POTENSI FLAVONOID EKSTRAK BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq) UNTUK MENURUNKAN KONSENTRASI 8-OHdG PADA URIN TIKUS WISTAR JANTAN YANG TERPAPAR ETANOL.

(1)

TESIS

POTENSI FLAVONOID EKSTRAK BIJI MAHONI

(

Swietenia mahagoni

Jacq) UNTUK MENURUNKAN

KONSENTRASI 8-OHdG PADA URIN TIKUS

WISTAR JANTAN YANG TERPAPAR ETANOL

AGUNG ARI CHANDRA WIBAWA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

TESIS

POTENSI FLAVONOID EKSTRAK BIJI MAHONI

(

Swietenia mahagoni

Jacq) UNTUK MENURUNKAN

KONSENTRASI 8-OHdG PADA URIN TIKUS

WISTAR JANTAN YANG TERPAPAR ETANOL

AGUNG ARI CHANDRA WIBAWA NIM. 1392061007

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KIMIA TERAPAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

POTENSI FLAVONOID EKSTRAK BIJI MAHONI

(

Swietenia mahagoni

Jacq) UNTUK MENURUNKAN

KONSENTRASI 8-OHdG PADA URIN TIKUS

WISTAR JANTAN YANG TERPAPAR ETANOL

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Kimia Terapan, Program Pascasarjana Universitas Udayana

AGUNG ARI CHANDRA WIBAWA NIM. 1392061007

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KIMIA TERAPAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(4)

Lembar Persetujuan Pembimbing

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 30 JULI 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Drs. I Made Dira Swantara, M.Si Dr. Drs. Manuntun Manurung, M.S. NIP. 19540101 198603 1 001 NIP. 19610525 199009 1 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Kimia Terapan Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof. Dr. Drs. I Made Dira Swantara, M.Si Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19540101 198603 1 001 NIP. 19590215 198510 2 001


(5)

PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 30 Juni 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No: 3070 / UN. 14.4 / HK / 2016

Tanggal: 30 Juni 2016

Ketua : Prof. Dr. Drs. I Made Dira Swantara, M.Si

Anggota :

1. Dr. Drs. Manuntun Manurung, M.S. 2. Dr. Dra. Ni Made Suaniti, M.Si. 3. Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, M.S. 4. Dr. Dra. Wiwik Susanah Rita, M.Si.


(6)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Agung Ari Chandra Wibawa NIM : 1392061007

Program Studi : Kimia Terapan

Judul Tesis : Potensi Flavonoid Ekstrak Biji Mahoni (Switenia mahagoni Jacq) Untuk Menurunkan Konsentrasi 8-OHdG Pada Urin Tikus Wistar Jantan yang Terpapar Etanol.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat.Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, Juni 2016

Yang membuat pernyataan,


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung kerta wara nugraha-Nya/ karunia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Drs. I Made Dira Swantara, M.Si, pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. Drs. Manuntun Manurung, M.S., Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD untuk kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih pada seluruh penguji tesis ini Dr. Dra. Ni Made Suaniti, M.Si., Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, M.S., serta Dr. Dra. Wiwik Susanah Rita, M.Si yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tesis ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Drs. Made Gunawan, M.Pd dan Dra. Ni Ketut Alit Suarti, M.Pd yang mengasuh dan membesarkan penulis serta memberikan bantuan moral dan finansial selama penelitian dan penyusanan tesis. Kakak kandung tercinta Agung Gede Wikantara beserta keluarga besar dari ayah dan ibu yang sangat membantu penulis dalam memberikan semangat dan bantuan kepada penulis selama penelitian. Mahardika Aprilia Iflahah, S.Si. yang telah memberikan semangat,


(8)

kesabaran, kritik, saran, dukungan dan kasih sayang kepada penulis yang tidak ada henti-hentinya dari menyelesaikan program studi sarjana hingga magister. Sahabat angkatan 2013 program Magister Kimia Terapan Udayana dan sahabat Gede Sugita Artana yang telah memberikan semangat dan motivasi selama penyusunan tesis ini

Semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Denpasar, Juni 2016 Penulis


(9)

ABSTRAK

POTENSI FLAVONOID EKSTRAK BIJI MAHONI (Switenia mahogany

Jacq) UNTUK MENURUNKAN KONSENTRASI 8-OHdG PADA TIKUS WISTAR JANTAN YANG TERPAPAR ETANOL

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan fraksi aktif senyawa flavonoid biji mahoni sebagai antioksidan dalam menurunkan konsentrasi 8-OHdG dalam urin tikus yang terpapar etanol. Biji mahoni dimaserasi dengan etanol 70% dan dipartisi secara berlanjut dengan n-heksana, etil asetat, dan n-butanol. Uji kadar total flavonoid pada fraksi dilakukan dengan metode spektrofotometri UV-Vis yang menunjukan fraksi n-butanol mengandung flavonoid terbanyak yaitu sebesar 41,734 mg/L. Pengukuran konsentrasi 8-OHdG dilakukan dengan ELISA pada

λ450 nm. Berdasarkan hasil analisis dengan ELISA, dosis 50,100,150,200 mg/kg

bb terbukti dapat menurunkan konsentrasi 8-OHdG selama 21 hari pada urin tikus yang terpapar etanol selama 30 hari. Konsentrasi 8-OHdG pada perlakuan fraksi n-butanol dosis 50, 100, 150, dan 200 mg/kg bb, diprediksi membutuhkan waktu selama 64, 66, 54, dan 32 hari agar konsentrasi 8-OHdG menjadi 0,3318 ng/mL.


(10)

ABSTRACT

POTENCIAL FLAVONOID MAHONI (Switenia mahogany Jacq) SEED EXTRACT TO DECREASE URINARY 8-OHdG CONCENTRATION IN

MALE RATS AFTER EXPOSED TO ETHANOL

This study aim for determine active fraction flavonoid compounds in mahoni seed as the antioxidant in decrease urinary concentration of 8-OHdG in rats after exposed to ethanol. Mahoni seed was macerated by ethanol 70% and then partitioned with n-hexane, ethyl acetate, and buthanol. Total flavonoid test was conducted using spectrophotometry UV-Vis method and showed that n-buthanol fraction has the highest level flavonoid is 41,73 mg/L. Measurement urinary 8-OHdG concentration has been carried out by ELISA on λ450 nm. Based on analysis result carried by ELISA, concentration of 8-OHdG with dose of 50, 100, 150, and 200 mg/kg bb was decreased during 21 days in male rats after exposed to ethanol. 8-OHdG concentration on dose fraction n-buthanol 50, 100, 150, and 200 mg/kg bb, predicted takes time 64, 66, 54, 31 days for 8-OHdG concentration becomes 0,3318 ng/mL.


