Analisis Yuridis Hilangnya Hak Tagih Negara Terhadap Perusahaan Pailit (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 116 PK Pdt.Sus.Pailit 2013)

BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA DALAM HUKUM KEPAILITAN
A. Klasifikasi Kreditor Dalam Hukum Kepailitan
Kepailitan merupakan suatu upaya hukum yang dilakukan baik oleh
debitur maupun kreditur dengan maksud untuk menyelesaikan permasalah utangpiutang antara kreditor dengan debitor. Permohonan pailit ini selanjutnya diajukan
ke Pengadilan Niaga dimana perusahaan tersebut berada. Permohonan ini harus
memenuhi syarat seperti pada ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(UUK).
Sehingga dengan adanya lembaga kepailitan ini diharapakan dapat
berfungsi untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak kreditur yang
memaksa dengan berbagai cara agar debitur membayar utangnya. Dengan adanya
upaya hukum kepailitan memungkinkan debitur membayar utang-utangnya itu
secara tertib dan adil yaitu:
1. Dengan dilakukannya penjualan atas harta pailit yang ada yakni seluruh harta
kekayaan yang tersisa dari debitur
2. Membagi hasil penjualan harta pailit tersebut kepada sekalian kreditur yang
telah diperiksa sebagai kreditur yang sah masing-masing sesuai dengan:
a. Hak prefrensinya dan
b. Proporsional dengan hak tagihnya dibandingkan dengan besarnya tagihan
kreditur konkuren lainnya.57

Terdapatnya jumlah kreditur lebih dari satu tersebut sehingga pada saat
akan dilakukan pembagian dari harta debitor tersebut, kurator akan melakukan
rapat kreditor yang salah satu tujuan rapat ini untuk menentukan kedudukan para
kreditor. Debitor pailit yang memiliki lebih dari seorang kreditor dan diantara
kreditor tersebut terdapat satu atau lebih kreditor yang merupakan kreditor
prefren, maka perlu diatur oleh hukum cara membagi hasil penjualan aset debitor
diantara para kreditor tersebut. Cara pembagian itu diatur dalam hukum kepailitan

57

Rahayu Hartini, Op,Cit, hal 22

Universitas Sumatera Utara

(Bankruptcy law atau Insolvency law)58. Sehingga para kreditur tidak ada yang
merasa dicurangi dan hak mereka untuk mendapat pembayaran utang dari si
debitor dapat dilaksanakan.
Terkait dengan adanya beberapa kreditur dalam perusahaan pailit, KUH
Perdata mengatur tentang hak dan kedudukan masing-masing kreditur. Pasal 1132
KUH Perdata menyatakan bahwa “harta kekayaan debitor menjadi agunan

bersama-sama bagi semua kreditornya hasil penjualan harta kekayaan itu dibagibagi menurut kesimbangan, yaitu menurut perbandingan besar-kecilnya tagihan
masing-masing kreditor, kecuali apabila di antara para kreditor itu terdapat alasan
yang sah untuk didahulukan dari pada kreditor lainnya59. Pasal ini mengisyaratkan
bahwa setiap kreditor memiliki kedudukan yang sama terhadap kreditor lainnya,
kecuali ditentukan lain oleh undang-undang karena memiliki alasan-alasan yang
sah untuk didahulukan daripada kreditor-kreditor lainnya.
Pembagian hasil penjualan harta pailit dilakukan berdasarkan urutan
prioritas, dimana kreditor yang kedudukannya lebih tinggi mendapatkan
pembagian lebih dahulu dari kreditor lain yang kedudukannya lebih rendah , dan
antara kreditur yang memiliki tingkatan yang sama memperoleh pembayaran
dengan asas prorata (pari passu prorata parte).60 Berkaitan dengan kedudukan
kreditor, dasar hukum kedudukan dalam kepailitan diatur dalam KUH Perdata dan
UUK, yaitu sebagai berikut:
a. Kreditor Separatis
Kreditor separatis yaitu kreditor pemegang jaminan kebendaan
berdasarkan Pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata yaitu Gadai dan Hipotik. Dalam
UUK kreditor separatis ini diatur pada Pasal 55 ayat 1 UUK yang menyebutkan
setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau
hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak
terjadi kepailitan. 61 Meskipun ketentuan Pasal 55 ayat 1 UUK memberikan

kedudukan istimewa namun Pasal 56 UUK menentukan hak eksekusi tersebut dan
hak pihak ke-tiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor
pailit atau kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan
puluh) hari sejak tanggal putusan pailit diucapkan.62

58

Sutan Remy Sjahdeini, Op, Cit, hal 9
Op, Cit, hal 8.
60
Yuoky Surinda, Otoritas Semu, http://otoritas-semu.blogspot.com/2016/01/bagaimanakedudukan-kreditor-preferen.html, diakses tanggal 13 Mei 2016 Pukul 20.11 Wib.
61
Pasal 51 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
62
Suarmi, Op, Cit, hal 174.
59

Universitas Sumatera Utara


Penjelasan dari pasal 56A UUK mengemukakan bahwa penangguhan yang
dimaksud dalam pasal tersebut memiliki tujuan, antara lain :
1. Untuk memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian, atau
2. Untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit atau
3. Untuk memungkinkan kurator melaksanakan tugasnya secara optimal63
Hal ini mengarahkan bahwa walupun terjadinya pertentangan antara Pasal 55 dan
56A UUK, namun tujuannya dilakukan penangguhan atas jaminan kreditor
tersebut adalah agar dalam hal pengurusan harta debitor pailit dapat dilaksanakan
dengan baik dan tertib.
Terkait dengan jaminan yang dilakukan penangguhan, di Indonesia
mengenal 4 sisitem jaminan, yakni :
1. Gadai
Pengertian gadai menurut Pasal 1150 KUHPerdata, yakni Suatu hak yang
diperoleh seorang kreditor atas suatu barang bergerak yang bertubuh maupun
tidak bertubuh yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas
namanya untuk menjamin suatu hutang, dan yang memberikan kewenangan
kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu
daripada kreditor-kreditor lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang
tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biayabiaya mana harus didahulukan.64Dalam sistem jaminan gadai ini, seorang pemberi
gadai (debitor) wajib melepasakan penguasaan atas benda yang akan dijaminkan

tersebut kepada penerima gadai (kreditor).
2. Hipotek
Jaminan Hipotek ini diatur dalam Pasal 1162 KUH Perdata yang
menyebutkan hipotek merupakan suatu hak kebendaan atas benda-benda tak
bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu
perikatan.65 Begitu juga menurut ketentuan pada Pasal 314 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang berlaku untuk kapal laut yang memiliki ukuran minimal dua
puluh meter kubik (20m3) dan sudah didaftar di Syahbandar Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut Departemen Perhubungan, sehingga memiliki kebangsaan
sebagai kapal Indonesia dan diperlakukan sebagai benda tidak bergerak.
63

