Apabila mampu dan beruntung seseorang dapat untuk naik ke lapisan yang lebih atas, atau bagi mereka yang tidak beruntung dapat turun ke lapisan yang lebih rendah. Dasar atau kriteria yang umumnya di pakai untuk menggolongkan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan dalam masyarakat.11

4. Dasar Pelapisan Masyarakat

Diantara lapisan atasan dengan yang terendah, etrdapat lapisan yang jumlahnya relative banyak. Biasanya lapisan atasan tidak hanya memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat. Akan tetapi, kedudukannya yang tinggi itu bersifat


(51)

kumulatif,. Artinya, mereka yang mempunyai uang banyak akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan dan mungkin juga kehormatan. Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah sebagai berikut:

a. Ukuran kekayaan

Barang siapa yang memilki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya dapat dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-carnya mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berebelanja barang-barang mahal dan seterusnya

b. Ukuran Kekuasaan

Barang siapa yang memilki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar menempati lapisan atasan.

c. Ukuran Kehormatan

Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan / atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini, banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa. d. Ukuran Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan sebagai ukuran dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi, ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negative karena ternyata bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, tetapi gelar keserjanaannya. Sudah tentu hal


(52)

yang demikian memacu segala macam usaha untuk mendapat gelar, walau tidak halal.12

Ukuran diatas tidaklah bersifat limitative karena masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan. Akan tetapi, ukuran-ukuran diatas amat menentukan sebagai dasar timbulnya system lapisan dalam masyarakat tertentu. Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia, golongan pembuka tanahlah yang dianggap menduduki lapisan tertinggi. Misalnya di Jawa, kerabat dan keturunan pembuuka tanahlah yang di anggap masyarakat desa sebagai kelas tertinggi. Kemudian, menyusul para pemilimk tanah, walaupun mereka bukan keturunan pembuka tanah, mereka disebut pribumi, sikap atau kuli kenceng. Lalu menyusul mereka yang hanya mempunyai pekarangan atau rumah saja (golongan ini disebut kuli gundul, lindung atau indung), dan akhirnya mereka yang hanya menumpang saja pada tanah milik orang lain.13

Lapisan atasan masyarakat tertentu, dalam istilah sehari-hari juga dinamakan “elite”. Jadi di sini yang pokok adalah nilai anggota, dan biasanya lapisan atasan merupakan golongan kecil dalam masyarakat yang mengendalikan masyarakat tersebut. Kekayaan dapat dijumpai pada setiap masyarakat dan dianggap sebagai hal yang wajar, walaupun kadang-kadang tidak disukai oleh lapisan-lapisan lainnya apalagi bila pengendaliannya tidak sesuai dengan keingan dan kebutuhan masyarakat umumnya.

5. Unsur-unsur Lapisan Masyarakat

Hal yang mewujudkan dalam teori sosiologi tentang system lapisan masyarakat adalah kedudukan (status) peranan (role).14 Kedudukan dan peranan merupakan unsur-unsur baku dalam system, dan mempunyai arti yang penting bagi system sosial. Yang

12 Soerjono Soekanto, Op.Cit (Jakarta: Rajawali Pers 2012), 208

13 R. Soepomo, Bab-bab Tentang Hukum Adat ( Jakarta: Penerbit Universitas, 1966),. 51 14 Soerjono Soekanto.Op ,Cit,( Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 239


(53)

diartikan sebagai system sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan timbal balik antar individu dengan masyarakatnya, dan tingkah laku individu mempunyai arti yang penting. Karena langgengnya masyarakat tergantung pada keseimbangan kepentingan-kepentingan termaksud.


(54)

a. Kedudukan

Kadang-kadang dibedakan antara penegrtian kedudukan (status), dengan kedudukan sosial (sosial status). Kedudukan di artikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya dan hak-hak serta pengertian istilah tersebut diatas akan dipergunakan dalam arti yang sama dan digambarkan dalam istilah “kedudukan” (status) saja. 15

Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola tertentu. Dengan demekian, seseorang dapat dikatakan mempunyai beberapa kedudukan, oleh karena seseorang biasanya ikut serta dalam berbagai pola kehidupan. Pengertiab tersebut menunjukan tempatnya sehubungan dengan kerangka masyarakat secara menyeluruh.

P. Soedarno dalam buku ilmu sosial dasar, mengatakan bahwa, “kedudukan adalah tempat seseorang dalam hubungannya dengan orang-orang lain dalam masyarakat, yang akan memberi hak-hak serta kewajiban-kewajiban tertentu kepada individu yang menempati kedudukan tersebut.16

Di dalam masyarakat sebagai suatu system terdapat banyak status atau kedudukan. Dari padanya lalu terbentuklah suatu hirarki status. Status tertentu hanya mempunyai arti dan baru bisa dimengerti apabila dikaitkan dengan status-status lain yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah. Berbagai status yang berbeda secara berjenjang-jenjang ini menimbulkan adanya sosial rank atau jenjang derajat sosial.