(11)

RINGKASAN

Mengonsumsi etanol berlebihan akan mengakibatkan gangguan pada organ hati. Metabolisme etanol terjadi di hati yang dapat meningkatkan radikal bebas di dalam tubuh. Pada reaksi biotransformasi, etanol mengalami dua fase yaitu fungsionalisme (fase I) dan konyugasi (Fase II). Khusus reaksi fase I, etanol mengalami reaksi oksidasi menjadi asetaldehid oleh alkohol dehidrogenase (ADH). Perubahan aldehid menjadi etanol ataupun sebaliknya dapat menghasilkan

radikal hidroksil (•OH) atau sebagai Radical Oxygen Species (ROS).

ROS dapat menyebabkan kerusakan pada senyawa-senyawa biomolekul seperti karbohidrat, protein, lipid, dan DNA. Jika radikal bebas yang dihasilkan melebihi antioksidan dalam tubuh dapat menyebabkan keadaan stres oksidatif. Radikal hidroksil dapat mengoksidasi basa guanosin menjadi 8-OHdG, sehingga dapat mengubah struktur DNA yang dapat mengakibatkan mutagenesis atau karsinogenesis. Akibat yang dialami apabila terjadi mutagenesis dan karsinogensesis adalah penuaan atau degeneratif dan penyakit kanker. Kadar 8-OHdG di dalam tubuh dapat diturunkan dengan mengonsumsi senyawa antioksidan.

Senyawa antioksidan merupakan senyawa yang sangat berlimpah di alam. Salah satu senyawa yang banyak mengandung antioksidan adalah senyawa golongan flavonoid. Pada penelitian ini dilakukan uji kadar total flavonoid pada fraksi aktif flavonoid biji mahoni untuk menurunkan konsentrasi 8-OHdG dalam urin tikus setelah terpapar etanol. Biji mahoni dimaserasi dengan pelarut etanol 70% selama 2x24 jam dan dipartisi dengan pelarut heksana, etil asetat, dan n-butanol secara berturut-turut. Masing-masing fraksi diuji fitokimia untuk mengetahui ada atau tidaknya senyawa flavonoid yang terkandung dalam 3 fraksi. Senyawa yang positif flavonoid dihitung kadar totalnya dengan metode spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 415 nm. Hasil pengujian menunjukkan, fraksi n-butanol mengandung kadar total flavonoid terbanyak dibandingkan dengan fraksi etil asetat sebesar 41,734 mg/L. Fraksi yang


(12)

mengadung kadar total flavonoid tertinggi diberikan pada hewan uji sebagai antioksidan dalam menurunkan konsentrasi 8-OHdG selama 21 hari yang sebelumnya telah dipapari etanol 20%.

Berdasarkan hasil uji analisis dengan metode ELISA pada sampel urin, didapatkan hasil bahwa konsentrasi 8-OHdG pada hewan uji pada perlakuan dosis 50, 100, 150, dan 200 mg/kg bb mengalami penurunan kosentrasi 8-OHdG yang dapat dilihat dengan membandingkan kelompok perlakuan dosis dengan kelompok positif atau kelompok yang dikondisikan stres oksidatif. Tetapi selama pemberian dosis fraksi n-butanol selama 21 hari, masih belum menurunkan konsentrasi 8-OHdG pada hewan uji agar menjadi normal seperti saat awal. Dengan menggunakan perhitungan dapat diprediksi pada hari keberapa konsentrasi 8-OHdG hewan uji menjadi keadaan normal. Hasil perhitungan memberikan prediksi untuk perlakuan dosis 200 mg/kg bb membutuhkan 32 hari, 150 mg/kg bb membutuhkan 54 hari, 100 mg/kg bb membutuhkan 66 hari dan 50 mg/kg membutuhkan 64 hari agar konsentrasi 8-OHdG kembali normal.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DEPAN ... i

SAMPUL DALAM ... ii

PERSYARATAN GELAR ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... v

SURAT PERNYTAAN BEBAS PLAGIAT ... vi

UCAPAN TERIMAKASIH ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

RINGKASAN ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Biji Mahoni ... 6

2. 2 Flavonoid ... 8

2. 3 Hewan Uji ... 11

2. 4 Etanol ... 12

2.5 Radikal Bebas ... 13


(14)

2.5.2 Sifat-sifat radikal bebas ... 14

2.5.3 Tahap pembentukan radikal bebas ... 14

2.6 Stres oksidatif ... 16

2.7 Senyawa 8-OHdG ... 17

2.8 Isolasi komponen aktif tanaman ... 18

2.8.1 Ekstraksi ... 18

2.8.2 Pemisahan dan pemurnian... 18

2.8.2.1 Partisi ... 19

2.9 Karakterisasi ... 19

2.10.1 Uji fitokimia flavonoid ... 20

2.10.2 Spektrofotometer Ultra Violet... 20

2.10 Enzyme Linked Immunosorbent Assay... 20

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 22

3.1 Kerangka Berpikir ... 22

3.2 Konsep Penelitian ... 24

3.3 Hipotesis Penelitian ... 25

BAB IV METODE PENELITIAN ... 26

4.1 Rancangan Penelitian... 26

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4.3 Penentuan Sumber Data ... 29

4.3.1 Populasi ... 29

4.3.2 Kriteria sampel ... 29

4.3.3 Penentuan jumlah ulangan sampel ... 29

4.4 Variabel Penelitian... 30

4.5 Bahan Penelitian ... 30

4.6 Instrumen Penelitian ... 30

4.7 Prosedur Penelitian ... 30

4.7.1 Preparasi sampel... 30

4.7.2 Ekstraksi ... 31

4.7.3 Partisi ... 31

4.7.4 Uji flavonoid ... 32

4.7.5 Uji kadar total flavonoid ... 32

4.7.6 Perlakuan hewan uji ... 32

4.7.7 Pengambilan urin hewan uji ... 33

4.7.8 Analisis 8-OHdG dalam urin tikus ... 33

4.8 Analisis Data ... 34

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

5.1 Ekstraksi Senyawa Flavonoid Dalam Biji Mahoni ... 35

5.2 Pemisahan Ekstrak Kasar Etanol ... 35

5.3 Uji Fitokimia dan Uji Kadar Total Flavonoid ... 36


(15)