Sutan Remy Sjahdeini, Op, Cit, hal 284.
Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
65
Pasal 1162 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
64

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan yang tidak terdaftar dianggap sebagai benda bergerak, sehingga
berlaku ketentuan Pasal 1977 KUH Perdata.
3. Hak Tanggungan
Hak tanggungan ini diatur dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan atas tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan
tanah, yang merupakan jaminan atas hak-hak atas tanah tertentu berikut
kebendaan yang melekat di atas tanah.
4. Jaminan Fidusia
Jaminan ini diatur secara tegas pada Undang-undang No. 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia. Pasal 3 Undang-undang Jaminan Fidusia, menetapkan
bahwa jaminan fidusia tidak berlaku terhadap;
1) Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang
peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas bendabenda tersebut wajib didaftar. Namun demikian bangunan di atas tanah milik
orang lain yang tidak dibebani hak tanggungan berdasarkan Undang-undang No. 4
Tahun 1996 tentang hak tanggungan dapat dijadikan objek Jaminan Fidusia;
2) Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20m3 atau lebih;
3) Hipotek atas pesawat terbang; dan
4) Gadai
Hal ini memperlihatkan bahwa jaminan fidusia meliputi seluruh
kebendaan yang tidak dapat dijaminkan dengan tiga jenis jaminan kebendaan

tersebut diatas. Sehingga antara fidusia dan hak tanggungan, hipotek, dan gadai
tidak akan terjadi saling bersinggungan karena masing-masing memiliki aturan
sendiri.
b. Kreditor Prefren
Kreditor preferen yaitu kreditor yang mempunyai hak mendahului karena
sifat piutangnya oleh undang-undang diberi kedudukan istimewa. Kreditor
Preferen terdiri dari kreditor preferen khusus, sebagaimana diatur dalam Pasal
1139 KUH Perdata yakni, “Piutang-piutang yang didahulukan atas barang-barang
tertentu, ialah:

Universitas Sumatera Utara

1. biaya perkara yang semata-mata timbul dari penjualan barang bergerak atau
barang tak bergerak sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai
pemilikan atau penguasaan. Biaya ini dibayar dengan hasil penjualan barang
tersebut, lebih dahulu daripada segala utang lain yang mempunyai hak
didahulukan, bahkan lebih dahulu daripada gadai hipotek;
2. uang sewa barang tetap, biaya perbaikan yang menjadi kewajiban penyewa
serta segala sesuatu yang berhubungan dengan pemenuhan perjanjian sewa
penyewa itu dibayar;

3. biaya untuk menyelamatkan suatu barang;
4. biaya pengerjaan suatu barang yang masih harus dibayar kepada pekerjanya;
5. apa yang diserahkan kepada seorang tamu rumah penginapan oleh pengusaha
rumah penginapan sebagai pengusaha rumah penginapan;
6. upah pengangkutan dan biaya tambahan lain;
7. apa yang masih harus dibayar kepada seorang tukang batu, tukang kayu dan
tukang lain karena pembangunan, penambahan dan perbaikan barang-barang
tak bergerak, asalkan piutang itu tidak lebih lama dari tiga tahun, dan hak milik
atas persil yang bersangkutan masih tetap ada pada si debitur;
8. penggantian dan pembayaran yang dipikul oleh pegawai yang memangku
jabatan umum karena kelalaian, kesalahan, pelanggaran dan kejahatan yang
dilakukan dalam melaksanakan tugasnya66
Kreditor preferen umum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1149 KUH
Perdata menyatakan piutang-piutang atas segala barang bergerak dan barang tak
bergerak pada umumnya adalah yang disebut di bawah ini, dan ditagih menurut
urutan berikut ini:
66

Pasal 1139 Kitab Undang-undang Hukum Perdata


Universitas Sumatera Utara

a. biaya perkara yang semata-mata timbul dari penjualan barang sebagai
pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan
penyelamatan harta benda; ini didahulukan daripada gadai dan hipotek;
b. biaya penguburan, tanpa mengurangi wewenang Hakim untuk menguranginya,
bila biaya itu berlebihan;
c. segala biaya pengobatan terakhir;
d. upah para buruh dari tahun yang lampau dan apa yang masih harus dibayar
untuk tahun berjalan, serta jumlah kenaikan upah menurut Pasal 160 cq; jumlah
pengeluaran buruh yang dikeluarkan/ dilakukan untuk majikan; jumlah yang
masih harus dibayar oleh majikan kepada buruh berdasarkan Pasal 1602 v
alinea keempat Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini atau Pasal 7 ayat (3)
"Peraturan Perburuhan Di Perusahaan Perkebunan" ; jumlah yang masih harus
dibayar oleh majikan pada akhir hubungan kerja berdasarkan Pasal 1603 s bis
kepada buruh; jumlah yang masih harus dibayar majikan kepada keluarga
seorang buruh karena kematian buruh tersebut berdasarkan Pasal 13 ayat (4)
"Peraturan Perburuhan Di Perusahaan Perkebunan"; apa yang berdasarkan
"Peraturan Kecelakaan 1939" atau "Peraturan Kecelakaan Anak Buah Kapal
1940" masih harus dibayar kepada buruh atau anak buah kapal itu atau ahli

waris mereka beserta tagihan utang berdasarkan "Peraturan tentang
Pemulangan Buruh yang diterima atau dikerahkan di luar Negeri";
e. piutang karena penyerahan bahan-bahan makanan, yang dilakukan kepada
debitur dan keluarganya selama enam bulan terakhir;
f. piutang para pengusaha sekolah berasrama untuk tahun terakhir;

Universitas Sumatera Utara

g. piutang anak-anak yang masih di bawah umur atau dalam pengampuan wali
atau pengampuan mereka berkenaan dengan pengurusan mereka, sejauh hal itu
tidak dapat ditagih dari hipotek-hipotek atau jaminan lain yang harus diadakan
menurut Bab 15 Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini,
demikian pula tunjangan untuk pemeliharaan dan pendidikan yang masih harus
dibayar oleh para orangtua untuk anak-anak sah mereka yang masih di bawah
umur.67
Ketentuan lain juga ditegaskan pada:
1. Pasal 1137 KUH Perdata
2. Pasal 21 ayat (3) Undang-undang 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan dan Tata
Cara Perpajakan (KUP), yang menyebutkan negara mempunyai hak
mendahului untuk tagihan pajak atas barang-barang milik Penanggung pajak.