15 P. Soedarno, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996).,134 16 Ibid., 239


(55)

Menurut Ralp Linton kedudukan dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1) Ascribed Status (Status Yang Dihadiakan)

Kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan seseorang, kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran. Misalnya, kedudukan anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula, seorang anak dari kasta brahmana juga akan memperoleh kedudukan yang demikian. Kebayakan ascribed status dijumpai pada masyarakat dengan system pelapisan sosial yang tertutup, sperti system pelapisan berdasarkan perbedaan ras. Meskipun demikian bukan berarti dalam masyarakat dengan system pelapisan terbuka tidak ditemui dengan adanya ascribed status. Kita lihat kedudukan laki-laki dalam suatu bkeluarga akan berbeda dengan kedudukan istri dan anak-anaknya, karena pada umumnya laki-laki (ayah) akan menjadi kepala keluarga.


(56)

2) Achieved Status (Status Yang Dicapai Dengan Usaha)

Kedudukan yang dicapai atau diperjuangkan oleh seseorang dengan usaha-usaha yang dengan sengaja dilakukan, bukan diperoleh karena kelahiran. Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari kemampuan dari masing-masing orang dalam mengejar dan mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya setiap orang bisa menjadi dokter, guru, hakim dan sebagainya, asalkan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Dengan demikian tergantung pada masing-masing orang, apakah sanggup dan mampu memenuhi persyaratan yang telah ditentukan atau tidak.17

b. Peranan

Peranan adalah tingkah laku atau kelakuan yang di tetapkan dari seseorang yang mempunyai satu kedudukan. Peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosil masyarakat. Peranan (role) merupakan aspek yang dinamis dari status atau aspek fungsional dari kedudukan (status). Jika seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kewajibannya, berarti orang tersebut menjalankan perannya. Dengan kata lain, peran seseorang tergantung pada kedudukannya. Pembedaan antara kedudukan dan peranan (status dan role) hanya untuk kepentingan ilmu pengetahuan, secara praktis tidak dapat dipisahkan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan dan sebaliknya tidak ada kedudukan yang tidak ada peranan. Dalam suatu pengertian kedudukan dan peranan adalah dua aspek dari fenomena yang sama, oleh karena itu jika ada status conflict (konflik kedudukan) maka ada juga conflict of rule (konflik peranan).


(57)

Seiring dengan adanya konflik antara kedudukan-kedudukan, maka ada juga konflik peran (conflict of rule) dan bahkan pemisahan antara individu dengan peran yang sesungguhnya harus dilaksanakan (role distance). Role distance terjadi apabila si individu merasakan dirinya tertekan, karena merasa dirinya tidak sesuai untuk melaksanakan peran yang diberikan masyarakat kepadanya, sehingga tidak dapat melaksanakan perannya dengan sempurna atau bahkan menyembunyikan diri.

Berdasarkan pelaksanaanya peranan sosial dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1) Peranan yang diharapkan (expected role): cara ideal dalam melaksanakan peranan dalam penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan secermat-cermatnya dan peranan ini tidak dapat ditawar dan harus dilaksanakan seperti yang di tentukan.

2) Peranan yang disesuaikan (actual roles): yaitu cara bagaimana sebenarnya peranan itu dijalankan. Peran ini pelaksanaanya lebih luwes, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu. Peranan yang disesuaikan mungkin tidak cocok dengan situasi setempat, tetapi kekurangn yang muncul dapat dianggap wajar oleh masyarakat.

Sementara itu, berdasarkan cara memperolehnya, peranan dapat dibedakan menjadi:

1) Peranan bawaan (ascribed roles), yaitu peranan yang diperoleh secara otomatis, bukan karena usaha, misalnya sebagai nenek, anak, dan sebagainya.

2) Peranan pilihan (achives roles), yaitu peranan yang diperoleh atas dasar keputusan sendiri, misalnya seseorang yang memutuskan untuk memilih menjadi seorang seniman dan pengamen.


(58)

Dari jenis-jenis peranan yang ada dalam masyarakat, dapat kita ketahui setiap orang memegang lebih dari satu peranan, tidak hanya peranan bawaan saja, tetapi juga peranan yang diperoleh melalui usaha sendiri maupun peranan yang ditunjuk oleh pihak lain.