5,5,1 Pemberian etanol ... 40

5.5.2 Pemberian fraksi n-butanol biji mahoni ... 41

5.6 Analisis 8-OHdG dalam Urin Tikus Wistar ... 42

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 50

6.1 Simpulan ... 50

6.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

5.1 Berat Hasil Partisi ... 36 5.2 Uji Skrining Fitokimia Senyawa Golongan Flavonoid Pada Fraksi

n-heksana, etil asetat, dan n-butanol ... 36 5.3 Hasil Uji Kadar Total Flavonoid ... 38 5.4 Analisis Data Fraksi n-butanol ... 48


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Tanaman Mahoni ... 7

2.2 Struktur Dasar Flavonoid ... 9

2.3 Struktur Dasar Beberapa Golongan Flavonoid ... 10

2.4 Tikus Wistar ... 11

2.5 Metabolisme Etanol ... 13

2.5 Struktur 8-hidroksi-2’-deoksiguanosin ... 17

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 24

4.1 Bagan Rancangan Penelitian ... 27

5.1 Kurva Standar 8-OHdG... 44


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Skema Proses Ekstraksi Senyawa Flavonoid dari Biji Mahoni ... 56

Lampiran 2. Skema Proses Partisi Senyawa flavonoid dari Ekstrak Biji Mahoni ... 57

Lampiran 3. Skema Perlakuan Hewan Uji Tikus Wistar Jantan ... 58

Lampiran 4, Perhitungan Pembuatan Larutan Etanol 19,80% ... 59

Lampiran 5. Perhitungan Kadar Total Flavonoid ... 60

Lampiran 6. Volume Pemberian Fraksi n-butanol ... 63

Lampiran 7. Perhitungan Nilai Konsentrasi 8-OHdG ... 65


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gaya hidup remaja yang telah digemari oleh masyarakat yaitu mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan mengakibatkan gangguan pada organ hati yang disebut hepatitis. Angka kematian akibat konsumsi minuman alkohol di Indonesia adalah sekitar 50 orang per hari atau sekitar 18.000 per tahun (Conreng et al., 2014).

Metabolisme etanol terjadi di hati yang dapat meningkatkan radikal bebas di dalam tubuh. Pada reaksi biotransformasi, etanol mengalami dua fase yaitu fungsionalisme (fase I) dan konyugasi (Fase II). Khusus reaksi fase I, etanol mengalami reaksi oksidasi menjadi asetaldehid oleh alkohol dehidrogenase (ADH). Kekurangan ADH pada hati dapat digantikan oleh enzim Microsomal Ethanol Oxidizing System (MEOS atau P4502E1). Perubahan aldehid menjadi etanol ataupun sebaliknya dapat menghasilkan radikal hidroksil (•OH) atau sebagai Radical oxygen species (ROS) maupun metabolit toksik lain seperti fatty acid ethyl esters/FAEEs (Suaniti et al., 2013).

Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya, senyawa ini bersifat sangat reaktif, dengan cara menyerang dan mengikat atau menarik elektron molekul yang berada di sekitarnya. ROS dapat menyebabkan kerusakan pada senyawa-senyawa biomolekul seperti karbohidrat, protein, lipid, dan DNA. Jika radikal bebas yang


(20)

2

dihasilkan melebihi antioksidan dalam tubuh dapat menyebabkan keadaan stres oksidatif (Hardianty, 2011).

Stres oksidatif dalam tubuh dapat terdeteksi dari adanya senyawa-senyawa penanda atau biomarkerstres oksidatif, salah satunya adalah 8-OHdG (8-Hidroksi-2’-deoksiguanosin). Senyawa 8-OHdG merupakan senyawa yang mudah larut dalam air sehingga dapat ditemukan pada cairan biologis, seperti serum darah dan urin. Senyawa 8-OHdG terbentuk karena tidak adanya protein protektif (histon) pada DNA mitokondria. Radikal hidroksil dapat mengoksidasi guanosin menjadi 8-OHdG, sehingga dapat mengubah DNA dan mengakibatkan terjadinya mutagenesis atau karsinogenesis. Akibat yang dialami apabila terjadi mutagenesis dan karsinogensesis adalah penuaan atau degeneratif dan penyakit kanker (Muctahdi, 2013). Kadar 8-OHdG di dalam tubuh dapat diturunkan dengan mengonsumsi senyawa antioksidan.

Antioksidan adalah molekul yang dapat menetralkan radikal bebas dengan cara menerima atau mendonorkan satu elektron untuk menghilangkan elektron yang tidak berpasangan. Senyawa golongan flavonoid merupakan senyawa yang bersifat antioksidan karena dapat mengubah radikal hidroksil menjadi H2O2 dengan tahap terminasi, kemudian dengan bantuan katalase H2O2

diubah menjadi H2O. Flavonoid sangat penting dalam mempertahankan

keseimbangan antara oksidan dengan antioksidan di dalam tubuh. Menurut Muchtadi (2013) flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan yang paling potensial, karena struktur kimianya yang mengandung o-difenol, suatu ikatan rangkap 2-3 berkonyugasi dengan hidroksil pada posisi 3 dan 5. Flavonoid


(21)

3

bermanfaat dalam mencegah kerusakan sel akibat stres oksidatif. Pada penelitian yang dilakukan Jawi et al. (2008) menyatakan hasil penelitian pada ekstrak ubi jalar ungu yang mengandung senyawa golongan flavonoid dapat menurunkan kadar malondialdehyde (MDA) pada mencit yang diberikan beban aktivitas fisik maksimal.

Menurut Sumardika dan Jawi (2012), mekanisme kerja dari flavonoid sebagai antioksidan bisa secara langsung maupun tidak langsung. Flavonoid sebagai antioksidan secara langsung adalah dengan mendonorkan ion hidrogen sehingga dapat menetralisir efek toksik dari radikal bebas, sedangkan flavonoid sebagai antioksidan tidak langsung yaitu dengan meningkatkan ekspresi gen antioksidan endogen.

Senyawa flavonoid pada tanaman di alam sangatlah berlimpah, salah satu tanaman yang mengandung flavonoid yaitu tanaman mahoni (Swietenia mahagoni Jacq), misalnya pada biji, kulit, dan batang (Sianturi, 2001). Menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991), biji mahoni dengan jenis Swietenia mahagoni Jacq ternyata dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit diantaranya penyakit darah tinggi, kencing manis, rematik, dan biji mahoni juga berpotensi untuk mengobati penyakit kanker (Ayuni dan Sukarta, 2013; Putri (2004).