Ketentuan tentang hak mendahului sebagaimana dimaksud pada Pasal 21
ayat 1 UU KUP meliputi pokok pajak, bunga, dengan, administrasi, kenaikan,
dan biaya penagihan.68 Artinya dalam kreditor preferen ini, hak mereka
didahulukan dibanding dengan kreditur lainnya, sehingga kreditor ini mendapat
pembayaran didahulukan.
c. Kreditur Konkuren
Kreditur konkuren yaitu kreditur yang tidak termasuk golongan kreditur
separatis atau golongan prefren. Pelunasan piutang-piutang mereka dicukupkan
dari sisa hasil penjualan/pelelangan harta pailit sesudah diambil bagian golongan
separatis dan golongan prefren. Sisa hasil penjualan harta pailit itu dibagi menurut
imbangan besar kecilnya piutang para kreditor konkuren (Pasal 1132 KUH
Perdata)69. Pasal ini menyebutkan bahwa “Barang-barang itu menjadi jaminan
bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan barang-barang itu dibagi

67

Pasal 1149 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Sunarmi, Op,Cit, hal 154
69
Ibid, hal 153.
68

Universitas Sumatera Utara

menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur
itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan”70
Kreditor ini harus berbagai dengan para kreditor yang lain secara
proposional, atau disebut juga secara pari passu¸ yaitu menurut perbandingan
besarannya masing-masing tagihan mereka, dari hasil penjualan harta kekayaan
debitor yang tidak dibebani dengan hak jaminan.71 Sehingga pembagian hasil dari
penjualan harta debitor pailit akan dicukupkan pada kreditor ini dengan menganut
sistem para passu, setelah terlebih dahulu dilakukan pembayaran kepada kreditur
prefren dan separatis.
B. Kedudukan Hak Negara Dalam Kepailitan
a. Menurut Undang-undang Pajak
Keberadaan negara dalam perusahaan pailit yakni melakukan penagihan
pajak yang menjadi hak negara. Penagihan pajak pada perusahaan pailit di
lakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak ( DJP ), yang pelaksanannya berdasarkan
aturan hukum yakni pada Undang-undang 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan dan
Tata Cara Perpajakan (UU KUP), dan Undang-undang 19 Tahun 2000 Tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (UU PSP).
Penagihan pajak dan hak mendahului negara di atur pada Pasal 21 UU
KUP yang menyebutkan :
1.

Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang
milik Penanggung Pajak

2.

Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan
biaya penagihan pajak.

3.

Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya,
kecuali terhadap:
a. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk
melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
70
71

Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Sutan Remy Sjahdeini, Op, Cit, hal 280

Universitas Sumatera Utara

b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud;
dan/atau
c. biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan
penyelesaian suatu warisan.72
Pada saat melakukan penagihan pajak pada perusahaan pailit maka kurator yang
akan melaksanakan kewajiban dari debitor yang sudah dinyatakan pailit untuk
melakukan pembayaran utang pajak debitor pailit.
Ketentuan penagihan pajak pada pasal 21 ayat 1 UU KUP yang secara
tegas menekankan bahwa negara memiliki hak mendahulu untuk utang pajak.
Sehingga pasal ini memberi posisi atau status kepada negara sebagai kreditur
prefren. Lebih lanjut jika ketentuan Pasal 21 ayat 1 UU KUP ini dikaitkan dengan
Pasal 1134 ayat 2 KUH Perdata, yang juga melakukan penekanan adanya hak
istimewa yang mempunyai tingkatan lebih tinggi dari orang yang berpiutang
lainnya karena adanya peraturan perundang-undangan. Kedudukan negara sebagai
kreditur prefren ini dinyatakan mempunyai hak mendahului seperti yang diatur
secara khusus pada UU KUP yang menyebabkan negara memiliki hak mendahulu
atas barang-barang milik penanggun pajak dan memiliki kedudukan yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan kreditur separatis dan konkuren seperti yang
telah diatur dalam UU kepailitan.
Kemudian Pasal 21 ayat 3(a) UU KUP, menyatakan wajib pajak yang
dinyatakan pailit atau dilikusidasi, maka kurator, likuidator, atau orang atau badan
yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib
Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau
kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang
pajak Wajib Pajak tersebut73. Pasal ini kembali menekankan agar badan atau
orang yang melaksanakan tugas pada wajib pajak yang dinyatakan pailit atau
dilikuidasi dilarang membagikan harta wajib pajak tersebut sebelum melakukan
pembayaran utang pajak kepada negara.
Kedudukan hak negara dalam kepailitan ini juga dipertegas pada Pasal 19
ayat 5, dan 6 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa yang menyebutkan Pengadilan Negeri atau instansi lain yang

72

Pasal 21 Undang-undang Nomot 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan dan Tata Cara
Perpajakan.
73
Pasal 21 ayat 3(a) Undang-undang Nomot 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan dan Tata
Cara Perpajakan.

Universitas Sumatera Utara

berwenang menentukan pembagian hasil penjualan barang dimaksud berdasarkan
ketentuan hak mendahulu Negara untuk tagihan pajak.74
Lebih lanjut dalam penjelasannya kedudukan Negara sebagai kreditur
preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik
Penanggung Pajak yang akan dijual kecuali terhadap biaya perkara yang sematamata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak
dan atau barang tidak bergerak, biaya yang telah dikeluarkan untuk
menyelamatkan barang dimaksud, atau biaya perkara yang semata-mata
disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan. Hasil penjualan
barang-barang milik Penanggung Pajak terlebih dahulu untuk membayar biayabiaya tersebut di atas dan sisanya dipergunakan untuk melunasi utang pajak.
Kedudukan negara ini sebagai kreditur prefren bukan berarti penagihan
pajaknya tidak ada batasan waktu dalam penagihannya. Pasal 21 ayat 4 UU KUP
menyatakan Hak negara dalam perusahaan pailit dapat hilang setelah 5 tahun
sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah. Walaupun negara berstatus sebagai kreditur prefren, namun hak nya
dapat hilang, jika negara dalam melakukan penagihan pajak terlambat melakukan
penagihan pajak sesuai dengan ketentuan pasal ini.
Berkaitan dengan kedudukan negara yang diistimewakan ini bukan tidak
berdasarkan alasan yang mendasar mengapa negara harus mendapat pembayaran
atau pelunasan utang pajak yang wajib didahulukan dibanding dengan kreditur
separatis dan konkuren dalam kepailitan. Pembayaran pajak ini didahulukan
karena pemerintah dalam melaksanakan tugasnya untuk mencapai masyarakat
yang sejahtera adil dan makmur, membutuhkan anggaran yang besar. Dana yang
didapat pemerintah digunakan untuk melakukan pembangunan infrastruktur,
fasilitas pelayanan publik dan lainnya. Sehingga dengan dilakukannya
pembangunan yang merata pada seluruh daerah, diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Hal ini berdasarkan teori tujuan negara, dimana negara memiliki tujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya sesuai dengan amanah Undangundang Dasar 1945. Dimana berdasarkan kepentingan publik ini sehingga
kedudukan negara harus didahulukan untuk melakukan penagihan pajak pada
74

Pasal 19 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa.