Peneliti di sini lebih memfokuskan pada pendidikan atau ilmu pengetahuan dari beberapa stratifikasi yang sudah disebutkan di atas. Karena dari segi pendidikanlah orang bisa meraih gelar kesarjanaannya untuk mendapatkan kedudukan dalam masyarkat. Apabila orang semakin tinggi pendidikannya maka orang akan cepat untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan misalnya dari segi pekerjaan dan ekonomi. Maka dari itu alasan peneliti mengambil stratifikasi sosial dari segi pendidikan.


(59)

B. Gotong Royong Masyarakat 1. Pengertian Gotong Royong

Gotong royong merupakan kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan bersifat suka rela dengan tujuan agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan dengan lancer, mudah dan ringan. Perilaku masyarakat dalam kegiatan gotong royong menunjukan bentuk solidaritas dalam kelompok masayarakat tersebut. Gotong royong merupakan ciri budaya bangsa Indonesia yang berlaku secara turun-menurun sehingga membentuk perilaku sosial yang nyata dalam tata nilai kehidupan sosial. Nilai tersebut menjadikan kegiatan gotong royong selalu terbina dalam kehidupan komunitas sebagai suatu warisan budaya yang patut untuk dilestarikan. Dengan adanya nilai tersebut menjadikan gotong royong senantiasa dipertahankan dan diperlukan dalam berbagai aspek kehidupan dengan bentuk yang disesuaikan dengan kondisi budaya komunitas yang bersangkutan tinggal. Aktivitas gotong royong dilakukan oleh warga komunitas baik yang tinggak di pedesaan maupun diperkotaan. Meski demikian masing-masing mempunyai nilai yang berbeda. Aktivitas gotong royong diperkotaan sudah banyak dipengaruhi oleh materi dan system upah. Sedangkan di perdesaan gotong royong sebagai suatu solidaritas antar sesame masyarakat dalam satu kesatuan wilayah atau kekerabatan.

2. Bentuk-bentuk Gotong Royong

Gotong-royong sebagai solidaritas sosial mengandung dua penegrtian, yaitu gotong royong dalam bentuk tolong menolong dan gotong royong dalam bentuk kerjabakti. Keduanya merupakan sama-sama bertujuan untuk saling meringankan beban namun berbeda dalam hal kepentingan. Tolong menolong dilakukan untuk kepentingan perseorangan pada saat kesusahan atau memerlukan bantuan dalam menyelesaikan


(1)

Kelurahan Jemur Wonosari Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya. Alasan inilah peneliti menggunakan mixed methods karena dapat memperkuat data dari masalah yang peneliti ambil yaitu stratifikasi pendidikan tidak berpengaruh terhadap peningkatan sifat gotong royong masyarakat.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan dan kesimpulan yang diporeleh, dapat di kembangkan beberapa saran bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini. Adapun saran yang dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Mengingat banyaknya permasalahan dalam masyarakat, maka disarnkan bagi setiap individu baik orang kelas, menengah dan bawah untuk tetap dapat mempertahankan solidaritas. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sumber masukan bagi masyarakat yang nantinya dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mempertahankan nilai gotong royong dan tentunya dapat mempererat lagi solidaritas masyarakat.

2. Serta kita sebagai manusia haruslah saling pengertian kepada sesama, janganlah kita sebagai manusia melupakan nilai baik sifat gotong royong. Jadi tetaplah mempertahankan sifat gotong royong kalian.

3. Selanjutnya bagi peneliti lain yang berminat dalam pengembangan ilmu sosial dianjurkan untuk melakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut karena dalam penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu penelitian ini dilakukan tanpa mengontrol variabel lain yang mungkin bisa memberikan pengaruh terhadap hasil penelitian ini seperti factor ekonomi, kekuasaan, dan lain-lain. Selain itu juga disarankan kepada peneliti lain untuk menambah pendeketan pada masyarakat untuk menggali data yang lebih mendalam, karena pada


(2)

penelitian ini pendekatan pada masyarakat masih kurang. Sekiranya peneliti lain dapat lebih baik memberikan ilmunya untuk perbaikan penelitian serupa selanjutnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas Tashakkori dan Chaerles Teddlie. Mixed Methodhology:

Mengkombinasikan Kualitatif dan Kuantitatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Abdulsyani. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT Bumi Aksara.2012

Akhmad Riyadi. Stratifikasi Sosial Masyarakat Pesisir Dsa Tanjung Kecamatan Padamawub Kabupaten Pamekasan, 2012

Anthony Giddens. Perdebatan Klasik dan Konteporer Mengenai Kelompok, Kekuasaan, dan Konflik. Jakarta: Rajawali, 1987