Uji fitokimia biji mahoni yang telah dilakukan Rasyad et al., 2012 menyatakan bahwa biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) mengandung alkaloid, saponin, steroid, terpenoid, dan flavonoid. Sedangkan pada penelitian Suryani et al. (2013) menyatakan kandungan fenol dalam ekstrak biji mahoni dengan jenis Swietenia mahagoni Jacq sebanyak 13,243 gram yang setara dengan


(22)

4

356,24 ± 3,44 mg asam galat dan setara dengan 33,11 ± 8,83 mg katekin.Dengan kadar fenol tersebut peneliti tertarik menguji aktivitas senyawa flavonoid pada biji mahoni untuk menurunkan kadar 8-OHdG pada tikus yang terpapar etanol.

Menurut Ogino dan Wang (2007), ELISA merupakan metode yang sangat popular digunakan dalam menganalisis 8-OHdG pada sampel biologis (darah atau urin). Uji ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, cepat, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ekstrak biji mahoni mengandung senyawa flavonoid?

2. Apakah fraksi biji mahoni yang mengandung senyawa flavonoid dapat menurunkan konsentrasi 8-OHdG pada tikus yang terpapar etanol? 3. Berapakah dosis optimal fraksi biji mahoni yang mampu menurunkan

konsentrasi 8-OHdG pada tikus yang terpapar etanol agar kembali sehat?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini, diantaranya:

1. Untuk mengetahui biji mahoni mengandung senyawa flavonoid.

2. Untuk mengetahui aktivitas fraksi biji mahoni yang mengandung flavonoid terhadap penurunan konsentrasi 8-OHdG.


(23)

5

3. Untuk mengetahui dosis yang optimal fraksi biji mahoni yang mampu menurunkan konsentrasi 8-OHdG pada tikus yang terpapar etanol agar kembali sehat.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memaksimalkan potensi biji mahoni yang dapat digunakan sebagai antioksidan dalam menurunkan konsentrasi 8-OHdG.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biji Mahoni

Tanaman mahoni (Swietenia mahagoni) merupakan salah satu tanaman yang dianjurkan dalam pengembangan HTI (Hutan Tanaman Industri). Mahoni dalam klasifikasinya termasuk famili Meliaceae. Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai atau ditanam ditepi jalan sebagai pohon pelindung (Qodri et al., 2014), bentuk pohon dan biji mahoni dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Klasifikasi dari tanaman mahoni adalah (Plantamor, 2012): Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Devisi : Spermatophyta (Menghasilkan Biji) Devisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil) Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Sapindales Famili : Meliaceae Genus : Swietenia


(25)

7

A B

Gambar 2.1

Tanaman Mahoni (A) Pohon mahoni (B) Biji mahoni (Adminboro, 2014) Pada tahun 70-an, mahoni banyak dicari orang sebagai obat. Orang-orang mengonsumsi biji mahoni hanya dengan menelan bijinya setelah membuang bagian yang pipih. Penelitian Genus Swietenia (mahoni) sekarang ini semakin berkembang. Dadang dan Ohsawa (2000) melaporkan ekstrak biji Swietenia mahagoni pada konsentrasi 5% dapat memberi penghambatan makan 100% larva P. xylostella. Menurut Prijono (1998) ekstrak biji mahoni pada konsentrasi 0.25% dapat menyebabkan kematian larva C. pavonana 10.4% (Siregar et al., 2006).

Kandungan kimia mahoni dipengaruhi oleh iklim dan cuaca serta habitat masing-masing mahoni. Biji mahagoni afrika Khaya segenalensis yang diekstraksi dengan etanol, dan dipartisi dengan etil asetat mengandung senyawa tetranortriterpenoid. Ekstrak biji S. macrophylla mengandung triterpenoid yaitu swietenin dan swietenolida tiglat, serta flavonoid dan tanin. Esktrak etanol dari biji Swietenia sp mengandung alkaloid, terpenoid, dan flavonoid (Sianturi, 2001).


(26)

8

Biji mahoni memiliki efek farmakologis antipiretik, antijamur, menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes mellitus), kurang nafsu makan, demam, masuk angin, dan rematik. Hasil penelitian yang sering dipublikasi adalah ekstrak biji mahoni untuk menurunkan kadar glukosa darah pada tikus Wistar. Kabar yang terbaru bahwa ekstrak biji mahoni termasuk salah satu obat tradisional yang dapat menghambat pertumbuhan HIV AIDS dalam laboratorium. Penelitian ekstrak mahoni sebagai antibiotik juga telah dilaporkan, bahkan penelitinya menganjurkan agar diteliti lebih jauh, karena potensial untuk digunakan sebagai antibiotik baru terutama untuk bakteri yang resistan terhadap antibiotik yang ada (Rasyad, 2012).

2.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol yang terbesar di alam. Senyawa flavonoid ditemukan dalam tumbuhan tingkat tinggi, tetapi tidak dalam mikroorganisme. Dalam tumbuhan flavonoid memiliki fungsi pengatur dalam proses fotosintesis, kerja antimikroba, dan antivirus. Berbagai jenis senyawa, kandungan dan aktivitas antioksidatif flavonoid sebagai salah satu kelompok antioksidan alami yang terdapat pada sereal, sayur-sayuran biji-biji buah, telah banyak dipublikasikan. Flavonoid berperan sebagai antioksidan dengan cara mendonasikan atom hidrogennya atau melalui kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk glukosida (mengandung rantai samping glukosa). Flavon, flavonol, dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan di alam sehingga sering disebut sebagai flavonoid utama. Banyaknya senyawa flavonoid ini


(27)

9

disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut (Redha, 2010).

Umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, aseton, dan air. Adanya gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air (Markham, 1998). Flavonoid dapat memberikan warna yang khas terhadap pereaksi pendeteksi flavonoid, seperti : NaOH 10 %, asam sulfat pekat, bubuk magnesium-asam klorida pekat, dan natrium amalgam-asam klorida pekat (Harborne, 1987).

Senyawa flavonoid tersusun atas 15 atom karbon pada inti dasarnya dengan konfigurasi C6-C3-C6 yaitu dua cincin aromatik dan dihubungkan oleh

atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga (Indradewi, 2011). Struktur dasar flavonoid dapat dilihat pada Gambar 2.2.

A C

B

Gambar 2.2

Struktur dasar flavonoid (Robinson, 1991)

Berdasarkan struktur dasarnya maka dapat dikenal beberapa golongan flavonoid diantaranya: khalkon, auron, flavanon, isoflavon, flavon,


(28)

10

dihidroflavonol, flavonol, antosianidin, katekin, (flavan 3-ol), dan proantosiainidin yang tertera pada Gambar 2.3.