Universitas Sumatera Utara

perusahaan pailit dibanding dengan kepentingan pribadi atau individu ataupun
perusahaan yang menjadi kreditur.75
b. Menurut Undang-undang Kepailitan
Kedudukan hak negara yakni melakukan penagihan pajak para perusahaan
yang sudah dinyatakan pailit. Dalam kepailitan, kedudukan negara berada pada
status kreditur prefren. Seperti yang sudah di jelaskan diatas bahwa, hak negara
dalam melakukan penagihan pajak diistimewakan dan didahulukan
pembayarannya dibanding para kreditur lainnya dalam perusahaan yang
dinyatakan pailit.
Menurut undang-undang kepailitan yakni pada Undang-undang Nomor 37
Tahun 2004 Tentang Kewajiban dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
diatur tentang kedudukan hak negara. Dalam hal ini melakukan penagihan pajak
pada debitor pailit atau kurator yang mewakili wajib pajak tersebut. Pasal 41
UUK menyebutkan:
a. Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan
pembatalan segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang
merugikan kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan
pailit diucapkan.
b. Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan
apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, debitor
dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau
sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan
kerugian bagi kreditor.
c. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
perbuatan hukum debitor yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian
dan/atau karena undang-undang.

75

Muhammad Djafar Saidi, Pembaharuan Hukum Pajak, (Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada, 2007), hal 187

Universitas Sumatera Utara

Kemudian pada penjelasan pada Pasal 41 ayat 3 UUK disebutkan bahwa
perbuatan yang wajib dilakukan karena undang-undang misalnya kewajiban
membayar pajak. Hal ini memperlihatkan bahwa dalam UUK mengakui tentang
keberadaan negara pada perusahaan pailit untuk melakukan penagihan pajak pada
wajib pajak yakni debitor pailit. Pasal ini menekankan bahwa kewajiban pajak
merupakan perbuatan yang wajib dilakukan pada perusahaan pailit. Sehingga
keberadaan negara berada pada posisi sebagai kreditur prefren. Hal ini juga
disampaikan Jun Cai yang berpendapat bahwa “ dalam kepailitan hak tagih negara
masuk dalam kreditur prefren sehingga pembayaran utang tersebut wajib
dilakukan oleh kurator”76
Kemudian terkait pajak yang dimaksud lahir karena undang-undang
seperti pada penjelasan Pasal 41 ayat 3 UUK memberi penegasan bahwa utang
pajak hanya dapat timbul karena undang-undang dan tidak mungkin pajak timbul
karena perjanjian. Jika undang-undang yang menjadi dasar untuk pemungutannya
telah ada, maka selanjutnya harus dipenuhi syarat-syarat objektif yang ditentukan
oleh undang-undang secara bersamaan (simultan). Syarat objektif dipenuhi
apabila Tatbestand yang disebut oleh undang-undang dipenuhi. Tatbestand dapat
berupa:
a. Perbuatan
b. Keadaan atau
c. Peristiwa.77
Selanjutnya terkait penjelasan Pasal 41 ayat 3 UUK diatas, pada Buku II
Kitab Undang-undang Hukum Perdata yakni pada Pasal 1352 KUH Perdata
menyebutkan bahwa Perikatan yang lahir karena undang-undang, timbul dan
undang-undang sebagai undang-undang atau dan undang-undang sebagai akibat
perbuatan orang. Berdasarkan pasal ini dapat diartikan secara ajaran materil
bahwa utang pajak menurut dasar itu timbul dengan sendirinya karena pada saat
yang ditentukan oleh undang-undang (PPh pada ahkir tahun) sekaligus dipenuhi
syarat subjek dan syarat objek. Artinya bahwa untuk timbulnya utang pajak itu
tidak diperlukan campur tangan atau perbuatan dari pejabat pajak, asal syaratsyarat yang ditentukan oleh UU yang telah dipenuhi.

76

Hasil wawancara dengan Jun Cai, Kurator di Medan, pada tanggal 2 Juni 2016, Pukul

09.30 Wib.
77

Rachmat Soemitro, Asas Dan Dasar Perpajakan 2, (Bandung : PT Refika Aditma,
1998), hal 2

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan menurut ajaran formil, utang pajak timbul karena undangundang pada saat dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh Direktorat
Jendral Pajak. Jadi selama belum ada SKP maka belum ada utang pajak dan tidak
akan dilakukan penagihan walaupun syarat subjek dan syarat objek telah dipenuhi
bersamaan.78 Kedua ajaran ini tetap digunakan di Indonesia, dimana dalam
melakukan penagihan Pajak Pertambahan Nilai menggunakan ajaran materil,
sementara untuk Pajak Bumi dan Bangunan menggunakan ajaran formil.79
Berkaitannya penjelasan kedudukan hak negara dalam kepailitan, baik
menurut UUK dan sejalan dengan UUD 1945 begitu juga dengan Kitab Undangundang Hukum Perdata, melihat bahwa aturan dalam hal melakukan penagihan
pajak sudah jelas. Ini memperlihatkan bahwa Negara mendudukan Hukum
sebagai panglima tertingggi dalam suatu negara. Sehingga utang pajak yang
timbul dari wajib pajak mucul karena undang-undang yang telah ada mengatur.
Hal ini tentu saja memudahkan petugas untuk melaksanakan tugasnya dalam hal
menagih pajak pada perusahaan yang telah dinyatakan pailit.
C. Hak dan Kewajiban Negara Menagih Pajak Perusahaan Pailit
Pada perusahaan pailit, terdapat beberapa kreditur yang selanjutnya dalam
Undang-undang Kepailitan diklasifikasikan menjadi 3 bagian, yakni kreditur
separatis, konkuren, dan preferen. Para kreditur ini selanjutnya memiliki hak dan
kewajiban untuk melakukan penagihan utang pada kurator. Hak dan kewajiban ini
mulai ada saat para kreditor mengetahui bahwa debitor sudah dinyatakan pailit
oleh pengadilan.
Sebelum sampai pada pembahasan hak dan kewajiban kreditur, terlebih
dahulu diuraikan mengenai klasifikasi hukum. Dilihat dari segi kepentingannya
maka diatur ada dua macam hukum yaitu hukum publik dan privat. Ada dua
alasan dilakukan pembedaan tersebut, alasan pertama, negara berfungsi untuk
melaksanakan kehendak rakyatnya. Negara dibentuk untuk menjaga
terpeliharanya kehidupan berbangsa, melindungi warga negaranya dari serangan
musuh dari luar, meningkatkan kesejahteraan sosial dan memperdayakan
warganya.80
Alasan kedua adalah mengenai hubungan yang diaturnya. Kepentingankepentingan yang diatur oleh hukum dapat dibedakan antara kepentingan umum
dan kepentingan khusus. Kepentingan umum berkaitan dengan kebersamaan
78

Ibid, hal 3
Ibid, hal 4
80
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Prenadamedia Group,
2015), hal 181.
79