Awal Isgiyanto. Teknik Pengambilan Sampel Pada Penelitian

Non-Eksperimental. Jogjakarta: Mitra Cendekia Press, 2009

C.Dewi Wulansari. Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung: PT Refika Aditama, 2009

Data Kelurahan Jemur Wonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya September 2015 Dwinarwoko & Bagong Suyanto. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta:

Kencana Perdana Media Group

Ducan Mitchel. Sosiologi Analisis Sistem Sosial. Jakarta: Rineka Cipta, 1984 Doyle Paul Johnson. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia, 1986 Hassan Shadily. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT Bina Aksara,

1989

Ira Suprahatin. Perubahan Perilaku Bergotong Royong Masyarakat Sekitar Perusahaan Tambang BatuBara D Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Sebertang. Sosiologi, Universitas Mulawarman,2014

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Hipotesis, 19 September 2015, 00.05 WIb

http://ivangusta.files.wordpress.com//2009/4/vian-pengumpulan-analisis-data-kualitatif.pdf. 17 September 2015. 21.50 WIB

http://mustikanitaaa.blogspot.co.id/2013/11/kesenjangan-sosial.html 19 September 2015.19.45 WIB


(4)

John W. Creswell. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Yogyakarta: Pusaka Pelajar.2010

Jamaluddin. Fungsi Masyarakat Terlemah Dalam Stratifikasi Sosial (Studi Kasus Kemiskinan Di Desa Mentarar. Kec. Dukun Kab. Gresik).2007

James M. Henslin. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Greafindo Persada

J.Dwi Narwoko, Bagong Suyanto. Sosiologi Teks Pengantar. Jakarta: Kencana, 2011

---. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 2000

Kamalia Ramlan Leisubun. Stratifikasi Sosial Masyarakat Pulau Kei (Studi Kasus Pernikahan Campuran antar Kasta di Desa Wain Kecamatan Kei kecil Timur Kabupaten Maluku Tenggara Propinsi Maluku).2013

Lexy J. Moleong. Metode Peneltian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya, 2004 Koendjoro Ningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1979 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. Metode Penelitian Survei. Jakarta:

LP3ES, 1989

Max Weber. Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006

Muhammad Basrowi dan Soeyono. Pengantar Sosiologi. Surabaya: Lutfiansah Mediatama, 2004

Moh. Nazir. Metode Penelitian. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2005

Moh Soerjani dkk (Ed). Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan Dalam Pembangunan. Jakarta: UI-Press, 2008

Nanang Martono. StatistikSosial Teori dan Aplikasi bProgram SPSS. Yogyakarta: Gava Media, 2010

O’Dea, Thomas F.Sosiologi Agama. Yogyakarta: PT Raja Garindo Persada, 1996 Paul B. Harton Chester L.Hunt. Sosiologi Jilid 2. Jakarta: PT.Gelora Aksara


(5)

R. Soepomo. Bab-bab Tentang Hukum Adat. Jakarta: Penerbit Universitas, 1996 P. Soedarno. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996 Said Rusli. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES, 1983

Setiadi M Elly. Kolip, Usman. Pengantar Sosiologi. Bandung: Kencana.2010 Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo,2012 Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta,

2012.

---.Metode Penelitian Kuantitatif Kulitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2012 Suharsimi Arikunto. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2005

---. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rineka Cipta, 2002

---. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2002

Sutrisno Hadi. Metodologi Research. Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2004 ---. Statistik. Yogyakarta: Andi, 2000

Taneko, b. Soleman. Struktur dan Proses Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993

Usman, Husaini. Metodelogi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 1996. Wahyu MS. Wawasan Ilmu Sosial Dasar. Surabaya: Usaha Nasional, 1986


(6)

JADWAL PENELITIAN

Nama : Nanci Hermeyliawati

NIM : B05212034

Prodi/ Fakultas : Sosiologi/ Ilmu Sosial dan Politik UIN Sunan

Ampel Surabaya

Dosen Pembimbing : Dr. Hj. Rr. Suhartini, M. Si

Judul Skripsi : Pengaruh Stratifikasi pendidikan Terhadap

Lunturnya Sifat Gotong Royong Masyarakat Di Kelurahan Jemur Wonosari Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya (Tinjauan Teori Stratifikasi Sosial Menurut Max Weber)

Secara garis besar jadwal penelitian uraikan sebagai berikut:

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Preliminary research Pembuatan Proposal Studi Literatur

Persiapan Data Collection Data Collection

Konfirmasi data Temuan Pengelolaan dan Analisa Data Penulisan DraftLaporan Perbaikan Hasil Laporan Finalisasi dan Penerbitan

Desember Januari Jenis Kegiatan Otober November