O O 5 6 7 8 4 2 3 6' 5' 4' 3' 2' O O OH O O OH

Flavon Dihdroflavonon Flavonol

O 5 6 7 8 4 2 3 6' 5' 4' 3' 2' 6' 5' 4' 3' 6 5 4 3 O 2 2' O 5 6 7 8 4 2 3 6' 5' 4' 3' 2' OH OH

Antosianidin Khalkon Flavan 3,4-diol

O 5 6 7 8 4 2 3 6' 5' 4' 3' 2' OH O CH O 4 5 7 6 2' 3' 4' 5' 6'

Katekin Auron

O 5 6 7 8 4 2 3 6' 5' 4' 3' 2' O O 5 6 7 8 4 2 3 6' 5' 4' 3' 2' OH n O 5 6 7 8 4 2 3 6' 5' 4' 3' 2' O

Isoflavon Proantosianidin Flavanon Gambar 2.3


(29)

11

2.3 Hewan Uji

Hewan Uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih berjenis Rattus novergicus galur Wistar (Gambar 2.4) dikembangkan di Institut Wistar pada tahun 1906 untuk digunakan dalam biologi dan penelitian medis.

Gambar 2.4

Tikus Wistar (Dokterternak, 2010)

Tikus putih atau dikenal tikus Wistar merupakan tikus yang paling sering digunakan sebagai hewan uji dalam laboratorium. Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus lainnya yaitu penanganan dan pemeliharaannya yang mudah karena tubuhya kecil, bersih, dan kemampuan reproduksi tinggi (Pribadi, 2008).

Selama bertahun-tahun, tikus telah digunakan dalam banyak eksperimen, yang telah menambah pemahaman kita tentang genetika, penyakit, pengaruh obat-obatan, dan topik lain dalam kesehatan dan kedokteran. Laboratorium tikus juga terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya. Pentingnya sejarah spesies ini untuk riset ilmiah tercermin dengan jumlah literatur tentang itu, sekitar 50% lebih dari itu pada tikus. Konversi usia manusia ke tikus adalah usia 10 tahun pada manusia sama dengan 1 bulan pada tikus wistar


(30)

12

(Umami, 2012). Konversi dosis pada manusia dengan berat badan 70 kg ke tikus wistar dengan berat badan 200 gram adalah 0,018 (Indrapraja, 2009).

2.4 Etanol

Konsumsi etanol adalah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang dapat mengakibatkan masalah sosial. Etanol dapat mengubah respon terhadap obat yang diberikan bersamaan. Hal ini terjadi karena adanya interaksi antara etanol dan obat. Mekanisme interaksi farmakokinetik meliputi: absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Etanol yang dikonsumsi diabsorbsi di usus halus sebesar 80%. Kecepatan absorbsi tergantung pada jumlah dan konsentrasi etanol dalam minuman yang mengisi lambung dan usus. Etanol dalam lambung yang kosong kadarnya dalam darah terdeteksi pada 30-90 menit setelah mengkonsumsi (Gugule et al., 2013).

Distribusi etanol berjalan cepat, dalam jaringan mendekati kadar di dalam darah. Volume distribusi dari etanol mendekati volume cairan tubuh total (0,5-0,7 L/kg). Sekitar 90-98% etanol yang diabsorbsi dalam tubuh akan mengalami oksidasi. Metabolisme etanol terjadi di dalam hati. Etanol yang masuk ke dalam tubuh akan cepat diabsorpsi dalam lambung dan usus halus. Etanol diabsorpsi langsung secara difusi dan akan didistribusikan secara bebas dalam jaringan dan cairan tubuh. Volume distribusi etanol berkisar antara 0,58-0,70 L/kg berat badan. Kadar etanol dalam otak dicapai setelah absorpsi sempurna dalam darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi etanol adalah volume, pengenceran, kecepatan pencernaan, dan makanan yang ada di dalam lambung. Di dalam hati, etanol akan dioksidasi oleh alkohol dehidrogenase menjadi asetaldehid.


(31)

13

Alkohol

dehidrogenase Aldehid

dehidrogenase

Asetaldehid akan dioksidasi oleh aldehid dehidrogenase menjadi asam asetat atau asetil ko-enzim A. Asam asetat yang dihasilkan dari oksidasi asetaldehid akan masuk ke dalam siklus kreb, sehingga terbentuk karbon dioksida dan air. Asetaldehid merupakan metabolit pertama dari etanol yang pada pasien alkoholis terjadi proses metabolisme yang lambat sehingga mengakibatkan toksisitas jaringan dan ketergantungan etanol (Wardjowinoto, 1998). Skema metabolisme etanol dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5

Metabolisme Etanol (Wardjowinoto, 1998)

2.5 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya. Molekul ini dapat bereaksi dengan molekul lain yang akan menimbulkan reaksi rantai yang sangat dekstruktif. Pengertian radikal bebas dan oksidan sering dianggap sama karena keduanya memiliki kemiripan sifat, serta memiliki aktivitas yang sama dan memberikan akibat yang hampir sama, meskipun melalui proses yang berbeda (Hardianty, 2011).

2.5.1 Struktur radikal bebas

Atom terdiri atas inti (proton dan neutron) dan elektron. Jumlah proton (bermuatan positif) dalam inti menentukan jumlah dari elektron (bermuatan negatif) yang mengelilingi atom tersebut. Elektron mengelilingi suatu atom dalam


(32)

14

satu lapisan bahkan lebih. Jika satu lapisan penuh, elektron akan mengisi lapisan kedua. Lapisan kedua akan penuh jika telah memiliki 8 elektron, dan begitu seterusnya. Atom sering kali melengkapi lapisan luarnya dengan cara membagi elektron-elektron bersama atom yang lain. Dengan membagi elektron, atom-atom tersebut bergabung bersama dan mencapai kondisi stabilitas maksimum untuk membentuk molekul. Oleh karena radikal bebas sangat reaktif, maka mempunyai spesifitas kimia yang rendah, sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul lain, seperti protein, lemak, karbohidrat, dan DNA (Arief, 2012).

2.5.2 Sifat-sifat radikal bebas

Radikal bebas memiliki reaktifitas tinggi, karena adanya satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya yang menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan dengan cara menyerang atau menarik elektron molekul yang berada di sekitarnya. Hal ini mengakibatkan terbentuknya senyawa radikal baru, dengan kata lain radikal bebas dapat mengubah suatu molekul atau senyawa menjadi suatu radikal bebas baru, dan seterusnya sehingga akan terjadi reaksi rantai. Sifat radikal bebas yang mirip dengan oksidan terletak pada kecenderungannya untuk menarik elektron (Hardianty, 2011).