Universitas Sumatera Utara

dalam hidup bermasyarakat. Sebaliknya dalam suatu kehidupan bermasyarakat,
warga masyarakat mempunyai kebebasan untuk mengadakan hubungan diantara
sesamanya. Dalam hubungan tersebut, yang terlibat adalah kepentingan mereka
yang mengadakan hubungan dalam hal ini disebut kepentingan khusus.
Kepentingan ini selanjutnya diatur oleh hukum privat.81
Pertama kali melakukan pembagian tersebut adalah Ulpianus, “Huius
studii duae sunt positiones, publicum et privatum. Publicum ius est quod ad
statum rei romane spectat, privatum quod ad singulorum utilitatem: sunt enim
quaedam publice utilia, quaedam privatum.82 Dari ungkapan ini dapat ditafsirkan
bahwa ius publicum atau hukum publik berkaitan dengan fungsi negara,
sedangkan hukum privat berkaitan dengan kepentingan individu.
Hukum publik lazimnnya dirumuskan sebagai hukum yang mengatur
kepentingan umum dan mengatur hubungan penguasa dengan warga negaranya.
Hukum publik ini adalah keseluruhan peraturan yang merupakan dasar negara dan
mengatur pula bagaimana caranya negara melaksanakan tugasnya, jadi merupakan
perlindungan kepentingan negara. Oleh karena memperlihatkan kepentingan
umum, maka selanjutnya pelaksanaan hukum publik dilakukan oleh penguasa.83
Adapun hukum perdata atau privat adalah hukum antar perorangan yang
mengatur hak dan kewajiban perorangan satu dengan yang lainnya dalam
hubungan keluarga dalam pergaulan masyarakat. Pelaksanannya diserahkan
masing-masing pihak.84 Jadi hukum perdata adalah peraturan-peraturan hukum
yang objeknya ialah kepentingan-kepentingan khusus dan yang soal akan
dipertahankannya atau tidak diserahkan kepada yang berkepentingan.85
Kemudian lebih lanjut terkait hukum privat, maka hukum bisnis
merupakan perkembangan hukum perdata, jika titik berat hukum perdata adalah
masalah-masalah bersifat pribadi. Pada hukum bisnis yang menjadi fokus
pengaturan adalah hubungan individu dengan individu lainnya dalam rangka
sama-sama mencari keuntungan. Adapun yang menjadi cakupan hukum bisnis
adalah hukum kontrak, hukum perseroaan, hukum pasar modal, hukum
81

Ibid, hal 182
Ibid, hal 181, Terjemahan bebasnya adalah studi hukum meliputi dua bidang, yaitu
hukum publik dan hukum privat. Hukum publik adalah hukum yang berkaitan dengan pengaturan
negara Romawi, hukum privat berkaitan dengan kepentingan orang secara individual: sebenarnya,
yang satu melayani kepentingan masyarakat dan yang lain melayani kepentingan individu.
83
Abdul Manif, Studi Mengenai Perikatan Dengan Syarat Batal Karena Wanprestasi
Yang Diikuti Dengan Pengesampingan Pasal 1126 dan Pasal 1267 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, Disertasi Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2016, hal. 100.
84
Ibid,
85
L.J Van Apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, ( Jakarta: Pradnya Paramita, 1973), hal.
186.
82

Universitas Sumatera Utara

ketenagakerjaan, hukum perbankan, dan lainnya.86 Hal ini mengandung
pengertian bahwa kepentingan bisnis dipandang sebagai kepentingan khusus dan
bukan kepentingan umum.
Akan tetapi tidak sama halnya dengan kepentingan ekonomi masih
dipandang sebagai kepentingan umum, oleh karena itu maka hukum ekonomi
masuk dalam wilayah kepentingan publik.87 Seorang ekonom Inggris, Keynes
melegitimasi peranan pemerintah dalam aktifitas ekonomi, maksud Keynes adalah
untuk menyelamatkan sistem ekonomi pasar. Oleh karena itu kegiatan ekonomi
selain yang berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan pencegahan
pengangguran masih dipandang sebagai kepentingan khusus.88
Selanjutnya perbedaan antara hukum publik dan hukum privat juga
terletak pada hubungan hukum. Seperti hubungan hukum antara negara dengan
individu yang berkaitan dengan kenegaraan seperti kewarganegaraan, partai
politik, dan pemilihan umum merupakan hubungan bersifat politis. Hubungan
berifat sosial adalah hubungan antara negara dengan individu dalam rangka
mempertahankan ketertiban umum dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kemudian yang terahkir hubungan yang bersifat adminstratif adalah hubungan
antara negara dengan individu dalam rangka individu melakukan tindakan yang
memerlukan persetujuan dari negara karena apa yang dilakukan itu berkaitan
dengan permeliharaan kepentingan umum.
Hubungan administratif dapat juga berarti sebaliknya, yaitu negara
menetapkan kewajiban kepada individu untuk melakukan sesuatu demi
pemeliharaan kepentingan umum, seperti pembayaran pajak. Hukum yang
mengatur hubungan-hubungan tersebut masuk ke dalam hukum publik.
Berdasarkan pandangan ini, hukum tata negara, hukum pidana, hukum acara
pidana, hukum administrasi, dan hukum tata usaha negara merupakan hukum
publik. Adapun di luar itu merupakan hukum privat.89
Kemudian jika dilihat dari segi bekerjanya aturan hukum, hukum dapat
dibedakan antara hukum yang bersifat pemaksa (dwingerecthts, obligatory Law)
dan hukum yang bersifat pelengkap atau mengatur (aanvullenrecht, optical
Law).90 Kata memaksa dalam ini dimaksudkan bahwa pembuat undang-undang
tidak memberikan keleluasaan kepada para pihak untuk menerapkan atau tidak
menerapkan aturan itu. Dengan perkataan lain, aturan ini tidak boleh disampingi
86

Peter Mahmud Marzuki, Op,Cit, hal.188.
Ibid, hal. 189.
88
Ibid, hal .191.
89
Ibid, hal. 198.
90
Abdul Munif,Op,Cit. hal.101
87

Universitas Sumatera Utara

oleh mereka yang melakukan hubungan hukum. Ketentuan yang bersifat memaksa
itu berlaku bagi para pihak yang bersangkutan maupun hakim itu harus diterapkan
meskipun para pihak mengatur sendiri hubungan mereka.91
Hukum yang memaksa juga disebut hukum yang memerintah atau hukum
yang mutlak dimana maksud peraturan-peraturan untuk mana orang-orang yang
berkepentingan tidak boleh menyimpang dengan jalan perjanjiannya. Hukum
yang memaksa mengikat dengan tiada bersyarat, artinya tak peduli adakah para
pihak yang berkepentingan menghendakinya atau tidak.92
Sedangkan maksud dari hukum yang bersifat mengatur adalah hukum itu
akan dijadikan acuan bagi para pihak manakala para pihak tidak membuat sendiri
aturan yang berlaku bagi hubungan mereka. Hal ini memberikan disposisi kepada
para pihak dan mengisi kekosongan aturan untuk hal-hal yang tidak diatur oleh
para pihak, akan tetapi para pihak tersebut dapat menetapkan sendiri bahwa
mereka ingin menyimpangi aturan-aturan itu, dan menetapkan sendiri aturanaturan yang berlaku bagi hubungan mereka.93
Menurut Pitlo, dasar kriteria apa yang membuat ketentuan bersifat
memaksa atau melengkapi (mengatur). Pertama kali ditentukan suatu aturan yang
menyangkut kepentingan umum, bersifat memaksa. Dengan hal lain dapat
digolongkan ke dalam golongan hukum publik yang hampir selalu memaksa. Ini
juga berlaku untuk aturan-aturan yang sifatnya campuran antara hukum perdata
dan hukum publik.94 Pembedaan ketentuan yang bersifat memaksa dan ketentuan
yang bersifat mengatur hanya terjadi pada hukum privat. Pada hukum publik tidak
terdapat pembedaan semacam itu. Dengan perkataan lain bahwa dalam hukum
publik besifat memaksa.
Kemudian jika untuk ketentuan hukum perdata tidak dapat semua aturan
digolongkan pada hukum yang bersifat mengatur atau melengkapi. Pada hukum
perdata khususnya yang berkaitan dengan hukum perikatan sebagaimana diatur
pada buku III KUHPerdata, tidak lalu berarti semua pada ketentuan ini bersifat
mengatur atau melengkapi, namun ada sebagian yang bersifat memaksa. 95
Maka perbedaan antara hukum publik dan hukum privat tidak lain pada
hukum publik itu telah a proiri memaksa sedangkan hukum privat tidak a priori
memaksa. Tetapi apabila para pihak tidak mampu menggunakan kemerdekaan

91

Peter Mahmud Marzuki, Op, Cit, hal. 200.
L.J Van Apeldorn, Op,Cit, hal. 194
93
Ibid, hal. 201.
94
Abdul Munif,Op,Cit. hal. 103
95
Ibid, hal.104.

92

Universitas Sumatera Utara

mereka supaya menyelesaikan soal mereka berdasarkan suatu peraturan sendiri,
maka hukum privat pun memaksa.96
Terkait uraian tentang klasifikasi hukum dari segi kepentingan yakni
antara hukum publik dan privat, dan begitu juga dari segi sifatnya antara hukum
yang bersifat memaksa dan mengatur atau pelengkap, maka selanjutnya hak dan
kewajiban para kreditur pada perusahaan pailit dapat ditentukan.
Hak dan kewajiban kreditur pada perusahaan pailit telah diatur dalam
UUK. Kreditur dalam perusahaan pailit di klasifikasikan menjadi 3 bagian yakni
kreditur konkuren, separatis, dan preferen. Adapun yang menjadi hak dan
kewajiban kreditur adalah :
Hak kreditur berdasarkan UUK :
1. Menerima surat tentang adanya daftar sebagimana dimaksud Pasal 119 UUK,
kepada kreditor yang dikenal, disertai panggilan untuk menghadiri rapat
pencocokan utang (Pasal 120 UUK)
2. Meminta agar kurator memberikan keterangan mengenai tiap piutang dan
penempatannya dalam daftar, atau dapat membantah kebenaran piutang,
adanya hak untuk didahulukan, hak untuk menahan suatu benda, atau dapat
menyetujui bantahan kurator. (Pasal 124 ayat 2 UUK)
3. Menerima surat keterangan mengenai sumpah yang telah diucapkannya,
kecuali apabila sumpah tersebut diucapkan dalam rapat kreditur oleh hakim
pengawas. ( Pasal 125 ayat 3 UUK)
4. Menerima laporan mengenai keadaan harta pailit dan selanjutnya kepada
kreditor wajib diberikan semua keterangan yang diminta oleh kurator. (Pasal
143 ayat 1 UUK)

96

E.Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia,(Jakarta: PT.Penerbitan dan Balai Buku
Ichtiar,1966) hal 56.

Universitas Sumatera Utara

5. Menerima pembayaran atau pelunasan utang debitur pailit dari kurator . (Pasal
189 ayat 4 UUK).
Kewajiban kreditur berdasarkan UUK adalah :
1. Semua kreditor wajib menyerahkan piutangnya masing-masing kepada kurator
disertai perhitungan atau keterangan tertulis lainnya yang menunjukan sifat dan
jumlah piutangnya , disertai dengan surat bukti atau salinannya dan suatu
pernyataan ada atau tidaknya kreditur mempunyai suatu hak istimewa, hak
gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan
lainnya atau hak untuk menahan benda (Pasal 115 ayat 1 UUK)
2. Melakukan penagihan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan pada rapat
kreditur (Pasal 113 ayat 1 UUK).
Kemudian jika dihubungkan dengan klasifikasi hukum seperti penjelasan
di atas dengan hak dan kewajiban kreditur perusahaan pailit, maka hal ini
memperlihatkan bahwa dalam UUK terdapat kepentingan khusus atau hukum
privat antara kreditur dengan debitur pailit. Begitu juga dari sifat bekerjanya
bahwa undang-undang kepailitan merupakan aturan hukum bersifat mengatur.
Dimana hubungan hukum antara debitur dengan kreditur merupakan hubungan
berdasarkan kepentingan antara individu debitur dengan individu kreditur.
Seperti ketentuan kewajiban kreditur melakukan penagihan harus
mengikuti pengaturan batas ahkir pengajuan utang. Sehingga ini memperlihatkan
adanya hubungan hukum bisnis antara kreditur dengan debitur. Namun UUK
melakukan klasifikasi kreditur dalam perusahaan pailit, seperti dengan hadirnya
negara sebagai kreditur preferen yang melakukan penagihan utang pajak pada
debitur atau wajib pajak pailit.
Sebelum membahas tentang keberadaan utang pajak pada perusahaan
pailit, pertama akan diuraikan tentang ketentuan membayar pajak sesuai dengan
UU Perpajakan. Tindakan membayar pajak, pada Pasal 1 ayat 1 UU KUP
disebutkan bahwa, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang tertuang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-