2.5.3 Tahap pembentukan radikal bebas

Tahap pembentukan Radikal Bebas terjadi melalui 3 tahap, yaitu;

1. Tahap Inisiasi, yaitu tahap pembentukan awal radikal bebas, dan menjadikan senyawa yang non radikal menjadi radikal bebas. Contohnya:


(33)

15

2. Tahap propagasi, yaitu tahap pemanjangan rantai radikal, radikal bebas diperluas sehingga membentuk beberapa radikal bebas yang baru.

Contohnya:

R2-H + R1• R2 • + R1-H R3-H + R2 • R3 • + R2-H

Keterangan: R= rantai alkil

3. Tahap terminasi, yaitu tahap pembentukan non radikal dari radikal bebas, bereaksinya senyawa radikal dengan radikal yang lain sehingga propagansinya menjadi rendah. Contohnya:

R1 • + R1 • R1-R1

R2 • + R2 • R2-R2

R3 • + R3• R3-R3 (Hardianty, 2011).

Radikal bebas dapat terjadi melalui proses fisiologis normal dalam tubuh atau karena pengaruh spesies eksogen. Spesies eksogen tersebut dapat berbentuk senyawa yang muncul secara alami dalam biosfer (misalnya ozon, NO2, etanol,

atau tetradecanoyl phorbol acetate / TPA), senyawa kimia industri (seperti karbon tetraklorida). Radikal yang sering muncul dalam proses biologis adalah superoksida (O2-1) yang selanjutnya mengalami dismutasi menjadi hidrogen

peroksida (H2O2) atau mengalami protonasi menjadi radikal hidroperoksil.

Pembentukan hidrogen peroksida, menjadi sarana untuk mendeteksi adanya proses yang melibatkan superoksida di dalam tubuh. Radikal superoksida dapat ditemukan di semua sel yang mengalami metabolisme aerobik (Sholihah dan Widodo, 2008).


(34)

16

Radikal bebas, yang sering disebut Reactive Oxygen Species, dapat dibentuk melalui jalur enzimatis ataupun metabolik. Senyawa oksigen reaktif juga dapat diproduksi oleh sel dalam kondisi stres ataupun tidak stres. Pada kondisi tidak stres, terdapat keseimbangan antara proses pembentukan dan pemusnahan senyawa oksigen reaktif. Sementara pada kondisi stres oksidatif, pembentukan senyawa oksigen reaktif lebih tinggi dibandingkan dengan pemusnahannya yang mengakibatkan sistem pertahanan tubuh terpacu untuk bekerja lebih keras untuk memusnahkan senyawa oksigen reaktif. Salah satu sistem pertahanan tubuh itu adalah sistem antioksidan enzimatis dan non enzimatis, yang bekerja menekan senyawa oksigen reaktif yang berlebihan. Sebagai akibatnya adalah gangguan metabolik yang mengakibatkan stres oksidatif (Hardianty, 2011).

2.6 Stres Oksidatif

Stres oksidatif adalah suatu keadaan tingkat Reactive oxygen species yang toksik melebihi pertahanan antioksidan. Keadaan ini mengakibatkan kelebihan radikal bebas, yang akan bereaksi dengan lemak, protein, asam nukleat seluler, sehingga terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu (Arief, 2012).

Stres oksidatif pada susunan saraf pusat sangat mematikan, sebab otak manusia terutama memakai metabolisme oksidatif. Meskipun berat otak hanya 2% dari berat tubuh, otak menggunakan sekitar 50% dari seluruh oksigen tubuh. Faktor stress oksidatif lain yang sangat berbahaya pada otak dengan adanya kandungan PUFA (polyunsaturated fatty acid) yang tinggi, hampir 50% dari struktur jaringan otak. Jaringan otak mengandung asam askorbat 100 kali lipat dibanding di pembuluh darah perifer, tetapi mempunyai katalase, gluthation


(35)

17

peroksidase lebih rendah daripada jaringan lain yang juga meningkatkan risiko terjadinya stres oksidatif. Radikal bebas merusak sel dan bereaksi dengan makromolekuler sel melalui proses peroksidasi lipid, oksidasi DNA dan protein (Siswonoto, 2008).

2.7 Senyawa 8-hidroksi-2’-deoksiguanosin (8-OHdG)

Senyawa 8-OHdG merupakan salah satu penanda stres oksidatif yang merupakan hasil oksidasi basa guanin oleh ROS. 8-OHdG dapat dideteksi pada sampel jaringan tubuh dan darah manusia. 8-OHdG dapat terdeteksi pada sampel urin dikarenakan hasil dari nukleotida dan basa merupakan senyawa yang larut air dan dieksresikan pada urin. Senyawa 8-OHdG dalam urin dijadikan biomarker penting stres oksidatif dalam sel. Faktanya tingkat 8-OHdG dalam urin sering kali digunakan dalam mengukur kerusakan oksidatif pada DNA. Struktur

8-Hidroksi-2’-deoksiguanosin dan struktur 2’-deoksiguanosin dapat dilihat pada Gambar 2.6

(Nakajima et al., 2012).

NH

N N

O

NH2

N

O

H OH

H H

H H

HO

OH

Gambar 2.6


(36)

18

2.8 Isolasi Komponen Aktif Tanaman

Isolasi senyawa bioaktif yang berasal dari tumbuhan memegang peranan yang sangat penting di dalam pencarian tumbuhan yang mempunyai aktivitas biologi tertentu berkaitan dengan usaha untuk mengisolasi senyawa bioaktif. Tahapan yang harus dilakukan adalah penyiapan sampel, ekstraksi, dan pemisahan.

2.8.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan senyawa kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut. Senywa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Hasil yang diperoleh dari ekstraksi disebut ekstrak. Ekstrak bisa dalam bentuk sediaan kering, kental, dan cair (Raja, 2008).

2.8.2 Pemisahan dan pemurnian

Pemisahan dan pemurnian komponen atau senyawa kimia yang terdapat dalam bahan tumbuhan umumnya dilakukan dengan teknik kromatografi. Teknik kromatografi dipergunakan dalam pemisahan dan pemurnian suatu bahan alam. Untuk pemisahan dan pemurnian umumnya menggunakan 2 jenis kromatografi yaitu kromatografi lapis tipis dan kromatografi kolom. Sebelum dilakukan


(37)

19

pemurnian, terlebih dahulu dilakukan pemisahan awal dengan menggunakan metode partisi (Indradewi, 2011).

2.8.2.1 Partisi

Metode partisi bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa kimia dalam ekstrak kasar berdasarkan kepolarannya. Awalnya partisi dimulai dengan pelarut non polar seperti n-heksan untuk menarik senyawa-senyawa non polar. Selanjutnya digunakan pelarut semi polar seperti kloroform, etil asetat atau aseton untuk menarik senyawa-senyawa semi polar. Terakhir digunakan pelarut polar seperti metanol atau n-butanol untuk menarik senyawa polar.