Universitas Sumatera Utara

undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.97
Ketentuan pada Pasal 1 ayat 1 UU KUP mengarahkan kewajiban Warga
Negara Indonesia kepada negara sesuai dengan ketentuan pada Pasal 23(a) UUD
1945 yang menyebutkan bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa
untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang. Kata untuk keperluan
negara pada UUD 1945 diartikan pada Pasal 1 ayat 1 UU KUP bahwa pajak
digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, yang merupakan tujuan
negara.
Di lihat dari tujuannya jelas bahwa pungutan pajak yang dilakukan negara
merupakan untuk kepentingan bersama atau kepentingan umum. Kemudian jika
dilihat dari segi bekerjanya, dengan tegas UUD 1945 dan UU KUP menyatakan
bahwa pungutan pajak bersifat memaksa dan tindakan wajib. Sehingga hukum
pajak pada umumnya dimasukan sebagai bagian dari hukum publik, yakni yang
mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyat. Hal tersebut dapat
dimengerti karena di dalam hukum pajak diatur mengenai hubungan pemerintah
dalam fungsinya selaku fiskus dengan rakyat dalam kapasitasnya sebagai wajib
pajak/subjek pajak.98
Hal ini dapat dilihat bahwa Indonesia sebagai negara hukum ingin
menciptakan tertib hukum yang mendudukan hukum sebagai panglima tertinggi di
negara. Kemudian berdasarkan teori negara hukum yang diungkapkan Frans
Magnis Susesno, yang menjelaskan alasan utama negara diselenggarakan
berdasarkan hukum :
1. Kepastian hukum
2. Tuntuan perlakuan yang sama
3. Legitimasi demokratis
4. Tuntutan akan budi99
Sehingga terkait kewajiban membayar pajak yang dilakukan masyarakat
kepada negara merupakan tindakan yang memaksa bagi orang ataupun badan. Hal
ini jelas mengarahkan adanya persamaan hukum dan tidak ada pengecualian
97

Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Dan Tata
Cara Perpajakan.
98
Y.Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogjakarta: Andi Yogjakarta, 2009),
hal.60.
99
Nukthoh Arfawie Kurde, Loc, Cit. hal. 27.

Universitas Sumatera Utara

terhadap kewajiban membayar pajak kepada negara. Pada Undang-undang
perpajakan juga memberikan hak istimewa kepada negara yakni hak untuk
mendahulu utang pajak atas barang-barang milik penanggung pajak.
Terkait hak istimewa yang dimiliki negara untuk melakukan penagihan
pajak pada wajib pajak, maka sebelumnya akan diuraikan penjelasan tentang hak
terlebih dahulu. Menurut Paton, hak berdasarkan hukum biasanya diartikan
sebagai hak yang diakui dan dilindungi oleh hukum.100 Kemudian hal senada juga
dikemukakan oleh Sarah Worthington yang menyatakan bahwa legal rights sering
dilawakan oleh moral rights.
Hal ini dapat dilihat dengan contoh, bahwa seorang dapat mengharapkan
di bayar oleh majikannya, dan diberi hadiah pada hari ulang tahunnya. Bahwa
selanjutnya diantara harapan itu terdapat hak berdasarkan hukum yaitu hak
seorang karyawan mendapatkan bayaran dari majikannya, apabila tidak dibayar,
maka karyawan tersebut dapat menggunakan lembaga formal untuk membantu
karyawan tersebut. Tidak sama halnya dengan harapan hadiah ulang tahun,
apabila harapan itu tidak dipenuhi maka tidak ada satu lembaga pun yang dapat
memaksa terpenuhinya harapan tersebut.
Selanjutnya terkait hak, menurut Bentham, hak tidak dapat mempunyai
arti apa-apa jika tidak ditunjang oleh Undang-undang.101 Kemudian penjelasannya
menyebutkan bahwa hak adalah anak dari hukum. Bentham juga berpendapat
bahwa hukum yang nyata bukanlah hukum alam, melainkan hukum yang dibuat
oleh lembaga legislatif. Sehingga hak untuk dapat dilaksanakan harus dituangkan
ke dalam Undang-undang.102
Suatu kepentingan merupakan sasaran dari hak, bukan hanya karena ia
dilindungi oleh hukum tetapi juga karena adanya pengakuan terhadapnya. Hak
mengandung unsur perlindungan, kepentingan dan juga kehendak103. Pengertian
hak dapat dijumpai dalam teori mengenai hakikat hak. Menurut Lord Lloyd of
Hamsted dan M.D.A Freeman terdapat dua teori mengenai hakikat hak, yaitu teori
kehendak yang menitiberatkan kepada kehendak atau pilhan dan yang lain teori
kepentingan atau teori kemanfaatan. Kedua teori tersebut berkaitan dengan tujuan
hukum.104
Pada teori kehendak memandang bahwa pemegang hak dapat berbuat apa
saja atas haknya, ia dapat saja tidak menggunakan hak itu, melepaskannya,
100

Peter Mahmud Marzuki, Op,Cit, hal. 141.
Ibid, hal. 142
102
Ibid, hal.143
103
Sajipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 54
104
Peter Mahmud Marzuki, Op,Cit, hal. 150
101

Universitas Sumatera Utara

melaksanakan atau tidak berbuat apa-apa atas hak itu. Kemudian teori
kemanfaatan pertama kali dijumpai dalam karya Bentham yang selanjutnya
diadopsi oleh Rudolf Von Ihering. Menurut Ihering, tujuan hukum bukanlah
melindungi kepentingan individu melainkan melindungi kepentingan-kepentingan
tertentu, oleh karena itu Ihering mendefenisikan hak sebagai kepentingankepentingan yang dilindungi oleh hukum.105 Kepentingan-kepentingan ini telah
ada dalam kehidupan bermasyarakat dan negara hanya memilihnya mana yang
harus di lindungi.
Sehingga jika dikaitkan dengan hak melakukan pungutan pajak yang
dilakukan negara, maka hak tersebut merupakan kepentingan negara yang
dilindungi hukum. Sesuai dengan tujuan hukum negara yang ingin menciptakan
masyarakat yang adil dan sejahtera. Ketentuan pemungutan pajak yang dilakukan
negara berdasarkan Undang-undang Perpajakan berfungsi sebagai fungsi anggaran
dan fungsi mengatur yang tujuannya untuk bukan untuk kepentingan individu
melainkan kepentingan bersama atau kepentingan umum. Sehingga hak ini tidak
boleh disampingkan dan wajib dilaksanakan.
Terkait hal tersebut, hak dapat ditinjau dari segi eksistensi hak itu sendiri,
dari segi keterkaitan hak itu dalam kehidupan bernegara dan dari segi keterkaitan
hak itu dalam kehidupan bermasyarakat. Dari segi eksitensi hak itu sendiri.
Terdapat dua macam hak, yaitu hak orisinal dan hak derivatif. Dalam kaitannya
dengan kehidupan berbangsa dan bernegara terdapat hak dasar dan hak politik.
Dilihat dari segi keterkaitan antara hak itu dan kehidupan bermasyarakat terdapat
hak privat yang terdiri dari hak absolute dan relatif.106
Kemudian hak menagih pajak digolongkan pada hak privat, dimana hak
menurut Hohfeld, apabila sesorang berbicara mengenai hak, hal itu akan
mengarahkan kepada right atau claim, yaitu suatu hak untuk menuntut sesuatu. 107
Hak privat dibedakan antara hak absolut dan hak relatif. Pembedaan hak ini ada
tiga hal yakni :
1. Hak absolut dapat diberlakukan kepada setiap orang, sedangkan hak relatif
hanya berlaku untuk seseorang tertentu.
2. Hak absolut memungkinkan pemegangnya untuk melaksanakan apa yang
menjadi substansi haknya melalui hubungan dengan orang lain. Hak relatif
105

Ibid, hal. 151
Ibid, hal.159
107
Ibid, hal.173
106

Universitas Sumatera Utara

menciptakan tuntutan kepada orang lain untuk memberikan sesuatu, melakukan
sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu.108
3. Objek hak absolut pada umumnya benda, sedangkan hak relatif objeknya ada
prestasi yaitu memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan
sesuatu.109
Dengan demikian bahwa sisi balik dari hak relatif adalah kewajiban orang
lain untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu.
Hal ini sejalan dengan hak negara dalam melakukan pemungutan pajak pada
masyarakat. Dimana kebalikan dari hak negara menagih pajak, merupakan
kewajiban orang atau badan memberikan pembayaran atas pajak kepada negara
sesuai dengan ketentuan UU Perpajakan.
Sehingga hak yang di miliki negara dalam melakukan penagihan pajak
merupakan hak yang relatif dan bersifat memaksa berdasarkan undang-undang.
Kemudian ketentuan ini merupakan digolongkan sebagai hukum publik karena
tujuan dilakukan pemungutan pajak oleh negara merupakan untuk mewujudkan
tujuan negara.
Hak istimewa yang dimiliki oleh negara ini juga harus seimbang dengan
keadilan dan kepastian hukum terkait waktu penagihan. Sehingga walaupun hak
istimewa ini melekat kepada negara namun hak tersebut juga dapat hilang, jika
negara tidak melakukan kehendak tersebut. Pasal 21 ayat 4 UU KUP, menyatakan
bahwa hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak
tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali
yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.110
Sehingga hal ini memberikan waktu daluwarsa untuk hak menagih utang
pajak yang dilakukan oleh DJP kepada wajib pajak. Ketentuan seperti ini
memberikan kepastian hukum bahwa, kewajiban wajib pajak untuk membayar
utang pajaknya baik orang maupun badan memiliki batas waktu. Hak istimewa
yang dimiliki oleh negara tersebut juga dapat hilang jika DJP terlambat
melakukan penagihan sesuai dengan ketentuan ini.
108

Ibid, hal. 172
Ibid, hal. 173
110
Pasal 21 ayat 4 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor
16 Tahun 2009.
109

Universitas Sumatera Utara

Terkait hak dan kewajiban negara dalam menagih pajak pada perusahaan
pailit, ketentuan tentang hak istimewa dan kewajiban wajib pajak juga berlaku
sesuai dengan ketentuan Undang-undang perpajakan. Pada Undang-undang
Kepailitan yakni Pasal 41 ayat 3 UUK dan pada penjelasannya menyatakan bahwa
perbuatan hukum yang wajib dilakukan berdasarkan perjanjian atau undangundang adalah misalnya membayar pajak.
Kalimat pada Pasal 41 ayat 3 UUK mengarahkan bahwa Undang-undang
kepailitan sejalan dengan ketentuan Undang-undang Perpajakan dan UUD 1945
tentang pajak merupakan kontribusi wajib bagi negara. Sehingga dalam Undangundang kepailitan terkait dengan batas ahkir waktu pengajuan utang seperti pada
pasal 113 ayat 1(a) UUK tidak dapat diterapkan pada penagihan utang pajak.
Karena pemungutan pajak merupakan kepentingan publik yang bersifat memaksa
sehingga tindakan membayar pajak harus berdasarkan ketentuan UU Perpajakan.
Hal ini merupakan sejalan dengan teori negara hukum, dimana pada kasus
pemungutan pajak pada perusahaan pailit, maka hukum yang berperan sebagai
panglima tertinggi adalah Undang-undang Perpajakan bukan Undang-undang
Kepailitan. Sehingga memberikan kepastian hukum dan perlakuan yang sama
hukum bagi seluruh wajib pajak dan menciptakan rasa keadilan bagi seluruh wajib
pajak.
Kedudukan negara sebagai kreditur prefren memiliki hak untuk mendapat
pelunasan atau pembayaran utang yang wajib didahulukan dibanding dengan
kreditur separatis dan kreditur konkuren. Diletakannya kedudukan kreditur
preferen pada kepailitan dengan tujuan agar kepentingan umum lebih
diistimewakan dari pada kepentingan individu atau pribadi.
Kreditur preferen dalam perusahaan pailit dapat dibagi menjadi beberapa
kreditur menurut jenis utang ataupun kewajibannya, yakni:
a. Pajak
b. Pekerja
c. Pemegang saham111
Ketentuan terkait hak istimewa yang dimiliki negara dalam melakukan
tindakan penagihan pajak ini diatur pada beberapa pasal, yakni :
1. Pasal 1137 KUH Perdata
111

Hasil wawancara dengan Jun Cai, Kurator di Medan, Pada tanggal 2 Juni 2016, Pukul

09.30 Wib

Universitas Sumatera Utara

2. Pasal 21 ayat 3 UU KUP
3. Pasal 19 ayat 6 UU PSP dan,
4. Pasal 41 ayat 3 UUK
Sehingga berdasarkan uraian diatas tersebut, maka yang menjadi hak dan
kewajiban negara dalam menagih pajak pada perusahaan pailit berdasarkan UU
KUP, adalah sebagai berikut :
Hak Negara menagih pajak pada perusahaan pailit :
1. Negara memiliki hak untuk menagih utang pajak pada wajib pajak (Pasal 22
UU KUP).
2. Negara memiliki hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik
penanggung pajak (Pasal 21 ayat 1 UU KUP).
3. Negara memiliki hak mendahulu untuk menagih utang pajak selama 5 tahun
(Pasal 22 ayat 1 UU KUP).
4. DJP berhak melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan kewajiban
perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan perundang-undangan pajak (Pasal 29 UU KUP).
Kemudian yang menjadi kewajiban negara :
1. Negara wajib melakukan penagihan utang pajak sebelum batas daluwarsa yaitu
5 tahun, dan dihitung sejak diterbitkannya Surat Tagihan Pajak dan Surat
Ketetapan Pajak (Pasal 22 ayat 1 UU KUP).
2. Negara wajib memberikan bukti-bukti konkrit terkait utang pajak pajak
berdasarkan ketentuan UU Perpajakan.
Berdasarkan uraian terkait hak dan kewajiban negara dalam melakukan
penagihan utang pajak pada perusahaan pailit maka dapat dilihat bahwa tindakan
ini dilakukan dengan dasar kepentingan um