Dalam metode partisi digunakan teknik yang umum digunakan yaitu dengan corong pemisah dengan menggunakan dua pelarut yang tidak saling tercampur. Untuk pemisahan senyawa yang berwarna, partisi dihentikan bila ekstrak terakhir sudah tidak berwarna sedangkan untuk senyawa yang tidak berwarna, dihentikan setelah 3 sampai 4 kali penggantian pelarut (Indradewi, 2011).

2.9 Karakterisasi

Karakterisasi suatu senyawa hasil isolasi dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Dengan cara kualitatif, dilakukan dengan uji fitokimia untuk mengetahui golongan senyawa dengan menggunakan pereaksi. Sedangkan dengan uji kuantitatif, dilakukan dengan alat spektrofotometer UV-Visible untuk mengukur nilai absrobansi dari sampel dan standar yang dapat digunakan untuk menghitung kadar total flavonoid pada sampel.


(38)

20

2.9.1 Uji fitokimia flavonoid

Metode identifikasi ini dilakukan berdasarkan pada metode penapisan fitokimia (phytochemical screening) terhadap golongan senyawa kimia tertentu seperti flavonoid degan menggunakan pereaksi warna atau secara kualitatif (Indradewi, 2011). Uji senyawa flavonoid dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi pendeteksi senyawa flavonoid, antara lain pereaksi NaOH 10%, pereaksi H2SO4, dan pereaksi Mg-HCl pekat.

2.9.2 Spektrofotometer ultraviolet

Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat (190-380) dan sinar tampak (380 - 780) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Radiasi ultraviolet diabsorpsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron-terkonyugasi dan atau atom yang mengandung elektron, menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi elektron tingkat dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Williams dan Fleming, 2008).

2.10 Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Teknik ELISA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1972 oleh Engval dan Perlman. Teknik ini dapat digunakan untuk mendeteksi zat antibodi atau antigen. Prinsip dari uji ELISA adalah reaksi kompleks antigen-antibodi dengan


(39)

21

melibatkan peran enzim konjugasi anti spesien imunoglobulin dan substrat sebagai indikator dalam reaksi (Racmawati et al., 2004).

ELISA kit untuk penanda kerusakan DNA teroksidasi adalah pengembangan immunoassay berdasarkan enzim kompetitif untuk mendeteksi dan kuantisasi 8-OHdG dalam urin, serum, dan sel atau jaringan sampel DNA secara cepat. Sejumlah sampel 8-OHdG ditentukan dengan membandingkan absorbansi sampel dengan kurva standar. ELISA kit 8-OHdG memiliki batas deteksi antara 100 pg/mL hingga 20 ng/mL. Setiap kit terdapat reagen untuk analisis hingga 96 well termasuk kurva standar dan sampel (Cell Biolabs, Inc). Prinsipnya, sejumlah sampel yang mengandung 8-OHdG atau standar pertama kali ditambahkan pada 8-OHdG/BSA konjugat yang sebelumnya telah ada dalam microplate. Kemudian setelah dilakukan inkubasi awal, antibodi 8-OHdG monoklonal ditambahkan, selanjutnya ditambahkan HRP sebagai antibodi kedua. Senyawa 8-OHdG yang terdapat dalam sampel ditentukan dengan membandingkannya dengan kurva standar 8-OHdG (Cell Biolabs, Inc).


(1)

Radikal bebas, yang sering disebut Reactive Oxygen Species, dapat dibentuk melalui jalur enzimatis ataupun metabolik. Senyawa oksigen reaktif juga dapat diproduksi oleh sel dalam kondisi stres ataupun tidak stres. Pada kondisi tidak stres, terdapat keseimbangan antara proses pembentukan dan pemusnahan senyawa oksigen reaktif. Sementara pada kondisi stres oksidatif, pembentukan senyawa oksigen reaktif lebih tinggi dibandingkan dengan pemusnahannya yang mengakibatkan sistem pertahanan tubuh terpacu untuk bekerja lebih keras untuk memusnahkan senyawa oksigen reaktif. Salah satu sistem pertahanan tubuh itu adalah sistem antioksidan enzimatis dan non enzimatis, yang bekerja menekan senyawa oksigen reaktif yang berlebihan. Sebagai akibatnya adalah gangguan metabolik yang mengakibatkan stres oksidatif (Hardianty, 2011).

2.6 Stres Oksidatif

Stres oksidatif adalah suatu keadaan tingkat Reactive oxygen species yang toksik melebihi pertahanan antioksidan. Keadaan ini mengakibatkan kelebihan radikal bebas, yang akan bereaksi dengan lemak, protein, asam nukleat seluler, sehingga terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu (Arief, 2012).

Stres oksidatif pada susunan saraf pusat sangat mematikan, sebab otak manusia terutama memakai metabolisme oksidatif. Meskipun berat otak hanya 2% dari berat tubuh, otak menggunakan sekitar 50% dari seluruh oksigen tubuh. Faktor stress oksidatif lain yang sangat berbahaya pada otak dengan adanya kandungan PUFA (polyunsaturated fatty acid) yang tinggi, hampir 50% dari struktur jaringan otak. Jaringan otak mengandung asam askorbat 100 kali lipat dibanding di pembuluh darah perifer, tetapi mempunyai katalase, gluthation


(2)

peroksidase lebih rendah daripada jaringan lain yang juga meningkatkan risiko terjadinya stres oksidatif. Radikal bebas merusak sel dan bereaksi dengan makromolekuler sel melalui proses peroksidasi lipid, oksidasi DNA dan protein (Siswonoto, 2008).

2.7 Senyawa 8-hidroksi-2’-deoksiguanosin (8-OHdG)

Senyawa 8-OHdG merupakan salah satu penanda stres oksidatif yang merupakan hasil oksidasi basa guanin oleh ROS. 8-OHdG dapat dideteksi pada sampel jaringan tubuh dan darah manusia. 8-OHdG dapat terdeteksi pada sampel urin dikarenakan hasil dari nukleotida dan basa merupakan senyawa yang larut air dan dieksresikan pada urin. Senyawa 8-OHdG dalam urin dijadikan biomarker penting stres oksidatif dalam sel. Faktanya tingkat 8-OHdG dalam urin sering kali digunakan dalam mengukur kerusakan oksidatif pada DNA. Struktur

8-Hidroksi-2’-deoksiguanosin dan struktur 2’-deoksiguanosin dapat dilihat pada Gambar 2.6 (Nakajima et al., 2012).

NH

N N

O

NH2 N

O

H OH

H H

H H

HO

OH

Gambar 2.6


(3)

2.8 Isolasi Komponen Aktif Tanaman

Isolasi senyawa bioaktif yang berasal dari tumbuhan memegang peranan yang sangat penting di dalam pencarian tumbuhan yang mempunyai aktivitas biologi tertentu berkaitan dengan usaha untuk mengisolasi senyawa bioaktif. Tahapan yang harus dilakukan adalah penyiapan sampel, ekstraksi, dan pemisahan.

2.8.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan senyawa kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut. Senywa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Hasil yang diperoleh dari ekstraksi disebut ekstrak. Ekstrak bisa dalam bentuk sediaan kering, kental, dan cair (Raja, 2008).

2.8.2 Pemisahan dan pemurnian

Pemisahan dan pemurnian komponen atau senyawa kimia yang terdapat dalam bahan tumbuhan umumnya dilakukan dengan teknik kromatografi. Teknik kromatografi dipergunakan dalam pemisahan dan pemurnian suatu bahan alam. Untuk pemisahan dan pemurnian umumnya menggunakan 2 jenis kromatografi yaitu kromatografi lapis tipis dan kromatografi kolom. Sebelum dilakukan


(4)

pemurnian, terlebih dahulu dilakukan pemisahan awal dengan menggunakan metode partisi (Indradewi, 2011).

2.8.2.1 Partisi

Metode partisi bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa kimia dalam ekstrak kasar berdasarkan kepolarannya. Awalnya partisi dimulai dengan pelarut non polar seperti n-heksan untuk menarik senyawa-senyawa non polar. Selanjutnya digunakan pelarut semi polar seperti kloroform, etil asetat atau aseton untuk menarik senyawa-senyawa semi polar. Terakhir digunakan pelarut polar seperti metanol atau n-butanol untuk menarik senyawa polar.

Dalam metode partisi digunakan teknik yang umum digunakan yaitu dengan corong pemisah dengan menggunakan dua pelarut yang tidak saling tercampur. Untuk pemisahan senyawa yang berwarna, partisi dihentikan bila ekstrak terakhir sudah tidak berwarna sedangkan untuk senyawa yang tidak berwarna, dihentikan setelah 3 sampai 4 kali penggantian pelarut (Indradewi, 2011).

2.9 Karakterisasi

Karakterisasi suatu senyawa hasil isolasi dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Dengan cara kualitatif, dilakukan dengan uji fitokimia untuk mengetahui golongan senyawa dengan menggunakan pereaksi. Sedangkan dengan uji kuantitatif, dilakukan dengan alat spektrofotometer UV-Visible untuk mengukur nilai absrobansi dari sampel dan standar yang dapat digunakan untuk menghitung kadar total flavonoid pada sampel.


(5)

2.9.1 Uji fitokimia flavonoid

Metode identifikasi ini dilakukan berdasarkan pada metode penapisan fitokimia (phytochemical screening) terhadap golongan senyawa kimia tertentu seperti flavonoid degan menggunakan pereaksi warna atau secara kualitatif (Indradewi, 2011). Uji senyawa flavonoid dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi pendeteksi senyawa flavonoid, antara lain pereaksi NaOH 10%, pereaksi H2SO4, dan pereaksi Mg-HCl pekat.

2.9.2 Spektrofotometer ultraviolet

Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat (190-380) dan sinar tampak (380 - 780) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Radiasi ultraviolet diabsorpsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron-terkonyugasi dan atau atom yang mengandung elektron, menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi elektron tingkat dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Williams dan Fleming, 2008).

2.10 Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Teknik ELISA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1972 oleh Engval dan Perlman. Teknik ini dapat digunakan untuk mendeteksi zat antibodi atau antigen. Prinsip dari uji ELISA adalah reaksi kompleks antigen-antibodi dengan


(6)

melibatkan peran enzim konjugasi anti spesien imunoglobulin dan substrat sebagai indikator dalam reaksi (Racmawati et al., 2004).

ELISA kit untuk penanda kerusakan DNA teroksidasi adalah pengembangan immunoassay berdasarkan enzim kompetitif untuk mendeteksi dan kuantisasi 8-OHdG dalam urin, serum, dan sel atau jaringan sampel DNA secara cepat. Sejumlah sampel 8-OHdG ditentukan dengan membandingkan absorbansi sampel dengan kurva standar. ELISA kit 8-OHdG memiliki batas deteksi antara 100 pg/mL hingga 20 ng/mL. Setiap kit terdapat reagen untuk analisis hingga 96 well termasuk kurva standar dan sampel (Cell Biolabs, Inc). Prinsipnya, sejumlah sampel yang mengandung 8-OHdG atau standar pertama kali ditambahkan pada 8-OHdG/BSA konjugat yang sebelumnya telah ada dalam microplate. Kemudian setelah dilakukan inkubasi awal, antibodi 8-OHdG monoklonal ditambahkan, selanjutnya ditambahkan HRP sebagai antibodi kedua. Senyawa 8-OHdG yang terdapat dalam sampel ditentukan dengan membandingkannya dengan kurva standar 8-OHdG (Cell Biolabs, Inc).


Dokumen yang terkait

Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Tumbuhan Mahoni (Swietenia mahogani Jacq)

11 84 62

Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Putih

0 39 69

Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas (Ananas Comosus (L.) Merr.) Terhadap Glukosa Darah Dan Kadar Superoksida Dismutase (Sod) Pada Mencit Hiperglikemia Secara In Vivo

17 95 129

Isolasi Senyawa Golongan Flavonoid Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang Berpotensi sebagai Antioksidan

1 3 42

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) Terhadap Profil Sel β Pankreas pada Tikus Diabetes Mellitus.

0 4 29

Gambaran Spermatogenesis dan Superoksida Dismutase pada Testis Tikus Model Diabetes yang Diberi Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.).

0 2 33

Pemberian Minuman Kopi dengan Penambahan Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) pada Tikus Wistar yang Diinduksi Aloksan

0 3 32

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70% BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq) TERHADAP KADAR ALT Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Terhadap Kadar Alt (Alanin aminotransferase) Tikus Putih ( Rattus norvegicus ) Yan

0 1 13

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70% BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq) TERHADAP KADAR ALT Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Terhadap Kadar Alt (Alanin aminotransferase) Tikus Putih ( Rattus norvegicus ) Yang

0 0 15

Efek Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia Mahagoni Jacq.) Dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Mencit Yang Diinduksi Aloksan.

0 2 27